PENGARUH FREEBOARD TERUMBU KARANG BUATAN BENTUK SILINDER BERONGGA SEBAGAI BREAKWATER TERBENAM DALAM MEREDUKSI GELOMBANG Imawan Zuhron Abrori1), Haryo Dwito Armono2), M. Zikra2)
Mahasiswa Pasca Sarjana Teknik Manajemen Pantai FTK, ITS1.
[email protected] Staf Pengajar T. Kelautan FTK-ITS, Surabaya, Indonesia2
ABSTRAK Terumbu karang buatan (artificial reef) merupakan salah satu cara untuk merehabilitasi kerusakan terumbu karang alami. Artificial reef berfungsi sebagai habitat baru bagi biota laut dan juga sekaligus dapat berfungsi untuk melindungi pantai dengan meredam energi gelombang tanpa mengurangi estetika pantai yang dilindungi (submerged breakwater). Salah satu aspek penting dalam pemanfaatan terumbu buatan sebagai pemecah gelombang terbenam adalah sejauh mana tingkat efektifitasnya dalam mereduksi gelombang. Penelitian dengan uji model fisik di laboratorium wafe flume ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari tinggi dan periode gelombang, kedalaman puncak (freeboard) dan lebar puncak (crest width) terhadap koefisien transmisi (Kt) pada terumbu buatan bentuk silinder berlubang penyusun submerged breakwater. Data hasil pengujian di laboratorium diolah dan ditampilkan dalam bentuk grafik. Hasil dari dari ekperimen menunjukkan bahwa : (1) Nilai koefisien transmisi (Kt) cenderung naik dengan semakin berkurangnya kecuraman gelombang (Hi/gT2), (2) Nilai koefisien transmisi (Kt) cenderung naik dengan semakin berkurangnya lebar puncak relatif (B/gT2), (3) Nilai koefisien transmisi (Kt) cenderung naik dengan kenaikan proporsi jumlah terumbu (h/B), (4) Nilai koefisien transmisi (Kt) cenderung turun dengan kenaikan tinggi struktur (h/d). Harapan kami penelitian ini dapat memberikan informasi kinerja artificial reef bentuk silinder berongga sehingga dapat dijadikan alternatif dalam perancangan submerged breakwater sebagai pelindung pantai yang ramah lingkungan. Kata kunci: artificial reef, submerged breakwater, freeboard.
1. PENDAHULUAN 2
Indonesia dengan luas laut 5,8 juta km mempunyai potensi kelautan, perikanan dan pariwisata yang sangat besar. Potensi lestari sumberdaya perikanan laut Indonesia sebesar 6.167.940 ton/tahun dengan porsi terbesar dari jenis ikan pelagis kecil (52,54 %), jenis ikan demersal (28,96 %) dan perikanan pelagis besar (15,81 %). Selain itu masih tersimpan potensi perikanan yang bernilai ekonomi tinggi seperti udang, kerang, kepiting, dan rumput laut (Budiharsono, 2001).
Potensi yang besar tersebut akan hilang apabila komponen pendukungnya seperti ekosistem terumbu karang mengalami kerusakan. Menurut Ministery of State for Environment (1996) dari luas terumbu karang yang ada di Indonesia sekitar 50.000 km2 diperkirakan hanya 7 % terumbu karang yang kondisinya sangat baik, 33 % baik, 46 % rusak dan 15 % lainnya dalam kondisi kritis (Supriharyono, 2000). Harris (2001), meneliti manfaat breakwater terbenan adalah untuk melindungi pantai yang tererosi, menciptakan stabilitas garis pantai, sebagai perlindungan karang alami, perlindungan terhadap kawasan wisata, dan sebagai penghalang jaring ikan dari kapal-kapal yang dapat merusak karang. Armono (2004), meneliti terumbu buatan bentuk kubah berlubang “HSAR” (Hemispherical submerged artificial reef) dan menyatakan bahwa dalam jumlah yang besar HSAR dapat efektif mereduksi energi gelombang. Selain itu ISBN 978-979-18342-1-6
Rusaknya terumbu karang tersebut akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan dan beragam biota laut lainnya. Untuk itu diperlukan suatu upaya pelestarian agar kerusakan terumbu karang dapat dicegah. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kerusakan terumbu karang tersebut diantaranya dengan transplantasi karang dan teknologi terumbu karang buatan (artificial reef). Pada daerah pantai yang ditujukan sebagai kawasan wisata air seperti snorkling, selam (diving), dan renang dituntut daerah perairan yang tenang. Salah satu cara untuk menciptakan perairan yang tenang adalah dengan dibangun struktur pemecah gelombang terbenam dari terumbu buatan bentuk silinder. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa keberhasilan penerapan teknologi terumbu buatan ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya kesesuaian parameter lingkungan, jenis dan bentuk material, serta kekuatan struktur. terumbu butan bentuk kubah berlubang mempunyai kemampuan dapat menghasilkan pusaran-pusaran dan turbulensi yang mengutungkan dan menyediakan tempat perlindungan bagi ikan. Sudoto (2008), meneliti reduksi gelombang transmisi yang melewati terumbu buatan bentuk kubus berlubang sebagai submerged breakwater dan menyatakan bahwa koefisien transmisi pada pemecah gelombang bentuk kubus berlubang dipengaruhi oleh periode gelombang, kedalaman puncak dan lebar puncak struktur. A-571
Leonanda (2006), meneliti perilaku silinder terhadap aliran fluida dan menyatakan bahwa kemampuan silinder dalam mengatur pola aliran fluida sangat baik mengingat adanya peluruhan vortex, adanya gaya drag dan adanya gaya hambat yang menyebabkan peningkatan stabilitas. CERC (1984), disebutkan bahwa faktor penyebab berkurangnya energi gelombang transmisi dipengaruhi oleh karakteristik gelombang (seperti periode gelombang, tinggi gelombang, dan kedalaman gelombang), bentuk geometri struktur (lebar puncak dan freebord) dan kondisi /jenis bangunan penahan gelombang (permukaan struktur, dan jumlah massa air yang melewati). Selain itu bentuk silinder yang mempunyai rongga-rongga dan lubang pada selimut silinder menyebabkan material bersifat porous. Sifat material yang porous akan meredam energi gelombang dengan lebih baik, sehingga dalam penelitian ini bentuk model yang digunakan adalah bentuk silinder berongga dengan pertimbangan keunggulan yang dimiliki silinder berkenaan dengan kemampuan yang dimiliki dalam meredam energi gelombang.
Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Kt = fungsi (T,Hi,d,h,B,f,α,g,ρ,μ,s,β ) Dimana Kt = Koefisien transmisi gelombang T = Periode gelombang Hi = Tinggi gelombang dating d = Kedalaman air h = Tinggi struktur B = Lebar puncak breakwater f = Freeboard α = Kemiringan struktur μ = Viskositas dinamik s = Susunan terumbu β = Bentuk terumbu ρ = Rapat massa air
2. Tinjauan Pustaka Terumbu Buatan (Artificial Reef) Terumbu buatan (Artificial reefs) adalah struktur buatan manusia semacam struktur bawah air yang meniru karakteristik terumbu alami dengan material tertentu seperti dari bahan balok beton, potongan kapal, perahu kayu, mobil bekas, dan ban bekas serta bambu. Terumbu buatan pada umumnya ditujukan sebagai tempat berlindung dan mencari makan dari habitat serta sebagai tempat pemijahan, dapat juga berfungsi untuk menahan gelombang, membaurkan dan mengurangi energi gelombang guna perlindungan pantai ( Armono,1999). Terumbu buatan biasanya ditempatkan pada daerah yang memerlukan pemulihan atau peningkatan lingkungan yang rusak dengan ditandai; ( i) rendahnya produktifitas (ii) terumbu karang alami telah rusak dan (iii) area dimana diperlukan sebagai pembangkit gelombang kecil untuk kegiatan pariwisata (Armono, 2006). Transmisi Gelombang Ketika gelombang datang mengenai suatu struktur yang porous maka ada sebagian gelombang yang diteruskan atau ditransmisikan menembus atau melewati struktur tersebut, yang disebut dengan gelombang transmisi (Ht). Transmisi gelombang tersebut dipengaruhi oleh karakteristik gelombang (periode, tinggi gelombang, kedalaman), bentuk geometri struktur (kemiringan, lebar puncak, freeboard) dan jenis penahan gelombang (CERC, 1984).
Gambar 1. Parameter dalam penelitian Pemodelan Fisik Pemodelan fisik dapat dikatakan sebagai percobaan yang dilakukan dengan membuat bentuk model yang sama dengan prototipenya atau menggunakan model yang lebih kecil dengan kesebangunan atau similarits yang cukup memadai.. Pemodelan fisik dilakukan apabila fenomena dari permasalahan yang ada pada prototipe sulit untuk diperoleh karena berbagai keterbatasan. Studi lapangan dapat menyediakan data yang akurat, tetapi biasanya membutuhkan biaya yang tinggi dan memuat variable alam yang dapat menyebabkan kesulitan dalam interpretasi data.Efek-efek fisik antar elemen fluida merupakan hal yang sangat berpengaruh untuk suatu penelitian mengenai karakter fluida. Dengan model fisik, hal tersebut dapat divisualisasikan dan dapat dijamain keakuratannya. Hasil visualisasi tersebut mungkin merupakan hal yang tidak bisa dihasilkan secara teoritis atau dengan menggunakan perhitungan komputer (Hughes, 1993). Beberapa kekurangan pemodelan fisik : 1. Adanya efek skala; hal ini terjadi karena model dibuat lebih kecil dari prototipenya. Semua variable yang relevan tidak mungkin dimodelkan dalam hubungan yang benar satu sama lain, dengan kata lain efek skala
A-572 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009
menyederhanakan masalah melalui asumsi pada pemodelan numeric. 2. Efek Laboratorium; hal ini dapat mempengaruhi proses simulasi secara keseluruhan bila tidak dilakukan pendekatan yang sesuai dengan prototipenya. Efek laboratorium biasanya muncul karena ketidakmampuan untuk menghasilkan kondisi pembebanan yang realistic karena adanya pengaruh keterbatasan yang dimiliki model terhadap proses yang disimulasikan. 3. Fungsi gaya dan kondisi batas yang bekerja di alam tidak disertakan dalam pemodelan, sebagai contoh adalah gaya geser angin pada permukaan. Biaya pelaksanaan pemodelan fisik lebih mahal dibandingkan pemodelan numerik. Pada situasi dimana pemodelan numerik akan lebih dipilih daripada pemodelan fisik. Sebangun Geometrik Sebangun geometrik dipenuhi apabila bentuk model dan prototipe sebangun. Hal ini berarti bahwa perbandingan semua ukuran panjang antara model dan prototipe harus sebanding, dengan skala model diberi notasi nL dengan persamaan sebagai berikut (Hughes, 1993)
nL = Dengan: nL Lp Lm
Lp Lm
N Wa = N γa × N L
Dengan: N γa = Nilai perbandingan rapat massa prototype dengan rapat massa model Dengan demikian berat model dapat dihitung.
