38
PENGARUH KADAR AIR BAMBU WULUNG PADA PROSES PENGAWETAN DENGAN TEKANAN UDARA Rika Deni Susanti Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Medan, Jalan Gedung Arca No. 52, Telp (061) 7363771, Fax (061) 7347954, Medan, 20217, Indonesia, e-mail :
[email protected] ABSTRAK Bambu memiliki banyak sifat yang menguntungkan untuk di manfaatkan, sebagai bahan untuk furniture / perabot dan juga bahan konstruksi. Kerentanan bambu mudah diserang oleh jamur dan kumbang bubuk. Pengawetan dilakukan untuk serangan jamur dan kumbang bubuk. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu tunggu, posisi / blok dan tekanan udara terhadap kadar air, kecepatan aliran bahan pengawet, retensi dan mortalitas serangga, serta pengaruh kadar air terhadap kecepatan aliran bahan pengawet, retensi dan mortalitas Bambu Ampel Kuning (Bambusa Vulgaris Schard) dan Bambu Wulung (Gigantochloa Verticillata Munro). Dalam penelitian dilakukan pengawetan bambu dengan metode Boucherie-Morisco dengan tekanan udara 2,5 kg/cm2 dan 5 kg/ cm2 dan waktu tunggu, menggunakan larutan bahan pengawet (boraks) dengan konsentrasi 5 %. Hasil pengujian dianalisis varian dengan menggunakan SPSS dan Uji lanjut LSD (Least Square Difference) dilakukan untuk mengetahui seyiap level pada faktor yang berbeda nyata. Semakin lama dilakukan pengawetan semakin rendah kadar air dengan nilai tertinggi 73,715 % dan terendah 53,580 % kecepatan semakin rendah dengan nilai terbesar 0,005 m/dt terkecil 0,0011 m/dt. Pada faktor blok nilai kadar air terbesar 76,473 % pangkal batang dan terkecil 51,923 % ujung batang, retensi terbesar pada pangkal 5,002 kg/ cm3 dan terkecil pada ujung 2,124 kg/ cm3. Semakin tinggi tekanan maka kecepatan semakin besar dengan nilai 0,0040 m/dt untuk bambu Ampel Kuning. Sedangkan pada Bambu wulung terjadi hal yang sama dengan nilai terbesar 88,203 % dan nilai terkecil 63,845 % untuk kadar air, pada kecepatan nilai terbesar 0,0069 m/dt dan terkecil 0,0022 m/dt, retensi nilai terbesar 2,098 kg/ cm2 pada hari ke-12 dan nilai terkecil 0,975 kg/ cm2 pada hari ke-3. Untuk faktor blok / posisi kadar air terbesar 92,801 % pangkal dan terkecil 60,955 % ujung untuk retensi nilai terbesar 2,355 kg/ cm2 ujung batang dan terkecil 0,913 kg/ cm2 pangkal batang dan untuk mortalitas nilai terbesar 63,223 % pada hari ke-9 dan nilai terkecil 52,060 % pada hari ke-3. Sedangkan untuk tekanan, ecepatan terbesar 0,0048 pada tekanan 5 kg/ cm2 dan trkecil 0,0031 m/dt pada tekanan 2,5 kg/ cm2, untuk retensi nilai terbesar 2,865 kg/cm3 dan terkecil 0,924 kg/cm3. Kemudian kadar air sendiri berpengaruh terhadap kecepatan aliran bahan pengawet dan retensi. Kata Kunci : Bambusa Vulgaris Schard, Gigantochloa Verticillata Munro, kadar air
PENDAHULUAN Bambu merupakan tanaman tegak yang pertumbuhannya cepat dan mencapai umur tebang pada sekitar tiga tahun. Batang bambu berbentuk bulat panjang berongga dengan kulit luar yang keras, dengan arah serat umumnya memanjang sejajar batang . bambu memiliki sifat-sifat positif yang menguntungkan, seperti batangnya kuat, ulet, lurus, mudah dipergunakan, tumbuh diseluruh Indonesia dan tumbuh secara alami maupun yang dibudidayakan. Bentuk bambu mendukung untuk dipakai sebagai bahan bangunan atau konstruksi. Pada permasalahan yang lain, sering dihadapi adanya kerentanan serangan organisme perusak bambu yaitu jamur, bubuk kayu kering dan rayap. Hal ini meyebabkan umur pemakaian bambu pada umunya relatif pendek dan nilai ekonomisnya sukar ditingkatkan secara maksimal. Kadar air, volume rongga, serta susunan sel yang terkandung di dalam batang bambu mempengaruhi sifat fisika bambu menurut Haygreen dan Bawyer (1980). Bambu sebagai salah satu hasil alam, banyak memiliki sifat yang menguntungkan untuk dimanfaatkan. Sebagai bahan untuk membuat furniture/perabot dan juga untuk bahan konstruksi.
