PENGARUH GAJI, PENGALAMAN KERJA DAN IKLIM KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA GURU SEKOLAH DASAR Oleh: H.Sujati (Dosen Jurusan PPSD FIP UNY) Abstract This research was included as ex post facto research which aimed to discover whether teacher job satisfaction was significantly affected by salary level, work experience and working conditions. The population which were employed in this research were the entire elementary school teachers who were taking Continuation Study Program or Program Kelanjutan Studi (PKS) at Department of Elementary School Teacher Education (PGSD) of Yogyakarta State University (UNY). They came from various grade of study and the total numbers of population were about 203 teachers. In this research, the researcher employed Krecjie and Morgan Table on the 5% significance level in order to determine the sample measurement which then obtained about 134 respondents. The sample members were chosen randomly. The data were collected by using questionnaires which were the reliability and validity had been examined thoroughly before. The next step was analyzing the data by employing double regression technique which was combined with some prerequisite tests, such as normality analysis, linearity analysis, and non-collinierity analysis. The research result showed that work experience variable did not give any significant effect on the teacher job satisfaction. Meanwhile, salary level and working conditions gave considerable effect which were 6% and 16% of each. Key words: Teacher job satisfaction, salary level, work experience, and working condition. PENDAHULUAN Sampai pada saat ini pendidikan masih diyakini sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. Pendidikan merupakan media strategis dalam memacu kualitas sumber daya manusia. Bangsa yang maju adalah bangsa yang pendidikannya maju. Pendidikan menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan pembangunan bangsa. Melalui pendidikan, generasi penerus bangsa disiapkan, sehingga tidak dapat dibayangkan apa yang akan terjadi andaikata pendidikan ini gagal. Merebaknya kasus korupsi, disintegrasi bangsa, menurunnya kesadaran berbangsa
215
dan bernegara, menjamurnya prostitusi, hidup sektarian, bahkan terjadinya pengangguran merupakan beberapa akibat langsung maupun tidak langsung dari kegagalan pendidikan. Walaupun angka partisipasi murni SD di Indonesia dalam kurun 20 tahun meningkat, namun kualitasnya sulit dibanggakan. Dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat SD yang dilaksanakan oleh organisasi International Educational Achievement (IEA) menunjukkan bahwa siswa SD Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi. Sementara untuk tingkat SLTP, studi untuk kemampuan matematika siswa Indonesia pada urutan ke-34 dari 38 negara. Untuk kemampuan IPA pada urutan ke-32 dari 38 negara peserta. Rendahnya mutu pendidikan bisa diakibatkan oleh berbagai variabel, diantaranya sarana fisik, guru, siswa, relevansi dan biaya pendidikan. Di sini tampak bahwa guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan. Menurut UU No. 14 Tahun 2005 guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional. Menurut undang-undang tersebut, profesional diartikan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Sebagai tenaga profesional, guru dituntut untuk selalu mengembangkan diri sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal yang demikian hanya bisa dilakukan apabila guru memiliki kepuasan terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja itu sendiri dipengaruhi oleh banyak variabel. Tiga variabel yang diduga mempengaruhinya adalah gaji, pengalaman kerja dan iklim kerja. Dalam penelitian ini permasalahannya dirumuskan sebagai berikut: Apakah gaji, pengalaman kerja dan iklim kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja guru?
