PENGARUH KECEP A T AN DAN MODEL PEMANASAN TERHADAP DEGRADASI KEKUATAN BETON) Amir Partowiyatmo2
ABSTRAK PENGARUH KECEPATAN DAN MODEL PEMANASAN TERHADAP DEGRADASI KEKUATAN BETON. Penelitian di laboratorium untuk mengkaji pengaruh suhu tinggi terhadap kekuatan beton, umumnya benda uji dipanaskan sampai suhunya homogen dan kecepatan pemanasannya dipilih lambat. misalnya I .C/menit, alasannya adalall untuk menghindari terjadinya thermal stres.~. Padallal dalam peristiwa kebakaran yang sebenamya, kecepatan pemanasannya relativ tinggi dan distribusi suhu pada masingmasing komponen struktur beton tidak merata, oleh karena itu untuk memallami terjadinya fenomena peruballan sifat mekanis beton ilkibat kebakaran perlu dilakukan percobaan simulasi dengan menggunakan parameter kecepatan dan model pemanasan. Untuk lebih memallami terjadinya mekanisme degradasi kekuatan beton, maka di dalam pemballasan akan disertai analisa struktur mikro beton dengan menggunakan peralatan mikroskop elektron, differential thermal analy,~is (DT A), dan dilatometer. ABSTRACT THE EFFECT OF HEATING RATE AND MODEL OF CONCRETE STRENGTH DEGRADATION. The laboratorical experiments studying the effect of high temperature on the concrete strength. the specimen is normally heated until its temperature homogen and to avoid the thermal stress the heating rate is slowly regulated, e.g I .C/min. Whereas in the real fire the heating rate is relative high and the temperature in the concrete structures is not homogen distributed. so that in order to know the phenomena of the mechanical properties changing in the concrete due to the fire, it is necessary to performance the experiments, in which the rate and mode of heating as parameters. For understanding of the mechanism of the concrete strength degradation, so in the discusion will be accompanied by microstructure analysis of the concrete using the apparatus of scanning electron microscope, differential thermal analysis, and dilatometer.
KEY ~VORD Heating rate, ConcreteStrength,Degradation
PENDAHULUAN Dalam peristiwa kebakaran pada bangunan bertingkat, struktur beton akan mengalami siklus pemanasan clan pendinginan dengan kondisi yang berbeda-beda. Pada siklus pemanasan, sebagian komponen dapat mengalami kenaikan suhu dengan sangat cepat clan sebagian komponen lagi kenaikan suhunya lambat. Semuanya itu tergantung pada jumlah clanjenis bahan yang mudah terbakar yang terdapat di tempat itu, ukuran clan geometri komponen, ventilasi clan kondisi tata ruang. Suhu ruangan ketika terjadi kebakaran dapat mencapai 1000 °C, namun suhu pada masing-masing struktur beton akan lebih rendah. Sesuai dengan hukum perpindahan panas clan termodinamika, maka suhu di permukaan struktur beton akan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di bagian dalamnya. Karena siklus pemanasan clan pendinginan J:mdamasing-masing struktur beton pada saat kebakaran berbeda-beda, maka tingkat kerusakan masing-masing struktur beton juga akan berbeda-beda. Untuk mengetahui pengaruh suhu tinggi terhadap penurunan kekuatan beton, kebanyakan penelitian di laboratorium dilakukan dengan cara memanaskan benda uji sampai suhunya homogen clan diatur dengan kecepatan pemanasanrelatif lambat. Dengan menggunakan dapur listrik yang dilengkapi kontrol yang andal clan memadai, kecepatan pemanasan bisa diatur konstan pada I °C/menit. Pertimbangannya adalah untuk menghiI Dipresentasikan pactaPertemuan Ilmiah Sains Materi 1997 2 UPT -Laboratorium Uji Konstruksi-BPPT
384
langkan pengaruh thermal stress terhadap kerusakan matrik beton. Sehingga fenomena degradasi kekuatan beton semata-matahanya diakibatkan oleh pengaruh panas secara langsung. Oleh karena itu untuk memahami fenomena pengaruh kebakaran terhadap struktur beton pada kondisi yang sebenamya, perlu dilakukan percobaan simulasi dengan menggunakan paramater cara clan kecepatanpemanasan.