39
Pertumbuhannya yang cepat dan mudah ditanam, mendukung penyediaan bambu di masa yang akan datang. Permasalahan utama yang dihadapi jika menggunakan bambu untuk berbagai adalah bambu memiliki kekuatan alami yang rendah, sehingga perlu ditingkatkan keawetannya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, berbagai cara pengawetan telah dilakukan masyarakat secara tradisional (tanpa kimiawi) dan secara kimiawi. Secara tradisional antara lain dengan perendaman dalam lumpur dan air sungai, pengasapan, dan pemilihan musim tebang. Adapun pengawetan secara kimiawi adalah dengan memasukkan bahan kimia yang dapat mematikan serangga ke dalam bambu. Cara tersebut dilakukan oleh Boucherie (1855) dengan cara memasukkan bahan pengawet dengan menggunakan tekanan hydrostatis, karena tekanan diperoleh secara hydrostatis , maka diperlukan tangki-tangki bahan pengawet yang tinggi dan mahal. Sesuai dengan kondisi yang ada cara tersebut kemudian banyak dimodifikasi, antara lain oleh mourisco (1999) yang menghasilkan Sistem Pengawetan Bambu Boucherie-Morisco dengan menggunakan tabung udara bertekanan dari bekas tabung Freon sebagai pemasok udaranya. Kadar air bambu adalah nilai yang menunjukkan banyaknya air yang ada dalam bambu. Berat air dalam bambu diperoleh dengan cara menghitung selisih berat bambu dan air dengan berat bambu kering tanur. Kadar air bambu mempengaruhi kekuatan bambu, yaitu sangat turun bila kadar air tinggi. Kadar air bambu juga mempengaruhi pengembangan dan penyusutan bambu bila bambu ditempatkan pada ruangan yang berbeda kadar airnya. (Prayitno, 2001). Meningkatkan umur bambu dengan cara pengawetan menggunakan tekanan hydrostatis yang mengacu kepada prinsip pengawetan Boucherie-Morisco. Penelitian yang dilakukan pada proses pengawetan dengan tekanan yang divariasi ( 2.5 kg/cm2 dan 5 kg/cm2), untuk mengetahui pengaruh kadar air bambu terhadap : - Kecepatan aliran larutan pengawet pada bambu wulung - Nilai retensi bahan pengawet pada bambu wulung - Mortalitas serangga tertentu pada bambu wulung yang sudah diawetkan TINJAUAN PUSTAKA a. Sistem Kerja Alat Pengawetan Bambu System pengawetan bambu Boucherie-Morisco dengan menggunakan tabung udara bertekanan dari bekas tabung Freon sebagai pemasok udaranya, tekanan yang dihasilkan tidak lebih dari 5 kg/cm2. Sehingga saat ini system tersebut menggunakan tabung LPG agar dapat menghasilkan tekanan yang lebih tinggi dan pengujian dilakukan dengan variasi tekanan. System pengawet bambu memakai prinsip pengawetan Boucherie-Mourisco, yaitu memasukkan larutan pengawet pada bambu dengan tekanan udara. Rangkaian system alat tersebut dari pompa udara, tangki udara yang dilengkapi manometer, tangki cairan pengawet, pipa saluran udara, pipa saluran pengawet, kran pengatur aliran udara, kran pengatur aliran pengawet serta nosel untuk pemasangan bambu yang akan diawetkan. Rangkaian system tersebut terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Sistem pengawetan bambu dengan tekanan udara Pada pelaksanaan pengawetan, dicatat data tentang: - Bambu yang diawetkan : ukuran, berat, volume , kadar air
40
-
Larutan Pengawet: Berat jenis, volume yang diperlukan Lama waktu proses pengisian cairan pengawet.
