PENGARUH FILTRAT SEDUHAN KOMPOS TERHADAP NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne spp.) PADA TANAMAN PACAR AIR (Impatiens balsamina L.)
RATRI HIDAYATI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
Pengaruh Filtrat Seduhan Kompos terhadap Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina L.) adalah benar merupakan hasil karya saya, dan didalam proses pembuatannya sejak mulai dari proposal penelitian sampai penulisan, saya diarahkan dan dibimbing oleh pembimbing skripsi. Skripsi ini belum pernah ada dalam bentuk apapun di perguruan tinggi manapun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Ratri Hidayati
ABSTRAK Ratri Hidayati. Pengaruh Filtrat Seduhan Kompos terhadap Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina L.) (dibawah bimbingan Abdul Muin Adnan). Penelitian pengaruh seduhan kompos (compost tea) berasal dari kotoran sapi dan ayam terhadap Meloidogyne spp. pada tanaman pacar air (Impatiens balsamina L.) telah dilakukan secara in vitro dalam cawan dan in vivo pada potpot percobaan di Laboratorium Nematologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Seduhan kompos dari kotoran sapi dan ayam memiliki potensi untuk pengendalian NPA, Meloidogyne spp. pada tanaman pacar air. Potensi pengendalian ditunjukkan oleh tingkat mortalitas L2 dalam uji in vitro dalam cawan Syracuse dan penekanan terhadap kepadatan akhir Meloidogyne spp. dalam uji in vivo pada skala pot di laboratorium. Kata kunci:
seduhan kompos, Meloidogyne spp., Impatiens basalmina L.
PENGARUH FILTRAT SEDUHAN KOMPOS TERHADAP NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne spp.) PADA TANAMAN PACAR AIR (Impatiens balsamina L.)
RATRI HIDAYATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Usulan Penelitian :
Pengaruh
Filtrat
Seduhan
Kompos
terhadap
Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina L.) Nama
:
Ratri Hidayati
Nomor Pokok
:
A34062123
Departemen
:
Proteksi Tanaman
Disetujui Pembimbing
Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS
Diketahui Ketua Departemen
Dr. Ir. Dadang, M.Sc.
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Filtrat Seduhan Kompos terhadap Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina L.)”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS selaku dosen pembimbing atas pengarahan, bimbingan, curahan pemikiran dan motivasi yang telah diberikan sejak proses penulisan proposal, pelaksanaan penelitian sampai penulisan skripsi. Kepada Bapak Kusman, Ibu Suprapti, adik tersayang Meli dan kakak tercinta Matul serta semua keluarga yang senantiasa memotivasi dan mendukung penulis baik dalam bentuk doa maupun materil, selama menjalani perkuliahan hingga menyesaikan skripsi ini. Kepada teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang turut membantu dalam penelitian ini, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, penulis haturkan terima kasih. Kritik dan saran sangat penulis harapkan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Januari 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Juli 1987, dari pasangan Bapak Kusman dan Ibu Suprapti, di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis, yaitu SD di MI Muhammadiyah Lorog dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Cikajang dan dinyatakan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMU Negeri 1 Cikajang (SMA 4 Garut) dan lulus pada tahun 2006, kemudian melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan masuk Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian (FAPERTA) IPB pada tahun 2006.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
ix
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
Latar Belakang ..............................................................................
1
Tujuan ...........................................................................................
2
Manfaat .........................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
3
Nematoda Puru Akar .....................................................................
3
Pacar air (Impatiens balsamina L.) ................................................
4
Kompos .........................................................................................
4
Seduhan Kompos (Compost Tea) ...................................................
5
METODE .................................................................................................
7
Waktu dan tempat ..........................................................................
7
Bahan percobaan ...........................................................................
7
Penyiapan bahan.............................................................................
7
Biakan Meloidogyne spp. ......................................................
7
Penyiapan seduhan kompos ..................................................
7
Penyiapan media tanam ........................................................
7
Metode percobaan ..........................................................................
8
Pengaruh seduhan kompos terhadap mortalitas L2 Meloidogyne spp. secara in vitro ...........................................
8
Uji potensi seduhan kompos terhadap perkembangan Meloidogyne spp. pada tanaman pacar air ..............................
9
Kepadatan mikroba dalam seduhan kompos ..........................
10
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
11
Pengaruh seduhan kompos terhadap L2 Meloidogyne spp. secara in vitro .......................................................................
11
Pengaruh seduhan kompos terhadap Meloidogyne spp. pada tanaman pacar air ...................................................................
12
Pengaruh seduhan kompos terhadap pertumbuhan tanaman pacar air.................................................................................
14
Kepadatan mikroba dalam seduhan kompos...........................
15
SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
16
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
17
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Kandungan unsur hara kotoran sapi..................................................... 2. Kandungan unsur hara kotoran ayam................................................... 3. Jumlah L2 Meloidogyne spp. mati dalam berbagai perlakuan seduhan kompos secara in vitro .......................................................... 4. Pengaruh seduhan kompos terhadap jumlah puru dan kepadatan akhir Meloidogyne spp.pada tanaman pacar air ............................................ 5. Bobot tajuk dan akar tanaman pacar air yang terinfeksi Meloidogyne spp. dalam berbagai perlakuan seduhan kompos ........................................ 6. Kepadatan mikroba dalam seduhan kompos ........................................