TEORI Beton adalah tennasuk bahan komposit yang terdiri daTi agregat dan pasta semen yang berfungsi sebagai matrik. Pasta semen sebagai produk reaksi hidrasi antara semen dan air, berperan sebagai pengikat agregat sehingga menjadi suatu kesatuan yang solid dan kuat. Disamping senyawa hidrat lainnya, maka calcium silicate hydrate (CSH) dan Ca(OH)2, merupakan senyawa yang dominan dan berperan dalam menentukan kekuatan dan ketahanan beton terhadap pengaruh lingkungan. Dalam sistim struktur internal beton, dibandingkan dengan kekuatan agregat dan matriknya sendiri, maka bidang batas antara agregat dan matrik adalah komponcn yang paling lemah. Umumnya agregat yang digunakan dalam pembuatan beton adalah daTi batuan jenis silikat yang mengandung senyawa inert SiO2 (quartzitic agregate). Dalam membuat campuran beton, jumlah air yang ditambahkan umumnya lebih besar daTi jumlah air yang dibutuhkan untuk tercapainya reaksi stochiometri. Kelebihan air
)$b
~~ 'f'
yang tidak bereaksi dengan semen akan berada di dalam pori-pori kapiler, dimana dalam peristiwa kebakaran akan memberikan konstribusi terhadap terjadinya degradasi beton. Agregat dan matrik mempunyai sifat dilatasi yang kontradiktif. Pada suhu yang semakin tinggi, agregat akan cenderung memuai terns. Saat suhu transformasinya (573 °C) tercapai akan terjadi pemuaian yang melonjak, namun setelah itu akan terjadi kondisi yang stagnasi, dimana suhu semakin tinggi tetapi agregat tidak bertambah panjang. Pada proses pendinginan sampai suhu ruang agregat akan kembali pada kondisi (panjang) semula. Sebaliknya, matrik beton hanya akan memuai sampai batas pada suhu penguapan air bebas (:1:180 °C), namun setelah air bebasnya habis menguap, maka akibat adanya reaksi dekomposisi matrik beton akan cenderung mengalami penyusutan terus. Sehingga akhimya, setelah kembali pada suhu ruang dimensi matrik akan lebih kecil dari dimensi semula. Dengan adanya perbedaan sifat dilatasi tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tegangan lokal. Bila tegangan lokal yang terjadi melebihi kuat lekat antara agregat dan matrik, maka pada bidang batasnya akan terjadi retak-retak mikro. Untuk memahami fenomena tersebut dapat dilakukan percobaan dengan menggunakan peralatan dilatometer. Selama proses pemanasan,maka akan terjadi perambatan panas dari permukaan menuju ke bagian dalam struktur beton. Dengan demikian
PH~'SI('.-\l LSD (HE\IIC-\l
RE.:,(,IO'S
maka akan terjadi perbedaansuhu antara permukaan dengan bagian dalam. Hila perbedaan suhu antar dua lokasi cukup besar ( > 10 °C/cm), maka efek thermal stress terhadap struktur internal beton akan bersifat destruktif [5]. Adanya perbedaan sifat dilatasi antara agregat dan matrik dan terjadinya thermal stress akibat perbedaan suhu akan memberikan konstribusi terhadap disintegrasi struktur internal beton, yang selanjutnya dapat menurunkan kekuatan beton. Dengan menggunakan peralatan DT A, maka suhu puncak (peak temperature) saat terjadinya reaksi fisis clankimiawi dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam beton secara kuantitatif dapat diidentifikasi. Sebagai salah satu tujuan percobaan dengan peralatan DTA disini adalah untuk mengetahui pengaruh kecepatan pemanasan terhadap perubahan/pergeseransuhu puncak. Dengan merangkum uraian diatas, maka gambar 1 dapat memberikan penjelasan singkat tentang terjadinya reaksi fisis dan kimiawi dalam beton secara utuh akibat pengaruh panas. Sedang dalam gambar 2 memperlihatkan hasil percobaan dari beberapa peneliti tentang penurunan kuat tekan beton akibat pengaruh kenaikan suhu pemanasan. Karena pengaruh dari berbagai faktor, maka hasil percobaan dari masing-masing peneJiti akan memperlihatkan adanya perbedaan.
