Pengaruh Ion Pengganggu, pH dan Temperatur terhadap Kinerja Elektroda Selektif Ion (ESI) NCS- Tipe Kawat Terlapis Berbasis Aliquat 336-NCSNovita Puspita Y., Hermin Sulistyarti, Atikah (11 Januari 2010)
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ion pengganggu (I-, CN-, S2-), pH dan temperatur terhadap kinerja elektroda selektif ion (ESI) NCS- (tiosianat) tipe kawat terlapis berbasis aliquat 336NCS-. Membran ESI dibuat dari campuran aliquat 336-NCS- : PVC (polivinilklorida) : plasticizer DOP (dioktilftalat) dengan perbandingan (% b/b) = 4:32:64 dalam pelarut THF (tetrahidrofuran) dengan perbandingan (% b/v) = 1:3. Koefisien selektifitas ditentukan dengan menggunakan metode larutan tercampur pada konsentrasi ion utama 1x10-3 – 1x10-1 M dan konsentrasi ion pengganggu 1x10-3, 1x10-2, dan 1x10-1. Pengaruh pH dan temperatur ditentukan dengan mengukur potensial larutan KSCN pada pH 3-10 dan pada temperatur 5 – 50 oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ion I- dan CN- mengganggu kinerja ESI NCS-, sedangkan ion S2- tidak mengganggu pada konsentrasi NCS- 1x10-1 M. Urutan selektivitas ESI NCS- tipe kawat terlapis terhadap ion pengganggu adalah I->CN->NCS->S2-. Kinerja ESI NCS- tipe kawat terlapis dipengaruhi oleh pH 3-4 dan pH>9, dan dipengaruhi oleh temperatur <25 oC dan temperatur >28 oC.
Pengaruh Konsentrasi Larutan Penyerap N-(1-Naptil)-Etilendiamin Dihidroklorida (NED) dan Waktu Pemaparan Terhadap Penentuan Gas NOx Di Udara Ni Luh Putu Merawati, Qonitah Fardiyah, Barlah Rumhayati (27 Januari 2010)
Abstrak Telah dipelajari pengaruh konsentrasi larutan penyerap N-(1-naptil)-etilendiamindihidroklorida (NED), waktu pemaparan dan usia penyimpanan larutan penyerap NED terhadap penentuan gas NOx di udara. Dalam penelitian ini gas NOx dibuat dengan cara mereaksikan logam Cu dengan HNO3 pekat. Gas NOx terserap ke dalam tabung impinger yang berisi larutan penyerap NED. Pengukuran absorbansi senyawa azo yang terbentuk menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 550 nm. Pengaruh konsentrasi larutan penyerap NED dan waktu pemaparan diperoleh dengan cara memvariasikan konsentrasi NED dan waktu pemaparan gas NOx yaitu 0,2; 0,15; 0,1; 0,05; dan 0,025 % (b/v) serta variasi waktu pemaparan gas NOx adalah 15, 30, 45, 60 dan 75 menit. Sedangkan untuk usia pemakaian larutan penyerap NED diamati pengukurannya selama 30 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi NED, waktu pemaparan gas NOx dan usia penyimpanan larutan penyerap berpengaruh pada kondisi optimum 0,1 % (b/v), 45 menit dan 22 hari. Kata kunci: gas NO, konsentrasi NED, waktu pemaparan.
1
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Pengaruh Ion Klorida terhadap Kinerja Elektroda Selektif Ion Iodat Menggunakan Ba(IO3)2 Sebagai Ionofor Kurniawatin Ningsih, Ani Mulyasuryani, Qonitah Fardiyah (29 Januari 2010)
Abstrak Potensial sel dipengaruhi oleh kekuatan ion larutan, karena peningkatan kekuatan ionik larutan akan menurunkan aktivitas ion iodat. Peningkatan potensial sel mempengaruhi kinerja ESI iodat. Kekuatan ionik larutan dipengaruhi oleh jumlah ion dalam larutan. Oleh karena itu, pada penelitian ini dipelajari pengaruh ion klorida terhadap kinerja ESI iodat. ESI iodat dibuat dari batang karbon yang dilapisi Ba(IO3)2 0,01 g dalam membran kitosan. Konsentrasi ion klorida yang dipelajari adalah 1×10-4, 1×10-3, 1×10-2, 1×10-1, dan 1 M. kisaran konsentrasi iodat yang dipelajari adalah 1×10-8 M hingga 1×10-1 M. Pengukuran potensial dilakukan dengan menggunakan elektroda Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ESI iodat memiliki waktu respon 160 detik, bilangan Nernst 52,51 mV/dekade , batas deteksi 6,7×10-5 M dan kisaran konsentrasi 1×10-4 M hingga 1×10-1 M. Ion klorida menurunkan kinerja ESI iodat jika konsnetrasi ion klorida dalam larutan lebih besar dari 1×10-2 M. Pada keadaan ini, terjadi penurunan bilangan Nernst, kisaran konsentrasi, peningkatan batas deteksi, dan penurunan selektivitas ESI iodat.
Pembuatan dan Karakterisasi Elektroda Selektif Ion Tiosianat Tipe Kawat Terlapis Berbasis Aliquat 336 Tiosianat dengan Menggunakan DOP Sebagai Plasticizer Farahdilla Andhika Yull Fritanti, Hermin Sulistyarti, Atikah (29 Januari 2010)
Abstrak Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah membuat dan mengkarakterisasi ESI tiosianat tipe kawat terlapis berbasis Aliquat-336 dengan menggunakan DOP sebagai plasticizer dan kawat Pt sebagai konduktor. ESI tiosianat terdiri dari membran berbahan aktif aliquat 336-tiosianat serta bahan pendukung campuran polimer polivinil klorida (PVC) dan dioktilftalat (DOP) dalam pelarut tetrahidrofuran (THF) dengan perbandingan 1:3 (b/v). Komposisi optimum membran ditentukan dengan membandingkan beberapa plasticizer yang digunakan. Sifat dasar ESI yang dikarakterisasi meliputi: faktor Nernst, kisaran konsentrasi pengukuran, batas deteksi, waktu respon, dan usia pemakaian. Kinerja ESI terbaik diperoleh dari membran dengan komposisi 32% PVC, 64% dioktilftalat, dan 4% ionofor. Elektroda yang telah dibuat mendekati nernstian dengan kisaran konsentrasi 10-3– 10-1 M, faktor Nernst 58,01±0,61 mV/dekade konsentrasi, batas deteksi 5,15 x 10-4 M (29,87 ppm), waktu respon 105 detik, dan waktu prakondisi optimum 1 jam. Membran ESI dapat digunakan selama 20 hari dengan potensial yang stabil. Kata kunci: ESI tipe kawat terlapis, tiosianat, plasticizer DOP.
2
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Studi Pengaruh Konsentrasi dan pH Larutan Terhadap Adsorpsi Fosfat Oleh Biomassa Tanaman Kiambang (Salvinia molesta) Early Surya Agustina, Chasan Bisri, Barlah Rumhayati (3 Februari 2010)
Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang kemampuan pengikatan biomassa kiambang (Salvinia molesta) terhadap fosfat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan pH terhadap adsorpsi fosfat serta mengetahui isoterm adsorpsinya. Kiambang yang diperoleh dari persawahan dikeringkan dengan oven untuk mendapatkan biomassa kering dengan ukuran 120 mesh. Penentuan pengaruh pH larutan terhadap adsorpsi fosfat dilakukan pada variasi pH 6,5; 7; dan 7,5. Penentuan kapasitas adsorpsinya dilakukan pada variasi konsentrasi 1,6; 2; 4; dan 8 mg/L. Kapasitas adsorpsi optimum dihitung berdasarkan konsentrasi fosfat dalam larutan sebelum dan setelah proses adsorpsi. Konsentrasi awal dan akhir fosfat dalam larutan ditentukan dengan metode Timah(II) Klorida dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomassa kiambang mengandung protein yang mampu berperan mengadsorpsi fosfat. Naiknya pH menyebabkan adsorpsi juga meningkat. Kapasitas adsorpsi maksimum diperoleh pada konsentrasi 4 mg/L dengan banyaknya fosfat teradsorpsi sebesar 0,13±0,01 mg fosfat per gram biomassa kiambang dengan persen adsorpsi sebesar 68,40%. Adsorpsi fosfat oleh biomassa tersebut mengikuti isoterm Freundlich yaitu adsorpsi terjadi pada permukaan yang heterogen.
Pengaruh Jumlah Biomassa Kiambang (Salvinia molesta) dan Waktu Kontak Terhadap Adsorpsi Fosfat Eka Riesanti, Chasan Bisri, Barlah Rumhayati (3 Februari 2010)
Abstrak Telah dilakukan penelitian yang mengkaji kemampuan biomassa kiambang (Salvinia molesta) dalam mengadsorpsi fosfat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah adsorben dan waktu kontak terhadap adsorpsi fosfat. Kiambang dikeringkan dalam oven dan dijadikan serbuk dengan ukuran partikel lolos saring 120 mesh. Penentuan pengaruh jumlah adsorben terhadap adsorpsi fosfat dilakukan pada variasi jumlah 0,02; 0,04; 0,10; 0,20; 0,30; 0,40; 0,50; dan 1,00 gram. Penentuan waktu kontak adsorpsi dilakukan pada variasi 5, 10, 20, 30, 60, dan 120 menit. Konsentrasi fosfat yang digunakan adalah 0,8 ppm. Penentuan konsentrasi fosfat sebelum dan setelah adsorpsi dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan metode Timah (II) Klorida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum adsorpsi fosfat dicapai pada jumlah adsorben 0,2 gram dan waktu kontak 10 menit.
