Pengaruh Jenis Membran terhadap Separasi Etanol – Air dengan Variasi Volume Permeate, Suhu, Tekanan, dan Konsentrasi Leonardus Wijaya Muslim1, Misri Gozan1, *, Siswa Setyahadi2 1
Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok 16424
2
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Kawasan Puspitek Serpong 15314 Gedung 411 *Email:
[email protected]
Abstrak Biofuel generasi kedua berbahan dasar limbah tandan kosong kelapa sawit menjadi isu yang menarik untuk mengatasi kelangkaan energi, namun proses pemurnian etanol – air menjadi kendala utama sebab keduanya membentuk campuran azeotropik. Separasi etanol-air menggunakan membran merupakan teknologi separasi yang berkembang karena sifatnya yang hemat energi, efisien dan efektif untuk diaplikasikan dalam skala besar. Membran yang digunakan dalam penelitian ini adalah membran GVHP, PBTK, LSW, dan GSWP yang diproduksi Merck Millipore dengan variasi kondisi operasi yaitu volume permeate, suhu, tekanan, dan konsentrasi. Dari penelitian ini membran GVHP menunjukkan hasil terbaik dengan faktor separasi sebesar 3,03 dan permeabilitas 0,015 g cm -2 s-1 pada kondisi operasi volume permeate 10 mL, suhu 75°C, tekanan 60 psi, dan konsentrasi etanol 20% v/v. Penerapan membran GVHP untuk separasi bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit menunjukkan faktor separasi terhadap etanol sebesar 3,66, namun faktor separasi terbesar ditunjukkan terhadap propanol 5,44 serta rejection asam asetat sebesar 96,66%. Berdasarkan analisis FE SEM membran GVHP, membran GVHP menunjukkan degree of swelling terkecil sehingga teknologi membran GVHP ini efektif untuk memisahkan suspensi Saccharomycess cerevisiae hasil fermentasi tandan kosong kelapa sawit.
The Effect of Type Membrane toward Ethanol – Water Separation with Permeate Volume, Temperature, Pressure, and Concentration Variation Abstract Second Generation of biofuel based on empty fruit bunches has been interesting issue to be developed in order to overcome the extinction of non-renewable energy, however the purification of ethanol – water becomes the main problem since both of them form azeotrope. Separation ethanol – water using membrane technology is in demand separation technology due to the low energy requirement, effectiveness, and efficiency to be applicable in industrial scale. Membranes that are used in this research are GVHP, PBTK, LSW, and GSWP which are produced by Merck Millipore with variation of operation conditions such as permeate volume, temperature, pressure, and concentration. The best result of ethanol – water separation is shown by GVHP membrane with separation factor 3.03 and permeability 0,015 g cm-2 s-1 in the condition operation permeate volume 10 mL, temperature 75°C, pressure 60 psi, and ethanol concentration 20% v/v. Furthermore the usage of GVHP membrane to purify bioethanol from empty bunches results separation factor toward ethanol 3.66 while the biggest separation factor is owned by toward propanol 5.44 so as the of acetic acid rejection factor 96.66%. Based on the FE SEM analysis to GVHP membrane, GVHP membrane did the least degree of swelling among others hence this technology is effective to separate Saccharomycess cerevisiae suspension from empty fruit bunches fermentation.
Keywords: membrane, temperature, permeate volume, pressure, concentration, bioethanol from empty fruit bunches
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
1. Pendahuluan Bahan bakar telah menjadi kebutuhan pokok baik bagi masyarakat desa maupun kota karena Bahan Bakar Minyak (BBM) memiliki peranan penting dalam menunjang kehidupan masyarakat. Namun proses dekomposisi anerobik yang lama menjadikan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai sumber energi yang tak terbarukan, oleh sebab itu cadangan minyak bumi diperkirakan tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kurun waktu 15 tahun ke depan (Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), 2010).
Gambar 1. Estimasi persediaan dan penawaran BBM hingga tahun 2019 (Sumber: Wijanarko. Wt al., 2005) Teknologi bioenergi merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah kelangkaan energi yang terjadi akibat daya konsumtif masyarakat yang meningkat setiap tahunnya, selain itu bahan bakar berbasis teknologi ini menunjukkan hasil pembakaran yang lebih bersifat ramah lingkungan. Biofuel generasi kedua berbahan dasar limbah menjadi isu yang menarik untuk meningkatkan produksi bioetanol (B. Hahn-Hagerdal et al., 2006), akan tetapi hasil konsentrasi bioetanol dari fermentasi limbah yang relatif rendah dan kemurnian bioetanol yang diperlukan untuk biofuel harus mencapai 99,9% menjadi permasalahan utama dalam pengembangan produksi bioetanol di Indonesia. Hal ini disebabkan pada tahap sakarifikasi produksi bioetanol digunakan air dalam jumlah yang besar (Clark D. et al., 1992), oleh sebab itu diperlukan metode dehidrasi bioetanol yang tepat dan efektif. Banyak metode separasi yang telah berkembang untuk mengatasi masalah tersebut seperti: distilasi, adsorpsi (molecular sieves), dan ekstraksi cair-cair, namun belum mampu untuk menghasilkan spesifikasi bioetanol sesuai dengan yang diharapkan (Jin, et al. 2011). Hal ini disebabkan campuran air-etanol membentuk azeotropik sehingga konsentrasi maksimal bioetanol yang dihasilkan hanya dapat mencapai 95,6% (P. Tripathi et al., 2012). Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
Tabel 1. Perbandingan analisis biaya untuk tiap teknologi separasi distilasi azeotropik, distilasi ektraktif, dan adsorpsi Azeotropik Ekstraktif Peralatan Biaya (U$) Peralatan Biaya (U$) Kolom distilasi (2) 2,190,201 Kolom distilasi (2) 697,170 Dekanter 308,003 Kondensor (2) 469,146 Cooler 72,125 Reboiler 219,090 Reboiler 115,589 Cooler 321,582 Kondensor 63,501 Total 2,749,419 Total 1,706,988
Adsorpsi Peralatan Biaya (U$) Adsorber 1,420,202 tank 825,515 Heater 131,098 Cooler Total
2,376,815
(Sumber: P. Bastisidas et al., 2010)