b. Kebutuhan Bahan Pengawet Dipakai bahan pengawet boraks yang dilarutkan ke dalam air dengan konsentrasi 5%. Dibutuhkan volume larutan sebesar kira-kira 10% dikali volume bambu (Morisco 1999). Bila L adalah panjang bambu , d1 dan d2 adalah rata-rata diameter luar dan dalam, n adalah jumlah batang bambu, sehingga dibutuhkan boraks sebanyak: Volume larutan = V larutan + 10% x {0.25 x 3.14 x (d12 – d22) x 10-3} liter Berat larutan = V (kg) Berat boraks yang dibutuhkan = G boraks = 0.05 x V kg Nilai Retensi Bambu Terhadap Bahan Pengawet Nilai retensi adalah jumlah bahan pengawet yang tersimpan di dalam setiap volume bambu setelah selesai pengawetan, dinyatakan dalam satuan gr/cm3. Bila diketahui G1 = angka rapat bambu sebelum diawetkan (gr/cm3) G2 = angka rapat bambu setelah diawetkan (gr/cm3) Sehingga dapat dihitung dengan rumus: Nilai retensi = G2- G1 (gr/cm3) c. Kadar Air Bambu Dan Angka Rapat Kadar air bambu adalah perbandingan antara air yang ada didalam bambu dengan berat bambu kering tungku. Berat jenis bambu adalah berat kering tungku setiap volume bambu, sedangkan angka rapat bambu adalah kering tungku setiap satuan volume bambu. Bila diketahui: A= berat bambu basah B = berat bambu kering tungku C = volume bambu METODOLOGI PENELITIAN Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : - Jenis babu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu wulung - Bahan pengawet yang digunakan adalah boraks dengan senyawa kimia Na2B4O710(H2O) yang dilarutkan dalam air dengan konsentrai larutan 5% dengan perkiraan kebutuhan larutan sebanyak 19% - Menggunakan air yang memenuhi syarat - Zat pewarna - Organisme perusak bambu (sejenis rayap) Alat-alat penelitian - Alat pengawet bambu dengan tekanan udara - Gelas ukur - Stop watch - Oven dan desikator - Timbangan - Rak pengering - Tempat untuk uji mortalitas - Alat bantu : alat tukang, ember, alat pengaman pekerjaan Pelaksanaan Penelitian Persiapan bahan Kebutuhan bambu untuk uji pengawetan dengan menggunakan bambu wulung dengan hari pengujian dilakukan pada hari ke-3, ke-6, ke-9, dan ke-12 setelah pengembangan. Boraks
41
dilarutkan kedalam air dengan konsentrasi larutan 5% diaduk sampai rata kemudian disaring dengan jumlah larutan yang diperlukan sebanyak 10%. Pembuatan contoh uji Contoh uji pengawetan berupa bambu segar sepanjang 3 meter yang dipasang pada mesin Boucherie-Morisco modifikasi dengan tekanan yang divariasi yaitu dipakai 2.5 kg/cm2 dab 5 kg/cm2. Contoh kadar uji dibuat dari potongan pangkal dan ujung bambu sepanjang 3 cm. seperti pada gambar d2
3cm
d2 Gambar 2. Sket benda uji kadar air contoh uji mortalitas dibuat dari bambu yang telah diawetkan, untuk bambu wulung dipotong sepanjang 5cm, kemudian dibelah setebal 3 cm dengan gambar sebagai berikut:
tebal bambu 3cm 3cm 5cm
5cm Gambar 3. Sket uji mortalitas
Pelaksanaan Pengujian Pemeriksaan kadar air dan berat volume Pengujian kadar air dan berat volume diambil pada bagian ujung dan pangkal bambu menjelang pelaksanaan pengawetan. Benda uji ditimbang beratnya (Wb) dan diukur volumenya (Vb) , kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 1050 C. setelah 2 jam benda uji dikeluarkan, kemudian didinginkan didalam desikator lebih kurang 10 menit dan ditimbang. Berat konstan dinyatakan sebagai berat kering tungku ( Wk) dan diukur kembali (Vk). Kadar air bambu (Kb) = (Wb-Wk)/Wk x 100% Berat volume bambu = (Wb/Vb) gram/cm2 Angka rapat bambu = (Wk/Vk) gram/cm2 Proses pengawetan bamboo : - Menyiapkan alat poko dan bantu pengawetan - Mencampur larutan pengawet lalu dimasukkan ke tabung cairan pengawet - Batang bambu disiapkan dengan ukuran yang ditentukan, kemudian bagian dalam pangkal disayat. Catat ukuran dan beratnya. - Pasang benda uji pada nosel alat pengawet dan kencangkan sampai tidak bocor. - Isikan udara ketabung udara sampai tekanan mencapai yang diinginkan. - Buka kran pengatur cairan, dan tunggu sampai cairan menetes dari ujung bambu. - Timbang bambu yang sudah diawetkan.
