PENGARUH JUMLAH LAPISAN VENIR KAYU LAPIS TERHADAP EMISI FORMALDEHIDA (Studi Kasus)
Mardhika Saptosari
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
THO
The Effect of Number of Veneer Ply on Formaldehyde Release Of Plywood Construction (Case Study)
Mardhika Saptosari1); Bedyaman Tambunan2); and Adi Santoso3)
Introduction The bio-composite industry is now growing and is competitive. However, in several
countries, a formaldehyde release from bio-composite products, especially those products that use formaldehyde based adhesive has still been a concern for decades. Its release level above 0.1 part per million (ppm) is harmful to human being and living organism. This research is tried to determine the effect of number of veneer ply on formaldehyde release of plywood construction, and their relationship.
Methods The plywood samples for this experiment were obtained from plywood manufactured. The
samples size for formaldehyde release testing using 2-hour desiccators was 127X697 mm, where the weight and length side were sealed using paraffin. Then the samples were conditioned at temperature 24±3 0C, during 7 days. To capture formaldehyde release from the samples, 25 ml distilled water was put on Petri dish supported by Becker glass. Then, the samples were conditioned at the temperature 25±1 0C, during 2 hour. The adsorbent was read using spectrophotometer at wavelength 580 nm (ASTM D 5582-94). The samples size using 24-hour desiccators was 150X50 mm. Then, the samples were placed in desiccators containing 300 ml distilled water in Becker glass to capture formaldehyde release from the samples. And then, the samples were conditioned at temperature 20±1 0C, during 24 hour (JIS A 5908-2003). Samples size for the WKI modified method was 25X25 mm. The samples were hanged on in plastic bottle containing 50 ml distilled water to capture formaldehyde release from the samples, and then they were conditioned in oven at 40±50C, during 24 hour. The adsorbent in 24-hour desiccators and WKI modified methods was read using spectrophotometer at wavelength 412 nm. The total number of samples for these methods was 54 samples. Experimentally design of Completely Randomized Design (CRD) in 3 replicates was use. Linear regression analysis was use to know the relationship between the number of veneer ply and formaldehyde release.
Result and Discussion The result show the average of formaldehyde release was 0.045-0.681 ppm,
0.299-2.793 ppm for 24-hour desiccators and WKI modified methods, respectively. Meanwhile, the formaldehyde release using 2-hour desiccators was not readable in wavelength 580 nm. Formaldehyde release using 24-hour desiccators was smaller 76.766% than WKI modified methods because of difference testing condition, where WKI modified method was implemented in higher temperature and humidity than in 24-hour desiccators method. A CRD indicates that number of veneer ply (X) very significantly affects a formaldehyde release (Y) in plywood construction. Moreover, a regression analysis showed estimated equations for their relationship Y=-0.1463+0.1026x (R=0.802) for 24-hour desiccators method, and Y=0.5559+0.4113x (R=0.795) for WKI modified method, respectively. Furthermore, formaldehyde release of plywood construction with 3, 5, 7, 9, 11, and 13 ply measured by a 24-hour desiccators method and WKI modified method are in compliance with JAS A 5908-2003, whereas of construction of plywood with 3, 5, and 7 ply measured by a 24-hour desiccators method are in compliance with World Health Organization (WHO).
Conclusion Number of veneer ply affects very significantly to formaldehyde release of plywood
construction, whereas the formaldehyde release level would increase as number of veneer ply increase. The result of number of veneer ply of plywood construction with 3, 5, and 7 ply is not have significantly difference, but it’s have significantly difference with 9, 11, and 13 ply according a 24-hour desiccators method and WKI modified method.
Approved by, Ir. Bedyaman Tambunan
RINGKASAN Mardhika Saptosari (E24101042). Pengaruh Jumlah Lapisan Venir Kayu Lapis terhadap Emisi Formaldehida (Studi Kasus). Di bawah bimbingan Bedyaman Tambunan dan Adi Santoso. Teknologi industri biokomposit dewasa ini terus tumbuh dan berkembang. Persaingan antar perusahaan untuk merebut pangsa pasar makin meningkat. Berbagai penelitian telah dilakukan oleh para produsen untuk mendapatkan produk komposit yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan ramah lingkungan. Kelemahan dari produk biokomposit yang menggunakan perekat berformaldehida dalam aplikasinya adalah terjadinya emisi formaldehida. Emisi formaldehida tersebut disinyalir sebagai suatu gas yang berbahaya terhadap lingkungan dan makhluk hidup. Gas ini tercium pada konsentrasi 0,1 ppm. Dampak negatif bagi manusia, antara lain dapat menyebabkan iritasi mata dan hidung pada konsentrasi 0,01-0,05 ppm dan dapat menyebabkan kematian pada konsentrasi 50 ppm terhadap orang yang mempunyai riwayat alergi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh dan hubungan antara jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida yang diukur dengan metode Desikator 2 jam, Desikator 24 jam, dan WKI modifikasi (The Fraûnhofer Institute for Wood Research, Wilhelm Klauditz Institute). Contoh uji kayu lapis diperoleh dari perusahaan kayu lapis tertentu. Contoh uji untuk pengujian emisi formaldehida menggunakan metode Desikator 2 jam berukuran 127 x 697 mm, dimana tiap sisi lebar dan panjangnya dilapisi dengan parafin. Selanjutnya, contoh uji tersebut dikondisikan dalam ruang pengkondisian pada suhu 24±30C selama 7 hari. Setelah itu, contoh uji dimasukkan dalam desikator berisi air suling dalam cawan petri sebanyak 25 ml dan telah dikondisikan dalam ruang pengkondisian dengan suhu 25±10C, kemudian dibiarkan selama 2 jam. Pembacaan absorban emisi formaldehida yang tertangkap oleh air suling dilakukan pada panjang gelombang 580 nm (ASTM D-5582-94). Untuk metode Desikator 24 jam, contoh uji yang digunakan berukuran 150 x 50 mm. Selanjutnya, contoh uji dimasukkan dalam desikator yang telah berisi gelas piala berisi air suling sebanyak 300 ml dan dikondisikan pada suhu 20±10C, dan dibiarkan selama 24 jam (JIS A 5908-2003). Metode WKI modifikasi menggunakan contoh uji berukuran 25 x 25 mm digantung dalam botol plastik yang telah berisi air suling sebanyak 50 ml. Selanjutnya, contoh uji dikondisikan dalam oven bersuhu 40±50C, selama 24 jam. Pembacaan absorban emisi formaldehida yang tertangkap oleh air suling untuk metode Desikator 24 jam dan WKI modifikasi dilakukan pada panjang gelombang 412 nm. Jumlah contoh uji untuk ketiga metode sebanyak 54 buah. Rancangan percobaan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jumlah lapisan venir dalam kayu lapis terhadap emisi formaldehida adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam 3 ulangan, sedangkan untuk mengetahui hubungan jumlah lapisan venir dalam kayu lapis terhadap emisi formaldehida digunakan analisa regresi linear. Rata-rata hasil pengukuran emisi formaldehida yang didapat berkisar antara 0,045-0,681 ppm untuk metode Desikator 24 jam dan 0,299-2,793 ppm untuk metode WKI modifikasi. Untuk metode Desikator 2 jam, emisi formaldehida kayu lapis tidak dapat terbaca pada panjang gelombang 580 nm. Nilai emisi formaldehida menggunakan metode Desikator 24 jam 76,766% lebih kecil dibandingkan metode WKI modifikasi dikarenakan kondisi pengujian yang berbeda, dimana metode WKI modifikasi menggunakan suhu dan kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode Desikator 24 jam. Analisa sidik ragam pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida menunjukan perbedaan yang sangat nyata. Jumlah lapisan venir penyusun kayu lapis sebanyak 3, 5, dan 7 lapis tidak mengakibatkan nilai emisi yang berbeda menurut pengukuran emisi formaldehida dengan metode Desikator 24 jam maupun WKI modifikasi, akan tetapi berbeda nyata dengan emisi formaldehida kayu lapis yang terdiri atas 9, 11, dan 13 lapis. Lebih lanjut, hubungan antara jumlah lapisan venir kayu lapis (X) terhadap emisi formaldehida (Y) menggunakan metode Desikator 24 jam, dapat digambarkan dengan persamaan regresi Y=-0,1463+0,1026X (R=0,802). Sedangkan persamaan regresi untuk metode WKI modifikasi adalah Y=-0,5559+0,4113X (R=0,795). Nilai emisi formaldehida kayu lapis dengan jumlah lapisan 3, 5, 7, 9, 11, dan 13 lapis baik menggunakan metode Desikator 24 jam dan WKI modifikasi memenuhi syarat standar emisi formaldehida menurut JIS A 5908-2003. Sedangkan, nilai emisi formaldehida kayu lapis dengan jumlah lapisan 3, 5, dan 7 lapis dengan menggunakan metode pengukuran Desikator 24 jam memenuhi syarat standar World Health Organization (WHO).
PENGARUH JUMLAH LAPISAN VENIR KAYU LAPIS TERHADAP EMISI FORMALDEHIDA (Studi Kasus)
Mardhika Saptosari E 24101042
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Mahasiswa
:
Mardhika Saptosari
Nomor Pokok
:
E 24101042
Judul Penelitian
:
Pengaruh Jumlah Lapisan Venir Kayu Lapis terhadap Emisi Formaldehida (Studi Kasus)
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Ir. Bedyaman Tambunan Nip. 130 350 067
Dr. Adi Santoso, M.Si Nip. 710 014 913
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Nip. 131 430 799
Tanggal lulus: 24 Januari 2006
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabil’alamin, segala puji terpanjat kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia, serta bimbingan-Nya sehingga penulisan karya ilmiah dengan judul “Pengaruh Jumlah Lapisan Venir Kayu Lapis terhadap Emisi Formaldehida” dapat terselesaikan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Produk Majemuk, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Gunung Batu Bogor, Laboratorium Kayu Solid Fakultas Kehutanan IPB, dan Laboratorium Research Group on Crop Improvement (RGCI) Fakultas Pertanian IPB. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Bedyaman Tambunan dan Bapak Dr. Adi Santoso, M.Si selaku dosen pembimbing, Bapak Ir. Siswoyo, MS dan Bapak Dr. Ir. M. Buce Shaleh, MS selaku dosen penguji, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Gunung Batu Bogor yang bersedia memberi tempat penelitian penulis, teman-teman Teknologi Hasil Hutan khususnya, Manajemen Hutan dan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata umumnya. Dan kepada bapak, ibu, adik serta seluruh keluarga yang selalu mendukung. Penulis sadar, bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini adalah jauh dari sempurna. Untuk itu bila ada kesalahan dalam penulisan ini, harap dimaafkan. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, Januari 2006
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 7 Agustus 1983, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Sudarmono dan Suparmi. Pendidikan penulis diawali dari Taman Kanak-kanak (TK) Aisyah I Sambirejo, Sragen selama tiga tahun dan tamat pada tahun 1989. Penulis menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Negeri Mojo Sragen pada tahun 1995. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 5 Sragen dan tamat pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis memasuki Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Sragen, dan menamatkan SMU pada tahun 2001. Melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001, penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti berbagai macam organisasi kemahasiswaan antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan, Internasional Forestry Students’ Assosiation (IFSA), dan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan), serta beberapa kepanitiaan kegiatan yang diadakan di dalam maupun di luar IPB. Kegiatan praktek yang dilaksanakan selama menimba ilmu di IPB, antara lain Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan Juni-Agustus 2004 di Garut-Indramayu Jawa Barat selama 1,5 bulan, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada bulan Februari-April (2005) di PT. Andhatu Lestari Plywood, Lampung. Tahun 2005, penulis melakukan penelitian tentang Pengaruh Jumlah Lapisan Venir Kayu Lapis terhadap Emisi Formaldehida di bawah bimbingan Ir. Bedyaman Tambunan dan Dr. Adi Santoso, M.Si.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................................................ DAFTAR TABEL .................................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................
i iii iv v
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................................................. Tujuan ........................................................................................................................... Manfaat ........................................................................................................................ Hipotesa Penelitian .......................................................................................................
1 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Formaldehida ............................................................................................................... Pengenalan dan Pengertian .............................................................................. Pembuatan Perekat Urea Formaldehida ............................................................ Penggunaan Formaldehida dalam Perekatan .............................................................. Emisi Formaldehida ...................................................................................................... Pengertian ......................................................................................................... Pengaruh Parameter Produksi terhadap Emisi Formaldehida............................ Pengaruh Jumlah Lapisan Venir Kayu Lapis terhadap Emisi Formaldehida ....... Dampak Emisi Formaldehida.............................................................................. Ambang Batas dan Standar Emisi Formaldehida............................................... Cara Pengukuran Emisi Formaldehida .............................................................. Reduksi Gas Formaldehida dalam Praktek .......................................................
3 3 3 4 5 5 5 10 11 12 13 15
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ....................................................................................................... Alat dan Bahan ............................................................................................................. Alat ..................................................................................................................... Bahan ................................................................................................................. Persiapan Contoh Uji .................................................................................................... Kayu Lapis.......................................................................................................... Larutan Kimia ..................................................................................................... Pengukuran .................................................................................................................. Kadar Air............................................................................................................. Jumlah Emisi Formaldehida .............................................................................. Rancangan Percobaan .................................................................................................
16 16 16 16 17 17 18 18 18 18 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kadar Air Kayu Lapis terhadap Emisi Formaldehida .................................... Pengaruh Jumlah Lapisan Venir Kayu Lapis terhadap Emisi Formaldehida................. Metode Desikator 2 Jam..................................................................................... Metode Desikator 24 Jam................................................................................... Metode WKI Modifikasi....................................................................................... Hubungan Jumlah Lapisan Venir Kayu Lapis terhadap Emisi Formaldehida................. Metode Desikator 24 Jam................................................................................... Metode WKI Modifikasi....................................................................................... Kesesuaian Emisi Formaldehida dengan Standar Jepang, Amerika, dan WHO............ Kelemahan dan Kelebihan Metode Pengukuran Emisi Formaldehida ...........................
24 24 25 27 28 29 29 30 30 31
KESIMPULAN dan SARAN ....................................................................................................
33
Kesimpulan ................................................................................................................... Saran ..........................................................................................................................
33 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... LAMPIRAN ............................................................................................................................
35 38
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Emisi formaldehida kayu lapis pada beberapa jenis kayu menggunakan standar Jepang.............................................................................................
6
Tabel 2
Pengaruh waktu kempa terhadap emisi formaldehida papan partikel..........
7
Tabel 3
Emisi formaldehida pada berbagai ketebalan kayu lapis.............................
10
Tabel 4
Emisi formaldehida pada berbagai ketebalan papan partikel ......................
10
Tabel 5
Emisi formaldehida dipengaruhi jumlah lapisan dalam kayu lapis .............
11
Tabel 6
Perbandingan emisi formaldehida pada Unsealed-test dan Sealed-test .....
11
Tabel 7
Pengaruh emisi formaldehida ......................................................................
12
Tabel 8
Ambang batas emisi formaldehida dari berbagai negara.............................
12
Tabel 9
Tingkat emisi formaldehida berdasarkan pada EN 636:2003 ......................
13
Tabel 10
Tingkat emisi formaldehida menurut standar JIS A 5908-2003 ...................
13
Tabel 11
Bahan penelitian ..........................................................................................
16
Tabel 12
Ukuran dan jumlah contoh uji .....................................................................
17
Tabel 13
Deret larutan standar metode Desikator 2 jam .............................................
19
Tabel 14
Deret larutan standar metode Desikator 24 jam ..........................................
21
Tabel 15
Rata-rata kadar air contoh uji emisi formaldehida kayu lapis........................
24
Tabel 16
Sidik ragam kadar air terhadap emisi formaldehida ....................................
24
Tabel 17
Rata-rata emisi formaldehida menurut metode pengukuran emisi pada kayu lapis yang tersusun oleh beberapa lapisan venir.................................