Beberapa teknik telah dikembangkan untuk mengatasi sifat azeotropik etanol-air seperti distilasi azeotropik, distilasi ekstraktif, dan adsorpsi (molecular sieves), namun metode separasi tersebut masih dianggap kurang efektif ditinjau dari sudut pandang ekonomi, toksisitas (entrainer) dan kebutuhan energi (hybrid system multistage evaporation) (Yalu Ma et al., 2011). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, teknologi membran telah terbukti mampu mengatasi permasalahan di atas (Kaminiski et al, 2008). Teknologi membran dapat secara selektif memisahkan salah satu komponen dalam feed berdasarkan sifat polaritas komponen dalam campuran sehingga kebutuhan energi dalam sistem pengoperasian dapat dikurangi secara signifikan (Namboodiri et al., 2007). Faktor penting lain yang menentukan performa proses separasi menggunakan membran adalah kemampuan selektivitas membran, maka penentuan material membran akan menentukan tingkat kemurnian bioetanol yang dihasilkan. Selain itu kondisi operasi seperti suhu, tekanan, dan volume permeate serta konsentrasi etanol dalam umpan juga mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pemisahan etanol agar lebih maksimal. Banyak penelitian terkait teknologi separasi membran telah dilakukan, namun masih sedikit penelitian yang menggunakan ultra-stirred cell membrane untuk menginvestigasi faktor separasi etanol dan air. Selama ini pengunaan ultra-stirred cell membrane hanya difokuskan untuk recovery lignin dan hemiselulosa. Lignin yang telah di-recovery dapat digunakan sebagai prekursor serat karbon atau sebagai wet strength additive untuk kertas wrap (Jönsson et al., 2008) sedangkan hemiselulosa dapat dimanfaatkan untuk pembuatan hidrogel dan sebagai bahan baku produksi xylitol dan konversi etanol (Andersson et al., 2007). Berbagai jenis membran polimer telah diamati efektivitasnya dalam aplikasi recovery lignin dan hemiselulosa seperti
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
cellulose (CL), polysulfone (PS), acrylic (AC), polyacrylonitrile ketone (PEK), fluoropolymer (FP), cellulose triacetate (CTA), dan polyvinylidene fluoride (PVDF). Tabel 2. Penelitian berkaitan recovery lignin dan hemiselulosa dengan membran Jenis umpan Material MWCO Konsentrasi Suhu TMP Rejeksi a Softwood kraft PES/PS/PS 4/8/20 45-65 g/L 60°C 2-7 bar 80/67/45 * b Straw black CA 0,22 26 g/L 2 bar > 80 * a Kayu keras PES/PS/PVDF 4/20/100 38% b/b 2 bar 53/27/28 60°C ** b Sekam barley PTFE 0,20 50°C 2-3,5 bar ** a Gandum PES 30 0,44 g/L 25°C 1,4 bar ** a Kayu cemara PES 5 0,83 g/L 6 bar 93 – 99 80°C
*
Sumber Wallberg, 2003 Liu et al., 2004 Jönsson, 2008 Persson, 2009 Zeitoun. 2010 Persson, 2010
Keterangan: * untuk recovery lignin, ** untuk recovery hemiselulosa, TMP = transmembrane pressure, MWCO = molecular weight cut off dimana
a
= kDa sedangkan
b
= µm, dan satuan rejeksi terhitung dalam persen (%).
Berkaitan dengan simbol membran adalah PES = polyethersulfone, PS = polysulfone, CA = cellulose acetate, PVDF = polyvinylidene fluoride, PTFE = polytetrafluoroethylene, UF = ultrafiltration, dan MF = microfiltration.
Ultra-stirred cell membrane juga sering digunakan untuk recovery enzim. Enzim selulase digunakan untuk hidrolisis selulosa menjadi gula reduksi menjadi salah satu biaya produksi yang paling penting sebab biaya enzim memberikan kontribusi sekitar 50% dari biaya proses hidrolisis dan 20% total biaya produksi etanol (Knutsen dan Davis, 2002; Tu et al., 2007a). Maka dari tu, recovery dan penggunaan kembali enzim selulase menjadi hal yang sedang dikembangkan khususnya terkait dengan membran separasi. Membran polimer biasanya yang digunakan untuk recovery enzim umumnya terbuat dari polysulfone (PS), polyethersulfone (PES), cellulose acetate (CA), dan nylon (NY). Pada umumnya microfiltration (MF) digunakan untuk memisahkan enzim selulase dari partikel biomassa lignoselulosa. Berdasarkan dari penelitian sebelumnya, belum banyak penelitian yang menggunakan ultra-stirred cell membrane untuk mengamati faktor separasi inhibitor fermentasi, recovery dan atau purifikasi enzim selulase, bersamaan dengan faktor separasi etanol-air. Oleh sebab itu dalam penelitian ini, penulis akan meneliti pengaruh jenis membran terhadap performa separasi serta kondisi operasi seperti volume permeate, suhu umpan, tekanan transmembrane, dan konsentrasi etanol dalam umpan. Harapan penulis dengan penelitian ini adalah ditemukan korelasi jenis dan karakteristik membran serta kondisi operasi terhadap performa separasi sehingga scale up dalam skala besar mungkin untuk dilakukan. Maka dari itu uji stabilitas fisik, kimia, dan termal
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
membran sebelum dan sesudah penggunaan separasi akan dilakukan dalam penelitian ini guna menguji efektivitas dan efisiensi aplikasi membran dalam jangka panjang.
2. Tinjauan pustaka Membran adalah sautu daerah diskontinu yang menjadi batas antara 2 fasa (Hwang dan Kammermeyer, 1975). Berdasarakan definisi di atas, membran dapat menjadi pembatas untuk gas, cair (liquid), padat atau kombinasi dari ketiga fasa tersebut.
Gambar 2. Membran proses (Sumber: Li et al., 1997) Membran umumnya diletakkan di dalam wadah (vessel) sehingga membentuk dua ruang terpisah yaitu kompartemen bawah dan atas. Apabila aliran umpan (feed) yang merupakan campuran yang mengandung konstituen A dan B bergerak sepanjang membran di kompartemen atas, maka salah satu penyusun aliran umpan akan secara selektif menembus atau berpermeasi dan terakumulasi dalam aliran permeate. Membran dengan tujuan separasi memperhatikan parameter atau faktor sebagai berikut: 1) Ukuran zat terlarut (solute) Membran yang digunakan untuk tujuan separasi harus memiliki ukuran pori tertentu tergantung pada ukuran partikel konstituen yang akan dipisahkan (Brüschke et al., 2001). Menurut International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC), klasifikasi membran berdasarkan ukuran dari porinya dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: Macropores yaitu membran dengan ukuran pori lebih besar dari 50 nm. Mesopores yaitu membran dengan ukuran pori di antara 2 sampai dengan 50 nm. Micropores yaitu membran dengan ukuran pori lebih kecil dari 2 nm.