42
-
Simpan bambu yang sudah diawetkan sampai pada kondisi kering udara. Kemudian dilakukan pemeriksaan nilai retensi dan mortalitas serangga.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kadar Air Kadar air bambu wulung adalah kadar air kering tanur sebelum pengawetan. Penelitian menunjukkan keragaman nilai kadar air bambu wulung tidak diawetkan (kontrol) dengan faktor hari dan faktor blok, dilakukan pengawetan pada hari ke-3, 6, 9, 12 faktor tekanan udara 2,5 kg/cm2, 5 kg/cm2 disajikan pada Tabel 1, Gambar 4 dan Gambar 5. Tabel 1. Kadar air Bambu Wulung sebelum pengawetan Kadar Air (%) Hari ke Tekanan udara 2,5 kg/ Tekanan udara 5 kg/ 3
Pangkal 100,4
Tengah 89,48
Ujung 46,37
Pangkal 102,09
Tengah 91,89
Ujung 80,99
6
100,36
76,19
56,73
101,32
87,36
64,48
9
90,36
64,46
51,51
95,09
62,71
61,22
12
65,73
56,52
48,78
87,06
65,43
59,55
Rerata
89,2125
71,6625
55,3475
96,39
81,8475
66,5625
120 100 80 60 40 20 0
Pangkal, Tek 2,5 kg/cm2
3
6
9
12
Gambar 4. Grafik Kadar Air Bambu Wulung sebelum diawetkan tekanan 2,5 kg/ c 100 Pangkal, T ek 5 …
50 0 3
6
9
12
Gambar 5. Grafik Kadar Air Bambu Wulung sebelum diawetkan tekanan 5 kg/cm2
43
Pengaruh interaksi antara waktu tunggu dengan tekanan blok/ posisi, faktor hari, faktor tekanan udara terhadap kadar air bambu dianalisis varian pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis Varian Kadar Air Bambu Wulung Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Variasi Kebebasan Kuadrat Tengah Hari 3 1936,613 645,538 Tekanan 1 544,449 544,449 Blok/Posisi 2 4056,815 2028,408 Hari x Tek 3 51,449 17,150 Error 14 429,240 30,660 Total 23 7018,566 ** : beda sangat nyata
FHitung
Probabilitas
21,055 17,758 66,158 0,559
0,000** 0,001** 0,000** 0,651ns
ns: tidak beda nyata
Berdasarkan analisis varian terhadap kadar air, faktor hari, faktor blok/posisi dan faktor tekanan berbeda sangat nyata/signifikan, tidak ada beda nyata pada faktor hari dan faktor tekanan.Untuk mengetahui pengaruh yang berbeda dilakukan Uji lanjut LSD terhadap faktor hari, faktor blok/posisi dan faktor tekanan pada Tabel 14 dan Tabel 15. Tabel 3. Uji LSD Kadar Air Faktor Hari
Hari 3 6 9 12
Kadar Air (%) 88,20333k 81,07500j 74,22500j 63,84500i
Hasil uji LSD pada Tabel 4 meunjukkan bahwa pada hari ke-3 memiliki kadar tertinggi dengan nilai 88,203% sedangkan pada hari ke-6 81,075% hari ke-9 dengan nilai 74,225% dan kadar air terendah pada hari ke-12 dengan nilai 63,845%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama batang bambu disimpan maka kandungan air dalam batang bambu akan berkurang atau air menguap akibat pengaruh suhu lingkungannya. Tabel 4. Uji LSD Kadar Air Faktor Blok Posisi Kadar Air (%) 1 92,80125k 2 76,75500j 3 60,95500i Hasil uji LSD pada Tabel 4 faktor posisi/blok menunjukkan bahwa pangkal memiliki kadar air tertinggi dengan nilai 92,801%, sedangkan tengah 76,755% dan kadar air terendah pada ujung dengan nilai 60,955%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Soenardi dan Sulthoni (1998), kadar air bambu cenderung mengalami penurunan dari pangkal ke ujung. 2. Kecepatan Aliran Bahan Pengawet Kecepatan aliran bahan pengawet pada Bambu wulung adalah kecepatan bhan pengawet yang mengalir dari pangkal sanpai ke ujung bambu dengan metode Boucherie – Morisco. Penelitian menunjukkan kecepatan aliran bahan pengawet bambu wulung selama proses pengawetan berlangsung dengan faktor hari dilakukan pengawetan pada hari ke-3, 6, 9, 12 dan faktor tekanan udara 2,5 kg/cm2, 5kg/ cm2 disajikan pada Tabel 5, Gambar 6 dan Gambar 7.
