perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH EKSPRESI EMOSI KELUARGA TERHADAP FREKUENSI KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Irene Yunita Prihandini G0009110
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012 to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Pengaruh Ekspresi Emosi Keluarga terhadap Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Irene Yunita Prihandini, NIM : G0009110, Tahun :2012 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Kamis Tanggal 6 September 2012
Pembimbing Utama
Nama NIP
:
Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr., Sp.KJ (K)
:
19500131 197603
I
001
W
Pembimbing Pendamping Nama
Ruben Dharmawan, dr.r Ir., Sp.Parlc, Ph.D...
NIP
19511120 198601 1 001
Penguji Utama
Nama NIP
:
I. G. B.Indro N, dr., Sp.KJ
:
19731003 200501 1 001
Penguji Pendamping
Nama NIP
:
Sri Haryati, Dra., M.Kes
:
196t0t20 198601 2 001
Ocr 2012 Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes
,hrot nr.
NrP 19660702 1998022 001
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Pengaruh Ekspresi Emosi Keluarga terhadap Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Irene Yunita Prihandini, NIM : G0009110, Tahun : 2012 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Kamis Tanggal 6 September 2012 Pembimbing Utama Nama
:
Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr., Sp.KJ (K) ………………………..
NIP
:
19500131 197603 1 001
Pembimbing Pendamping Nama
:
Ruben Dharmawan, dr., Ir., Sp.Park., Ph.D………………………..
NIP
:
19511120 198601 1 001
Penguji Utama Nama
:
I. G. B. Indro N, dr., Sp.KJ
NIP
:
19731003 200501 1 001
………………………..
Penguji Pendamping Nama
:
Sri Haryati, Dra., M.Kes
NIP
:
19610120 198601 2 001
………………………..
Surakarta, Ketua Tim Skripsi
Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
NIP: 19660702 199802 2 001
NIP: 19510601 197903 1 002
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 6 September 2012
Irene Yunita Prihandini NIM. G0009110
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ABSTRAK
Irene Yunita Prihandini, G0009110, 2012. Pengaruh Ekspresi Emosi Keluarga terhadap Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Latar Belakang: Skizofrenia adalah suatu penyakit yang berat, dengan gangguan dasar kepribadian, distorsi proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, dan afek yang tidak sesuai dengan situasi sebenarnya. Pada pasien skizofrenia, terdapat degradasi taraf fungsi sebelumnya dalam bidang pekerjaan, hubungan sosial, dan kemampuan merawat diri sendiri. Dengan demikian, pasien skizofrenia memerlukan caregiver yang dapat merawatnya, terutama pada saat penyakitnya kambuh. Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan case control study yang dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2012 di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Pengambilan sampel dilaksanakan secara purposive sampling dengan criteria inklusi yang dibagi menjadi 2, kriteria inklusi caregiver adalah (1) Anggota keluarga dari pasien skizofrenia yang mengantar atau menunggui pasien di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta (2) Tinggal satu rumah dengan pasien (3) Pasien berusia 20-60 tahun (4) Bersedia menjadi responden dalam penelitian dan telah menyetujui lembar informed consent, sedangkan untuk kriteria inklusi pasien skizofrenia adalah (1) Pasien kambuh (2) Pasien Tidak kambuh. Sampel mengisi (1) lembar formulir identitas & informed consent (2) kuesioner ekspresi emosi. Diperoleh 60 sampel dan dianalisis menggunakan uji pearson dan paired sampel t-test melalui program SPSS 17.0 for windows. Hasil: Berdasarkan pada hasil penelitian diketahui bahwa taraf signifikansi sebesar 0,004 maka (dimana 0,004 < 0,01/0,05) sehingga keputusannya adalah menerima hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Ekspresi Emosi (EE) dengan Frekuensi kekambuhan gangguan Skizofrenia pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Perbedaan rata-rata kelompok ekspresi emosi tinggi dan kelompok ekspresi emosi rendah, t hitung (3.826 > t tabel 1,76) sehingga H0 di tolak. Jadi ada perbedaan kekambuhan yang signifikan antara kelompok ekspresi emosi tinggi dan kelompok ekspresi emosi rendah. Sedangkan r hitung dalam hasil penelitian ini sebesar 0,508, maka hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Ekspresi Emosi (EE) dengan Frekuensi Kekambuhan gangguan Skizofrenia pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta diterima. Dengan demikian hipotesis nihil (Ho) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang positif yang signifikan antara Ekspresi Emosi (EE) keluarga dengan frekuensi kekambuhan ditolak. Arah hubungan kedua variabel itu positif, yaitu jika Ekspresi Emosi (EE) keluarga penderita gangguan Skizofrenia tinggi maka frekuensi kekambuhan akan tinggi, dan sebaliknya jika Ekspresi Emosi (EE) keluarga rendah maka frekuensi kekambuhan akan rendah. Simpulan: Semakin tinggi Ekspresi Emosi (EE) keluarga maka frekuensi kekambuhan semakin tinggi dan sebaliknya jika Ekspresi Emosi (EE) keluarga rendah maka frekuensi kekambuhan akan rendah. Kata Kunci : Ekspresi Emosi, Frekuensi Kekambuhan commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Irene Yunita Prihandini, G0009110, 2012. The Influence of the Family Emotional Expression Towards the Frequency of Recurrence of Schizophrenia Patients in Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Background: Schizophrenia is a severe disease, with basic personality disorder, distortion the proccess of thought, sometimes have the feeling that he/she was being controlled by external powers, peculiar delusions, disturbing perception, and an affect which does not correspond to the actual situation. In Schizophrenia patients, there are degradation in the field of employment, socialization, and self-care function. Thus, the patient requires caregiver who could take care of him/her, especially when the disease is relapse. Methods: This research is analitical observational by its character with the case control study approach that held between June up to July 2012 in Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. It used purposive sampling by divide it into two inclusion criterisa, the caregiver inclusion criteria were (1) Schizophrenia patient's family that accompany the patient in the Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta (2) Schizophrenia patient's family that live in the same house with the patient (3) Patient that currently 20-60 years old (4) Voluntarily become respondent in this research and have agreed the informed consent sheet, whereas the inclusion criteria for the schizophrenia patients was (1) relapse patient (2) no reccurrence patient. The sample fulfill (1) identity & informed consent sheet (2) emotion expression quesioner. There are 60 sample and analyzed by pearson test and paired sampel t-test with SPSS 17.0 program for windows. Results: According to the result, we have known that the significance level is 0.004 so (which is 0.004<0.01/0.05) the decision is to accept the hypothesis which was stated that there is a significant connection between the emotion expression with the frequency of recurrence Schizophrenia patients in Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. The average difference between the groups of high emotional expression and low emotional expression, t arithmetic (3.826 > t table 1.76) so that H0 could be rejected. Therefore, there is also significant difference in recurrence between the groups of high emotional expression and the low emotional expression. While r calculation in this research is 0.058, so the alternative hypothesis (Ha) which was stated that there is significant positive connection between the Emotional Expression (EE) with the frequency of reccurrence Schizophrenia Patients in Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta is accepted. Thus, naught hypothesis (Ho) which was stated that there isn't significant positive between the family emotional expression (EE) and the frequency of recurrence is rejected. The direction of both variables is positive, that is if Schizophrenia patient's family emotional expression is high then the frequency of recurrence must be high too, vice versa. Conclusions: The higher family emotional expression (EE) then the frequency of recurrence is must be higher too, vice versa. Key words: Emotional Expression, Frequency of Recurrence commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Ekspresi Emosi Keluarga terhadap Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan dokter di FK UNS Surakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, tentunya penulis tak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan. dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan FK UNS Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi FK UNS Surakarta. 3. Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr., Sp.KJ (K), selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi bagi penulis. 4. Ruben Dharmawan, dr., Ir., Sp.Park., Ph.D, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi bagi penulis. 5. I. G. B. Indro N, dr., Sp.KJ, selaku Penguji Utama yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 6. Sri Haryati, Dra., M.Kes, selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 7. Seluruh dosen dan staf SMF Psikiatri RSUD Dr. Moewardi dan Bagian Skripsi FK UNS Surakarta yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. 8. Seluruh staf RSJD Surakarta yang telah banyak membantu dalam proses penelitian. 9. Kedua orang tuaku tercinta (Dionisius Supriyanto, Theresia Tri Wahyuni) yang telah memberikan doa dan dukungan, baik material maupun spiritual. 10. Pendamping hidupku (Stanislaus Radityo Adi Putranto) yang telah menemani jalannya penelitian dan selalu memotivasi sampai dalam pengerjaan skripsi ini. 11. Sahabat-sahabatku (Tita, Tika, Shita, Yeni) yang telah memberikan dukungan dalam mengerjakan skripsi ini. 12. Ensan Galuh Pertiwi sebagai rekan skripsiku yang telah berjuang bersama penulis dalam penelitian ini dengan penuh kesabaran. 13. Teman-teman keluarga besar Asisten Mikrobiologi FK UNS, dan Pendidikan Dokter 2009 atas inspirasi dan kebersamaannya selama ini. 14. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Surakarta, September 2012 Irene Yunita Prihandini
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI PRAKATA ........................................................................................................ . DAFTAR ISI ..................................................................................................... . DAFTAR TABEL ............................................................................................. . DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ . DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................. . B. Perumusan Masalah .................................................................... . C. Tujuan Penelitian ........................................................................ . D. Manfaat Penelitian ...................................................................... . BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ........................................................................ . 1. Skizofrenia ........................................................................... . a. Definisi Skizofrenia ........................................................ . b. Kriteria Diagnostik Skizofrenia ..................................... . c. Tipe-Tipe Skizofrenia .................................................... . d. Simptom dan Gambaran Klinis Skizofrenia ................... . e. Teori Diathesis-Stress Model ......................................... . f. Perjalanan Gangguan dan Prognosis Skizofrenia . .......... 2. Konsep Kekambuhan ........................................................... . a. Definisi Kekambuhan ..................................................... . b. Faktor-Faktor Kekambuhan Pasien Skizofrenia ............. . 3. Ekspresi Emosi ..................................................................... . a. Pengertian Ekspresi Emosi ............................................. . b. Aspek-Aspek Ekspresi Emosi ........................................ . c. Instrumen Untuk Mengukur Ekspresi Emosi ................. . d. Kategori Ekspresi Emosi ................................................ . 4. Teori Keluarga ...................................................................... . a. Definisi Keluarga ........................................................... . b. Interaksi Keluarga .......................................................... . c. Keluarga Sehat dan Keluarga yang Terganggu .............. . d. Proses Sosialisasi Nilai Keluarga ................................... . B. Kerangka Pemikiran ................................................................... . C. Hipotesis ..................................................................................... . commit to user vi