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
Gambar 3. Aplikasi membran berpori dengan tujuan purifikasi dan separasi (Sumber: www.aguayuda.org) Beradasarkan aplikasinya dalam pemisahan atau separasi, membran berdasarkan ukuran porinya dapat dibedakan menjadi 4 yaitu microfiltration (MF), ultrafiltration (UF), nanofiltration (NF), dan reverse osmosis (RO). Sedangkan membran yang tidak berpori dapat dibedakan menjadi sebagai dialisis, pervaporation, dan vapor permeation (He et al., 2012). Ukuran pori membran ultrafiltrasi dan nanofiltrasi dapat diketahui melalui molecular weight cut off (MWCO) atau nominal molecular weight limit (NMWL) dengan satuan dalton (Da) atau gram/mol. Besar nilai molecular weight cut off (MWCO) ini digunakan oleh perusahaan manufaktur membran untuk menggambarkan kemampuan rentensi dengan mengacu pada massa molekular (Shukla et al., 2003). 2) Difusivitas Difusivitas molekul kecil ke dalam polimer penyusun membran merupakan fungsi dari baik polimer dan molekul yang berdifusi tersebut (difusan). Ada banyak faktor yang mempengaruhi sifat difusivitas membran yaitu sebagai berikut: ukuran molekular dan wujud fisik difusan, morfologi polimer, kompabilitas atau batas kelarutan zat terlarut dalam matriks polimer, volalitas zat terlarut, dan interfacial energy dari monolayer films. Permeasi membran sangat bergantung pada sifat alami dari proses difusi dimana dipengaruhi beberapa faktor yaitu ukuran pori, sistem fasa, ukuran dari molekul yang berpermeasi, dan driving forces (Brüschke et al., 2001). Dalam membran proses, fluks terjadi akibat dari perbedaan tekanan sepanjang membran. Prinsip dasar perpindahan akibat gradien atau perbedaan potensial kimia (gradient of chemical potential), namun pada situasi umumnya perbedaan tekanan menyebabkan perbedaan konsentrasi yang setara (Brüschke et al., 2001). Ciri khusus dari
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
membran ultrafiltrasi adalah spesi yang lebih cenderung untuk berpermeasi, pelarut, akan berdifusi akibat perbedaan konsentrasi diakibatkan oleh tekanan yang diberikan.
Gambar 4. Profil konsentrasi dan suhu sepanjang aliran umpan saat melewati membran (Sumber: Brüschke et al., 2001) Mekanisme perpindahan spesi ke dalam membran berpori dapat dimodelkan dengan “Solution – Diffusion Mechanism”. (Brüschke et al., 2001) Mekanisme ini terdiri dari: a) Sorpsi permeate dari umpan ke permukaan membran akibat solubilitas atau kelarutan permeate di dalam polimer penyusun membran b) Difusi permeate di dalam membran c) Desorpsi permeate dari membran akibat driving force berupa tekanan
Gambar 5. Mekanisme “Solution – Diffusion” perpindahan spesi pada membran (Sumber: Brüschke et al., 2001) Ketika larutan yang dipisahkan memiliki konsentrasi yang lebih besar atau pekat dan untuk perbedaan tekanan yang lebih besar, maka faktor separasi pemisahan larutan sangat bergantung pada komposisi (volum molar dari kedua komponen). Pada umumnya faktor separasi meningkat bersamaan dengan perbedaan tekanan, tetapi hal ini berlaku hanya untuk ukuran molekul yang lebih dalam larutan yang memiliki difusivitas yang lebih tinggi (biasanya molekul yang lebih besar memiliki difusivitas yang lebih rendah). Bahkan apabila tidak ada perbedaan difusivitas, pemisahan larutan dapat dilakukan berdasarkan pada perbedaan volum molar (Brüschke et al., 2001). 3) Bentuk zat terlarut
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
Proses pemisahan (rejeksi atau rejection) menggunakan membran dapat juga dilakukan dengan mempertimbangkan bentuk zat terlarut. Hal ini umumnya ditujukan untuk pemisahan larutan yang bersifat heterogen (Vane et al., 2005). Karakteristik membran yang perlu dipertimbangkan apabila digunakan sebagai membran proses separasi yaitu: 1) Selektivitas membran (permselectivity, α) Selektivitas membran digunakan untuk membandingkan kapasitas pemisahan antara membran proses. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi selektivitas dari membran adalah parameter solubitas (Huang et al., 2008). Parameter solubilitas atau kelarutan adalah parameter yang digunakan untuk menggambarkan sifat alami dan seberapa besar interaksi kerja antara molekul permeate dan molekul penyusun membran. Selektivitas membran akan mempengaruhi proses difusi permeate di dalam membran. Oleh sebab itu, selektivitas dari membran sangat dipengaruhi oleh material membran. Dalam material polimer, koefisien difusi akan menurun dengan meningkatkan ukuran molekular dari spesi yang akan dipisahkan karena molekul yang lebih besar akan berinteraksi dengan bagian rantai polimer yang lebih banyak, maka dari itu selektivitas membran umumnya digunakan untuk memisahkan bagian dari molekul yang lebih kecil dibandingkan molekul yang besar. Selektivitas membran yang tinggi akan menghasilkan faktor separasi yang baik. Faktor separasi (β) merupakan ratio dari persen massa atau volume spesi di permeate terhadap persen massa atau volume spesi di umpan (feed). Fluks permeasi membran didefinisikan sebagai volume yang melalui membran per luas area membran dan per unit waktu. Unit yang digunakan adalah Standar International (SI) adalah m3/m2.s. Fluks permeasi membran sangat bergantung pada driving forces tekanan transmembrane sedangkan untuk permeate yang berupa gas, volume permeate akan sangat bergantung pada suhu dan tekanan, selain tekanan, permeabilitas (fluks) juga ditentukan oleh ketebalan membran (Brüschke et al., 2001). Di dalam aplikasi membran proses, permeabilitas menentukan efektifitas pemurnian etanol. Oleh sebab itu, parameter Separation Index (SI, g/(cm2.s)) yang memperhitungkan besar faktor separasi dan permeabilitas (Kaewkannetra et al., 2011). 2) Degree of swelling atau derajat disolusi (DS) membran
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
Membran yang digunakan untuk pemisahan zat tertentu, selain mempertimbangkan ukuran dan bentuk pori juga memperhatikan solubilitas spesi permeat terhadap polimer penyusun material membran. 3) Stabilitas termal (thermal stability) dan kekuatan mekanik (mechanical strength) membran Karakterisitk membran separasi yang diinginkan untuk pemurnian etanol dari air adalah memiliki stabilitas termal yang tinggi sehingga suhu umpan dapat dinaikkan guna meningkatkan permeabilitas spesi melalui perubahan hidrodinamika larutan yang diseparasi (hidrotermal). Beberapa membran juga tidak akan berkurang selektivitasnya dan fluksnya akan menurun akibat tekanan yang tinggi sebagai driving forces pemurnian spesi tertentu, hal ini disebabkan oleh membran mengalami compaction sehingga merubah stuktur membran, maka dari itu membran separasi yang digunakan seharusnya memiliki kekuatan mekanik yang baik untuk menahan tekanan transmembrane yang cukup besar (Shukla et al., 2003).