3
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Pengaruh Konsentrasi Ion Tiosulfat dan Tiosianat Terhadap Recovery Tembaga(I) Tiosulfat Secara Ekstraksi Fasa Padat Menggunakan Nata de Coco Istiqomah Primasari, Ani Mulyasuryani, Danar Purwonogroho (8 Februari 2010)
Abstrak Pada recovery ion kompleks tembaga(I) tiosulfat terjadi mekanisme penukaran ion, sehingga muatan eluen dapat mempengaruhi hasil recovery. Dengan demikian pada penelitian ini dipelajari kemampuan nata de coco sebagai fasa padat serta pengaruh penggunaan eluen yaitu ion tiosulfat dan tiosianat terhadap recovery tembaga(I) tiosulfat. Preparasi fasa padat dilakukan dengan merendam nata de coco (ketebalan 0,06 mm) ke dalam larutan CTAB 0,5 mM selama 24 jam. Proses ekstraksi menggunakan 10 mL tembaga(I) tiosulfat dengan konsentrasi 10 ppm dan proses recovery menggunakan 10 mL eluen. Eluen yang digunakan yaitu larutan Na2S2O3 konsentrasi 0,25; 0,50; 0,75; 1,00; 1,25 mM dan KSCN konsentrasi 0,50; 1,00; 1,50; 2,00; 2,50 mM. Berdasarkan hasil penelitian, nata de coco dapat digunakan sebagai fasa padat pada proses recovery ion tembaga(I) tiosulfat. Efisiensi ekstraksi tembaga(I) tiosulfat oleh nata de coco yang dipreparasi dengan CTAB adalah 55,5% dan oleh nata de coco tanpa CTAB adalah 33%. Hasil recovery kompleks tembaga(I) tiosulfat menggunakan ion tiosulfat memberikan persen recovery lebih tinggi dibandingkan dengan ion tiosianat. Ion tiosulfat memberikan persen recovery hingga 8,49% pada konsentrasi 1,25 mM dimana perbandingan tembaga(I) tiosulfat dengan eluen 1:15.
Pengaruh pH Terhadap Kinerja Biosensor Konduktometri Asam Urat Menggunakan Membran Nata de Coco Agustin Dhini Dialesi, Ani Mulyasuryani, Arie Srihardyastuti (15 Maret 2010)
Abstrak Biosensor asam urat dapat dikembangkan dengan metode konduktometri berdasarkan pengukuran konduktansi ion H3O+, HCO3- dan CO32- hasil disosiasi H2CO3, asam lemah yang dihasilkan dari CO2 terlarut dalam air. Gas CO2 dihasilkan dari reaksi oksidasi asam urat oleh urikase. Kinerja biosensor konduktometri asam urat dipengaruhi oleh pH, karena aktivitas urikase bergantung pada pH. Selain itu, pH juga berpengaruh terhadap komposisi ion dalam larutan dan selektifitas biosensor. Kinerja biosensor konduktometri asam urat yang telah dibuat dipelajari pada kisaran pH 7,5 hingga 9,5 dan konsentrasi asam urat 0 hingga 10 ppm. Hasil penelitian menunjukkan kinerja biosensor konduktometri asam urat dipengaruhi oleh pH. Kinerja biosensor terbaik dihasilkan pada pH 7,5. Pada kondisi tersebut biosensor konduktometri asam urat menunjukkan kepekaan sebesar 4,55 nmho/ppm pada kisaran konsentrasi pengukuran 2 hingga 6 ppm, batas deteksi 2,00 ppm, waktu respon 150 detik dan efisiensi biosensor hingga 55 kali pengukuran.
4
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Studi Pengaruh Waktu Kontak dan Massa Adsorben Terhadap Adsorpsi Pb(II) Pada Adsorben Biomassa Kiambang (Salvinia molesta) Alvin Juniawan, Barlah Rumhayati, Chasan Bisri (23 April 2010)
Abstrak Metode adsorpsi adalah salah satu cara untuk untuk menurunkan kadar zat kimia dan logam berat yang terlarut dalam air misalnya logam berat Pb. Pada penelitian ini logam berat Pb(II) diadsorpsi pada adsorben dari biomassa kiambang (Salvinia molesta). Adsorben dibuat dengan memanaskan biomassa kiambang pada suhu 60oC selama 12 jam, kemudian dihaluskan dan diayak menggunakan ayakan 120 mesh. Serbuk kiambang yang lolos ayakan 120 mesh(ukuran <120 mesh), selanjutnya digunakan sebagai adsorben untuk adsorpsi Pb(II). Larutan Pb(II) dengan konsentrasi sebesar 3 ppm digunakan untuk mempelajari pengaruh waktu kontak dan massa adsorben terhadap jumlah adsorpsi logam Pb(II). Waktu kontak optimum adsorpsi logam Pb(II) oleh biomassa kiambang sebesar 20 menit dengan jumlah Pb(II) teradsorpsi sebesar 0,3168 mg/g (97,1%), sedangkan untuk massa adsorben optimum pada 0,2 gram dengan jumlah Pb(II) teradsorpsi sebesar 0,324 mg/g (97,99%). Waktu kontak dan massa adsorben mempengaruhi jumlah Pb(II) yang teradsorpsi oleh adsorben biomassa Kiambang.
Sequential Injection Analysis (SIA) Untuk Penentuan Kromium(III) dan Kromium(VI) Menggunakan Pengoksidasi Kalium Persulfat (K2S2O8) Muallimatul Islamiyah, Akhmad Sabarudin, Hermin Sulistyarti (4 Mei 2010)
Abstrak Penentuan kromium(III) dan kromium(VI) menggunakan pengoksidasi kalium persulfat secara on-line dengan metode SIA–LAV telah dipelajari. Dalam metode SIA-LAV, absorbansi Cr(VI) diukur pada panjang gelombang 530nm melalui pembentukan kompleks dengan reagen 1,5-difenilkarbazida. Setelah dilakukan oksidasi Cr(III) menjadi Cr(VI) menggunakan K2S2O8, kromium (total) dapat ditentukan dengan metode yang sama. Kemudian kromium(III) dapat ditentukan dengan menghitung selisih antara kromium total dengan kromium(VI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum dari penentuan kromium(III) dan kromium(VI) ini meliputi pH sampel kromium adalah pH 2, konsentrasi K2S2O8 10-3M dengan volume 100µL, konsentrasi 1,5-difenilkarbazida 10-5M dengan volume 100µL, volume sampel kromium 100µL, laju alir menuju detektor 30µL/s dan waktu delay 45 detik. Nilai limit deteksi (LOD) untuk Cr(III) dan Cr(VI) yang diperoleh dari metode ini 0,0078ppm dan 0,0071ppm sehingga metode ini diterapkan untuk penentuan konsentrasi Cr(III) dan Cr(VI) dalam beberapa sampel air. Kata kunci: ion kromium (III) dan kromium(VI), kalium persulfat, Sequential Injection Analysis (SIA).
5
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Sequential Injection Analysis Untuk Penentuan Kromium(III) Dan Kromium(VI) Menggunakan Pengoksidasi Kalium Permanganat (KMnO4) Ira Ustiningrum, Akhmad Sabarudin, Hermin Sulistyarti (5 Mei 2010) Abstrak Kromium merupakan logam berat yang bersifat racun. Konsentrasi kromium di dalam sampel air lingkungan sangat rendah. Oleh karena itu diperlukan metode penentuan yang sensitif untuk kromium. Sequential Injection Analysis yang menyediakan system on-line dan dilengkapi dengan sistem reaksi oksidasi adalah salah satu metode yang efektif untuk penentuan kromium(III) dan kromium(VI). Pada penelitian ini, Cr(III) dioksidasi menjadi Cr(VI) menggunakan pengoksidasi kuat kalium permanganat (KMnO4). Cr(VI) yang terbentuk direaksikan dengan 1,5-difenilkarbazid (DiPC) untuk membentuk kompleks Cr(VI)-DiPC, yang selanjutnya dideteksi secara spektrofotometri pada λ 540 nm. Kondisi yang mempengaruhi penentuan Cr(III) dan Cr(VI) telah dipelajari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum dari penentuan Cr(III) dan Cr(VI) adalah pada pH 4, konsentrasi KMnO4 1.10-4 M dengan volume 75 µL, konsentrasi DiPC 1.10-5 M dengan volume 50 µL, volume sampel 200 µL, laju alir ke detektor 20 µL/s dan waktu delay selama 10 detik. Metode ini berhasil diterapkan untuk penentuan kadar Cr(III) dan Cr(VI) dalam berbagai macam sampel air dengan hasil yang memuaskan. Kata kunci: Ion kromium(III) dan kromium(VI), kalium permanganat, Sequential Injection Analysis.
Sequential Injection Analysis–Lab At Valve Untuk Spesiasi Kromium Secara Kolorimetri dengan Menggunakan Pengoksidasi H2O2 dan Pengompleks 1,5-Difenilkarbazida (DiPC) Indah Ardiningsih, Akhmad Sabarudin, Hermin Sulistyarti (12 Mei 2010) Abstrak Kromium di alam umumnya berada pada dua tingkat oksidasi yang berbeda, yaitu Cr(III) yang merupakan unsur mikro yang penting bagi tubuh mahkluk hidup dan Cr(VI) yang bersifat racun. Beberapa metode pendeteksian kromium telah banyak dilakukan, namun tidak dapat memberikan informasi yang akurat mengenai toksisitas kromium dalam air tersebut, karena hanya mendeteksi kromium total saja. Untuk itu perlu dilakukan penentuan kromium pada masing – masing spesi-nya, seperti metode spesiasi. Pada penelitian kali ini, dilakukan spesiasi kromium dengan menggunakan SIA, sistem berbasis laju alir yang dimodifikasi dengan adanya “Lab-At-Valve” untuk memaksimalkan reaksi. Penentuan Cr(VI) didasarkan reaksi antara reagen pengompleks 1,5-difenilkarbazida (DiPC) dengan Cr(VI) membentuk kompleks Cr(VI)DiPC yang dapat dideteksi secara kolorimetri pada panjang gelombang 540 nm. Kromium total didapatkan dengan mengoksidasi Cr(III) dengan pengoksidasi H2O2 dalam suasana basa, sehingga Cr(VI) hasil oksidasi bersama dengan Cr(VI) yang ada dalam sampel dapat dikomplekskan dengan reagen DiPC, kemudian ditentukan secara kolorimetri dengan metode yang sama. Hasil optimum didapat dengan menggunakan konsentrasi pengoksidasi H2O2 10-5 M, konsentrasi pengompleks difenilkarbazida 2.10-5 M, volume H2O2 20 μL, volume difenilkarbazida 50 μL dan volume sampel 60 μL, serta waktu delay 10 detik dan laju alir menuju detektor 25 μL/s. Metode ini selanjutnya diaplikasikan untuk spesiasi kromium dalam beberapa sampel air, yang meliputi air sungai, air sumur dan air ledeng dengan hasil yang baik, dimana LOD untuk Cr(VI) dan Cr total berturut-turut sebesar 0,0089 dan 0,0103 ppm, LOD untuk Cr(III) adalah 0,0043 ppm. Kata kunci: SIA-LAV, spesiasi kromium.