I~ I.-O~CRETE:.Ol RI'(;
flRl
-O.tlerel)cI:: "r tlenn:!1 e"pansion be1""e!1 al,:greFate and "em,'nt stooc -Thel11)al slrt."S~duc 10 tI,e Iclnp,'r~ture di,rrihlltlOl1
t I
Decarh"'l.ttiun
30
De;:...mp',s;tiC'" of CS11-Phase and Funnari,," Tral.sfom'"tion
,of Lowqual'tZ~
Ol:cornp(siti('n
of La(m!)
of 6-(" ~
of
LimeSlon-'
I
900
l"ghquartz ,
-E v8)K)r8!ion of (reo: "ate.., 30 -18Q °C) -BrelakdowfJ ,-,fg.:1 c3') -30(; 'f: l -Rclea"I:: "i ~ct:olil"ical hou"d ":lll:r or ":lll:r h~ld b\; chernisorplic41 (120 -6()O "(~) -p~"sur~ of "'al~, vapour (up lo2f,o
~ E
CC)
t
1.
3(1
57.'
""
385
I
sebut, kecepatan pemanasannya diatur bervariasi dari 30 sampai dengan 1250°C/jam. Untuk mengontrol dan memonitor kenaikan suhu, serta sekaligus untuk mengetahui batas waktu
pemanasandan verifikasi kecepatan pemanasan,
PERCOBAAN
maka di dalam salah satu benda uji dipasang empat buah termokopel chromel-alumel dengan perbedaan kedalaman 0; 1,5; 3,5; dan 5 cm. Setiap parameter percobaan digunakan empat buah benda uji. Keseluruhan benda uji yang telah mengalami proses pemanasan kemudian dilakukan uji tekan untuk mengevaluasi tingkat degradasi kekuatan beton. Guna menjelaskan mekanisme terjadinya degradasi kekuatan beton akibat pengaruh suhu tinggi, maka perlu ditunjang dengan pemeriksaan struktur mikro beton. Untuk mengetahui pengaruh kecepatan terhadap perubahaan suhu saat terjadinya reaksi fisis dan kimiawi dari senyawa yang terkandung di dalam beton digunakan peralatan DTA. Sedang untuk mengkaji mekanisme disintegrasi struktur mikro akibat perbedaan sifat dilatasi antara agregat dan matrik (pasta semen) dipergunakan peralatan dilatometer, dan terakhir untuk visualisasi disintegrasi atau keretakan matrik beton digunakan mikroskop elektron (SEM). Dengan menggunakan peralatan DT A, maka secara kualitatif, suhu saat terjadinya reaksi endothermis dan eksothermis akibat pemanasan dapat diamati dan diregistrasi. Dalam percobaan ini hanya digunakan sampel pasta semen. Sampel yang sudah dihaluskan seberat :t12 mg, kemudian dipanaskan secara simultan dengan senyawa inert (AI2O) ditempat cawan keramik yang berbeda, dengan kecepatan 2,5 °C/jam dan 16 °C/jam dengan dialiri dengan gas nitrogen. Senyawa inert berperan sebagai referensi. Untuk mengetahui perbedaan sifat dilatasi dipersiapkan sampel dari pasta semen dan batu pasir (sandstone) dengan ukuran 6 x 6 x 20 rom. Karena alasan kesulitan dalam preparasi, maka batu pasir dipilih sebagai pengganti agregat, sebab keduanya memliki kandungan SiO2 dan sifat mineralogis yang