3. Metode penelitian 3.1. Pemisahan campuran etanol-air sintetis Membran yang digunakan dalam penelitian ini adalah GVHP (polyvinylidene fluoride), PBTK (polyethersulfone), LSW (polytetrafluoroethylene), dan GSWP (nitrocellulose), yang diproduksi oleh Merck Millipore. Campuran etanol – air disintesis menggunakan etanol 96% v/v yang diencerkan dengan air distilasi hingga konsentrasi mencapai 10%, 20%, dan 60% v/v dengan volume inlet sebesar 160 ml. Umpan yang telah divariasikan konsentrasinya selanjutnya dipanaskan hingga suhunya mencapai 55°C, 65°C, dan 75°C sedangkan variasi tekanan diatur dengan pressure regulator tabung gas nitrogen pada tekanan 40, 50, dan 60 psi. Ultra-stirred cell Amicon (diproduksi oleh Merck Millipore) adalah instrumen yang digunakan untuk memisahkan etanol – air Akhirnya volume permeate diatur hingga mencapai 10, 30, dan 60 ml dan mencatat waktu yang diperlukan untuk mencapai volume tersebut. Waktu operasi ini digunakan untuk menghitung permeabilitas: (1) dimana Ji adalah fluks atau permeabilitas spesi (g cm-2 s-1), Wi adalah massa spesi dalam permeate (g), A adalah luas permukaan membran (31,65 cm2), dan t adalah waktu operasi (s).
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
Hasil
keluaran
permeate
yang diperoleh
selanjutnya
dianalisis
menggunakan
alkoholmeter. Konsentrasi etanol pada permeate dan umpan dapat digunakan untuk mengukur faktor separasi: (2) dimana Po dan Pa masing-masing adalah persen massa etanol dan air dalam permeate sedangkan Fo dan Fa adalah persen massa etanol dan air dalam umpan. Penentuan efektivitas dan efisiensi pemisahan etanol dengan mempertimbangkan baik permeabilitas dan faktor separasi membran adalah Separation Index dengan persamaan: (3) dengan SI adalah Separation Index (g cm-2 s-1), βe/a adalah faktor separasi etanol terhadap air, dan Ji merupakan fluks (g cm-2 s-1).
3.2. Bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit Tandan kosong kelapa sawit dipotong hingga ukurannya mencapai 1-2 cm selanjutnya akan melewati tahap pra-perlakuan secara kimiawi dan mekanik. Serat tandan kosong kelapa sawit yang telah dipotong kecil diperlakuan dengan 0,50 M asam sulfat (4,90% b/v) pada suhu 121°C dan tekanan tinggi selama 20 menit. Tahap berikutnya adalah tandan kosong kelapa sawit direndam pada larutan basa 0,50 M natrium hidroksida (2,00% b/v) pada suhu dan tekanan ambien. Tujuan pre-treatment asam dilakukan untuk menghilangkan hemiselulosa sedangkan penggunaan basa ditujukan untuk menghilangkan lignin [9] guna meningkatkan penetrasi enzim selulase. Tahap pra-perlakuan dilanjutkan secara mekanik menggunakan ultrasonikator dengan frekuensi sebesar 25 kHz selama 1 jam. Tandan kosong kelapa sawit sebelum dikeringkan pada suhu 50°C selama 24 jam, maka serat tandan kosong direndam, dipanaskan, dan disaring untuk menghilangkan natrium hidroksida yang masih ada di celah-celah serat tandan kosong.
Gambar 6. Hasil pre-treatment dengan natrium hidroksida (kiri) dan asam sulfat (kanan) Saccharomyces cerevisie YPC UI8 dari laboratorium Biologi FMIPA Universitas Indonesia digunakan sebagai mikroorganimse penghasil etanol dimana perlu disub-kultur Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
terlebih dahulu dengan kecepatan sebesar 100 rpm dan suhu 30°C selama 24 jam. Medium subkultur yang digunakan terdiri dari 10,00 g/L glukosa, 1,00 g/L yeast extract, 0,10 g/L kalium dihidrogen fosfat, 0,10 g/L magnesium tetrahidrat, dan 0,10 g/L ammonium hidrogen fosfat. Teknik fermentasi yang diterapkan adalah Simultaneous Saccharification and Fermentation (SSF) dimana proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan secara simultan menggunakan medium Yeast Peptone Glucose (YPG) selama 2 minggu pada rotasi 150 rpm dan suhu 30°C dengan penambahan buffer sitrat pH 4,80 dan enzim selulase aktivitas 1,69 x 10-3 units (Laboratorium Bio-industri, BPPT Serpong). Analisis kandungan etanol (main product), 1-propanol, 1-butanol, dan asam asetat (byproduct) hasil bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit akan menggunakan Gas Chromatography Flame Ionization Detector (Shimitzu, Jepang). Sisa gula reduksi pada bioetanol diuji menggunakan reagen dinitrosalicylic acid (DNS) dimana perubahan warna dapat diukur melalui data absorbansi dengan spektrometer pada panjang gelombang 540 nm (A540).