5 5 11 13 14 15
PENDAHULUAN
Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk dunia termasuk Indonesia sangat cepat. Badan Pusat Statistik (BPS 2009) memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia dalam 25 tahun mendatang dari 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 240 juta pada 2008 dan 273,2 juta pada 2025. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat tersebut harus diiringi oleh pemenuhan kebutuhan pangan yang mencukupi. Dalam rangka itu, berbagai pihak termasuk pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi pertanian dan peternakan. Upaya
peningkatan produksi pertanian umumnya
didominasi oleh
penggunaan varietas unggul produktivitas tinggi yang disertai input pupuk kimia yang tinggi. Akibatnya tanaman tumbuh subur, rimbun dan sukulen yang mendukung perkembangan berbagai jenis hama dan patogen tanaman. Beberapa jenis hama atau patogen seringkali menjadi faktor pembatas yang dapat menurunkan produktivitas tanaman atau bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Petani, dalam mengatasi gangguan hama dan patogen tanaman seringkali hanya mengandalkan penggunaan pestisida yang dewasa ini makin dirasakan dampak negatifnya yang antara lain adalah pencemaran, baik terhadap lingkungan maupun produk pertanian yang terkontaminasi menurut Pimental (1971 dalam Akhtar et al 2004). Untuk menanggulangi dampak negatif penggunaan pestisida, para pakar pertanian telah berusaha mengembangkan berbagai metode alternatif. Di antaranya adalah penggunaan agens hayati, baik dengan cara infestasi (inundasi) agens yang telah dibiakkan dilaboratorium maupun dengan penambahan bahan organik yang mampu memacu pertumbuhan agens hayati yang telah ada di dalam ekosistem tanaman (Agrios 1996). Beberapa tahun terakhir ini para peneliti telah mengembangkan penggunaan kompos yang diperkaya dari limbah pertanian atau peternakan untuk penanggulangan penyakit tumbuhan. Salah satu metode pemanfaatan limbah pertanian atau peternakan adalah dengan membuat limbah tersebut menjadi seduhan kompos (compost tea) yang memiliki kualitas dan potensi lebih tinggi sebagai salah satu komponen pengendalian patogen tanaman, termasuk nematoda
2
parasit tumbuhan. Kompos yang telah ‘matang’ diproses menjadi seduhan kompos dengan cara memberi air dan bahan tambahan lainya kemudian diaerasi selama waktu tertentu. Seduhan kompos kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan kompos biasa karena seduhan kompos kaya akan mikroba (bakteri, fungi, protozoa) yang bermanfaat (Nasir 2007) yang bersifat toksik terhadap hama dan patogen tanaman (Akhadi 2008). Dengan demikian limbah pertanian atau ternak yang telah menjadi seduhan kompos selain dapat menambah nutrisi bagi tanaman juga
dapat
digunakan
untuk
mengendalikan
hama
penyakit
tanaman.
Mikroorganisme aerob yang berkembang di dalam seduhan kompos dapat menekan mikroorganisme penyebab penyakit dan hama, melalui predasi, antibiosis dan kompetisi tempat atau nutrisi. Nematoda merupakan salah satu penyebab penyakit penting pada tanaman. Satu jenis di antaranya yang tergolong sangat penting adalah nematoda puru akar (NPA; Meloidogyne spp.) yang menyebar luas di daerah tropis dan subtropis (Luc et al 1995). Puru akar ini menyebabkan penyerapan unsur hara dari tanah terganggu, akibatnya tanaman menjadi merana dan pada serangan lanjut akan menyebabkan tanaman layu kemudian mati (Dropkin 1996). Selama ini pengendalian NPA atau nematoda lainnya hanya mengandalkan nematisida yang harganya mahal dan berpotensi mencemari lingkungan. Dalam penelitian ini telah dilakukan evaluasi potensi seduhan kompos untuk pengendalian NPA pada tanaman pacar air (Impatiens basalmina), sebagai tanaman indikator.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui keefektifan seduhan kompos untuk pengendalian Nematoda Puru Akar (NPA) pada tanaman pacar air.
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi penggunaan seduhan kompos untuk pengendalian penyakit puru akar yang disebabkan oleh nematoda parasit pada tanaman.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Nematoda Puru Akar Nematoda puru akar (NPA), Meloidogyne spp. merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman. NPA biasa menyerang akar atau organ tanaman yang berada di bawah permukaan tanah dan mengakibatkan terbentuknya puru. Nematoda ini bersifat kosmopolit dan memiliki sebaran inang yang sangat luas, yaitu hampir semua jenis tanaman dan berbagai spesies gulma. Meloidoyine spp. termasuk dalam ordo Tylenchida, sub ordo Tylenchina, super famili Heteroderoidea, famili Meloidogynidae dan genus Meloidogyne. Siklus hidup nematoda ini terdiri atas telur, larva, dan dewasa. Telur diletakan di luar tubuh betina yang kemudian berkembang menjadi larva.