Oalam penelitian ini digunakan benda uji beton berbentuk kubus dengan sisi 10 cm. Campuran beton dibuat dengan menggunakan agregat berukuran maksimum 16 cm clan rasio air-semennya 0,5. Perawatan beton dilaksanakan dengan merendam benda uji didalam air sampai berumur 28 hari, setelah itu dipindahkan di dalam ruang terkontrol (20 °C/65%) sampai 90 hari. Untuk menghindari terjadinya kerusakan benda uji selama percobaan akibat tekanan uap air yang ekplosif, maka benda uji sebelum dipanaskan perlu perlakuan pengeringan awal pada suhu 40 °C clan atau 105 °C selama 7 hari. Suhu pemanasan yang dipilih dalam percobaan adalah 400, 500, dan 700 °C, karena pada ketiga suhu tersebut diharapkan akan memberikan perbedaan basil yang komparatif dan karakteristik. Sesuai dengan target yang ingin dicapai, model pemanasan benda uji dibedakan m'enjadi dua, yaitu model pemanasan model I (homogeneous heating), sarna. benda uji dipanaskan sampai suhu yang diinginkan Dengan bantuan peralatan dilatometer, maka elontercapai, kemudian ditunggu sampai terdistribusi gasi dan penyusutan sampel selama siklus pemanamerata, setelah suhu homogen tungku dimatikan san dan pendinginall c.lapat diregristrasi. Dengan clanbenda uji didinginkan di dalamnya sampai suhu demikian terjadinya degradasi struktur internal beruang. Oalam model pemanasan model II (surfaceton akibat kenaikan suhu memungkinkan untuk dielayer heating), benda uji dipanaskan hanya sampai valuasi. Hasil pengamatan yang didapat dari DT A suhu yang diinginkan di permukaan tercapai, kemuclandilatometer saling terkait dan saling menunjang. dian tungku dimatikan. Benda uji didinginkan di Untuk keperluan pemeriksaan dengan dalam tungku dan kemudian dikeluarkan setelah mikroskop elektron, potongan sampel yang dipilih suhu ruang tercapai. Oalam kondisi pemanasan harus dicetak (mounting) terlebih dahulu dengan yang kedua ini, distribusi suhu di dalam benda uji epuAY, lalu dipotong kemudian dipoles dan yang tidak akan merata. Oalam rangkaian percobaan, terakhir agar bersifat konduktor, permukaannya dengan kedua model pemanasanyang berbeda terperlu dilapisi dengan platina.
386
:i.~
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
gen, melainkan paralel dan saling (gambar 5).
Hasil percobaan untuk mengetahui pengaruh kecepatan clan model pemanasanpada suhu 400 °C clan 500 °C dituangkan dalam gambar 3 clan 4. Nampak dalam kedua gambar bahwa pada model pemanasan I, dimana suhu dalam benda uji homogen, maka kekuatan sisa beton cenderung semakin turun, sebagai akibat pengaruh dari kenaikan kecepatan pemanasan. Namun sebaliknya untuk mode! pemanasan II, kekuatan sisa beton cenderung lebih tinggi bi!a kecepatan pemanasan naik. Sehingga dapat dikatakan bahwa bentuk kedua kurve perubahan kekuatan sisa beton adalah divergen. '00 -~ T__~
...'0'-.,,"'C wo
.""--~
..
80
..-~_.-
,~~~'
60
1-
0
-m
-400
,-
~
~---~
000
---
'_of_"oo-c
..
