PENGARUH POLA …. (18) : 33 - 38
PENGARUH POLA SAMBUNGAN DAN BANYAKNYA JUMLAH LAPISAN TERHADAP SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA PAPAN LAMINA KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq) The Influence of Extension Pattern and Number of Coat to the Mechanics and Physics Lamina Board of Red Meranti (Shorea leprosula Miq) Oleh/By NOOR MIRAD SARI1, ERWIN ENDRA PRAJA2 Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Jl.A. Yani KM 36 Banjarbaru Kalimantan Selatan ABSTRACT The title of this research is The Influence of Extension Pattern and Number of Coat to the Mechanics and Physics Lamina Board of Red Meranti (Shorea leprosula Miq). In making of lamina board, sawmill waste like small board cutting used as a raw material in length and certain thick. Extension pattern that used is level off, heel and finger with the coat amount 2 and 3 enduing. The sample that used in this test is 6 sample for the examination of the physics and 6 sample for the examination of the mechanics, with 3 restating rill for each examination, so the number of all is 18 sample for the examination moisture and 18 sample for the examination of MoE and MoR. The device that being used is Randomize Complete Design with Factorial pattern (Factorial RAL). The examination parameter that being used for physics is moisture and for mechanics are MoE and MoR. Pursuant to examination which have been conducted hence result for lamina board moisture isn’t influenced by extension pattern and number of coat because it’s depend on moisture at it’s compiler boards, where the boards is dried beforehand with the same method that is air dry. While mechanics influenced by extension pattern and number of coat. Extension pattern with the highest or best MoE and MoR value are finger extension pattern for the board of lamina 2 enduing and also 3 enduing, this is because of the pattern of finger extension have wide viscous area among of oblique and the level off extension pattern. The lamina board coat with the highest value of MoE and MoR at 3 enduing for the extension level off, heel and finger, this matter because of 3 enduing lamina board has the most tying usher coat than 2 enduing. Keywords : Extension Pattern and Number of Coat, Mechanics and Physics Lamina Board, Red Meranti (Shorea leprosula Miq), moisture content, MoE and MoR I. PENDAHULUAN Berdasarkan keadaan di lapangan banyak sekali limbah-limbah penggergajian yang dihasilkan dari sawmill-sawmill, dimana limbah-limbah tersebut dibiarkan begitu saja dan tidak dimanfaatkan. Jalan keluar dari masalah ini adalah meningkatkan daya guna dari kayu dengan cara memanfaatkan limbah penggergajian untuk membuat papan partikel, papan serat, papan blok dan papan semen. Sedangkan untuk mengganti balok atau tiang yang menggunakan kekuatan adalah papan lamina (laminated board).
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2006
33
PENGARUH POLA …. (18) : 33 - 38
Kayu lamina atau papan laminasi adalah suatu papan yang diperoleh melalui proses merekatkan sejumlah potongan kayu dengan perekat sedemikian rupa sehingga arah serat dari semua potongan kayu sejajar dengan arah panjang. Segi positif dari kayu lamina antara lain dapat dibuat dari kayu berkerapatan rendah hingga sedang dan menghasilkan kayu berkekuatan cukup tinggi, dibandingkan kayu utuh tidak dapat dihindari cacat-cacat kayu, sedangkan kayu lamina dibuat dari potongan-potongan kecil bebas cacat atau cacat tersebut disebar sehingga kekuatannya lebih tinggi (Haygreen dan Bowyer, 1989). Sifat fisika merupakan suatu keadaan fisik kayu, salah satunya kadar air. Semua kayu memiliki kadar air yang beragam tergantung jenisnya, kadar air ini sangat mempengaruhi dalam pengerjaan kayu sekarang ataupun kemudian. Sifat mekanika merupakan salah satu sifat kayu yang berguna sebagai dasar pertimbangan dalam penggunaan suatu jenis kayu. Sifat fisika dan mekanika ini perlu diketahui karena setiap penggunaan