PENGARUH KARAKTERISTIK GEOMETRI TERHADAP STABILITAS KAPAL *1
1
1
1
Daeng PAROKA , Syamsul ASRI , Misliah , M. Ardi SARNA and Haswar
1
1
Department of Naval Architecture, Faculty of Engineering, Unhas-Makassar. *E-mail:
[email protected] Abstract
Stability is one of safety parameters of ships in seaways as required by the International Maritime Organization (IMO) or national ship classification in order to get safety certificates. Therefore characteristics the ship stability should be initially controlled in design stage. In order to easily investigate the ship stability in design process, it is necessary to investigate relationship between the ship geometry and stability characteristics. This paper discuss effect of several geometry characteristics of ship, such as breadth and draft ratio as well as freeboard and breadth ratio. These geometries ratio are varied in a certain range and calculate righting arm of the ships. The obtained righting arms are evaluated using the IMO intact stability kriteria. Basec on the evaluation results, the minimum breadth and draft ratio as well as the minimum freeboard and breadth ratio can be obtained as function of vertical center of gravity and height ratio. These results show that the ship stability tends to increase when the breadth and draft ratio increases. The ships with larger draft have better stability than the smaller one for the same breadth and draft ration. The ship stability also increases when the freeboard and breadth ration increase. In cases of freeboard and breadth ration less than 0,06 the difference of stability characteristics are not significant for all ships subject. A significant difference occurs when the ratio of freeboard and breadth is larger than 0,10. This difference may caused by the hull form characteristics such as the block coefficient of the subject ships. Key words: geometry characteristics, ship stability and design.
1. Pendahuluan Proses perancangan kapal telah mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan perkembangan teknologi komputer serta perubahan orientasi desain yang berfokus pada kemungkinan resiko yang akan dihadapi oleh kapal dalam pelayaran (risk based design). Perubahan tersebut tidak hanya berakibat terhadap perkembangan metode perancangan tetapi juga tahapan atau langkah-langkah dari perancangan itu sendiri. Dalam perancangan yang berbasis resiko, semua kemungkinan resiko yang dapat terjadi selama pelayaran dipertimbangkan sebagai salah satu perysaratan yang harus dipenuhi pada setiap tahapan perancangan (Vassalos, 2004). Salah satu keuntungan dari perancangan kapal berbasis resiko adalah dampak dari setiap keputusan yang diambil dalam setiap tahapan perancangan dapat diketahui lebih awal sehingga dapat diperbaiki sebelum masuk pada tahapan selanjutnya. Hal ini berbeda dengan metode perancangan klasik dimana proses pengulangan tahapan awal dapat terjadi pada saat salah satu kriteria tidak terpenuhi pada tahapan desain lanjutan. Pada tahapan awal perancangan yaitu penentuan ukuran utama kapal serta karakteristik geometri lainnya, karakteristik kapal baik yang berhubungan dengan masalah unjuk kerja seperti tahanan dan propulsi maupun yang berhubungan dengan masalah keselamatan seperti stabilitas, kekuatan dan maneuvering sudah harus bisa diprediksi. Prediksi awal tersebut dapat dilakukan berdasarkan rasio ukuran utama kapal (Phoels, 1982). Rasio ukuran utama yang ada saat ini kemungkinan tidak relevan lagi untuk dipakai pada perancangan kapal dalam dua dekade terakhir karena adanya perubahan karakteristik kapal seperti kecepatan kapal serta kesesuaian dengan kondisi lingkungan perairan dan pelabuhan serta karakteristik muatan yang akan diangkut. Oleh karena itu perlu perlu dilakukan penelitian terhadap kapal-kapal yang dibangun dalam kurung waktu tersebut untuk mendapatkan pengaruh karekteristik geometri terhadap keselamatan serta unjuk kerja kapal dalam pelayaran. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan rasio ukuran utama yang cocok sebagai kontrol desain kapal yang akan dibangun saat ini dan di masa yang akan datang. Salah satu parameter penting yang berhubungan dengan masalah keselamatan kapal dalam pelayaran adalah stabilitas. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kapal-kapal dengan sarat rendah atau yang mempunyai perbandingan lebar dengan sarat yang besar cenderung tidak memenuhi salah satu kriteria stabilitas Organisasi Maritim Internasional (IMO) (IMO, 2002) khususnya sudut oleng dimana lengan stabilitas maksimum terjadi. Kapal dengan rasio lebar dan sarat yang besar seperti kapal fery ro-ro yang dibangun dalam negeri serta kapal-kapal angkutan
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012
X- 1
sungai mempunyai lengan stabilitas maksimum pada sudut oleng lebih kecil dari 25 derajat. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh lambung timbul yang relative kecil atau rasio antara lambung timbul dengan lebar kapal yang kecil (Paroka, et. al., 2009 dan Ali, 2011). Bentuk badan kapal yang ada di bawah permukaan air juga mempunyai pengaruh terhadap karakteristik lengan stabilitas kapal khususnya kenaikan dasar kapal (rise of floor) (Paroka, 2007). Perubahan karakteristik lengan stabilitas akibat kenaikan dasar kapal tersebut diduga karena perubahan lebar garis air yang signifikan pada saat kapal mengalami kemiringan dengan sudut yang lebih besar dari sudut dimana bilga kapal mulai muncul ke permukaan air. Paper ini membahas tentang pengaruh karakteristik geometri kapal yang meliputi perbandingan ukuran utama serta koefisien bentuk kapal terhadap stabilitas. Dengan adanya hubungan tersebut, prediksi awal kondisi stabilitas kapal dapat diketahui pada tahapan awal perancangan. Dengan demikian ukuran utama dan koefisien bentuk yang diperoleh sudah dievaluasi terhadap rasio ukuran utama ataupun koefisien bentuk sesuai dengan type kapal rancangan. Karakteristik geometri yang berhubungan dengan stabilitas adalah perbandingan antara lebar dan sarat kapal, perbandingan antara lambung timbul dan lebar kapal serta koefisien bentuk kapal. Pada paper ini hanya membahas dua yang pertama yaitu perbandingan lebar dan sarat serta perbandingan antara lambung timbul dan lebar kapal. Dari hasil analisis akan diperoleh rentang dari setiap perbandingan tersebut dengan kondisi stabilitas yang masih memenuhi kriteria stabilitas IMO. Hasil dari penelitian ini juga dapat dijadikan informasi awal untuk penelitian selanjutnya mengenai penentuan lambung timbul minimum khususnya untuk kapal penyeberangan antar pulau di Indonesia.
2.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel 4 (empat) kapal penyeberangan antar pulau dengan kapasitas yang berbeda. Pengambilan sampel ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kapal tersebut mempunyai karakteristik geometri yang berbeda dengan kapal yang lain. Lebar kapal besar untuk mengangkut kendaraan serta sarat yang kecil untuk menyesuaikan dengan kondisi pelabuhan. Dengan demikian perbandingan antara lebar dan sarat besar. Lambung timbul kapal penyeberangan antar pulau juga tergolong kecil dengan pertimbangan kemudahan bongkar muat kendaraan khususnya pada pelabuhan dengan perbedaan pasang surut yang cukup besar. Rasio antar lambung timbul dan lebar kapal oleh karena itu relative kecil. Dengan karakteristik geometri seperti itu, lengan stabilitas maksimum cenderung untuk terjadi pada sudut kemiringan kurang dari 25 derajat (Paroka, 2009 dan Ali, 2011). Data teknis berupa ukuran utama serta bodyplan dari kapal sampel dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1 - 4. Tabel 1. Ukuran utama kapal sampel No.