v vi viii ix x 1 3 3 3 5 5 5 5 7 9 11 14 16 16 16 18 18 19 19 27 28 28 28 30 31 33 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ........................................................................... . B. Lokasi Penelitian ........................................................................ . C. Subjek Penelitian ........................................................................ . D. Teknik Sampling ........................................................................ . E. Rancangan Penelitian ................................................................. . F. Identifikasi Variabel Penelitian .................................................. . G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................... . 1. Variabel Bebas ..................................................................... . 2. Variabel Terikat .................................................................... . H. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................... . 1. Alat ....................................................................................... . 2. Bahan .................................................................................... . 3. Cara Kerja ............................................................................ . I. Teknik Analisis Data Statistik .................................................... . BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian .................................................................. . B. Analisis Data .............................................................................. . BAB V PEMBAHASAN .................................................................................. . BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ..................................................................................... . B. Saran ........................................................................................... . DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... . LAMPIRAN
commit to user vii
34 34 34 35 37 38 38 38 39 39 39 39 39 40 41 52 55 59 59 61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Matriks Instrument Family Questionnaire (FQ)
Tabel 2.2
Instrument Family Questionnaire (FQ)
Tabel 4.1
Distribusi Umur Anggota Keluarga Pasien Skizofrenia
Tabel 4.2
Distribusi Jenis Kelamin Anggota Keluarga Pasien Skizofrenia
Tabel 4.3
Distribusi Pendidikan Terakhir Anggota Keluarga Pasien Skizofrenia
Tabel 4.4
Distribusi Pekerjaan Anggota Keluarga Pasien Skizofrenia
Tabel 4.5
Distribusi Hubungan Anggota Keluarga dengan Pasien Skizofrenia
Tabel 4.6
Distribusi Umur Pasien Skizofrenia
Tabel 4.7
Distribusi Jenis Kelamin Pasien Skizofrenia
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia
Tabel 4.9
Hasil skor Ekspresi Emosi (EE) Keluarga dan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.10
Hasil Skor Ekspresi Emosi (EE) Keluarga Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.11
Hasil Skor Ekspresi Emosi (EE) Keluarga Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Tabel 4.12
Hasil Skor Ekspresi Emosi (EE) Keluarga Berdasarkan Hubungan dengan Pasien Skizofrenia
Tabel 4.13
Hasil Analisis Uji Pearson
Tabel 4.14
Hasil Analisis Paired Samples Statistics
Tabel 4.15
Hasil Analisis Paired Samples Correlations
Tabel 4.16
Hasil Analisis Paired Samples Test
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Teori Diathesis-Stress Model
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Lampiran 2. Family Questionare (FQ) Lampiran 3. Hasil Analisis Uji Pearson Lampiran 4. Hasil Analisis Paired sampel t-test Lampiran 5. Daftar Hasil Skor Ekspresi Emosi 25% Teratas dan 25% Terbawah Lampiran 6. Daftar Distribusi Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Skizofrenia adalah suatu penyakit yang berat, dengan gangguan dasar kepribadian, distorsi proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, dan afek yang tidak sesuai dengan situasi sebenarnya. Pada pasien skizofrenia, terdapat degradasi taraf fungsi sebelumnya dalam bidang pekerjaan, hubungan sosial, dan kemampuan merawat diri. Dengan demikian, pasien skizofrenia memerlukan caregiver yang dapat merawatnya, terutama pada saat penyakitnya kambuh (Kaplan dan Sadock, 2010). Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 memperkirakan bahwa 1 % populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Penelitian yang sama oleh WHO juga mengatakan bahwa prevalensi skizofrenia dalam masyarakat berkisar antara satu sampai tiga per mil penduduk dan di Amerika Serikat pasien skizofrenia lebih dari dua juta orang. Skizofrenia lebih sering terjadi pada populasi urban dan pada kelompok sosial ekonomi rendah (Tomb, 2004). Skizofrenia dapat ditemukan hampir di seluruh dunia. Prevalensi skizofrenia pada populasi umum adalah berkisar 1-1,3% dan dapt ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi, dan ras. Usia awitan gangguan ini tergolong dini, yaitu pada dewasa muda atau usia produktif (dibawah 45 tahun) (Chandra, 2005). Demikian juga dengan Irmansyah (2006), bahwa penderita yang dirawat di Bagian Psikiatri di Indonesia hampir 70% karena skizofrenia. commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id2
Jumlah pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta sebanyak 1.815 dari 2.488 pasien pada tahun 2008. Itu berarti presentase pasien skizofrenia mencapai 72,9 % dari jumlah seluruh pasien yang ada. Pasien skizofrenia tersebut terdiri dari 434 skizofrenia paranoid, 51 skizofrenia hebefrenik, 40 skizofrenia katatonik, 850 skizofrenia tak terinci, 6 depresi paska skizofrenia, 260 skizofrenia residual, 3 skizofrenia simplek dan 171 skizofrenia lainnya (Rekam medik, 2009). Penyakit skizofrenia seringkali kronis dan kambuh, sehingga pasien memerlukan terapi/perawatan lama. Di samping itu semua etiologi, patofisiologi dan perjalanan penyakitnya amat bervariasi/heterogen bagi setiap pasien, sehingga mempersulit diagnosis dan penanganannya. Keadaan seperti ini akan menimbulkan beban dan penderitaan bagi keluarga. Keluarga sering kali mengalami tekanan mental karena gejala yang ditampilkan oleh pasien dan juga ketidaktahuan keluarga menghadapi gejala tersebut. Kondisi inilah yang akan melahirkan sikap dan emosi yang keliru dan berdampak negatif pada pasien. Biasanya keluarga menjadi emosional, kritis dan bahkan bermusuhan yang jauh dari sikap hangat yang dibutuhkan oleh pasien (Irmansyah, 2006). Kekacauan dan dinamika keluarga ini memegang peranan penting dalam menimbulkan kekambuhan. Pasien yang dipulangkan ke rumah lebih cenderung kambuh pada tahun berikutnya dibandingkan dengan penderita yang ditempatkan pada lingkungan residensial. Pasien yang paling berisiko untuk kambuh adalah pasien yang berasal dari keluarga dengan suasana penuh permusuhan, keluarga yang memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, terlalu protektif terhadap pasien (Tomb, 2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id3
Keluarga adalah lingkungan pasien melakukan aktivitas dan interaksi dalam kehidupan. Keluarga merupakan tempat belajar segala sesuatu dan bersosialisasi sebelum berhubungan dengan orang lain. Selain itu, keluarga berfungsi untuk menjaga kesehatan anggota keluarga baik sehat raga maupun jiwa, sehingga, keluarga menjadi unsur penting dalam perawatan/pemulihan pasien skizofrenia (Nurdiana, 2007). Dari uraian di atas dapat diyakini bahwa keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan di rumah sakit, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi pasien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas peran serta keluarga yang memadai akan membantu proses pemulihan kesehatan pasien sehingga status kesehatan pasien meningkat.
B. Perumusan Masalah Bagaimanakah pengaruh ekspresi emosi keluarga terhadap frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh ekspresi emosi keluarga terhadap frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh ekspresi emosi keluarga terhadap frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id4
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris mengenai pengaruh ekspresi emosi keluarga terhadap frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia. 2. Manfaat Praktis Memberikan sumbangan pemikiran kepada keluarga pasien skizofrenia khususnya dalam merawat pasien skizofrenia sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Skizofrenia a. Definisi Skizofrenia Skizofrenia terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu schizein yang berarti terpisah/pecah dan phren yang berarti jiwa. Penderita skizofrenia mengalami perpecahan atau ketidakserasian antara afek, kognitif, dan perilaku sehingga tidak dapat membedakan alam nyata dan alam khayal (Hawari, 2006). b. Kriteria Diagnostik Skizofrenia Ada beberapa kriteria diagnostik Skizofrenia di dalam DSM IV TR (APA, 2000, h. 312) antara lain : 1) Karakteristik : Terdapat dua (atau lebih) dari kriteria di bawah ini, masing-masing ditemukan secara signifikan selama periode satu bulan (atau kurang, bila berhasil ditangani) : a) Delusi (waham) b) Halusinasi c) Pembicaraan yang tidak terorganisasi (misalnya, topiknya sering menyimpang atau tidak berhubungan) d) Perilaku yang tidak terorganisasi secara luas atau munculnya perilaku katatonik yang jelas 5 to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
e) Simptom negatif; yaitu adanya afek yang datar, alogia atau avolisi (tidak adanya kemauan). Catatan : Hanya diperlukan satu simptom dari kriteria A, jika delusi yang muncul bersifat kacau (bizare) atau halusinasi terdiri dari beberapa suara yang terusmenerus mengkomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling berbincang antara satu dengan yang lainnya. 2) Ketidakberfungsian sosial atau pekerjaan : Untuk kurun waktu yang signifikan sejak munculnya onset gangguan, ketidakberfungsian ini meliputi satu atau lebih fungsi utama; seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, adanya kegagalan untuk mencapai beberapa tingkatan hubungan interpersonal, prestasi akademik, atau pekerjaan yang diharapkan). 3) Durasi : Adanya tanda-tanda gangguan yang terus-menerus menetap selama sekurangnya enam bulan. Pada periode enam bulan ini, harus termasuk sekurangnya satu bulan gejala (atau kurang, bila berhasil ditangani) yang memenuhi kriteria A (yaitu fase aktif simptom) dan mungkin termasuk pula periode gejala prodromal atau residual. Selama periode prodromal atau residual ini, tanda-tanda dari gangguan mungkin hanya dimanifestasikan oleh simptom negatif atau dua atau lebih simptom yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang lemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
4) Di luar gangguan Skizoafektif dan gangguan Mood : Gangguan-gangguan lain dengan ciri psikotik tidak dimasukkan, karena : a) Selama fase aktif simptom, tidak ada episode depresif mayor, manik atau episode campuran yang terjadi secara bersamaan. b) Jika episode mood terjadi selama simptom fase aktif, maka durasi totalnya akan relatif lebih singkat bila dibandingkan dengan durasi periode aktif atau residualnya. 5) Di luar kondisi di bawah pengaruh zat atau kondisi medis umum : Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (penyalahgunaan obat, pengaruh medikasi) atau kondisi medis umum. c. Tipe-Tipe Skizofrenia Berdasarkan definisi dan kriteria diagnostik tersebut, Skizofrenia di dalam DSM IV TR (APA, 2000, h. 313-317) dapat dikelompokkan menjadi beberapa subtipe, yaitu : 1) Skizofrenia Paranoid Tipe Skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a) Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi dengar yang menonjol secara berulang-ulang. b) Tidak ada yang menonjol dari berbagai keadaan berikut ini: pembicaraan yang tidak terorganisasi, perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak sesuai. 2) Skizofrenia Simpleks Tipe Skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
