Masyarakat, Kebudayaan dan Politik Vol. 26, No. 1, tahun 2013, hal. 15-24
Pengaruh faktor keturunan terhadap proporsi tubuh anak The affect of ethnic origin to the differences in children’s body proportion Myrtati D. Artaria Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Airlangga Jalan Airlangga 4-6 Surabaya 60286, Indonesia, E-mail:
[email protected],
[email protected] Abstract Differences in body proportion is closely related to the status of socioeconomic, because the growth of the lower limb is affected by nutrition intake during childhood. This research aimed to study the differences in body proportion between Javanese in Malang and Cape Coloured in South Africa, because they both has Asian blood, mixture with the local people in the past. Anthropometric measurements were conducted in 891 Javanese boys, 1175 Javanese girls, 292 high socio-economic status Cape Coloured boys, 282 low socio-economic status Cape Coloured boys, 330 high socioeconomic status Cape Coloured girls, and 289 high socio-economic status Cape Coloured girls. The anthropometric measurements were height, trunk length, lower limb length, and shoulder breadth. The results showed that the ancestry/ ethnic groups signified the differences in body proportion. Socioeconomic differences was not the only factor affecting the differences in body proportion. Keywords: body proportion, ancestry, socio-economic status, anthropometry, ethnic group
Abstrak Perbedaan proporsi tubuh juga berkaitan dengan perbedaan status sosial-ekonomi, karena pertumbuhan tungkai bawah dipengaruhi sangat besar oleh nutrisi. Penelitian ini bertujuan meneliti bagaimana perbedaan proporsi tubuh antara suku bangsa Jawa yang nenek moyangnya merupakan ras Mongoloid dibandingkan dengan suku bangsa Cape Coloured yang mempunyai darah Asia juga. Metode pengukuran antropometris digunakan pada 891 anak laki-laki Jawa dan 1175 anak perempuan Jawa, 292 anak laki-laki sosial-ekonomi atas dan 282 anak laki-laki sosial-ekonomi bawah, 330 anak perempuan sosial-ekonomi atas, dan 289 anak perempuan sosial-ekonomi bawah dari etnis Cape Coloured (Afrika Selatan). Pengukuran dilakukan pada tinggi badan (b-v), panjang togok (b-sst), dan panjang tungkai bawah (b-sy), dan lebar bahu (a-a). Hasil ukuran dianalisis menggunakan statistik untuk mengetahui rata-rata (mean ) dan kemudian dianalisis berdasarkan garis grafik ketiga sampel yang diplot bersama-sama. Apabila didapati data dari international Growth Reference (data NHANES), maka data NHANES juga diplot bersama-sama data dari Kota Malang dan Cape Coloured. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak hanya perbedaan status sosial-ekonomi, tetapi juga perbedaan keturunan, mempunyai andil terhadap proporsi tubuh yang berbeda antara kelompok sampel yang diteliti. Kata kunci: proporsi tubuh, keturunan, antropometri, etnis, SES
Perbedaan proporsi tubuh telah dikenal dalam literatur (Martorell et al. 1988), bahwa ada perbedaan antara populasi satu dengan yang lain, khususnya yang berjauhan secara geografis sehingga mempunyai gene pool yang berbeda (Wagne & Heyward 2000).