Ukuran Utama
Satuan
1 2 3 4 5 6 7 8
Panjang antara garis tegak (Lbp) Lebar (B) Tinggi (H) Sarat (T) Lambung timbul (Fb) Koefisien blok (Cb) B/T Fb/B
m m m m m -
200 GT 24,18 9,00 2,70 1,90 0,80 0,68 4,73 0,09
300 GT 38,00 10,50 2,80 2,00 0,80 0,74 5,25 0,08
500 GT
600 GT
33,00 11,60 3,10 1,85 1,25 0,57 6,27 0,11
40,00 12,00 3,20 2,15 1,15 0,71 5,58 0,09
Kapal 500 GT mempunyai lambung timbul paling besar dengan sarat yang paling kecil. Dengan demikian kapal 500 GT mempunyai perbandingan lebar dan sarat serta lambung timbul dan lebar yang terbesar. Akan tetapi kapal ini mempunyai koefisien blok yang terkecil di antara keempat kapal sampel. Kapal 200 GT dan 300 GT mempunyai lambung timbul yang sama yaitu 0,80, tetapi kapal 300 GT mempunyai lebar yang lebih besar sehingga rasio lambung timbul dan lebar dari kapal 300 GT juga lebih besar. Kapal 300 GT mempunyai koefisien blok terebsar dari semua kapal sampel. Geladak kendaraan dari keempat kapal sampel terletak pada geladak utama serta mempunyai rampdoor pada bagian haluan dan buritan.
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012
X- 2
Gambar 1. Body plan kapal 200 GT
Gambar 2. Body plan kapal 300 GT
Gambar 3. Body plan kapal 500 GT
Gambar 4. Body plan kapal 600 GT
Untuk dapat mengamati pengaruh perbandingan antara lebar dan sarat kapal terhadap stabilitas, sarat kapal divariasikan dengan lebar yang tetap. Variasi sarat kapal dilakukan dengan mengambil 2 (dua) sarat yang lebih kecil dari sarat desain seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2 (dua) sarat yang lebih besar dari sarat desain. Metode yang sama dilakukan untuk mengamati pengaruh perbandingan antara lambung timbul dan lebar kapal. Titik berak kapal (KG) juga divariasikan dari titik berat terendah yang mungkin terjadi sampai pada titik berat sama dengan tinggi kapal. Meskipun pada kenyataanya, titik berat dapat lebih besar dari tinggi kapal untuk kapal fery ro-ro mengingat semua muatan berada di atas geladak utama. Pada setiap variasi rasio, lengan stabilitas kapal dihitung dan dievaluasi dengan kriteria stabilitas IMO (IMO, 2002). Pengaruh bangunan atas terhadap lengan stabilitas tidak diperhitungkan. Berdasarkan hasil perhitungan lengan stabilitas dan hasil evaluasi terhadap kriteria stabilitas IMO, perubahan karakteristik lengan stabilitas sebagai fungsi dari dua perbandingan ukuran utama dapat diperoleh. Pengaruh momen penumpang, momen cikar serta kemungkinan terjadinya pergeseran kendaraan ketika kapal oleng dengan sudut yang besar tidak diperhitungkan dalam analisis ini.
3. Pengaruh Rasio Lebar dan Sarat Hasil perhitungan lengan stabilitas untuk masing-masing kapal sampel untuk setiap rasio lebar dan sarat kapal ditunjukkan pada Gambar 5 – 8 untuk titik berat kapal (KG) 1.80 meter. Keempat gambar di atas menunjukkan bahawa makin besar rasio lebar dan sarat kapal, lengan stabilitas akan semakin besar. Dengan demikian, luas di bawah kurva sampai sudut kemiringan tertentu juga akan semakin besar. Perubahan lengan stabilitas cenderung semakin kecil dengan bertambahnya rasio lebar dan sarat kapal. Makin kecil sarat kapal, lembung timbul kapal semakin besar sehingga sudut kemiringan sampai tepi geladak terbenam ke dalam air juga akan semakin besar. Lebar garis air kapal akan semakin besar dengan bertambahnya sudut kemiringan sampai sudut kemiringan dimana tepi geladak terbenam dalam air. Akibat dari phenomena tersebut, jari-jari metacentra (MB) semakin besar sehingga lengan stabilitas juga menjadi semakin besar dengan bertambahnya rasio
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012
X- 3
lebar dan sarat kapal. Fakta ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Paroka, et., al. (2006) untuk kapal ikan type purse seine.