3.3. Analisis hasil pemisahan bioetanol Membran terbaik dan kondisi operasi optimum pada aplikasi separasi etanol – air akan digunakan untuk pemurnian bioetanol. Analisis kandungan dan gula reduksi menggunakan metode yang sama seperti pada prosedur sebelumnya. Penentuan salah satu performa membran adalah rejection factor komponen bioetanol pada retenate dengan persamaan: (4) dimana R adalah rejection factor (%) sedangkan Cp dan Cf adalah konsentrasi spesi masingmasing dalam permeate dan umpan. Pengujian stabilitas termal dan kimia membran akan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengujian kuantitatif stabilitas membran diukur melalui degree of swelling membrane yang dilakukan dengan menimbang massa membran sebelum dan sesudah (keadaan non-wetting) penggunaan untuk separasi etanol – air setelah 3 kali running [13]. (5) dengan DS adalah degree of swelling (%) dan Ws dan Wd masing-masing adalah massa membran sebelum dan sesudah digunakan untuk separasi etanol-air. Pengujian stabilitas kimia dan fisika membran secara kualitatif diuji menggunakan metode Field Emission Scanning Electron
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
Microscope (FESEM) di Laboratorium Uji Center for Materials Processing and Failure Analysis (CMPFA) Universitas Indonesia. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Pengaruh volume permeate Variasi volume permeate pada penelitian ini yaitu 10, 30, dan 60 mL menunjukkan permeabilitas yang cukup konstan pada membran GVHP (0,014 – 0,017 g cm-2 s-1), PBTK (8,79 – 9,69 x 10-3 g cm-2 s-1), dan LSW (0,021 – 0,024 g cm-2 s-1). Tren fluks yang berbeda ditunjukkan oleh membran GSWP (nitrocellulose) dimana mengalami penurunan permeabilitas 38,86% ketika volume permeate 60 ml.
Fluks (g/(cm2.s))
GVHP
PBTK
LSW
GSWP
0,034 0,027 0,020 0,014 0,007 0,000 0
20 40 60 Volume permeate (mL)
80
Gambar 7. Pengaruh volume permeate terhadap permeabilitas membran GVHP, PBTK, LSW, dan GSWP (konsentrasi etanol 20% v/v, suhu umpan 75°C, dan tekanan 60 psi) Penurunan permeabilitas membran GSWP disebabkan oleh fenomena non-wetting etanol pada permukaan membran GSWP yang bersifat hidrofilik. Gugus –OH pada nitrocellulose [25] menyebabkan interaksi terhadap molekul etanol lemah sehingga molekul etanol sulit mengalami sorpsi pada permukaan membran. Diameter kinematika etanol (0,44 nm) yang lebih besar dari air (0,28 nm) menjadi penyebab air sulit berdifusi dalam membran [11] (rate determining).
Gambar 8. Kondisi wetting membran GVHP, PBTK, LSW, dan GSWP Selain polaritas membran (hidrofobitas:
LSW >> GVHP >> PBTK >> GSWP),
porositas dan ukuran pori membran juga sangat mempengaruhi fluks, oleh sebab itu permeabilitas terbesar ditujukkan membran LSW (5 µm) dibanding membran lainnya: GVHP dan GSWP (0,22 µm) dan PBTK (30 kDa). Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
Pada gambar 9 menunjukkan membran GVHP, PBTK, dan LSW mengalami penurunan faktor separasi (βe/a) seiring peningkatan volume permeate. Akan tetapi faktor separasi membran GSWP bertambah, apabila volume permeate diperbesar. Analisis FTIR membran LSW (polytetrafluoroethylene) menunjukkan intensitas panjang gelombang 1200 cm-1 yang kuat [25] dimana menjadi indikasi gugus C-F. Analisis FTIR membran GVHP menunjukkan keberadaan gugus C-F dan C-H [25] sedangkan pada PBTK ditemukan C-H, S-O, dan –OH (3450 cm-1) [25]. Dengan demikian membran LSW dan membran GVHP membentuk ikatan van der Waals lemah dengan air [25]. Peningkatan faktor separasi terjadi membran hidrofiik (PBTK dan GSWP) ketika volume permeate dinaikkan, hal ini diakibatkan etanol terakumlasi di retentate.
Faktor Separasi (βe/a)
GVHP
PBTK
LSW
GSWP
3,15 2,67 2,19 1,71 1,23 0,75 0
20
40
60
80
Volume Permeate (mL)
Gambar 9. Pengaruh volume permeate terhadap faktor separasi membran GVHP, PBTK, LSW, dan GSWP (konsentrasi etanol 20% v/v, suhu umpan 75°C, dan tekanan 60 psi) Faktor separasi terbaik (βe/a) dimiliki membran GVHP sebesar 3,03 pada volume permeate 10 mL sedangkan pada volume permeate 30 mL faktor separasi membran LSW paling baik (1,51). Hal ini disebabkan membran LSW yang lebih bersifat hidrofobik sehingga energi desorpsi yang diperlukan lebih besar [5], waktu kontak dengan tekanan nitrogen yang lebih lama akan membantu desorpsi etanol pada membran LSW. Sedangkan pada faktor separasi membran GSWP terbaik pada volume permeate 60 ml dengan besar 1,20.