25
Tabel 18
Sidik ragam pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida menggunakan metode Desikator 24 jam ...............................
27
Tabel 19
Uji Tukey pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida menggunakan metode Desikator 24 jam ................................
27
Tabel 20
Sidik ragam pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida menggunakan metode WKI modifikasi ...................................
28
Tabel 21
Uji Tukey pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida menggunakan metode WKI modifikasi ...................................
28
Tabel 22
Kelebihan dan kelemahan metode pengukuran emisi formaldehida ...........
32
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1
Pengaruh rasio molar terhadap emisi formaldehida papan partikel..............
6
Gambar 2
Pengaruh suhu pengempaan terhadap emisi formaldehida papan partikel..
7
Gambar 3
Pengaruh kadar air partikel berperekat terhadap emisi formaldehida papan partikel..........................................................................................................
8
Gambar 4
Pengaruh kadar air partikel pada papan partikel terhadap emisi formaldehida menggunakan metode perforator ...........................................
8
Gambar 5
Pengaruh penggunaan hardener terhadap emisi formaldeida papan partikel .........................................................................................................
9
Gambar 6
Pengaruh waktu peyimpanan terhadap emisi formaldeida papan partikel....
9
Gambar 7
Profil dari beberapa sifat mekanik dan kimia dalam papan partikel menggunakan perekat UF............................................................................
10
Gambar 8
Peletakan contoh uji metode Desikator 2 jam...............................................
18
Gambar 9
Peletakan contoh uji metode Desikator 24 jam ............................................
20
Gambar 10
Peletakan contoh uji metode WKI modifikasi................................................
22
Gambar 11
Ilustrasi pengeluaran emisi formaldehida dari dalam kayu lapis secara horizontal dan vertikal ..................................................................................
26
Gambar 12
Hubungan regresi antara jumlah lapisan dengan emisi formaldehida menggunakan metode Desikator 24 jam......................................................
29
Gambar 13
Hubungan regresi antara jumlah lapisan dengan emisi formaldehida menggunakan metode WKI modifikasi .........................................................
30
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1
Skema produksi kayu lapis ..........................................................................
38
Lampiran 2
Daftar alat .....................................................................................................
39
Lampiran 3
Daftar jenis bahan kimia dan larutan kimia ...................................................
40
Lampiran 4
Pembuatan larutan pereaksi metode Desikator 2 jam ..................................
41
Lampiran 5
Pembuatan larutan pereaksi metode Desikator 24 jam dan WKI modifikasi.
42
Lampiran 6
Absorban dan emisi formaldehida pada berbagai ulangan untuk metode Desikator 2 jam ............................................................................................
44
Lampiran 7
Absorban dan emisi formaldehida pada berbagai ulangan untuk metode Desikator 24 jam dan WKI modifikasi...........................................................
46
Lampiran 8
Analisa regresi emisi formaldehida kayu lapis dengan metode Desikator 24 jam...........................................................................................................
48
Lampiran 9
Analisa regresi emisi formaldehida kayu lapis dengan metode WKI modifikasi .....................................................................................................
48
Lampiran 10
Analisa regresi kadar air kayu lapis terhadap emisi formaldehida ................
49
Lampiran 11
Perhitungan konsentrasi emisi formaldehida kayu lapis menggunakan regresi ..........................................................................................................
50
Lampiran 12
Sidik ragam dan uji Tukey emisi formaldehida kayu lapis metode Desikator 2 jam.............................................................................................................
50
Lampiran 13
Sidik ragam dan uji Tukey emisi formaldehida kayu lapis metode Desikator 24 jam ...........................................................................................................
51
Lampiran 14
Sidik ragam dan uji Tukey emisi formaldehida kayu lapis metode WKI modifikasi .....................................................................................................
52
Lampiran 15
Bagan pemotongan contoh uji ......................................................................
54
PENDAHULUAN Latar Belakang Produk panel kayu merupakan hasil rekayasa antara partikel-partikel kayu, venir, dan limbah kayu dengan perekat tertentu yang diikuti dengan perlakuan kempa panas menghasilkan papan atau panel yang dapat digunakan sebagai bahan struktural ataupun non struktural. Macam dari produk panel sendiri terdiri atas kayu lapis, papan partikel (PB), papan serat (FB), papan organik (PO), Oriented Strands Board (OSB), dan lain-lain. Umumnya perekat yang digunakan dalam produksi panel kayu, antara lain Urea-Formaldehida (UF), Phenol-Formaldehida (PF), Melamin-Formaldehida (MF), Melamin-Urea-Formaldehida (MUF). Formaldehida memegang peranan penting dalam perekat tersebut yaitu sebagai coupling agent atau penyatu dari komponen-komponen perekat dimana dalam kondisi tertentu (ventilasi yang kurang baik, suhu tinggi, dan lain-lain) mengakibatkan formaldehida bebas akan menguap yang disebut sebagai emisi formaldehida. Emisi tersebut disinyalir berbahaya bagi kesehatan manusia. Emisi formaldehida tidak dapat dihindari pada perekat yang menggunakan senyawa formaldehida dalam campurannya. Usaha yang dapat dilakukan hanyalah menurunkan kadar emisinya. Faktor yang mempengaruhi terjadinya emisi menurut Rinawati (2002), antara lain kelembaban udara, pemanasan, ventilasi/sirkulasi udara, perlakuan saat pembuatan perekat dan produk yang menggunakan perekat tersebut. Untuk produk kayu lapis, kadar emisi formaldehida dipengaruhi juga oleh jumlah lapisan venir dalam lembaran kayu lapis. Semakin banyak perekat yang digunakan dalam kayu lapis jenis multiply, maka emisi formaldehida yang dikeluarkan juga semakin besar (Juhendi, 1998). Dampak yang ditimbulkan oleh emisi tersebut antara lain gangguan terhadap kesehatan manusia dikarenakan zat tersebut bisa bereaksi dengan mukosa/lendir dalam tubuh manusia, sehingga dapat menyebabkan iritasi, gangguan pernafasan, menurunkan penciuman, pemicu alergi, karsinogen atau agen pemicu kanker, serta modifikasi DNA yang berlanjut kepada perubahan peta genetika (Cameron, 2001). Emisi formaldehida dalam beberapa dekade terakhir telah menjadi perhatian pada beberapa negara. Beberapa negara telah menetapkan ambang batas emisi gas formaldehida ini dengan beberapa metode yang dilakukan. Umumnya ketentuan nilai aman emisi formaldehida secara umum adalah sebesar 0,1 part per million (ppm) (World Health Organization dalam www.chhwoodlogic.com.au/submittedfile).
Kajian tentang emisi formaldehida telah banyak menjadi perhatian dan akan terus berkembang, akan tetapi untuk di Indonesia khususnya, belum begitu banyak penelitian mengenai hal tersebut. Walau demikian dalam SNI 01-6050 1999 tentang “Emisi Formaldehida pada Panel Kayu” telah terdapat ambang emisi formaldehida bagi produk panel kayu Indonesia. Keinginan untuk hidup bersih dan sehat semakin didambakan oleh jutaan manusia. Usaha untuk mencegah timbulnya penyakit dengan konsep ”Green Environment” termasuk di dalamnya penanggulangan pencemaran lingkungan semakin diusahakan oleh banyak pihak. Hal tersebut berdampak terhadap persaingan industri yang makin tinggi untuk menciptakan produk yang ramah lingkungan. Perusahaan industri biokomposit khususnya dituntut untuk mampu bersaing dalam menciptakan produk biokomposit yang ramah lingkungan dimana salah satunya adalah dengan nilai emisi formaldehida yang diperkenankan.
Tujuan Atas dasar uraian yang telah dikemukakan, perlu dilakukan penelitian tentang pengukuran emisi formaldehida yang dikaitkan dengan jumlah lapisan pada kayu lapis, dengan tujuan : 1. Mengetahui pengaruh dan hubungan jumlah lapisan kayu lapis produksi industri tertentu terhadap besarnya emisi formaldehida. 2. Mengetahui pengaruh kadar air kayu lapis produksi industri tertentu terhadap emisi formaldehida. 3. Mengetahui nilai emisi formaldehida kayu lapis produksi menggunakan metode Desikator 24 jam, Desikator 2 jam, dan WKI modifikasi.
Manfaat Hasil penelitian dapat digunakan oleh perusahaan sebagai masukan dalam evaluasi terhadap mutu kayu lapis yang diproduksi.
Hipotesa Penelitian Hipotesa yang diajukan dan dibuktikan pada penelitian ini adalah: 1. Terdapat pengaruh dan hubungan antara jumlah lapisan (A) dengan besarnya emisi formaldehida yang dikeluarkan kayu lapis. a. H1 = Sekurang-kurangnya terdapat satu nilai untuk A •0 b. H0 = Terdapat nilai untuk A = 0 2. Terdapat pengaruh antara kadar air (B) dengan besarnya emisi formaldehida yang dikeluarkan kayu lapis. a. H1 = Sekurang-kurangnya terdapat satu nilai untuk B •0 b. H0 = Terdapat nilai untuk B = 0
TINJAUAN PUSTAKA Formaldehida Pengenalan dan Pengertian Formaldehida adalah suatu bahan kimia dari gugus fungsi aldehida serta termasuk dalam golongan senyawa aliphatic aldehyde dan telah diproduksi sejak 100 tahun silam untuk berbagai tujuan. Nama lain dari formaldehida adalah formalin yang berfungsi sebagai bahan pengawet mayat dan preparat lain, bahan kosmetik serta shampo, dan sebagai komponen perekat dalam produksi panel kayu seperti kayu lapis, papan partikel, papan serat, Oriented Strands Board (OSB), dan lain-lain (Roffael, 1993). Formaldehida dengan rumus kimia HCOH dapat berbentuk gas atau cairan berwarna putih. Larutan formaldehida dapat berwarna bening tanpa warna dan berbau pedas. Bobot molekul 30,03, titik didih dan titik lebur sebesar -19,50C dan -920C dengan berat jenis 1,067, berbentuk gas pada suhu kamar dan sangat reaktif. Dalam kondisi lembab membentuk fluida yang stabil (www.gtz.de/uvp/publika/English).
Pembuatan Perekat Urea Formaldehida Pembuatan formaldehida menurut Roffael, (1993) terdiri atas tiga metode yaitu : 1. Oksidasi dan dehidrogenasi dari alkohol primer (CH3OH) dengan katalis (Pt, Cu, Ag) dalam panas. 2. Oksidasi dari metanol dalam kehadiran metalik oksida dengan air berlebih dalam kondisi alkali pada kisaran pH 7-8. Oksidasi metanol dengan katalis metal oksida dan molybdenum, dapat menghasilkan rendemen produk kurang lebih 90-95%. 3. Sebagai bagian dalam oksidasi katalis dari hidrokarbon. Urea didapat dari reaksi CO2 dan amonia pada suhu tinggi (135 – 200 0C), serta tekanan tinggi (70-230 atm) (Pizzi, 1983). Dalam perekatan, formaldehida digunakan dengan urea, phenol, dan bahan perekat lain (Ruhendi, 1989). Formaldehida ditambahkan ke urea dalam bentuk grup hidroksimetil yang akan membentuk metilol dan dimetilol urea. Kondensasi yang terjadi antara metilol dan dimetilol urea akan membentuk semacam jembatan metilen dan dimetilen eter yang menghubungkan antara dua molekul sehingga antara urea dan formaldehida dapat membentuk tautsilang dan saling bereaksi. Reaksi ini akan meningkat dengan peningkatan suhu dalam suasana asam (Nagy, 1996).
Penggunaan Formaldehida dalam Perekatan Perekat menurut Ruhendi (1989) adalah suatu zat yang mampu menggabungkan bahan melalui ikatan permukaannya. Sedangkan perekatan adalah proses pelekatan dari suatu adheren/sirekat/bahan yang digabung dengan bahan lain menggunakan perekat. Kekuatan dari kohesi dalam suatu perekatan berasal dari daya tarik kimia yang disebabkan oleh gaya elektrostatis dari ion-ion (Panshin et al.,1952). Keunggulan perekat dibanding bahan lain yaitu memungkinkan penggabungan bahan kecil, tipis, mudah rusak, serta mampu menggabungkan bentuk yang rumit dan komplek. Keuntungan lain dari perekat yaitu penampilan lebih rapi, penggunaan yang lebih cepat dan relatif mudah pada beberapa keadaan, penambahan berat relatif kecil, dan dapat merata ke seluruh bagian (Ruhendi dan Sudohadi, 1997). Sutigno (1991) dalam Rinawati (2002), mengemukakan perekat kayu lapis sebelum digunakan umumnya dicampur bahan lain berupa zat tambahan, bahan pengisi dan pengeras yang dicampurkan dengan tujuan agar perekat memiliki sifat yang lebih baik dan dapat menurunkan biaya perekatan. Salah satu perekat yang umum digunakan dalam produksi kayu lapis adalah urea formaldehida (UF). Resin UF terdiri atas dua komponen yaitu urea dan formaldehida. Pizzi (1983) mengatakan bahwa aspek penting dari formula resin yang berformaldehida adalah rasio molar. Rasio molar dari UF bervariasi mulai dari 1:1,2-2,0; MF 1:2-3; dan PF 1:1-3. Resin UF dengan rasio molar yang rendah yaitu 1,2:1–1,6:1 mempunyai waktu gelatinasi yang rendah, pot life (masa dimana perekat tersebut masih bisa dipakai) lebih lama, kandungan formaldehida bebas rendah, viskositasnya lebih tinggi, ketahanan terhadap air yang rendah, rendah kekuatan dan kekakuan, waktu pematangan (curing) lebih lama dibandingkan resin yang memiliki rasio molar lebih tinggi (1:1,8–1:2,0). Perkembangan UF sebagai perekat sangat pesat, dan dimulai awal tahun 1930-an. Urea formaldehida termasuk dalam golongan Moisture and Moderattely Weather Resistant (MWR) (Pizzi, 1983). Perekat ini tahan terhadap keadaan tanpa terlindungi, tahan air panas tetapi tidak air mendidih. UF umumnya diproduksi dalam bentuk cair dan bentuk tepung/serbuk. Sedangkan untuk resin UF dalam bentuk larutan umumnya mempunyai kandungan padatan/Solid Content (40-60%). Aplikasi perekat berbentuk cair dapat digunakan dengan pelaburan langsung pada permukaan venir (Ruhendi, 1989). Penggunaan UF sebagai binder dalam perekatan kayu lapis, memerlukan pengempaan panas dengan suhu 1150C–1260C, assembly time 10–20 menit, waktu pengerasan 3-5 menit untuk kayu lapis dengan tebal 3/16 inci (4,8 mm) dan 8–10 menit untuk ketebalan ¼ inci (6,4 mm).
Emisi Formaldehida Pengertian Emisi formaldehida merupakan salah satu dari komponen Volatile Organic Compound (VOC) yang dianggap berbahaya (Wang et al., 2002). Komponen VOC lain yang didapat saat pembuatan papan partikel yaitu metanol, fenol, dan metilen diisosianat. Emisi formaldehida menurut Sunarti (2000), adalah pengeluaran sebagian zat formaldehida bebas dari perekat berformaldehida dikarenakan sebagian dari zat formaldehida tersebut terikat dengan selulosa. Formaldehida bebas adalah formaldehida berlebih yang tidak ikut bereaksi dalam polimerisasi perekat.