Gambar 5. Lengan stabilitas kapal 200 GT
Gambar 6. Lengan stabilitas kapal 300 GT
Gambar 7. Lengan stabilitas kapal 500 GT
Gambar 8. Lengan stabilitas kapal 600 GT
Sudut kemiringan dengan lengan stabilitas maksimum juga cenderung untuk bertambah besar dengan bertambahnya rasio lebar dan sarat kapal. Besar pertambahan sudut kemiringan dengan lengan stabilitas maksimum semakin kecil ketika rasio lebar dan sarat kapal semakin besar. Pada rasio lebar dan sarat yang kecil atau sarat kapal yang relatif besar, sudut dimana lengan stabilitas maksimum terjadi sangat dipengaruhi oleh lambung timbul. Ketika sarat kapal diperkecil atau rasio lebar dan sarat menjadi besar, sudut kemiringan dimana dasar kapal muncul di atas permukaan air juga berpengaruh terhadap sudut kemiringan dimana lengan stabilitas maksimum terjadi. Hal ini disebabkan karena perubahan momen inersia garis air yang akan menjadi lebih kecil ketika sudut kemiringan lebih besar dari sudut dimana dasar kapal muncul di atas permukaan air. Penurunan momen inersia garis air menyebabkan jari-jari metacentra kapal berkurang sehingga lengang stabilitas juga menjadi semakin kecil. Oleh karena itu, perubahan sudut kemiringan dimana lengan stabilitas maksimum terjadi semakin kecil pada rasio lebar dan tinggi kapal yang besar. Berdasarakan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh rasio lebar dan sarat kapal semakin kecil dengan bertambahnya rasio tersebut. Sudut kemiringan dengan lengan stabilitas nol (angle of vanishing stability) semakin besar dengan bertambahnya rasio lebar dan sarat kapal. Perubahan angle of vanishing stability akibat perubahan rasio lebar dan sarat kapal tersebut juga disebabkan oleh perubahan karakteristik garis air ketika sudut kemiringan lebih besar dari sudut kemiringan dimana geladak kapal tercelup ke dalam air serta sudut kemiringan dimana dasar kapal muncul di atas permukaan air. Akan tetapi, berdasarkan karakteristik lengan stabilitas yang ditunjukkan pada Gambar 5 – 8 di atas, pengaruh lambung lambung timbul atau sudut dimana tepi geladak tercelup dalam air lebih signifikan dibandingkan dengan sudut dimana dasar kapal muncul di atas permukaan air. Secara umum luas di bawah kurva lengan stabilitas untuk semua rasio lebar dan sarat kapal memenuhi kriteria stabilitas IMO kecuali rasio lebar dan sarat kapal sama dengan 4,08 untuk kapal 600 GT. Begitu juga dengan tinggi metacentra awal (GMo) untuk semua rasio lebar dan tinggi kapal lebih besar dari 0.20 meter. Sudut kemiringan dimana lengan stabilitas maksimum terjadi tidak memenuhi kriteria stabilitas IMO untuk beberapa rasio lebar dan sarat kapal. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap kriteria stabilitas, diperoleh rasio minimum lebar dan sarat kapal sebagai fungsi
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012
X- 4
dari rasio titik berat kapal (KG) dengan tinggi kapal yang memenuhi kriteria stabilitas IMO seperti ditunjukkan pada Gambar 9. 7 6.5 6
B/T
5.5 5 4.5 4 3.5 3 0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
KG/H GZ 200 GT
GZ 300 GT
GZ 600 GT
GZ 600 GT