(Wa ) m =
(Wa ) P = Berat prototipe (kg) NWa = Angka skala berat armor Sebangun Kinematik Sebangun kinematik dipenuhi apabila aliran pada model dan prototipe sebangun. Hal ini berarti bahwa kecepatan aliran di titik-titik yang sama pada model dan prototipe mempunyai arah yang sama dan sebanding. Berdasarkan kesebangunan kinematik dapat diberikan nilai-nilai skala: •
Skala Waktu
•
Skala
nU =
Wa = γ a .V
Dengan: Wa = Berat armor (kg) γa = Berat jenis armor (kg/m3) V = Volume armor (m3) Rapat massa model dapat diketahui persamaan 2.9.
(γ a ) m = (γ a ) P ×
(Wa ) P NWa
Dengan: (Wa ) m = Berat model (kg)
= Skala panjang = Panjang prototipe (m) = Panjang model (m)
Skala berat untuk armour dihitung dengan merasiokan prototipe terhadap model, dinyatakan dalam persamaan 2.8.
3
•
nT =
:
TP TM
kecepatan
UP Um
:
LP n T = P = L Lm nT Tm
Skala
Percepatan
:
LP 2
a T n na = P = P = L Lm am nT 2 Tm Sebangun Dinamik dari
(γ w ) m (γ w ) P
Dengan: (γ a ) m = Rapat massa model (kg/m3)
(γ a ) P = Rapat massa prototipe (kg/m3) (γ W ) m = Rapat massa air tawar (kg/m3) (γ W ) P = Rapat massa air laut (kg/m3) Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai hubungan skala berat (Nwa) sebagai berikut (Hughes, 1993)
Sebangun dinamik dipenuhi jika model dan prototipe sebangun geometrik dan sebangun kinematik juga perbandingan gaya-gaya yang bersangkutan pada model dan prototipe adalah sama. Hughes (1993), menyatakan bahwa pada bangunan pantai proses fisik yang terjadi dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Gaya-gaya tersebut meliputi gaya inersia, gaya tekan, gaya berat, gaya gesek dan gaya tegangan permukaan. Dalam penelitian ini kriteria kesebangunan yang harus dipenuhi adalah kriteria sebangun dinamik menurut kondisi bilangan froude. Bilangan froude dapat diekspresikan dengan ratio antara gaya inersia dengan gaya gravitasi. • Gaya inersia : Fi = ρL2v2 • Gaya berat : Fg = ρL3g • Gaya gesek : Fμ = μvL • Gaya tegangan permukaan : Fσ = σL A-573
ISBN 978-979-18342-1-6
•
Bilangan
Fr =
Froude
:
2
U ) 2 L = U ρgL3 gL
( ρL3 )(
Dengan: Fr = Bilangan forude U = Kecepatan aliran (m/dt) g = Percepatan gravitasi (m/dt2) L = Panjang spesifik (m) Rasio gaya gravitasi dan gaya inersia pada model dan prototipe harus sama yang dinotasikan sebagai berikut :
nFr =
model 281 gram. Dengan menggunakan toleransi 10% terhadap model, maka kisaran berat model yang digunakan adalah 253 – 309 gram. Perbandingan rapat masa protoitpe dan model adalah 1026 sehingga berat prototipe 288,3 kg. Bentuk dan Susunan Artificial Reef Perilaku transmisi gelombang dipengaruhi oleh susunan artificial reef terhadap arah gelombang. Oleh sebab itu dalam studi ini susunan artificial reef dibuat bervariasi dengan tujuan agar dapat diketahui sejauh mana pengaruh susunan artificial reef terhadap efisiensi transmisi gelombang.
nU =1 (nL) 0.5
3. Desaian Ekperimen Model terumbu buatan bentuk silinder berongga dibuat dengan ukuran diameter dasar 90 mm, diameter atas 50 mm, tinggi 100 mm, dan tebal 8 mm. Pada sisi bawah dan atas terdapat masingmasing 6 buah lubang dengan diameter 25 mm dan 20 mm. Desain lubang pada sisi-sisi terumbu buatan disesuaikan dengan jenis dan ukuran ikan karang yang hidup pada daerah dimana terumbu buatan akan ditanam. Model yang dibuat dengan ukuran-ukuran tersebut telah mempertimbangkan aspek desain pengujian di laboratorium seperti bebas dari pengaruh refleksi gelombang dari dinding, dan kemampuan laboratorium dalam membangkitkan gelombang.