Separation Index (g/(cm2.s))
GVHP
PBTK
LSW
GSWP
0,047 0,038 0,028 0,019 0,009 0,000 0
20 40 60 Volume Permeate (mL)
80
Gambar 10. Pengaruh volume permeate terhadap Separation Index membran GVHP, PBTK, LSW, dan GSWP (konsentrasi etanol 20% v/v, suhu 75°C, dan tekanan 60 psi) Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
Peningkatan volume permeate menurunkan faktor separasi membran hidrofobik sedangkan pada membran hidrofilik menurunkan fluks walaupun meningkatkan faktor separasi, tapi tidak signifikan. 4.2. Pengaruh Suhu Umpan PBTK
LSW
GSWP
0,034 0,027 0,020 0,014 0,007 0,000
GVHP
Faktor Separasi (βe/a)
Fluks (g/(cm2.s))
GVHP
PBTK
LSW
GSWP
1,75 1,55 1,35 1,15 0,95 0,75
50
60 70 Suhu Umpan (°C)
80
50
60 70 Suhu Umpan (°C)
80
Gambar 11. Pengaruh suhu umpan terhadap permeabilitas (kiri) dan faktor separasi (kanan) membran GVHP, PBTK, LSW, dan GSWP (konsentrasi etanol 20% v/v, volume permeate 30 ml, dan tekanan 60 psi) Suhu umpan mempengaruhi permeabilitas membran hidrofobik yaitu GVHP dan LSW, akan tetapi tidak mengubah fluks membran hidrofilik. Pada gambar 11 terlihat peningkatan permeabilitas signifikan terjadi ketika suhu umpan dinaikkan menjadi 75°C dibandingkan ketika suhu umpan pada suhu 55°C dan 65°C. Permeabilitas tertinggi ditunjukkan membran LSW sebesar 0,032 g cm-2 s-1 pada suhu 75°C. Suhu 75°C menyebabkan banyak molekul etanol (titik didih etanol 78,40°C) yang terkonsentrasi pada permukaan umpan sedangkan sedikit molekul etanol yang berada di permukaan membran. Peran suhu tidak hanya berkaitan dengan perpindahan massa, melainkan suhu juga berperan sebagai energi sorpsi. Pembuktian secara kuantitatif dapat dibuktikan dengan menghitung koefisien difusivitas etanol dengan persamaan: (6) dimana De, Je, h, dan Ce masing-masing adalah koefisien difusivitas etanol (m2/s), fluks etanol (g cm-2 s-1), ketebalan membran (µm), konsentrasi etanol dalam permeate (kg/m3). Tabel 4. Koefisien difusivitas etanol pada membran LSW Suhu (°C) 55 65 75
De (m2/s) 2,24 x 10-8 2,65 x 10-8 4,52 x 10-8
Da (m2/s) 1,77 x 10-8 2,10 x 10-8 3,57 x 10-8
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
De: koefisien difusivitas etanol; Da: koefisien difusivitas air
Pengolahan data dari tabel 4. dapat digunakan untuk menghitung besar energi sorpsi yang diperlukan [8]: (7) dengan X adalah koefisien difusivitas etanol (De) atau permeabilitas etanol (Je), Ea adalah energi aktivasi permeasi atau difusi (kJ/mol), R adalah konsanta energi, dan T adalah suhu umpan (K). Dari persamaan (7) diperoleh besar energi aktiviasi permeasi (Ep) dan difusi (Ed) etanol dalam membran LSW masing-masing sebesar 43,42 dan 31,40 kJ/mol sehingga panas sorpsi etanol pada membran LSW dapat dihitung dengan persamaan [8]: (8) dimana ΔHs adalah panas sorpsi, Ep dan Ed masing-masing adalah energi aktivitas permeasi dan difusi (kJ/mol). Panas sorpsi etanol pada membran LSW sebesar 12,02 kJ/mol (endotermis). 2,9
-6
ln Je
-4
2,95
3
3,05
y = -5.222x + 12.01
-16,5 2,85 3,1 -17 -17,5 -18
ln De
1000/T (K-1)
0 2,85 -2
2,9
1000/T (K-1) 2,95 3
3,05
3,1
y = -3,7778x - 6,1433
Gambar 12. Plot Arrhenius (a) ln Je vs 1000/T (b) ln De vs 1000/T membran LSW Endotermis pada energi sorpsi menandakan bahwa suhu diperlukan bagi etanol agar dapat berdifusi pada membran LSW sebab sifatnya yang sangat hidrofobik. Membran GVHP yang sifatnya kurang hidrofobik memiliki faktor separasi yang lebih besar pada suhu 55°C dan 65°C (energi sorpsi yang lebih rendah), akan tetapi pada suhu 75°C faktor separasi terbaik ditunjukkan membran LSW dengan besar 1,51. Peningkatan suhu umpan menyebabkan kenaikan faktor separasi berlaku hanya pada membran hidrofobik.
4.3. Pengaruh tekanan transmembrane Tekanan meningkatkan permeabilitas semua membran kecuali membran GSWP dan PBTK. Membran GSWP yang merupakan thin film cenderung mengalami kompaksi (compaction) ketika berada pada tekanan yang tinggi. Permeabilitas gas nitrogen pada membran PBTK (polyethersulfone) yang sangat rendah sehingga tidak memberikan perubahan fluks secara signifikan. Membran LSW mengalami peningkatan permeabilitas yang lebih besar dari membran
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
GVHP sebab permeabilitas gas nitrogen terhadap polytetrafluoroethylene (1,00 x 10-13 cm3 cm cm-2 s-1 Pa-1) lebih besar dari polyvinylidene fluoride (0,03 x 10-13 cm3 cm cm-2 s-1 Pa-1).
Fluks (g/(cm2.s))
GVHP
PBTK
LSW
GSWP
0,034 0,027 0,020 0,014 0,007 0,000 35
45 55 65 Tekanan Transmembrane psi)
Gambar 13. Pengaruh tekanan terhadap permeabilitas membran GVHP, PBTK, LSW, dan GSWP (konsentrasi etanol 20% v/v, volume permeate 30 ml, dan suhu umpan 75°C) Tekanan tidak mempengaruhi faktor separasi pada membran GVHP, PBTK, dan GSWP, akan tetapi mempengaruhi faktor separasi membran LSW (terlihat pada gambar 11). Kenaikan tekanan transmembrane meningkatkan faktor separasi pada membran LSW, hal ini mungkin dikarenakan tekanan memberikan kontribusi terhadap proses desorpsi etanol. Energi sorpsi yang besar pada membran LSW secara tidak langsung mengindikasikan bahwa energi desorpsi yang diperlukan membran LSW juga besar.