Gambar 9. Rasio lebar dan sarat kapal yang memenuhi kriteria stabilita IMO Kapal 500 GT mempunyai rasio lebar dan sarat yang paling besar untuk rasio titik berat (KG) dan tinggi kapal yang sama. Rasio lebar dan sarat terkecil diperoleh pada kapal 200 GT yang mana hampir sama dengan kapal 300 GT. Gambar 9 di atas juga menunjukkan bahwa makin besar rasio titik berat dan tinggi kapal, makin besar rasio lebar dan sarat kapal yang dibutuhkan untuk memenuhi kriteria stabilitas IMO. Rasio lebar dan sarat kapal maksimum yang memenuhi kriteria stabilitas sebuah kapal juga dipengaruhi oleh koefisien blok dari kapal tersebut. Makin kecil koeifisien blok, makin besar rasio minimum lebar dan sarat kapal yang dibutuhkan untuk memenuhi kriteria stabilitas IMO khususnya sudut kemiringan dimana lengan stabilitas maksimum terjadi. Kapal 500 GT mempunyai koefisien blok terkecil untuk semua rasio lebar dan sarat kapal. Rasio lebar dan sarat kapal minimum yang memenuhi criteria stabilitas adalah 4,00 dengan rasio titik berat dan tinggi kapal sama dengan 0,40. Jika titik berat kapal fery minimum adalah 70 persen dari tinggi kapal maka rasio lebar dan tinggi kapal minimum harus lebih besar dari 5,00.
4. Pengaruh Rasio Lambung Timbul dan Lebar Kurva lengan stabilitas kapal sampel untuk setiap variasi rasio lambung timbul dan lebar kapal untuk titik berat (KG) sama dengan 70 persen tinggi kapal ditunjukkan pada Gambar 10 – 13. GZ (m) 2
GZ (m) 1.4 1.2
1.5
1 0.8
1
0.6 0.4
0.5
0.2 0 -0.2
0
20
40
60
80
100
0 0
Sudut Oleng
-0.4
10
20
30
40
50 60 Sudut Oleng
70
80
90
100
-0.5
-0.6 Fb/B=0,01
Fb/B=0,03
Fb/B=0,05
Fb/B=0,07
Fb/B=0,11
Fb/B=0,13
Fb/B=0,15
Fb/B=0,17
Fb/B=0,09
Gambar 10. Lengan stabilitas kapal 200 GT
Fb/B=0,01
Fb/B=0,03
Fb/B=0,05
Fb/B=0,07
Fb/B=0,11
Fb/B=0,13
Fb/B=0,15
Fb/B=0,17
Fb/B=0,09
Gambar 11. Lengan stabilitas kapal 300 GT
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012
X- 5
GZ (m) 2
GZ (m) 2.5 2
1.5
1.5 1
1 0.5
0.5
0 0
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Sudut Oleng
-0.5
10
20
30
-0.5
40
50
60
70
80
90
100
Sudut Oleng
-1
Fb/B=0,01
Fb/B=0,03
Fb/B=0,05
Fb/B=0,07
Fb/B=0,11
Fb/B=0,13
Fb/B=0,15
Fb/B=0,17
Gambar 12. Lengan stabilitas kapal 500 GT
Fb/B=0,09
Fb/B=0,01
Fb/B=0,03
Fb/B=0,05
Fb/B=0,07
Fb/B=0,11
Fb/B=0,13
Fb/B=0,15
Fb/B=0,17
Fb/B=0,09
Gambar 13. Lengan stabilitas kapal 600 GT
Seperti halnya pada perubahan rasio lebar dan sarat kapal, lengan stabilitas kapal juga akan semakin besar dengan bertambahnya rasio lambung timbul dan lebar kapal. Akan tetapi, pada besaran rasio tertentu, pertambahan lengan stabilitas semakin kecil bahkan cenderung konstan dengan kenaikan lambung timbul. Faktor yang berpengaruh terhadap phenomena ini sama dengan yang dijelaskan pada sub bab sebelumnya, yaitu perubahan momen inesia garis air akibat dari perubahan lebar garis air yang terjadi secara drastis pada saat tepi geladak kapal sudah terbenam ke dalam air atau dasar kapal muncul di atas permukaan air. Dengan melihat perubahan kurva lengan stabilitas yang ditunjukkan pada Gambar 10 – 13 di atas, dapat disimpulkan bahwa pada rasio lambung timbul dan lebar kapal tertentu, penambahan lambung timbul atau kenaikan rasio tersebut tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap karakteristik lengan stabilitas dari kapal yang bersangkutan. Apabila lambung timbul kapal relatif kecil, pengurangan lengan stabilitas secara signifikan akan terjadi ketika sudut kemiringan lebih besar dari sudut kemiringan dimana tepi geladak terbenam ke dalam air. Makin besar lambung timbul, sudut kemiringan dimana tepi geladak terbenam ke dalam air juga akan semakin besar sehingga perubahan lengan stabilitas secara signifikan akan terjadi pada sudut kemiringan yang lebih besar. Oleh karena itu, lengan stabilitas semakin besar dengan bertambahnya lambung timbul. Begitu pula dengan sudut kemiringan dimana lengan stabilitas maksimum terjadi juga akan semakin besar dengan bertambahnya lambung timbul. Pada lambung timbul yang cukup besar, meskipun sudut kemiringan lebih kecil dari sudut kemiringan dimana tepi geladak terbenam ke dalam air, pengurangan lengan stabilitas