Gambar 3 Susunan Artificial Reef Breakwater
4.HASIL DAN PEMBAHASAN Tabulasi Data Hasil Penelitian Hasil penelitian diplotkan dalam bentuk Tabel (seperti Tabel 1), sehingga dapat dibuat grafik hubungan antar variabel dan dicari persamaan yang menggambarkan pengaruh satu parameter respon (koefisien transmisi gelombang) terhadap empat parameter prediktor/proses (Hi/gT2, B/gT2,h/d, dan F/h). Tabel
Tp (dtk)
h (m)
d (m)
Hi (m)
Ht (cm)
1
2
3
4
5
6
7
1.078
0.1
0.4
0.07755
0.069
1.158
0.1
0.4
0.08027
0.072
1.349
0.1
0.4
0.08395
0.074
1.088
0.1
0.4
0.09164
0.082
1.254
0.1
0.4
0.10484
0.092
1.433
0.1
0.4
0.09055
0.082
1.214
0.1
0.4
0.10742
0.093
1.251
0.1
0.4
0.11730
0.100
1.327
0.1
0.4
0.11050
0.099
1.078
0.1
0.4
0.08159
0.071
……
…..
…..
…..
……
0.3 0.3 0.3 0.3
Model dibuat dari beton dengan campuran semen dan pasir halus. Beton merupakan bahan yang mudah untuk dicetak dan mudah didapatkan bahan dasarnya. Berat jenis beton cor pada prototipe ( (γa ) adalah 2200 kg/m3. Volume model 131194,78mm3 atau 0,000131 m3, rapat masa model 2144,141 kg/m3, dan berat
Gelombang
B (m)
0.3
Skala Berat
Data Tinggi Pengamatan
F (m)
0.3
Gambar 2. Ukuran Model Terumbu Buatan Bentuk Silinder Berongga (dalam mm)
1
0.3 0.3 0.3 0.3 …..
0.45 0.45 0.45 0.45 0.45 0.45 0.45 0.45 0.45 0.80 …..
A-574 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009
Hasil
1
Kt
Hi/gt2
B/gT^2
h/d
F/h
8
9
10
11
12
0.8848
0.0068
0.0395
0.25
3.00
0.8982
0.0061
0.0342
0.25
3.00
0.4
0.8802
0.0047
0.0252
0.25
3.00
0.2
0.9 0.8
0.0079
0.0388
0.25
3.00
0.8795
0.0068
0.0292
0.25
3.00
0.9020
0.0045
0.0224
0.25
3.00
0.8658
0.0084
0.0353
0.25
3.00
0.8529
0.0076
0.0293
0.25
3.00
0.8915
0.0064
0.0261
0.25
3.00
0.8662 …..
0.0072 …..
0.0702 …..
0.25 ……
3.00 …..
Kt
0.6
0.3
0
0.9 0.75 Kt
0.6
B 0,8 m B1m
0.15 0 0
Gambar
0.002
0.004 0.006 Hi/gT^2
0.008
0.002
0.004 0.006 Hi/gT^2
0.008
0.01
Gambar 5. Perbandingan Pengaruh Kt thd Hi/gT2 antara Reefball dan Silinder Pada B 1m
1.05
B 0,45 m
Silinder (Abrori 2009)
0
Gambar 4 di bawah ini menunjukkan pengaruh dari kemiringan gelombang wave steepness terhadap koefisien transmisi gelombang pada F 0,3 m yang dibedakan dengan lebar puncak B yaitu 0,45 m, 0,80 m dan 1 m.
0.3
Reef Ball (Armono 2003)
0.1
Pengaruh Wave Steepness Hi/gT2 Terhadap Transmisi Gelombang Kt
0.45
0.5
0.01
4.Hubungan Wave Steepness thd Koefisien Transmisi Pada Freeboard 0,3 m
Nilai koefisien transmisi berkisar antara 0,853 – 0,902 pada B 0,45 m; 0,808 – 0,869 pada B 0,80 m dan 0,763 – 0,834 pada B 1 m. Dari gambar 4diatas didapat hubungan bahwa semakin kecil nilai wave steepness Hi/gT2 akan memberikan nilai koefisien transmisi Kt yang semakin besar, dan begitu sebaliknya untuk nilai wave stepness Hi/gT2 yang besar maka akan memberikan nilai koefisien transmisi Kt yang kecil.