kayu selalu memerlukan persyaratan tertentu, dimana persyaratan ini baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan kedua sifat tersebut. Salah satu sumber daya alam berupa kayu yang masih banyak digunakan di Kalimantan selatan adalah pohon meranti merah (Shorea leprosula Miq). Di Kalimantan Selatan pohon meranti merah merupakan salah satu hasil hutan yang digunakan untuk bahan bangunan, meubel, kayu perkapalan dan selain itu juga dapat digunakan untuk finir dan kayu lapis. Di daerah Banjarbaru sawmill-sawmill banyak sekali menghasilkan limbahlimbah penggergajian dari kayu Meranti merah, limbah-limbah tersebut dibiarkan begitu saja atau dibakar dan tidak ada pemanfaatan lanjutan. Oleh karena itu peneliti mencoba membuat papan lamina dari limbah-limbah penggergajian tersebut sehingga bisa memaksimalkan bahan baku dan meningkatkan rendemen dalam satuan proses produksi serta meningkatkan nilai ekonomis. II. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh pola sambungan dan banyaknya jumlah lapisan terhadap sifat fiisika yaitu kadar air dan sifat mekanika yaitu MoE (Modulus Of Elastisity) dan MoR (Modulus Of Rupture). Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai : 1. Sumber informasi pada perusahaan dan masyarakat bahwa teknologi laminasi dapat memanfaatkan limbah penggergajian dari kayu meranti merah untuk papan lamina 2. Dapat meningkatkan nilai ekonomis dari kayu meranti merah. III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kayu Balai Riset dan Standarisasi Mutu Industri dan Perdagangan Banjarbaru dan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Unlam Banjarbaru selama 3 (tiga) bulan. B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah dari kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Mig) dan perekat PVAc (Poly Vynil Acetat). Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gergaji, mesin ketam, mesin press dingin, meteran, ampelas kayu, mesin uji sifat mekanika (UTM), oven, penjepit, timbangan, desikator dan alat tulis menulis.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2006
34
PENGARUH POLA …. (18) : 33 - 38
C. Prosedur Penelitian Penelitian papan lamina meranti merah yang dibuat dengan ukuran tebal tiap bilah sambung 2,5 cm dan 1,7 cm (sesuai dengan banyaknya lapisan yaitu dua dan tiga lapis), lebar yang sama yaitu 10 cm dan panjang 30 cm, dengan toleransi tebal 0,1 cm. Pengujian yang dilakukan adalah kadar air dan keteguhan tekan tegak lurus serat (MoE dan MoR). Perlakuan yang diberikan adalah variasi pola sambungan dengan banyak lapisan yaitu dua dan tiga lapis dengan masing-masing 3 kali ulangan. Untuk semua perlakuan diperlukan 36 contoh uji, terdiri dari 18 contoh uji kadar air dan 18 contoh uji keteguhan tekan tegak lurus serat (papan lamina dua lapis = 9 contoh uji untuk semua tipe sambungan dan papan lamina tiga lapis = 9 contoh uji untuk semua tipe sambungan) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rata-rata sifat fisika dan mekanika papan lamina Meranti Merah (Shorea leprosula Miq) yang meliputi kadar air, uji keteguhan patah atau MoR (Modulus Of Rupture) dan uji keteguhan elastisitas atau MoE (Modulus Of Elasticity) pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Rata-rata Hasil Pengukuran Sifat Fisika dan Mekanika Papan Lamina Kayu Meranti Merah Pada Berbagai Perlakuan Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 1 Kadar air (%) 12,18 12,30 12,22 12,11 12,34 12,12 2 MoR (kg/cm2) 4,02 5,86 9,01 9,55 14,74 30,42 3 MoE (kg/cm2) 994,18 1469,68 3437,71 4168,24 4916,34 7943,15 Keterangan : A1B1 = Papan lamina 2 lapis dengan sambungan datar A1B2 = Papan lamina 2 lapis dengan sambungan miring A1B3 = Papan lamina 2 lapis dengan sambungan menjari A2B1 = Papan lamina 3 lapis dengan sambungan datar A2B2 = Papan lamina 3 lapis dengan sambungan miring A2B3 = Papan lamina 3 lapis dengan sambungan menjari No
Parameter