15
Artaria: “Pengaruh faktor keturunan terhadap proporsi tubuh anak ”
Proporsi tubuh erat kaitannya dengan morfologi yang disebabkan oleh adaptasi dari nenek moyang manusia terhadap iklim (Johnston et al. 1982). Manusia yang beradaptasi pada daerah tropis mempunyai tungkai dan tangan yang panjang relatif terhadap togok, seperti misalnya ras Negroid. Sementara itu, manusia yang nenek moyangnya beradaptasi pada daerah dingin mempunyai tungkai dan kaki cenderung pendek, seperti misalnya ras Mongoloid (Brace 1963). Perbedaan proporsi tubuh juga berkaitan dengan perbedaan status sosial-ekonomi (Vercellotti et al. 2011), karena pertumbuhan tungkai bawah dipengaruhi sangat besar oleh nutrisi. Penelitian mengenai perbedaan proporsi tubuh ini mempunyai kegunaan dalam beberapa hal, misalnya dalam menentukan pembinaan atlet untuk jenis olah raga tertentu (Ackland et al. 2012), untuk rekonstruksi tinggi badan dalam kasus-kasus forensik (Hauser et al. 2005), juga untuk menentukan ukuran yang pas berkaitan dengan ergonomis benda-benda yang digunakan sehari-hari (Kroemer & Kroemer 1997). Dikatakan oleh Eveleth & Tanner (1976), Brace (1996), Norgan (1994), Davivongs (1993) serta Farrally & Moore (1975) bahwa, panjang tungkai di dunia bervariasi, di mana rata-rata tungkai terpanjang dimiliki oleh ras Australoid, yang tinggal di Indonesia timur dan Australia; berbeda dari ras Negroid. Kemudian, tungkai dengan proporsi terpendek relatif terhadap togok adalah Mongoloid. Selain perbedaan antar ras, proporsi tubuh juga ditentukan oleh status gizi sewaktu masih dalam tahap pertumbuhan tungkai bawah (Garn & Rohmann 1966). Perbedaan antara seseorang yang mempunyai tubuh tinggi dan seseorang yang mempunyai tubuh pendek pada dasarnya adalah terletak pada perbedaan panjang tungkai bawah. Dengan demikian menarik untuk meneliti bagaimana panjang tungkai pada anak-anak di Jawa yang merupakan ras Mongoloid subras Deuteromalayid dari kalangan sosial-ekonomi (sos-ek) atas dibandingkan dengan suku bangsa Cape Coloured baik dari sosial ekonomi (sos-ek) atas maupun bawah. Proporsi tubuh yang berakibat pada kesan terhadap penampilan tubuh juga dipengaruhi oleh lebar bahu si individu. Tubuh yang terlihat tegap biasanya mempunyai rata-rata lebar bahu yang besar. Robustisitas yang bervariasi pada populasi manusia diperkirakan ada keterkaitan dengan adaptasi nenek-moyang terhadap iklim (Eveleth 1966). Berdasarkan hal tersebut di atas menarik untuk mengetahui bagaimana perbedaan proporsi tubuh antara suku bangsa Jawa yang nenek moyangnya merupakan ras Mongoloid dibandingkan dengan suku bangsa Cape Coloured yang mempunyai darah Asia juga, namun kemungkinan besar telah bercampur dengan suku bangsa di Afrika yang termasuk ke dalam ras Negroid. Penelitian ini akan menganalisis bagaimana dua suku bangsa yang sama-sama mempunyai darah Mongoloid.
Metode Metode penelitian yang digunakan adalah pengukuran antropometris yang mana data dikumpulkan dari 891 anak laki-laki Jawa dan 1175 anak perempuan Jawa, lalu data Cape Coloured terdiri dari 292 anak laki-laki sosial-ekonomi atas dan 282 anak lakilaki sosial-ekonomi bawah, 330 anak perempuan sosial-ekonomi atas, dan 289 anak perempuan sosial-ekonomi bawah. Data yang berasal dari Jawa diambil di Kota Malang, dengan alasan bahwa Kota Malang merupakan kota yang cukup besar dan subur sehingga segala jenis makanan tersedia dengan mudah. Selain itu, kota ini mudah untuk melakukan kegiatan penelitian antropometris di sekolah-sekolah, dengan pemantauan status sosial-ekonomi yang tidak rumit. Data diambil dari sekolah-sekolah