Hasil pengujian menunjukkan tren yang sama antara model reef balls dengan model silinder berlubang, dimana koefisien transmisi gelombang cenderung meningkat dengan berkurangnya wave steepness sebaliknya koefisien transmisi menurun dengan bertambahnya wave steepness. Perbedaan dari kedua hasil penelitian di atas adalah nilai Kt dari submerged breakwater terumbu buatan bentuk kubah (reef balls) lebih rendah di dibandingkan dengan submerged breakwater terumbu buatan silinder berongga. Hal ini menunjukkan bahwa reef balls memiliki kemampuan reduksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan terumbu buatan silinder berongga. Pengaruh Lebar Puncak Relatif B/gT2 Terhadap Transmisi Gelombang Kt Gambar 6 di bawah ini menunjukkan trend pengaruh lebar puncak relatif B/gT2 terhadap koefisien transmisi gelombang Kt pada pengujian silinder beronggan untuk freeboard 0,3 m; 0,2 m dan 0,1 m. Besar nilai koefisien transmisi karena pengaruh lebar puncak relatif berkisar antara 0,0024-0.095 pada h/d 0,25; sedang pada h/d 0,5 nilai koefisien transmisi berkisar antara 0.0220.085 dan pada h/d 0.75 nilai koefisien transmisi berkisar antara 0.025-0.083. 1 0.9 0.8 0.7 0.6 Kt
0.8931
0.7
0.5 0.4 0.3
F 0,3 m h/d 0,25
0.2
F 0,2 m h/d 0,5
0.1
F 0,1m h/d 0,75
0 0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
B/gT^2
Gambar
7 Pengaruh Lebar Puncak terhadap Koefisien Transmisi
Relatif
A-575 ISBN 978-979-18342-1-6
0.5 0.4 0.3
B 0.45 m
B 0.8 m
B1m
0.2 0.1 0 0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
h/d
Gambar 8 Pengaruh rasio tinggi model terhadap Kt Nilai koefisien transmisi pada gambar 8. diatas menunjukkan trend yang sama dengan pengaruh kecuraman gelombang dan lebar puncak relatif. Semakin besar nilai h/d (semakin tinggi struktur) akan memberikan nilai koefisien transmisi yang kecil, artinya bahwa reduksi gelombang yang terjadi adalah besar. Struktur breakwater yang tiggi akan menghadang laju penjalaran gelombang, sehingga gelombang akan dipantulkan, di serap dan sebagian lagi ditransmisikan dibelakang struktur dengan terjadi pengurangan energinya. Semakin tinggi struktur breakwater maka akan semakin besar pula tinggi gelombang yang dapat direduksi sehingga akan memberikan nilai tinggi gelombang transmisi yang realtif kecil yang pada akhirnya memberikan nilai Koefisien transmisi yang kecil. Salah satu parameter keberhasilan kinerja submerged breakwater adalah kemampuannya untuk menghasilkan koefisien transmisi yang kecil. Pengaruh Rasio Freeboard Terhadap Tinggi Struktur f/h Terhadap Transmisi Gelombang Kt 1 0.9
Analisa Korelasi Antar Variabel Analisa korelasi digunakan untuk mengetahui derajat hubungan antar variabel (seberapa kuat hubungan antar variabel itu terjadi). Ukuran yang dipakai dalam menyatakan derajat hubungan dinamakan koefisien korelasi (Sudjana, 1992). Matrix Plot of Kt, Hi/gT^2, B/gT^2, h/d, f/h, Kt 0.0100 Hi/gT^2
Kt
0.6
0.0075 0.0050 0.09
B/gT^2
0.7
h/d
0.8
0.06 0.03 0.6 0.4 0.2 3
f/h
1 0.9
freeboard, atau nilai koefisien transmisi kecil untuk freeboard yang kecil pula. Nilai koefisien transmisi yang kecil mempunyai arti bahwa daya reduksi yang terjadi adalah besar. Fenomena ini terjadi dikarenakan adanya gaya gesek yang besar antara orbital partikel air dengan struktur submerged breakwater. Semakin mendekati permukaan struktur submerged breakwater (freeboard semakin kecil) maka reduksi semakin besar sehingga menyebabkan nilai Kt semakin kecil. Sebaliknya semakin ke dalam struktur submerged breakwater (freeboard semakin besar) maka gerak partikel gelombang yang tereduksi semakin kecil sehingga menyebabkan nilai Kt semakin besar.
2 1 0.90
Kt
Pengaruh Rasio Tinggi Model Terhadap Kedalaman h/d Terhadap Transmisi Gelombang Kt
0.75 0.60 0.60
0.75 Kt
0.90
0.0050 0.0075 Hi/gT^2
0.01000.03
0.06 B/gT^2
0.090.2
0.4
0.6
1
h/d
2
3
f/h
Gambar 10. Matrik Korelasi
Tabel 2. Nilai Koefsien Korelasi antar Variabel Variabel 2
Hi/gT
2
Kt
2
Hi/gT
2
B/gT
h/d
f/h
-0.088
B/gT
-0.315
0.297
h/d
-0.878
0.038
-0.028
f/h
0.805
-0.030
0.042
-0.958
Kt
1.000
-0.088
-0.315
-0.878
0.805
0.8 0.7
Kt
0.6 0.5 0.4 0.3
B 0.45 m
B 0.8 m
B1m
0.2 0.1 0 0.00
0.40
0.80
1.20
1.60
2.00
2.40
2.80
f/h
Gambar 9 Pengaruh variasi freeboard terhadap Kt.