Pengaruh Parameter Produksi Panel Kayu terhadap Emisi Formaldehida Emisi formaldehida dari suatu produk panel kayu dapat terjadi selama proses produksi dan dalam aplikasi produk panel kayu tersebut. Saat produksi, emisi dapat terjadi karena faktor panas. Faktor tersebut menyebabkan terjadinya polimerasi yang menghasilkan suatu gas buangan dikarenakan senyawa-senyawa tersebut tidak berpolimerisasi dengan baik sehingga senyawa yang berlebih diemisikan (Rinawati, 2002). Lebih lanjut, komponen dari kayu seperti selulosa juga ikut berperan dalam peristiwa emisi tersebut. Akan tetapi, reaksi terikatnya formaldehida dengan selulosa tidak berlangsung lama, karena formaldehida tersebut akan lepas kembali dengan adanya proses hidrolisis (MAL, 2003a). Pengaruh parameter produksi panel kayu terhadap emisi formaldehida digolongkan menjadi faktor produksi (faktor internal) dan faktor setelah proses produksi dalam aplikasi produk panel tersebut (faktor eksternal). Beberapa faktor tersebut antara lain: a. Faktor internal 1. Jenis kayu Menurut Juhendi (1998), jenis kayu yang digunakan dalam pembuatan kayu lapis akan mempengaruhi emisi formaldehida yang dikeluarkan. Kayu lapis yang berasal dari kayu Kamper akan menghasilkan emisi formaldehida yang lebih besar dibandingkan kayu lapis yang berasal dari kayu Meranti merah. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Emisi formaldehida kayu lapis pada beberapa jenis kayu menggunakan standar Jepang
Jenis Kayu Meranti merah Kamper
Jumlah Lapisan 5 7 9 5 7 9
1 4,2 4,3 4,6 6,67 6,93 7,2
Ulangan (ppm) 2 3 4,2 4,3 4,6 4,4 4,6 4,6 6,53 6,67 6,67 6,93 7,07 6,67
Rata-rata (ppm) 4,233 4,367 4,6 6,62 6,84 6,99
Sumber: Juhendi (1998)
Sedangkan menurut Lelis et al., (1992) dalam Roffael (1993), kandungan ekstraktif kayu juga mempunyai peranan dalam menentukan besarnya emisi formaldehida. Papan panel yang dibuat dari kayu daun lebar menghasilkan emisi formaldehida lebih kecil dibandingkan kayu daun jarum. Hal tersebut diduga disebabkan karena adanya ikatan antara ekstraktif kayu dalam kayu daun lebar dengan formaldehida. 2. Rasio molar dan kandungan padatan perekat Menurut Sundin (1987) dalam Roffael (1993), makin rendah rasio molar dari suatu resin, emisi yang dihasilkan pun kecil. Pengaruh rasio molar terhadap penurunan kadar emisi
Emisi Formaldehida (mg/100g papan)
formaldehida dapat dilihat pada Gambar 1.
Rasio Molar (F:U)
Gambar 1. Pengaruh rasio molar terhadap emisi formaldehida papan partikel (Mayer, 1978 dalam Roffael, 1993) Selanjutnya menurut Barry et al. (2001), makin tinggi kandungan padatan perekat, maka emisi formaldehida yang dihasilkan makin rendah. 3. Kondisi saat pembuatan kayu lapis Faktor yang mempengaruhi kodisi pembuatan kayu lapis mencakup peningkatan suhu dan waktu pengempaan. Peningkatan suhu dan waktu pengempaan dalam produksi kayu
lapis dapat menurunkan emisi formaldehida yang terjadi (Wang et al., 2004). Dengan semakin meningkat suhu pengempaan (Gambar 2) dan waktu pengempaan (Tabel 2), maka reaksi pematangan perekat akan berlangsung sempurna. Sehingga, formaldehida yang tertinggal dalam produk kayu lapis tinggal sedikit yang berakibat emisi formaldehida yang terjadi juga akan menurun (MAL, 2003a). Tabel 2. Pengaruh waktu kempa terhadap emisi formaldehida papan partikel Siklus Waktu Pengempaan (menit) 4,5 155 6 175 3 4,5 Sumber: Wang et al. (2004)
Kerapatan (g/cm3) 0,75 0,76 0,68 0,70
Emisi Formaldehida (mg/100g) 16,71 15,80 19,42 7,88
Emisi Formaldehida (%)
Suhu Pengempaan (0C)
Suhu Pengempaan (0C)
Gambar 2. Pengaruh suhu pengempaan terhadap emisi formaldehida papan partikel, (Petersen et al., 1972 dalam Roffael, 1993) 4. Kadar air bahan dan produk Kadar air bahan (partikel/kayu) yang tinggi dapat berpengaruh terhadap besarnya emisi formaldehida. Hal tersebut akan menyebabkan resin terhidrolisis sehingga emisi formaldehida yang dihasilkan akan meningkat. Pengaruh kadar air bahan terhadap emisi formaldehida dapat dilihat pada Gambar 3.
Emisi Formaldehida (%)
Kadar Air Partikel berperekat (%)
Gambar 3. Pengaruh kadar air partikel berperekat terhadap emisi formaldehida papan partikel (Petersen et al., 1972 dalam Roffael, 1993) Selain itu, perbedaan kadar air dari produk papan partikel akan menyebabkan bilangan emisi formaldehida yang berbeda pula pada pengukuran emisi formaldehida
Emisi Formaldehida (mg/100g)
menggunakan metode perforator seperti terlihat pada Gambar 4 (Roffael, 1993).
Kadar Air Partikel berperekat (% )
Gambar 4. Pengaruh kadar air partikel pada papan partikel terhadap emisi formaldehida menggunakan metode perforator (Roffael dan Mehlhorn, 1980 dalam Roffael, 1993) 5. Agen Pengeras (Hardener) dalam Pematangan Perekat Menurut Roffael (1993), penambahan hardener (garam amonium atau senyawa dengan pH tinggi) dapat mempercepat polimerisasi dari suatu resin sehingga formaldehida dapat membentuk tautsilang secara sempurna dengan resin. Pengaruh dari penambahan hardener dapat dilihat pada Gambar 5.
Emisi Formaldehida (mg/100g)
Waktu pengujian metode WKI (jam)
Gambar 5. Pengaruh penggunaan hardener terhadap emisi formaldehida papan partikel (Roffael, 1993) b. Faktor eksternal 1. Kondisi penyimpanan Penelitian dari Sundin dan Roffael (1989) dalam Roffael (1993) menyatakan bahwa papan panel akan mengalami penurunan emisi formaldehida sebesar 50% dalam periode satu tahun penyimpanan produk. Pengaruh dari waktu penyimpanan produk dapat dilihat pada
Emisi Formaldehida (mg/100g)
Gambar 6.
Waktu penyimpanan produk (jam)
Gambar 6. Pengaruh waktu penyimpanan produk formaldehida papan partikel (Roffael, 1993)
terhadap
emisi
2. Kelembaban, pH, suhu, dan ventilasi udara Pengaruh dari RH dan suhu yang tinggi serta penurunan pH dapat menyebabkan terhidrolisisnya resin UF menjadi urea dan formaldehida. Selain itu, ventilasi udara yang tidak baik dapat menyebabkan gas formaldehida tidak dapat bersirkulasi dengan baik. Pengaruh dari pH terhadap emisi formaldehida digambarkan Roffael (1993) seperti pada Gambar 7.
+ Kadar Air Kerapatan
Emisi Formaldehida Nilai pH
-
Gambar 7. Profil dari beberapa sifat mekanis dan kimia dalam papan partikel menggunakan perekat UF (Roffael, 1993)
Pengaruh Jumlah Lapisan Venir Kayu Lapis terhadap Emisi Formaldehida Ketebalan kayu lapis berdasarkan jumlah lapisan venir dari suatu kayu lapis berpengaruh terhadap besarnya emisi formaldehida yang dihasilkan. Menurut Kliwon (1988), semakin tebal kayu lapis, emisi yang dihasilkan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan pemakaian perekat akan semakin banyak pada produk kayu lapis jenis multiply dengan nilai ketebalan besar seperti dikemukakan pada Tabel 3. Tabel 3. Emisi formaldehida pada berbagai ketebalan kayu lapis Tebal Kayu Lapis (mm) 3,6 4,0 5 6 9 12 15 18
Jumlah Lapisan 3 3 3 3 5 5 7 7
Emisi Formaldehida (ppm) 3,080 4,158 5,518 6,073 7,362 7,467 9,500 9,933
Kadar Air (%) 11,57 12,30 12,75 14,06 14,10 14,03 13,29 13,40
Sumber: Kliwon (1988)
Selain itu, Roffael (1993) menyatakan perbedaan ketebalan papan partikel akan menghasilkan tingkat emisi yang berbeda pula. Semakin tebal papan partikel, penggunaan perekat akan semakin banyak, sehingga akan memberikan kontribusi emisi formaldehida yang besar seperti tertera di Tabel 4. Tabel 4. Emisi formaldehida pada berbagai ketebalan papan partikel Selang Ketebalan (mm) 6-12 13-18 >19
Sumber: Roffael (1993)
Ketebalan Rata-rata (mm) 10,8 16,5 21,6
Pengkondisian (minggu) 4,3 4,1 4,6
Emisi Formaldehida (mg/m3) 0,11 0,09 0,08
Menurut Juhendi (1998) jumlah emisi formaldehida kayu lapis jenis Meranti merah lima dan tujuh lapis tidak berbeda nyata pada taraf ketelitian 5%. Begitu pula jumlah emisi formaldehida pada jumlah lapisan tujuh dan sembilan lapis. Nilai emisi formaldehida kayu lapis pada berbagai ketebalan yang diukur menggunakan metode Desikator 24 jam dan Desikator 2 jam. Tabel 5. Emisi formaldehida dipengaruhi jumlah lapisan dalam kayu lapis Jumlah Lapisan 5 7 9
Sumber: Juhendi (1998)
Metode Pengukuran Emisi Desikator 24 Jam Desikator 2 Jam (mg/l) (mg/l) 4,233 1,694 4,367 2,740 4,6 3,257
Ketebalan venir luar (face/back) kayu lapis berpengaruh terhadap besar kecilnya emisi formaldehida dari produk kayu lapis. Produk kayu lapis dengan lapisan venir luar yang tebal akan menghasilkan emisi formaldehida lebih sedikit dibandingkan kayu lapis dengan venir luar yang tipis (MAL, 2003a). Park et al. (2003), mengatakan bahwa metode pengukuran emisi formaldehida yang digunakan akan mempengaruhi jumlah emisi formaldehida yang dikeluarkan. Pengukuran emisi formaldehida dengan menggunakan teknik pelapisan pada sampel uji akan menghasilkan emisi yang lebih kecil dibandingkan pengujian dengan sampel yang tidak dilapisi seperti tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Perbandingan emisi formaldehida pada Unsealed-test dan Sealed-test Jenis Lantai Kayu Lapis Domestik Dalam selang Impor Dalam selang
Sumber: Park et al. (2003)
Emisi Formaldehida (mg/L) Unsealed-test Sealed-test 2,13 1,10 (0,35~10,15) (0,22~2,72) 13,02 3,15 (2,62~23,46) (0,23~7,08)
Dampak Emisi Formaldehida Banyak studi yang telah dilakukan untuk mengetahui dampak yang diakibatkan dari emisi formaldehida tersebut. Konsentrasi pada ambang 0,1 part per million (ppm) sudah dikatakan mencemari udara normal (www.chhwoodlogic.com.au/submittedfile). Konsentrasi • 50 ppm bagi orang yang mempunyai riwayat penyakit alergi dan dalam kondisi yang lemah bisa menyebabkan kematian. Pengaruh emisi formaldehida terhadap manusia dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh emisi formaldehida Pengaruh
Konsentrasi (ppm)
Waktu (menit)
Iritasi mata
0,01
5
Iritasi tenggorokan
0,05
5
Tercium
0,05
5
Terdeteksi oleh orang
1,00
5
Tidak tertahankan
4,00-5,00
10-30
Sumber: PT. MAL (2003a)
Pengukuran kandungan formaldehida dalam tubuh manusia bisa terdeteksi dari urine seseorang. Selain itu, akumulasi gas formaldehida dalam tubuh juga dapat menyebabkan perubahan peta genetik dan kerusakan sel (Einbrodt et al., 1976 dalam Roffael, 1993). Hubungan langsung mengenai racun formaldehida dalam tubuh makhluk hidup dengan akibat yang ditimbulkan sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara rinci.
Ambang Batas dan Standar Emisi Formaldehida Melihat dampak yang ditimbulkan oleh emisi formaldehida, maka beberapa negara di bagian Eropa dan Amerika telah menetapkan ambang batas emisi formaldehida di udara seperti tertera pada Tabel 8 (Roffael, 1993). Tabel 8. Ambang batas emisi formaldehida dari berbagai negara
Italia
Level mg/m3 0,15 0,12 0,15 0,3 0,12
Netherland
0,12
Norwegia Spanyol Swedia
0,06 0,48 0,13 0,2 0,24 0,486 < 0,1
Negara Denmark Jerman Finlandia
Switzerland USA WHO
Catatan untuk populasi umum berdasarkan ambang iritasi sda untuk konstruksi bangunan setelah 1981 untuk bangunan tua tentative populasi umum dan subyek peka iritasi, dan ambang karsinogen belum teraplikasikan hanya untuk awal perilaku setelah pemakaian UF Foam untuk wood based panels dalam RH 50% ambang remedial ambang secara federal rata-rata 30 menit
Sumber: Report no.7: Indoor Air Polution By Formaldehyde in European Countries, COST Project 613 (Roffael,1993)
Di samping ambang batas yang ditetapkan tersebut, terdapat pula beberapa standar emisi formaldehida yang dapat digunakan dalam acuan dalam membuat suatu produk panel kayu. Standar tersebut didasarkan pada metode pengukuran emisi formaldehida yang digunakan. Untuk
pengujian emisi formaldehida berdasarkan pada standar EN 636:2003 (E), persyaratan emisi formaldehida dengan kelas emisi pertama (E1) dan kelas kedua (E2) tersaji dalam Tabel 9. Tabel 9. Tingkat emisi formaldehida berdasarkan pada EN 636:2003 Tujuan Pengujian Pengujian Awal * Kontrol Produk
Metode ENV 717-1 (Chamber) EN 717-2 (Analisa Gas)
E1
Ketentuan
E2
•0,124 mg/m 3 udara
•0,124 mg/m 3 udara
•3,5 mg/m 2h •5 mg/m 2h (3 hari setelah produksi)
3,5 mg/m2h< E2 •8 mg/m 2h 5 mg/m2h < E2 •12 mg/m 2h (3 hari setelah produksi)
* = ENV 707-1 dan EN 717-2 dapat juga digunakan sebagai data untuk pemeriksaan eksternal dan factory product control Sumber: European Standar (EN 636:2003) (E)
Standar emisi formaldehida untuk negara Jepang umumnya menggunakan kelas emisi F dengan tanda bintang seperti tertera pada Tabel 10. Tabel 10. Tingkat emisi formaldehida menurut standar JIS A 5908-2003 Klasifikasi F F F F
Rata-rata (mg/L) 0,3 0,5 1,5 * 5,0
Maksimum (mg/L) 0,4 0,7 2,1 7,0
Keterangan F bintang 4 merupakan kelas emisi terendah dan terbaik F bintang 3 merupakan kelas emisi tengah F bintang 2 merupakan kelas emisi tengah F bintang 1 merupakan kelas emisi terbesar
*= Suplementary Regulatory of Japanese Agricutural Standart for Plywood (JPIC-EW.SE 03-04). MAFF Notification No: 236. Sumber: JIS A 5908:2003
Cara Pengukuran Emisi Formaldehida Pengukuran emisi formaldehida dapat dilakukan dengan metode perforator, desikator, flask, analisa gas, dan chamber. Sedangkan menurut Cameron (2001), penetapan standar emisi formaldehida didasarkan pada hasil ekstrak dari produk panel kayu (pengujian dengan metode perforator) dan emisi langsung dari produk panel kayu tersebut (pengujian dengan metode Desikator, WKI, Modifikasi Roffael, Analisa Gas, dan Chamber). Pengukuran emisi formaldehida yang umum dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Metode Perforator (DIN-EN 120) Didasarkan pada Federation of European Particleboard Manufacturers Asociations (FESYP). Contoh uji (kadar air sudah diketahui sebelumnya) yang digunakan berukuran (25mm x 25mm x ketebalan) diletakan dalam sebuah perforator dan diekstrak dengan toluene lalu diabsorbsi dengan air suling. Konsentrasi formaldehida didapat dari nilai perforator, iodometri, dan photometri. Hasil pengukuran dipengaruhi kondisi tempat, umur panel, kadar air, dan waktu pengukuran.