44
Tabel 5. Kecepatan Aliran Larutan Pengawet Bambu Ampel Kuning Kecepatan (m/dt) Hari ke Tekanan 2,5 kg/cm2 Tekanan 5 kg/ cm2
3
Pangkal 0,0048
Tengah 0,0059
Ujung 0,0048
Pangkal 0,0068
Tengah 0,0095
Ujung 0,0095
6 9 12 Rerata
0,0021 0,0020 0,0009 0,0025
0,0032 0,0022 0,0016 0,0032
0,0043 0,0034 0,0021 0,0037
0,0059 0,0024 0,0023 0,0044
0,0048 0,0034 0,0030 0,0052
0,0034 0,0026 0,0034 0,0047
0.005 Pangkal, Tek 2,5 kg/cm2 0 3
6
9
12
Gambar 6. Grafik kecepatan aliran larutan pengawet Bambu Wulung dengan tekanan 2,5 kg/ cm2 0.01
0.005
Pangkal, Tek 5 kg/cm2
0 3
6
9
12
Gambar 7. Grafik kecepatan aliran larutan pengawet Bambu Wulung dengan tekanan 5 kg/ cm2 Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pengawetan faktor hari, faktor tekanan udara terhadap kecepatan aliran bahan pengawet pada bambu wulung dilakukan analisis varian yang disajikan pada Tabel 6. Sumber Derajat Jumlah Kuadrat FHitung Probabilitas Variasi Kebebasan Kuadrat Tengah Hari 3 7,952E-05 2,651E-05 33,987 0,000** Tekanan 1 1,617E-05 1,617E-05 20,733 0,000** Blok/Posisi 2 3,361E-06 1,680E-06 2,155 0,153ns Hari x Tek 3 7,795E-06 2,598E-06 3,331 0,051ns Error 14 1,092E-05 7,799E-07 Total 23 1,178E-04 ns: tidak beda nyata
** : beda sangat nyata
Hasil analisis varian menyatakan bahwa ada beda nyata faktor hari, faktor blo/posisi, faktor tekanan, faktor hari dan tekanan. Untuk itu tidak perlu dilakukan uji LSD.
45
Tabel 7. Uji LSD Kecepatan Aliran Faktor Hari Hari Kecepatan (m/dt) 0,0069k 0,0040i 0,0027i 0,0022i
3 6 9 12
Hasil uji LSD pada faktor hari menunjukkan berbeda nyata, menghasilkan kecepatan aliran bahan pengawet paling tinggi pada hari ke-3 dengan nilai 0 m/dt dan paling rendah pada hari ke-12 dengan nilai 0,0022 m/dt. Uji LSD faktor hari menunjukkan bahwa makin lama dilakukan pengawetan maka kecepatannya makin menurun. Hal ini dapat dijelaskan bahwa semakin lama hari pengujian dari penebangan maka semakin lambat cairan pengawet masuk mengisi pori-pori bambu karena makin lama bambu disimpan, bambu mengalami penyusutan sehingga pori-pori bambu menjadi rapat atau mngecil. Tabel 8. Uji LSD Kecepatan Faktor Tekanan Hari Kecepatan (m/dt) 0,0031k 0,0048j
2,5 5
Hasil uji LSD pada Tabel 19 menunjukkan tekanan tertinggi dengan nilai 0,0048 m/dt pada5 kg/cm2 dan nilai terendah 0,0031 pada tekanan 2,5 kg/ cm2. 3. Retensi Retensi bambu wulung adalah banyaknya bahan pengawet yang tertinggal dalam bambu wulung yang diawetkan dengan metode Boucherie-Morisco. Retensi bambu wulung yang diawetkan dengan faktor pengawetan dilakukan pada hari ke-3, 6, 9, 12 dan faktor tekanan 2,5 kg/cm2, 5 kg/ cm2 disajikan pada tabel 9, Gambar 8 dan Gambar 9. Tabel 9. Retensi Bambu Wulung Diawetkan Retensi (kg/cm3) Hari ke Tekanan 2,5 kg/
Tekanan 5 kg/
3
Pangkal 0,457
Tengah 1,018
Ujung 2,479
Pangkal 0,387
Tengah 0,459
Ujung 1,409
6
0,796
1,851
2,507
0,615
1,586
1,709
9
1,060
1,866
3,597
1,370
1,757
1,871
12
1,246
2,065
3,965
1,376
1,874
2,060
Rerata
0,888
1,700
3,137
0,9375
1,4175
1,5723
46
4 Pangkal, Tek 2,5 kg/cm2
2 0 3
6
9
12
Gambar 8. Grafik Retensi Bambu Wulung dengan tekanan 2,5 kg/cm2
2 Pangkal, Tek 5 kg/cm2
1 0 3
6
9
12
Gambar 9. Grafik Retensi Bambu Wulung dengan tekanan 5 kg/cm2 Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pengawetan faktor hari dan faktor tekanan terhadap retensi bambu wulung dilakukan analisis varian yang disajikan pada tabel 10. Tabel 10. Analisis Varian Retensi Bambu Wulung Sumber Derajat Jumlah Variasi Kebebasan Kuadrat Hari 3 4,589 Tekanan 1 2,156 2 8,342 Blok/Posisi Hari x Tek 3 3,138E-02 Error 14 3,737 Total 23 18,855
Kuadrat Tengah 1,530 2,156 4,171 1,046E-02 0,267
FHitung
Probabilitas
5,731 8,079 15,626 0,039
0,009** 0,013* 0,000** 0,989ns
ns: tidak beda nyata Hasil analisis varian menyatakan bahwa ada beda nyata faktor tekanan, faktor blok/posisi, faktor hari, dan tidak ada beda nyata antara hari dan tekanan. Untuk itu tidak perlu dilakukan uji lanjut LSD. Tabel 11. Uji LSD Retensi Faktor Hari Blok Retensi (kg/cm3) 3 6 9 12
0,975j 1,444j 1,919ij 2,098j
Hasil uji LSD faktor hari menunjukkan beda nyata, menghasilkan retensi paling baik pada pada hari ke-12 dengan nilai 2,098 kg/cm3 dan yang paling kecil pada hari ke-3 dengan nilai retensi 0,975 kg/cm3.