6
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Pemekatan Cd(II) dalam Sampel Air Secara Otomatis dengan Menggunakan Kitosan Berikatan Silang Christina Rachmawati, Akhmad Sabarudin, Hermin Sulistyarti (17 Mei 2010) Abstrak Kadmium(II) dapat menyebabkan efek keracunan pada kehidupan organisme dalam ekosistem perairan. Logam kadmium memiliki konsentrasi yang sangat kecil dalam lingkungan perairan. Penentuan konsentrasi kadmium dilakukan dengan metode pemekatan. Pada penelitian ini, pemekatan dilakukan secara ekstraksi fasa padat dengan menggunakan fasa diam kitosan yang telah dimodifikasi dengan reagen pembentuk ikatan silang epiklorohidrin. Aplikasi pemekatan untuk penentuan konsentrasi Cd(II) didasarkan pada pembentukan warna menggunakan pengompleks alizarin red S dan hasilnya dideteksi secara otomatis dalam Automated Preteatment System (APS) menggunakan kolorimeter RGB. Kapasitas adsorpsi kitosan berikatan silang terhadap Cd(II) diperoleh sebesar 42,395 mg/g. Parameter-parameter yang mempengaruhi metode ini, meliputi pH pengompleks, pH sampel, volume pengompleks, laju alir sampel, dan laju alir pengompleks. Diperoleh hasil, bahwa Cd(II) dapat teradsorpsi secara optimum pada pH 4 dan mudah diperoleh kembali menggunakan suatu pengompleks pada pH 5. Laju alir sampel adalah 20 μL/s dan laju alir pengompleks adalah 30 μL/s dengan volume pengompleks 100 μL. Metode ini menghasilkan faktor pemekatan dan persen recovery yang tinggi. Oleh karena itu, metode ini sangat baik digunakan untuk penetuan konsentrasi Cd(II) dalam sampel air. Kata kunci: kadmium(II), pemekatan, kitosan berikatan silang, Automated Preteatment System(APS), kolorimeter RGB.
Ekstraksi Fasa Padat Untuk Penentuan Pb(II) dalam Sampel Air Menggunakan Kitosan Berikatan Silang Ivana Yusnaini K., Akhmad Sabarudin, Hermin Sulistyarti (20 Mei 2010) Abstrak Timbal (Pb(II)), merupakan salah satu unsur yang bersifat racun bagi kesehatan manusia. Pb(II) dalam sampel air biasanya ditemukan dalam konsentrasi yang sangat kecil. Oleh karena itu, untuk penentuannya diperlukan suatu metode pemekatan. Pada penelitian ini, pemekatan dilakukan dengan ekstraksi fasa padat menggunakan kitosan berikatan silang dengan epiklorohidrin sebagai adsorben dan larutan pengompleks alizarin red S sebagai eluen. Dalam teknik ini, sampel air dialirkan ke dalam kolom mini yang berisi kitosan berikatan silang yang dipasangkan pada alat automated pretreatment system kemudian dilakukan pengukuran menggunakan kolorimeter RGB. Parameter-parameter yang berpengaruh dalam metode ini, seperti pH adsorpsi dan desorpsi, volume pengompleks, laju alir sampel, dan laju alir pengompleks, telah dipelajari. Demikian pula dengan besarnya faktor pemekatan dan pengaruh adanya matriks dalam sampel air juga telah dipelajari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pb(II) dapat teradsorpsi secara optimal oleh kitosan berikatan silang pada pH 6 dengan laju alir sampel 40 μL/s dan dapat terdesorpsi optimal menggunakan alizarin red S pH 4 dengan volume 125 μL dan laju alir 15 μL/s. Jumlah Pb(II) yang dapat diadsorpsi oleh kitosan berikatan silang adalah 39,875 mg/g. Metode ini menghasilkan faktor pemekatan yang tinggi dan tidak terpengaruh dengan keberadaan matriks air yang mengandung logam Na, K, Ca, dan Mg. Oleh karena itu, metode ini dapat diaplikasikan untuk pemekatan dan penentuan Pb(II) dalam sampel air alami dengan hasil yang baik. Kata kunci: kitosan berikatan silang, Pb(II), ekstraksi fasa padat, Automated Pretreatment System, kolorimeter RGB.
7
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Pengaruh Waktu Kontak dan Kecepatan Pengocokan terhadap Recovery Mn2+ dalam Batuan Mangan Nodule Secara Ektraksi Fasa Padat Vivin Sarwenda Pancawati, Ulfa Andayani, Qonitah Fardiyah (2 Juni 2010) Abstrak Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh waktu kontak dan kecepatan pengocokan adsorpsi dan desorpsi terhadap recovery Mn2+ pada batuan mangan nodule menggunakan zeolit teraktifasi secara ekstraksi fasa padat. Tujuan penelitian ini adalah menentukan waktu kontak dan kecepatan pengocokan optimum pada proses adsorpsi dan desorpsi Mn2+ dari batuan mangan nodule. Zeolit alam yang digunakan berasal dari Turen Malang yang telah diaktifasi menggunakan larutan HCl 0,8 M. Sampel Mn2+ berasal dari batuan mangan nodule yang telah didestruksi menggunakan akuaregia. Mn2+ diadsorpsi oleh zeolit aktif dan didesorpsi menggunakan ekstraktan HCl 0,8 M. Waktu kontak dan kecepatan pengocokan dalam proses adsorpsi dan desorpsi mempengaruhi recovery Mn2+. Variasi waktu kontak yang dipelajari 1-3 jam dan variasi kecepatan pengocokan yang digunakan adalah 50-300 rpm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu kontak dan kecepatan pengocokan adsorpsi dan desorpsi berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap recovery Mn2+. Persen adsorpsi tertinggi yang diperoleh sebesar (62,82±0,59)% dengan waktu kontak adsorpsi optimum 2 jam dan kecepatan pengocokan adsorpsi optimum pada 100 rpm. Persen recovery tertinggi yang diperoleh sebesar (60,73±1,71)% dengan waktu kontak desorpsi optimum 2 jam dan kecepatan pengocokan desorpsi optimum 100 rpm. Kata kunci: mangan nodule, ekstraksi fasa padat, zeolit teraktivasi.
Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Eluen Terhadap Recovery Mn2+ dari Batuan Mangan Nodule Secara Ekstraksi Fasa Padat Rosita Ardhyasari, Ulfa Andayani, Chasan Bisri (2 Juni 2010) Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh jenis dan konsentrasi eluen terhadap recovery Mn2+ secara ekstraksi fasa padat. Fasa padat yang digunakan adalah zeolit alam Turen yang diaktivasi menggunakan HCl 0,8M. Sampel berasal dari batuan mangan nodule yang didestruksi dengan larutan akuaregia. Larutan sampel diadsorpsi dengan zeolit teraktivasi dengan sistem batch pada kecepatan pengocokkan 100 rpm selama 2 jam kemudian didesorpsi. Eluen yang dipelajari meliputi HCl, H2SO4, dan HNO3 dengan variasi konsentrasi 0,1; 0,3; 0,5; 0,7 dan 0,9 M. Kadar Mn2+ dalam eluat ditentukan secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 540nm menggunakan pereaksi amonium persulfat dan kalium periodat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa recovery Mn2+ optimum diperoleh pada penggunaan eluen HCl 0,7M dengan persen recovery sebesar (61,29±0,99)%. Kata kunci: mangan nodule, ekstraksi fasa padat, zeolit.
8
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Penentuan Kreatinin dalam Urin Secara Kolorimetri dengan Sequential InjectionFlow Reversal Mixing (SI-FRM) Eka Ratri Noor Wulandari, Akhmad Sabarudin, Hermin Sulisyarti (18 Juni 2010)
Abstrak Kreatinin yang diekskresikan melalui urin menunjukkan keadaan ginjal seseorang. Pada penelitian ini, penentuan kreatinin ditentukan dengan menggunakan metode Sequential Injection Analysis (SIA) yang didasarkan pada reaksi Jaffe. Metode SIA ini dilengkapi dengan mixing coil dan pembentukan segmen – segmen pada holding coil yang disebut sebagai SI-FRM. Penyempurnaan reaksi pembentukan senyawa kreatinin-pikrat dilakukan dengan pembentukan segmen pada holding coil dan proses flow reversal dengan menggunakan mixing coil. Parameter – parameter yang mempengaruhi metode ini yaitu penentuan konsentrasi asam pikrat dan NaOH, laju alir flow reversal dan produk reaksi, jumlah flow reversal, volume dan jumlah segmen optimum. Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimum pengukuran kreatinin yaitu dengan menggunakan konsentrasi asam pikrat 0,035M dan NaOH 3,5%, laju alir flow reversal 5 µL/detik, laju alir produk reaksi 20 µL/detik, jumlah flow reversal 4 kali dan menggunakan 3 segmen dengan masing-masing volume segmen 100 µL. Senyawa kreatin mengganggu penentuan kreatinin dengan hasil uji F berbeda nyata. Metode SIFRM ini telah diaplikasikan langsung untuk penentuan kadar kreatinin dalam urin dengan limit deteksi yang rendah yaitu 5,69 µg/g. Kata kunci: kreatinin, reaksi Jaffe, SI-FRM, urin.