Faktor Separasi (βe/a)
GVHP
PBTK
LSW
GSWP
1,75 1,55 1,35 1,15 0,95 0,75 35
45 55 Tekanan Transmembrane (psi)
65
Gambar 14. Pengaruh tekanan terhadap faktor separasi membran GVHP, PBTK, LSW, dan GSWP (konsentrasi etanol 20% v/v, volume permeate 30 ml, dan suhu umpan 75°C)
4.4. Pengaruh konsentrasi etanol dalam umpan Konsentrasi etanol dalam umpan memberikan pengaruh yang besar terhadap stabilitas kimia membran. Semakin tinggi konsentrasi etanol dalam umpan, maka semakin besar degree of
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
swelling (%DS) [3] membran hidrofobik (GVHP dan LSW) sedangkan konsentrasi air yang besar pada umpan akan meningkatkan degree of swelling membran hidrofilik (PBTK dan LSW) secara signifikan. Fenomena degree of swelling pada membran akan memperbesar pori membran
% Degree of Swelling
hidrofilik maupun hidrofobik, peristiwa dikenal sebagai pore dilation. 20 15 10 5 0
10% (v/v) 20% (v/v) 60% (v/v)
Jenis Membran Pada Variasi Konsentrasi Etanol (%v/v)
Gambar 15. Degree of swelling membran GVHP, PBTK, LSW, dan GSWP pada variasi konsentrasi etanol pada umpan Membran LSW tidak mengalami degree of swelling, melainkan degree of dissolution [14] akibat keberadaan etanol yang menyebabkan membran LSW mengalami plasticization. Plasticization pada membran LSW (polytetrafluoroetehylene) menurunkan glass transition temperature (Tg, 115°C). Degree of swelling terkecil sebesar 0,040% dimiliki membran GVHP pada konsentrasi etanol 10% v/v dalam umpan sedangkan pada 10% v/v konsentrasi etanol membran GSWP menghasilkan degree of swelling terbesar sebesar 14,78%
Faktor Separasi (βe/a)
GVHP
PBTK
LSW
GSWP
1,75 1,55 1,35 1,15 0,95 0,75
0
20 40 60 Konsentrasi Etanol (%v/v)
80
Gambar 16. Pengaruh konsentrasi etanol terhadap faktor separasi membran GVHP, PBTK, LSW, dan GSWP (volume permeate 30 ml, suhu umpan 75°C, dan tekanan 60 psi) Gambar 16 menunjukkan membran hidrofilik yaitu membran PBTK dan GSW, tepat digunakan untuk memisahkan etanol – air ketika konsentrasi air dala umpan rendah, demikian pula membran hidrofobik (membran GVHP dan LSW) memberikan performa separasi yang
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
lebih maksimal ketikaetanol dalam umpan rendah. Faktor separasi terbaik pemisahan 20% v/v etanol dalam umpan adalah membran LSW dengan besar 1,51 sedangkan membran GVHP (βe/a = 1.37) lebih baik digunakan apabila konsentrasi etanol dalam umpan 10% v/v
(a)
Gambar 17. FESEM membran (a) GVHP sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) pengunaan dengan perbesaran 20.000x (b) PBTK sesudah penggunaan dengan perbesaran 50.000x (c) LSW sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) pengunaan dengan perbesaran 2.000x (d) GSWP sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) pengunaan dengan perbesaran 50.000x Pada gambar 17 (a) dan (d) terlihat bahwa membran mengalami pore dilation akibat membran GVHP dan GSWP mengalami degree of swelling pada konsentrasi etanol 20% v/v. Membran GSWP terlihat memperoleh pengaruh pore dilation yang lebih besar sebab degree of swelling membran hidrofilik yang besar ketika konsentrasi air dalam umpan tinggi. Gambar 17 (c) memperlihatkan bahwa membran LSW mengalami degree of dissolution, hal ini tampak dari perubahan permukaan membran setelah digunakan untuk separasi etanol-air. Perubahan stuktur membran PBTK pada gambar 17 (b) menunjukkan membran PBTK tidak stabil suhu tinggi.
4.5. Pemurnian bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa performa separasi terbaik ditunjukkan membran GVHP dengan kondisi operasi volume permeate 10 ml, suhu 75°C, tekanan 60 psi, dan konsentrasi etanol 20% v/v dimana faktor separasi, permeabilitas, dan Separation Index yang dihasilkan sebesar 3,03, 0,015 g cm-2 s-1, dan 0,046 g cm-2 s-1.
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
Gambar 18. Hasil pemisahan bioetanol menggunakan membran GVHP yaitu permeate (kiri) dan retentate (kanan) Penerapan membran GVHP untuk memurnikan bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit (terlihat pada gambar 16) terbukti efektif untuk memisahkan suspensi Saccharomycess cerevisiae danrecovery enzim selulase. Hal idapat dibuktikan jika ditinjau dari besar data absorbansi permeate sebesar 0,376, jauh lebih rendah dibandingkan data absorbansi umpan awal, bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit, dan retentate masing-masing dengan sebesar 1,981 dan 2,172. Pemisahan Saccharomycess cerevisiae penting untuk mencegah bio-fouling [15] unit refinery lainnya. Bioetanol hasil dari Simulatneous Saccharification and Fermentation (SSF) tandan kosong kelapa sawit menghasilkan juga by-products seperti 1-propanol, 1-butanol, glukosa, dan asam asetat [1]. Dari hasil pemisahan yang dilakukan hasil faktor separasi yang terbaik ditunjukkan terhadap propanol sebesar 5,44 sedangkan terhadap etanol sebesar 3,66. Performa separasi membran GVHP lainnya yang dapat diukur adalah rejection factor. Rejection factor membran GVHP terhadap asam asetatmemberikan hasil yang sangat baik yaitu 96,66%. Pemisahan asam asetat ini penting untuk mencegah kerusakan matriks membran [15] sehingga penerapan teknologi membran pada tahap bio-refinery selanjutnya seperti vapor permeation unuk meningkatkan kemurnian etanol.
