PENGARUH DOSIS ROOTONE – F TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI CABUTAN SENTANG (Melia excelsa Jack.)
SITI SUARTINI E 14201013
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ii
RINGKASAN Siti Suartini. E14201013. Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Semai Cabutan Sentang (Melia excelsa Jack). Dibimbing oleh Dr. Ir. Supriyanto. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan tropika basah terluas kedua setelah Brazilia. Namun sekarang, kawasan hutan Indonesia semakin berkurang akibat adanya kegiatan penebangan liar, kebakaran hutan, kegiatan pertambangan, perluasan perkebunan dan pertanian, transmigrasi, dan lain-lain. Seiring dengan kerusakan hutan tersebut, maka akan diikuti dengan hilangnya spesies pohon hutan dan semakin menurunnya potensi tegakan hutan dari jenis – jenis pohon andalan. Salah satu spesies pohon andalan yang penting adalah Melia excelsa Jack. atau Sentang. Sentang termasuk Famili Meliaceae. Pohon Sentang memiliki banyak potensi untuk dimanfaatkan antara lain untuk bahan bangunan rumah, furnitur, meubel, panel dan vinir. Pucuk dan daun muda tanaman ini dapat dikonsumsi sebagai sayuran dan buahnya dapat digunakan sebagai insektisida alami karena mengandung senyawa aktif azadirachtin. Berdasarkan besarnya potensi yang dimiliki Sentang, maka diperlukan suatu upaya pengembangan bibit dalam skala yang lebih besar. Pengadaan bibit Sentang dari biji dirasakan mendapat kesulitan karena benihnya bersifat rekalsitran (cepat kehilangan daya kecambah) dan pembiakan dengan benih tidak dapat dilakukan setiap waktu karena tergantung pada musim. Untuk itu diperlukan pengadaan bibit dengan memanfaatkan permudaan alam. Pengadaan bibit dari permudaan alam juga seringkali mengalami hambatan karena persentase hidupnya yang rendah dengan persentase kematian 40%. Kematian tersebut disebabkan oleh kerusakan akar dan sistem perakarannya termasuk sangat sederhana. Akar tersebut perlu dipotong dan dirangsang kembali pertumbuhannya dengan memberi zat pengatur tumbuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis Rootone – F terhadap persentase hidup dan pertumbuhan semai cabutan Sentang. Manfaat dari penelitian ini yaitu menyediakan suatu teknologi alternatif untuk pengadaan bibit Sentang dari cabutan dan mencari dosis Rootone – F yang sesuai untuk semai cabutan Sentang sehingga dapat meningkatkan produksi bibit. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Persemaian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah selama 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2005 sampai Januari 2006. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semai cabutan Sentang, Rootone-F dan media tanam (tanah dan kompos). Alat yang dipergunakan adalah kaliper, polybag berukuran 15 x 20 cm, timbangan analitik merk Ohaus, sprayer, gunting stek, sungkup plastik, oven, kamera, penggaris dan alat tulis. Metode penelitian meliputi pengumpulan bibit cabutan, persiapan media tanam, penyiapan zat pengatur tumbuh, pemberian zat pengatur tumbuh, penanaman, pemeliharaan dan pengamatan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah faktor ukuran tinggi
iii
bibit cabutan yang terdiri atas dua taraf, yaitu : A1 (tinggi bibit 10 – 35 cm) dan A2 (tinggi bibit 36 – 60 cm). Faktor kedua adalah faktor dosis Rootone – F yang terdiri dari empat taraf, yaitu : B1 (0 mg/semai), B2 (50 mg/semai), B3 (100 mg/semai) dan B4 (150 mg/semai). Dengan demikian terdapat 8 kombinasi perlakuan yang selanjutnya akan dibuat 30 ulangan sehingga terdapat 240 satuan percobaan (2 x 4 x 30). Data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan program SAS for Windows Release 6.12. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hidup semai cabutan Sentang (Melia excelsa Jack.) pada setiap perlakuan mencapai 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa semai cabutan Sentang dapat ditanam dengan mudah di persemaian. Pemberian Rootone – F pada semai cabutan Sentang berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun dan berat kering pucuk juga berpengaruh nyata terhadap berat basah pucuk dan jumlah akar sekunder. Dosis Rootone – F yang menghasilkan pertumbuhan terbaik yaitu dosis 100 mg/semai. Ukuran bibit berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel yang diamati kecuali jumlah akar primer dan sekunder. Ukuran bibit yang menghasilkan pertumbuhan terbaik yaitu semai yang berukuran 36 – 60 cm apabila dibandingkan dengan semai yang berukuran 10 – 35 cm. Interaksi dosis Rootone – F dan ukuran bibit tidak menghasillkan pengaruh yang signifikan. Kombinasi perlakuan antara semai cabutan Sentang yang berukuran 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai merupakan perlakuan yang paling baik untuk kegiatan produksi bibit Sentang melalui cabutan.