Stadium larva
(juvenil) terdiri atas 4 instar yaitu larva instar-1 (L1), instar-2 (L2), instar-3 (L3), intar-4 (L4). Larva instar-1 (L1) mengalami ganti kulit pertama di dalam telur, menjadi larva instar-2 (L2). L2 keluar dari cangkang telur masuk kedalam tanah sebagai stadium infektif. Setelah menemukan tempat infeksi yang cocok, larva mengalami ganti kulit tiga berturut-turut menjadi L3, L4 dan dewasa di dalam jaringan inang. Betina selama hidupnya tetap tinggal di tempat infeksi pada bagian stele dengan bagian posteriornya berada di permukaan akar (Dropkin 1996), sedangkan yang jantan setelah dewasa mengalami metamorfosis berbentuk vermiform meninggalkan akar, hidup bebas di dalam tanah (Kalshoven 1981). Meloidogyne spp. diketahui menyerang banyak spesies tanaman dan dapat mempertahankan hidupnya pada gulma dan inang alternatif sebelum menemukan tanaman inang utama. Selama kondisi lingkungan tidak mendukung, nematoda ini mempertahankan hidupnya sebagai telur dalam paket gelatin yang resistan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim (Luc et al 1995). Meloidogyne spp. merupakan nematoda yang berkembang sangat cepat dan mempunyai daya tekan yang tinggi terhadap pertumbuhan tanaman dengan gejala khas pada akar, yaitu bintil-bintil yang sering disebut puru akar (Whitehead 1998). Gejala lain yang ditimbukan oleh nematoda ini yaitu menekan terjadinya nekrosis dan merangsang feeding site dalam bentuk giant cells (sel raksasa) pada tempat
4
infeksi. Bila terinfeksi berat, tanaman tumbuh kerdil dengan daun yang mengalami klorosis atau memucat. Pacar Air (Impatiens balsamina L.) Pacar air (Impatiens basalmina) adalah tanaman herba yang mudah ditanam dan sangat rajin berbunga ini ditengarai berasal dari India. Herba berbatang basah (herbaceus) ini banyak ditanam untuk menghiasi halaman depan rumah atau kebun-kebun, dan pekarangan. Tingginya berkisar antara 30-80 cm. Daunnya tunggal, berbentuk memanjang dengan pinggir bergerigi dan berujung runcing. Bunganya terdiri dari 5 helai kelopak bunga dan warnanya pun beragam. Ada putih, ungu, jingga, merah, magenta atau pink (Jamaluddin 2009). Tanaman pacar air memiliki efek farmakologis yang bermanfaat di bidang kesehatan. Menurut Hariana (2005) akarnya mempunyai efek sebagai antiinflamasi (anti-radang), peluruh haid, pereda rematik, kaku leher, kaku pinggang, dan sakit pinggang; bunganya sebagai peluruh haid, menurunkan tekanan darah tinggi, menyembuhkan pembengkakkan akibat benturan, bisul, rematik sendi, gigitan ular tidak berbisa, dan radang kulit; daunnya dapat digunakan untuk mengobati keputihan, nyeri haid, radang usus buntu kronis, anti-inflamasi, tulang patah atau retak, mengurangi rasa nyeri (analgesik), bisul, radang kulit, dan radang kuku dan; bijinya untuk meluruhkan haid, terlambat haid, mempermudah persalinan, dan mengobati kanker saluran pencernaan bagian atas. Berdasarkan pengamatan dan pelaksanaan praktikum pacar air merupakan tanaman inang yang sangat sesuai bagi berbagai spesies NPA, sehingga dalam penelitian ini pacar air digunakan sebagai tanaman uji untuk mengevaluasi keefektifan seduhan kompos dalam pengendalian NPA. Kompos Kompos sebenarnya sudah dikenal dan dipelajari manfaatnya sejak dahulu. Kompos adalah bahan organik seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumputrumputan, dedak, serta kotoran hewan yang telah menjadi lapuk (Murbandono 1993). Menurut Djaja (2008) sebelum mengalami pengomposan, limbah tumbuhan atau kotoran hewan yang masih segar belum berguna bagi tanaman karena unsur
5
hara yang terkandung masih terikat dalam bentuk yang tidak dapat diserap oleh tanaman. Oleh sebab itu, perlu dikomposkan terlebih dahulu. Selama proses pengomposan unsur hara akan bebas menjadi bentuk yang larut dan dapat diserap oleh tanaman. Kotoran sapi umumnya banyak mengandung air. Kandungan zat hara kotoran sapi dipengaruhi oleh jumlah hijauan, konsentrat, serta sisa rumput yang tidak termakan. Menurut Sutejo (2008) umumnya kotoran sapi mengandung unsur N, P dan K, sisanya adalah bahan kering dan abu dengan proporsi paling besar (Tabel 1), sadangkan kotoran ayam kandungan unsur haranya lebih tinggi dibandingkan unsur hara kotoran ayam (Tabel 2). Tabel 1 Kandungan Unsur Hara Kotoran Sapi Unsur hara Nitrogen (N) Fosfor (P) Kalium (K) Air