a) Di bawah ini semuanya menonjol : (1) Pembicaraan yang tidak terorganisasi (2) Perilaku yang tidak terorganisasi (3) Afek yang datar atau tidak sesuai b) Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik 3) Skizofrenia Katatonik Tipe Skizofrenia dengan gambaran klinis yang didominasi oleh sekurangkurangnya dua hal berikut ini : a) Imobilitas motorik, seperti ditunjukkan adanya katalepsi (termasuk fleksibilitas lilin) atau stupor b) Aktivitas motorik yang berlebihan (tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimulus eksternal) c) Negativisme yang berlebihan (sebuah resistensi yang tampak tidak adanya motivasi terhadap semua bentuk perintah atau mempertahankan postur yang kaku dan menentang semua usaha untuk menggerakkannya) atau mutism d) Gerakan-gerakan sadar yang aneh, seperti yang ditunjukkan oleh posturing (mengambil postur yang tidak lazim atau aneh secara disengaja), gerakan stereotipik yang berulang-ulang, mannerism yang menonjol, atau bermuka menyeringai secara menonjol e) Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna). 4) Skizofrenia Tak Terinci Tipe Skizofrenia yang memenuhi kriteria A, tetapi tidak memenuhi criteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi, dan katatonik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
5) Skizofrenia Residual Tipe Skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a) Tidak adanya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisasi, dan perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik yang menonjol b) Terdapat terus tanda-tanda gangguan, seperti adanya simptom negatif atau dua atau lebih simtom yang terdapat dalam kriteria A, walaupun ditemukan dalam bentuk yang lemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengelaman persepsi yang tidak lazim). d. Simptom dan Gambaran Klinis Skizofrenia Berdasarkan DSM IV TR, ciri yang terpenting dari Skizofrenia adalah adanya campuran dari dua karakteristik (baik simptom positif maupun simptom negatif) (APA, 2000, h. 298). Davison dan Neale (2001, h. 283) menyatakan bahwa secara umum, karakteristik simptom Skizofrenia (kriteria A), dapat digolongkan dalam tiga kelompok : simptom positif, simptom negatif, dan simptom lainnya. Simptom positif adalah tanda yang biasanya pada orang kebanyakan tidak ada, namun pada pasien Skizofrenia justru muncul. Simptom positif adalah simptom yang bersifat bizzare atau aneh, antara lain berupa delusi, halusinasi, ketidakteraturan pembicaraan, dan perubahan perilaku. Simptom positif dapat mempengaruhi seorang pasien Skizofrenia dalam berpikir, berbicara, dan menangkap stimulus dari luar. Apabila simtom positif tersebut muncul dan mengganggu kehidupan seorang penderita Skizofrenia, maka harus segera dilakukan penanganan oleh tenaga medis (Riggio, 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Hawari (2006, h. 44) menyatakan bahwa waham adalah keyakinan yang keliru, namun tetap dipertahankan sekalipun dihadapkan dengan cukup bukti tentang kekeliruannya, dan tidak serasi dengan latar belakang pendidikan dan sosial budaya orang yang bersangkutan. Jenisnya, antara lain : waham persekusi, waham kebesaran, nihilistik, dikendalikan oleh orang atau kekuatan lain, waham cemburu, erotomania, dan lain-lain. Sedangkan halusinasi adalah penghayatan (seperti persepsi) yang dialami melalui panca indera, dan terjadi tanpa adanya stimulus eksternal. Jenisnya, antara lain : visual (penglihatan), auditorik (pendengaran), olfaktori (penciuman), haptik (taktil; sentuhan atau sensasi permukaan), serta halusinasi liliput. Menurut Kendall dan Hammen (1998, h. 267-268), simtom negatif adalah menurunnya atau tidak adanya perilaku tertentu, seperti perasaan yang datar, tidak adanya perasaan yang bahagia dan gembira, menarik diri, ketiadaan pembicaraan yang berisi, mengalami gangguan sosial, serta kurangnya motivasi untuk beraktivitas. Simtom negatif bersifat defisit, yaitu perilaku yang seharusnya dimiliki oleh orang yang normal, namun tidak dimunculkan oleh pasien. Wiramihardja (2005, h. 136-137) menyatakan bahwa yang termasuk dalam simtom ini adalah avolition atau apathy (hilangnya energi dan hilangnya minat atau ketidakmampuan untuk mempertahankan hal-hal yang awalnya merupakan aktivitas rutin), alogia (kemiskinan kuantitas dan atau isi pembicaraan), anhedonia (ketidakmampuan untuk memperoleh kesenangan, muncul antara lain dalam bentuk hilangnya minat dalam hubungan seksual), abulia (berkurangnya impuls untuk bertindak atau berpikir, tidak mampu memikirkan konsekuensi dari tindakan), dan asosialitas (gangguan yang buruk dalam hubungan sosial). Selain itu, muncul pula
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
tanda berupa afek yang datar atau affective flattening (ketidakmampuan menampilkan ekspresi emosi), dan afek yang tidak sesuai (respons emosi yang tidak sesuai dengan konteks). Davison dan Neale (2001, h. 286) menyatakan bahwa kategori simtom yang ketiga adalah disorganisasi, antara lain perilaku yang aneh (misalnya katatonia, dimana pasien menampilkan perilaku tertentu berulang-ulang, menampilkan pose tubuh yang aneh, dan lain-lain; atau waxy flexibility, orang lain dapat memutar atau membentuk posisi tertentu dari anggota badan pasien, yang akan dipertahankan dalam waktu yang lama) dan disorganisasi pembicaraan. Adapun disorganisasi pembicaraan adalah masalah dalam mengorganisasikan ide dan pembicaraan, sehingga orang lain mengerti (dikenal dengan gangguan berpikir formal). Misalnya asosiasi longgar, inkoherensi, dll. e. Teori Diathesis-Stress Model Skizofrenia dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yang saling berkombinasi, sehingga skizofrenia dapat menunjukkan beberapa bentuk beragam baik dari simptom maupun manifestasinya. Berdasarkan pernyataan tersebut maka teori Diathesis-Stress Model lebih tepat untuk menerangkan tentang penyebab munculnya skizofrenia. Teori Diathesis-Stress Model dipakai oleh peneliti untuk mendukung proses penelitian, karena membahas tentang faktor penyebab skizofrenia secara lengkap dan menyeluruh (Rusdi, 2003). Teori Diathesis-Stress Model dapat diterangkan dalam dua bagian, yaitu : Diathesis Model, yang menyatakan bahwa penyebab skizofrenia adalah faktor genetik sebagai predisposisi biologis, seperti : kerusakan struktur otak, ketidakmampuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
menerima dan mengorganisasikan informasi yang kompleks, kekacauan sistem regulasi neurotransmitter. Sedangkan Stress Model, berhubungan dengan kemampuan seorang individu untuk menyelesaikan permasalahan dengan jalan keluar yang tepat. Stresor dari lingkungan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu bersifat fisik dan psikologis. Teori Diathesis-Stress Model (dalam Kaplan & Sadock, 2010) menyatakan bahwa teori ini menggabungkan antara faktor psikologis, biologis, dan lingkungan yang secara khusus mempengaruhi diri sesorang sehingga dapat menyebabkan berkembangnya gejala skizofrenia. Dimana ketiga faktor tersebut saling berpengaruh secara dinamis.
Faktor biologis Munculnya gangguan skizofrenia
Faktor psikososial
Faktor lingkungan
1) Faktor Biologis Penyebab skizofrenia secara pasti belum dapat diketahui, namun dari berbagai penelitian, dalam sepuluh tahun terakhir menyatakan bahwa peran dari gangguan secara fisik-biologislah yang paling dominan. Gangguan tersebut dapat berupa : kerusakan dan gangguan di bagian otak tertentu,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
gangguan dopamine, gangguan neurotransmitter, gangguan sistem saraf, ganguan elektrofisis, disfungsi pada gerakan visual. Di dalam genetika, dinyatakan bahwa gen pembawa genetika skizofrenia dapat diwariskan pada suatu silsilah keluarga yang sifat hubungannya tertutup. Namun, faktor genetik ini akan muncul secara nyata dalam manifestasi perilaku, apabila dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Adapun pewarisan predisposisi genetik dari skizofrenia adalah sebagai berikut : prevalensi saudara kandung bukan kembar 8%, prevalensi anak dengan salah satu orang tua skizofrenia 12%, prevalensi anak dengan kedua orang tua skizofrenia 40%. 2) Faktor Lingkungan Komponen lingkungan dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu yang bersifat
biologis-fisik
(seperti
adanya
infeksi
virus
yang
akhirnya
mengakibatkan kerusakan otak, penyalahgunaan obat atau zat, cedera di bagian otak tertentu) dan bersifat psikologis (seperti adanya situasi keluarga yang penuh dengan ketegangan, kematian orang terdekat). 3) Faktor Psikososial Metode penanganan skizofrenia sekarang ini telah diupayakan untuk dilakukan secara menyeluruh. Tidak hanya melakukan penanganan secara biologismedik, tetapi juga telah menggabungkan penanganan yang bersifat psikososial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
f. Perjalanan Gangguan dan Prognosis Skizofrenia Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang perjalanan berkembangnya Skizofrenia, perlu dimahami terlebih dahulu tentang keadaan masa lalu subjek. Oleh karena itu, peneliti tidak hanya akan mencari informasi tentang keadaan subjek di masa sekarang, namun juga tentang masa lalunya. Masa lalu subjek dapat tercermin dari keadaan dinamika keluarganya. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Arif (2006.a, h. 13) yang menyatakan bahwa ketika seseorang mendapatkan masalah di masa lalunya dan belum terselesaikan, seringkali hal itu akan menyebabkan distorsi di masa sekarang. Dengan demikian pengalaman masa lalu menjadi penghambat bagi perkembangan masa sekarang. Itulah yang dimaksud Freud tentang kondisi terfiksasi (arrested development), yaitu kondisi keterpakuan di masa lalu. Perjalanan berkembangnya Skizofrenia sangatlah beragam pada setiap kasus. Namun, secara umum melewati tiga fase utama, yaitu : fase prodromal, fase aktif, dan fase residual (Kaplan & Sadock, 2010.a, h. 722-723). 1) Fase prodromal Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi kehidupan, sebelum fase aktif simtom gangguan, dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau akibat gangguan penggunaan zat, serta mencakup paling sedikit dua simtom dari kriteria A pada kriteria diagnosis Skizofrenia. Awal munculnya Skizofrenia dapat terjadi setelah melewati suatu periode yang sangat panjang, yaitu ketika seorang individu mulai menarik diri secara sosial dari lingkungannya (Virit, 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Individu yang mengalami fase prodromal dapat berlangsung selama beberapa minggu hingga bertahun-tahun, sebelum gejala lain yang memenuhi kriteria untuk menegakkan diagnosis Skizorenia muncul. Individu dengan fase prodromal singkat, perkembangan gejala gangguannya lebih jelas terlihat daripada individu yang mengalami fase prodromal panjang. 2) Fase Aktif Fase aktif ditandai dengan munculnya simtom-simtom Skizofrenia secara jelas. Sebagian besar penderita gangguan Skizofrenia memiliki kelainan pada kemampuannya untuk melihat realitas dan kesulitan dalam mencapai insight. Sebagai akibatnya episode psikosis dapat ditandai oleh adanya kesenjangan yang semakin besar antara individu dengan lingkungan sosialnya. 3) Fase Residual Fase residual terjadi setelah fase aktif paling sedikit terdapat dua simtom dari kriteria A pada kriteria diagnosis Skizofrenia yang bersifat menetap dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan zat. Dalam perjalanan gangguannya, beberapa pasien Skizofrenia mengalami kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Oleh karena itu, tantangan terapi saat ini adalah untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kekambuhan. Kaplan & Sadock (2010.a, h. 709) menyatakan bahwa penegakan prognosis dapat menghasilkan dua kemungkinan, yaitu prognosis positif apabila didukung oleh beberapa aspek berikut, seperti : onset terjadi pada usia yang lebih lanjut, faktor pencetusnya jelas, adanya kehidupan yang relatif baik sebelum terjadinya gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan, dan seksual, fase prodromal terjadi secara singkat, munculnya gejala
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
gangguan mood, adanya simptom positif, sudah menikah, dan adanya sistem pendukung yang baik. Sedangkan prognosis negatif, dapat ditegakkan apabila muncul beberapa keadaan seperti berikut : onset gangguan lebih awal, faktor pencetus tidak jelas, riwayat kehidupan sebelum terjadinya gangguan kurang baik, fase prodromal terjadi cukup lama, adanya perilaku yang autistik, melakukan penarikan diri, statusnya lajang, bercerai, atau pasangannya telah meninggal, adanya riwayat keluarga yang mengidap Skizofrenia, munculnya simtom negatif, sering kambuh secara berulang, dan tidak adanya sistem pendukung yang baik (Ingkiriwang, 2010).