Gambar 17. Profil puncak dari Gas Chromatography Flame Ionization Detector (GC FID) yang diperoleh dari bioetanol, hasil dari Simulatneous Saccharification Fermentation tandan kosong kelapa sawit
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
Tabel 2. Besar faktor separasi dan rejection factor membran GVHP pada bioetanol Komponen Etanol Propanol Butanol Komponen Glukosa Asam asetat
Umpan 7,671% 0,009% 0,013% Umpan * 0,217 0,299%
Permeate 23,309% 0,049% 0,018% Permeate * 0,208 0,010%
Faktor separasi 3,66 5,44 1,38 Rejection factor 4,15% 96,66%
Keterangan: % dalam bentuk v/v dan satuan * adalah mg/ml
Tabel 3. Perbandingan hasil performa separasi dengan jenis membran lainnya Membran a
Kosentrasi Suhu Faktor awal (%) (°C) separasi c 70,00 39 1,58
TFC poliamida (RE70-1812-50GDP) Membran GVHP Membran GVHP b PDMS Polyamide-6 b PDMS Silicate in cauo Cellulose acetate
20,00 d 7,67 3,00 70,00 d 4,10 5,00 30,00
75 75 80 60 60 60
Membran
Kosentrasi Suhu awal (°C) Membran GVHP 0,30% 75 Polypropylene 9,00 g/L Polyamide/polysulfone 10,00 g/L 25
Konfigurasi e
Unit PV
3,03 3,66 2,00 2,00 7,30 7,80 4,50
Ultra-stirred cell Ultra-stirred cell Unit PV Unit PV Unit PV Unit PV Membran reaktor
Tekana n (psi) 60,00 71,05
Rejection Factor acetic acid (%) 96,66 40,00 60,00
Referensi Setijio dan Novalina, 2012 Penelitian ini Penelitian ini Huang et al., 2008 Kujawksi et al., 1995 Trinth et al., 2013 Sano et al., 1998 Kaewannetra et al., 2011 Referensi Penelitian ini Grzenia et al., 2008 Grzenia et al., 2008
Keterangan: a = Thin Film Composite, b = polydimethylsiloxane (PDMS), c = isopropanol – air, d = etanol hasil fermentasi, e = unit pervaporasi
5. Kesimpulan
dan saran
Performa separasi terbaik untuk konsentrasi etanol dalam umpan yang rendah diperlihatkan oleh membran hidrofobik GVHP. Bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit menghasilkan tidak hanya etanol, namun juga 1-propanol, 1-butanol, asam asetat, dan glukosa sisa hidrolisis. Penggunaan membran GVHP untuk purifikasi bioetanol paling baik digunakan untuk mengurangi asam asetat dan 1-propanol.
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014
Daftar Pustaka [1] Lin, Yan. (2006). Ethanol fermentation from biomass resources: current state and prospects. Appl Microbiol Biotechnol, 69, 627-642 [2] Gokavi, G. S. (2013). Polymer blend nanocomposite membranes for ethanol-dehydration-effect of morphology and membrane-solvent interaction. J. Membr Sci, 430. 321-329 [3] He, Yi. (2012). Recent advances in membrane technologies for biorefining and bioenergy production. J. Biotechnology Advances, 30, 817-858 [4] Huang, Hua-Jiang. (2008). A review of separation technologies in current and future biorifineries. J. Separation and Purification Technology, 62, 1-21 [5] Kaewkanannetra, P. (2011). Separation of ethanol-water mixture and fermented sweet sorghum juice using pervaporation membrane reactor. J. Desalination, 271, 88-91 [6] Kalyani. (2008). Pervaporation separation of ethanol-water mixture through sodium alginate membranes. J. Desalination, 229, 68-81 [7] Lakouraj, Moslem Mansouur. (2005). Synthesis and swelling characterization of cross-linked PVP/PVA hydorgels. J. Iranian Polymer, 14, 1022-1030 [8] Magalad. (2010a). Mixed matrix blend membranes of poly(vinyl alcohol)-poly(vinyl pyrrolidone) loaded with phosphomolybdic acid used in pervaporation dehydration of ethanol. J. Membr Sci, 354, 61-150 [9] Amin, N.A. (2012). Pre-treatment of empty fruit bunch for biofuel production. J. of Energy and Environment, 3, 18-22 [10]Brüschke. (2001). Membrane technology in the chemical industry. Germany: Wiley-VCH Verlag GmbH [11]Okada, Tomoyuki. (1991). A study on the pervaporation of ethanol/water mixtures on the basis of pore flow model. J. Membr Sci, 59, 151-168 [12]Sasaki, Kengo. (2013). Ability of a perfluoropolymer membrane to tolerate by-products of ethanol fermentation broth from dilute acid-pretreated rice straw. Biochemical Engineering Journal, 70, 135-139 [13]Shao, P. (2005). Polymeric membrane pervaporation. J. Membr Sci, 287, 162-179 [14]Shukla, Rishi. (2003). Stability and performance of ultrafiltration membranes in aqueous ethanol. Separation Science and Technology, 38, 1533 – 1547 [15]Offeman, Richard D. (2011). Poisoning of mixed matrix membranes by fermentation componenets in pervaporation ethanol. J. Membr Sci, 367, 288-295 [16]Sasaki, Kengo. (2013). Ethanol fermentation by xylose-assimilating Saccharomyces cerevisiae using sugars in a rice straw liquid hydrolysate concentrated by nanofiltration. Bio-resource Technology, 147, 84-88 [17]Sano, Tsuneji. (1994). Separation of ethanol/water mixture by silicate membrane on pervaporation. J. Membr Sci, 95, 221-228 [18]Solak, Ebru Kondolot. (2011). Separation performance of sodium alginate/poly(vinylpyrrilidone) membranes for aqueous/dimethylformamide mixture by vapor permeation and vapor permeation with temperature difference methods. Advances in Chemical Engineering and Sciences, 1, 305-312 [19]Trinth, Ly Thi Phi. (2013). Pervaporation separation bioethanol produced from fermentation of waste newspaper. J. Industrial and Engineering Chemistry, 3, 1-9 [20] Tripathi, Bikay P. (2010). Bifunctionalized organic-inorganic charge nanocomposite membrane for pervaporation dehydration of ethanol. J Colloid and Interface Science, 346, 54-60 [21]Ulbricht, Mathias. (2005). Advances functional polymer membranes. J. Polymer, 47, 2217-2262 [22]Vane, L. M. (2005). A review of pervaporation for product recovery from biomass fermentation process. J. Chem Technol Biotecnol, 80, 603-629 [23]Xie, Zongli. (2010). Separation of aqueous salt solution by pervaporation through hybrid organic-inorganic membranes: effect of operating condition. J. Material Science and Engineering, 33, 1-17 [24] Xu, Weihua. (2001). Design and development of a pervaporation membrane separation module. J. Mechanical and Industrial Engineer, 1, 1-9 [25]Cutler, Hailey. (2010). Intercation between membraneand properties on flux decline during membrane sterilization. J. Bioengineering, 1, 1-8
Universitas Indonesia
Pengaruh jenis..., Leonardus Wijaya Muslim, FT, 2014