Kandungan (%) 0,40 0,20 0,10 85
Sumber: Sutejo 2008
Tabel 2 Kandungan Unsur Hara Kotoran Ayam Zat gizi Nitrogen (N) Fosfor (P) Kalium (K) Air
Kandungan (%) 1,00 0,80 0,40 55
Sumber: Sutejo 2008
Seduhan Kompos (Compost Tea) Seduhan kompos (compost tea) merupakan pupuk cair organik dibuat dari bahan kompos yang dimasukkan dalam wadah kemudian direndam dalam air dan diaerasi (disuplai oksigen) dalam jumlah yang cukup yang kaya dengan nutrien dan mikroba (bakteri, fungi, protozoa, nematoda) yang bermanfaat (Nasir 2007), juga dapat meningkatkan kesuburan tanah tidak hanya sebagai pupuk, seduhan kompos juga bersifat toksik bagi patogen tanaman (ROU 2007). Menurut ROU (2007) seduhan kompos dapat dibuat dengan dua metode yaitu tanpa aerasi dan dengan aerasi. Pada seduhan kompos yang dibuat tanpa aerasi, atau tanpa pasokan oksigen, mikroorganisme yang berada di dalamnya pertumbuhannya tidak optimal. Sementara itu, pada seduhan kompos yang dibuat
6
dengan metode aerasi, pasokan oksigen dikondisikan terjadi secara kontinu dan dalam jumlah yang cukup besar, cukup optimal untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme yang berada di dalam kompos tersebut. Pemberian aerasi menciptakan kondisi aerobik, dapat mempertahankan keberadaan dan perkembangan mikroba aerobik yang umumnya menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, dalam kondisi anaerobik, tanpa suplai oksigen, yang berkepanjangan menyebabkan mikroba menguntungkan terhambat perkembangannya (ROU 2007). Menurut ROU (2007) manfaat dari seduhan kompos dalam bidang pertanian di antaranya adalah peningkatkan penekanan terhadap penyakit, meningkatkan kesehatan tanaman dan mengurangi penggunaan pestisida. Selain itu, pemberian seduhan kompos juga sangat bermanfaat sebagai suplai air dan nutrisi bagi tanaman yang dapat mengurangi kebutuhan pupuk dan biaya yang terkait. Seduhan kompos juga meningkatkan keragaman dan kekayaan mikroorganisme dalam tanah yang dapat meningkatkan kesuburan tanah serta mendukung perkembangan perakaran yang kokoh untuk pertumbuhan tanaman.
7
METODE
Waktu dan tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan April sampai Juli 2010. Penyiapan Bahan Biakan Meloidogine spp. Nematoda yang digunakan berasal dari tanaman pacar air terserang oleh Meloidogyne spp. yang diperoleh dari sekitar kampus IPB Dramaga Bogor. Larva instar-2 (L2) diekstrak dari akar pacar air dengan menggunakan metode aerasi selama 48 jam, kemudian diinokulasikan pada tanaman pacar air biakan berumur sekitar 6 minggu yang ditanam dari biji dalam pot di laboratorium. Tanaman biakan nematoda ini dipelihara hingga berumur 6-8 minggu setelah inokulasi L2. Nematoda hasil biakan ini siap digunakan untuk percobaan. Penyiapan Seduhan Kompos Kompos yang digunakan teridiri atas dua jenis bahan, yaitu berasal dari kotoran sapi dan dari kotoran ayam, masing-masing diperoleh dari peternakan rakyat dan telah dikomposkan secara alamiah selama 8 minggu. Seduhan kompos disiapkan dengan dua cara, yaitu (1) kompos diencerkan hanya dengan air dan (2) kompos dencerkan dengan air ditambah 1 ml molase tiap liter air. Masing-masing jenis kompos satu bagian diencerkan dengan air 4 bagian (v/v) di dalam ember plastik secara terpisah kemudian diaerasi menggunakan aerator low noise air pump tipe LP-20. Aerasi dilakukan selama 7 hari, kemudian disaring dengan menggunakan saringan 100 mesh. Filtrat seduhan kompos yang diperoleh siap digunakan dalam pengujian. Penyiapan Media Tanam Tanah yang digunakan sebagai media tanam dalam penelitian ini adalah tanah latosol berasal dari kebun percobaan IPB Cikabayan yang telah disterilkan dengan menggunakan autoklaf untuk menghindari kontaminasi patogen tular
8