iv
BDH/ Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Semai Cabutan Sentang (Melia excelsa Jack.) Oleh : Siti Suartini dan Supriyanto PENDAHULUAN. Sentang merupakan salah satu spesies pohon andalan yang penting. Pengadaan bibit Sentang dari biji dirasakan mendapat kesulitan karena benihnya bersifat rekalsitran (cepat kehilangan daya kecambah) dan pembiakan dengan benih tidak dapat dilakukan setiap waktu karena tergantung pada musim. Untuk itu diperlukan pengadaan bibit dengan memanfaatkan permudaan alam. Pengadaan bibit dari permudaan alam juga seringkali mengalami hambatan karena persentase hidupnya yang rendah dengan persentase kematian 40 %. Kematian tersebut disebabkan oleh kerusakan akar dan sistem perakarannya termasuk sangat sederhana. Akar tersebut perlu dipotong dan dirangsang kembali pertumbuhannya dengan memberi zat pengatur tumbuh agar tumbuh lebih banyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis Rootone – F terhadap persentase hidup dan pertumbuhan semai cabutan Sentang. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Persemaian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah selama 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2005 sampai Januari 2006. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semai cabutan Sentang, Rootone-F dan media tanam (tanah dan kompos). Alat yang digunakan adalah kaliper, polybag berukuran 15 x 20 cm, timbangan analitik merk Ohaus, sprayer, gunting stek, sungkup plastik, oven, kamera, penggaris dan alat tulis. Metode penelitian meliputi pengumpulan bibit cabutan, persiapan media tanam, penyiapan zat pengatur tumbuh, pemberian zat pengatur tumbuh, penanaman, pemeliharaan dan pengamatan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah faktor ukuran tinggi bibit cabutan yang terdiri atas dua taraf, yaitu : A1 (tinggi bibit 10 – 35 cm) dan A2 (tinggi bibit 36 – 60 cm). Faktor kedua adalah faktor dosis Rootone – F yang terdiri dari empat taraf, yaitu : B1 (0 mg/semai), B2 (50 mg/semai), B3 (100 mg/semai) dan B4 (150 mg/semai). Data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan program SAS for Windows Release 6.12. HASIL DAN KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian, persentase hidup semai cabutan Sentang pada setiap perlakuan mencapai 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa semai cabutan Sentang dapat ditanam dengan mudah di persemaian. Pemberian Rootone – F pada semai cabutan Sentang berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun dan berat kering pucuk juga berpengaruh nyata terhadap berat basah pucuk dan jumlah akar sekunder. Dosis Rootone – F yang menghasilkan pertumbuhan terbaik yaitu dosis 100 mg/semai. Ukuran bibit berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel yang diamati kecuali jumlah akar primer dan sekunder. Ukuran bibit yang menghasilkan pertumbuhan terbaik yaitu semai yang berukuran 36 – 60 cm apabila dibandingkan dengan semai yang berukuran 10 – 35 cm. Interaksi dosis Rootone – F dan ukuran bibit tidak menghasillkan pengaruh yang signifikan. Berdasarkan nilai rata – rata seluruh variabel, nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan interaksi dosis Rootone – F 100 mg/semai dengan ukuran bibit 36 – 60 cm.
v
BDH/ The Effects Of Rootone – F Dosages On The Growth Of Sentang (Melia excelsa Jack.) Wildlings By : Siti Suartini and Supriyanto INTRODUCTION. Sentang is one of the important tree species. Seedling stock from seeds is hard to
obtain because Sentang seed belongs to recalcitrant and depends on season. Therefore, seedling stock can be produced through natural regeneration. Seedling stock by natural regeneration was often having difficulties because of the low survival percentage with 40% mortality. The mortality was caused by root damages . Those root have to be cut and they need hormones to stimulate the growth. The objectives of this research were to know the effects of Rootone – F dosages on the growth of sentang wildlings. MATERIALS AND METHOD. This research was done in nursery and laboratory of silviculture, Faculty of Forestry, Bogor Agriculture University. It was done for 4 months, from October 2005 to January 2006. The materials were Rootone – F, Sentang wildlings, soil and organic fertilizer. The Tools were caliper, polybag (15 x 20 cm), analitic balance (Ohaus), sprayer, scissor cutting, plastic cover, oven, camera, ruler and stationeries. The experimental steps were seedling stock preparation, culture media preparation, hormone preparation, hormone deeping, planting, maintenace and measurement. This research was arranged in completely randomized design with two factors. First factor was seedling height that consisted of two levels : A1(10 – 35 cm) and A2 (36 – 60 cm). Second factor was Rootone – F dosages, consisted of 4 levels : B1 (0 mg/seedling), B2 (50 mg/seedling), B3 (100 mg/seedling) and B4 (150/seedling). The result was analyzed on SAS for Windows Release 6.12. program. RESULT AND DISCUSSION. According to the results, survival percentage of Sentang seedlings could reach 100% in each treatment. It shows that Sentang seedlings could be planted easily in nursery using wildlings. Rootone – F influenced the total number of leaf, dry weight of sprout, wet weight of sprout and total secondary root. The best growth was obtained in 100 mg/seedling Rootone – F dosage. Seedlings height influenced to all measurable variables, except primary and total secondary root. The best growth of seedling was obtained in the seedling height of 36 – 60 cm than the seedling size of 10 – 35 cm. Interaction between Rootone – F dosages and seedlings height was no significant effect on the growth of Sentang. CONCLUSIONS. Wildlings of Sentang could be planted easily in nursery. Regarding all variables mean values, the best respons was obtained in 100 mg/seedling Rootone – F dosage with 36 – 60 cm seedling height.
vi
PENGARUH DOSIS ROOTONE – F TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI CABUTAN SENTANG (Melia excelsa jack.)
SITI SUARTINI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
vii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Semai Cabutan Sentang (Melia excelsa Jack.)
Nama
: Siti Suartini
NIM
: E 14201013
Menyetujui Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Supriyanto) NIP. 132 008 552
Mengetahui Dekan Fakultas Kehutanan
(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS) NIP. 131 430 799
Tanggal : ………………………..
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Semai Cabutan Sentang (Melia excelsa Jack.)”. Sholawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya. Penyusunan skripsi ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1
Orang tuaku tercinta, Kakaku ’Teh Ii’ dan Adikku Suliz atas semua perhatian, kasih sayang dan doa yang tiada henti diberikan.
2
Ibu Hj. Eka dan Bapak H. Sofyan atas semua nasihat, bimbingan dan bantuan finansial yang telah diberikan.
3
Bapak Dr. Ir. Supriyanto selaku dosen pembimbing atas semua saran, nasihat dan bimbingan yang telah diberikan.
4
Bapak Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS dan Bapak Ir. Siswoyo, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata.
5
Teman – teman Lab. Silvikultur ”Tetap Semangat Ya!!!!”
6
Sahabat – sahabatku dan rekan – rekan BDH 38 atas semua kebersamaan dan keceriannya. Tiada ada gading yang tak retak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor,
Juni 2006
Penulis
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 Februari 1983. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri pasangan Bapak Sayuti (Alm.) dan Ibu Tuti. Tahun 2001 Penulis lulus dari SMU Negeri 4 Bogor dan pada tahun yang sama diterima menjadi mahasiswi IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) yang dilaksanakan di Cilacap, Baturraden dan Getas. Selain itu penulis juga mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyusun sebuah skripsi yang berjudul “Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Semai Cabutan Sentang (Melia excelsa Jack.)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Supriyanto.
x
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xv
PENDAHULUAN .................................................................................. Latar Belakang ................................................................................ Tujuan ............................................................................................. Hipotesis .......................................................................................... Manfaat ...........................................................................................