Pengaruh Jumlah Urease terhadap Kinerja Biosensor Potensiometri Urea yang Terbuat dari Membran Kitosan Denny Lesmana, Ani Mulyasuryani, Sutrisno (18 Juni 2010)
Abstrak Menurut persamaan Michaelis-Menten, konsentrasi enzim mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatis sehingga secara tidak langsung mempengaruhi kinerja biosensor. Penelitian ini mempelajari pengaruh konsentrasi urease terhadap kinerja biosensor potensiometri urea. Urease yang dihasilkan dari isolasi dari Schizosaccharomyces pombe 3054 memiliki konsentrasi 6,4 mg/mL. Membran kitosan digunakan untuk mengamobilisasi urease dengan jumlah enzim 2,01; 3,14; 4,00; 5,11; dan 6,40 mg. Biosensor potensiometri urea dibuat dengan melapiskan membran kitosan 0,15 mm yang mengandung urease pada permukaan elektroda H+. Biosensor hasil rancangan digunakan untuk mengukur larutan sampel pada konsentrasi urea antara 10-8 M hingga 10-1 M pada pH 7,3. Urease yang teramobilisasi sebesar 0,2; 0,3; 0,4; 1,0 dan 1,1 mg. Kinerja maksimum biosensor potensiometri urea adalah pada urease teramobilisasi 1,1 mg. Biosensor potensiometri urea memiliki waktu respon 270 detik, bilangan Nernst 27,04 mV/dekade, kisaran konsentrasi 0,06 hingga 6,00 ppm; batas deteksi 0,07 ppm. Biosensor potensiometri urea memiliki akurasi yang baik jika digunakan hingga 40 sampel.
9
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Ketebalan Membran Nata de Coco terhadap Kinerja Biosensor Potensiometri Asam Urat Yuniar Dwita Amanda, Ani Mulyasuryani, Arie Srihardyastuti (21 Juni 2010) Abstrak Kinerja biosensor potensiometri asam urat dipengaruhi oleh jumlah enzim urikase yang teramobilkan. Jumlah enzim urikase yang teramobilkan dapat diatur dengan mengatur ketebalan dari membran. Akan tetapi ketebalan dari membran dapat mempengaruhi lama waktu difusi hasil reaksi menuju transduser. Oleh karena itu, pada penelitian ini dipelajari pengaruh ketebalan membran terhadap kinerja biosensor potensiometri asam urat. Biosensor potensiometri asam urat dirancang dengan melapiskan enzim urikase amobil dalam membran pada elektroda selektif ion (ESI) H+. Pada penelitian ini, enzim urikase yang digunakan merupakan hasil isolasi Candida utilis dengan konsentrasi enzim sebesar 1425 ppm. Sebagai media amobilisasi dari enzim urikase digunakan membran nata de coco dengan ketebalan 0,144 mm dan 0,271 mm. Enzim urikase yang diamobilkan pada membran nata de coco sebanyak 5 mL dalam buffer glisin pH 8,5 selama 24 jam pada suhu 5°C. Biosensor potensiometri asam urat digunakan untuk mengukur larutan asam urat dengan konsentrasi 1 - 40 ppm pada buffer fosfat pH 9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja biosensor potensiometri asam urat dipengaruhi oleh ketebalan membran nata de coco. Biosensor yang mempunyai kinerja lebih baik adalah biosensor dengan ketebalan membran nata de coco 0,144 mm. Biosensor potensiometri asam urat tersebut memiliki waktu respon sebesar 180 detik, bilangan Nersnt 26,029 mV/dekade, kisaran konsentrasi sebesar 5 hingga 20 ppm dan batas deteksi sebesar 5,66 ppm.
Pengaruh Konsentrasi Glutaraldehida terhadap Kinerja Biosensor Potensiometri Urea Menggunakan Membran Kitosan Agung Nugroho, Ani Mulyasuryani, Anna Roosdiana (21 Juni 2010) Abstrak Kinerja biosensor potensiometri urea dipengaruhi oleh jumlah enzim yang teramobilkan. Salah satu cara untuk mengatur jumlah enzim yang teramobilkan dapat dilakukan dengan mengatur ukuran pori membran sebagai media amobilisasi enzim. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh konsentrasi glutaraldehida yang ditambahkan pada saat pembuatan membran kitosan sebagai media amobilisasi urease. Biosensor urea dibuat dengan melapiskan membran kitosan yang mengandung urease teramobil. Membran kitosan dibuat dengan mencampurkan 60 mL larutan kitosan 2% dengan 0,15 mL glutaraldehida dengan konsentrasi antara 0,5 sampai 1,5 %. Urease yang diamobilkan pada membran diisolasi dari Schizosaccharomyces pombe 3054 dengan konsentrasi 6,5 mg/mL. Urease diamobilkan pada membran kitosan pada pH 7,3 selama 24 jam. Pengujian biosensor dilakukan terhadap larutan urea dengan konsentrasi 10-8 M sampai 10-1 M pada pH 7,3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja biosensor urea dipengaruhi oleh konsentrasi glutaraldehida. Biosensor urea terbaik dihasilkan oleh biosensor yang dibuat dengan glutaraldehida 1,00%. Biosensor urea tersebut memiliki waktu respon 280 detik, harga bilangan Nernst sebesar 26,26 mV/dekade pada kisaran konsentrasi urea antara 10-6 M sampai 10-4 M, dengan limit deteksi 5,88x10-7 M. Biosensor memiliki kepekaan yang akurat sampai 30 larutan urea.
10
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Penentuan Kreatinin dalam Urin Secara Kolorimetri dengan Sequential InjectionValve Mixing (SI-VM) Yudha Ikoma Istanti, Akhmad Sabarudin, Hermin Sulistyarti (22 Juni 2010)
Abstrak Sequential injection analysis (SIA) generasi kedua dari sistem injeksi alir telah dikembangkan untuk penentuan kreatinin sebagai indeks medis kegagalan ginjal kronis. Pendeteksian kreatinin didasarkan pada reaksi Jaffe yang terjadi antara kreatinin dan asam pikrat dalam medium basa untuk membentuk senyawa berwarna merah-oranye. Absorbansi dari senyawa yang terbentuk diukur pada panjang gelombang 530 nm. Dalam penelitian ini, suatu konsep baru dari SIA yang disebut “lab-atvalve” dikembangkan dengan menambahkan suatu Valve Mixing sebagai tempat untuk memaksimalkan pembentukan senyawa antara kreatinin dan alkali-pikrat. Parameter-parameter yang mempengaruhi metode ini antara lain laju alir produk, waktu delay, volume sampel, volume reagen, konsentrasi reagen dan senyawa pengganggu telah dipelajari secara rinci. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kondisi optimum akan tercapai pada laju alir 20 µL/detik, waktu delay 5 detik, komposisi penggunaan 100 µL sampel dengan 300 µL reagen (asam pikrat 0,03 M dan NaOH 3 %) sehingga limit deteksi pada penentuan kreatinin yang dihasilkan sebesar 3,01 µg/g. Aplikasi dari metode ini ditujukan untuk penentuan kreatinin dalam sampel urin. Kata kunci: kreatinin, reaksi Jaffe, SI-VM, RGB kolorimetri, urin.
Studi Pengaruh Konsentrasi dan pH Adsorbat Terhadap Adsorpsi Pb(II) oleh Adsorben Tanaman Kiambang Andreas Hermadi, Barlah Rumhayati, Chasan Bisri (28 Juni 2010)
Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang kemampuan pengikatan adsorben kiambang (Salvinia molesta) terhadap Pb(II). Tujuan dari penelitian ini adalah membuat adsorben dari tanaman kiambang serta mempelajari pengaruh pH larutan dan konsentrasi terhadap adsorpsi Pb(II). Fenomena adsorpsi dipelajari dengan menggunakan isoterm Langmuir dan Freundlich. Adsorben dibuat dengan cara mengeringkan tanaman kiambang dalam oven pada 60oC dan diblender sampai halus, kemudian diayak dengan ayakan 120 mesh. Serbuk dengan ukuran <120 mesh digunakan untuk penelitian selanjutnya. Penentuan pengaruh konsentrasi dilakukan dengan cara membuat variasi konsentrasi 0,5; 0,6; 0,7; 1; dan 3 ppm dicampur dengan 0,2 gram adsorben kiambang. Pengaruh pH dilakukan dengan cara membuat variasi pH 6,5; 7; 7,5. Percobaan dilakukan dengan cara mencampur 0,2 gram adsorben kiambang ukuran <120 mesh dengan 20 ml Pb(II), kemudian dikocok dengan shaker selama 20 menit dengan kecepatan 150 rpm, setelah itu filtrat disaring. Konsentrasi Pb(II) sebelum adsorpsi dan sesudah adsorpsi diukur dengan AAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum adsorpsi diperoleh pada pH 7,5 dan konsentrasi Pb 0,7ppm. Adsorpsi Pb(II) pada kiambang dimungkinkan mengikuti isoterm Freundlich.