tanah, termasuk nematoda. Tanah yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam pot-pot plastik kapasitas isi 0,5 liter. Tiap pot diisi 0,4 liter tanah, siap digunakan dalam percobaan. Benih pacar air diperoleh dari tanaman pacar air yang tumbuh (liar) di sekitar kampus IPB Dramaga Bogor. Benih dikeringkan kemudian ditanam dalam pot-pot percobaan dengan kapasitas 0,5 liter. Metode Percobaan Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Mortalitas L2 Meloidogyne spp. secara In Vitro Pengujian dilakukan dengan menggunakan filtrat seduhan kompos yang telah disiapkan pada penyiapan bahan butir 2. Perlakuan filtrat masing-masing seduhan kompos diberikan tanpa pengenceran dan diencerkan dengan aquades pada tingkat pengenceran 10-1 dan 10 -2. Perlakuan terdiri atas 13 macam, termasuk kontrol, yang dirinci sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Filtrat seduhan kompos sapi tanpa molase tanpa pengenceran (Sa) Filtrat seduhan kompos sapi tanpa molase pengenceran 10-1 (Sa-1) Filtrat seduhan kompos sapi tanpa molase pengenceran 10-2 (Sa-2) Filtrat seduhan kompos sapi ditambah molase tanpa pengenceran (Sm) Filtrat seduhan kompos sapi ditambah molase pengenceran 10 -1 (Sm-1) Filtrat seduhan kompos sapi ditambah molase, pengenceran 10-2 (Sm-2) Filtrat seduhan kompos ayam tanpa molase tanpa pengenceran (Aa) Filtrat seduhan kompos ayam tanpa molase pengenceran 10 -1 (Aa-1) Filtrat seduhan kompos ayam tanpa molase pengenceran 10 -2 (Aa-2) Filtrat seduhan kompos ayam ditambah molase tanpa pengenceran (Am) Filtrat seduhan kompos ayam ditambah molase pengenceran 10-1 (Am-1) Filtrat seduhan kompos ayam ditambah molase (Am) pengenceran 10 -2(Am-2) Kontrol, tanpa seduhan kompos (K) Masing-masing enceran sebanyak 1 ml dimasukan ke dalam cawan
Syracuse yang berisi 100 individu L2 Meloidogyne spp. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas L2 pada 48 jam setelah perlakuan dengan bantuan mikroskop stereo. Mortalitas L2 Meloidogyne spp. dinyatakan dalam persen.
9
Uji Potensi Seduhan Kompos terhadap Perkembangan Meloidogyne spp. pada Tanaman Pacar Air Penelitian dilakukan dalam pot-pot plastik berisi 0,4 liter tanah disterilkan yang telah disiapkan. Tiap pot diinfestasi 500 individu L2 Meloidogyne spp. hasil biakan, kemudian diberi perlakuan seduhan kompos. Aplikasi seduhan kompos dilakukan dengan cara penyiraman pada bagian tanah disekitar perakaran. Penyiraman dilakukan seminggu sekali sejak tanam sampai satu minggu menjelang panen. Tiap kali penyiraman, jumlah seduhan kompos sebanyak 1,33 ml tiap pot. Tanaman percobaan dirawat dengan penyiraman setiap hari dan pembersihan gulma secara periodik. Pengamatan dilakukan 6 minggu setelah tanam terhadap kepadatan akhir NPA yaitu jumlah puru, jumlah telur pada akar, jumlah L2 pada tanah. Selain itu diamati juga bobot tajuk dan bobot akar. Telur pada akar diekstrak dengan metode Hussey & Beker (1973). Akar berpuru dicuci dengan aquades, dipotong-potong dan direndam dengan larutan 5% NaOCl selama 20 detik, kemudian disaring dengan saringan bertingkat 200, 300 dan 500 mesh, sambil dibilas dengan aquades. Suspensi telur yang tertahan pada saringan 500 mesh dimasukkan ke dalam botol film, kemudian dimasukkan ke dalam cawan Syracuse, untuk diamati kepadatannya di bawah mikroskop. L2 pada tanah setiap pot diekstrak dengan metode penyaringan bertingkat. Tanah tiap pot dimasukan dalam ember dan ditambah ± 3 liter air kemudian disaring dengan saringan bertingkat 20, 100, 200, dan 400 mesh. Suspensi yang tertahan pada saringan 400 mesh diamati di bawah mikroskop. Berdasarkan kepadatan akhir (Pa) Meloidogyne spp., di hitung tingkat keefektifan (TE) berdasarkan formulasi Abbot (1925 dalam Sitindaon 2006) pengendalian seduhan kompos dengan menggunakan rumus : TE = Pa kontrol - Pa perlakuan x 100% Pa kontrol Pa adalah kepadatan akhir nematoda Tingkat keefektifan pengendalian dikategorikan sangat efektif (TE ≥ 95%), efektif (75% ≤ TE <95%), cukup efektif (60% ≤ TE < 75%), agak efektif (40% ≤ TE < 60%), kurang efektif (25% ≤ TE <40%), dan tidak efektif (TE < 25%).