2. Metode WKI Metode ini merupakan hasil dari riset The Fraunhofer Institut for Wood Research (WKI). Contoh uji yang digunakan berukuran 25mm x 25mm x ketebalan. Sampel digantung dalam sebuah tabung polyethylene berisi 50 ml air suling (Gambar 10) lalu dikondisikan pada suhu 400C dalam oven selama 24 jam. Penentuan konsentrasi formaldehida dilakukan dengan iodometri dan photometri. Hasil pengukuran emisi dipengaruhi kadar air sampel. Keuntungan dari metode ini adalah kehalusan dalam pembacaan pada kurva. Metode WKI ini kebanyakan digunakan di Eropa, dan mulai digunakan secara semi-officer di New Zeland dan Australia (Turner, 1990 dalam Roffael, 1993). 3. Metode Modifikasi Roffael Contoh uji berukuran 50mm x 40mm x ketebalan, digantung pada gelas plastik kapasitas 400 ml (ö 25mm, tinggi 90mm) berisi NaCl jenuh dan dikondisikan pada suhu oven 400C, RH±75%. Setelah itu, contoh uji dikondisikan selama 9 hari dalam oven. Konsentrasi formaldehida ekstrak diukur dengan iodometri. Kelebihan dari metode ini dibanding perforator yaitu murah, mudah, dan tidak beracun. 4. Metode Analisa Gas (Standar DIN-EN 717-2 dan DIN-EN 1084) Contoh uji yang digunakan berukuran 400mm x 50mm x ketebalan dengan pelapisan sisi (edge sealing). Selanjutnya sample dikondisikan pada RH (60±5)%, suhu (20±2)0C. Sebanyak 60 ml air suling diletakkan di ruangan tersebut. Emisi formaldehida yang telah tertangkap oleh air suling diukur menggunakan metode Iodometri. 5. Metode Desikator 2 Jam (ASTM D-5582-94) Ukuran sample 127 x 70 mm, dengan perlakuan penutupan sisi papan (end coating) dengan parafin. Kelemahan metode ini yaitu kurang bisa mewakili produk aplikasi panel kayu sesungguhnya. Selain itu karena dilakukan penutupan sisi papan, emisi yang dihasilkan akan lebih rendah daripada metode tanpa pelapisan ujung papan (Park et al., 2003). Nilai emisi yang diperkenankan menurut metode ini adalah 0.01 µ g/mL (0,01 ppm). 6. Metode Desikator 24 Jam (RSNI 2003) Contoh uji yang digunakan berukuran 150 x 50 mm. Pada bagian sisi papan tidak dilakukan pelapisan sisi seperti pada metode Desikator 2 jam. Nilai emisi yang diperkenankan adalah seperti tertera pada Tabel 10. 7. Metode “Small Chamber” (ASTM E-1333-96) Metode ini menyerupai pengujian produk aplikasi sebenarnya dengan memperhitungkan RH, temperatur, dan rasio pemuatan (perbandingan antar volume sample terhadap volume ruangan). Pengujian dilakukan di dalam Chamber/ruang 0,02-1 m3.
8. Metode “Large Chamber” (ASTM D-6007-96) Prosedur dari pengujian ini hampir dengan metode ”Small chamber”. Perbedaan yang ada terletak pada ukuran chamber yang digunakan. Chamber yang digunakan berukuran 22 m3. RH, suhu, dan rasio pemuatan harus diperhatikan dalam pengujian dengan metode ini.
Reduksi Emisi Formaldehida dalam Praktek Cara yang dapat digunakan dalam menurunkan dan menghambat emisi formaldehida pada suatu pembuatan papan panel yaitu: 1. Penurunan rasio molar Menurut Dunky (1996), penurunan emisi yang paling efektif adalah dengan penurunan rasio molar dari formaldehida terhadap urea. Perbandingan yang umum yaitu 1:1,2-1:2,0. Rasio molar dari E1 (kelas emisi international terbaik) berkisar 1:0,7 (level laboratorium), dan 1:0,9– 1:1,0 (level industri), rata-rata rasio molar yang dipakai adalah 1:0,96. 2. Rekayasa perekat Menurut Wang et al. (2004), pencampuran perekat dengan komposisi antara resin UF 6% dengan MDI 1% (emulsifiable diphenylmethane-4, 4’diisocyanate) dapat menurunkan emisi formaldehida sebesar 78,57% dibandingkan dengan penggunaan perekat dengan komposisi resin urea sebesar 10%. 3. Memperlama waktu pengempaan Lamanya waktu pengempaan dapat mengeluarkan formaldehida bebas dalam produk kayu lapis. Pada pengempaan dengan suhu 1400C, waktu kempa 8 menit, dan penurunan molar ratio F/U 1,80 ke 1,60, formaldehida bebas dapat turun sebesar 84% (Pizzi et al., 1994). 4. Penambahan zat penangkap (catching agent) Penambahan bahan pengikat formaldehida bebas yaitu melamin, fenol, amonia, dan lignin serta bahan penangkap formaldehida antara lain hydroxylamine hidrocloride, sulphur, sodium bisulfit dapat dilakukan sebagai usaha untuk menurunkan tingkat emisi formaldehida (MAL, 2003a). 5. Pelapisan/ coating dan penyemprotan Pencegahan paska perlakuan yang dapat dilakukan antara lain fumigasi dan radio-frequency heating, penyemprotan permukaan kayu lapis dengan bahan yang dapat bereaksi dengan formaldehida bebas dan pelapisan papan panel (Roffael, 1993). 6. Menggunakan bahan baku kayu dengan emisi rendah Kayu dengan kadar air rendah dan memiliki porositas yang kecil dapat menghambat pengeluaran emisi formaldehida (MAL, 2003a).
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH) Gunung Batu, Bogor. Pengkondisian sampel dilakukan di ruang kondisi emisi Fakultas Kehutanan, IPB, sedangkan analisa emisi formaldehida dilakukan di Laboratorium Research Group on Crop Improvement (RGCI), Fakultas Pertanian, IPB. Waktu penelitian kurang lebih dua bulan dimulai pada awal bulan Juli tahun 2005 dan berakhir pada akhir bulan Agustus tahun 2005.
Alat dan Bahan Alat Jenis peralatan yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan metode pengukuran emisi formaldehida yaitu metode Desikator 2 jam, Desikator 24 jam, dan WKI modifikasi, dimana datanya dirinci pada Lampiran 2. Bahan a. Kayu Lapis Bahan penelitian terdiri atas dua golongan yaitu kayu lapis dan bahan kimia. Kayu lapis yang digunakan adalah hasil produksi salah satu perusahaan tertentu yang diproduksi dengan perekat Urea Formaldehida (UF). Mengenai waktu produksi kayu lapis tersebut tidak diketahui. Jumlah lapisan dan dimensi kayu lapis yang dijadikan sebagai bahan penelitian seperti dikemukakan pada Tabel 11. Tabel 11. Bahan penelitian Jumlah Lapisan 3 5 7 9 11 13
Ketebalan (mm) 3,7 8,6 14,6 17,6 23,5 30
Ukuran (Panjang x Lebar) mm 910 x 1830 910 x 1830 910 x 1830 910 x 1830 910 x 1830 910 x 1830
b. Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan untuk membuat larutan-larutan kimia disesuaikan dengan kebutuhan metode pengukuran emisi formaldehida, yaitu metode Desikator 2 jam, Desikator 24 jam, dan WKI modifikasi. Data rincian pada Lampiran 3.
Persiapan Contoh Uji Persiapan contoh uji terdiri atas pembuatan contoh uji kayu lapis dan pembuatan larutanlarutan kimia. Kayu Lapis Persiapan contoh uji kayu lapis terdiri atas penetapan panel contoh, pembuatan potongan contoh, dan pembuatan contoh uji. Cara pemotongan contoh uji tertera pada Lampiran 15. a. Pengambilan panel contoh Pengambilan panel contoh mengacu pada Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) tahun 2003. Untuk masing-masing ketebalan panel diambil dua lembar. b. Pembuatan potongan contoh Potongan contoh diambil pada bagian tengah panel contoh yang akan diuji dengan ukuran 400 x 400 mm, dan dibungkus plastik kedap air. c. Pembuatan contoh uji Contoh uji dibuat untuk keperluan pengukuran kadar air kayu lapis dan pengukuran emisi formaldehida. 1. Contoh uji pembuatan kadar air mengacu pada JIS A 5908-2003 dengan ukuran 100 x 100 mm. 2. Ukuran masing-masing contoh uji emisi formaldehida disesuaikan dengan metode pengukuran emisi formaldehida yang digunakan. Pengujian emisi formaldehida menggunakan metode Desikator 2 jam dan Desikator 24 jam mengacu pada Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) tahun 2003, sedangkan pengujian menggunakan metode WKI modifikasi mengacu pada The Fraunhofer Institute for Wood Research/WKI (Roffael, 1993). Mengenai ukuran dan jumlah contoh uji untuk masing-masing metode tertera pada Tabel 12. Tabel 12. Ukuran dan jumlah contoh uji Desikator 2 Jam Ukuran Jumlah (mm) 697 x 127 3
Ukuran (mm) 25 x 25
Jumlah
3,7
Desikator 24 Jam Ukuran Jumlah (mm) 150 x 50 3
5
8,6
150 x 50
3
697 x 127
3
25 x 25
3
7
14,6
150 x 50
3
697 x 127
3
25 x 25
3
9
17,6
150 x 50
3
697 x 127
3
25 x 25
3
11
23,5
150 x 50
3
697 x 127
3
25 x 25
3
13
30
150 x 50
3
697 x 127
3
25 x 25
3
Jumlah Lapisan
Ketebalan (mm)
3
WKI Modifikasi
3
Larutan Kimia Larutan kimia yang dibutuhkan terdiri atas: a. Larutan standarisasi formaldehida yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi formaldehida pada larutan induk A. b. Larutan induk A dan B yang digunakan untuk keperluan pembuatan deret larutan standar. c. Larutan pereaksi formaldehida yang digunakan untuk mereaksikan formaldehida dalam deret larutan standar dan larutan contoh. Larutan-larutan kimia tersebut dibuat sesuai dengan metode pengukuran emisi formaldehida yang digunakan yaitu metode Desikator 2 jam, Desikator 24 jam, dan WKI modifikasi. Prosedur pembuatannya tercantum pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
Pengukuran Kadar Air Contoh uji kadar air awal (basah) ditimbang dengan menggunakan neraca analitik dan beratnya dinotasikan sebagai B0. Selanjutnya, contoh uji dimasukkan ke dalam oven pada suhu 102±30C selama 24 jam. Contoh uji dikeluarkan dari oven lalu dimasukkan desikator sehingga dingin. Dengan menggunakan gegep, contoh uji kering dikeluarkan dari desikator lalu ditimbang kembali dan beratnya dinotasikan sebagai BKT. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus : KA=
B0 − BKT x 100% BKT
Emisi Formaldehida Prinsip penentuan konsentrasi formaldehida teremisi adalah mereaksikan gas formaldehida yang tertangkap oleh suatu cairan (H2O, NaSO3, air suling, dan lain lain) dengan indikator-indikator tertentu yang akan membentuk senyawa komplek berwarna tertentu. Analisa emisi formaldehida adalah pengukuran absorban yang terjadi dari larutan contoh yang intensitasnya secara kuantitatif dilakukan menggunakan Spektrofotometer. Penentuan konsentrasi emisi formaldehida dengan metode Desikator 2 jam, menggunakan larutan asam kromotopik 0,1% (1,8-dihydroxynaphthalene-3,6-disulfonic acid). Formaldehida yang tertangkap air suling akan bereaksi dengan asam kromotopik dalam larutan asam sulfat pekat (97%) berlebih membentuk senyawa komplek. Dengan kehadiran oksigen senyawa komplek tersebut akan menghasilkan warna purple/ungu-violet (Roffael, 1993 dan Zhang et al., 1994). Senyawa ini memiliki intensitas pembacaan pada panjang gelombang 570-580 nm (Christian, 1986). Penentuan konsentrasi emisi formaldehida dengan metode Desikator 24 jam dan WKI modifikasi, menggunakan larutan asetilaseton amonium asetat yang akan membentuk senyawa
komplek diacetyl dihydrolutinin. Senyawa ini akan menghasilkan warna hijau-kekuningan yang mempunyai pembacaan gelombang absorbsi maksimum 412 nm (Christian,1986). a. Metode Desikator 2 Jam i.
Pengkondisian contoh uji Setelah dilakukan pemotongan, contoh uji dilapisi dengan parafin minimal dua kali
pelapisan dengan jarak dari tepi papan ±5 mm pada setiap sisi lebar dan sisi panjangnya. Pelapisan dilakukan 1 jam setelah pemotongan. Kemudian, contoh uji tersebut disimpan dalam ruang dengan suhu 24±30C, dengan kelembapan (50±10)% selama 7 hari±4 jam. Setelah contoh uji dikondisikan, desikator diletakan dalam ruangan pengujian kemudian ruangan tersebut dikondisikan pada suhu (24±1)0C dengan kelembapan (50±10)%. Setelah itu, contoh uji disusun dalam desikator mengelilingi gelas piala terbalik yang di atasnya telah diletakkan cawan petri berisi air suling sebanyak 25 ml (Gambar 8). Selanjutnya, desikator dikondisikan pada suhu (25±1)oC, selama 2 jam.
Cawan Petri
Contoh uji
Gelas piala
Gambar 8. Peletakan contoh uji metode Desikator 2 jam ii. Pembuatan deret standar Sebelum dilakukan analisa konsentrasi larutan contoh, terlebih dahulu dibuat deret standar dengan cara memasukkan larutan induk B yang telah diketahui konsentrasinya ke dalam tabung reaksi berisi air suling seperti tertera pada Tabel 13. Pada tabung pertama tidak ada larutan induk B yang dipipet, selanjutnya disebut sebagai larutan blanko. Tabel 13. Deret larutan standar metode Desikator 2 jam Tabung Reaksi no. 1 2 3 4 5 6 7
ml H2O 4,00 3,90 3,70 3,50 3,30 3,00 2,00
ml Larutan Standar B 0,00 0,10 0,30 0,50 0,70 1,00 2,00
Masing-masing tabung ditambahkan asam sulfat pekat (97-98%) sebanyak 6 ml dan larutan asam kromotropik 0,1% sebanyak 0,1 ml. Selanjutnya, tutup tabung reaksi menggunakan sumbat gabus, lalu kocok perlahan menggunakan vortex. Deret standar tersebut dipanaskan dalam penangas air dengan air mendidih selama 15±2 menit. Selanjutnya, deret standar diangkat dari penangas air dan didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Lepaskan penutup tabung. Kemudian, dilakukan pengukuran absorbansi terhadap deret standar menggunakan spektrofotometer pada pembacaan gelombang 580 nm. Dari absorban yang didapat, selanjutnya dicari persamaan regresi untuk digunakan dalam perhitungan konsentrasi formaldehida larutan contoh. iii. Penetapan jumlah emisi formaldehida Setelah contoh uji dikondisikan, selanjutnya contoh uji dikeluarkan dari ruang pengkondisian. Penetapan emisi formaldehida dilakukan dengan memipet 4 ml air suling dari dalam cawan petri ke dalam tabung reaksi lalu ditambah dengan asam sulfat pekat (97-98%) sebanyak 6 ml dan larutan asam kromotropik 0,1% sebanyak 0,1 ml. Selanjutnya, tutup tabung reaksi menggunakan sumbat gabus, lalu kocok perlahan menggunakan vortex. Perlakuan dilakukan secara duplo. Larutan contoh tersebut dipanaskan dalam penangas air dengan air mendidih selama 15±2 menit. Selanjutnya, larutan contoh diangkat dari penangas air dan didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Kemudian,
dilakukan
pengukuran
absorbansi
larutan
contoh
menggunakan
spektrofotometer pada pembacaan gelombang 580 nm. Dengan absorban yang didapat dari pembacaan spektrofotometer, selanjutnya dilakukan perhitungan konsentrasi formaldehida menggunakan regresi seperti terlampir pada Lampiran 11. b. Metode Desikator 24 Jam i.