11
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Pengaruh pH dan Ion Asing Terhadap Kinerja Elektroda Selektif Ion (ESI) Tiosianat (SCN-) Tipe Kawat Terlapis Anik Andriani, Atikah, Hermin Sulistyarti (12 Juli 2010)
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH dan ion asing terhadap kinerja elektroda selektif ion (ESI) SCN- tipe kawat terlapis. Membran dibuat dari campuran Aliquat 336-SCN-:PVC (polivinilklorida):DBP (dibutilftalat) dengan perbandingan (% b/b) = 4:32:64 dalam pelarut THF (tetrahidrofuran) dengan perbandingan (% b/v) = 1:3. Pengaruh pH ditentukan dengan mengukur potensial larutan KSCN pada pH 3-10 dan pengaruh ion asing ditentukan pada konsentrasi ion utama SCN- 10-3-10-1 M dan konsentrasi ion asing (I- dan S2-) 10-3-10-1M menggunakan metode larutan tercampur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja ESI SCN- tipe kawat terlapis dapat bekerja secara optimum pada pH 5-8 tetapi kurang dapat bekerja dengan baik pada pH<4 dan pH>9. Kinerja ESI SCN- ini diganggu oleh adanya ion I-, tetapi tidak terganggu oleh [S2-] pada konsentrasi 10-3M.
Pengaruh Ion Tiosulfat dan Tiosianat terhadap Recovery Perak(I) Tiosulfat Menggunakan Nata de Coco Sebagai Fasa Padat Rosyidin Aminulloh, Ani Mulyasuryani, Danar Purwonugroho (28 Juli 2010)
Abstrak Ion tiosulfat dan tiosianat mempunyai muatan dan kekuatan sebagai ligan yang berbeda sehingga jika digunakan sebagai eluen akan menghasilkan hasil recovery yang berbeda. Dalam penelitian ini telah dipelajari pengaruh ion tiosianat dan tiosulfat terhadap recovery perak(I) menggunakan nata de coco sebagai fasa padat. Metode dalam proses ekstraksi dan elusi perak(I) adalah dengan mekanisme penukaran ion menggunakan kolom ekstraksi. Nata de coco yang digunakan memiliki ketebalan 0,06 cm dengan diameter 3 cm dan dipreparasi CTAB 0,5 mM. Konsentrasi ion tiosulfat adalah 0,15; 0,3; 0,45; 0,6; dan 0,75 mM dan konsentrasi ion tiosianat adalah 0,3; 0,6; 0,9; 1,2; dan 1,5 mM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa recovery perak(I) menggunakan ion tiosulfat menghasilkan nilai yang lebih besar. Recovery perak(I) meningkat dengan peningkatan konsentrasi ion tiosulfat, sedangkan peningkatan konsentrasi ion tiosianat cenderung tidak mempengaruhi hasil recovery perak(I). Ion tiosulfat menghasilkan recovery perak(I) maksimum pada konsentrasi 0,75 mM sebesar 8,87% sedangkan pada elusi menggunakan ion tiosianat recovery perak(I) maksimum dihasilkan pada konsentrasi 1,2 mM sebesar 4,75%.
12
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Pengaruh pH Analit dan Pemakaian Ulang Zeolit Terhadap Recovery Mn(II) dalam Mangan Nodule Secara Ekstraksi Fasa Padat Anggri Kristika Werdaningrum, Ulfa Andayani, Qonitah Fardiyah (29 Juli 2010) Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh pH analit dan pemakaian ulang zeolit terhadap recovery Mn(II) dalam mangan nodule secara ekstraksi fasa padat. Pengaruh pH analit dipelajari untuk mengetahui kondisi pH yang menghasilkan recovery Mn(II) maksimum, dengan cara melakukan variasi pH analit dari 1 hingga 7 pada larutan Mn(II) 150 ppm. Pada proses recovery, elusi Mn(II) tertukar menggunakan larutan HCl 0,7M. Pemakaian ulang zeolit dilakukan pada pH analit optimum, dengan cara menggunakan kembali zeolit yang digunakan dalam proses ekstraksi tanpa dan dengan dilakukan regenerasi menggunakan larutan HCl 0,5M. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pH analit 5 diperoleh % recovery maksimum sebesar (72,10±1,30)% yang dipilih sebagai pH optimum. Zeolit dapat digunakan sebagai fasa padat tanpa dan dengan dilakukan regenerasi sebanyak satu kali pemakaian ditunjukkan dengan penurunan recovery pada pemakaian pertama berturut-turut sebesar 33,07% dan 18,73%. Kata kunci: mangan nodule, ekstraksi fasa padat, pH analit, pemakaian ulang zeolit.
Ekstraksi Fasa Padat Cu(II) dan As(III) Menggunakan Cakram Pengkhelat dan Pengukurannya dengan ICP-AES Samsul Arifin, Akhmad Sabarudin, Barlah Rumhayati (29 Juli 2010) Abstrak Ion Cu(II) dan As(III) dalam perairan biasanya terdapat dalam kadar yang sangat rendah bersamasama dengan logam alkali dan alkali tanah dengan konsentrasi tinggi sehingga pengukuran secara langsung dengan spektrofotometer UV/Vis, AAS, maupun metode elektrokimia sering menjadi masalah karena keterbatasan deteksi alat tersebut. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan ICP-AES dan perlu dilakukan metode pemisahan dari alkali dan alkali tanah kemudian dilanjutkan dengan pemekatan Cu(II) dan As(III) dengan konsentrasi yang rendah dengan ekstraksi fase padat menggunakan cakram pengkhelat yang mempunyai gugus IDA (Imino Diacetic Acid) dan asam nitrat sebagai eluen untuk mendapatkan eluat. Eluat yang didapat diukur dengan ICP-AES untuk menentukan konsentrasi. Parameter seperti pH adsorpsi, konsentrasi eluen, telah diteliti. Uji pemekatan dan recovery Cu(II) dan As(III) dengan adanya matriks juga telah diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cakram pengkhelat dapat mengadsorpsi Cu(II) dan As(III) secara optimum pada: pH 5,5 dengan konsentrasi HNO3 optimum untuk desorpsi sebesar 2M. Cakram pengkhelat menghasilkan % recovery yang tinggi untuk Cu(II) dan As(III) serta % removal yang tinggi untuk ion alkali dan alkali tanah. Kata kunci: ekstraksi fasa padat, cakram pengkhelat, gugus IDA (Imino Diacetic Acid), Cu(II), As(III), pemekatan, ICP-AES.
13
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Pengaruh Ukuran Partikel Zeolit dan Volume Eluen Terhadap Recovery Mn2+ dalam Mangan Nodule Secara Ekstraksi Fasa Padat Winda Dyana Ningrum, Ulfa Andayani, Qonitah Fardiyah (30 Juli 2010) Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh ukuran partikel zeolit dan volume eluen terhadap recovery Mn2+ secara ekstraksi fasa padat. Zeolit yang digunakan diaktivasi menggunakan HCl 0,5 M. Ukuran partikel zeolit optimum dapat ditentukan dengan melakukan variasi ukuran partikel zeolit teraktivasi (0,4-0,27)mm hingga (0,2-0,16)mm. Penentuan banyaknya Mn2+ yang dapat tertukar secara optimum dilakukan dengan mengaliri fasa padat dengan variasi konsentrasi analit 100 hingga 200 ppm. Pengaruh volume HCl 0,7 M sebagai eluen dilakukan untuk memperoleh recovery optimum, yaitu dengan variasi volume 10 sampai 70 mL. Konsentrasi Mn2+ dalam eluat ditentukan dengan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 540 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran (0,27-0,2)mm merupakan ukuran partikel zeolit optimum. Konsentrasi larutan analit 150 ppm merupakan konsentrasi optimum larutan analit yang dapat dipertukarkan oleh ion H+. Pada kondisi tersebut diperoleh recovery Mn2+ maksimum dengan volume HCl 50 mL, yaitu sebesar 67,09%. Kata kunci: mangan nodule, zeolit, ekstraksi fasa padat, ukuran partikel, volume eluen.
Pengaruh Lama Kontak dan Massa Adsorben Kitin Hasil Isolasi dari Cangkang Udang Terhadap Adsorpsi Fosfat Hanandayu Widwiastuti, Chasan Bisri, Barlah Rumhayati (9 Agustus 2010) Abstrak Kitin merupakan polisakarida kedua terbanyak di alam setelah selulosa yang dimanfaatkan pada berbagai bidang, misalnya biokimia, enzimologi, dan tekstil. Pada penelitian ini, kitin digunakan sebagai adsorben untuk menyerap fosfat. Kitin yang digunakan merupakan hasil isolasi dari cangkang udang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama kontak dan massa adsorben terhadap adsorpsi fosfat. Penentuan pengaruh lama kontak dilakukan dengan variasi waktu 10, 30, dan 60 menit. Penentuan pengaruh massa adsorben dilakukan dengan variasi 0,2; 0,5; 1,0; dan 1,5 g. Konsentrasi fosfat yang digunakan adalah 0,8 mg PO43-/L, pH larutan sebesar 6, dan kitin yang digunakan adalah kitin yang lolos ayakan 120 mesh. Penentuan konsentrasi fosfat sebelum dan setelah adsorpsi dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan metode SnCl2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesetimbangan adsorpsi tercapai pada lama kontak 30 menit (jumlah fosfat teradsorpsi 0,0255±0,0001 mg/g) dan fosfat teradsorpsi secara optimum pada massa adsorben 0,5 g yaitu 87,73±3,47%. Data ini menunjukkan bahwa kitin mampu mengadsorpsi fosfat dengan baik sehingga dapat digunakan sebagai adsorben. Kata kunci: fosfat, adsorpsi, kitin.