dapat terjadi akibat dasar kapal yang muncul di permukaan air. Berdasarkan kecenderungan perubahan lengan stabilitas yang ditunjukkan pada Gambar 10 – 13 di atas, pengaruh penambahan lambung timbul mempunyai pengaruh terhadap stabilitas lebih besar dibandingkan dengan pengaruh munculnya dasar kapal di atas permukaan air akibat sarat kapal yang kecil. Evaluasi karakteristik lengan stabilitas dengan kriteria stabilitas IMO akan diperoleh batasan lambung timbul atau rasio lambung timbul dan lebar kapal minimum untuk masing-masing sampel kapal seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Kriteria yang sangat sensitive terhadap perubahan lambung timbul adalah sudut kemiringan dimana lengan stabilitas maksimum terjadi. Gambar 14 menunjukkan bahwa makin besar lambung timbul atau makin tinggi rasio lambung timbul dan tinggi kapal, titik berat kapal yang masih memenuhi kriteria stabilitas juga menjadi semakin besar. Perbedaan rasio lambung timbul dan tinggi kapal untuk keempat sampel kapal tidak terlalu signifikan khususnya pada rasio lebar dan sarat kapal lebih kecil dari 0,060. Dengan asumsi bahwa rasio titik berat dan tinggi kapal lebih besar dari 0,70, maka rasio lambung timbul dan lebar kapal disarankan tidak kurang dari 0,10. Dari data teknis kapal sampel, rasio lambung timbul dan lebar kapal berada pada batas minimum berdasarkan hasil analisis seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Perbedaan batas rasio minimum pada Gambar 4 khususnya pada rasio lambung timbul dan lebar yang besar dapat disebabkan oleh perubahan bentuk kapal yang ada di atas permukaan air yang mana dapat direpresentasikan dengan koefisien bentuk kapal khususnya koefisien blok dan koefisien prismatik. Penambahan lambung timbul untuk variasi rasio dilakukan melalui penambahan tinggi kapal dengan meneruskan kecenderungan bentuk penampang melintang pada setiap seksi sampai dengan tinggi kapal yang diinginkan. Koefisien blok kapal tidak mengalami perubahan akibat penambahan tinggi tersebut karena sarat kapal tidak mengalami perubahan. Untuk mendapatkan pengaruh tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012
X- 6
mempertimbangkan karakteristik bentuk berdasarkan koefisien-koefisien bentuk kapal tersebut. 1.200
1.000
KG/H
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000 0.000
0.020
0.040
0.060
0.080
0.100
0.120
0.140
0.160
0.180
Fb/B 200 GRT
300 GRT
500 GRT
600 GRT
Gambar 14. Rasio minimum lambung timbul dan lebar kapal yang memenuhi kriteria stabilitas IMO. Hasil ini juga menunjukkan bahwa penentuan lambung timbul minimum sebagai fungsi dari panjang kapal sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 2005 tentang penentuan lambung timbul minimum kapal dalam negeri serta the International Load Line Convenction tahun 2002 perlu mempertimbangkan lebar kapal khususnya untuk kapal-kapal fery. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa makin besar rasio lebar dan sarat, stabilitas kapal akan semakin baik dimana maksimum titik berat yang masih memenuhi kriteria stabilitas semakin besar. Berdasarkan rasio lambung timbul dan lebar kapal juga terlihat bahwa pada rasio lambung timbul dan lebar kapal yang besar, kapal dengan lebar yang lebih besar mempunyai batasan rasio titik berat dan tinggi kapal yang lebih kecil. Pada rasio lambung timbul dan lebar kapal yang lebih kecil dari 0,06, perbedaan karakteristik stabilitas dari semua kapal sampel tidak signifikan. Akan tetapi rasio lambung timbul dan lebar pada tersebut tidak direkomendasikan karena titik berat maksimum untuk rasio tersebut tidak realistis untuk kapal fery.
5. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan sehubungan dengan pengaruh geometri terhadap karakteistik stabilitas kapal dengan mengambil sampel kapal penyeberangan antar pulau, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Makin besar rasio lebar dan tinggi kapal, stabilitas kapal semakin baik dimana titik berat maksimum yang memenuhi kriteria stabilitas IMO juga menjadi semakin besar. Kapal dengan sarat yang lebih besar akan mempunyai stabilitas yang lebih baik untuk rasio lebar dan sarat kapal yang sama. Rasio lebar dan sarat kapal minimum untuk kapal fery disarankan tidak kurang dari 5,00. 2. Makin besar rasio lambung timbul dan lebar kapal, stabilitas kapal semakin bak dimana titik berat maksimum yang memenuhi kriteria stabilitas juga semakin besar. Pada rasio lebih kecil dari 0,06 keempat kapal sampel mempunyai batasan rasio titik berat dab tinggi kapal yang hampir sama tetapi pada rasio lebih besar dari 0,10, rasio titik berat dan tinggi kapal mempunyai variasi yang semakin besar. Hasil ini menunjukkan bahwa karakteristik bentuk seperti coefisien bentuk kapal mempunyai pengaruh signifikan terhadap stabilitas pada rasio lambung timbul dan lebar kapal lebih besar dari 0,10.
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012
X- 7
3. Untuk mendapatkan pengaruh karakteristik geometri yang lain khususnya koefisien bentuk kapal, disarankan untuk penelitian lanjutan dengan sampel kapal yang bervariasi dari segi type dan bentuk lambung.
6. Daftar Pustaka Ali, B. (2011): Evaluasi Bertin’s coefficient pada prediksi roll kapal sarat rendah dalam weather criterion, Prosiding Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. International Maritime Organization (IMO), (2002): Stability kriteria for all types of ships, International Maritime Organization, London. Paroka, D., dan Umeda, N. (2006): Prediction of capsizing probability for a ship with trapped water on deck, Journal of Marine science and Technology, Vol. 11, No. 4, hal. 237 – 244. Paroka, D., dan Umeda, N. (2006):, Prediction of capsizing probability for a ship with trapped water on deck, Journal of Marine science and Technology, Vol. 11, No. 4, hal. 237 – 244. Paroka, D., dan Umeda, N. (2007): Effect of freeboard and metacentric height on capsizing probability of purse seiners in beam seas, Journal of Marine Science and Technology, Vol. 12 No. 3, hal. 150 – 159. Paroka, D. (2009): Analisis tinggi metacentra dan lambung timbul minimum kapal penyeberangan antar pulau, Prosiding Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. nd Vassalos, D. (2004): Risk-based design: from philosophy to implementation, the 2 International Maritime Conference on Design for Safety, Sakai, Jepang, 2004.
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012
X- 8