10
Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dan data yang diperoleh diolah melalui sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5% dengan menggunakan program SPSS 16.0. Percobaan terdiri dari 13 perlakuan termasuk kontrol. Tiap perlakuan diulang 3 kali dan tiap ulangan terdiri dari 3 pot percobaan. Dengan demikian jumlah keseluruhan terdiri atas 117 pot percobaan. Kepadatan Mikroba dalam Seduhan Kompos Jumlah mikroba dalam
seduhan kompos dihitung dengan teknik
penghitungan koloni pada media PDA. Seduhan kompos yang telah disiapkan (butir 2) diencerkan 10 -6 menggunakan aquades steril. Masing-masing sebanyak 1 ml filtrat seduhan kompos disebar pada permukaan media PDA dalam cawan petri, kemudian diinkubasi selama 24 jam dan diamati jumlah koloni yang muncul.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Seduhan Kompos terhadap L2 Meloidogyne spp. secara in vitro Hasil pengujian in vitro menunjukkan bahwa perlakuan seduhan kompos berpengaruh terhadap jumlah L2 Meloidogyne spp. yang mati pada 48 jam setelah perlakuan. Jumlah L2 Meloidogyne spp. yang mati pada semua perlakuan cenderung atau secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3). Tabel 3 Jumlah L2 Meloidogyne spp. mati dalam berbagai perlakuan seduhan kompos secara in vitro Perlakuana) Jumlah L2 mati b) TE (%)c) K Sa0 Sa-1 Sa-2 Sm0 Sm-1 Sm-2 Aa0 Aa-1 Aa-2 Am0 Am-1 Am-2
23a d) 68cd 71cd 61bcd 80d 54abcd 45abc 76cd 58bcd 33ab 73cd 51abcd 44abc
57,8 62,2 49,6 73,9 40,0 28,3 68,9 45,7 13,0 64,8 35,7 27,4
Filtrat seduhan kompos sapi tanpa molase tanpa pengenceran (Sa0), pengenceran 10-1 (Sa-1) dan 10-2 (Sa-2); filtrat seduhan kompos sapi ditambah molase tanpa pengenceran (Sm0), pengenceran 10-1 (Sm-1) dan 10-2 (Sm-2); filtrat seduhan kompos ayam tanpa molase tanpa pengenceran (Aa0), pengenceran 10-1 (Aa-1) dan 10-2 (Aa-2); filtrat seduhan kompos ayam ditambah molase tanpa pengenceran (Am0), pengenceran 10-1 (Am-1) dan 10-2 (Am-2) dan; kontrol, tanpa filtrat seduhan kompos (K) b) Jumlah L2 mati dari 100 L2 yang diberi perlakuan c) Tingkat keefektifan relatif terhadap kontrol d) Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan = 5% a)
Seduhan kompos berasal dari kotoran ayam atau kotoran sapi, baik yang tanpa molase maupun yang diberi molase tanpa pengenceran (Sa0, Sm0, Aa0 dan Am0), masing-masing menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda terhadap jumlah L2 Meloidogyne spp. yang mati. Seduhan kompos yang diberi molase dalam proses pembuatannya dalam penelitian ini tidak sepenuhnya memperbaiki keefektifan terhadap L2 Meloidogyne spp., kecuali seduhan kompos kotoran sapi yang tidak diencerkan yang cenderung lebih baik. Ini ditunjukkan pada perlakuan
12
filtrat seduhan kompos ditambah molase, yang dincerkan (Sm-1, Sm-2, Am-1 dan Am-2) yang cenderung menurunkan jumlah L2 yang mati jika dibandingkan dengan perlakuan filtrat seduhan kompos tanpa molase dengan pengenceran setingkat (Sa-1, Sa-2, Aa-1 dan Aa-2). Berdasarkan tingkat keefektifan pengendalian (TE), perlakuan-perlakuan filtrat tanpa pengenceran (Sm0, Aa0 dan Am0) menunjukkan tingkat keefektifan paling tinggi, berturut-turut 73,9%, 64,8%, dan 68,9% tergolong cukup efektif (60% ≤ TE < 75%) dan Sa0 dengan TE 57,8 % tergolong agak efektif (40% ≤ TE < 60%), menurut ketegori yang telah ditentukan dalam metode. Pada perlakuan dengan pengenceran, beberapa perlakuan tergolong cukup efektif (60% ≤ TE < 75%) yaitu Sa-1dengan TE 62,2%; tergolong agak efektif (40% ≤ TE < 60%) yaitu Sa-2, Sm-1, Aa-1 dengan TE berturut-turut 49,6 %, 40,0% dan 45,7%; tergolong kurang efektif (25% ≤ TE <40%) yaitu (Sm-2), (Am-1) dan (Am-2) dengan TE berturut-turut 28,6 %, 35,7 % dan 27,4; dan tergolong tidak efektif (TE < 25%) yaitu Aa-2 dengan TE 13,0%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa filtrat seduhan kompos memiliki kemampuan insektisidal terhadap L2 Meloidogyne spp. secara in vitro, dan tampaknya filtrat seduhan kompos berasal dari kotoran sapi atau ayam yang cenderung paling efektif bila tidak diencerkan. Selain itu, penambahan molase dalam proses pembuatannya tidak memberikan efek dalam peningkatan performa seduhan kompos untuk menekan L2 Meloidogyne spp. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Meloidogyne spp. pada Tanaman Pacar Air Hasil penelitian menunjukan bahwa aplikasi seduhan kompos tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah puru, tetapi berpengaruh nyata terhadap kepadatan akhir Meloidogyne spp. (Tabel 4). Jumlah puru pada tanaman yang mendapatkan berbagai macam perlakuan seduhan kompos tidak berbeda nyata dengan kontrol, menunjukkan bahwa daya infeksi generasi pertama, L2 yang diinfestasikan ke dalam tanah setiap pot, tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Diduga pengaruh seduhan kompos secara langsung melemahkan L2 tanpa mempengaruhi kemampuan penetrasi dan infeksi nematoda tersebut ke dalam akar, tetapi menekan perkembangan selanjutnya, terutama
13
kemampuan nematoda dalam reproduksi. Seduhan kompos yang melemahkan L2 berpengaruh dalam perkembangan nematoda tersebut selanjutnya. Nematoda pada kontrol tidak mendapat pengaruh ini, kemudian dapat berkembang mencapai kapasitas reproduksi secara optimal sesuai dengan kapasitasnya, melampaui reproduksi nematoda yang mendapatkan perlakuan seduhan kompos. Alasan ini yang mendasari kepadatan akhir Meloidogyne spp. pada seluruh tanaman pacar air percobaan yang mendapat perlakuan seduhan kompos secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Penurunan reproduksi dapat melalui penurunan jumlah nematoda yang dapat mencapai fase reproduksi, atau menghasilkan telur yang jumlahnya tidak optimum. Tabel 4 Pengaruh seduhan kompos terhadap jumlah puru dan kepadatan akhir Meloidogyne spp. pada tanaman pacar air Puru Kepadatan akhir Perlakuan a) b) c) Jumlah TE (%) Jumlah b) TE (%) c) K Sa0 Sa-1 Sa-2 Sm0 Sm-1 Sm-2 Aa0 Aa-1 Aa-2 Am0 Am-1 Am-2
38a 29a 22a 41a 29a 31a 52a 22a 34a 29a 23a 18a 13a
24,0 41,4 -6,0 25,3 19,8 -35,8 41,7 10,1 25,6 40,4 52,4 66,3
12.413c 1.143ab 1.200ab 4.203ab 1.288ab 2.296ab 3.784ab 6.454b 996a 2.449ab 2.004ab 1.256ab 2.532ab
90,8 90,3 66,1 89,6 81,5 69,5 48,0 92,0 80,3 83,9 89,9 79,6
a)
Keterangan sandi sama dengan Tabel 3 Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan = 5% c) Tingkat keefektifan relatif terhadap kontrol b)
Berdasarkan kreteria yang telah ditentukan, pemberian seduhan kompos yang tergolong efektif (75% ≤ TE <95%) adalah 9 perlakuan, yaitu perlakuan Sa0, Sa-1, Sm0, Sm-1, Aa-1, Aa-2, Am-2, Am-1 dan Am0, kemudian 2 perlakuan tergolong cukup efektif (60% ≤ TE < 75%), yaitu Sa-2 dan Sm-2 dan agak efektif (40% ≤ TE < 60%), yaitu Aa0 (Tabel 4 kolom terakhir).
14
Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Tanaman Pacar Air Bobot tanaman pada semua perlakuan seduhan kompos dan kontrol serta antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata. Beberapa kemungkinan diduga berkaitan erat dengan tidak berbedanya bobot tanaman dalam penelitian ini. (1) Tanaman pacar air yang digunakan dalam penelitian ini cukup toleran terhadap serangan nematoda uji; (2) kepadatan awal nematoda yang digunakan masih belum cukup untuk menurunkan bobot tanaman uji; (3) waktu pengamatan (6 MST) masih terlalu dini, sehingga hanya L2 generasi pertama yang berhasil menginfeksi dan membentuk puru akar, ditunjukkan oleh jumlah puru yang tidak berbeda nyata antar semua tanaman uji (Tabel 3). Tabel 5 Bobot tajuk dan akar tanaman pacar air yang terinfeksi Meloidogyne spp. dalam berbagai perlakuan seduhan kompos Perlakuan a) K Sa0 Sa-1 Sa-2 Sm0 Sm-1 Sm-2 Aa0 Aa-1 Aa-2 Am0 Am-1 Am-2
Bobot tajuk (g) b)
Bobot akar (g) b)
3,42a 1,54a 1,29a 1,43a 1,53a 2,25a 1,75a 1,71a 1,87a 1,99a 1,53a 1,43a 2,82a
2,15a 0,95a 0,83a 0,99a 1,04a 1,19a 0,85a 1,10a 0,72a 1,03a 0,80a 0,95a 1,70a
a)
Keterangan sandi sama dengan Tabel 3 Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan = 5%
b)
Mengingat bahwa pengamatan dilakukan 6 MST, ketika infeksi terjadi hanya oleh nematoda generasi pertama belum oleh generasi kedua, hasil penelitian akan berbeda jika waktu pengamatan dilakukan 1-2 minggu kemudian (7-8 MST), ketika generasi kedua sudah menginfeksi tanaman. Intensitas serangan (jumlah puru) pada kontrol akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman perlakuan. Akibatnya, bobot tanaman pada kontrol akan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tanaman yang mendapatkan perlakuan seduhan kompos.