14
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Pengaruh pH dan Temperatur Terhadap Kinerja Elektroda Selektif Ion (ESI) Timbal Tipe Kawat Terlapis Berbasis Zeolit Tyas Karya Puasi S, Atikah, Qonitah Fardiyah (10 Agustus 2010) Abstrak Elektroda selektif ion timbal tipe kawat terlapis berbasis zeolit sebagai bahan aktif berpendukung campuran polivinilklorida (PVC) sebagai matrik polimer, dioktilftalat (DOP) sebagai zat pemlastis dan karbon aktif sebagai penambah konduktivitas telah dikembangkan. Elektroda selektif ion timbal yang telah dibuat memiliki harga faktor Nernst sebesar 29,06±0,33 mV/dekade konsentrasi dengan rentang konsentrasi linear timbal 1x10-4 – 1x10-1 M dan batas deteksi sebesar 3,96.10-5 M atau setara dengan 10,692 ppm. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur dan pH terhadap kinerja ESI timbal tipe kawat terlapis berbasis zeolit berpendukung campuran PVC:DOP:karbon aktif dengan perbandingan % berat zeolit:PVC:DOP:karbon aktif adalah 31,25:15,63:46,87:6,25 dalam pelarut THF perbandingan b/v = 1:2. Pengaruh temperatur dilakukan dengan mengukur potensial larutan Pb(NO3)2 pada rentang konsentrasi 10-4 – 10-1 M pada 20, 25, 30, 35, 40, 45, dan 50°C. Pengaruh pH dilakukan dengan mengukur potensial larutan Pb(NO3)2 pada rentang konsentrasi 10-4 – 10-1 M pada pH 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8. Evaluasi dilakukan berdasarkan besarnya penyimpangan harga faktor Nernst ESI timbal yang dibuat terhadap harga faktor Nernst teoritis yaitu 29,6 mV/dekade konsentrasi. Penelitian menunjukkan bahwa kinerja ESI timbal tipe kawat terlapis mengalami penurunan kinerja pada temperatur 20°C dan 50°C serta pada pH 2 dan pH 8. ESI timbal tipe kawat terlapis ini tidak dipengaruhi oleh temperatur 25 – 45°C dan pada pH 3–7. Kata kunci: ESI timbal tipe kawat terlapis, pH, temperatur.
Pemekatan Cd(II) Dan Al(III) Menggunakan Chelating Disk dan Pengukurannya dengan ICPAES Henny Nurmita Sari, Akhmad Sabarudin, Qonitah Fardiyah (10 Agustus 2010) Abstrak Beberapa logam khususnya Cd(II) dan Al(III) memiliki konsentrasi yang rendah di perairan. Oleh karena itu diperlukan suatu metode untuk meningkatkan konsentrasi logam tersebut yaitu dengan cara pemekatan. Pada penelitian ini, telah dipelajari pengaruh pH dan konsentrasi eluen terhadap pemekatan logam Cd(II) dan Al(III) menggunakan chelating disk sebagai fasa diam dan pengukurannya menggunakan Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission Spectrometry (ICP-AES). pH sampel divariasi pada pH 3; 4; 5; 5,5; 6; dan 7, serta eluen yang digunakan adalah HNO3 dengan variasi konsentrasi 0,5; 1; 2; dan 3 M. Pengaruh matriks air juga telah dipelajari dengan menggunakan matriks air sungai buatan, meliputi Ca, Na, K dan Mg. Matriks ini perlu dipisahkan agar tidak mengganggu Cd(II) dan Al(III) saat proses pengukuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cd(II) dan Al(III) teradsorbsi secara optimum pada pH 5,5 dan pH 5 sedangkan konsentrasi eluen optimum yaitu HNO3 2M. Chelating disk dapat mengurangi keberadaan logam alkali dan alkali tanah saat pengukuran. Ini dapat ditunjukkan dengan % removal matriks yang diperoleh adalah Ca (99.99%), Na (97.70%), K (99.98%) dan Mg (92.11%). Kata kunci: Cd(II), Al(III), pemekatan, chelating disk, ICP-AES.
15
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Penentuan Waktu Kontak dan Massa Adsorben Optimum Terhadap Adsorpsi Pb(II) Menggunakan Ekstrak Kitin Hasil Isolasi dari Cangkang Udang Citra Amalia Titasari, Barlah Rumhayati, Chasan Bisri (10 Agustus 2010)
Abstrak Studi mengenai adsorpsi logam Pb(II) menggunakan ekstrak kitin hasil isolasi dari cangkang udang telah dilakukan untuk menentukan waktu kontak dan massa adsorben optimum. Isolasi kitin dimulai dengan preparasi cangkang, demineralisasi menggunakan larutan HCl 2N dilanjutkan deproteinasi menggunakan larutan NaOH 1M. Karakterisasi dilakukan dengan menganalisa kadar air, abu, N-total dan mineral. Identifikasi gugus fungsi menggunakan spektrofotometri inframerah. Analisa volume pori, ukuran pori, dan luas permukaan dilakukan menggunakan Gas Adsorption Analyzer. Larutan sampel yang digunakan merupakan larutan sampel buatan Pb2+ dengan konsentrasi 3ppm dan pada pH 5,75. Uji adsorpsi dilakukan dengan variasi waktu kontak pada 20, 30, 40, 50, dan 60 menit serta massa adsorben sebesar 0,2 ; 0,5 ;1; 1,5; 2; dan 2,5 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum adsorpsi Pb(II) tercapai pada waktu kontak 40 menit dan massa adsorben sebesar 1,5 g.
Pengaruh pH dan Konsentrasi Terhadap Adsorpsi Fosfat Pada Adsorben Kitin Dari Cangkang Udang Adi Prima Yudha, Barlah Rumhayati, Chasan Bisri (10 Agustus 2010)
Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang isolasi kitin dari cangkang udang dan pemanfaatannya sebagai adsorben fosfat. Pengaruh pH dan konsentrasi fosfat serta isotermis adsorpsi dipelajari dalam penelitian ini. Kitin diisolasi dari cangkang udang melalui tahapan deproteinasi diikuti dengan demineralisasi. Penentuan pengaruh pH diamati pada variasi 4; 5; 6,5; 7; 7,5; 8,5 dan 9,5, sementara itu pengaruh konsentrasi dilakukan pada variasi 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 4,5 dan 6 (mg PO43-/L). Adsorpsi dilakukan dengan mencampurkan 0,5g adsorben dengan 10mL larutan PO43-. Campuran dikocok selama 30 menit dengan kecepatan 150 rpm. Konsentrasi fosfat dalam larutan sebelum dan setelah adsorpsi ditentukan dengan metode spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 690nm menggunakan metode SnCl2. Hasil penelitian menunjukan bahwa kitin hasil isolasi tidak murni, sehingga masih ada protein dan mineral dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Jumlah fosfat teradsorpsi (Q) meningkat dengan meningkatnya pH sampai pada pH 7,5 dan menurun setelahnya. Konsentrasi larutan PO43- mempengaruhi proses adsorpsi, dimana semakin tinggi konsentrasi fosfat maka jumlah fosfat teradsorpsi semakin meningkat sampai pada konsentrasi 4,5mg PO43-/L dan dicapai kesetimbangan adsorpsi setelah konsentrasi tersebut. Adsorpsi fosfat pada permukaan adsorben memenuhi isoterm adsorpsi Langmuir dengan nilai konstanta Langmuir (K) sebesar 0,24 L/mg dan jumlah maksimum fosfat teradsorpsi (Qmax) sebesar 0,96 mg PO43-.
16
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Pengaruh Konsentrasi dan pH pada Adsorpsi Pb(II) Menggunakan Kitin Hasil Isolasi dari Cangkang Udang Farida Nur Kumala, Barlah Rumhayati, Chasan Bisri (11 Agustus 2010)
Abstrak Limbah cangkang udang mengandung kitin yang dapat dimanfaatkan sebagai adsorben ion logam berat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi dan pH larutan Pb(II) terhadap adsorpsi Pb(II) pada kitin. Kitin diisolasi dari cangkang udang melalui proses demineralisasi dan deproteinasi. Kondisi adsorpsi dilakukan dengan menggunakan 1,5 g kitin hasil isolasi dan 20 mL larutan Pb(II) pada pengocokan 150 rpm selama 40 menit dengan variasi konsentrasi 0,6; 0,7; 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ppm dan variasi pH yaitu 5; 6,5; 7 ;7,5 ; 8. Pengukuran konsentrasi logam Pb(II) sebelum dan sesudah adsorpsi menggunakan AAS. Hasil menunjukkan kondisi optimum adsorpsi Pb(II) pada pH 7 dan pada konsentrasi 2 ppm. Jumlah maksimum adsorpsi ion Pb(II) oleh kitin sebesar 0,0131 mg/g. Kata kunci: adsorpsi, Pb(II), kitin.
Pembuatan dan Karakterisasi Sensor Potensiometri Ion Sulfat Berbasis Kitosan dari Cangkang Udang Jerbung (Penaeus merguinensis) Fashihatus Sa’niyah, Qonitah Fardiyah, Atikah (11 Agustus 2010) Abstrak Sensor potensiometri ion sulfat berbasis kitosan dari cangkang udang jerbung (Penaeus merguinensis) telah dibuat dan dikarakterisasi. Sensor dibuat dengan menggunakan kawat Pt sebagai konduktor elektronik. Kawat Pt tersebut dilapisi membran yang dibuat dari campuran kitosan sebagai bahan aktif serta bahan pendukung campuran polivinilklorida (PVC) sebagai matriks polimer dan dioktilftalat (DOP) sebagai pemlastis pada berbagai variasi komposisi yang dilarutkan dalam pelarut tetrahidrofuran (THF) dengan perbandingan 1:3 (b/v). Pengaruh waktu perendaman membran sensor dalam larutan H2SO4 0,7M pada waktu 10–90 menit telah dipelajari untuk memperoleh kinerja sensor yang Nernstian. Sensor dikarakterisasi sifat dasarnya yang meliputi: faktor Nernst, kisaran konsentrasi linier, limit deteksi, waktu respon, usia pemakaian dan keberulangan pembuatannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sensor potensiometri ion sulfat dengan komposisi optimum kitosan:PVC:DOP = 7:2:3 (b/b) dalam pelarut THF 1:3 (b/v) yang direndam dalam larutan H2SO4 0,7M selama 30 menit bersifat Nernstian. Sensor tersebut menghasilkan harga faktor Nernst sebesar 29,03 ± 0,77mV/dekade konsentrasi pada pH 5 (buffer fosfat) dalam kisaran konsentrasi linier 10-1 – 10-4 M, memiliki batas deteksi sebesar 2,82 x 10-5 M (2,76 ppm sulfat), waktu respon 90 detik, dapat digunakan hingga 37 hari dengan nilai potensial yang stabil serta memiliki keberulangan yang baik dengan % simpangan baku sebesar 2,64%. Kata kunci: sensor potensiometri ion sulfat, kitosan, kawat platina.