Pengkondisian contoh uji Desikator diletakkan dalam ruangan pengujian, kemudian ruangan tersebut
dikondisikan pada suhu (20±1)0C sebelum diadakan pengujian. Contoh uji disusun dalam desikator mengelilingi gelas piala yang berisi air suling sebanyak 300 ml (Gambar 9). Selanjutnya, contoh uji dikondisikan pada suhu (20±1)0C selama 24 jam.
Gelas piala
Contoh uji
Gambar 9. Peletakan contoh uji metode Desikator 24 jam
ii. Pembuatan deret standar Sebelum dilakukan analisa konsentrasi larutan contoh, terlebih dahulu dibuat deret larutan standar dengan cara memasukkan larutan induk B yang telah diketahui konsentrasinya ke dalam labu ukur berukuran 100 ml seperti terlihat pada Tabel 14. Selanjutnya, labu ukur tersebut ditambah dengan air suling sehingga mencapai tanda tera. Pada labu pertama tidak ada larutan induk B, tetapi hanya berisi air suling dan dianggap sebagai blanko. Tabel 14. Deret larutan standar metode Desikator 24 jam Labu ukur no. 1 2 3 4 5 6
Larutan Standar B (ml) 0,00 5,00 10,00 20,00 50,00 100,00
ml H2O (ml) 100 95 90 80 50 0
Dari masing-masing labu ukur yang berisi deret larutan standar, dipipet 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer berukuran 100 ml. Masing-masing erlenmeyer tersebut ditambahkan larutan asetil aseton amonium asetat sebanyak 25 ml. Selanjutnya deret tersebut dipanaskan di penangas air pada suhu 65±5 0C selama 10 menit dan didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi terhadap deret standar dan larutan contoh menggunakan spektrofotometer pada pembacaan gelombang 412 nm. Dari absorban yang didapat, selanjutnya dicari persamaan regresi untuk digunakan dalam perhitungan konsentrasi formaldehida larutan contoh. iii. Penetapan jumlah emisi formaldehida Setelah contoh uji dikondisikan, selanjutnya contoh uji dikeluarkan dari ruang pengkondisian. Penetapan emisi formaldehida dilakukan dengan memipet 25 ml air suling dari dalam gelas piala dan larutan blanko lalu dimasukkan dalam erlenmeyer berukuran 100 ml. Masing-masing erlenmeyer tersebut ditambahkan larutan asetil aseton amonium asetat sebanyak 25 ml. Selanjutnya, dipanaskan di penangas air pada suhu 65±5 0C selama 10 menit dan didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Kemudian, dilakukan pengukuran absorbansi larutan contoh menggunakan spektrofotometer pada pembacaan gelombang 412 nm. Dengan absorban yang didapat dari pembacaan spektrofotometer, selanjutnya dilakukan perhitungan konsentrasi formaldehida menggunakan regresi seperti terlampir pada Lampiran 11.
c. Metode WKI Modifikasi i.
Pengkondisian contoh uji Contoh uji digantung dalam botol plastik berkapasitas 500 ml yang telah berisi air 50
ml (Gambar 10). Kemudian, botol tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu (40±5)0C selama 24 jam.
Contoh uji
Air suling
Gambar 10. Peletakan contoh uji metode WKI modifikasi ii. Pembuatan deret standar Sebelum dilakukan analisa konsentrasi larutan contoh, terlebih dahulu membuat deret standar. Pembuatan dan pengukuran absorbansi deret larutan standar menggunakan prosedur yang sama dengan metode Desikator 24 jam. iii. Penetapan jumlah emisi formaldehida Setelah contoh uji dikondisikan pada suhu (40±5)0C selama 24 jam, contoh uji dikeluarkan dari ruang pengkondisian. Penetapan emisi formaldehida untuk metode ini, menggunakan prosedur yang sama dengan prosedur penetapan emisi formaldehida menggunakan metode Desikator 24 jam.
Rancangan Percobaan Seperti tertera pada bab pendahuluan, objek dari penelitian ini adalah nilai emisi formaldehida yang berasal dari kayu lapis dengan menggunakan metode Desikator 2 jam, Desikator 24 jam, dan WKI modifikasi. Faktor pertama yang diteliti adalah pengaruh dan hubungan jumlah lapisan venir kayu lapis (faktor A) yang bertaraf enam yaitu 3, 5, 7, 9, 11, dan 13 lapis. Pengulangan untuk perlakuan di atas dilakukan masing-masing tiga kali. Satuan percobaan yang dibutuhkan adalah 6 x 3 x 3 = 54 satuan percobaan. Untuk mengetahui pengaruh faktor jumlah lapisan venir terhadap kadar emisi formaldehida, maka rancangan statistik yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Untuk mengetahui hubungan antara jumlah lapisan venir dalam kayu lapis terhadap kadar emisi formaldehida dan hubungan serta pengaruh kadar air terhadap kadar emisi formaldehida, analisa yang digunakan adalah analisa regresi linear. Untuk melihat perbedaan karena pengaruh dari masing-masing faktor di atas, analisa data penelitian dilanjutkan dengan uji Tukey. Program analisa yang digunakan adalah SPSS11.5 dan Microsoft Excel. Model persamaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam penelitian: Yij = µ + æ i + Ek (ij) Keterangan= Yij = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah populasi = Pengaruh perlakuan taraf ke-i æ i Ek(ij) = Pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-i dengan perlakuan j i = taraf dari faktor jumlah lapisan yaitu 3, 5, 7, 9, 11, dan 13 lapis j = ulangan ke-1, 2, 3
Model persamaan regresi dalam penelitian ini adalah: Yi = a + bx Keterangan= Yi = Peubah tak bebas x = Peubah bebas a = Intersep/ perpotongan dengan sumbu tegak b = Kemiringan/ gradien
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kadar Air Kayu Lapis terhadap Emisi Formaldehida Data hasil pengukuran kadar air contoh-contoh uji emisi formaldehida berkisar antara 9,122% sampai dengan 11,902% seperti tertera pada Tabel 15. Nilai tersebut memenuhi standar Jepang untuk kayu lapis penggunaan umum yaitu maksimum 14% (MAL, 2003a). Tabel 15.
Rata-rata kadar air contoh uji emisi formaldehida kayu lapis Kadar Air Berdasarkan pada Metode Pengukuran Emisi Formaldehida (%) Desikator 2 Jam Desikator 24 Jam WKI Modifikasi
Jumlah Lapisan 3
10,953
10,875
11,189
5
11,118
10,869
10,666
7
11,037
9,405
9,964
9
11,902
11,002
11,112
11
9,839
9,867
9,349
13
9,616
9,122
9,601
Untuk mengetahui adanya pengaruh kadar air terhadap emisi formaldehida kayu lapis pada setiap ketebalan, dilakukan analisa sidik ragam terhadap kadar air dan emisi formaldehida kayu lapis. Berdasarkan hasil uji sidik ragam seperti tercantum pada Tabel 16, didapatkan bahwa nilai FHit kadar air kayu lapis = 2,767 lebih kecil daripada nilai FTab = 3,106 dengan taraf kepercayaan 95%. Hal tersebut berarti bahwa kadar air kayu lapis hasil penelitian tersebut tidak memberi pengaruh nyata terhadap emisi formaldehida kayu lapis pada taraf kepercayaan 5%. Tabel 16. Sidik ragam kadar air terhadap emisi formaldehida Sumber
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hit
F Tab
Regresi
Db 1
1,109
1,109
2,767
3,106
Galat
16
6,414
0,401
Total
17
7,524
Pengaruh Jumlah Lapisan Venir Kayu Lapis terhadap Emisi Formaldehida Dari pengukuran emisi formaldehida hasil pengukuran menggunakan tiga metode (Desikator 2 jam, Desikator 24 jam, dan WKI modifikasi), didapat nilai rata-rata emisi formaldehida seperti disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Jumlah Lapisan Venir Kayu Lapis
3
Rata-rata emisi formaldehida menurut metode pengukuran emisi pada kayu lapis yang tersusun oleh beberapa lapisan venir Emisi Formaldehida Menurut Metode Pengukuran Emisi Formaldehida Desikator 2 Jam Desikator 24 Jam WKI Modifikasi Emisi Suhu(0C)/ Emisi Suhu(0C)/ Emisi Suhu(0C)/ Formaldehida RH (%) Formaldehida RH (%) Formaldehida RH (%) (ppm) (ppm) (ppm)
0,000
24/79
0,075
20/55
0,354
40/90
5
0,000
25/75
0,073
20/60
0,317
40/90
7
0,000
24/78
0,045
20/55
0,299
40/90
9
0,000
25/70
0,192
21/54
0,584
40/90
11
0,000
25/73
0,218
21/60
0,956
40/90
13
0,000
25/73
0,681
21/55
2,793
40/90
Nilai rata-rata emisi formaldehida terendah adalah 0,045 ppm dengan metode pengukuran Desikator 24 jam pada contoh uji tujuh lapis, sedangkan nilai rata-rata tertinggi adalah 2,793 ppm dengan metode WKI modifikasi pada contoh uji 13 lapis. Data-data emisi formaldehida terukur menujukkan kecenderungan bahwa makin banyak jumlah lapisan venir penyusun lembaran kayu lapis, makin tinggi pula nilai emisi formaldehida. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kliwon (1988) bahwa semakin banyak jumlah lapisan kayu lapis, akan mengakibatkan semakin banyaknya emisi formaldehida yang dihasilkan. Terkecuali untuk metode Desikator 2 jam, nilai emisi formaldehida
tidak
terbaca
oleh
intensitas
panjang
gelombang
580
menggunakan
Spektrofotometer. Terlihat pada Tabel 17, emisi formaldehida yang diukur menggunakan metode WKI modifikasi menunjukkan nilai lebih besar dibandingkan emisi formaldehida yang diukur menggunakan metode Desikator 24 jam. Perbedaan yang terjadi adalah sebesar 76,766%. Perbedaan tersebut diduga karena kondisi pengujian yang digunakan. Pengujian menggunakan metode Desikator 24 jam dilakukan di ruang emisi dengan pengaturan suhu dan RH menggunakan Air Conditioning (AC) pada kondisi suhu 20±10C dan RH 50-55%. Sedangkan, pada metode WKI modifikasi pengkondisian dilakukan di oven dengan suhu 40±50C, dimana RH±90 (Tabel 17).
Metode Desikator 2 Jam Pada Tabel 17, terlihat bahwa dengan metode Desikator 2 jam tidak ada nilai emisi formaldehida terukur. Oleh karena itu, pengkajian tentang pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida tidak dapat dilakukan. Hal tersebut dapat dijelaskan karena: 1. Pelapisan contoh uji pada bagian sisi tebal dan panjang menggunakan parafin Pada metode Desikator 2 jam, bagian sisi tebal dan panjang masing-masing contoh uji dilapisi dengan parafin. Sedangkan, pada metode Desikator 24 jam dan metode WKI modifikasi hal ini
tidak dilakukan. Perlakuan tersebut diduga berpengaruh terhadap pengeluaran emisi formaldehida dari dalam kayu lapis. Hal tersebut seiring dengan pernyataan Park et al. (2003) yang mengatakan bahwa emisi yang dikeluarkan dengan metode pengukuran yang menggunakan pelapisan pada bagian sisinya (sealed-test) jumlahya akan lebih kecil dibandingkan metode pengukuran tanpa pelapisan sisi (unsealed-test) seperti terlihat pada Tabel 6. Pengeluaran emisi terbanyak adalah secara horizontal melalui sisi kayu lapis karena pada bagian tersebut emisi tidak akan terhalang oleh lapisan-lapisan venir sehingga emisi dapat langsung keluar dari garis rekat suatu kayu lapis. Sedangkan, pengeluaran emisi secara vertikal akan mengalami kesulitan dikarenakan emisi yang akan dikeluarkan terhalang oleh ketebalan lapisan venir dari kayu lapis (Gambar 11).
Keterangan: = pengeluaran emisi formaldehida secara horizontal = pengeluaran emisi formaldehida secara vertikal
Gambar 11. Ilustrasi pengeluaran emisi formaldehida dari dalam kayu lapis secara horizontal dan vertikal
2. Waktu pengujian dan waktu pengkondisian Waktu penangkapan emisi formaldehida dengan metode Desikator 24 jam dan WKI modifikasi dilakukan selama 24 jam. Sedangkan, untuk
metode Desikator 2 jam penangkapan emisi
formaldehida hanya berlangsung selama 2 jam. Perbedaan waktu penangkapan tersebut akan berpengaruh terhadap besarnya emisi formaldehida yang tertangkap selama proses pengujian. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Santoso (2001), bahwa semakin lama waktu penangkapan emisi formaldehida, semakin besar emisi formaldehida yang dihasilkan. 3. Terdapatnya senyawa lain yang bereaksi dengan senyawa formaldehida Analisa konsentrasi formaldehida yang dilakukan adalah analisa warna. Dalam analisa emisi formaldehida dengan menggunakan metode asam kromotropik, warna yang diharapkan muncul pada pembacaan gelombang 580 nm adalah warna purple (Christian, 1986). Akan tetapi, warna yang muncul saat pengujian adalah warna kuning dan warna puple yang diharapkan tidak muncul. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sampel tersebut tidak mengandung formaldehida. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Roffael (1993) yang menyatakan bahwa terdapat senyawa lain (NO2, alkena, asetaldehida, dan lain-lain) yang kemungkinan mengganggu dalam analisa emisi formaldehida menggunakan metode asam kromotropik.
Untuk itu perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan adanya zat lain yang bereaksi, sehingga menghasilkan warna yang bukan warna yang diharapkan dalam analisa emisi formaldehida ini.
Metode Desikator 24 Jam Analisa sidik ragam pengaruh jumlah lapisan venir dalam kayu lapis terhadap emisi formaldehida tertera pada Tabel 18. Nilai FHit = 588,521 lebih besar daripada nilai FTab = 5,064 yang memberi arti bahwa jumlah lapisan berpengaruh sangat nyata terhadap emisi formaldehida kayu lapis yang dihasilkan pada taraf kepercayaan 1%. Tabel 18.
Sidik ragam pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida menggunakan metode Desikator 24 jam
Sumber
Db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hit
F Tab
Jumlah Lapisan
5
0,859
0,172
588,521 **
5,064
Galat Total
12
0,004
0,000
17
0,862
** : berbeda sangat nyata
Untuk mengetahui perbedaan pengaruh jumlah lapisan venir dalam kayu lapis terhadap emisi formaldehida, pengujian dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey dan hasilnya disajikan pada Tabel 19. Tabel 19.
Uji Tukey pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida dengan metode Desikator 24 jam Jumlah Lapisan
Tukey HSD(a)
7 5 3 9 11 13 Angka Signifikan
N 3 3 3 3 3 3
Subset untuk alfa = 0,010 1 2 3 0,045 0,073 0,075 0,192 0,211 0,681 0,347 0,773 1,000
Pada Tabel 19 terlihat bahwa kayu lapis dengan jumlah lapisan venir 3, 5, dan 7 lapis menempati bagian subset yang sama. Dengan begitu, dapat diartikan bahwa pada kayu lapis dengan jumlah lapisan venir 3, 5, dan 7 lapis tidak berbeda dalam hal emisi formaldehida. Begitu pula untuk jumlah lapisan 9 dan 11 lapis yang menempati bagian subset yang sama. Hal tersebut berarti bahwa jumlah lapisan 9 dan 11 lapis tidak berbeda dalam hal emisi formaldehida. Sedangkan, untuk kayu lapis berlapis 13 lapis, besarnya emisi formaldehida berbeda dibandingkan dengan jumlah lapisan yang lainnya.