15
Oleh karena itu seyogyanya pengamatan dilakukan paling tidak setelah nematoda generasi kedua, bila perlu sampai generasi ketiga dan seterusnya, sudah menginfeksi tanaman. Kepadatan Mikroba dalam Seduhan Kompos Kepadatan mikroba dalam seduhan kompos yang dihitung menggunakan metode pencawanan dengan pengenceran 10 -6 pada media PDA, tidak selalu meningkat dengan penambahan molase. Pada seduhan kompos berbahan kotoran sapi penambahan molase sangat meningkatkan kepadatan mikroba, sedangkan pada seduhan kompos berbahan kotoran ayam ditambah molase justru menurun kepadatan mikroba (Tabel 6). Tabel 6 Kepadatan mikroba dalam seduhan kompos Perlakuan a) Jumlah mikroba (106 cfu) Aa
11
Am
7
Sa
37
Sm
362
a)
Aa = seduhan kompos dari kotoran ayam, Am = seduhan kompos dari kotoran ayam + molase, Sa= seduhan kompos dari kotoran sapi, Sm = seduhan kompos dari kotoran sapi + molase
Kandungan bakteri tertinggi dalam biakan ini yaitu pada seduhan kompos yang menggunakan jenis bahan kotoran sapi yang ditambahkan molase sebesar 362 koloni, hal ini ditunjukan juga bahwa seduhan kompos yang menggunakan kotoran sapi lebih baik (Tabel 4).
16
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Seduhan kompos dari kotoran sapi dan ayam memiliki potensi untuk pengendalian NPA, Meloidogyne spp. pada tanaman pacar air. Potensi pengendalian ditunjukkan oleh tingkat mortalitas L2 dalam uji in vitro dalam cawan Syracuse dan penekanan terhadap kepadatan akhir Meloidogyne spp. dalam uji in vivo pada skala pot di laboratorium. Antar jenis seduhan kompos, kotoran ayam dan sapi, tidak menunjukan perbedaan pengaruh yang nyata baik dalam uji in vitro dan maupun dalam uji in vivo. Demikian pula penambahan molase dalam proses pembuatan seduhan kompos dan pengenceran tidak meningkatkan performa seduhan kompos dalam penekanan terhadap Meloidogyne spp.
Saran Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini (6 MST) masih terlalu dini. Infeksi Meloidogyne spp. baru terjadi oleh L2 generasi pertama. Hasilnya akan menunjukkan tingkat keefektifan yang lebih tinggi jika pengamatan dilakukan ketika nematoda uji generasi ke 2-3 sudah mampu menginfeksi tanaman. Pengujian perlu dilakukan pada jenis tanaman lain yang sering bermasalah denngan NPA pada tanaman budidaya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi ketiga. Busnia, Penerjemah. Yogyakarta: UGM Press. Terjemahan dari: Plant Pathology, 3th edition. Akhadi
DH. 2008. Teh kompos pupuk berfungsi sebagai http://www.technologyindonesia.com.[23 maret 2009].
pestisida.
Akhtar S, Gilani STS, Hasan N. 2004. Persistence of chlorpyrifos and fenpropathrin alone and in combination with fertilizers in soil and their effect on soil microbes. Botani 36(4): 863-870. Arancon NQ, Galvis P, Edward C, Yardim E. 2003. The tropic diversity of nematode communities in soil treated with vermicompost. Pedobiologia 47: 736-740. BPS (Badan Pusat Statistik). 2009. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, data statistik indonesia,12 Januari 2009. Jakarta: BPS. Djaja W. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah. Jakarta: AgroMedia. Dropkin VH. 1996. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Edisi kedua. Yogyakarta: UGM Press. Terjemahan dari: Introduction to Plant Nematology. Hariana A. 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Seri 2. Jakarta: Penebar Swadaya. Hussey RS, Barker KR. 1973. A comparison of method of collecting inocula for Meloidogyne spp., including a new technique. Plant Disease 57: 10251028. Ingham E. 2003. Compost tea promises ang particalities. BioCycle 33 No 12. Jamaluddin M. 2009. Pacar air untuk atasi nyeri haid. http://m.kompas. com/news/read/data/2009.11.12.10301138. [18 November 2010]. Kalshoven LGE. 1981. Pest of Cropin Indonesia. Laan van der, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: Dep plagen van de Cultur gewassen in Indonesie. Luc M, Sicora RA, Bridge J. 1995. Nematoda Parasitik Tumbuhan di pertanian Subtropik dan Tropik. Supratoyo, Penerjemah. Yogyakarta UGM Press. Terjemahan dari: Plant Paracitik Nematodes in Subtropical and Tropical Agrikultur. Murbandono L. 1993. Menbuat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya.
18
Nasir RY. 2007. Teh kompos (compost tea brewer). http://www.kabarindonesia .com. [17 maret 2009]. ROU (Recycle Organics Unit). 2007. Overview of compost tea use in new south wales, 2th. http://www.recycledorganics.com. [20 Maret 2008]. Sitindaon ER. 2006. Potensi Tagetes sp. Dalam pengendalian nematoda puru akar Meloidogyne spp. Pada tanaman tomat. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sutejo MM. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta. Whitehead AG. 1998. Plant nematode control. London: CAB International.