3.20
Dari Tabel 2. diketahui bahwa Koefiien transmisi yang mempunyai hubungan paling kuat terjadi pada variabel perbandingan tinggi struktur terhadap kedalaman air (h/d) yaitu sebesar 0.878, disusul variabel perbandingan freeboard dengan tinggi struktur (f/h) sebesar 0.805, lebar puncak relative (B/gT2) sebesar -0.315 dan yang terkecil terjadi pada variabel kecuraman gelombang (Hi/gT2) sebesar -0.088. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam penelitian pengaruh terumbu buatan bentuk silinder berlubang menunjukkan pengaruh utama dari reduksi gelombang yang dinyatakan dengan koefisien transmisi adalah variabel tinggi dan
Dari grafik pada gambar 9. dapat diketahui kecenderungan nilai koefisien transmisi akan membesar seiring dengan pertambahan besar A-576 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009
freeboard struktur, sedang kecuraman gelombang mempunyai pengaruh yang kecil. Gelombang yang menjalar dan membentur struktur maka akan terjadi pemantulan, pembelokan dan peredaman gelombang. Semakin tinggi struktur maka semakin besar pula gelombang yang teredam. Persamaan Regresi Koefisisen transmisi (Kt) terhadap Hi/gT2, B/gT2, h/d, dan f/h Data penelitian seperti pada Tabel 1 digunakan untuk melakukan pendugaan model regresi dengan satu variabel respon (Y) dan empat variabel proses (X1, X2, X3 dan X4 ), tetapi data yang digunakan hanya 95% data sedang yang 5% digunakan untuk menguji model persamaannya. Bentuk persamaan model regresinya adalah : Y = βο + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ε Berdasarkan grafik hubungan antara variabel respon dengan variabel proses yang menunjukan garis lengkung maka dapat diduga model persamaannya adalah fungsi ekponensial, sehingga setelah melalui proses transformasi dugaan model persamaannya adalah :
⎛1 ⎞ Ln⎜ − 1⎟ = β 0 + ∑ β 1 LnX i ⎝Y ⎠ Hi ⎞ ⎛ 1 Ln⎜ − 1⎟ = −0.263 − 0.106 ln( 2 ) + gT ⎝ Kt ⎠ B h f ) − 0.286 ln( ) − 0.688 ln( ) 2 gT d h
Atau ditulis dalam bentuk persamaan non linear 1 Kt = − 0.106 0.529 − 0.286 − 0.688 ⎤ ⎡ ⎛ B ⎞ ⎛h⎞ ⎛f ⎞ − 0.263 ⎛ Hi ⎞ ⎜⎜ 2 ⎟⎟ ⎜⎜ 2 ⎟⎟ ⎜ ⎟ 1 + ⎢e ⎥ ⎜ ⎟ ⎝h⎠ ⎢⎣ ⎥⎦ ⎝ gT ⎠ ⎝ gT ⎠ ⎝ d ⎠ [Pers.(1)] Pengujian Regresi
Parameter
Model
2. Uji Individu Persamaan 1. Pengujian parameter secara serentak dilanjutkan pada pengujian parameter secara individu dengan hipotesis sebagai berikut : Ho : βι =( parameter tidak signifikan ). Η1 : βι ≠ ( parameter signifikan ) dengan i =1, 2, 3, 4. Tabel 3 Pengujian parameter secara individu persamaan 1 Predictor Coeficient Constant ln(Hi/gT2 ln(B/gT2 ln(h/d) ln(f/h)
-0.26340 -0.10600 0.52884 -0.28570 -0.68790
SE Coef. 0.52810 0.09840 0.05629 0.29240 0.14690
Thitung Pvalue -0.50 -1.08 9.40 -0.98 -4.68
0.620 0.285 0.000 0.332 0.000
Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa ada tiga parameter yang tidak signifikan yaitu
⎛ Hi ⎞ dan ⎛ h ⎞ karena ketiga ⎜ ⎟ ⎜⎜ ⎟ 2 ⎟ ⎝d ⎠ ⎝ gT ⎠ parameter tersebut mempunyai nilai Pvalue > 0.05. ⎛ B ⎞ dan Untuk dua parameter yang lain yaitu ⎜ ⎜ gT 2 ⎟⎟ ⎠ ⎝
constant,
Dengan bantuan software minitab didapatkan dugaan model persamaannya
0.529 ln(
tersebut memberikan sumbangan yang cukup berarti.