Ago
-87-
""
-O,s
70
--,
eo 50
.,(
40 ,;:-~-.!=::i:=:::::::~~==;~
--,
30
_-11-
20 10
0 0
-~-T~-,-~-100 200
300
~
400
600
eoo
R.. 01F~;
700
--1.-
rGnlJ
Hal ini dapat memberikan kesimpulan bahwa pemanasan pada suhu 700 °C, kecepatan dan model pemanasan tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kekuatan sisa beton. Sehingga bisa memberikan arti bahwa disintegrasi struktur internal beton sudah merata sampai ke bagian dalam. Dengan data-data pengukuran berikut, maka diharapkan mekanisme degradasi kekuatan beton akibat pengaruh kecepatan dan model pemanasan dapat dijelaskan. Dari pengukuran kenaikan suhu di dalam benda uji, baik untuk model pemanasan I maupun II, secara umum dapat dikatakan bahwa suhu maupun kecepatan pemanasandi tengah benda uji lebih rendah bila dibandingkan dengan kondisi di permukaan. Semakin tinggi pengaturan kecepatan pemanasantungku, maka perbedaan suhu dan kecepatan pemanasan antara dipermukaan dan bagian dalam benda uji akan semakin bertambah besar (gambar 6 -9). Untuk model pemanasan II, kenyataan menunjukkan bahwa suhu yang dicapai di bagian tengah tetap akan selalu lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu di permukaan (tabel I).
-.5
10
50
R~R~U.S~~:.~l__-
I ..-""'C
Gambar5. Kekuatansisa betonsebagaifungsi dari kecepatandanmode!pemanasan padasuhu700oC
S~~T~ 'OO'C
..
100 I
berdekatan
000
~
1,000 ,-
1,400
Healilg Rote 01Fumace .rcn.)
Gambar 3. Kekuatan sisa beton sebagai fungsi dari kecepatan dan model pemanasanpada suhu 400oC
-~
!"'+
--+~,-;-t---~I-:-::-;j:;;--;? --i;;;;.~-,-'::;:.. ~.l---L--
Untuk pemanasan pada suhu 400 °c, pada daerah kecepatan pemanasan antara 300-800 °C/jam, hasil pengukuran kekuatan sisa beton menunjukkan harga diatas garis regresi. Sedangkan fenomena yang serupa untuk pemanasan pada suhu 500 °C terjadi pada daerah 100 -200 °C/jam. Pada suhu 500 °C, dengan menggunakan benda uji yang dikeringkan pada 40 °C clan benda uji yang berumur 2 tahun, hasilnya menunjukkan bahwa fenomena tersebut temyata muncul kembali. Pemanasanpada suhu 700 °C bentuk kedua kurve untuk model pemanasan I clan II tidak diver-
IM- I
l --1--"'"
--1---;---
--+;
8-
;~4-':;;-:;
---1
---Ioc---,-'~~.;c.~
__L___I
1[»11»-
.,~
oj
1---
I I I ti~--r r---I--T ---'-+,.,---""'--~I---""---~
I
I,
Gambar 6, Kurve kenaikan suhu sebagai fungsi dari waktu untuk pemanasanbeton dengan pengeringan awal 105 °C dan kecepatan pemanasan 100 °C/jam.
387
ProsidingPertemuanIlmiah SainsMateri /997
/SSN/4/0-2897
8»
Tabel
8»
.. .. 71»
Data pengukuran suhu di bagian dalam benda uji sebagai fungsi dari kecepatan pemanasan dengan model pemanasan II
3» 3»
0
0
~
,.. 1N~
,~
D
Gambar 7. Kurve kenaikan suhu sebagai fungsi dari waktu untuk pemanasanbeton dengan pengeringan awal 105 °C dan kecepatan pemanasan 650 DC/jam.