47
Tabel 12. Uji LSD Retensi Faktor Tekanan Tekanan Retensi (kg/cm3) 0,924k 2,865j
2,5 5
Tabel 13. Uji LSD Retensi Faktor Blok Blok Retensi (kg/cm3) 2,355k 1,559j 0,913i
1 2 3
Hasil uji LSD faktor tekanan berbeda nyata, menghasilkan retensi paling baik pada pada tekanan 5 kg/cm2 dengan nilai terbesar 2,865 kg/cm2 dan terkecil pada tekanan 2,5 kg / cm2dengan nilai 0,924 kg/cm2. Hasil uji LSD faktor blok/posisi berbeda nyata, menghasilkan paling baik dengan nilai terbesar 2,355 kg/cm2pada ujung batang dan terkecil 0,913 kg / cm2 pada pangkal batang bambu. 4. Mortalitas Mortalitas bambu wulung adalah banyaknya persentasi jumlah serangga yang mati terhadap jumlah serangga yang disaragkan perminggunya setelah proses pengawetan dan dikering anginkan selama lebih kurang empat minggu. Mortalitas serangga bambu wulung yang diawetkan dengan faktor hari dilakukan pengawetan pada hari ke-3, 6, 9, 12 dan faktor tekanan 2,5 kg/ cm2, 5 kg/ cm2 disajikan pada tabel 14, gambar 10 dan gambar 11. Tabel 14. Mortalitas Serangga Pada Bambu Wulung Mortalitas(%) Hari ke Tekanan 2,5 kg/ cm2
Tekanan 5 kg/ cm2
3
Pangkal 50
Tengah 57
Ujung 48,67
Pangkal 60
Tengah 50
Ujung 46,33
6
58,67
60,67
42
51,33
44,33
43,67
9
59,67
63
75
61
70
50,67
12
56,67
43,67
52,67
59,67
59
59,67
Rerata
56,2525
56,085
54,585
58
55,8325
50,085
80 60 40
Pangkal, Tek 2,5 kg/cm2
20 0 3
6
9
12
Gambar 10. Grafik Mortalitas Bambu Wulung dengan tekanan 2,5 kg/cm2
48
50 Pangkal, Tek 5 kg/cm2 0 3
6
9
12
Gambar 11. Grafik Mortalitas Bambu Wulung dengan tekanan 5 kg/cm2 Untuk mengetahui pengaruh perlakuan antara waktu tunggu dengan tekanan udara, faktor hari terhadap mortalitas bambu wulung dianalisis varian pada Tabel 15.