2. Konsep Kekambuhan a. Definisi Kekambuhan Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andri, 2008). Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stres dapat memicu pada orang-orang yang mudah terkena depresi, dimana dapat ditemukan bahwa orangorang yang mengalami kekambuhan lebih besar kemungkinannya daripada orangorang yang tidak mengalami kejadian-kejadian buruk dalam kehidupannya (Maramis, 2004). b. Faktor- Faktor Kekambuhan Pasien Skizofrenia Pasien dengan diagnosis skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50 % pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua (Sullinger, 1988) dan 100% pada tahun kelima setelah pulang dari rumah sakit (Carson & Ross, 1987). Menurut Sullinger
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
(1988 dalam Keliat, 1996) ada 4 faktor penyebab pasien kambuh dan perlu dirawat kembali di rumah sakit jiwa, yaitu : 1) Pasien Secara umum bahwa pasien yang minum obat secara tidak teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% pasien skizofrenia yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan obat secara teratur (Appleton, dalam Keliat 1996). Pasien kronis, khususnya skizofrenia sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan. Di rumah sakit perawat bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat sedangkan di rumah tugas perawat digantikan oleh keluarga. 2) Dokter Minum obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. Pemberian obat oleh dokter diharapkan sesuai dengan dosis terapeutik sehingga dapat mencegah kekambuhan. 3) Penanggung Jawab Pasien (Caregiver) Setelah pasien pulang ke rumah, maka penanggung jawab kasus mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk bertemu dengan pasien, sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini pasien dan segera mengambil tindakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
4) Keluarga Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan dan menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi keluarga yang rendah. Selain itu penderita juga mudah dipengaruhi oleh stres yang menyenangkan (naik pangkat, menikah) maupun yang menyedihkan (kematian/kecelakaan). Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi pasien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan pasien sehingga status kesehatan pasien meningkat.
3. Ekspresi Emosi a. Pengertian Ekspresi Emosi Ekspresi emosi berasal dari kata expressed emotion (EE) adalah persepsi dalam bentuk verbal dan non verbal, merupakan aspek penting menentukan efektivitas dalam komunikasi hubungan interpersonal. Terdiri dari beberapa sikap yaitu permusuhan, kritik yang berlebihan, dukungan yang tidak tepat. Sikap yang negatif merefleksikan EE yang tinggi dan dapat menjadi stressor yang meningkatkan kerentanan individu terhadap gangguan psikologis maupun kekambuhan (Wick-Nelson, 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Ekspresi emosi sebagai indeks keseluruhan emosi, sikap, dan perilaku, yang diekspresikan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami gangguan Hasanat (2006). b. Aspek-Aspek Ekspresi Emosi Ekspresi emosi dalam keluarga diklasifikasikan terutama berdasarkan dua faktor yaitu ‘kritik’ (critical comment/CC) dan ‘keterlibatan emosi yang berlebihan’ (emotional over involment/EOI). Faktor ketiga yaitu ‘hostilitas’ (hostility), biasanya diasosiasikan dengan tingginya tingkat critical comment. Dua faktor ekspresi emosi lainnya, kehangatan (warmth) dan ‘komentar positif’ (positif remarks) kurang dianggap penting sebagai predikator kekambuhan pasien skizofrenia. c. Instrumen Untuk Mengukur Ekspresi Emosi Untuk mengukur ekspresi emosi pada keluarga pasien skizofrenia digunakan Family Questionnaire (FQ). Family Questionnaire (FQ) merupakan skala laporan diri (self report scale) untuk menilai ekspresi emosi, dikembangkan dan divalidasi oleh Georg Wiedemann, Oliver Rayki, Elias Feinstein dan Kurt Hahlweg dari Universitas Tubingan, Departemen Psikiatri dan Psikoterapi, di Jerman. Pengembangan versi awal pada Family Questionnaire (FQ) dilakukan oleh para ahli klinis yang berpengalaman, disusun berdasarkan pernyataan anggota keluarga penderita Skizofrenia, mengenai iteraksi dan cara bersosialisasi dalam keluarga. Kuesioner ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2001 dan terdiri dari 130 pertanyaan, selanjutnya pada tahun 2002 mengalami pemampatan menjadi 30 butir dan pada akhirnya versi yang terbaru terdiri dari 20 pertanyaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Pengembangan versi akhir FQ terdiri dari 20 butir pertanyaan, yang mencakup 2 dimensi (domain) yang berbeda dari ekspresi emosi keluarga penderita Skizofrenia, yaitu: kritik/Critical Comments (CC) dan keterlibatan emosi yang berlebihan/ Emotional Over Involvement (EOI). Butir-butir yang berkaitan dengan area sikap dan perilaku yang dicatat di dalam CFI juga disertakan (CC, misalkan pernyataan tidak suka; EOI, misalkan pengorbanan diri yang berlebihan). Untuk mencapai kesesuaian yang maksimum dengan kategori CFI, sejumlah butir yang merefleksikan criteria evaluasi (CFI) digunakan dimensi kritik (CC) dan keterlibatan emosional yang berlebihan (EOI) (Nurtantri, 2005). Untuk meminimalkan respons yang tidak akurat dan dihasilkan dari kecenderungan kepada ‘ingin disukai secara sosial’ (social desirability), butirbutir ini diformulasikan sehingga mengkonseptualisasikan respons negatif bukan sebagai kesalahan keluarga, tetapi sebagai akibat dari stres yang berlebihan, misalnya ‘saya harus berusaha untuk tidak mengkritiknya’. Untuk menghindari jawaban-jawaban yang stereotope, terdapat empat pilihan jawaban yang memungkinkan mulai dari ‘tidak pernah/sangat jarang’ = 0; jarang = 1; sering = 2; hingga sangat sering = 3. Hasil uji reliabilitas FQ menunjukkan bahwa skala FQ stabil/konsisten. Testretest reliability dinilai menggunakan Pearson r Correlation, menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara test dan retest. Uji Cronbach Alpha menghasilkan internal consistency seperti yang diharapkan, nilainya adalah 0,90 untuk CC dan 0,82 untuk EOI. Uji validitas FQ dibandingkan dengan Camberwell Family Interview (CFI), instrument FQ menunjukan tingkat sensitivitas dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
spesifisitas yang cukup memuaskan. Nilai titik potong pada instrument FQ adalah 23 (ekspresi emosi rendah < 23 < ekspresi emosi tinggi) dengan nilai sensitivitas 68% dan akurasi 78% (Nurtanti, 2005). Matriks instrument Family Questionnaire (FQ) untuk mengukur variabel ekspresi emosi pada Caregiver pasien Skizofrenia sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Tabel 2.1 Matriks Instrument Family Questionnaire (FQ) Dimensi Butir Pernyataan (Domain) 20. I’m often angry with him/her
4. He/she irritates
8. It’s hard for us to agree on things
18. I have to insist that he/she behave differently
Critical
12.he/she sometimes gets on my nerves
Comments 14. He /she does some things out of site
(CC) 6. I have to try not to criticize him/her
2. I have to keep asking him/her to do things
16. When he/she constantly wants some thing from me, it annoys me
10. He /She does not appreciate what I do for him/ her
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
13. I’m Very worried about him/her
5.
I Keep thinking about the reasons for his her illness
1.
I often think about what is to become of him/her
7.
I Can’t sleep because of him/her
Emotional 11. I Regard my own needs as less important
Over Invovment (EOI)
1. I tend to neglect my self because of him/her
19. I Have given up important things in order to be able to help hip/her
15. I Thought I would become ill myself
9. When something about him/her brothers me, I keep it to my self
17. He /She is an important part of my life
Selanjutnya, dalam proses validasi FQ di Indonesia dilakukan penterjemahan dan validasi instrument FQ versi terakhir yang dikembangkan oleh Georg weidemen dari Universitas Tubingan, Departemen Psikiatri dan Psikoterapi di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Jerman ke dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan teknik back translation. Penerjemahan tersebut dikoreksi bersama-sama oleh tim peneliti yang tergabung dalam penelitian family needs, burdens and Resources as caregiver of parent Schizophrenia. Departemen Psikiatri FKUI RSCM di bawah super visi dr. Irmansyah sebagai pembimbing penelitian.