Metode WKI Modifikasi Data analisa sidik ragam pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida yang diukur dengan metode WKI modifikasi seperti tertera pada Tabel 20, menunjukkan bahwa nilai FHit = 489,272 lebih besar daripada nilai FTab = 5,064 yang memberi arti bahwa jumlah lapisan berpengaruh sangat nyata terhadap emisi formaldehida kayu lapis pada taraf kepercayaan 1%. Tabel 20. Sidik ragam pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida menggunakan metode WKI modifikasi Sumber
db
Jumlah Lapisan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
5
14,053
2,811
Galat
12
0,069
0,006
Total
17
14,122
F Hit 489,272 **
F Tab 5,064
** : berbeda sangat nyata
Untuk mengetahui perbedaan jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida, analisa dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey dan hasilnya tercantum pada Tabel 21. Tabel 21. Uji Tukey pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida dengan metode WKI modifikasi
Tukey HSD(a)
Jumlah Lapisan
N
7 5 3 9 11 13 Angka Signifikan
3 3 3 3 3 3
1
Subset untuk alfa = 0,010 2 3
4
0,299 0,317 0,354 0,584 0,956 0,945
1,000
1,000
2,793 1,000
Dari data seperti tertera pada Tabel 20, terlihat bahwa kayu lapis dengan jumlah lapisan venir 3, 5, dan 7 lapis menempati bagian subset yang sama. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa pada kayu lapis dengan jumlah lapisan venir 3, 5, dan 7 lapis tidak berbeda dalam hal emisi formaldehida. Sedangkan, emisi formaldehida untuk jumlah lapisan 9, 11, dan 13 lapis masingmasing berbeda dalam hal emisi formaldehida dibandingkan dengan jumlah lapisan yang lainnya.
Hubungan Jumlah Lapisan Venir Kayu Lapis terhadap Emisi Formaldehida Untuk mengetahui hubungan antara jumlah lapisan venir dalam kayu lapis terhadap emisi formaldehida, dilakukan analisa regresi. Dari ketiga metode pengukuran emisi formaldehida yang digunakan, hanya metode Desikator 24 jam dan WKI modifikasi yang dapat dilakukan analisa regresi. Pengajian terhadap hubungan jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida untuk metode Desikator 2 jam tidak dapat dilakukan dikarenakan emisi formaldehida yang diharapkan tidak terbaca. Metode Desikator 24 Jam Analisa regresi untuk metode Desikator 24 jam memenuhi persamaan Y= -0,1463+0,1026 X, dimana Y adalah konsentrasi formaldehida dalam ppm, X adalah jumlah lapisan venir dalam kayu lapis. Koefisien korelasi antara jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida yang didapat untuk metode Desikator 24 jam adalah 0,802. Dari besarnya nilai tersebut dapat diartikan bahwa hubungan antara jumlah lapisan venir dengan emisi formaldehida adalah sangat erat. Koefisien regresi sebesar 0,1026 mengandung arti peningkatan jumlah lapisan satu satuan akan mengakibatkan peningkatan emisi formaldehida sebesar 0,1026. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah lapisan mempunyai hubungan yang positif terhadap emisi formaldehida kayu lapis. Grafik hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 12.
E mis i F or maldehida (ppm)
0.7 0.6 0.5
Y= -0,1463 + 0,1026 X
0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
3
5
7
9
Jumlah L apis an
11
13
Gambar 12. Hubungan regresi antara jumlah lapisan dengan emisi formaldehida menggunakan metode Desikator 24 jam
Metode WKI Modifikasi Persamaan regresi yang memenuhi dari metode WKI modifikasi adalah Y= -0,5559+0,4113 X dimana Y adalah konsentrasi formaldehida dalam ppm, X adalah jumlah lapisan venir dalam kayu lapis. Koefisien korelasi antara jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida terukur dengan metode WKI modifikasi yang didapat adalah 0,795. Hal tersebut dapat diartikan bahwa hubungan antara jumlah lapisan venir dengan emisi formaldehida adalah sangat erat. Selanjutnya, dilihat dari besarnya koefisien regresinya yaitu 0,4113 berarti bahwa peningkatan jumlah lapisan satu satuan akan mengakibatkan peningkatan emisi formaldehida sebesar 0,4113.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa jumlah lapisan mempunyai hubungan yang positif terhadap emisi formaldehida kayu lapis. Grafik hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 13.
E mis i F or maldehida (ppm)
3
Y = -0,5559 + 0,4113 X
2
1
0
3
5
7
9
11
13
Jumlah L apis an
Gambar 13. Hubungan regresi antara jumlah lapisan dengan emisi formaldehida menggunakan metode WKI modifikasi Hal tersebut seiring dengan pernyataan Kliwon (1988) dan Juhendi (1998), bahwa dengan meningkatnya bilangan jumlah lapisan venir dalam kayu lapis akan memberikan emisi formaldehida yang semakin tinggi. Dengan semakin banyak lapisan venir dalam kayu lapis, maka perekat yang digunakan akan semakin banyak pula. Hal tersebut menyebabkan emisi formaldehida yang dikeluarkan akan semakin banyak pula.
Kesesuaian Emisi Formaldehida dengan Standar Jepang, Amerika, dan WHO Kesesuaian standar emisi formaldehida dilakukan dengan cara membandingkan emisi formaldehida hasil penelitian dengan berbagai persyaratan standar Jepang, Amerika, dan WHO. Pada Tabel 10 tertera standar emisi formaldehida untuk negara Jepang menurut JIS A 5908-2003 yaitu kurang dari sama dengan 7 ppm. Sedangkan untuk standar Amerika menurut ASTM D-558294 yaitu sebesar 0,01 ppm. Untuk standar WHO (MSDS, 2002) sebesar 0,1 ppm.
Emisi formaldehida dengan menggunakan metode Desikator 2 jam dari semua jenis contoh uji kayu lapis tidak dapat dibandingkan dengan standar Amerika dikarenakan emisi formaldehida yang didapat dengan pengukuran menggunakan metode tersebut tidak dapat terukur. Nilai emisi formaldehida berkisar antara 0,045-0,681 ppm untuk pengukuran menggunakan metode Desikator 24 jam dan 0,299-2,793 ppm untuk pengukuran menggunakan metode WKI modifikasi, dapat memenuhi persyaratan standar emisi formaldehida menurut JIS A 5908-2003. Untuk standar WHO, kayu lapis yang memenuhi standar adalah kayu lapis dengan jumlah lapisan 3 (0,075 ppm), 5 (0,073 ppm), dan 7 lapis (0,045 ppm) untuk metode Desikator 24 jam.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Pengukuran Emisi Formaldehida Berdasarkan pengalaman selama melakukan pengukuran emisi formaldehida kayu lapis menggunakan metode Desikator 2 jam, Desikator 24 jam, dan WKI modifikasi, ditemukan beberapa kelemahan dan kelebihan dari masing-masing metode seperti tercantum pada Tabel 22.
Tabel 22. Kelebihan dan kelemahan metode pengukuran emisi formaldehida Metode
Desikator 24 Jam 1. Waktu lebih lama sehingga absorbsi dapat maksimal. 2. Penentuan konsentrasi formaldehida memakai metode Asetilaseton, dimana bahan kimia yang digunakan tidak terlalu berbahaya. 3. Mudah dalam pengukuran.
Desikator 2 Jam 1. Waktu lebih singkat 2. Pengaturan suhu dapat dilakukan dengan mudah (25±10C) karena tidak menggunakan suhu rendah seperti pada metode Desikator 24 jam. 3. Harga bahan kimia untuk metode ini murah.
1. Sampel yang digunakan mempunyai ukuran yang besar (15 x 5 cm) dan berjumlah banyak. 2. Diperlukan peralatan/desikator. 3. Diperlukan ruang conditioning yang benar-benar khusus dan dapat menstabilkan suhu mengingat suhu conditioning menggunakan suhu rendah (20±10C). 4. Harga bahan kimia untuk metode ini mahal.
1. Sampel yang digunakan mempunyai ukuran yang besar (6,97 x 12,7 cm) dan berjumlah banyak. 2. Diperlukan peralatan/desikator. 3. Penentuan konsentrasi formaldehida memakai metode asam kromotropik, dimana bahan kimia yang digunakan adalah berbahaya (H2SO4) pekat 97%. 4. Waktu yang singkat menyebabkan absorbsi kurang sempurna.
Kelebihan
Kelemahan
WKI Modifikasi 1. Hemat penggunaan sampel. Ukuran sampel yang digunakan (2,5 x 2,5 cm). 2. Waktu lebih lama sehingga absorbsi dapat maksimal. 3. Tata cara pengujian cukup mudah. Hanya menggunakan oven dan botol plastik dengan suhu relatif rendah 400C. 4. Penentuan konsentrasi formaldehida memakai metode Asetilaseton, dimana bahan kimia yang digunakan tidak terlalu berbahaya. 5. Kondisi pengujian yang ekstrim dapat mewakili kondisi sebenarnya dalam aplikasi kayu lapis. 1. Menggunakan kondisi pengujian ekstrim (suhu dan RH tinggi). Sehingga, emisi yang dihasilkan tinggi yang mengakibatkan keluar dari standar negaranegara di dunia. 2. Harga bahan kimia untuk metode ini mahal.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan mengenai penelitian ini yaitu : 1. Rata-rata kadar air kayu lapis yang diteliti berkisar antara 9,122-11,902% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar emisi formaldehida. 2. Jumlah lapisan venir kayu lapis memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar emisi formaldehida yang dikeluarkan oleh kayu lapis yang diteliti. Semakin banyak lapisan venir penyusun kayu lapis, semakin besar emisi yang dikeluarkan. 3. Jumlah lapisan venir penyusun kayu lapis sebanyak 3, 5, dan 7 lapis tidak mengakibatkan nilai emisi yang berbeda menurut pengukuran emisi formaldehida dengan metode Desikator 24 jam maupun WKI modifikasi, akan tetapi berbeda nyata dengan emisi formaldehida kayu lapis yang terdiri atas 9, 11, dan 13 lapis. 4. Nilai emisi kayu lapis yang terdiri atas 3, 5, dan 7 lapisan venir yang diukur dengan metode Desikator 24 jam rata-rata berkisar antara 0,045–0,075 ppm, sedangkan dengan metode WKI modifikasi berkisar antara 0,299–0,354 ppm. 5. Emisi formaldehida kayu lapis yang terdiri atas 9 dan 11 lapis venir dengan metode Desikator 24 jam tidak berbeda nyata dengan nilai rata-rata adalah 0,192–0,218 ppm, akan tetapi berbeda dengan emisi formaldehida kayu lapis yang terdiri atas 13 lapis venir yaitu 0,681 ppm. 6. Emisi formaldehida kayu lapis yang terdiri atas 9 lapisan venir dan diukur dengan metoda WKI modifikasi tidak berbeda nyata dengan nilai 0,584 ppm, tetapi berbeda nyata dengan emisi formaldehida kayu lapis yang terdiri atas 11 lapis venir yaitu sebesar 0, 956 ppm dan 13 lapis venir yaitu sebesar 2,793 ppm. 7. Hubungan antara jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida yang dikeluarkan digambarkan dengan persamaan Y= -0,1463+0,1026 X, dengan R= 0,802 untuk metode Desikator 24 jam, dan Y= -0,5559+0,4113 X, dengan R= 0,795 untuk metode WKI modifikasi. 8. Emisi formaldehida kayu lapis dengan jumlah lapisan 3, 5, 7, 9, 11, dan 13 lapis baik menggunakan metode Desikator 24 jam dan WKI modifikasi memenuhi syarat standar emisi formaldehida menurut JIS A 5908-2003.
9. Emisi formaldehida kayu lapis dengan jumlah lapisan 3, 5, dan 7 lapis dengan menggunakan metode pengukuran Desikator 24 memenuhi syarat standar World Health Organization (WHO).
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang usaha untuk mengurangi emisi formaldehida pada kayu lapis dan penelitian mengenai zat-zat yang mempengaruhi kestabilan warna dalam melakukan analisa kualitatif emisi formaldehida menggunakan spektrofotometer. 2. Perlu diadakan pengujian emisi formaldehida dengan metode Desikator 2 jam, dimana contoh uji kayu lapis tidak dilapisi parafin pada setiap sisi lebar dan sisi panjangnya.
DAFTAR PUSTAKA Achmadi SS, Sudohadi Y, Ruhendi S, Santoso A. 2001. Pengaruh komposisi perekat Lignin Resorsinol Formaldehida terhadap emisi formaldehida dan sifat fisis-mekanis kayu lamina. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. 16(2): 7-15. Ali M, Husien N, Handayani SA, Erwin.----. Case Study in Women Worker. [terhubung berkala]. http://unmul.ac.id/dat/pub/frontir/muhammad.pdf. (20 Februari 2004). Anonymous. 1999. Penerapan Teknologi Hasil Hutan Memasuki Milenium III. Prosiding MAPEKI Seminar Nasional II Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia .Vol. II. Jogjakarta. Fakultas Kehutanan UGM dan MAPEKI. ----------------. 2004. Environmental effect of “Incinerated waste wood”. FDM Asia. 16(1): 45-48. [ASTM] American Society for testing and Materials. 1999a. Test Methode for Determining Formaldehyde Concentration In Air from Wood Product Using A Small Scale Chamber (D-6007-96). Book of ASTM Standard. ------------------. 1999b. Test Method for Determining Formaldehyde Concentration In Air and Emission Rates From Wood Product Using A Large Chamber (E-1333-96). Book of ASTM Standard. ------------------. 1999c. Test Method for Determining Formaldehyde Level from Wood Product Using Desicator (D-5582-94). Book of ASTM Standard. Barry A, Lepine R, Lovel R, Raymon S. 2001. Response surface methodology study of VOCs in plywood press emission. Forest Product Journal. 51(1): 65-73. [BSC] British Standard Catalogue. 1992. Wood Based Panel – Determination of Formaldehyde Content Extraction Method Called The Perforator Method (BS EN 120). British Standard. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2003. Rancangan Standardisasi Nasional Indonesia “Cara uji emisi formaldehida metode desikator gelas pada panel kayu”. Badan Standardisasi Nasional. Cameron R. 2001. Formaldehyde in the wood based panel industry. FDM Asia. 13(7): 28 – 31. [CAS].---.
Formaldehyde Data Designation. (CAS: 50-00-0). [terhubung http://www.gtz.de/uvp/publika/English/vol340.htm. (1 Maret 2004).
berkala].
-----------------. Reasonably Anticipated to be A Human Carcinogen Ninth Report On Carcinogen. (Formaldehyde Gas). (CAS: 50-00-0). [terhubung berkala]. http://www.sanitaweb.it/web/Biblioteca/carcinogens/rahc/formaldehyde.pdf. (1 Maret 2004). [CHH] Carter Holt Harvey Ltd. 2002. Material Data Sheet Wood Veneer Product. Carter Holt Harvey Wood Products : Untreated Radiata Pine Plywood. Technical Note 95/5/21: 30 June 2002. [terhubung berkala]. http://www.chhwoodlogic.com.au/submittedfile. (19 Februari 04).Christian GD. 1986. Analytical Chemistry. New York: John Wiley and Sons Inc. [DIN] Deutsches Institut Für Normung Catalogue. 1992. Determination of Formaldehyde Content Extraction Method Known as Perforator Method (DIN EN 120). Deutsches Institut Für Normung. ----------------. 1995a. Wood Based Panels Product Determination of Formaldehyde Release By The Gas Analysis Method (DIN EN 717-2). Deutsches Institut Für Normung.