A. Sifat Fisika Nilai kadar air papan lamina yang dihasilkan berkisar antara 12,11% - 12,34%, dengan nilai rata-ratanya 12,21%, berdasarkan nilai tersebut maka papan lamina yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bangunan struktural karena nilainya kurang dari 14%. SNI (2000) menyatakan bahwa kadar air lamina dianggap lulus uji apabila kadar air rata-ratanya tidak lebih dari 14%. Walaupun pola sambungan dan jumlah lapisan penyusunnya berbeda, hal ini tidak menyebabkan perbedaan kadar air yang besar. Sinaga dan Hajib (1989) menyatakan bahwa kadar pada papan lamina yang terbentuk tergantung kadar air papan penyusunnya. B. Sifat Mekanika 1.Keteguhan patah (Modulus Of Retpure) Nilai hasil yang didapat papan lamina 3 lapis (faktor A2) dengan pola sambungan menjari (faktor B3) mempunyai nilai rata-rata yang paling tinggi yaitu 30,42 kg/cm2 dan yang paling rendah pada papan lamina 2 lapis (faktor A1) dengan pola
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2006
35
PENGARUH POLA …. (18) : 33 - 38
sambungan datar (faktor B1) yaitu 4,02 kg/cm2. Berdasarkan nilai tersebut maka papan lamina yang dihasilkan tidak dapat digunakan sebagai bahan bangunan karena nilai MoR yang dihasilkan tidak masuk standar atau tidak lulus uji, karena nilai MoR yang didapat lebih kecil dari standar SNI, yaitu nilai MoR terbesar pada Faktor A2B3 = 30,42 kg/cm2 sedangkan pada SNI nilai MoR pada mutu 2 harus ≥ 215 kg/cm2. Rendahnya nilai MoR papan lamina yang dihasilkan disebabkan beberapa faktor yaitu bahan baku (cacat-cacat mata kayu) yang digunakan dan proses pengerjaannya (Subari, 1989). Untuk papan semakin banyak jumlah lapisannya maka semakin tinggi keteguhan patah (MoR) papan lamina tersebut. Hal ini diduga karena dengan jumlah lapisan yang banyak kekuatan ikat yang dibentuk juga semakin kuat untuk menahan beban yang diterima dan dengan banyaknya jumlah lapisan maka tahan-menahan tiap lapisan juga semakin banyak. Hal ini didukung oleh Sinaga (1994) yang menyatakan bahwa pada tiap lapisan terdapat suatu ikatan yang mengikat. Untuk papan lamina pola sambungan yang tinggi menghasilkan keteguhan patah (MoR) adalah pola sambungan menjari. Hal ini diduga karena pada pola sambungan menjari mempunyai luas bidang rekat lebih besar dibandingkan dengan pola sambungan yang lain, luas permukaan untuk pola sambungan datar = 50 cm2, pola sambungan miring = 60 cm2 dan pola sambungan menjari = 75 cm2. Pola sambungan menjari tidak hanya diikat oleh perekat tetapi juga diikat oleh sambungansambungan yang disambung, maksudnya antara sambungan yang satu dengan sambungan berikutnya saling mengikat atau saling menahan sehingga untuk mematahkannya memerlukan kekuatan yang besar, sedangkan pada sambunan datar dan miring tidak ada bagian sambungan yang saling menahan. Hal ini didukung dengan pernyataan Magdalena (1997) yang menyatakan pada sambungan menjari, tiap-tiap sambungannya saling menahan. 2. MoE (Modulus Of Elasticity) Berdasarkan hasil yang didapat (tabel 6), papan lamina 3 lapis (faktor A2) dengan sambungan menjari (faktor B3) mempunyai nilai rata-rata yang paling tinggi yaitu 7943,15 kg/cm2dan yang paling rendah pada papan lamina 2 lapis (faktor A1) dengan pola sambungan datar (faktor B1) yaitu 994,18 kg/cm2. Berdasarkan nilai tersebut maka papan lamina yang dihasilkan tidak dapat digunakan sebagai bahan bangunan struktural karena nilai MoE yang dihasilkan tidak masuk standar atau tidak lulus uji, karena nilai MoR yang didapat lebih kecil dari standar SNI, yaitu nilai MoE terbesar pada Faktor A2B3 = 7943,15 kg/cm2 sedangkan pada SNI nilai MoE harus ≥ 80000 kg/cm2. Rendahnya nilai MoE papan lamina yang dihasilkan disebabkan beberapa faktor yaitu bahan baku (cacat-cacat mata kayu) yang digunakan dan proses pengerjaannya (Subari, 1989). Untuk papan semakin banyak jumlah lapisannya maka semakin tinggi keteguhan elastisitas (MoE) papan lamina tersebut. Hal ini diduga karena dengan jumlah lapisan yang banyak kekuatan ikat yang dibentuk juga semakin kuat untuk menahan beban yang