FQ dalam bahasa Indonesia hasil
koreksi tersebut diterjemahkan kembali ke dalam bahasa aslinya yaitu bahasa Inggris oleh Dra. Hana Rambe, lulusan sastra Inggris UI dan Ir. Budi Parwatha, MBA lulusan school of mines, Coloroda. Keduanya adalah guru bahasa Inggris. Hasil terjemahan kembali tersebut dibandingkan dengan instrument FQ yang asli dan setiap perbedaan didiskusikan bersama pembimbing untuk mendapat hasil akhir terjemahan FQ yang tepat dan benar serta meminta persetujuan dari pemilik hak cipta instrument FQ. Di bawah ini adalah proses penerjemahan FQ (Nurtantri, 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
FQ
Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
FQ hasil terjemahan
Di koreksi
Di terjemahkan kembali ke dalam Bahasa Ingggris
FQ hasil terjemahan, kembali di terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
Diskusi perbedaan
FQ versi Bahasa Indonesia yang digunakan
Berikut akan diuraikan matriks instrumen Family Questionnaire (FQ) untuk mengukur variable Ekspresi Emosi (EE) pada Caregiver penderita Skizofrenia yang akan digunakan pada penelitian ini yang sudah diterjemahkan ke dalam versi bahasa Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Tabel 2.2 Instrument Family Questionnaire (FQ) No
Butir pertanyaan
1
Saya cenderung tidak memperdulikan diri sendiri karenanya
2
Saya harus selalu menyuruhnya untuk melakukan sesuatu
3
Saya sering berfikir bagaimana dengan nasibnya
4
Dia menjengkelkan saya
5
Saya selalu memikirkan penyebab penyakitnya
6
Saya harus berusaha untuk tidak mengkritiknya
7
Saya tidak bisa tidur karenanya
8
Sulit bagi kami untuk sependapat dalam berbagai hal
9
Ketika ada sesuatu tentangnya mengganggu saya, saya pendam sendiri
10
Dia tidak menghargai apa yang saya lakukan untuknya
11
Saya beranggapan kepentingan saya sendiri kurang penting
12
Dia terkadang membuat saya menjadi tegang
13
Saya sangat khawatir tentangnya
14
Di luar kebiasaannya, dia melakukan hal yang menyebalkan/membuat kesal
15
Terpikir oleh saya bahwa saya sendiri akan menjadi sakit
16
Ketika ia terus menerus meminta sesuatu dari saya, itu menjengkelkan saya
17
Dia merupakan bagian penting dari hidup saya
18
Saya harus memaksanya untuk mengubah perilakunya
19
Saya telah mengorbankan hal yang penting untuk bisa menolongnya
20
Saya sering marah terhadapnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
d. Kategori Ekspresi Emosi Ekspresi emosi dalam keluarga dapat berupa ekspresi negatif yang merefleksikan tingginya ekspresi emosi (high EE). Ekspresi emosi yang tinggi menunjukkan sikap yang penuh kritikan dan kebencian. Hal ini muncul apabila orangtua atau anggota keluarga lainnya menganggap bahwa gangguan dipengaruhi oleh faktor internal dan seharusnya dapat dikendalikan sendiri oleh individu penderita gangguan. Orang tua dan anggota keluarga lainnya beranggapan bahwa sikap individu dapat berubah dengan cara mengkritik, dimana kritikan seringkali tidak semata-mata mengenai gangguan yang dialami namun juga menyangkut kepribadian individu. EE tinggi seringkali menyebabkan kekambuhan karena kritik verbal agresif yang dimunculkan (Weisman, Nuechlerlein, Goldstein, & Snyder, 1998; dalam McDonagh, 2003). Ekspresi emosi yang rendah (low EE) menunjukkan sikap yang lebih konservatif terhadap kritik. Angota keluarga merasa bahwa individu yang mengalami gangguan tidak memiliki kontrol terhadap gangguan dan simpati kepadanya. Hal ini karena keluarga memiliki informasi dan pengetahuan yang lebih banyak mengenai gangguan sehingga keluarga dapat memahami dan tidak terlalu mengkritik. Hal inilah yang menjadi alasan ekspresi emosi menjadi lebih rendah. Keluarga juga terdidik dan dapat menerima gangguan yang dialami anggota keluarganya daripada keluarga yang memiliki ekspresi emosi tinggi (Weisman dkk., 1998; dalam McDonagh, 2003).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
4. Teori Keluarga a. Definisi Keluarga Berdasarkan Undang-Undang nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, BAB I Pasal 1 (dalam buku Peraturan tentang Kependudukan dan Keluarga Sejahtera, 2006) dinyatakan bahwa : Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami-istri dan anak, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Berdasarkan dimensi hubungan sosial, keluarga dapat didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang hidup dalam tempat tinggal yang sama dan masingmasing anggota merasakan adanya pertautan batin, sehingga tercipta suasana saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri (Shochib, 2000, h. 17). b. Interaksi Keluarga Setiap anggota keluarga memiliki perbedaan kebiasaan dalam berperilaku, sehingga masing-masing anggota keluarga akan mengalami perbedaan dalam memaknai setiap peristiwa yang terjadi dalam keluarga tersebut (Klein, 1996, h. 88). Keluarga sebagai sebuah kelompok kecil selalu berkembang berdasarkan pola interaksi yang terjalin di antara anggota keluarga tersebut. Keluarga dapat berkembang karena setiap anggota keluarga secara terus-menerus mempelajari norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakatnya, sehingga keadaan keluarga akan selalu berubah dari waktu ke waktu. Interaksi keluarga dan anak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
secara garis besar dibagi menjadi 4 macam, antara lain : konflik, kerja sama, suasana kebersamaan, dan belajar melalui pengamatan (Grusec, 1997, h. 34). 1) Konflik Interaksi antara orang tua dan anak sering diwarnai dengan konflik apabila telah mengarah pada pola penegakan disiplin orang tua untuk mengendalikan perilaku anak, konflik dapat terjadi apa negosiasi dan kompromi antara orang tua dan anak tidak tercapai, konflik dapat terjadi apabila tidak tercapai kesepahaman dalam proses komunikasi antargenerasi. 2) Kerja sama Proses kerja sama antara orang tua dan anak dapat terjalin apabila terdapat kesamaan tujuan dan terjadi penerimaan pada kedua pihak. Pada proses kerja sama ini, anak harus bersedia mendengarkan dan melaksanakan perintah dari orang tua. Selain itu, orang tua juga harus mampu menunjukkan perilaku kooperatif dengan tetap memperhatikan dan menerima saran dari anak. 3) Suasana kebersamaan Suasana kebersamaan tidak tercipta apabila selama proses interaksi, orang tua cenderung memaksakan kehendak dan bereaksi secara emosional terhadap anak. Hubungan yang telah terjalin lama akan menghasilkan berbagai konsekuensi pada kedua pihak, berupa reaksi umpan balik terhadap perilaku yang dilakukan oleh orang lain. Oleh karena itu, orang tua harus mampu mencari strategi yang tepat untuk menjamin rasa aman pada diri anak, dengan menghindari tindakan kekerasan ketika mendisiplinkan anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
4) Belajar melalui pengamatan Orang tua berperan sebagai model untuk membentuk perilaku anak. Selama proses sosialisasi, seorang anak tidak hanya cukup melakukan imitasi saja (melakukan pengamatan), tetapi anak tersebut juga berperan aktif dalam menyeleksi nilai dan perilaku orang lain di lingkungan sosialnya. Interaksi orang tua dan anak sangat penting dalam proses internalisasi nilai, karena interaksi tersebut menyediakan konteks untuk melakukan komunikasi dan negoisasi. c. Keluarga Sehat dan Keluarga yang Terganggu Sebuah keluarga akan selalu diwarnai dengan dinamika interaksi antaranggota keluarga. Dinamika interaksi yang berlangsung lama secara terus-menerus, akan membangun suasana keluarga dimana
seorang anak akan tumbuh dan
berkembang di dalamnya. Seorang anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang dan penerimaan yang hangat, akan mampu menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya dengan baik, belajar memahami dan menyesuaikan diri dengan orang-orang di sekitarnya. Keharmonisan hubungan orang tua, akan menciptakan kemesraan dalam keluarga, sehingga menimbulkan rasa aman bagi anak untuk dapat berkembang dengan wajar dan menerima pengalaman-pengalaman sosialnya,
sehingga dapat
melakukan
penyesuaian sosial dengan baik (Grusec, 2007, h. 12). Hubungan antara orang tua mempunyai pengaruh yang cukup penting dalam perkembangan seorang anak. Kadang kala keluarga mengalami sebuah permasalahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
yang akan mengakibatkan keseimbangan terganggu dan menimbulkan suasana keluarga yang kurang menyenangkan, contohnya orang tua sedang berselisih atau bertengkar. Anak akan merasa tidak aman karena merasa tidak mendapat perlindungan akibatnya, anak menjadi kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Apabila anak sering menyaksikan atau mendengar hal-hal yang kurang serasi dalam keluarga, maka anak itu akan mengalami jiwa yang goncang karena sering merasa cemas dan takut (Grusec, 2007, h. 12). Keluarga yang anggota keluarganya mengalami skizofrenia pola interaksinya cenderung kacau, masing-masing anggota keluarga kurang mampu melaksanakan tugasnya, dan pola komunikasinya tidak jelas. Pada akhirnya anggota keluarga yang mengalami skizofrenia mengalami permasalahan penyesuaian diri di lingkungan keluaraganya sendiri, sehingga muncul berbagai gangguan psikis (Grusec, 2007, h. 12). d. Proses Sosialisasi Nilai di Lingkungan Keluarga Keluarga berperan sebagai ujung tombak untuk melakukan serangkaian proses sosialisasi nilai dan berbagai kebiasaan di lingkungan masyarakatnya. Proses tersebut dapat terjadi melalui penerapan pola asuh orang tua kepada anak-anaknya (Ianneli, 2004). Anak yang melakukan proses sosialisasi dengan baik, akan menunjukkan perilaku yang kooperatif, ramah, kondisi emosionalnya stabil, merasa bahagia karena adanya kehangatan dari orang tuanya. Proses sosialisasi akan berjalan dengan baik apabila orang tua memberikan panduan perilaku yang jelas dengan tetap membebaskan anak dalam derajat tertentu. Orang tua harus dapat menjalin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
komunikasi dengan jelas terhadap anak, terutama tentang berbagai harapannya dengan memberikan alasan yang dapat diterima oleh anak (Gode, 2007). Pada proses sosialisasi orang tua bertindak aktif dalam menentukan tujuan, pola, dan strategi pengasuhan. Anak berperan sebagai objek yang selalu siap menerima materi dari orang tuanya. Namun begitu, sosialisasi merupakan proses negosiasi dalam konteks hubungan orang tua dengan anak di sebuah keluarga. Interaksi orang tua dengan anak juga dapat menghasilkan transformasi pemikiran terhadap nilai budaya, selama proses sosialisasi (Grusec, 2007, h. 26).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
B. Kerangka Pemikiran Populasi Masyarakat Skizofrenia Rumah Sakit Jiwa Pasien Pulang
Keluarga
Ekspresi Emosi Keluarga Tinggi
Ekspresi Emosi Keluarga Rendah
Motivasi Pasien Sembuh Rendah
Motivasi Pasien Sembuh Tinggi
Tanda dan Gejala Meningkat
Tanda dan Gejala Menurun
Sering Kambuh
Jarang Kambuh
C. Hipotesis Terdapat pengaruh kekambuhan pada pasien skizofrenia pada keluarga dengan ekspresi emosi tinggi dan ekspresi emosi rendah di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan case control study dengan variabel bebas dan variabel terikat diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Arief, 2008). B. Lokasi Penelitian Penelitian akan ini dilaksanakan di IGD dan Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. C. Subjek Penelitian 1. Populasi Pasien skizofrenia dan keluarga pasien skizofrenia yang mengantar atau menunggui pasien di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta sebagai caregiver. 2. Sampel Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : a. Caregiver : 1) Anggota keluarga dari pasien skizofrenia yang mengantar atau menunggui pasien di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. 2) Tinggal satu rumah dengan pasien. 3) Pasien berusia 20-60 tahun. 4) Bersedia menjadi responden dalam penelitian dan telah menyetujui lembar informed consent. 34 to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
b. Pasien skizofrenia : 1) Pasien kambuh (dalam 5 tahun terakhir). 2) Pasien tidak kambuh (dalam 5 tahun terakhir). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : a. Skizofrenia hebefrenik D. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri atas sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi (Arief, 2008). Untuk menentukan jumlah sampel, menurut Murti (2010) sesuai rancangan case control study dapat menggunakan rumus:
n=
모맘 .