1 1 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... Sentang ............................................................................................ Morfologi ................................................................................ Deskripsi Bunga dan Buah ...................................................... Penyebaran dan Habitat .......................................................... Kegunaan................................................................................. Silvikultur................................................................................ Bibit Cabutan .................................................................................. Media Tanam .................................................................................. Tanah ....................................................................................... Kompos ................................................................................... Zat Pengatur Tumbuh...................................................................... Hasil – hasil Penelitian Stek Pucuk.................................................
3 3 3 3 4 5 5 6 7 7 8 9 10
BAHAN DAN METODE ....................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... Bahan dan Alat ................................................................................ Metode Penelitian ........................................................................... Pengumpulan Bibit Cabutan ................................................... Persiapan Media Tanam .......................................................... Penyiapan Zat Pengatur Tumbuh ............................................ Pemberian Zat Pengatur Tumbuh ........................................... Penanaman .............................................................................. Pemeliharaan ........................................................................... Pengamatan ............................................................................. Rancangan Percobaan ..................................................................... Analisis Data ...................................................................................
11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 13 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... Hasil Penelitian ............................................................................... Persentase Hidup ..................................................................... Pertumbuhan Tinggi Semai Cabutan ...................................... Diameter Semai Cabutan ........................................................
15 15 15 16 20
xi
Jumlah Daun ........................................................................... Berat Basah Pucuk .................................................................. Berat Basah Akar .................................................................... Berat Kering Pucuk ................................................................. Berat Kering Akar ................................................................... Nisbah Pucuk Akar ................................................................. Jumlah Akar Primer ................................................................ Jumlah Akar Sekunder ............................................................ Hubungan antara Dosis Rootone – F dan Jumlah Akar Sekunder.................................................................................. Hubungan antara Dosis Rootone – F dan Berat Kering Akar ......................................................................................... Hubungan antara Jumlah Akar Sekunder dan Pertambahan Tinggi ...................................................................................... Hubungan antara Jumlah Akar Sekunder dan Berat Kering Total ........................................................................................ Pembahasan ..................................................................................... Pengaruh Dosis Rootone – F .................................................. Pengaruh Ukuran Bibit............................................................ Pengaruh Interaksi Dosis Rootone – F danUkuran Bibit .......
22 23 25 26 27 28 30 30 32 33 33 34 35 35 38 39
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... Kesimpulan ..................................................................................... Saran................................................................................................
42 42 42
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
43
LAMPIRAN ............................................................................................
46
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah dan Persentase Hidup Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ...................................................... 15 2
Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Tinggi Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ........................................
17
Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ..........................
18
Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Tinggi Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ..............................................................................
19
Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Diameter Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian.................................................................
20
Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Pertumbuhan Diameter Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ........................................................................
21
Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Daun Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ..............................................................................
22
Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Jumlah Daun Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ...............
22
Uji Duncan Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Daun Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian .....
23
10 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Berat Basah Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian....................................................................
24
11 Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Berat Basah Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ....
24
12 Uji Duncan Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Berat Basah Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ....
24
3 4
5
6
7
8 9
xiii
13 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Berat Basah Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian....................................................................
25
14 Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Berat Basah Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ...............
25
15 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Berat Kering Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian...................................................................
26
16 Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Berat Kering Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ....
26
17 Uji Duncan Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Berat Kering Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ....
27
18 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Berat Kering Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian....................................................................
28
19 Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Berat Kering Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ......
28
20 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Nisbah Pucuk Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian....................................................................
29
21 Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Nisbah Pucuk Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ......
29
22 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Akar Primer Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian....................................................................
30
23 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Akar Sekunder Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian.................................................................
30
24 Uji Duncan Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Akar Sekunder Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ..............................................................................
31
xiv
DAFTAR GAMBAR
1 2
Halaman Buah, Bunga dan Cabang berbunga ........................................... 4 Tegakan Sentang di Dekat Taman Rekreasi Kapang Surin di Trang, Thailand ......................................................................
5
3
Bibit Cabutan Sentang umur 4 Bulan di Persemaian .................
16
4
Grafik Pertumbuhan Rata – rata Pertambahan Tinggi Semai Cabutan Sentang Selama 16 Minggu .........................................
17
Keragaan semai Cabutan Sentang yang Terendah (A1B1) dan Tertinggi (A2B3)........................................................................
18
Keragaan Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan pada Berbagai Perlakuan Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F .......................
19
Keragaan Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan yang Telah Diberi Perlakuan .......................................................................
20
Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Diameter Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian...................................................................
21
Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Jumlah Daun Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian...................................................................
23
Penampilan Akar Semai Cabutan Sentang antara Pertumbuhan Terendah (A1B1) dan Tertinggi (A2B3)....................................
31
11
Arsitektur Akar...........................................................................
32
12
Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Akar Sekunder Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ..............
33
Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Berat Kering Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ..............
33
Pengaruh Jumlah Akar Sekunder terhadap Pertambahan Tinggi Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ...............
34
Pengaruh Jumlah Akar Sekunder terhadap Berat Kering Total Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ......
34
5 6 7 8
9
10
13 14 15
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Pertambahan Tinggi Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian .............................................................................. 47 2 Pertambahan Diameter Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ...................................................................
48
3 Jumlah Daun Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ..................................................................................
49
4 Berat Basah Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ..................................................................................
50
5 Berat Basah Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ..................................................................................
51
6 Berat Kering Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ..................................................................................
52
7 Berat Kering Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ..................................................................................
53
8 Nisbah Pucuk Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ..................................................................................
54
9 Jumlah Akar Primer Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ..................................................................................
55
10 Jumlah Akar Sekunder Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian ...................................................................