216
Menurut penganut aliran asosianisme seperti Thorndike, kepuasan atau ketidakpuasan selalu terjadi karena ada asosiasi atau ikatan antara stimulus dan respon. Thorndke menyebut suatu reaksi yang mnyebabkan kepuasan dengan istilah satisfier dan ketidakpuasan dengan istilah annoyer. Pembawa kepuasan adalah sesuatu yang ingin diperoleh, sedangkan pembawa ketidakpuasan adalah sesuatu yang ingin dihindari. Pada akhirnya sesuatu yang ditekankan oleh Thorndke adalah pembawa kepuasan, yaitu efek positif yang muncul setelah individumemberikan reaksi. Ada kecenderungan individu mengulang sesuatu yang menimbulkan kepuasan (Winkel, 1987). Menurut Wexley dan Yukl (Moh. As’ad, 1991) mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi. Sementara menurut Wasty Sumanto (1987), perasaan bersifat subjektif karena terkait dengan penilaian subjek terhadap objek. Dalam konteks penelitian ini yang dimaksud subjek adalah guru, sedangkan objeknya kepuasan kerja. Penilaian itu pada akhirnya akan membentuk perasaan dalam dirinya. Oleh karena perasaan bersifat subjektif maka apa yang menarik bagi seseorang belum tentu menarik bagi orang lain. Handoko (Rita Andini, 2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang enyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja merupakan cermin perasaan seseorang terhadap pekerjaanya. Kepuasan kerja mencerminkan apa yang dirasakan oleh seseorang terkait dengan pekerjaannya. Kepuasan kerja seseorang akan menampakkan diri pada perasaan senang atau tidak senang pada pekerjaannya. Perasaan tersebut dipengaruhi oleh interaksi individu dengan pekerjaannya. Guru akan mendapat kepuasan jika hasi interaksinya itundapat memenuhi kebutuhannya. Smith (Suherman, 1994) menyatakan bahwa kepuasan
217
kerja merupakan sikap individu terhadap pekerjaannya yang didasarkan pada pertimbangan sejauhmana pekerjaan itu dapat memuaskan kebutuhannya. Robbins (Rita Andini, 2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja ditentukan oleh beberapa faktor yakni kerja yang secara mental menantang, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, serta kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. Karyawan dengan kepuasan kerja tinggi merasa senang dalam melakukan pekerjaannya dan tidak berusaha mengevaluasi alternatif pekerjaan lain. Sebaliknya karyawan yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya cenderung mempunyai pikiran untuk keluar, mengevaluasi alternatif pekerjaan lain, dan berkeinginan untuk keluar karena berharap menemukan pekerjaan yang lebih memuaskan. Tiffin (Widyarti, 1997) menyatakan bahwa kepuasan kerja seseorang terkait dengan sikap seseorang terhadap pekerjaannya dan kondisi yang ada. Dalam kondisi seperti sekarang, dimana gaji sudah dilipatgandakan beberapa kali daripada gaji satu dekade silam, tentunya berdampak pada peningkatan kesejahteraan guru. Sekalipun perlu diakui bahwa kesejahteraan guru belum merata. Perbedaan yang jelas, tampak pada guru yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) yang digaji pemerintah dan guru swasta yang digaji yayasan. Guru negeri menerima berbagai macam tunjangan yang disediakan oleh pemerintah, sementara guru swasta
hidup di bawah yayasan yang hanya
mengandalkan pada sumbangan wali murid. Menurut Boediono (1998) tingkat kesejahteraan guru berpengaruh tehadap mutu guru, yang pada akhirnya mempengaruhi mutu proses maupun keluaran pendidikan. Moh. As’ad (1987) menyatakan bahwa gaji adalah penghargaan terhadap energi yang dikeluarkan oleh karyawan, yang dimanifestasikan sebagai hasil produksi. Gaji merupakan suatu pembayaran periodik dari perusahaan kepada karyawan. Dengan demikian gaji merupakan suatu bentuk kompensasi yang dikaitkan pekerjaan. Seorang yang berstatus sebagai pegawai negeri misalnya, sebagai imbalan terhadap pekerjaannya mendapat gaji sesuai dengan pangkat dan pengalaman mengajarnya.