맘
모
모
Keterangan : n
: jumlah sampel minimal kelompok kasus dan kontrol
Z1-α/2
: nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kemaknaan
Z1
– ß
(untuk
tingkat
= 0,05 adalah 1,96)
: nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa (power) sebesar diinginkan (untuk ß = 0,10 adalah 1,28)
p0
: proporsi paparan pada kelompok kontrol atau tidak sakit
p1
: proporsi paparan pada kelompok kasus (sakit)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
qo
: 1 – p0 dan q1 = 1 – p1
Karena jumlah sampel dalam rumus tidak dapat mencukupi penelitian yang dilakukan, maka peneliti menggunakan “rule of thumbs” dimana jumlah sampel yang digunakan adalah sebesar 30 sampel untuk kelompok yang akan diteliti dengan pertimbangan diambil sampel secara keseluruhan berjumlah 60 sampel yang nantinya akan diambil sebanyak 25% tertinggi dan 25% terendah sedangkan pada bagian tengah yang berjumlah 30 sampel tidak digunakan karena ketidakjelasan tinggi atau rendahnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
E. Rancangan Penelitian
Populasi : Keluarga Penderita Skizofrenia di RSJD Surakarta
Kriteria inklusi : a.
Caregiver :
Anggota keluarga dari pasien skizofrenia yang mengantar atau menunggui pasien di
Sampel yang akan diteliti
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Keluarga
tinggal satu
rumah
Kriteria eksklusi : Skizofrenia Hebefrenik
dengan
pasien.
Lembar persetujuan + Pengisian Identitas
Pasien berusia 20-60 tahun. Bersedia menjadi responden dalam penelitian dan telah menyetujui lembar informed consent. b.
Kambuh
Pasien skizofrenia :
Pasien kambuh (dalam 5 tahun terakhir) Pasien tidak kambuh (dalam 5 tahun
Kuesioner Penelitian
Data Kekambuhan Pasien Skizofrenia Tidak Kambuh
Keluarga
terakhir)
Ekspresi Emosi Tinggi
Kambuh
Ekspresi Emosi Rendah
Tidak Kambuh
Tidak Kambuh
Analisis Data (Uji pearson dan paired sampel t-test)
commit to user
Kambuh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
F. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas
: Ekspresi Emosi Keluarga
2. Variabel terikat
: Frekuensi Kekambuhan skizofrenia
3. Variabel kendali
: Usia
G. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional atau definisi istilah memaparkan batasan atau pengertian istilah-istilah yang terkait dengan konsep pokok permasalahan yang diteliti (Muslich, 2010), yaitu pengaruh ekspresi emosi keluarga terhadap frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia. 1. Variabel Bebas Ekspresi emosi adalah persepsi dalam bentuk verbal dan non verbal. Diukur dengan Family Questionnaire (FQ). a. Ekspresi Emosi Tinggi
: Critical comments (CC) dengan cut-off ekspresi
emosi tinggi ≥6 dan emotional overinvolment (EOI) dengan cut-off ekspresi emosi tinggi ≥3. b. Ekspresi Emosi Rendah
: Critical comments (CC) dengan cut-off ekspresi
emosi rendah <6 dan emotional overinvolment (EOI) dengan cut-off ekspresi emosi rendah <3. Skala variabel
: interval/rasio
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
2. Variabel Terikat Kekambuhan skizofrenia yaitu munculnya gejala yang sama dengan gangguan jiwa (skizofrenia) sebelumnya dan mengakibatkan pasien dirawat kembali di rumah sakit jiwa. Kambuh
: Pasien menunjukkan gejala yang sama seperti sebelumnya.
Tidak Kambuh
: Pasien tidak menunjukkan gejala yang sama seperti sebelumnya.
Skala variabel
: interval/rasio
H. Alat, Bahan dan Cara Kerja 1. Alat : a. Alat tulis 2. Bahan : a. Identitas pasien 3. Cara Kerja : a. Penjelasan diberikan kepada subjek tentang penelitian ini. b. Lembar informed consent
dan kuesioner dibagikan kepada subjek yang
memenuhi kriteria inklusi eksklusi. c. Pasien dan anggota keluarga pasien diminta menandatangani lembar persetujuan keikutsertaan (informed consent) dalam penelitian. d. Pasien dan anggota keluarga pasien diminta mengisi identitas dan menjawab semua pertanyaan dalam kuesioner. e. Dilakukan perhitungan skor Ekspresi Emosi (EE) kemudian diurutkan dari skor tertinggi hingga terendah dan diambil 25% teratas dan 25% terbawah. f. Dilakukan analisis dari data 25% teratas dan 25% ter bawah menggunakan uji pearson dan paired sampel t-test.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
I. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan uji pearson dan paired sampel t-test. Metode ini merupakan metode yang sesuai untuk menggambarkan adakah perbedaan antara dua variabel di atas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah caregiver yang berjumlah 60 orang dari setiap pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta yang sudah dipilih sesuai dengan kriteria inklusi. Berdasarkan umur caregiver, distribusi dicantumkan pada tabel berikut. Tabel 4.1 Distribusi Umur Caregiver Umur
Frekuensi
Persentase
≤ 20
1
3,33 %
21 - 30
4
13,33 %
31 - 40
5
16,67 %
41 – 50
6
20 %
>50
14
46,67 %
Jumlah
30
100 %
Sumber : Data Primer, 2012 Dari hasil perhitungan, diketahui dari total 30 caregiver, sebanyak satu (3,33%) berumur ≤ 20 tahun, sebanyak empat (13,33%) berumur 21 – 30 tahun, sebanyak lima (16,67%) berumur 31 – 40 tahun, sebanyak enam (20%) berumur 41 – 50 tahun, sebanyak empat belas (46,67%) berumur >50 tahun. Jadi berdasarkan distribusi tersebut caregiver paling banyak berumur >50 tahun.
commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Berdasarkan jenis kelamin caregiver, distribusi dicantumkan pada tabel berikut. Tabel 4.2 Distribusi Jenis Kelamin Caregiver Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
Laki-laki
18
60 %
Perempuan
12
40 %
Jumlah
30
100 %
Sumber : Data Primer, 2012 Dari perhitungan yang telah dilakukan diketahui dari total 30 caregiver, jumlah caregiver laki-laki sebanyak delapan belas (60%) dan jumlah caregiver perempuan sebanyak dua belas (40%). Jadi berdasarkan distribusi tersebut caregiver paling banyak berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan pendidikan terakhir caregiver, distribusi dicantumkan pada tabel berikut. Tabel 4.3 Distribusi Pendidikan Terakhir Caregiver Pendidikan
Frekuensi
Persentase
Tidak
2
6,67 %
SD
5
16,67 %
SMP
3
10 %
SMA/SMK
13
43,33 %
D3/D4
2
6,67 %
S1/S2/S3
5
16,67 %
Jumlah
30
100 %
Terakhir
Sumber : Data Primer, 2012 Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diketahui dari total 30 caregiver, sebanyak dua (6,67%) tidak mempunyai pendidikan, sebanyak lima (16,67%) memiliki pendidikan terakhir SD, sebanyak tiga (10%) memiliki pendidikan terakhir SMP, commit to user sebanyak tiga belas (43,33%) memiliki pendidikan terakhir SMA/SMK, sebanyak dua
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
(6,67%) memiliki pendidikan terakhir D3/D4, sebanyak lima (16,67%) memiliki pendidikan terakhir S1/S2/S3. Jadi berdasarkan distribusi tersebut caregiver paling banyak adalah berpendidikan terakhir pada tingkat SMA/SMK. Berdasarkan pekerjaan caregiver, distribusi dicantumkan pada tabel berikut. Tabel 4.4 Distribusi Pekerjaan Caregiver Pekerjaan
Frekuensi
Persentase
Swasta
12
40 %
Petani
3
10 %
Guru/Dosen
4
13,33 %
Tata Usaha
1
3,33 %
Sopir
1
3,33 %
Pedagang
2
6,67 %
Ibu Rumah Tangga
2
6,67 %
Pensiun
2
6,67 %
Buruh
1
3,33 %
Lain-lain
2
6,67 %
Jumlah
30
100 %
Sumber : Data Primer, 2012 Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diketahui dari total 30 caregiver, sebanyak dua belas (40%) memiliki pekerjaan swasta, sebanyak tiga (10%) memiliki pekerjaan petani, sebanyak empat (13,33%) memiliki pekerjaan guru/dosen, sebanyak satu (3,33%) memiliki pekerjaan tata usaha, sebanyak satu (3,33%) memiliki pekerjaan sopir, sebanyak dua (6,67%) memiliki pekerjaan pedagang, sebanyak dua (6,67%) memiliki pekerjaan ibu rumah tangga, sebanyak dua (6,67%) memiliki pekerjaan pensiunan, sebanyak satu (3,33%) memiliki pekerjaan buruh, sebanyak dua (6,67%) memiliki pekerjaan lain ataupun tidak bekerja. Jadi berdasarkan distribusi tersebut commit to user caregiver paling banyak adalah guru/dosen.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Berdasarkan hubungan caregiver dengan pasien, distribusi dicantumkan pada tabel berikut. Tabel 4.5 Distribusi Hubungan Caregiver dengan Pasien Hubungan
Frekuensi
Persentase
Orang Tua
14
46,67 %
Pasangan
3
10 %
Anak
0
0%
Saudara Kandung
10
33,33 %
Kakek/Nenek
0
0%
Paman/Bibi
2
6,67 %
Keponakan
1
3,33 %
Sepupu
0
0%
Jumlah
30
100 %
Sumber : Data Primer, 2012 Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diketahui dari total 30 caregiver, sebanyak empat belas (46,67%) memiliki hubungan sebagai orang tua terhadap pasien, sebanyak tiga (10%) memiliki hubungan sebagai pasangan baik suami maupun istri terhadap pasien, tidak ada yang memiliki hubungan sebagai anak terhadap pasien, sebanyak sepuluh (33,33%) memiliki hubungan sebagai saudara kandung terhadap pasien, tidak ada yang memiliki hubungan sebagai kakek/nenek terhadap pasien, sebanyak dua (6,67%) memiliki hubungan sebagai paman/bibi terhadap pasien, sebanyak satu (3,33%) memiliki hubungan sebagai keponakan terhadap pasien, tidak ada yang memiliki hubungan sebagai sepupu terhadap pasien. Jadi berdasarkan distribusi tersebut caregiver paling banyak berhubungan sebagai orangtua dengan pasien.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Berdasarkan umur pasien, distribusi dicantumkan pada tabel berikut. Tabel 4.6 Distribusi Umur Pasien Umur
Frekuensi
Persentase
≤ 20
3
10 %
21 - 30
12
40 %
31 - 40
10
33,33 %
41 – 50
4
13,33 %
>50
1
3,33 %
Jumlah
30
100 %
Sumber : Data Primer, 2012 Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan sebanyak tiga (10%) berumur ≤ 20 tahun, sebanyak dua belas (40%) berumur 21 – 30 tahun, sebanyak sepuluh (33,33%) berumur 31 – 40 tahun, sebanyak empat (13,33%) berumur 41 – 50 tahun, sebanyak satu (3,33%) berumur >50 tahun. Jadi berdasarkan distribusi tersebut pasien paling banyak berumur 21 – 30 tahun. Berdasarkan jenis kelamin pasien, distribusi dicantumkan pada tabel berikut. Tabel 4.7 Distribusi Jenis Kelamin Pasien Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
Laki-laki
14
46,67 %
Perempuan
16
53,33 %
Jumlah
30
100 %