56
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan tropika basah terluas kedua setelah Brazilia. Namun sekarang, kawasan hutan Indonesia semakin berkurang akibat adanya kegiatan penebangan liar, kebakaran hutan, kegiatan pertambangan, perluasan perkebunan dan pertanian, transmigrasi, dan lain-lain. Laju kerusakan hutan Indonesia periode 1985 – 1997 tercatat 1.6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997 – 2000 menjadi 3.8 juta hektar per tahun (Badan Planologi 2003). Seiring dengan kerusakan hutan tersebut, maka akan diikuti dengan hilangnya spesies pohon hutan dan semakin menurunnya potensi tegakan hutan dari jenis – jenis pohon andalan. Salah satu spesies pohon andalan yang penting adalah Melia excelsa Jack. atau Sentang. Sentang termasuk dalam Famili Meliaceae. Spesies ini merupakan spesies pohon asli Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Aru, Papua New Guinea dan Filipina. Spesies ini tumbuh pada ketinggian tempat 350 m dpl (Joker 2002). Melia excelsa Jack. dikenal dengan berbagai nama daerah antara lain Bawang, Pait, Sontang (Sumatera); Anggu Kamain, Periwat (Kalimantan); Bawan, Hai (Aru); Maroapisa (Papua); Sentang, Surian bawang, Suren, Surian (Melayu). Pohon Sentang memiliki banyak potensi untuk dimanfaatkan antara lain untuk bahan bangunan rumah, furnitur, meubel, panel dan vinir. Pohonnya dapat ditanam di pinggir jalan yang berguna untuk mengurangi polusi udara. Dalam sistem agroforestry, pohon ini digunakan sebagai tanaman lorong bersama padi, kacang tanah, kedelai dan sayuran. Pucuk dan daun muda tanaman ini dapat dikonsumsi sebagai sayuran dan buahnya dapat digunakan sebagai insektisida alami karena mengandung senyawa aktif azadirachtin. Berdasarkan besarnya potensi yang dimiliki Sentang, maka diperlukan suatu upaya pengembangan bibit dalam skala yang lebih besar. Pengadaan bibit Sentang dari biji dirasakan mendapat kesulitan karena benihnya bersifat rekalsitran sehingga benih tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama karena viabilitas benihnya cepat menurun. Selain itu pembiakan dengan
17
benih tidak dapat dilakukan setiap waktu karena tergantung pada musim. Untuk itu diperlukan teknik pengadaan bibit dengan memanfaatkan permudaan alam. Pengadaan bibit dari permudaan alam juga seringkali mengalami hambatan karena persentase hidupnya yang rendah (banyak anakan yang mati) dengan persentase kematian 40 %. Kematian tersebut disebabkan oleh kerusakan akar. Akar tersebut perlu dipotong dan dirangsang kembali pertumbuhannya dengan memberi zat pengatur tumbuh. Sehubungan dengan masalah di atas, maka perlu dilakukan suatu upaya dalam pengadaan bibit Sentang antara lain penggunaan hormon tumbuh untuk memacu perakaran bibit asal cabutan, sehingga persentase hidup bibit Sentang di persemaian dapat ditingkatkan yang pada gilirannya akan menjaga kelestarian Sentang. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis Rootone – F terhadap persentase hidup dan pertumbuhan semai cabutan Sentang. Hipotesis 1 Pemberian hormon Rootone – F dapat meningkatkan persentase hidup semai cabutan Sentang di persemaian. 2 Pemberian hormon Rootone – F dapat meningkatkan pertumbuhan semai cabutan Sentang. Manfaat 1 Menyediakan teknologi alternatif untuk pengadaan bibit Sentang dari cabutan. 2 Mencari dosis Rootone – F yang sesuai untuk semai cabutan Sentang sehingga dapat meningkatkan produksi bibit.
TINJAUAN PUSTAKA Sentang Morfologi Melia excelsa Jack. dikenal juga dengan nama Bawang, Pait, Sontang (Sumatra); Anggu Kamain, Periwat (Kalimantan); Bawan, Hai (Aru); Maroapisa (Papua); Sentang, Surian bawang, Suren, Surian (Melayu) (Prawira dan Oetja 1978). Sentang merupakan salah satu anggota dari Famili Meliaceae. Pohonnya meranggas dan tidak berbanir. Tinggi pohon mencapai 50 m dengan diameter sampai 125 cm (Joker 2002). Kulitnya sedikit beralur dangkal dan mengelupas kecil – kecil tipis. Kulitnya berbau bawang (Prawira dan Oetja 1978). Pohon Sentang memiliki daun majemuk tunggal dengan anak daun tanpa tangkai daun atau tangkai daun sangat pendek. Anak daun berbentuk bulat telur memanjang dengan pangkal membulat, tidak simetris dan ujungnya lancip. Ukuran anak daun dapat mencapai lebar 5 cm dan panjang 11 cm. Poros utama tempat kedudukan anak – anak daun dapat mencapai panjang 40 cm (Prawira dan Oetja 1978). Tulang daun berjumlah 6 – 11 pasang pada tiap sisinya (Ng 1992 dalam Zuhaidi dan Noor 2000). Deskripsi Bunga dan Buah Waktu pembungaan dan pembuahan bervariasi. Di Thailand utara, daun gugur bulan Januari – Februari, dan daun baru muncul segera sesudahnya, pembungaan terjadi Februari – Maret. Di Thailand, buah masak antara Juni – Juli pada lintang rendah berbatasan dengan Malaysia, sedangkan pada lintang yang lebih tinggi, buah akan masak lebih awal, yaitu pada bulan Mei dan Juni. Produksi benih melimpah setiap tahun (Joker 2002). Bunga Sentang berwarna putih kehijauan dan berbau, mempunyai 5 kelopak yang berwarna putih berukuran panjang 5 – 5.6 mm dan lebar 1.5 – 2.5 mm. Panjang putik 4 mm. Bagian dalam bunga ditutupi bulu – bulu halus. Ovary terdiri dari 3 carpel dengan 2 lokus dan 1 kepala putik (Zuhaidi dan Noor 2000). Bunga – bunga tersusun dalam kedudukan malai. Poros utama serta
4
cabang – cabangnya ditutupi bulu – bulu halus (Prawira 1978). Panjang malai dapat mencapai 70 cm (Joker 2002). Buah masak pada bulan Mei sampai Juni. Buah mengandung satu benih, berbentuk lonjong dengan panjang 2.4 – 3.2 cm dan lebar 1.3 – 1.6 cm (Zuhaidi dan Noor 2000). Buah memiliki kulit buah berdaging. Buah muda berwarna hijau, berubah kuning jika masak. Panjang benih 20 – 25 mm, lebar 10 – 12 mm. Dalam 1 kg terdapat 500 benih (Joker 2002).