16
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik Vol. 26, No. 1, tahun 2013, hal. 15-24
yang kebanyakan muridnya berasal dari kalangan sosial-ekonomi atas. Data juga dipilih berdasar informasi mengenai status sosial-ekonomi orang tua si anak sekolah. Data anak-anak Cape-Coloured diambil di Afrika Selatan. Data tersebut dipisahkan menjadi dua status sosial-ekonomi, yaitu status sosial-ekonomi atas dari data urban Cape Coloured dan data sosial-ekonomi bawah berasal dari rural Cape Coloured. Data sekunder diambil dari penelitian Henneberg & Louw tahun 1995. Data dalam penelitian ini juga dibandingkan dengan referensi tumbuh kembang yang sering dijadikan sebagai referensi acuan untuk tumbuh kembang anak, yaitu data NHANES yang berasal dari AS. Pengukuran dilakukan pada bagian-bagian tubuh sebagai berikut: tinggi badan (b-v), panjang togok (b-sst), dan panjang tungkai bawah (b-sy), dan lebar bahu (a-a). Ukuranukuran tersebut sesuai dengan buku pegangan yang ditulis oleh Martin -Saller (1957). Buku ini masih merupakan buku pegangan yang dipakai secara meluas oleh para antropometris, karena baku, meskipun umurnya telah ratusan tahun. Hasil ukuran dianalisis menggunakan statistik untuk mengetahui rata -rata (mean ) dan kemudian dianalisis berdasarkan garis grafik ketiga sampel yang diplot bersama-sama. Apabila didapati data dari international Growth Reference (data NHANES), maka data NHANES juga diplot bersama-sama data dari Kota Malang dan Cape Coloured.
Hasil penelitian dan pembahasan Rata-rata usia menstruasi pertama dari anak-anak di Jawa dan di Cape Coloured, berdasarkan laporan penelitian yang telah ada adalah masing-masing 12.15 tahun di Malang (Artaria & Henneberg 2000), dan di urban Cape Town adalah 12.61 (Henneberg & Louw 1995). Berdasarkan rata-rata tinggi badan, terlihat bahwa pada awal tumbuh kembang, anakanak di Kota Malang mempunyai kesamaan dengan anak-anak sos-ek tinggi Cape Coloured, sampai dengan usia 17 tahun. Sesudahnya, tinggi badan mendekati rata -rata anak sos-ek rendah Cape Coloured (Grafik 1). Pada anak perempuan, fenomena itu juga terjadi, di mana pada awal tumbuh kembang anak-anak sekolah di Malang mempunyai rata-rata yang hampir sama dengan anak-anak sos-ek tinggi di Cape Coloured, tapi kemudian usia 15 tahun mereka lebih menyerupai rata-rata tinggi badan anak-anak sosek rendah Cape Coloured. Ini terjadi tiga tahun setelah usia menarche. Artinya, kemungkinan besar setelah mengalami menarche, pertambahan tinggi badan mulai menurun, sementara pada anak Cape Coloured masih belum menurun, sehingga akhirnya rata-rata tinggi badan dewasa lebih menyerupai sos-ek rendah di Cape Coloured, atau bahkan mungkin jika dilanjutkan pengukurannya di usia dewasa kemungkinan rata-rata tinggi badan anak-anak kota Malang lebih rendah dari anak-anak sos-ek rendah Cape Coloured. Ini tentunya bukan disebabkan oleh kekurangan nutrisi pada anak-anak kota Malang, karena yang diukur adalah kalangan sos-ek atas; berbeda dengan kondisi sos-ek di rural Cape Coloured.