Sumber : Data Primer, 2012 Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diketahui sebanyak empat belas (46,67%) mempunyai jenis kelamin laki-laki, sebanyak enam belas (53,33%) mempunyai jenis kelamin perempuan. Jadi berdasarkan distribusi tersebut pasien paling banyak berjenis kelamin perempuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Berdasarkan frekuensi kekambuhan pasien, distribusi dicantumkan pada tabel berikut. Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kekambuhan Pasien Frekuensi Kekambuhan
Jumlah
Persentase
0 kali
14
46,67 %
1 kali
4
13,33 %
2 kali
4
13,33 %
3 kali
5
16,67 %
4 kali
3
10 %
Jumlah
30
100 %
Sumber : Data Primer, 2012 Dari perhitungan yang telah dilakukan diketahui sebanyak empat belas (46,67%) tidak memiliki frekuensi kekambuhan, empat (13,33%) memiliki frekuensi kekambuhan sebanyak satu kali, empat (13,33%) memiliki frekuensi kekambuhan sebanyak dua kali, lima (16,67%) memiliki frekuensi kekambuhan sebanyak tiga kali, dan tiga (10%) memiliki frekuensi kekambuhan sebanyak empat kali. Jadi berdasarkan distribusi tersebut paling banyak tidak memiliki frekuensi kekambuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Berdasarkan jenis kelamin pada skor ekspresi emosi dan frekuensi kekambuhan, distribusi dicantumkan pada tabel berikut. Tabel 4.9 Distribusi Skor Ekspresi Emosi (EE) Keluarga dan Frekuensi Kekambuhan berdasarkan jenis kelamin Jenis
Ekspresi Emosi
Frekuensi Kekambuhan
kelamin Tinggi
Rendah
Kambuh
Tidak Kambuh
Laki - laki
11
61,11%
7
38,89%
7
50%
7
50%
Perempuan
4
33,33%
8
66,67%
8
50%
8
50%
Sumber : Data Primer, 2012 Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa dari delapan belas orang berjenis kelamin laki-laki, sebelas orang (61,11%) memiliki Ekspresi Emosi (EE) yang tinggi dan tujuh orang (38,89%) memiliki Ekspresi Emosi (EE) dengan kategori rendah. Pada jenis kelamin perempuan diketahui bahwa dari dua belas orang, empat orang (33,33%) di antaranya memiliki Ekspresi Emosi (EE) tinggi sedangkan delapan orang (66,67%) memiliki Ekspresi Emosi (EE) masuk ke dalam kategori rendah. Sedangkan skor frekuensi kekambuhan pada tabel di atas diketahui bahwa dari empat belas orang berjenis kelamin laki-laki, tujuh orang (50%) memiliki kategori kambuh dan tujuh orang (50%) di antaranya memiliki kategori tidak kambuh. Pada jenis kelamin perempuan diketahui bahwa dari enam belas orang, pada delapan orang (50%) memiliki kategori kambuh sedangkan delapan orang (50%) memiliki kategori tidak kambuh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Berdasarkan tingkat pendidikan pada skor ekspresi emosi, distribusi dicantumkan pada tabel berikut. Tabel 4.10 Distribusi Skor Ekspresi Emosi (EE) Keluarga Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan
Ekspresi Emosi Tinggi
Rendah
Tidak
1
50%
1
50%
SD
4
80%
1
20%
SMP
3
100%
0
0%
SMA/SMK
6
46,15%
7
53,84%
D3/D4
0
0%
2
100%
S1/S2/S3
1
20%
4
80%
Sumber : Data Primer, 2012 Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa dari dua orang (100%) responden yang tidak mempunyai pendidikan, satu orang (50%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) pada kategori tinggi sedangkan satu orang (50%) berada pada kategori Ekspresi Emosi (EE) rendah. Dari lima orang (100%) responden yang berpendidikan SD, empat orang (80%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) yang tinggi, sedangkan satu orang (20%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) yang rendah. Dari tiga orang (100%) responden yang berpendidikan SMP, tiga orang (100%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) yang tinggi, sedangkan nol (0%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) yang rendah. Dari tiga belas orang (100%) responden yang berpendidikan SMP/SMK, enam orang (46,15%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) yang tinggi, sedangkan tujuh orang (53,84%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) yang rendah. Dari dua orang (100%) responden yang berpendidikan D3/D4, nol orang (0%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) yang tinggi, sedangkan dua orang (100%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) yang commit to userberpendidikan S1/S2/S3, satu orang rendah. Dari lima orang (100%) responden yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
(20%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) yang tinggi, sedangkan empat orang (80%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) yang rendah. Berdasarkan jenis pekerjaan pada skor ekspresi emosi, distribusi dicantumkan pada tabel berikut. Tabel 4.11 Distribusi Skor Ekspresi Emosi (EE) Keluarga Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan
Ekspresi Emosi Tinggi
Rendah
Swasta
3
25%
9
75%
Petani
2
66,67%
1
33,33%
Guru/Dosen
1
25%
3
75%
Tata Usaha
1
100%
0
0%
Sopir
1
100%
0
0%
Pedagang
1
50%
1
50%
Ibu Rumah Tangga
2
100%
0
0%
Pensiun
1
50%
1
50%
Buruh
1
100%
0
0%
Lain-lain
2
100%
0
0%
Sumber : Data Primer, 2012 Berdasarkan data pada tabel 4.11 di atas, dapat diketahui bahwa dua belas orang (100%) dari responden yang mempunyai jenis pekerjaan swasta, tiga orang (25%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) tinggi dan sembilan orang (75%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) yang rendah. Dari tiga orang (100%) dari responden yang memiliki jenis pekerjaan petani, dua orang (66,67%) berada dalam kategori tinggi sedangkan satu orang (33,33%) di antaranya memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) yang rendah. Dari empat orang (100%) responden yang berjenis pekerjaan guru/dosen, satu orang (25%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) Tinggi dan tiga orang (75%) berada pada kategori Ekspresi Emosi (EE) rendah. Dari satu orang (100%) responden yang berjenis pekerjaan tata commit to user usaha, satu orang (100%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) Tinggi dan nol (0%) berada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
pada kategori Ekspresi Emosi (EE) rendah. Dari satu orang (100%) responden yang berjenis pekerjaan sopir, satu orang (100%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) Tinggi dan nol (0%) berada pada kategori Ekspresi Emosi (EE) rendah. Dari dua orang (100%) responden yang berjenis pekerjaan pedagang, satu orang (50%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) Tinggi dan satu orang (50%) berada pada kategori Ekspresi Emosi (EE) rendah. Dari dua orang (100%) responden yang berjenis pekerjaan ibu rumah tangga, dua orang (100%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) Tinggi dan nol (0%) berada pada kategori Ekspresi Emosi (EE) rendah. Dari dua orang (100%) responden yang berjenis pekerjaan pensiunan, satu orang (50%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) Tinggi dan satu orang (50%) berada pada kategori Ekspresi Emosi (EE) rendah. Dari satu orang (100%) responden yang berjenis pekerjaan buruh, satu orang (100%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) Tinggi dan nol (0%) berada pada kategori Ekspresi Emosi (EE) rendah. Dari dua orang (100%) responden yang berjenis pekerjaan lain ataupun tidak bekerja, dua orang (100%) memiliki skor Ekspresi Emosi (EE) Tinggi dan nol (0%) berada pada kategori Ekspresi Emosi (EE) rendah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Berdasarkan hubungan dengan pasien pada skor ekspresi emosi, distribusi dicantumkan pada tabel berikut. Tabel 4.12 Distribusi Skor Ekspresi Emosi (EE) Keluarga Berdasarkan Hubungan dengan Pasien Skizofrenia Hubungan
Ekspresi Emosi Tinggi
Rendah
Orangtua
7
50%
7
50%
Pasangan
1
33,33%
2
66,67%
Anak
0
0%
0
0%
Saudara Kandung
4
40%
6
60%
Kakek/Nenek
0
0%
0
0%
Paman/Bibi
2
100%
0
0%
Keponakan
1
100%
0
0%
Sepupu
0
0%
0
0%
Sumber : Data Primer, 2012 Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui dari empat belas orang (100%) responden yang mempunyai hubungan keluarga sebagai orang tua, tujuh orang (50%) yang memiliki skor Ekspresi Emosi pada kategori tinggi dan
tujuh orang (50%)
responden termasuk ke dalam kategori rendah. Dari tiga orang (100%) responden yang mempunyai hubungan keluarga sebagai pasangan, satu orang (33,33%) yang memiliki skor Ekspresi Emosi pada kategori tinggi dan dua orang (66,67%) responden termasuk ke dalam kategori rendah. Dari nol (0%) responden yang mempunyai hubungan keluarga sebagai anak, nol (0%) yang memiliki skor Ekspresi Emosi pada kategori tinggi dan nol (0%) responden termasuk ke dalam kategori rendah. Dari sepuluh orang (100%) responden yang mempunyai hubungan keluarga sebagai saudara kandung, empat orang (40%) yang memiliki skor Ekspresi Emosi pada kategori tinggi dan enam orang (60%) responden termasuk ke dalam kategori rendah. Dari nol (0%) responden yang mempunyai commit to user hubungan keluarga sebagai kakek/nenek, nol (0%) yang memiliki skor Ekspresi Emosi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
pada kategori tinggi dan nol (0%) responden termasuk ke dalam kategori rendah. Dari dua (100%) responden yang mempunyai hubungan keluarga sebagai paman/bibi, dua (100%) yang memiliki skor Ekspresi Emosi pada kategori tinggi dan nol (0%) responden termasuk ke dalam kategori rendah. Dari satu (100%) responden yang mempunyai hubungan keluarga sebagai keponakan, satu (100%) yang memiliki skor Ekspresi Emosi pada kategori tinggi dan nol (0%) responden termasuk ke dalam kategori rendah. Dari nol (0%) responden yang mempunyai hubungan keluarga sebagai sepupu, nol (0%) yang memiliki skor Ekspresi Emosi pada kategori tinggi dan nol (0%) responden termasuk ke dalam kategori rendah.
B. Analisis Data Untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara Ekspresi Emosi (EE) dengan Frekuensi Kekambuhan, maka diajukan Hipotesis Penelitian (Ha) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Ekspresi Emosi (EE) Keluarga dengan frekuensi kekambuhan Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Untuk menganalisisnya, maka peneliti menggunakan teknik uji korelasi pearson. Berikut adalah hasil perhitungannya dengan menggunakan SPSS 17.0 :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53 Tabel 4.13 Correlations
ee1
ee1
kekambuhan
1
.508(**)
Sig. (2-tailed)
.