Gambar 1 Buah, Bunga dan Cabang Berbunga (Lemmens et al. 1995). Penyebaran dan Habitat Sentang merupakan jenis pohon yang tumbuh pada hutan lembab dataran rendah di Asia Tenggara – Pasifik. Sentang tumbuh di hutan sekunder tua atau hutan yang telah ditebang lama, juga ditemukan di hutan dipterocarpa primer. Sentang merupakan jenis asli Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Aru, Papua New Guinea dan Filipina. Jenis ini ditemukan sampai ketinggian 350 m dpl. Tumbuh paling baik di daerah bercurah hujan tahunan lebih dari 2000 mm, suhu rata – rata tahunan 22 – 27 oC, dan musim kering tidak lebih dari 2 – 3 bulan. Tidak tahan dingin atau es, membutuhkan tanah subur, menyukai tanah geluh berpasir, drainase dan aerasi baik (Joker 2002). Sentang merupakan spesies dataran rendah dengan pH tanah antara 5 – 6.5 (Kijkar 1996).
5
Menurut Prawira dan Oetja (1978), Sentang hidup tersebar atau berkelompok dalam hutan primer terutama di Kalimantan, pada tempat yang tidak digenangi air, di darat atau di pinggir anak sungai di atas tanah liat atau tanah pasir. Jenis in tumbuh pada ketinggian sampai 250 m dpl. Sentang dapat ditemukan pada hutan dataran rendah dengan ketinggian 200 – 300 m dpl. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhannya yaitu 1600 – 2000 mm/tahun. Pertumbuhan Sentang pada areal yang datar lebih baik daripada di lereng gunung (Zuhaidi dan Noor 2000). Kegunaan Kayu Sentang mempunyai berat jenis 0.60 dan tergolong dalam kelas awet III – IV. Kayu Sentang banyak dipergunakan untuk bangunan rumah dan perahu. Kayu Sentang tergolong kuat, awet dan mudah dikerjakan (Prawira dan Oetja 1978). Kayu Sentang sangat berguna untuk konstruksi ringan, meubel, panel dan vinir. Tunas muda dan bunganya dikonsumsi sebagai sayuran. Pohon ini biasanya di tanam di sepanjang jalan, batas peternakan atau batas kebun karet. Seperti neem, bijinya mengandung azadirachtin, digunakan sebagai insektisida. Pada agroforestry, pertanaman Sentang muda ditanam tumpangsari dengan padi, kacang tanah, buncis kedelai dan sayuran (Joker 2002). Daun Sentang dapat digunakan sebagai obat sakit perut dan gangguan pada suara (Mungkorndin 1993 dalam Kijkar 1996)
Gambar 2 Tegakan Sentang di Dekat Taman Rekreasi Kapang Surin di Trang, Thailand. Foto Samyos Kijkar
6
Silvikultur Permudaan alam Sentang banyak terdapat di hutan primer, terutama di dekat pohon induk secara berkelompok atau menyebar (Prawira dan Oetja 1978). Penyebaran buah Sentang dibantu oleh burung atau kelelawar. Buah yang disebarkan oleh agen penyebar dapat mencapai jarak 500 – 800 m dari pohon induk (Zuhaidi dan Noor 2000). Permudaan buatan Sentang dengan biji dapat dilakukan dengan menaburkan benih di bedeng atau langsung ditanam ke kantong plastik. Jarak tabur di bedeng adalah 20 cm antar larikan dan 5 cm dalam larikan benih. Setelah perkecambahan, semai memerlukan 50 % naungan dan kemudian secara bertahap mulai dikurangi sampai akhirnya tanpa naungan pada saat semai mencapai tinggi 30 cm (Joker 2002). Permudaan buatan Sentang tidak hanya dengan biji, tetapi dapat pula menggunakan teknik pembiakan vegetatif. Pembiakan vegetatif tersebut yaitu stek, cangkok, sambungan dan kultur jaringan. Stek akar merupakan metode yang paling umum digunakan untuk produksi berskala besar (Zuhaidi dan Noor 2000). Bibit Cabutan Bibit cabutan adalah anakan pohon yang tumbuh dan dimanfaatkan sebagai bibit dan cara pengumpulannya dengan cabutan. Anakan yang tumbuh berlimpah umumnya berasal dari pohon induk didekatnya. Pada saat anakan masih muda, daunnya lebih kecil daripada daun induknya (Soetarno et al. 2000). Sistem cabutan mempunyai beberapa keuntungan yaitu (Smits 1986): 1
Tidak
ada
kemungkinan
bahwa
bibit
yang
dikumpulkan
tidak
berkecambah. 2
Bibit yang dicabut sudah tumbuh gratis di hutan alam sehingga waktu di pembibitan menjadi lebih singkat dan harga kesatuan bibit menjadi lebih rendah
3
Bibit yang dicabut sudah tertulari oleh cendawan dari pohon induk sehingga kekurangan mikoriza tidak akan menjadi masalah. Syarat – syarat untuk dapat memanfaatkan sistem cabutan ini adalah
adanya hutan alam yang hampir utuh dengan pohon induk yang bagus dan adanya
7
tenaga kerja yang dapat mengenal bibit /anakan (Smits 1986). Hal – hal yang patut diperhatikan dalam sistem cabutan adalah (Al Rasyid et al. 1991) : 1
Ukuran tinggi anakan yang dipergunakan di bawah 20 cm atau sudah berdaun 2 – 5 lembar.
2
Waktu pencabutan anakan setelah hujan turun dimana kondisi tanah dalam keadaan lunak.
3
Anakan yang telah dicabut segera disapih di persemaian minimum 30 hari di bawah naungan plastik dan penyiraman dilakukan dua kali dalam sehari agar kelembaban tinggi (95 %) dapat terjaga. Setelah bibit bertunas 20 – 75 % naungan plastik dibuka.
4
Apabila keadaan terpaksa belum dapat disapih bibit dapat disimpan pada tempat lembab maksimum 6 hari.