17
Artaria: “Pengaruh faktor keturunan terhadap proporsi tubuh anak ”
2000 1900 1800 1700 1600
mm
1500 1400 1300 Java
1200
NHANES
1100
Urban Cape
1000
Rural Cape
900 800 5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Age (years)
Grafik 1. Rata-rata tinggi badan pada anak laki-laki di Kota Malang dibandingkan dengan anak lakilaki Cape Coloured, dan data dari AS (NHANES)
2000 1900 1800 1700 1600
mm
1500 1400 Java
1300
NHANES
1200
Urban Cape
1100
Rural Cape
1000 900 800 5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Age (years)
Grafik 2. Rata-rata tinggi badan pada anak perempuan di Kota Malang dibandingkan dengan anak perempuan Cape Coloured, dan data dari AS (NHANES)
Usia puber anak laki-laki kurang lebih 1.5 sampai 2 tahun lebih lambat dari perempuan (Kail & Cavanaugh 2010), demikian pula “bertemu”nya rata-rata tinggi badan antara
18
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik Vol. 26, No. 1, tahun 2013, hal. 15-24
anak laki-laki Kota Malang dan anak laki-laki sos-ek rendah Cape coloured, yaitu usia 17 tahun--dua tahun sesudah usia “bertemu”nya rata-rata tinggi badan anak perempuan Kota Malang dan anak perempuan sos-ek rendah Cape coloured (Grafik 2). Seperti dijelaskan di bagian Pendahuluan, bahwa perbedaan tinggi badan antara satu orang dengan yang lain sering disebabkan karena perbedaan panjang tungkai yang berbeda. Pagaimana dengan rata-rata panjang tungkai antara anak sekolah di Malang dan Cape Coloured? Dari data yang dianalisis ternyata perbedaan antara tinggi badan anak-anak Cape Coloured sos-ek atas dan sos-ek bawah ditunjang oleh perbedaan togok (batang badan) antara dua kelompok tersebut. Lalu, perbedaan tinggi badan antara anak anak Kota Malang (yaitu dari sos-ek atas), dan Cape Coloured sos-ek atas juga ditunjang oleh rata-rata panjang togok yang berbeda juga di usia 17 tahun (Grafik 3). Yang menarik adalah Grafik 4, di mana di sana terlihat bahwa panjang togok antara anak-anak kota Malang (yaitu berasal dari sos-ek atas), dan anak-anak sos-ek atas Cape Coloured mempunyai rata-rata panjang togok yang serupa. Sementara itu, rata-rata panjang togok antara anak-anak sos-ek atas dan bawah terlihat begitu berbeda. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perbedaan sos-ek dapat begitu besar berpengaruh terhadap tumbuh kembang togok. Lalu, jika rata-rata panjang togok antara anak-anak perempuan dari belahan bumi yang berbeda itu begitu mirip satu sama lain, apa yang berkontribusi terhadap perbedaan rata-rata tinggi badannya? Hal ini akan dianalisis pada ukuran panjang tungkainya. Sementara dianalisis terlebih dahulu panjang tungkai pada anak laki-laki di dua kelompok. Rata-rata panjang tungkai anak sekolah di Kota Malang telah berbeda sejak awal, yaitu pada waktu usia 7 tahun pun telah berbeda. Hal ini tentu berkontribusi sangat besar terhadap perbedaan rata-rata tinggi badan di antara mereka. Seperti terlihat pada Grafik 1, di sana meskipun rata-rata tinggi badan anak laki-laki Kota Malang lebih dekat dengan rata-rata tinggi badan anak laki-laki sos-ek tinggi Cape Coloured, tetapi rata-rata masih terletak sedikit di bawah garis rata-rata sos-ek tinggi Cape Cooured. Ketika usia 16 tahun, di mana rata-rata panjang tungkai anak laki-laki Kota Malang menyamai anak laki-laki sos-ek rendah Cape Coloured, maka usia 17 tahun rata-rata tinggi badannya pun menyamai anak-anak sos-ek rendah Cape Coloured. Pada anak perempuan, meskipun rata-rata panjang togok antara anak perempuan Kota Malang dan Cape Coloured mempunyai garis yang berhimpitan atau hampir sama (Grafik 4), tetapi rata-rata panjang tungkainya memperlihatkan bahwa tungkai anak perempuan di Kota Malang tidak sepanjang tungkai anak perempuan sos -ek tinggi Cape Coloured (Grafik 6). Rata-rata panjang tungkai anak perempuan Kota Malang terletak di antara anak perempuan sos-ek atas dan sos-ek bawah Cape Coloured. Pada usia 13 tahun, rata-rata panjang tungkai anak perempuan Kota Malang telah menyamai anak perempuan sos-ek bawah Cape Coloured.