Persamaan
Uji Serentak Persamaan 1 Untuk mengetahui apakah parameter model yang diperoleh sudah signifikan atau belum, maka dilakukan pengujian parameter. Untuk pengujian parameter secara serentak digunakan hipotesis sebagai berikut : Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = 0 Η1 : Paling sedikit ada satu βi yang tidak sama dengan nol ; ( i =1, 2, 3, 4 ). Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai Fhitung untuk regresi sebesar 164,44 dengan Ftabel= F(0,05;4,72) sebesar 2,44. Karena Fhitung>Ftabel maka masing-masing variabel bebas dalam model
⎛ f ⎞ ⎜ ⎟ signifikan karena mempunyai nilai Pvalue < ⎝h⎠ 0.05. Meskipun Pers.1 diatas variabel prosesnya mempunyai nilai R2 yang cukup besar yaitu sebesar 90.1% dan mempunyai bentuk yang ideal karena ketika semua variabel proses diberikan nilai 0 (nol) maka akan memberikan nilai Kt sebesar 1, tetapi pada persamaan tersebut terdapat tiga variabel proses yang tidak signifikan sehingga tiga variabel proses tersebut tidak memberikan sumbangan yang signifikan terhadap model persamaan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan diantaranya jumlah sampel data sedikit yang menyebabkan penyimpangan dalam perhitungan persamaan regresi. Karena dugaan model persamaan tersebut tidak meyakinkan maka perlu dilakukan pendugaan model persamaan kedua dengan bentuk persamaan :
LnY = β 0 + ∑ β 1 LnX i
Dari hasil perhitungan software minitab, diperoleh output dengan dugaan model regresinya adalah :
A-577 ISBN 978-979-18342-1-6
⎛ H ⎞ Kt = e − 0.315 ⎜ i ⎟ ⎜ 2⎟ ⎝ gT ⎠
0 .037
⎛ B ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ 2⎟ gT ⎝ ⎠
− 0 .139
⎛h⎞ ⎜ ⎟ ⎝d ⎠
0 .293
⎛ f ⎞ ⎜ ⎟ ⎝h⎠
0 .288
[Pers 2)] Pers. 2 mempunyai R2 sebesar 90,2%, dan nilai P-value yang kecil, sehingga model persamaan regresi ini mempunyai tingkat kepercayaan yang baik, tetapi persamaan ini tidak dapat berlaku umum mengingat ketika semua variabel prosesnya diberikan nilai 0 (nol) Kt tidak memberikan nilai 1 sehingga Pers. (2) hanya berlaku pada kondisi berikut: 3,7x10-3< Hi/gT2 <9,9x10-3; 2,22x10-2 < B/gT2 < 9,45x10-2; 0,25 < h/d < 0,75 dan 0,33 < f/h < 3,0. Uji Serentak Persamaan 2 Pengujian parameter secara serentak digunakan hipotesis sebagai berikut : Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = 0 Η1 : Paling sedikit ada satu βi yang tidak sama dengan nol ; ( i =1, 2, 3, 4 ). Diperoleh nilai Fhitung untuk regresi sebesar 164,94 dengan Ftabel= F(0,05;4,72) sebesar 2,44. Karena Fhitung>Ftabel maka masing- masing variabel bebas dalam model tersebut memberikan sumbangan yang cukup berarti.
Uji Individu Persamaan 2 Pengujian parameter secara individu dengan hipotesis sebagai berikut : Ho : βi = 0 (tidak signifikan) Η1 : βi ≠ 0 ( parameter signifikan ) dengan i =1, 2, 3, 4. Tabel 4 Pengujian parameter secara individu dari model Regresi Predict Coeficient SE or Coef. Constant -0.3151 0.1393 ln(Hi/gT2) 0.03704 0.02596 ln(B/gT2 0.01485 0.13851 ln(h/d) 0.29310 0.07715 ln(f/h) 0.28816 0.03874
Thitung
Pvalue
-2.26 1.43 -9.33
0.027 0.158 0.000
3.80 7.44
0.000 0.000
Dari didapati hampir semua parameter adalah signifikan karena Pvalue < 0,05, hanya ada satu parameter yang tidak memberikan sumbangan yang cukup berarti terhadap model yang artinya parameter tidak signifikan yaitu ln(Hi/gT^2) dengan Pvalue > 0,05. Hal ini cukup beralasan karena pada analisis korelasi didapatkan bahwa nilai korelasi antara variabel Kt dengan ln(Hi/gT2) adalah kecil, hanya sebesar 0,088. Pengujian Asumsi Identik
Pengujian asumsi identik dilakukan melalui uji glesjer (Glejser test) dengan cara meregresikan variabel prediktor dengan variabel responnya dimana variabel respon merupakan nilai mutlak dari residual (Algifari, 2000). Hipotesis yang digunakan adalah : Ho : Varian residual identik H1 : Varian residual tidak identik Tabel 5 Uji Glejser Predictor Coef SE Coef ln(Hi/gT^2) -0.00885 0.01524 ln(B/gT^2 0.00717 0.008719 7 ln(h/d) 0.0319 0.04530 3 ln(f/h) 0.0108 0.02275 8
Thitung -0.58 0.82
Pvalue 0.563 0.413
0.70
0.483
0.48
0.634
Pvalue > 0.05 maka gagal tolak Ho, berarti bahwa model yang diperoleh menghasilkan residual yang identik Pengujian Asumsi Independen Pengujian asumsi independen dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya ketergantungan antara residual pengamatan ke t dengan residual pengamatan ke t+k. Hipotesis yang digunakan adalah : Ho : Residual tidak berkorelasi H1 : Residual berkorelasi Asumsi ini dapat diperiksa melalui plot ACF Pengujian Asumsi Normal Pengujian kenormalan dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan hipotesis : Ho : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal Berdasarkan uji kenormalan seperti pada gambar 4.14 dibawah menunjukkan bahwa Pvalue > 0,05 maka gagal tolak Ho yang berarti residual memenuhi asumsi distribusi normal pada level =0,05. 4. KESIMPULAN 1. Kt meningkat dengan berkurangnya wave steepness, sebaliknya Kt menurun dengan bertambahnya wave steepness. Nilai Kt terendah diperoleh pada susunan terumbu dengan F 0.1m dan B 1m sebesar 0.55 sedang Nilai Kt terbesar diperoleh pada susunan terumbu pada F 0.3 m dan B 0.45m sebesar 0.902. 2. Kt banding lurus dengan kedalaman puncak F dimana koefisien transmisi Kt meningkat dengan bertambahnya freeboard F, dan sebaliknya koefisien transmisi menurun dengan berkuranganya freeboard.