5
Pengangkutan bibit cabutan ke persemaian tidak lebih dari 6 hari. Soetarno et al. (2000) menjelaskan bahwa semakin besar bibit, resiko
kematian semakin tinggi. Bibit yang optimal adalah pada saat bibit memiliki 2 – 5 daun termasuk pasangan daun pertama. Bibit yang berukuran besar masih mungkin untuk dicabut tetapi membuat biaya pengangkutan menjadi mahal. Sebaiknya bibit yang boleh dicabut tinggi maksimal tidak melebihi 60 cm. Media Tanam Tanah Tanah merupakan tempat tumbuh tanaman dan penyedia unsur hara. Tanah lapisan atas mengandung bahan organik yang mempunyai kemampuan menghisap dan memegang air yang tinggi. Tanah yang beraerasi baik, persentase pembentukan akar pada tanaman lebih tinggi dan kualitasnya lebih baik (Hartmann dan Kester 1983). Penggunaan media tanah dalam jumlah yang cukup besar pada persemaian akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan antara lain pengikisan tanah yang cukup luas, hilangnya lapisan yang subur dan sebagainya. Selain itu, penggunaan tanah sebagai media tumbuh semai mempunyai beberapa kelemahan antara lain bobotnya berat, tanah mudah pecah pada pengangkutan sehingga
8
kurang kompak dalam menunjang sistem perakaran dan kemungkinan kerusakan semai dalam pengangkutan ke persemaian dan ke lapangan (Kurniawati 1991). Menurut Hartmann dan Kester (1983) kriteria media yang baik adalah sebagai berikut : 1
Harus cukup kuat dan kompak sebagai pemegang benih selama perkecambahan atau pertumbuhan.
2
Harus mampu mempertahankan kelembaban.
3
Memiliki aerasi dan drainase yang baik.
4
Bebas dari benih tumbuhan liar, nematoda dan berbagai organisme penyakit.
5
Tidak memiliki salinitas yang tinggi.
6
Dapat disterilkan dengan menggunakan panas tanpa menimbulkan efek penghilangan terhadap unsur – unsur penting bagi pertumbuhan.
Kompos Kompos adalah bahan organis yang telah menjadi lapuk. Pupuk kompos dapat meningkatkan kesuburan tanah. Apabila kompos diberikan pada tanah sebagai media tumbuh maka akan mempengaruhi sifat kimia, fisika maupun biologi tanah dan dapat digunakan sebagai bahan untuk memperkaya bahan organik tanah (Murbandono 1994). Perbaikan sifat fisik tanah berupa perbaikan struktur dan tekstur tanah. Perbaikan sifat kimia tanah oleh kompos berupa penyediaan unsur – unsur hara makro dan mikro seperti N, P, K, Ca, Mg, Fe, S, Mn dan Cu. Selain itu populasi mikroorganisme tanah juga akan meningkat (Murbandono 1994). Kompos sebagai bahan organik berperan besar terhadap perbaikan sifat – sifat tanah antara lain (Murbandono 1994) : 1
Memperbesar daya ikat tanah yang berpasir sehingga struktur tanah menjadi lebih baik.
2
Dapat memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga tanah yang tadinya berat akan menjadi ringan
3
Memperbaiki kemampuan air sehingga tanah dapat lebih banyak menyediakan air bagi tanaman.
9
4
Memperbaiki drainase dan tata udara tanah terutama tanah berat.
5
Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara sehingga tidak mudah tercuci oleh air hujan atau air pengairan. Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh (ZPT) dapat diartikan sebagai senyawa organik
selain zat hara yang dalam jumlah sedikit mendukung, menghambat maupun merubah berbagai proses fisiologis tanaman. ZPT adalah salah satu bahan sintesis atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui pembelahan sel, perbesaran sel dan diferensiasi sel. Pengaturan pertumbuhan ini dilaksanakan dengan cara pembentukan hormon-hormon, mempengaruhi sistem hormon, perusakan translokasi atau dengan perubahan tempat pembentukan hormon (Hartmann dan Kester 1983). ZPT di dalam tanaman terdiri dari 5 kelompok yaitu Auksin, Gibberelin, Sitokinin, Ethylene dan Inhibitor (Abidin 1983). Hormon yang dihasilkan oleh tanaman
disebut
(Wattimena
fitohormon
sedangkan
yang
sintetis
disebut
ZPT
et al.1992).
Pemberian hormon tidak hanya akan memperbanyak akar lateral, tetapi juga menambah panjang rata-rata dari akar (Kusumo 1989). Rootone-F merupakan salah satu hormon penumbuh yang diperdagangkan dalam bentuk serbuk, berwarna putih, tidak larut dalam air dan berguna untuk mempercepat dan memperbanyak pembentukan akar-akar baru. Bahan aktif yang dikandung oleh hormon penumbuh akar Rootone-F adalah sebagai berikut : - 1 Naphathalene acetamide
: 0.067 %
- 2 Methyl – 1 – Naphathalene acetic acid
: 0.033 %
- 2 Methyl – 1 – Naphathalene acetamide
: 0.013 %
- Indole – 3 – Butyricacid
: 0.057 %
- Thiram
: 4.000 %
- Inert Ingredient
: 95.330 %
Menurut Soemomarto (1975), tiga senyawa yang memiliki inti Naphathalene berfungsi memperbanyak dan mendorong timbulnya suatu perakaran sedangkan satu senyawa aktif yang mengandung indole bermanfaat
10