19
Artaria: “Pengaruh faktor keturunan terhadap proporsi tubuh anak ”
550
500
mm
450
400 Java
350
Urban Cape Rural Cape
300
250 5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Age (years)
Grafik 3. Rata-rata panjang togok pada anak laki-laki Kota Malang dan Cape Coloured 550
500
mm
450
400 Java 350
Urban Cape Rural Cape
300
250 5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Age (years)
Grafik 4. Rata-rata panjang togok pada anak perempuan Kota Malang dan Cape Coloured
20
20
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik Vol. 26, No. 1, tahun 2013, hal. 15-24
1000 900 800
mm
700 Java
600
Urban Cape
500
Rural Cape
400 300 5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Age (years)
Grafik 5. Rata-rata panjang tungkai anak laki-laki di Kota Malang dan Cape Coloured
1000
900
800
mm
700
600
Java Urban Cape
500
Rural Cape
400
300 5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Age (years)
Grafik 6. Rata-rata panjang tungkai anak perempuan di Kota Malang dan Cape Coloured
21
Artaria: “Pengaruh faktor keturunan terhadap proporsi tubuh anak ” 450
400
mm
350
300 Java 250
Urban Cape Rural Cape
200
150 5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Age (years)
Grafik 7. Lebar bahu anak laki-laki di Kota Malang dan Cape Coloured
450
400
mm
350
300 Java 250
Urban Cape Rural Cape
200
150 5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Age (years)
Grafik 8. Lebar bahu anak perempuan di Kota Malang dan Cape Coloured
Lebar bahu adalah suatu ukuran yang menunjukkan kekekaran atau robustisitas seorang individu. Anak laki-laki di Kota Malang mempunyai lebar bahu lebih bidang dari pada anak laki-laki sos-ek rendah Cape Coloured. Meskipun demikian, dibandingkan dengan anak sos-ek yang sama, tetapi berbeda keturunan yaitu dari Cape Coloured, anak laki -
22
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik Vol. 26, No. 1, tahun 2013, hal. 15-24
laki Kota Malang masih kalah kekar. Dapat dikatakan bahwa perbedaan antara urban Cape Coloured dan rural Cape Coloured disebabkan oleh karena perbedaan kualitas hidup yang tercermin dari status sosial-ekonomi mereka, yang kemungkinan besar berdampak pada kurangnya kualitas nutrisi dan tingginya tingkat stress anak -anak di sos-ek rendah Cape Coloured. Sementara itu, perbedaan antara anak laki-laki Kota Malang dan anak laki-laki urban Cape Coloured lebih disebabkan karena perbedaan origin, karena mereka mempunyai status sos-ek yang setara. Pada Grafik 8 juga dapat dilihat fenomena yang sama, di mana anak perempuan Kota Malang mempunyai rata-rata lebah baru yang berada di antara sos-ek tinggi dan sos-ek rendah Cape Colored sampai usia 15 tahun, di mana usia 16 tahun mereka mempunyai rata-rata lebar bahu yang sama dengan sos-ek rendah Cape Coloured.
Simpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dua etnis yang berbeda, yaitu Jawa di Kota Malang dan Cape Coloured di urban serta rural Cape Town, mempunyai perbedaan ukuran-ukuran tubuh di usia setelah puber. Pola tumbuh kembang antara kedua etnis tersebut menunjukkan bahwa anak-anak sekolah yang berasal dari sos-ek tinggi di Kota Malang mempunyai tubuh yang tidak setinggi dan sekekar anak-anak dari sos-ek tinggi Cape Coloured. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan origin, karena meskipun anak-anak Cape Coloured mempunyai darah Mongoloid, tetapi mereka telah hidup lama di Afrika dan telah bercampur dengan penduduk setempat. Perbedaan status sos-ek antara urban dan rural Cape Coloured telah menyebabkan perbedaan ukuran tinggi badan, panjang togok, panjang tungkai, maupun lebar bahu; yang tercermin dari “gap” pada grafik rata-rata ukuran di semua kelompok umur, dari umur 6 sampai 19 tahun. Penelitian ini membuktikan bahwa perbedaan sos -ek juga dapat berpengaruh pada perbedaan ukuran togok. Meskipun telah dikenal luas bahwa perbedaan tinggi badan antar individu disebabkan kebanyakan oleh perbedaan panjang tungkai kaki, tetapi perbedaan panjang togok (meskipun tidak sebesar perbedaan panjang tungkai kaki) juga pada akhirnya berkontribusi pada tinggi badan. Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa tidak hanya perbedaan status sos-ek, tetapi juga perbedaan keturunan, mempunyai andil terhadap perbedaan proporsi tubuh antar kelompok sampel yang diteliti di penelitian ini.