----------------. 1995b. Wood Based Panels Product Determination of Formaldehyde Release By The Flask Method (DIN EN 717-3). Deutsches Institut Für Normung. ----------------. 1999. Adhesives determination of Free Formaldehyde in Amino and Amino Formaldehyde Condensate. English Version (DIN EN 1243). Deutsches Institut Für Normung. Dunky MM. 1996. Formaldehyde based glue resin: ”Europian dtate of the art in the 1990s”. Proceeding of Wood Adhesive 1995. USDA Forest Products Laboratory and The Forest Product Society. (77-81). Druzik MGC. 1991. Formaldehyde : Detection and Migation. WAAC Newsletter. [terhubung berkala]. www.palimpsest.stanford.edu/waac. (1 Maret 2004). [EN]
European Standard. 2003. Normungsinstitut.
Plywood-Specifications
(EN:
636).
Osterreichisches
[IPB] Institut Pertanian Bogor. 2004. Pedoman Penyajian Karya Ilmiah. Bogor: IPB Press. [JIS] Japanese Industrial Standard. 2003. Particleboard (JIS A 5908). Japanese Standard Association. Juhendi AJ. 1998. Pengaruh Jenis Kayu dan Jumlah Lapisan Terhadap Keteguhan Rekat dan Emisi Formaldehida Kayu Lapis. (Skripsi). Bandung: Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Universitas Winaya Mukti. Kawarada K, Iida T, Shimada M, Ohmi M, Tominaga H. 2000. Effects of synthesized conditions of urea resin on the formaldehyde emission and the bond strength of plywood. Bulletin Of Tokyo Metropolitan Industrial Technology Research No: 3. Canadian Plywood Association. [terhubung berkala].
[email protected]. (19 Februari 2004). Kliwon S. 1988. Emisi gas formaldehida dari beberapa tingkat tetebalan kayu lapis. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 5(3) 128-130. [MAL] Mutu Agung Lestari. 2003a. Emisi Formaldehida dalam Produk Kayu Lapis. Depok. PT. Mutu Agung Lestari. (Tidak diterbitkan). ------------------. 2003b. Japanese Agricutural Standard for Plywood (JPIC-EW.SE-1). MAFF Notification No: 233. (Supl.). Depok. PT. Mutu Agung Lestari. (Tidak diterbitkan). Mattjik AA dan Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid I(II). Bogor: IPB Press. Memed R. 1990. Pengaruh melamin dalam perekat urea formaldehida terhadap beberapa sifat kayu lapis meranti. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. VII(1)= 20-24. Munda A. 1989. Pengaruh Penambahan bahan Penangkap Pada Perekat Urea Formaldehida Terhadap Emisi Formaldehida dan Keteguhan Rekat kayu lapis Meranti Merah. (Skripsi). Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Myers GE. 1984. How molar ratio of UF resin affects formaldehyde emission and other properties: A literature critique. Forest Product Journal. 34(5): 35-41. Nagy E. 1996. The Use OF tga/ fgt-ir TO Investigate VOVs in Wood Adhesive. Proceeding of Wood Adhesive 1995. USDA Forest Products Laboratory and The Forest Product Society. (105-115). Panshin AJ, Brown HP, Forsaith CC. 1952. The Physical, Mechanical, and Chemical Properties of The Commercial Woods of The United States. II. New York: Mc Graw Hill Book Company Inc.
Park LY, Kang EC, Park B, Kang IA. 2003. Evaluation of free-formaldehyde emission from wood based flooring using model of the korean floor heating system (ONDOL). Journal of Forest Science. 66: 44-55. Pizzi A. 1983. Wood Adhesive. New York: Marcell Deckker Inc. Pizzi A, Lipschitz L, Zeula JV. 1994. Theory and practise of the preparation of low formaldehyde emission of adhesives. Holzforscüng. 48(3): 254 – 261. Prayitno TA, Widyorini R, Sulistyo J. 1999. Pengaruh Warna dan Ekstraktif Kayu pada Emisi Formaldehida Produk Perekatan. Jogjakarta: Fakultas Kehutanan UGM dan MAPEKI. Rinawati T. 2002. Emisi Formaldehida Kayu Lapis Meranti dengan Menggunakan Perekat Berbahan Dasar Lignin. (Skripsi). Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Roffael E. 1993. Formaldehyde Release from Particleboard and Other Wood Based Panels. Kuala Lumpur: Forest Research Institute Malaysia. Ruhendi S. 1989. Teknologi Perekatan. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan IPB. Ruhendi S dan Sudohadi Y. 1997. Perekat dan Perekatan (Adhesive and Gluing). Jurusan Teknologi Hasil Hutan IPB. Bogor. Santoso A dan Sutigno P. 1999. Pengaruh Pelaburan Amonia Terhadap Emisi Formaldehida Papan Serat. Jogjakarta: Fakultas Kehutanan UGM dan MAPEKI. Santoso A. 2001. Penelaahan Pengaruh Waktu Pengkondisian dan Penggunaan Parafin pada Contoh Uji Terhadap Emisi Formaldehida Kayu Lapis. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Steel RGD dan Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika “Suatu Pendekatan Biometrik”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sunarti S. 2000. Emisi Formaldehida dalam Hubungannya dengan Penggunaan Kombinasi jenis kayu pada kayu Lapis dengan Perekat Urea Formaldehida. (Skripsi). Bogor: Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. UNB. (Tidak diterbitkan). Wang W, Gardner DJ, Bauman MGD. 2002. Volatile organic compound emission during hot pressing of southern pine particle board : “Panel Size Effect And Trade-Off Between Press Time And Temperature”. Forest Product Journal. 52(4): 24-30. Wang W dan Lu R. 2004. Low formaldehyde emission particleboard bonded by UF-MDI mixture adhesive. Forest Product Journal. 54(9): 36-39. Zhang J, Thickett D, Green L. 1994. Two tests for the detection of volatile organic acids and formaldehyde. Journal of the American Institute for Conservation. 33(1), Article 4. [terhubung berkala]. www.aic.stanford.edu/Jaic/articles/jaic33-01-004_indx.html. (1 Maret 2004).
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema produksi kayu lapis
Pemotongan Log
Pengupasan log menjadi venir
Pengeringan
Penataan Venir Pencampuran perekat Pelaburan perekat
Kempa dingin
Kempa panas Test laboratorium Pemotongan sisi
Pengampelasan
Grading
Pengemasan
Pengiriman
Lulus
Tidak lulus
Down grade
Lampiran 2. Daftar Alat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Alat Timbangan Labu ukur Labu erlenmeyer Buret + Statif Tabung Reaksi Berpenutup Gelas ukur
Gelas piala
Pipet ukur
21 22 23
Corong, pipet,spatula, dan penjepit kawat Waterbath Desikator glass volume (9-10)L Botol amber/gelap Botol biasa
24
Plat Porselen Desikator
25
Cawan Petri
26
19 20
Volume 0,001 gr 0,1 gr 50 ml 100 ml 1000 ml 100 ml 300 ml 50 ml
Desikator 2 Jam • • • • • •
Ö16 mm T: 150mm
•
10 ml
•
25 ml 50 ml 100 ml 150 ml 500 ml 1000 ml 1 ml 10 ml 25 ml
• • • • • -
1000 ml 1000 ml
• • • • •
Mcropipet dan Pipet Volumetrik
Ö100 mm T: 20 mm 0,1;1;2;25 ml
27
pH meter
-
•
28
Moisture meter
-
•
29
Oven
-
•
30
Botol Plastik
31
Spektrofotometer
-
•
32
Vortex
-
•
Ket:
• •
•
• = Digunakan dalam pengujian - = Tidak digunakan dalam pengujian
Desikator 24 Jam • • • • • • • -
WKI Modifikasi
• •
• •
• • • • • • • • •
• • • • • • • • •
• •
• -
• • •
• • -
-
-
•
•
-
-
•
•
•
•
•
•
•
•
-
-
• • • • • • • -
Lampiran 3. Daftar jenis bahan kimia dan larutan kimia Jenis Bahan Kimia Jenis Bahan
Metode Pengukuran Emisi Formaldehida Desikator 2 Jam
Desikator 24 Jam
WKI Modifikasi
Formalin 37%, Asam
Formalin 37%,
Formalin 37%,
kromotropik, Asam
Amonium asetat,
Amonium asetat,
sulfat pekat (97-98%),
Asam asetat glasial,
Asam asetat glasial,
Asam klorida pekat,
Asetil aseton, Asam
Asetil aseton, Asam
Natrium sulfit, parafin,
klorida pekat,
klorida pekat,
dan air suling.
Natrium tiosulfat
Natrium tiosulfat
Kalium bikromat,
Kalium bikromat,
Natrium hidroksida,
Natrium hidroksida,
Natrium karbonat
Natrium karbonat
anhidrida, Iodin,
anhidrida, Iodin,
Kalium iodida, dan
Kalium iodida, dan
Air suling.
Air suling.
Bahan Kimia
Jenis Larutan Kimia Jenis Larutan
Metode Pengukuran Emisi Formaldehida Desikator 2 Jam
Desikator 24 Jam
WKI Modifikasi
Formalin 37%, Asam
Formalin 37%, Iodin
Formalin 37%, Iodin
klorida 0,1 N dan
0,05 M. NaOH 1 M,
0,05 M. NaOH 1 M,
Natrium sulfit.
Asam Sulfat 1 M,
Asam Sulfat 1 M,
Standarisasi
Kalium Bikromat,
Kalium Bikromat,
Formaldehida
Kalium Iodida 10%,
Kalium Iodida 10%,
Kanji, dan Natrium
Kanji, dan Natrium
tiosulfat.
tiosulfat.
Larutan
Larutan Deret
Larutan induk A dan
Larutan induk A dan
Larutan induk A dan
Standar
larutan induk B.
larutan induk B.
larutan induk B.
Asam kromotropik
Amonium asetat,
Amonium asetat,
Pereaksi
0,1% dan Asam sulfat
asetil aseton, dan
asetil aseton, dan
Formaldehida
97-98%.
asam cuka glasial
asam cuka glasial
pekat.
pekat.
Lampiran 4. Pembuatan larutan pereaksi metode Desikator 2 jam Larutan Asam Klorida 0,1 N Dipipet 8,2 ml Asam Klorida pekat dimasukan dalam labu ukur 1000 ml yang telah berisi air suling lalu ditera. Larutan Natrium Sulfit Sejumlah 12,7 gr Natrium sulfit ditambah 300 ml air suling dan diaduk rata lalu dimasukan dalam labu ukur 1000 ml dan diterakan. Larutan Induk a. Larutan Induk A Sebanyak 2,7 ml Formalin 37% dimasukan dalam labu ukur 1000 ml, ditambah air suling hingga tera, disebut sebagai Larutan Standar A. b. Larutan Induk B c. Larutan Standar B Untuk keperluan pembuatan deret standar, diperlukan Larutan Induk B dimana cara pembuatannya adalah sebagai berikut. Lart. A tersebut diambil 1 ml ke labu ukur 100 ml dan ditera sebagai Larutan Induk B. Larutan ini akan stabil dalam waktu 8 jam.
Lampiran 5. Pembuatan larutan pereaksi metode Desikator 24 jam dan WKI modifikasi Larutan Asetil Aseton Amonium Asetat Ditimbang 150 g Amonium asetat dan dilarutkan dalam 800 ml air suling lalu diaduk hingga homogen, kedalamnya ditambah 3 ml Asam asetat glasial dan 2 ml Asetil aseton dan diaduk hingga homogen. Larutan dimasukan dalam labu ukur 1000 ml, lalu ditera dan disimpan dalam botol gelap. Larutan tidak dapat digunakan bila telah berubah warnanya. Larutan Iodin 0.05 M Melarutkan 40 g KI dengan 25 ml air suling lalu diaduk. Kemudian ditambahkan 13 g Iodine diaduk kembali hingga homogen dan ditambah 3 tetes HCl pekat. Larutan dimasukan dalam labu ukur 1000 ml, lalu ditera. Larutan NaOH 1 M Ditimbang 40 g NaOH lalu dilarutkan dengan 200 ml air suling dan diaduk hingga homogen. Larutan dimasukan dalam labu ukur 1000 ml dan ditambah air suling hingga tera. Larutan Asam Sulfat 1 M Dipipet 56 ml H2SO4 dimasukan dalam labu ukur 1000 ml yang telah berisi air suling 200 ml lalu didinginkan sampai suhu kamar dan ditera. Larutan Kalium Bikromat (K2Cr2O7) Ditimbang ±20 g K2Cr2O7 dan dioven pada suhu 100–1100C selama 3 jam, lalu dinginkan dalam desikator. Melarutkan 5 g K2Cr2O7 dengan 500 ml air suling dalam gelas piala 500 ml. Setelah itu, larutan dimasukan dalam labu ukur 1000 ml dan ditera.
N K2Cr2O7
w = 49,03
Keterangan : N K2Cr2O7 : normalitas K2Cr2O7 aq W : berat K2Cr2O7 49,03 : berat setara atau bobot molekul K2Cr2O7
Larutan Kalium Iodida 10% Ditimbang 10 g KI lalu ditambah 50 ml air suling dan diaduk rata. Larutan dimasukan dalam labu ukur 100 ml dan ditera. Setelah itu, larutan disimpan dalam botol gelap. Larutan Kanji Ditimbang 1 g kanji dilarutkan dengan 10 ml air suling dalam gelas piala. Setelah itu, larutan ditambah dengan 200 ml air panas sambil terus diaduk. Dan dididihkan ±1 menit lalu didinginkan dan disaring. Larutan Standar Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) a.
Larutan Na2S2O3 Melarutkan 26 g Natrium Tiosulfat ( Na2S2O3 . 5H2O ) dan 0,2 g NaCO3 dengan
500-600 ml air suling lalu dimasukan dalam labu ukur 1000 ml dan ditera. Larutan dibiarkan 2 hari sebelum digunakan.