untuk memperbanyak dan mempercepat perakaran. Selain itu, Thiram berfungsi sebagai fungisida. Hasil – Hasil Penelitian Stek Pucuk Stek pucuk merupakan salah satu metode pembiakan vegetatif yang telah banyak dikembangkan pada berbagai jenis tumbuhan kehutanan. Prihatin (2000) telah melakukan penelitian stek pucuk dan stek batang Kepuh (Sterculia foetida Linn.) pada berbagai media (pasir dan serabut kelapa) dan dosis hormon Rootone – F (0, 50, 100 dan 150 mg/stek). Hasil penelitian menunjukkan bahwa stek pucuk memiliki kemampuan pertumbuhan yang lebih baik daripada stek batang, sedangkan media perakaran terbaik untuk stek Kepuh adalah media serabut kelapa. Untuk penggunaan ZPT Rootone-F, pemakaian dosis 150 mg/stek terbukti paling efektif meningkatkan keberhasilan stek Kepuh terutama terhadap kualitas perakaran (jumlah akar primer dan total panjang akar primer). Nadiroh (2003) meneliti stek pucuk Sentang (Azadirachta excelsa Jack.) Famili Meliaceae pada berbagai dosis hormon Rootone – F (0, 100, 200, 300, dan 400 mg/stek) dan media (pasir, arang sekam padi dan campuran pasir dan arang sekam padi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis Rootone – F dan jenis media tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua variabel yang diamati (persentase stek hidup, jumlah akar adventif, panjang akar adventif dan bobot kering akar). Interaksi dosis Rootone – F dengan jenis media hanya berpengaruh terhadap bobot kering akar. Dosis Rootone – F dan jenis media yang baik untuk pertumbuhan stek pucuk Sentang adalah dosis 300 mg/stek dengan menggunakan media pasir.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Persemaian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Waktu yang dibutuhkan untuk
penelitian ini adalah selama 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2005 sampai Januari 2006. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semai cabutan Sentang, Rootone-F dan media tanam (tanah dan kompos). Alat yang dipergunakan adalah kaliper, polybag berukuran 15 x 20 cm, timbangan analitik merk Ohaus, sprayer, gunting stek, sungkup plastik, oven, kamera, penggaris dan alat tulis. Metode Penelitian Pengumpulan Bibit Cabutan Bibit cabutan Sentang yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Hutan Percobaan Darmaga. Bibit cabutan yang telah diambil kemudian dikumpulkan dan dikurangi bagian daunnya hingga 75 % untuk mengurangi penguapan selama perjalanan. Selain mengurangi bagian daun, dilakukan pula pemotongan akar pada akar yang terlalu panjang atau rusak. Setelah bibit terkumpul, bibit tersebut dimasukan dalam kantong plastik dan ditata bolak – balik antara akar dengan pucuk. Selama perjalanan, bibit diusahakan dalam keadaan lembab. Untuk itu bibit selalu disemprot dengan air dan jangan terlalu lama terkena cahaya matahari. Persiapan Media Tanam Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 2 : 1 (v/v). Media dicampur hingga merata dan dimasukan ke dalam polybag lalu ditempatkan dan diatur di persemaian.
12
Penyiapan Zat Pengatur Tumbuh Zat Pengatur Tumbuh yang digunakan adalah Rootone – F dengan dosis hormon yang digunakan adalah 0 mg, 50 mg, 100 mg dan 150 mg/semai. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian Prihatin (2000) untuk jenis Kepuh. Rootone – F yang telah ditimbang kemudian dicampur dengan air sampai berbentuk pasta. Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh dilakukan dengan cara oles. Bibit yang sudah dipisahkan menurut perlakuan kemudian diikat dan dimasukan ke dalam wadah yang sudah berisi cairan pasta Rootone – F pada masing – masing dosis hormon. Penanaman Bibit cabutan yang telah diolesi Rootone – F kemudian ditanam pada media polybag yang bagian tengahnya dilubangi dengan diameter yang lebih besar dari diameter bibit, kemudian polybag tersebut disimpan di bedengan. Pemeliharaan Untuk mengurangi transpirasi maka selama kurang lebih 2 minggu setelah penanaman di polybag, bibit tersebut diletakkan di bawah sungkup plastik. Pada 2 minggu pertama, kelembaban di sekitar bibit selalu dijaga, untuk itu dilakukan penyemprotan. Kegiatan pemeliharaan terhadap bibit cabutan yang telah ditanam meliputi penyiraman dan pembersihan gulma. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari, kecuali hari hujan. Pengamatan Pengamatan pertumbuhan bibit dimulai setelah bibit cabutan ditanam hingga berumur 4 bulan. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah :
Persentase semai hidup Persentase semai hidup adalah banyaknya semai yang hidup dibandingkan seluruh semai yang ditanam.
13
Jumlah daun Banyaknya jumlah daun baru yang tumbuh dihitung pada akhir penelitian.
Tinggi semai Pengukuran tinggi semai dilakukan dari titik kotiledon hingga pucuk anakan. Pengukuran dilakukan setiap dua minggu sekali selama penelitian.
Diameter semai Pengukuran diameter semai dilakukan dari titik pengukuran 1 cm dari titik kotiledon. Pengukuran dilakukan pada awal dan akhir penelitian.
Jumlah akar Pengukuran jumlah akar meliputi banyaknya jumlah akar primer dan sekunder pada setiap sampel.
Berat basah pucuk dan akar Pengukuran berat basah pucuk dan akar semai dilakukan pada akhir penelitian. Setelah pengamatan selesai, sampel tanaman dipotong pada bagian pucuk dan akar kemudian bagian pucuk dan akar tersebut dibersihkan lalu dilakukan penimbangan pada masing – masing bagian semai tersebut.