Ucapan terima kasih Peneliti mengucapkan terima kasih terhadap Prof Henneberg yang telah memberi akses pada penelitian tumbuh-kembang di Afrika Selatan. Ucapan terima kasih juga untuk para Kepala Sekolah di Kota Malang yang telah menerima peneliti untuk mengukur anak didiknya.
Daftar pustaka Ackland TR, Lohman TG, Sundgot-Borgen J, Maughan RJ, Meyer NL, Stewart AD & Muller W (2012) Current status of body composition assessment in sport: review and position statement on behalf of the ad hoc research working group on body composition health and performance, under the auspices of the IOC Medical Commission. Artaria MD & Henneberg M (2000) Why did they lie? Socio-economic bias in reporting menarcheal age. Annals of Human Biology 27(6):561-569.
23
Artaria: “Pengaruh faktor keturunan terhadap proporsi tubuh anak ”
Brace CL (1996) A four-letter word called “Race”. Race and other misadventures: Essays in honor of Ashley Montagu in his ninetieth year 106-41. Davivongs V (1963) The femur of the Australian Aborigine. American Journal of Physical Anthropology 21(4) 457-467. Eveleth PB & Tanner JM (1976) Worldwide variation in human growth (No. 8). CUP Archive. Eveleth PB (1966) The effects of climate on growth.. Annals of the New York Academy of Sciences 134(2) 750-759. Farrally MR & Moore WJ (1975) Anatomical differences in the femur and tibia between Negroids and Caucasoids and their effects upon locomotion.American Journal of Physical Anthropology, 43(1) 63-69. Garn SM & Rohmann C (1966) Interaction of nutrition and genetics in the timing of growth and development. Pediatr Clin North Am 13 353-379. Hauser R, Smoliński J & Gos T (2005) The estimation of stature on the basis of measurements of the femur. Forensic Science International 147(2) 185-190. Henneberg M, and Louw GJ (1995) Average menarcheal age of higher socioeconomic status urban Cape coloured girls assessed by means of status quo and recall methods. Am J Phys Anthropol 96:1-5. Johnston FE, Ensroth AE, Laughlin WS, & Harper AB (1982) Physical growth of St. Lawrence Island Eskimos: body size, proportion, and composition. American Journal of Physical Anthropology 58(4), 397-401. Kail RV & Cavanaugh JC (2010) Human Development: A Lifespan View (5th ed.). Cengage Learning. p. 296.ISBN 0495600377. Kroemer KH & Kroemer HJ (1997) Engineering physiology: Bases of human factors/ergonomics. John Wiley & Sons. Martin R & Saller K (1957); Lehrbuch der Anthropologie. New York: Gustav Fischer. Martorell R, Malina RM, Castillo RO, Mendoza FS, & Pawson IG (1988) Body proportions in three ethnic groups: children and youths 2-17 years in NHANES II and HHANES. Human Biology 205-222. Norgan NG (1994) Interpretation of low body mass indices: Australian aborigines. American Journal of Physical Anthropology 94(2) 229-237. Vercellotti G, Stout SD, Boano R, & Sciulli PW (2011) Intrapopulation variation in stature and body proportions: social status and sex differences in an Italian medieval population (Trino Vercellese, VC). American Journal of Physical Anthropology 145(2), 203-214. Wagner DR & Heyward VH (2000) Measures of body composition in blacks and whites: a comparative review. The American Journal of Clinical Nutrition 71(6) 1392-1402.
24