Tabel 15. Analisis Mortalitas Serangga Bambu Wulung Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Variasi Kebebasan Kuadrat Tengah Hari 3 602,947 200,982 Tekanan 1 6,020 6,020 2 99,869 49,934 Blok/Posisi Hari x Tek 3 224,394 74,798 Error 14 692,604 49,472 Total 23 1625,834 ns: tidak beda nyata
FHitung
Probabilitas
4,063 0,122 1,009 1,512
0,029* 0,732ns 0,389ns 0,255ns
* : beda nyata
Berdasarkan analisis varian terhadap mortalitas serangga, tidak ada beda nyata faktor tekanan, faktor blok/posisi, faktor hari, faktor hari dan faktor tekanan.Untuk itu tidak perlu dilakukan uji LSD. Tabel 16. Uji LSD Mortalitas Faktor Hari Hari Mortalitas (%) 3 6 9 12
52,000I 50,112i 63,223j 55,225ij
Hasil uji LSD faktor hari menunjukkan beda nyata, menghasilkan mortalitas serangga paling tinggi pada pada hari ke-9 dengan nilai 63,233% dan yang paling rendah pada hari ke-6 dengan nilai 50,112%.hal ini menunjukkan bahwa kadar air tidak berpengaruh terhadap mortalitas rayap kayu kering, tetapi mortalitas berpengaruh terhadap konsentrasi larutannya. 5. Pengaruh Kadar Air terhadap Kecepatan, Retensi dan Mortalitas Untuk mengetahui pengaruh kadar air terhadap kecepatan aliran larutan pengawet dapat dilihat pada gambar 12 dan gambar 13 berikut ini:
49
Pangkal Tek 2,5 kg/cm2
0,007
Tengah Tek 2,5 kg/cm2 Kecepatan Aliran (m/det)
0,006
Ujung Tek 2,5 kg/cm2
0,005 0,004 0,003 0,002 0,001 0 40
50
60
70
80
90
100
110
Kadar Air (%)
Gambar 12. Pengaruh kadar air terhadap kecepatan dengan Tekanan 2,5 kg/cm2 0,01 Pangkal Tek 5 kg/cm2
0,009
Tengah Tek 5 kg/cm2
Kecepatan Aliran (m/det)
0,008
Ujung Tek 5 kg/cm2
0,007 0,006 0,005 0,004 0,003 0,002 0,001 0 40
50
60
70
80
90
100
110
Kadar Air (%)
Gambar 13. Pengaruh kadar air terhadap kecepatan dengan Tekanan 5 kg/cm2 4,5 Pangkal Tek 2,5 kg/cm2
4
Tengah Tek 2,5 kg/cm2 Ujung Tek 2,5 kg/cm2
3
3
Retensi (kg/cm )
3,5
2,5 2 1,5 1 0,5 0 40
50
60
70
80
90
100
110
Kadar Air (%)
Gambar 14. Pengaruh kadar air terhadap Retensi dengan Tekanan 2,5 kg/cm2
2,5
3
Retensi (kg/cm )
2 1,5 Pangkal Tek 5 kg/cm2 Tengah Tek 5 kg/cm2
1
Ujung Tek 5 kg/cm2 0,5 0 40
50
60
70
80
90
100
110
Kadar Air (%)
Gambar 15. Pengaruh kadar air terhadap Retensi dengan Tekanan 5 kg/cm2
50
80 70
Mortalitas (%)
60 50 40 Pangkal Tek 2,5 kg/cm2
30
Tengah Tek 2,5 kg/cm2
20
Ujung Tek 2,5 kg/cm2
10 0 40
50
60
70
80
90
100
110
Kadar Air (%)
Gambar 16. Pengaruh kadar air terhadap Mortalitas dengan Tekanan 2,5 kg/cm2 80 70
Mortalitas (%)
60 50 40
Pangkal Tek 5 kg/cm2
30
Tengah Tek 5 kg/cm2
20
Ujung Tek 5 kg/cm2
10 0 40
50
60
70
80
90
100
110
Kadar Air (%)
Gambar 17. Pengaruh kadar air terhadap Mortalitas dengan Tekanan 5 kg/cm2
Dari gambar 12 dan gambar 13 menunjukkan semakin besar kadar air maka kecepatan semakin besar pula, dan pada gambar 14 dan gambar 15 menunjukkan semakin tinggi kadar air maka semakin kecil retensi, serta pada gambar 16 dan gambar 17 menunjukkan kadar air tidak berpengaruh terhadap mortalitas. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian pengawetan pada BambuWulung (Gigantochloa Verticillata Munro ) dengan menggunakan Metode Boucherie – Morisco, dan waktu tunggu pada hari ke-3, 6, 9, 12 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
2. 3.
4. 5.
Waktu tunggu berpengaruh sangat nyata pada kadar air, kecepatan aliran bahan pengawet dan retensi. Untuk bambu wulung kadar air yang terbesar 88,203% hari ketiga, kecepatan 0,0069 m/dt pada hari ketiga dan retensi 2,09 kg/cm3 pada hari ke dua belas. Tekanan udara berpengaruh sangat nyata pada kecepatan dan retensi untuk bambu wulung kecepatan terbesar 0,0048 m/dt pada tekanan 5 kg/cm2. Posisi atau blok berpengaruh sangat nyata pada kadar air dan retensi untuk bambu wulung kadar air yang paling baik dengan nilai terkecil 60,955% pada bagian ujung batang dan retensi yang paling baik dengan nilai terbesar 2,335 kg/cm3. Pengawetan pada hari ke dua belas masih dapat dilakukan dengan metode tekanan udara, Kadar air bambu sebelum pengawetan sangat berpengaruh pada proses pengawetan terhadap waktu tunggu, semakin tinggi kadar air maka kecepatan aliran bahn pengawet semakin cepat. Untuk retensi semakin rendah kadar air, dan semakin lama waktu tunggu maka retensi semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1994, Petunjuk Kerja Pengawetan Bambu Dengan Sistem Boucherie, Lingkunag Lestari, Ubud, Bali.