b. Standarisasi Na2S2O3 Dipipet 20 ml K2Cr2O7 aq 0,1 N lalu dimasukan ke labu Erlenmeyer 300 ml ditambah 10 ml KI 10% dan 5 ml HCl pekat. Menutup labu, dan disimpan dalam ruang gelap selama 10 menit. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3
aq
(ketika larutan berubah warna
dari coklat menjadi kuning terang tambahkan beberapa tetes larutan kanji) dengan titik akhir titrasi adalah saat warna berubah menjadi hijau terang atau tidak berwarna untuk blanko. Mencatat Tiosulfat yang dibutuhkan. Prosedur dilakukan juga untuk blanko dengan mengganti 20 ml K2Cr2O7 aq air suling 20 ml dan dilakukan duplo. N Tio = N K2Cr2O7 x 20 ( a − b)
Keterangan : N Tio = Normalitas larutan Natrium Tiosulfat N K2Cr2O7 = Normalitas Kalium Bikromat 20 = ml Kalium Bikromat a = ml Natrium Tiosulfat untuk larutan K2Cr2O7 b = ml Natrium Tiosulfat untuk larutan blanko
Larutan Induk a. Larutan Standar A Memasukkan 1 ml Formalin 37% dalam labu ukur 1000 ml dan ditambah air suling hingga tera. b. Larutan Standar B Untuk keperluan pembuatan deret standar, diperlukan Larutan Induk B dimana cara pembuatannya adalah sebagai berikut. Dipipet sejumlah larutan standar A untuk membuat larutan standar B dengan konsentrasi 3 gr/ml dimana volume larutan standar A yang harus diambil: VA =
3 X1000 CA
Keterangan: V1 = Volume larutan standart A yang akan dipipet V2 = Volume larutan standart B (sesuai labu ukur : 1000 ml) CA = konsentrasi larutan standart A 3 = konsentrasi larutan standart B ( 3 gr/ ml )
c. Standarisasi Formaldehida
Mengambil 20 ml larutan Induk A ditambah 25 ml larutan iodine 0,05 M dan 10 ml NaOH aq 1 M lalu dibiarkan 15 menit. Setelah itu ditambahkan 15 ml H2SO4 1 M. Menitrasi larutan
standar A dengan Natrium Tiosulfat 0,1 N sampai larutan
berwarna kuning muda, lalu ditambahkan 1 ml larutan kanji hingga larutan berubah menjadi berwarna biru. Untuk larutan blanko dilakukan dengan mengganti 20 ml larutan standar dengan 20 ml air suling. Prosedur dilakukan secara duplo. Konsentrasi formaldehida dihitung dengan rumus : CHCHO =
(Vo − V ) x 15 xNtiox 1000 20
Keterangan : CHCHO = konsentrasi Formaldehide ( mg/l ) Vo = ml Natrium Tiosulfat untuk Larutan Blanko V = ml Natriun Tiosulfat untuk Larutan standar Ntio = Normalitas Natrium Tiosulfat 20 = volume larutan standar 15 = berat equivalent Formaldehida
Lampiran 6. Absorbans dan emisi formaldehida pada berbagai ulangan untuk metode Desikator 2 jam No 1
M(X) 0,000
Abs(Y) 0,000
Stat C HCOH
Nilai 10,0238
Ulg Ab11
Abs 0,000
ppm 0,000
2
0,251
0,023
A
0,0051
Ab12
0,000
0,000
3
0,752
0,024
B
0,0345
Ab21
0,000
0,000
4
1,253
0,052
r
0,9819
Ab22
0,000
0,000
5
2,506
0,091
Ab31
0,000
0,000
4,761
0,190
Ab32
0,000
0,000
7
Bb11
0,000
0,000
8
Bb12
0,000
0,000
9
Bb21
0,000
0,000
10
Bb22
0,000
0,000
11
Bb31
0,000
0,000
12
Bb32
0,000
0,000
13
Cb11
0,000
0,000
14
Cb12
0,000
0,000
15
Cb21
0,000
0,000
16
Cb22
0,000
0,000
17
Cb31
0,000
0,000
18
Cb32
0,000
0,000
6
Tgl. Uji 28;7;05
JML
Rata-rata* 0,000
Rata-rata 0,000
KA 10,953
Ket UF
0,000
11,118
UF
0,000
11,037
UF
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Lampiran 6. Sambungan 0,000
0,000
C HCOH
10,0238
Db11
0,000
0,000
20
0,2506
0,017
A
0,0042
Db12
0,000
0,000
21
0,7518
0,043
B
0,0444
Db21
0,000
0,000
22
1,253
0,061
r
0,9990
Db22
0,000
0,000
23
1,7542
0,078
Db31
0,000
0,000
24
2,5059
0,115
Db32
0,000
0,000
25
5,0119
0,227
Eb11
0,000
0,000
11,527
0,541
Eb12
0,000
0,000
27
Eb21
0,000
0,000
28
Eb22
0,000
0,000
29
Eb31
0,000
0,000
30
Eb32
0,000
0,000
31
Fb11
0,000
0,000
32
Fb12
0,000
0,000
33
Fb21
0,000
0,000
34
Fb22
0,000
0,000
35
Fb31
0,000
0,000
36
Fb32
0,000
0,000
19
26
3;8;05
JML
Ket: A = kayu lapis jenis 3 lapis B = kayu lapis jenis 5 lapis C = kayu lapis jenis 7 lapis D = kayu lapis jenis 9 lapis E = kayu lapis jenid 11 lapis F = kayu lapis jenis 13 lapis
a = metode desikator 24 jam b = metode desikator 2 jam c = metode WKI modifikasi 1,2,...,n = ulangan
M Abs Stat A B R C HCOH
= konsentrasi = absorban = koefisien analisa regresi = intersep = kemiringan garis = koefisien korelasi = konsentrasi larutan induk
Ulg ppm KA
0,000
0,000
11,902
UF
0,000
9,839
UF
0,601
9,616
UF
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
= ulangan = konsentrasi formaldehida = kadar air
Lampiran 7. Absorbans dan emisi formaldehida pada berbagai ulangan untuk metode Desikator 24 jam WKI modifikasi No
Tgl uji
M(X)
Abs(Y)
Stat
Nilai
Ulg
Abs
ppm
Rata-rata
KA
Ket
1
15;7;05
0,000
0,000
C HCOH
4,82625
Aa1
0,037
0,077
0,075
10,875
UF
2
0,097
0,065
A
0,00201
Aa2
0,051
0,077
3
0,193
0,127
B
0,63423
Aa3
0,047
0,070
4
0,386
0,244
r
0,99988
Ba1
0,051
0,077
0,073
10,869
UF
5
0,579
0,370
Ba2
0,047
0,071
6
1,255
0,806
Ba3
0,047
0,071
7
Ca1
0,031
0,046
0,045
9,405
UF
8
Ca2
0,031
0,046
9
Ca3
0,030
0,044
10
Da1
0,121
0,188
0,192
11,002
11
Da2
0,126
0,195
12
Da3
0,125
0,194
13
Ac1
0,271
0,424
0,354
11,189
UF
14
Ac2
0,197
0,307
15
Ac3
0,212
0,331
16
Bc1
0,210
0,328
0,317
10,666
UF
17
Bc2
0,203
0,317
18
Bc3
0,196
0,306
Lampiran 7. Sambungan 19
Cc1
0,140
0,218
20
Cc2
0,232
0,363
21
Cc3
0,204
0,318
22
Dc1
0,377
0,591
23
Dc2
0,377
0,591
24
Dc3
0,364
0,571
0,000
0,000
C HCOH
4,82625
Ea1
0,030
0,218
26
0,193
0,036
A
0,00168
Ea2
0,028
0,203
27
0,483
0,070
B
0,12971
Ea3
0,029
0,211
28
0,965
0,124
r
0,99906
Fa1
0,086
0,650
29
1,448
0,185
Fa2
0,088
0,666
30
2,896
0,360
Fa3
0,096
0,727
31
4,826
0,639
Ec1
0,131
0,997
32
10,811
1,414
Ec2
0,117
0,889
33
Ec3
0,129
0,982
34
Fc1
0,383
2,940
35
Fc2
0,345
2,647
36
Fc3
0,364
2,793
25
29;7;05
Ket: A = kayu lapis jenis 3 lapis B = kayu lapis jenis 5 lapis C = kayu lapis jenis 7 lapis D = kayu lapis jenis 9 lapis E = kayu lapis jenid 11 lapis F = kayu lapis jenis 13 lapis
a = metode desikator 24 jam b = metode desikator 2 jam c = metode WKI modifikasi 1,2,...,n = ulangan
M Abs Stat A B R C HCOH
= konsentrasi = absorban = koefisien analisa regresi = intersep = kemiringan garis = koefisien korelasi = konsentrasi larutan induk
Ulg ppm KA
0,299
9,964
UF
0,584
11,112
UF
0,211
9,867
UF
0,681
9,122
UF
0,956
9,349
UF
2,793
9,601
UF
= ulangan = konsentrasi formaldehida = kadar air
Lampiran 8. Analisa regresi emisi formaldehida kayu lapis menggunakan metode Desikator 24 jam Analisa menggunakan program SPSS 11.5. Dependent variable.. A (metode desikator 24 jam) Method.. LINEAR Listwise Deletion of Missing Data Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error
.80210 .64336 .55420 .15978
Analysis of Variance: DF Sum of Squares Regression Residuals F=
1 4
7.21586
Mean Square
.18421830 .10211853
.18421830 .02552963
Signif F = .0549
-------------------- Variables in the Equation -------------------Variable
B
SE B
LAYER (b) (Constant)(a)
.102600 -.146267
Beta
.038195 .802099 .148747
T
Sig T
2.686 .0549 -.983 .3811
Lampiran 9. Analisa regresi emisi formaldehida kayu lapis menggunakan metode WKI modifikasi. Analisa menggunakan program SPSS 11.5. Dependent variable.. C (metode WKI modifikasi) Method.. LINEAR Listwise Deletion of Missing Data Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error
.79508 .63215 .54019 .65632
Analysis of Variance: DF Sum of Squares Regression Residuals F=
1 4
6.87407
Mean Square
2.9610516 1.7230273
2.9610516 .4307568
Signif F = .0587
-------------------- Variables in the Equation -------------------Variable
B
LAYER (b) (Constant)(a)
.411343 - .555867
SE B
Beta
.156891 .611001
.795080
T
Sig T
2.622 -.910
.0587 .4144
Lampiran 10. Analisa regresi kadar air kayu lapis terhadap emisi formaldehida Analisa menggunakan program SPSS 11.5. Dependent variable.. PPM Method.. LINEAR Listwise Deletion of Missing Data Multiple R .38400 R Square .14746 Adjusted R Square .09418 Standard Error .63316 Analysis of Variance: DF Sum of Squares Regression 1 Residuals 16 F=
2.76744
Mean Square
1.1094603 6.4143561
1.1094603 .4008973
Signif F = .1157
-------------------- Variables in the Equation -------------------Variable KA (b) (Constant)(a)
B
SE B
Beta
T
-.313943 .188717 -.384005 -1.664 3.635555 1.971317 1.844
Sig T .1157 .0837
Lampiran 11. Perhitungan konsentrasi emisi formaldehida kayu lapis menggunakan regresi Perhitungan konsentrasi formaldehida dalam ppm menggunakan rumus sebagai berikut:
Absorban sampel = a + b ppm sampel
Contoh Absorban sampel = 0,037 a
= 0,00201
b
= 0,63423
Perhitungan 0,037
= 0,00201 + (0,63423) ppm sampel
ppm sampel =
0,037 − 0,00201 0,63423
ppm sampel = 0,077 ppm
Lampiran 12. Sidik ragam dan uji Tukey emisi formaldehida kayu lapis metode Desikator 2 jam Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: PPMB
Source Corrected Model Intercept LAYER Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .000(a) .000 .000 .000 .000 .000
df 5 1 5 12 18 17
a R Squared = . (Adjusted R Squared = .)
Warnings Subsets cannot be computed with alpha = .050 Subsets cannot be computed with alpha = .050
Mean Square .000 .000 .000 .000
F
Sig. . . .
. . .
Lampiran 13. Sidik ragam dan uji Tukey emisi formaldehida kayu lapis metode Desikator 24 jam Tests of Between-Subjects Effects Source Corrected Model
Type III Sum of Squares .859(a)
df 5
Mean Square .172
F 588.521
Sig. .000
Intercept
.815
1
.815
2793.407
.000
LAYER
.859
5
.172
588.521
.000
Error
.004
12
.000
Total
1.678
18
Corrected Total .862 17 a R Squared = .996 (Adjusted R Squared = .994)
Multiple Comparisons (I) LAYER
Tukey HSD
layer 3
Layer5
Layer 7
Layer 9
Layer 11
(J) LAYER
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
Layer5 Layer 7
.00167 .02933
.013950 .013950
1.000 .347
-.04519 -.01752
.04852 .07619
Layer 9
-.11767(*)
.013950
.000
-.16452
-.07081
Layer 11
-.13600(*)
.013950
.000
-.18286
-.08914
Layer 13
-.60633(*)
.013950
.000
-.65319
-.55948
layer 3
-.00167
.013950
1.000
-.04852
.04519
Layer 7 Layer 9 Layer 11
.02767 -.11933(*) -.13767(*)
.013950 .013950 .013950
.404 .000 .000
-.01919 -.16619 -.18452
.07452 -.07248 -.09081
Layer 13
-.60800(*)
.013950
.000
-.65486
-.56114
layer 3
-.02933
.013950
.347
-.07619
.01752
Layer5
-.02767
.013950
.404
-.07452
.01919
Layer 9
-.14700(*)
.013950
.000
-.19386
-.10014
Layer 11 Layer 13 layer 3
-.16533(*) -.63567(*) .11767(*)
.013950 .013950 .013950
.000 .000 .000
-.21219 -.68252 .07081
-.11848 -.58881 .16452
Layer5
.11933(*)
.013950
.000
.07248
.16619
Layer 7
.14700(*)
.013950
.000
.10014
.19386
Layer 11
-.01833
.013950
.773
-.06519
.02852
Layer 13
-.48867(*)
.013950
.000
-.53552
-.44181
layer 3
.13600(*) .13767(*) .16533(*)
.013950 .013950 .013950
.000 .000 .000
.08914 .09081 .11848
.18286 .18452 .21219
.01833
.013950
.773
-.02852
.06519
-.47033(*)
.013950
.000
-.51719
-.42348
Layer5 Layer 7 Layer 9 Layer 13
Lampiran 13. Sambungan Layer 13
layer 3
.60633(*)
.013950
.000
.55948
.65319
Layer5
.60800(*)
.013950
.000
.56114
.65486
Layer 7
.63567(*) .48867(*) .47033(*)
.013950 .013950 .013950
.000 .000 .000
.58881 .44181 .42348
.68252 .53552 .51719
Layer 9 Layer 11
Based on observed means. * The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets LAYER
N
Subset 1
Tukey HSD(a,b)
2
3
Layer 7
3
.04533
Layer5
3
.07300
layer 3
3
.07467
Layer 9
3
.19233
Layer 11
3
.21067
Layer 13
3
.68100
Sig.
.347 .773 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.
Lampiran 14. Sidik ragam dan uji Tukey emisi formaldehida kayu lapis metode WKI modifkasi. Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Squares 14.053(a)
Source Corrected Model Intercept
14.068
LAYER
df 5
Mean Square 2.811
F 489.272
Sig. .000
1
14.068
2448.947
.000
489.272
.000
14.053
5
2.811
Error
.069
12
.006
Total
28.190
18
Corrected Total
14.122 17 a R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .993)
Homogeneous Subsets LAYER
N
Subset 1
Tukey HSD(a,b)
Layer 7
3
.29967
Layer5
3
.31700
layer 3
3
.35400
2
3
4
Lampiran 14. Sambungan Layer 9
3
Layer 11
3
Layer 13
3
Sig.
.58433 .95600 2.79333 .945
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .006. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.
Multiple Comparisons (I) LAYER
Tukey HSD
layer 3
Layer5
Layer 7
Layer 9
Layer 11
Layer 13
(J) LAYER
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
Layer5 Layer 7
.03700 .05433
.061884 .061884
.989 .945
-.17086 -.15353
.24486 .26220
Layer 9
-.23033(*)
.061884
.027
-.43820
-.02247
Layer 11
-.60200(*)
.061884
.000
-.80986
-.39414
Layer 13
-2.43933(*)
.061884
.000
-2.64720
-2.23147
layer 3
-.03700
.061884
.989
-.24486
.17086
Layer 7 Layer 9 Layer 11
.01733 -.26733(*) -.63900(*)
.061884 .061884 .061884
1.000 .010 .000
-.19053 -.47520 -.84686
.22520 -.05947 -.43114
Layer 13
-2.47633(*)
.061884
.000
-2.68420
-2.26847
layer 3
-.05433
.061884
.945
-.26220
.15353
Layer5
-.01733
.061884
1.000
-.22520
.19053
Layer 9
-.28467(*)
.061884
.006
-.49253
-.07680
Layer 11
-.65633(*) -2.49367(*) .23033(*)
.061884 .061884 .061884
.000 .000 .027
-.86420 -2.70153 .02247
-.44847 -2.28580 .43820
Layer5
.26733(*)
.061884
.010
.05947
.47520
Layer 7
.28467(*)
.061884
.006
.07680
.49253
Layer 11
-.37167(*)
.061884
.001
-.57953
-.16380
Layer 13
-2.20900(*)
.061884
.000
-2.41686
-2.00114
Layer5 Layer 7
.60200(*) .63900(*) .65633(*)
.061884 .061884 .061884
.000 .000 .000
.39414 .43114 .44847
.80986 .84686 .86420
Layer 9
Layer 13 layer 3
layer 3
.37167(*)
.061884
.001
.16380
.57953
Layer 13
-1.83733(*)
.061884
.000
-2.04520
-1.62947
layer 3
2.43933(*)
.061884
.000
2.23147
2.64720
Layer5
2.47633(*)
.061884
.000
2.26847
2.68420
Layer 7
2.49367(*) 2.20900(*) 1.83733(*)
.061884 .061884 .061884
.000 .000 .000
2.28580 2.00114 1.62947
2.70153 2.41686 2.04520
Layer 9 Layer 11 Based on observed means. * The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 15. Bagan pemotongan contoh uji