Tp : Suhu di permukaan yang diinginkan; HR: Kecepatan pemanasan T d : Suhu maksimum bagian dalam benda uji yang dapat dicapai
Seharusnya dengan memperhatikan fenomena ini, reaksi dekomposisi di bagian tengah benda uji akan terjadi pada suhu yang lebih rendah. Namull dari literatur menyebutkan, karena di bagian tengah benda uji ada kecenderungan mempunyai tekanan lebih tinggi dari tekanan normal, yaitu akibat uap air yang sulit keluar, maka reaksi dekomposisi akan terjadi pada suhu yang lebih tinggi dari yang semestinya (7). Contohnya, untuk sampel beton yang kandungan aimya masih tinggi (gb. 8) nampak adanya isotermis pada suhu :t180 °c untuk penguapan air, daDisotermis pada suhu :t 550 °c untuk dekomposisi Ca(OH)2(gb. 6-7).
P
700
--.,---t--~t
-~
-'f-I'" .'at
+
-~-__I___L__J._I
I
[
--1---+---+-I
---1---
I I
~ 28
,.,..,.. Gambar 9. Kurve kenaikan suhu sebagai fungsi dari waktu untuk pemanasanbeton umur 2 tahun tanpa pengeringan awal dan kecepatan pemanasan 530 OC/jam.
cu',
,.
Hasil pengamatan dengan peralatan DT A (gb.IOa) memperlihatkan adanya 3 suhu puncak, secara berturut-turut adalah penguapan air (40,2 76,5 °C), ditengah dekomposisi Ca(OH)2 -[433,9 °C] dan terakhir untuk CSH (591,8 °C). Bila kecepalau pemanasan dinaikkan dari 2,5 °C/min. menjadi 16 °C/min; suhu puncak akan bergeser kekanan, atau dengan kala lain suhu puncaknya akan menjadi lebih tinggi. Disamping itu nampak bahwa julatsuhunya bertambah lebar (gambar 10.). ~RR
..,~",-,.,.. Gambar lOa. 2,5 °C/menit
-,~
terjadinya fenomena perubahan degradasi kekuatan beton akibat pengaruh kecepatan clan model pemanasannya. Ilustrasinya seperti dirangkum dalam gambar I. Gambar l2a-d memperlihatkan struktur mikro beton dalam kondisi normal clan setelah mengalami perlakuan panas pada suhu 400, 500, clan 700 °c. Semakin tinggi suhu pemanasannya, disintegrasi struktur mikro beton semakin parah. Retak yang terjadi tidak hanya pada matrik saja, tapi juga pada bidang batas antara pasta semen clan agregat. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa beton setelah mengalami pemanasan pada suhu 700 °c kekuatan sisanya hanya ditentukan oleh adanya friksi antara fragmen-fragmennya saja, ikatan antara agregat clanmatrik sudahtidak ada.
*
Gambar IOb.16°C/menit Gambar IO.a-b. Hasil
pengamatan
DT A
dengan
perbedaRn
kecepatan
untuk
pemanasan
sampel pastasemen. Hasil pengukuran sifat dilatasi pasta semen dan agregat dengan peralatan dilatometer sampai pada suhu 700 DC dengan parameter kecepatan pemanasan terlihat dalam gambar 11. Untuk agregatnya sendiri ternyata kecepatan pemanasan tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan sifat dilatasi. Artinya kondisi agregat setelah dipanaskan akan selalu kembali kepada kondisi awalnya, walaupun telah mengalami perlakuan pemanasan yang berbeda. Sedang untuk pasta
semen menunjukkan bahwa semakin lambat pemanasannya penyusutan benda
uji
akibat
pengaruh siklus pemanasandan pendinginan menjadi semakin besar. Terjadinya perubahan sifat dilatasi pasta semen akibat pengaruh kecepatan pemanasan dapat dijelaskan dari basil pengukuran dengan peralatan DT A. Dan perubahan tersebut akan mempengaruhi terhadap perubahan tingkat degradasi struktur internal beton.