diterima dan dengan banyaknya jumlah lapisan maka tahanmenahan tiap lapisan juga semakin banyak. Untuk papan lamina pola sambungan yang tinggi menghasilkan keteguhan elastisitas (MoE) adalah pola sambungan menjari. Hal ini diduga karena pada pola sambungan menjari mempunyai luas bidang rekat lebih besar dibandingkan dengan pola sambungan yang lain. Luas permukaan untuk pola sambungan datar = 50 cm2, pola sambungan miring = 60 cm2 dan pola sambungan menjari = 75 cm2. Pola sambungan ini tidak hanya diikat oleh perekat tetapi juga diikat oleh sambungansambungan yang disambung, maksudnya antara sambungan yang satu dengan sambungan berikutnya saling mengikat atau saling menahan sehingga untuk mematahkannya memerlukan kekuatan yang besar, sedangkan pada sambunan datar dan miring tidak ada bagian sambungan yang saling menahan. Hal ini didukung
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2006
36
PENGARUH POLA …. (18) : 33 - 38
pendapat Magdalena (1997) yang menyatakan bahwa pada sambungan jari tiap-tiap sambungannya saling menahan. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pola sambungan dan banyaknya jumlah lapisan berpengaruh terhadap sifat mekanika papan lamina kayu Meranti merah (Shorea leprosula Miq) tetapi tidak berpengaruh terhadap sifat fisika yaitu kadar air 2. Berdasarkan pengujian fisika nilai rata-rata kadar air papan lamina kayu meranti merah = 12,21 %, sedangkan SNI untuk kadar air 14 %, maka kadar air papan lamina kayu meranti merah masuk standar karena nilai kadar airnya lebih kecil dari standar SNI 3. Berdasarkan pengujian mekanika pola sambungan yang paling tinggi menghasilkan nilai MoE adalah sambungan menjari baik dengan jumlah lapisan 2 lapis maupun 3 lapis, dengan nilai A1B3 = 3437,71 kg/cm2 dan A2B3 = 7943, 15 kg/cm2 4. Berdasarkan pengujian mekanika pola sambungan yang paling tinggi menghasilkan nilai MoR adalah sambungan menjari baik dengan jumlah lapisan 2 lapis maupun 3 lapis, dengan nilai A1B3 = 9,01 kg/cm2 dan A2B3 = 30,42 kg/cm2 5. Berdasarkan pengujian mekanika jumlah lapisan yang paling tinggi menghasilkan nilai MoE dan MoR pada papan lamina adalah 3 lapis, hal ini karena pada jumlah lapisan ini lebih banyak membentuk ikatan antar lapisan dari pada jumlah lapisan 2 lapis 6. SNI untuk papan lamina struktural nilai MoE harus ≥ 80.000 kg/cm2 dan nilai MoR pada mutu 2 harus ≥ 215 kg/cm2, berdasarkan standar tersebut maka semua perlakuan tidak masuk standar karena nilai MoE dan MoR yang dihasilkan lebih kecil dari standar yang digunakan 7. Papan lamina yang dihasilkan tidak bisa digunakan sebagai papan lamina struktural atau sebagai bahan kontruksi bangunan, tapi bisa digunakan sebagai papan lamina non struktural. B. Saran 1. Sebelum proses perekatan terlebih dahulu diukur kadar air papan-papan penyusunnya apakah sudah relatif seragam 2. Pembuatan sambungan harus benar dan rapi. DAFTAR PUSTAKA Balfas, J. Teknologi Laminasi Sebagai Salah satu Alternatif dalam Pemanfaatan Kayu Bulat Hasil Penjarangan. Duta Rimba no. 183-184/XX, Jakarta. Haygren, J.G. dan Bowyer, J.L. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu kayu. Suatu Pengantar Gadjah mada University Press. Prayitno. 1984. Proses Perekatan. Gadjah Mada University, Yogyakarta. Subari, D. 1989. Teknologi Hasil Hutan. Lambung Mangkurat University Press, Banjarmasin. Supraptono, B. 1995. Perekat Kayu Peranannya Dalam Industri Kayu. Program Magister Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman. Sutigno. 1980. Perekat dan Perekatan Kayu. Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2006
37
PENGARUH POLA …. (18) : 33 - 38
SNI 01-6240-2000. Persyaratan Keteguhan Patah (MoR), Uji Delaminasi dan Kerapatan untuk Penggunaan Papan lamina Struktural. Widijanto, R.M.G. 1997. Pengaruh Jenis Perekat, Jumlah Lapisan dan Bagian Batang Terhadap Kualitas lamina Bambu Betung (Denrocalamus asper Backer ex Heyne). Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 18, Maret 2006
38