218
Dalam dunia industri seringkali terjadi, untuk meningkatkan produktivitas kerja dilakukan dengan cara menaikkan gaji para pegawainya. Secara managerial cara yang demikian mempunyai asumsi bahwa dengan meningkatkan gaji para karyawan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan yang pada ujungnya meningkatkan produktivitas kerja. Menurut Rita Andini (2006) karyawan akan merasa puas dengan gajinya apabila sistem penggajian dalam perusahaan tersebut, selain mempertimbangan prinsip Internally Equitable (keadilan di dalam perusahaan) yang dibuat berdasarkan azas keadilan tetapi juga harus mempunyai nilai yang kompetitif di pasar (Externally Equitable).Seorang karyawan dikatakan merasa puas dengan gajinya apabila gaji yang dia terima sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Kepuasan kerja guru memang tidak semata-mata ditentukan oleh besaran gaji yang diterima. Kondisi hidup, keadaan keluarga, dipenuhinya jaminan hidup di hari depan, iklim kerja sekolah, beban mengajar dan integritas moral merupakan faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja guru Oliva (dalam Piet A. Sahertian, 1994). Pada sisi lain, Piet A. Sahertian juga menyatakan bahwa kepuasan kerja guru juga ditentukan oleh sikap guru terhadap profesinya dan lamanya pengalaman mengajar. Lindgren (1976) menyatakan bahwa pengalaman merupakan dasar untuk mengorganisasikan informasi ke dalam konsep. Sementara Miduk Purba (1992) mengartikan pengalaman kerja sebagai aktivitas-aktivitas praktis dalam memproduksi barang atau jasa. Dengan demikian pengalaman kerja memiliki dimensi material dan waktu. Dimensi material itu berupa pengetahuan, sementara dimensi waktu merupakan lamanya dia mengalami melakukan sesuatu. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pengalaman kerja merupakan ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dalam melaksanakan tugas tertentu. Dalam konteks penelitian ini yang dimaksud dengan tugas tertentu tersebut adalah mengajar. Dalam dunia kerja, pengalaman kerja sangat besar pengaruhnya terhadap penguasaan tugas yang dikerjakan dalam keseharian. Peters (Hamonangan
219
Tambunan, 1994) menyatakan bahwa pengalaman kerja mempunyai pengaruh signifikan dan positip terhadap tingkat penguasaan pekerjaan yang dihadapi. Demikian pula hasil penelitian Carcio dan Valenci (Miduk Purba, 1992) dalam penelitiannya menemukan bahwa tenaga kerja yang berpengalaman memberikan kemampuan kerja rata-rata lebih baik dari pada tenaga kerja yang kurang berpengalaman. Dengan demikian wajar apabila dalam perekrutan tenaga kerja pihak manager mengutamakan calon tenaga kerja yang sudah berpengalaman kerja. Hasil penelitian Witty (Piet A. Sahertian, 1994) membuktikan bahwa kepuasan profesional seseorang guru dipengaruhi oleh lamanya pengalaman mengajar. Seorang guru yang memiliki pengalaman kerja lama, berbeda dengan yang memiliki pengalaman kerja relatif baru. Kepuasan kerja seseorang bukan saja dipengaruhi oleh pengalamannya, tetapi juga oleh iklim kerja di suatu lembaga. Bert (Moh. Asa’ad, 1987) memberi istilah iklim kerja dengan hubungan antar karyawan. Iklim kerja merupakan interaksi antara karyawan dengan karyawan atau karyawan dengan pimpinan. Dalam konteks penelitian ini iklim kerja merupakan bentuk interaksi antara guru dengan guru, guru dengan karyawan (penjaga sekolah), maupun antara guru dengan kepala sekolah. Iklim kerja merupakan suasana di tempat kerja, mencakup berbagai norma yang kompleks, nilai, harapan, kebijakan, dan prosedur yang mempengaruhi pola perilaku individu dan kelompok. Bahkan menurut Piet A. Sahertian (1994), iklim kerja termasuk juga komunikasi guru dengan orang tua murid, masyarakat sekitar dan penilik sekolah. Dalam dunia pendidikan, iklim kerja yang kondusif sangat diperlukan agar guru dapat melaksanakan tugas profesinya dengan senang hati. Apabila guru melaksanakan tugasnya dengan senang hati, hal ini akan mendukung peningkatan kepuasan kerja guru. Iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan guru lebih termotivasi untuk bekerja secara optimal. Oleh karena itu, kepala sekolah perlu mengupayakan agar guru bekerja dalam suasana yang menyenangkan dengan cara menerapkan system ganjaran dan pujian supaya guru memperoleh kepuasan kerja (Akhmad Sudrajat, 2012). Hasil penelitian Purwoko (Muh Gufran Faqih, 2005)
220
menemukan bahwa iklim kerja dan kepuasan kerja tenaga kepariwisataan mempunyai hubungan signifikan.