.004
N
30
30
Pearson
.508(**)
1
Sig. (2-tailed)
.004
.
N
30
30
Pearson Correlation
kekambuhan
Correlation
Berdasarkan hasil di atas diketahui bahwa taraf signifikansi sebesar 0,004 maka (dimana 0,004 < 0,01/0,05) sehingga keputusannya adalah menerima hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Ekspresi Emosi (EE) dengan Frekuensi kekambuhan gangguan Skizofrenia pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Kemudian, untuk menunjukkan perbedaan dan korelasi kekambuhan pada kelompok ekspresi emosi tinggi dan kelompok ekspresi emosi rendah, maka peneliti menggunakan paired sampel t-test. Berikut adalah hasilnya. Tabel 4.14 Paired Samples Statistics Mean
Pair 1
kambuh1
kambuh2
2.0667 .5333
N
Std. Deviation
15 15
1.27988 1.24595
Std. Error Mean
.33046 .32170
Berdasarkan pada Tabel Paired Samples Statistics di atas menunjukkan ada perbedaan kekambuhan dimana kekambuhan pada kelompok ekspresi emosi tinggi dengan rata-rata commit to user 2,06 dengan kekambuhan pada kelompok ekspresi emosi rendah dengan rata-rata 0,53.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54 Tabel 4.15 Paired Samples Correlations N
Pair 1
kambuh1 & kambuh2
Correlation
15
Sig.
.245
.379
Berdasarkan pada Tabel Paired Samples di atas menunjukkan korelasi kekambuhan pada kelompok ekspresi emosi tinggi dan kelompok pada kelompok ekspresi emosi rendah sangat kuat (0,850). Nilai signifikansi t hitung (0,379) < menunjukkan hubungan signifikan.
Tabel 4.16 Paired Samples Test Paired Differences Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
t
kambuh1 kambuh2
1.53333
1.55226
.40079
Sig. (2tailed)
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Pair 1
df
.67372
Upper 2.39295
3.826
14
.002
Berdasarkan pada Tabel Paired Sampel Test, pada kolom mean menunjukkan perbedaan rata-rata kelompok ekspresi emosi tinggi dan kelompok ekspresi emosi rendah, t hitung (3.826 > t tabel 1,76 sehingga H0 di tolak. Jadi ada perbedaan kekambuhan yang signifikan antara kelompok ekspresi emosi tinggi dan kelompok ekspresi emosi rendah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Berdasarkan pada hasil penelitian dengan uji korelasi pearson diketahui bahwa taraf signifikansi sebesar 0,004 maka (dimana 0,004 < 0,01/0,05) sehingga keputusannya adalah menerima hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Ekspresi Emosi (EE) dengan Frekuensi kekambuhan gangguan Skizofrenia pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Sedangkan r hitung dalam hasil penelitian ini sebesar 0,508, maka hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara Ekspresi Emosi (EE) dengan Frekuensi Kekambuhan gangguan Skizofrenia pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta diterima. Dengan demikian hipotesis nihil (Ho) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang positif yang signifikan antara Ekspresi Emosi (EE) keluarga dengan frekuensi kekambuhan ditolak. Arah hubungan kedua variabel itu positif, yaitu jika Ekspresi Emosi (EE) keluarga penderita gangguan Skizofrenia tinggi maka frekuensi kekambuhan akan tinggi, dan sebaliknya jika Ekspresi Emosi (EE) keluarga rendah maka frekuensi kekambuhan akan rendah. Kemudian berdasarkan hasil penelitian dengan paired sampel t-test diketahui adanya perbedaan kekambuhan dimana kekambuhan pada kelompok ekspresi emosi tinggi dengan rata-rata 2,0667 dengan kekambuhan pada kelompok ekspresi emosi rendah dengan rata-rata 0,5333, sedangkan korelasi
kekambuhan
pada kelompok ekspresi emosi
tinggi dan
kelompok pada kelompok ekspresi emosi rendah sangat kuat (0,850). Nilai signifikansi t hitung (0,379) < menunjukkan hubungan signifikan, maka perbedaan rata-rata kelompok commit to user ekspresi emosi tinggi dan kelompok ekspresi emosi rendah, t hitung (3.826 > t tabel 1,76 55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
sehingga H0 di tolak. Jadi ada perbedaan kekambuhan yang signifikan antara kelompok ekspresi emosi tinggi dan kelompok ekspresi emosi rendah. Dari data persebaran pada hasil penelitian, dapat di lihat bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan asumsi peneliti yang didasarkan pada teori bahwa jika Ekspresi Emosi (EE) yang di tampilkan anggota keluarga tinggi maka frekuensi kekambuhan juga tinggi begitupun sebaliknya Ekspresi Emosi (EE) yang ditampilkan rendah maka frekuensi kekambuhan pada pasien juga rendah. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Ekspresi Emosi yang biasa disingkat EE biasa didefinisikan sebagai suatu kecaman atau kritikan, permusuhan dan keterlibatan emosi yang berlebihan (Emotional over-in-volpment) yang dapat menandai perilaku orang tua atau pengasuh lain terhadap orang Skizofrenia. Dalam keluarga yang menampilkan Ekspresi Emosi (EE) yang tinggi, maka angka relaps untuk penderita Skizofrenia akan tinggi. Penilaian Ekspresi Emosi (EE) termasuk menganalisis apa yang dikatakan dan cara bagaimana hal tersebut dikatakan (Kaplan & Sadock (1997). Penelitian terdahulu mendukung hasil penelitian tersebut bahwa telah dilakukan studi untuk membandingkan tingkat kambuh antara orang yang mengalami ekspresi emosi yang tinggi dibandingkan orang yang dinyatakan mengalami ekspresi emosi rendah, sebanyak 56% dari pasien terjadi kekambuhan pada pasien yang mengalami ekspresi emosi tinggi, sedangkan hanya 21% terjadi kekambuhan pada pasien yang mengalami ekspresi emosi yang rendah (Mc. Donagh, 2005). Dapat disimpulkan bahwa menurut teori dan beberapa penelitian yang telah diuraikan di bab-bab sebelumnya, Ekspresi Emosi (EE) yang tinggi yang ditampilkan oleh anggota keluarga
kepada pasien Skizofrenia, dapat berisiko besar menyebabkan frekuensi
kekambuhan bagi pasien. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Hasil lain yang diperoleh dalam penelitian ini adalah, anggota keluarga yang memiliki dan menampilkan Ekspresi Emosi (EE) yang tinggi dan mengalami kekambuhan lebih banyak dimiliki oleh anggota keluarga yang mempunyai hubungan sebagai pasangan. Hasil tersebut didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Brown, Carstairs, dan Topping pada tahun 1958 tingkat kekambuhan diukur ditempat yang berbeda pada penderita yang masih mengikuti masa rehabilitasi. Studi ini menemukan bahwa pasien yang hidup sendiri atau dengan saudara memiliki tingkat kekambuhan terendah yaitu sebesar 17%. Sekitar 32% pasien yang mengalami kekambuhan ialah pasien yang hidup dengan orang tua sedangkan tingkat kekambuhan tertinggi sebesar 50% yaitu yang ditemukan pada pasien yang hidup dengan pasangan (Mc. Donagh, 2005). Hasil lain yang didapatkan dalam penelitian ini adalah, anggota keluarga memiliki dan menampilkan ekspresi emosi yang tinggi lebih banyak dimiliki oleh keluarga yang memiliki tingkat pendidikan hanya sampai tingkat SMA/SMK. Hal ini didukung oleh pendapat Weisman dalam Donagh (2005) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi anggota keluarga memiliki dan menampilkan Ekspresi Emosi (EE) yang rendah adalah anggota keluarga tersebut lebih berpendidikan dan lebih menerima akan penyakit yang diderita oleh penderita Skizofrenia. Namun penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan, di antaranya adalah karena keterbatasan waktu, ketika peneliti melakukan proses pengambilan data, peneliti merasa kurang baik dalam membangun rapport, selain itu peneliti merasa sangat kurang berhasil dalam menyajikan atau mengemas sebuah pertanyaan yang sangat sederhana terkait dengan item FQ yang mengukur Ekspresi Emosi (EE) tentunya hal tersebut sangatlah penting karena pertanyaan tersebut harus dimengerti oleh responden terutama bagi responden yang berumur 50 tahun. selain itu, dalam penelitian ini peneliti merasa kurang memperhatikan faktor lain commit user sebagian besar pasien Skizofrenia yang sebetulnya penting untuk diperhatikan yaknitobahwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
tidak hanya tinggal berdua dengan caregiver nya. Pasien Skizofrenia juga tinggal serumah dengan beberapa anggota keluarganya. Dengan demikian, akan lebih baik apabila seluruh anggota keluarga yang tinggal serumah dengan pasien Skizofrenia diberikan skala FQ.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan analisis data, serta pengujian hipotesis, nilai taraf signifikansi sebesar 0,004 maka (dimana 0,004 < 0,01/0,05) sehingga keputusannya adalah menerima hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Ekspresi Emosi (EE) dengan Frekuensi kekambuhan gangguan Skizofrenia pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Perbedaan rata-rata kelompok ekspresi emosi tinggi dan kelompok ekspresi emosi rendah, t hitung (3.826 > t tabel 1,76 sehingga H0 di tolak. Jadi ada perbedaan kekambuhan yang signifikan antara kelompok ekspresi emosi tinggi dan kelompok ekspresi emosi rendah. Nilai r hitung pada penelitian ini sebesar 0,508 maka hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Ekspresi Emosi (EE) dengan Frekuensi kekambuhan gangguan skizofrenia pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta diterima. Artinya semakin tinggi Ekspresi Emosi (EE) keluarga maka frekuensi kekambuhan semakin tinggi dan sebaliknya jika Ekspresi Emosi (EE) keluarga rendah maka frekuensi kekambuhan akan rendah. B. Saran 1. Sebaiknya pada penelitian yang akan datang dalam pengambilan data terkait Ekspresi Emosi (EE) untuk lebih idealnya perlu ditambah skala atau alat ukur lain yang bisa mengukur Ekspresi Emosi. Hal tersebut bertujuan agar persebaran dari analisis jawaban setiap pernyataan bisa lebih baik terkait Ekspresi Emosi (EE) keluarga.
commit to user 59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
2. Untuk penelitian selanjutnya mengenai keadaan Ekspresi Emosi (EE) keluarga gangguan Skizofrenia, ada baiknya meneliti variabel yang bersangkutan seperti ketidakpatuhan minum obat, ketidakpatuhan menjalani perawatan medis, stigma masyarakat serta stigma keluarga dan frekuensi kontak caregiver dengan pasien atau bisa dilakukan pretest-postest terhadap caregiver dengan cara diberikan dahulu intervensi berbasis community terkait Ekspresi Emosi (EE).
commit to user