Yayasan Bambu
Anonim, 1998, Peningkatan Relevansi Pendidikan Rekayasa Bambu, Laporan Kegiatan, Fakultas Tehnik Universitas Mataram, Mataram.
51
Afeanpah, 1999, Pengaruh pengawetan Bambu Apus dan Bambu Tutul terhadap Serangan Rayap, Skripsi, Institut Pertanian Yogyakarta, tidak di Terbitkan. Barly, 1999, Pengawetan abmbu Untuk Bahan Konstruksi Bangunan dan Mebel Badan Penelitian dan Pengenmabngan Kehutanan dan Perkebunan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan danSosial Ekonomi Kehutanan, Bogor. Berlian dan Rahayu, 1995, Budidaya dan Prospek Bisnis Bambu, Penerbit Swadaya, Jakarta. Cummins, J.E, 1939, The Preservation of Timber Aganst The Attack of The Powder-post borer (Lyctus brunneus Stevens) by impregnation with Boric acid, J. Council Sci. Ind.Res.Australia. Hunt, G.M dan Garrat, G.A, 1986, Pengawetan Kayu, Terjemahan Jusuf, Akademika Presindo, Jakarta. Leesard, G. and Chouinard, A, 1980, Bamboo Research in Asia Proceeding Workshop, Singapore, May 28-30, 1980. Liese, W, 1980, Preservation of Bamboo, in Lessard, G and Chouinard, A., Bamboo research in asia Proceedings Workshop, Singapore, May 28-30, 1980. Martawijaya dan Abdurohim, 1983, Petujuk Peaksanaan Pengawetan Kayu Memakai Proses Vakum desak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil, Bogor. Morisco, 1999, Rekayasa Bmbu, Nafiri Offset, yogyakarta. Nandika, D., Matangaran, J.. dan Tapa Darma, I. G. K, 1994, Keawetan dan Pengawetan Bambu, dalam Widjaja, E. A., Rifai, M. A., Subiyanto, B Dan Nadika D., Strategi Penelitian Bambu indonesia, Sarasehan Penelitian Bambu Indonesia, Serpong, 21-22 uni 1994. Nicholas, D. D., 1973, Kemunduran (Deteriorasi) Kayu dan Pencegahannyn Dengan Perlakuanperlakuan Pengawetan, Terjemahan yudodibroto H., airlangga Univercity Press, Surabaya. Prayitno, TA, Rekayasa Kayu dan Bambu, Universitas Gajah Mada, yogyakarta Suardika, K., 1994, Pengawetan Bambu dengan Metode Boucherie yang Dimodofikasi, dalam Widjaja, E. A., Rifia, M. A., Subiyanto, B. Dan Nandika D., I, Sarasehan Penelitian Bambu Indonesia, Serpong, 21-22 Juni 1994 Sukmaedhi, 2002, Pengaruh Tekana Udara Pada Proses Pengawetan Boucherie Terhadap Kualitas Bambu Wulung, tesis, Fakultas Tehnik, UGM Yogyakarta. Sulthoni, A., 1988, Suatu Kajian Tentang Bambu Secara Tradisional Untuk Mencegah Serangan bubuk, Disertasi S-3 Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Suranto, 1999, Penggunaan Terusi dan Metode Tekanan Udara Pada Tiga Jenis Bambu Terhadap Serangan Rayap Kayu Kering, Skripsi, Institut Pertanian yogyakarta. Sutapa, J.P.G., 1986, Kekuatan Bambu Belah Setelah direndam di Dalam Air Fakultas Kehutanan, UGM, Yogyakarta. Sutikno, 1986, Struktur Anatomi Empat jenis Bambu dan Retensinya Terhadap Pengawet, Tesis, Fakultas MIPA, UGM, Yogyakarta.
Bahan
Tim Elsppat, 1999, pengawetan Kayu dan Bambu, Parpaswara, Jakarta. Yudodibroto, H., 1978, Klasifikasi Beberapa Jenis kayu Tropika Berdasarkan Daya Serap Akan Bahan Pengawet yang Larut dalam Air, UGM, Yogyakarta.