METODE PENELITIAN Populasi penelitian ini adalah seluruh guru sekolah dasar yang sedang menempuh program kelanjutan studi (PKS) PGSD di Universitas Negeri Yogyakarta dari berbagai angkatan. Secara keseluruhan anggota populasi sebanyak 203 orang. Ukuran besaran sampel ditetapkan dengan menggunakan Tabel Krejcie dan Morgan pada tingkat signifikansi 5%. Berdasarkan table tersebut ditemukan anggota sampel sebanyak 134 responden. Cara pengambilan anggota sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling, dengan asumsi anggota populasi bersifat homogen. Penelitian menggunakan ex post facto research design, dimana peneliti bermaksud mengungkapkan fakta yang telah terjadi dengan cara merunut ke belakang factor-faktor penyebabnya tanpa melakukan manipulasi terhadap variabel independennya. Penelitian ini melibatkan tiga variabel bebas dan satu variabel terikat. Ketiga variabel bebas tersebut adalah gaji, pengalaman kerja dan iklim kerja, sementara variabel terikatnya adalah kepuasan kerja. Data dikumpulkan dengan menggunakan angket. Sebelum digunakan, instrumen terlebih dahulu diujicobakan untuk dilihat validitas dan reliabilitasnya. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan teknik regresi ganda dengan uji prasyarat analisis normalitas, linieritas dan nonkoliniaritas (Sudarsono, 1988).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan tiga variabel prediktor, yakni gaji, pengalaman kerja dan iklim kerja. Hasil analisis regresi ganda menunjukkan bahwa variabel gaji dan iklim kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja guru, masing-masing memberikan sumbangan sebesar 16% dan 6%,
221
sementara pengalaman kerja tidak berpengaruh signifikan. Boediono (1998) menyatakan bahwa tingkat kesejahteraan guru berpengaruh terhadap kualitas guru, sementara kualitas guru akan berpengaruh langsung terhadap kualitas pendidikan. Tidak mungkin terdapat kualitas pendidikan yang baik tanpa guru yang baik. Sementara itu, kualitas guru sangat dipengaruhi oleh tingkat kepuasan guru terhadap pekerjaannya. Menurut hasil penelitian ini, kepuasan kerja guru disumbang 16% oleh gaji. Besarnya sumbangan tersebut cukup memberikan gambaran bahwa gaji memberikan andil cukup besar terhadap kepuasan kerja guru. Oleh karena itu dapat dimengerti manakala seorang karyawan atau pekerja ingin pindah dari pekerjaannya karena di tempat pekerjaan lama gajinya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sementara di tempat kerja yang baru gajinya lebih menjanjikan. Situasi yang demikian ini sering digunakan para manager perusahaan untuk melakukan tarik-ulur dalam menentukan
gaji
karyawannya. Demikian juga para karyawan sering melakukan demonstrasi untuk menuntut kenaikan besaran gaji atau mereka melakukan pemogokan apabila gaji mereka tidak mencukupi kebutuhan. Atau bahkan ada pekerja yang nekad meninggalkan pekerjaannya, sekalipun di luar sulit mencari pekerjaan karena gaji yang diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rita Andini (2006) bahwa gaji merupakan bagian dari sistem yang mendukung yang digunakan oleh organisasi untuk memotivasi karyawan. Hasil penelitian yang menyatakan bahwa gaji merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja guru juga memiliki kesesuaian dengan pendapat Eny Farida Arifin (1996) yang menyatakan bahwa untuk memperoleh guru yang benar-benar berkualitas, satu hal yang perlu diperhatikan adalah meningkatkan kesejahteraan guru. Lebih jauh dipertanyakannya, bagaimana mungkin kalitas guru akan menjadi baik, kalau sebagian waktunya digunakan untuk nyambi bertani, beternak, bahkan menjadi tukang ojek. Oleh karena
wajar
manakala
pemerintah
senantiasa
berupaya
meningkatkan
kesejahteraan guru, baik gaji, tunjangan, maupun kesejahteraan lainnya. Untuk
222