Gambariz a-d. Perubahanstrukturmikro betonakibat pengaruhpemanasan. a. kondisi normal b. T = 400 oC c. T = 500oC d. T = 700 oC
KESIMPULAN Dalam peristiwa kebakaran yang riil, kenaikan suhu pada masing-masing struktur beton relatif cepat daD distribusi suhunya tidak merata. Dengan mensimulasikan kondisi kebakaran seperti di lapangan, maka basil penelitian dengan
parametercara dan kecepatanpemanasandapat disimpulkansebagai berikut :
0
100
3XI
)00
400
500
MX!
~
~
T"'I1""""n. "C
Gambar
ll.
Siklus pemuaian dan penyusutan dari
agregat (sandstone)
daD pasta
semen
sebagai
fungsi daTi kecepatan pemanasan.
Bila ketiga hasil pengukuran, yaitu suhu puncak saatterjadinya reaksi kimia, perkembangan suhu, dan sifat dilatasi dari komponen pembentuk beton dikemas , maka akan dapat menjelaskan
389
Melaluimodel pemanasan I (homogeneous heating) dan model pemanasan II (surfacelayer heating) pacta suhu 400 dan 500 "c, semakin tinggi kecepatan pemanasannya,maka kecenderungan kedua kurve kekuatan sisa beton adalah divergen. Disatu sisi kurve untuk model pemanasan I semakin menurun, disisi lain kurve untuk model pemanasan II semakin naik. Divergensi kurve untuk suhu pemanasan 400 DC lebih lebar dibandingkan kurve pacta suh..~pemanasan500 DC. Faktor penyebabnya adalah akibat adanya perbedaan tingkat degradasi kekuatanbeton dibagian tefigah.
ProsidingPertemuanIlmiah SainsMateri 1997
ISSN 1410-2897
2.
Kecenderungan divergensi kedua kurve sisa nachWarmeeinwirkung.DissertationUniversitat kekuatan beton pada suhu pemanasan700 °C tiBremen(1996). dak nampak. Yang terjadi adalah kedua kurve 2. HINRICHSMEYER: StrukturorientierteAnalyse paralel dan saling berdekatan. Sehingga dapat und Modelbeschreibung der Thennischen dikatakan, bahwa pada suhu pemanasan yang Schadigung von Beton. Dissertation TUtinggi (700 °C), cara daD kecepatan pemanasan Braunschweig(1987). tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan 3. ZURZ : Untersuchungenfiber die thennische kekuatan sisa beton. Oleh karena pada suhu, ZersetzunghydratisierteZementpastenund Bereaksi dekomposisi dari senyawa pembentuk tone unter Brandbedingungen.DissertationTUkekuatan beton (CSH) baik di permukaan mauClausthal,(1988) pun dibagian tengah benda uji sudah tecapai. 4. HERTZ: ResidualPropertiesof ConcreteHeated 3. Pemanasan dengan kecepatan yang tinggi akan Rapidly. Evaluationand Repairof Fire Damage menggeser suhu puncak reaksi dekomposisi ke to Concrete,AmericanConcreteInstitute SP-92, suhu yang lebih tinggi.4. (1986) Pada suhu pemanasan 400 daD 500 °C dengan 5. SCHNEIDER: Behaviourof Concrete at High kecepatan pemanasan yang moderat memperliTemperatures.. Deutscher Ausschuss filr Stahlhatkan adanya gejala penguatan sifat beton. Gebeton,Heft 357, (1982) jala ini tidak terjadi pada suhu pemanasan 700 6. DIEDERICHS; SCHNEIDER;U., WEIf3,R., : °C. Untuk membuktikan kebenaran dan menUrsachenund Auswirkungen der Entfestigung jelaskan terjadinya fenomena penguatan tersebut von Beton bei hoher Temperatur.Bauphysik 3, perlu penelitian lanjutan. (1980).
7. SCHULTZE: Differentialthennoanalyse Verlag Chemie,GmbH(1969).
DAFfARPUSTAKA PARTOW1V ATMO, Schadigungsgrades
A. yon
Ennittlung des Verbundwerkstoffen
390