17
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Pengaruh pH dan Ion Asing terhadap Kinerja Sensor Ion Sulfat Berbasis Kitosan Alfin Yuniarti, Qonitah Fardiyah, Atikah (30 Agustus 2010)
Abstrak Sensor ion sulfat berbasis kitosan sebagai bahan aktif, polivinilklorida (PVC) sebagai matrik polimer dan dioktilftalat (DOP) sebagai zat pemlastis telah dikembangkan. Sensor ion sulfat menunjukkan slope Nernstian 29,03±0,77 mV/dekade, konsentrasi linear sulfat 1x10-4 – 1x10-1 M dan limit deteksi 2,82x10-5 M atau setara dengan 2,76 ppm sulfat. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh pH dan ion asing (NO3-, CH3COO- dan CO32-) terhadap kinerja sensor ion sulfat berbasis kitosan. Pengaruh pH terhadap kinerja sensor ditentukan melalui pengukuran respon potensial larutan sulfat dengan menggunakan buffer fosfat pada pH 3–10. Koefisien selektivitas (Kij) ditentukan melalui metode ion pengganggu tetap dengan konsentrasi ion asing 1x10-3 M. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sensor ion sulfat dapat digunakan pada pH 4–8. Sensor ion sulfat menghasilkan selektivitas yang bagus untuk ion-ion asing (NO3-, CH3COO-, CO32-) dan tidak menunjukkan adanya gangguan terhadap kinerja sensor ion sulfat berbasis kitosan dengan urutan selektivitasnya SO42- > CO32- > NO3> CH3COO-. Kata kunci: sensor ion sulfat, membran kitosan, pH, koefisien selektifitas.
Pemekatan Ni(II) dan Mn(II) Menggunakan Chelating Disk serta Pengukurannya dengan ICP-AES Arum Hapsari, Akhmad Sabarudin, Ulfa Andayani (2 September 2010)
Abstrak Ni(II) dan Mn(II) merupakan logam yang memiliki konsentrasi sangat kecil dalam lingkungan perairan. Penentuan konsentrasi logam Ni(II) dan Mn(II) dapat dilakukan dengan metode pemekatan. Pada penelitian ini, pemekatan dilakukan secara ekstraksi fasa padat menggunakan siring plastik yang dimodifikasi dengan chelating disk serta didalamnya terdapat gugus iminodiasetat (IDA) dan pengukurannya dilakukan dengan Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission Spectrometry (ICP-AES). Parameter-parameter yang mempengaruhi metode ini, meliputi pH sampel dan konsentrasi eluen. Pemekatan Ni(II) dan Mn(II) menggunakan chelating disk ini dilakukan secara kuantitatif dan sekaligus efektif untuk pemisahan dengan logam alkali dan alkali tanah. Diperoleh hasil, bahwa Ni(II) dapat teradsorpsi secara optimum pada pH 5,5 dan Mn(II) pada pH 6, konsentrasi HNO3 optimum pada Ni(II) dan Mn(II) adalah 2M. Metode ini menghasilkan % recovery pemekatan Ni(II) 98,9% dan Mn(II) 97%. Oleh karena itu, metode ini sangat baik digunakan untuk penetuan konsentrasi Ni(II) dan Mn(II) dalam sampel air. Kata kunci: Ni(II), Mn(II), pemekatan, chelating disk, Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission Spectrometry (ICP-AES).
18
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Pengaruh Laju Alir Eluen dan Panjang Kolom Terhadap Pola Kromatogram Kompleks Ni(II) dan Co(II) Klorida Secara Kromatografi Penukar Kation Septi Fajar Raeni, Ulfa Andayani, Barlah Rumhayani (28 September 2010)
Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh laju alir eluen terhadap pola pemisahan kompleks Ni(II) dan Co(II) klorida secara kromatografi penukar kation menggunakan fasa diam zeolit teraktivasi. Zeolit alam yang digunakan berasal dari Turen, Malang yang diaktivasi menggunakan HCl 0,5 M. Variasi laju alir eluen dan panjang kolom dilakukan untuk mendapatkan resolusi optimum. Laju alir eluen yang dipelajari meliputi 0,5; 1,0; dan 2,0 mL/menit. Panjang kolom yang digunakan adalah 20 dan 30 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju alir efektif untuk pemisahan Ni(II) dan Co(II) sebesar 1,0 mL/menit dan panjang kolom 20 cm. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yaitu laju alir eluen dan panjang kolom berpengaruh terhadap waktu retensi. Kompleks kationik Ni(II) dapat berinteraksi dengan zeolit, sedangkan kompleks anionik tidak akan bereaksi dengan zeolit. Hasil penelitian menunjukkan laju alir eluen yang menghasilkan pola resolusi optimum menghasilkan pola kromatogram Ni(II) dan Co(II) sebesar 1,6. Kata kunci: laju alir eluen, panjang kolom, zeolit dan resolusi.
Pengaruh Penambahan Kadmium sebagai Reduktor dan Waktu Reduksi dalam Pengukuran Gas NO2 di Udara Menggunakan Larutan Penyerap KI-Amilum Nur Hayba Islamiyah, Qonitah Fardiyah, Hermin Sulistyarti (15 Oktober 2010)
Abstrak Telah dipelajari pengaruh penambahan kadmium sebagai reduktor dan waktu reduksi dalam pengukuran gas NO2 di udara menggunakan larutan penyerap KI-amilum. Gas NO2 dalam air mudah terurai membentuk NO2- dan NO3-. NO3- dapat direduksi menjadi NO2- dengan penambahan kadmium dan bereaksi dengan KI-amilum membentuk komplek I2-amilum yang berwarna biru pada pengukuran dengan panjang gelombang 610 nm. Variasi massa kadmium yang digunakan 0,028; 0,031; 0,034; 0,036; dan 0,039 g dipelajari untuk mengetahui pengaruh reduktor terhadap pembentukan NO3- menjadi NO2-. Variasi waktu reduksi yang dilakukan 5, 10, 15, 20, dan 25 menit dipelajari untuk menentukan waktu optimum yang diperlukan kadmium dalam proses reduksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kadmium dan waktu reduksi berpengaruh terhadap konsentrasi gas NO2 yang terukur. Kondisi optimum yang diperoleh yaitu massa kadmium 0,034 gram dan waktu reduksi 15 menit, dengan efisiensi gas NO2 yang terukur sebesar 84%. Hasil uji statistik yaitu uji F (F hitung > F tabel 5%) dan uji BNT menunjukkan ada perbedaan yang nyata dalam setiap perlakuan penentuan massa kadmium dan waktu reduksi. Kata kunci: kadmium, gas NO2, waktu reduksi, KI-amilum.
19
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Pengaruh Penambahan Zn Sebagai Reduktor dan Waktu Reduksi dalam Pengukuran Gas NO2 Di Udara Menggunakan Larutan Penyerap Griess-Saltzman Anggun Arum P. N., Qonitah Fardiyah, Barlah Rumhayati (21 Oktober 2010) Abstrak Telah dipelajari pengaruh penambahan Zn sebagai reduktor dan waktu reduksi dalam pengukuran gas NO2 di udara menggunakan larutan penyerap Griess-Saltzman. Di dalam larutan, gas NO2 bereaksi dengan H2O membentuk NO3– dan NO2–. Larutan penyerap Griess-Saltzman hanya spesifik terhadap NO2–. Penambahan Zn sebagai reduktor bertujuan untuk mereduksi NO3– menjadi NO2–, sehingga efisiensi pengukuran gas NO2 menjadi optimum. Gas NO2 yang terserap sebanding dengan NO2– yang bereaksi dengan larutan penyerap Griess-Saltzman, dan absorbansinya diukur pada panjang gelombang 550 nm. Kemampuan Zn sebagai reduktor dipengaruhi oleh massa Zn dan waktu reduksi. Variasi massa Zn yang digunakan yaitu sebanyak 0,0008; 0,0016; 0,0032; 0,0048; dan 0,0080 gram, dan variasi waktu reduksi yaitu 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa massa Zn optimum sebesar 0,0016 g dengan waktu reduksi 15 menit, dan efisiensi gas NO2 sebesar 38,66%. Hasil uji statistik, yaitu uji F (F hitung > F tabel 5%) dan uji BNT menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata dalam setiap perlakuan penentuan massa Zn dan waktu reduksi terhadap pengukuran gas NO2 menggunakan larutan penyerap Griess-Saltzman.