menghadirkan sosok guru yang bermutu guna mencapai pendidikan berkualitas, guru sudah selayaknya kalau mendapatkan penghargaan dan kesejahteraan yang layak atas pengabdian dan jasanya. Hasil analisis regresi ganda menunjukkan bahwa secara simultan, variabel gaji dan iklim kerja secara simultan berpengaruh 22% terhadap kepuasan kerja guru. Hal ini mengandung makna bahwa kedua variabel tersebut mampu menjelaskan 22% dari varian variabel kepuasan kerja guru. Dalam penelitian ini iklim kerja member sumbangan sebesar 6% terhadap kepuasan kerja guru. Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa kepuasan kerja guru secara signifikan dipengaruhi oleh iklim kerja yang ada pada masing-masing unit kerja guru. Guru cenderung merasa puas dengan pekerjaannya apabila didukung oleh suasana kerja yang kondusif. Sebaliknya, guru akan mengalami stress yang kemudian berdampak buruk terhadap kepuasan kerjanya apabila kondisi iklim kerja di lembaganya kurang menguntungkan. Kondisi yang demikian tercermin pada hubungan antara guru dengan guru, dan hubungan guru dengan kepala sekolah yang kurang harmonis (Piet A. Sahertian, 1994). Temuan penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Purwoko (Muh Gufran Faqih, 2005)
yang
mengemukakan bahwa iklim kerja dan kepuasan kerja mempunyai hubungan signifikan. Namun demikian hasil penelitian ini juga menyiratkan bahwa kepuasan kerja seorang guru tidak semata-mata ditentukan oleh besaran gaji yang diterimanya. Kepuasan kerja guru juga ditentukan oleh iklim kerja di lembaganya. Penelitian ini mengungkapkan bahwa pengalaman kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja guru. Temuan ini tidak sesuai dengan hail penelitian Witty (Piet A. Sahertian, 1994) yang menyatakan bahwa kepuasan profesional seorang guru dipengaruhi oleh lamanya pengalaman mengajar. Guru yang memiliki pengalaman kerja lama, berbeda dengan yang memiliki pengalaman kerja relatif baru. Dalam dunia industry, pengalaman kerja mempunyai pengaruh signifikan dan positip terhadap tingkat penguasaan pekerjaan yang dihadapi. Tenaga kerja yang berpengalaman memberikan
223
kemampuan kerja rata-rata lebih baik dari pada tenaga kerja yang kurang berpengalaman. Kemampuan kerja yang baik ini akan mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa pengalaman kerja tidak berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja guru.
KESIMPULAN Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pembahasan
sebagaimana
telah
dideskripsikan di atas maka dapat ditarik dua kesimpulan sebagai berikut. 1. Variabel pengalaman kerja yang dalam hal ini dihitung berdasarkan lama waktu seseorang menjabat guru tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja guru. 2. Variabel gaji dan iklim kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja guru. Kedua variabel secara bersama-sama menyumbang 22% terhadap kepuasan kerja guru, dengan rincian gaji memberi sumbangan sebesar 16% sementara iklim kerja menyumbang 6%.
DAFTAR PUSTAKA Akhmad Sudrajat. (2012). Tentang Pendidikan. http://akhmadsudrajat. wordpress. com. Diunduh tanggal 7 Agustus 2012. Muh Ghufran Faqih. (2005). Pengaruh Sikap, otivasi dan Iklim Kerja terhadap Prestasi Kerja Guru Madrasah Aliyah di Kabupaten Purworejo. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Piet A. Sahertian. (1994). Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Rita Andini. (2006). Analisis Pengaruh Kepuasan Gaji, Komitmen Organisasional terhadap Turnover Intention. Tesis. Program Studi Magister Managemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. FX Sudarsono.(1988). Analisis Regresi Ganda untuk Data Kependidikan. Yogyakarta
224
Suyanto. (1997, November 17). “Usulan PGRI tentang Kenaikan Gaji Guru”. Harian Kedaulatan Rakyat, hlm. 8. Wasty Sumanto. (1987). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. Widyarti. (1997). Tingkat Kepuasan Kerja Guru SMEA di Kodya Yogyakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana. IKIP Yogyakarta.
225