A-578 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009
3. Kt berbanding terbalik dengan lebar puncak terumbu buatan. Koefisien transmisi Kt meningkat dengan berkurangnya lebar puncak B, sebaliknya koefisien transmisi menurun dengan bertambahnya lebar puncak. 4. Model persamaan transmisi gelombang adalah ⎛ Hi Kt = e − 0 .315 ⎜ ⎜ gT 2 ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
0 . 037
⎛ B ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ gT 2 ⎟ ⎝ ⎠
− 0 . 139
⎛h⎞ ⎜ ⎟ ⎝d ⎠
0 . 293
⎛ f ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ h ⎠
0 . 288
pr
ediktor yang mempunyai pengaruh paling besar adalah h/d dengan nilai korelasi sebesar -0.878, sedang yang mempunyai pengaruh paling kecil adalah parameter H/gT2 dengan nilai korelasi 0,088. Model persamaan ini hanya berlaku pada kondisi : 3,7x10-3< Hi/gT2 <9,9x10-3; 2,22x10-2 < B/gT2 < 9,45x10-2; 0,25 < h/d < 0,75 dan 0,33 < f/h < 3,0.
DAFTAR PUSTAKA Ahrens, J.P. (1987)., Reef Breakwater Response to Wave Attack, Seminar on Unconventional Rubble Mound Breakwaters, Ottawa, Canada. Armono, H.D., (1999)., Flow Field Around Single and Multiple Hollow Hemispherical Artificial Reefs Used For Fish Habitat, Thesis, Memorial University of Newfoundland. Armono, H.D., (2004)., Wave Transmission over Hemispherical Shape Artificial Reefs, Marine Technology Conference (MARTEC), Johor Baru, Malaysia. Asrib, 1999., Kajian Bentuk Dinding Dermaga Untuk Mereduksi Refleksi Gelombang, Teknosains, Yogyakarta. Black, K.P., 2001, Artificial surfing reefs for control and amenity : theory and application”. Challenges for 21st Century in Coastal Sciences, Engineering and Environmental. Journal of Coastal research Special Issues, 34,1-14 (ICS 2000 New Zealand). Budiharsono S., (2001)., Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan, Pradnya Paramita. Jakarta. CERC. (1984), Shore Protection Manual, Department of The Army Waterway Wxperiment Station, Corp of Engineering Research Centre, Fourth Edition, US Government Printing Office. Washington. Gironella, Agustin Sanchez-Archilla, (2000), “Hydrodynamic behavior of submerged breakwater. Some remarks based on experimental result” Proceedings of the International Conference Coastal Structures ’99 Spain, 1999 Harris, L.E.dan Marsha, P.W. (2001) Artificial Reefs for Submerged and Subaerial Habitat Protection, Mitigation and
Restoration, Departmen of Marine & Environmental Systems, Florida Institude of Technology, Melbourne. Hughes, S.A., (1993)., Physical Models and Laboratory Techniques in Coastal Engineering, Coastal Engineering Research Center, USA. Leonanda, B., (2006), ”Sebuah Studi Daerah Resirkulasi Olakan di Belakang Silinder Bulat pada Bilangan Reynolds Moderat”, Jurnal Teknik Mesin, Volume 6 No.3 September 2006 Neelamani, S., Rajendran, R. (2002a), Wave Interaction with T Type Breakwaters. Coastal Engineering 29 pp 151-175. Neelamani, S., Vedagiri, M. (2002b), Wave Interaction with Partially Immersed Twin Vertical Barriers, Technical Note, Coastal Engineering 29 pp 215-238 Pongmanda, S., (2001)., Studi Efisiensi Pompa Air Laut Energi Gelombang Type Flat, Tesis, PPS UGM, Yogyakarta. Setyorini, N., (2002)., Efektifitas Terumbu Buatan (Artificial Reef) Bentuk kubus berlubang dengan penyusunan yang berbeda terhadap peredaman energi gelombang, Tesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Sudoto, (2008)., Karakteristik Transmisi Gelombang Yang Melalui Susunan Terumbu Buatan Bentuk Kubus Berongga Sebagai Submerged Breakwater, Tesis, Istitut Teknologi SepuluhNopember, Surabaya. Supriharyono, (2000)., Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Triatmojo, B., (1999)., Teknik Pantai, penerbit: Beta Offset Yogyakarta. Vries, MD., (1977)., Scale Models in Hydraulic Engineering, International Institute for Hydraulics and environmental Eng., Delft, Netherland. Yuwono, N., (1996)., Perencanaan Model Hidraulik, Lab. Hidrolika dan Hidrologi, PAUIT Universitas Gajahmada, Yogyakarta.
A-579 ISBN 978-979-18342-1-6
Halaman ini sengaja dikosongkan
A-580 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009