Pembuatan dan Karakterisasi Sensor Potensiometri Ion Cu(II) Berbasis Kitosan dari Cangkang Udang Jerbung (Penaeus merguinensis) Rendy Puji Setiawan, Qonitah Fardiyah, Atikah (25 Oktober 2010) Abstrak Telah dilakukan pembuatan dan karakterisasi sensor potensiometri ion Cu(II) berbasis kitosan dari cangkang udang jerbung (Penaeus merguinensis). Sensor ini dapat digunakan untuk aplikasi penentuan ion Cu(II) dalam lingkungan dan mudah dibawa dalam analisis. Sensor yang telah dibuat merupakan tipe kawat terlapis yang menggunakan kawat Pt sebagai konduktor elektronik. Membran sensor mempunyai komposisi kitosan sebagai bahan aktif, polivinil klorida (PVC) sebagai matriks polimer dan dioktilftalat (DOP) sebagai pemlastis dengan perbandingan 7:2:3 (b/b) yang dilarutkan dalam pelarut tetrahidrofuran (THF) dengan perbandingan 1:3 (b/v). Pengaruh variasi waktu perendaman membran dalam larutan Cu(II) 1 M dengan variasi 15, 30, 45, 60, 75, 90 menit dipelajari untuk memperoleh kinerja sensor potensiometri ion Cu(II) yang Nernstian. Karakterisasi sifat dasar sensor yang dipelajari meliputi faktor Nernst, kisaran konsentrasi pengukuran linier, limit deteksi, waktu respon, dan usia pemakaian (life time). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sensor potensiometri ion Cu(II) yang telah dibuat cukup Nernstian dengan harga faktor Nernst sebesar 29,08 ± 0,06 mV/dekade konsentrasi, kisaran konsentrasi linier 10-1 - 10-5 M, limit deteksi 9,33 x 10-6 M atau setara dengan 0,5925 ppm Cu(II), dan waktu respon 60 detik untuk konsentrasi 10-5 M. Kinerja optimum sensor diperoleh dengan waktu perendaman selama 45 menit. Hasil analisis sidik ragam (uji F) dan uji beda nyata terkecil (BNT - 5%) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata dalam setiap perlakuan penentuan waktu perendaman optimum membran sensor. Sensor tersebut dapat digunakan selama 25 hari dengan nilai potensial stabil dan masih memberikan harga yang Nernstian berkisar antara 26,6 - 30,4 mV/dekade konsentrasi. Kata kunci: sensor potensiometri ion Cu(II), kitosan, kawat Pt.
20
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Ekstraksi Fase Padat Menggunakan Chelating Disk Untuk Pemekatan Cr(III) dan Fe(III) dalam Sampel Air dan Pengukurannya dengan ICP-AES Anandieka Maya Talitha, Akhmad Sabarudin, Barlah Rumhayati (22 November 2010) Abstrak Secara umum logam Cr(III) dan Fe(III) memiliki konsentrasi yang rendah dalam perairan sungai. Untuk meningkatkan konsentrasi logam tersebut, dibutuhkan suatu metode pemekatan. Pada penelitian ini, dilakukan pemekatan terhadap logam Cr(III) dan Fe(III) menggunakan metode ekstraksi fase padat dengan adsorben chelating disk. Kemudian diukur menggunakan ICP-AES (Inductively Coupled Plasma Atomic Emission Spectrometer). Dalam proses pemekatan dilakukan optimasi pH sampel dengan variasi pH 3; 4; 5; 5,5; 6; 7 dan konsetrasi HNO3 dengan variasi konsentrasi 0,5; 1; 2; 3 M. Pengaruh dari matrik alkali dan alkali tanah juga dianalisa yang dibuat dari Ca(II), Na(I), K(I) dan Mg(II). Matrik alkali dan alkali tanah ini perlu dipisahkan karena dapat mengganggu analisa logam Cr(III) dan Fe(III) saat proses pengukuran dengan ICP-AES. Dari hasil penelitian, didapatkan pH optimum pada pH 5,5 dan konsentrasi HNO3 optimum pada konsetrasi 2M. Pada uji pemekatan didapatkan % recovery yang relatif tinggi dari masingmasing logam yang berkisar antara 97-100%. Uji recovery dengan adanya matrik, diperoleh % recovery logam Cr(III) dan Fe(III) 99% dan 99,6% dan %removal alkali dan alkali tanah masing-masing sebesar K 97,26%, Mg 91,90%, Na 99,25%, dan Ca 99,92%. Kata kunci: Cr(III), Fe(III), chelating disk, ICP-AES.
Validasi Metode Sequential Injection Analysis-Lab at Valve (SIALAV) secara Kolorimetri Untuk Penentuan Kromium(III) dan Kromium(VI) dalam Sampel Air Menggunakan Pengoksidasi Kalium Persulfat (K2S2O8) Venty Indah Wismareni, Akhmad Sabarudin, Hermin Sulistyarti (22 November 2010) Abstrak Pada penelitian kali ini, dilakukan uji validasi metode SIA-LAV secara kolorimetri terhadap metode baku secara spektrofotometri untuk penentuan spesiasi kromium dalam sampel air. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode yang baik, sederhana, dan cepat dalam menganalisanya. Penentuan Cr(III) dan Cr(VI) didasarkan pada reaksi oksidasi Cr(III) menggunakan agen pengoksidasi K2S2O8 menjadi Cr(VI), sehingga Cr(VI) hasil oksidasi bersama dengan Cr(VI) yang ada dalam sampel dapat direaksikan dengan agen pengompleks 1,5-difenilkarbazida (DiPC) yang dapat dideteksi secara kolorimetri dan spektrofotometri pada panjanggelombang 540 nm. Hasil validasi menunjukkan bahwa parameter linearitas, presisi, akurasi, batas deteksi, dan waktu analisis dari metode SIA-LAV telah memenuhi persyaratan metode yang baik. Pada penentuan batas deteksi dengan menggunakan metode SIALAV, untuk Cr(VI) dan Cr total diperoleh berturut-turut sebesar 0,0018 mg/L dan 0,0023 mg/L dengan nilai RSD (n=4) sebesar 2,88 % dan 3,01 %. Aplikasi metode dilakukan untuk menganalisis konsentrasi Cr(III) dan Cr(VI) dalam sampel buatan dan sampel alami (air sungai Sudimoro di Sidoarjo). Pada pengujian hipotesis sampel buatan dengan menggunakan uji F (α = 0,05) diperoleh bahwa metode SIA-LAV lebih teliti dibandingkan metode baku spektrofotometri. Penentuan konsentrasi Cr(III) dan Cr(VI) di sungai Sudimoro dengan menggunakan metode SIA-LAV dan metode baku spektrofotometri secara umum masih berada di bawah baku mutu air sungai. Kata kunci: validasi metode, SIA-LAV, spesiasi kromium, metode baku, spektrofotometri.
21
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010
Uji Validasi Metode Sequential Injection Analysis (SIA) dalam Penentuan Kromium(III) dan Kromium(VI) dengan Agen Pengoksidasi Kalium Permanganat Dewi Willistanti, Akhmad Sabarudin, Hermin Sulistyarti (24 November 2010) Abstrak Pada penelitian ini dilakukan spesiasi Cr(III) dan Cr(VI) dengan menggunakan metode SIA. Dalam metode ini, larutan sampel Cr(III) direaksikan dengan agen pengoksidasi yaitu kalium permanganate (KMnO4) menjadi Cr(VI). Kemudian Cr(VI) direaksikan dengan reagen 1,5-difenilkarbazida (DiPC) sebagai agen pengompleks dan kompleks yang terbentuk dideteksi dengan menggunakan kolorimeter RGB pada panjang gelombang 540 nm. Uji validasi dilakukan dengan membandingkan hasil metode SIA dengan metode standar spektrofotometri yang telah diakui secara internasional. Parameter validasi meliputi limit deteksi (LOD), akurasi, linieritas dan presisi. Metode SIA memberikan sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode standar spektrofotometri yang ditunjukkan dengan nilai LOD. LOD untuk Cr(VI) dan Cr total pada metode SIAsecara berturut-turut adalah 0,006 mg/L dan 0,0048 mg/L, dan untuk metode standar spektrofotometri 0,08 mg/L dan 0,03 mg/L. Nilai akurasi dari metode SIA dan metode standar spektrofotometri berturut-turut sebesar 92-105,97% dan 88-108%. Linieritas metode SIA dan metode standar spektrofotometri ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,9696-0,9794 dan 0,9888-0,9931. Nilai presisi dari metode SIA dan metode standar spektrofotometri berturut-turut sebesar 0,05-7,83% dan 0-8,6%. Berdasarkan uji F pada sampel buatan dengan beda taraf nyata 5% (α = 0,05), dapat diketahui bahwa metode SIA tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan metode standar spektrofotometri. Oleh karena itu, metode SIA dapat digunakan sebagai metode alternatif untuk spesiasi Cr(III) dan Cr(VI). Kata kunci: spesiasi kromium, SIA, kolorimeter RGB, validasi.
Ekstraksi Fase Padat Menggunakan Chelating Disk Untuk Pemekatan Logam Pb(II) dan Zn(II) dan Pengukurannya dengan Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission Spectrometer Eka Teni Purnama Sari, Akhmad Sabarudin, Ulfa Andayani (17 Desember 2010) Abstrak Pb(II) dan Zn(II) merupakan polutan lingkungan yang berbahaya yang memberikan efek keracunan pada kehidupan organisme dalam ekosistem perairan. Pb(II) dan Zn(II) di dalam perairan termasuk dalam trace element dengan konsentrasi rendah dan membutuhkan pemekatan. Pada penelitian ini, pemekatan dilakukan secara ekstraksi fasa padat menggunakan fasa diam chelating disk yang memiliki gugus iminodiacetat. Asam nitrat (HNO3) digunakan sebagai eluen untuk melepas logam yang terserap pada chelating disk dan pengukuran logam tersebut dengan ICP-AES. Parameter-parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah optimasi pH, optimasi konsentrasi HNO3 serta pengaruh matriks alkali dan alkali tanah dan pemekatan logam Pb(II) dan Zn(II). Diperoleh hasil, bahwa Pb(II) dan Zn(II) dapat teradsorpsi secara optimum pada pH 5,5 dan pH 5. Sedangkan konsentrasi HNO3 optimun adalah 2 M. Pemekatan dengan chelating disk ini mampu memisahkan Pb(II) dan Zn(II) dari logam alkali dan alkali tanah dimana % recovery untuk alkali sangat kecil dibanding dengan % recovery Pb(II) dan Zn(II) yaitu untuk K adalah 15,85%; Ca 3,37%; Mg 8,11%; dan Na 27,2%. Oleh karena itu, metode ini sangat baik digunakan untuk pemekatan konsentrasi Pb(II) dan Zn(II) yang sangat rendah. Kata kunci : Pb(II), Zn(II), chelating disk, pemekatan, ICP-AES.
22
© Lab. Kimia Analitik – FMIPA UB 2010