Berat kering pucuk dan akar Pengukuran terhadap berat kering pucuk dan akar semai dilakukan setelah penimbangan berat basah dan sampel tanaman tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 70oC selama 48 jam
Nisbah pucuk akar Nisbah pucuk akar adalah perbandingan berat kering pucuk dengan berat kering akar. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola
faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah faktor ukuran tinggi bibit cabutan yang terdiri atas dua taraf, yaitu :
A1 = Tinggi bibit 10 – 35 cm
A2 = Tinggi bibit 36 – 60 cm
Faktor kedua adalah faktor dosis Rootone – F yang terdiri dari empat taraf, yaitu :
14
B1 =
B2 = 50 mg/semai
B3 = 100 mg/semai
B4 = 150 mg/semai
0 mg/semai
Dengan demikian terdapat 8 kombinasi perlakuan yang selanjutnya akan dibuat 30 ulangan sehingga terdapat 240 satuan percobaan (2 x 4 x 30). Model umum rancangan percobaan faktorial adalah sebagai berikut : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
; i = 1,2
; j = 1,2,3,4
;k = 1,2,...,30
Keterangan : Yijk
= nilai pengamatan pada faktor tinggi bibit (A) taraf ke-i, faktor dosis Rootone-F (B) taraf ke-j dan ulangan ke-k
µ
= rata – rata umum
αi
= pengaruh utama faktor tinggi bibit
βj
= pengaruh utama faktor dosis Rootone-F
(αβ)ij = komponen interaksi dari faktor tinggi bibit dan faktor dosis Rootone-F εijk
= pengaruh acak yang menyebar normal Analisis Data Data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan program SAS for
Windows Release 6.12. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan yang diberikan, maka dilakukan sidik ragam dengan uji F terhadap variabel yang diamati dengan hipotesis sebagai berikut : H0
= Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai cabutan
H1
= Perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai cabutan
Sedangkan kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah : F hitung < F tabel
terima H0
F hitung > F tabel
tolak H0
Jika uji F ternyata menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjutan dengan melakukan Uji Duncan, yang tujuannya untuk mengetahui beda rata – rata antar perlakuan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Persentase Hidup Persentase hidup semai cabutan merupakan perbandingan antara semai cabutan yang hidup terhadap seluruh semai yang ditanam. Persentase hidup setiap perlakuan menunjukkan bahwa semua semai dapat hidup dengan baik karena persentase hidupnya mencapai 100 % (Tabel 1). Hal ini membuktikan bahwa semai cabutan Sentang dapat ditanam di persemaian dengan mudah (Gambar 3). Tabel 1 Jumlah dan Persentase Hidup Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 Total Keterangan :
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4
Jumlah Hidup 30 30 30 30 30 30 30 30 240
% Hidup 100 100 100 100 100 100 100 100 100
: Ukuran bibit 10 – 35 cm dengan dosis Rootone – F 0 mg/semai : Ukuran bibit 10 – 35 cm dengan dosis Rootone – F 50 mg/semai : Ukuran bibit 10 – 35 cm dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai : Ukuran bibit 10 – 35 cm dengan dosis Rootone – F 150 mg/semai : Ukuran bibit 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 0 mg/semai : Ukuran bibit 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 50 mg/semai : Ukuran bibit 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai : Ukuran bibit 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 150 mg/semai
16
Gambar 3 Bibit Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian. Selama di persemaian, terjadi perubahan keragaan semai cabutan Sentang. Pada minggu pertama setelah penanaman, tunas baru mulai tumbuh. Seluruh semai telah bertunas pada minggu kedua. Selain munculnya tunas, terjadi pula kerontokan daun tua, sedangkan daun muda tetap hidup dan tidak rontok. Kerontokan daun banyak terjadi pada semai yang berukuran 36 – 60 cm, sedangkan pada semai yang berukuran 10 – 35 cm hanya beberapa semai saja yang
mengalami
kerontokan
daun.
Kerontokan
daun
dimulai
dengan
menguningnya daun kemudian daun terlepas dari tangkainya dan selanjutnya tangkai terlepas dari batangnya. Kerontokan daun terjadi selama penelitian. Pertumbuhan Tinggi Semai Cabutan Pengukuran tinggi semai cabutan dilakukan setiap dua minggu sekali. Pertambahan tinggi semai cabutan dari setiap perlakuan terus mengalami peningkatan. Besarnya rata – rata pertambahan tinggi berbeda – beda untuk setiap perlakuan.
Rata-rata Pertambahan tinggi (cm)
17
12
A1B1
10
A1B2
8
A1B3 A1B4
6
A2B1
4
A2B2
2
A2B3
0
A2B4
2
4
6
8
10 12 14 16
Minggu ke -
Gambar 4 Grafik Pertumbuhan Rata – rata Pertambahan Tinggi Semai Cabutan Sentang Selama 16 Minggu. Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa pertambahan tinggi setiap perlakuan pada awal penelitan tidak jauh berbeda. Perbedaan tinggi mulai terlihat pada minggu keempat terutama perlakuan ukuran bibit 10 – 35 cm dengan dosis Rootone – F 50 mg/semai (A1B2). Pada minggu terakhir dapat dilihat bahwa perlakuan ukuran bibit 36 – 60 cm dan dosis Rootone – F 100 mg/semai (A2B3) menghasilkan pertumbuhan tertinggi, sedangkan perlakuan ukuran bibit 10 – 35 cm (A1B1) dan dosis Rootone – F 0 mg/semai menghasilkan pertumbuhan terendah. Tabel 2 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Tinggi Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Sumber Keragaman Ukuran Bibit Dosis Rootone - F Interaksi Galat Total
Db 1 3 3 232 239
Jumlah Kuadrat F-hitung Pr > F Kuadrat Tengah 249.90004167 249.90004167 22.94** 0.0001 85.71979167 28.57326389 2.62 0.0514 75.53379167 25.17793056 2.31 0.0770 2527.43433333 10.89411351 2938.58795833
Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 %
Hasil sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa ukuran bibit berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai cabutan, sedangkan dosis Rootone – F dan interaksinya tidak berpengaruh nyata.
18
Tabel 3 Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Pertumbuhan Tinggi Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Perlakuan A1 (10 - 35 cm) A2 (36 - 60 cm)
Pertambahan Tinggi (cm) 7.18b 9.22a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan
Tabel 3 menyajikan hasil Uji
Duncan yang menunjukkan bahwa
perlakuan ukuran bibit 36 – 60 cm menghasilkan tinggi yang lebih baik dibandingkan dengan ukuran bibit 10 – 35 cm. Perlakuan ukuran bibit 10 – 35 cm dapat meningkatkan pertambahan tinggi sebesar 7.18 cm, sedangkan untuk ukuran bibit 36 – 60 cm pertambahan tingginya sebesar 9.22 cm atau meningkat 28.41 % dibandingkan dengan kontrol.
Gambar 5
Keragaan Semai Cabutan Sentang yang Terendah (A1B1) dan Tertinggi (A2B3).
19
Tabel 4 Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Tinggi Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Dosis Rootone – F B1 ( 0 mg/semai) B2 ( 50 mg/semai) B3 (100 mg/semai) B4 (150 mg/semai) Jumlah Rerata (cm)
Ukuran Bibit A1(10-35 cm) A2(36-60 cm) 6.37 8.38 8.47 8.69 7.42 10.43 6.43 9.37 28.71 36.87 7.18 9.22
Jumlah 14.77 17.16 17.85 15.80 65.58
Rerata (cm) 7.39 8.58 8.93 7.90 8.20
Interaksi antara perlakuan ukuran bibit dan dosis Rootone – F (Tabel 4) menunjukkan bahwa ukuran bibit 10 – 35 cm dengan dosis Rootone – F 0 mg/semai (A1B1) menghasilkan pertumbuhan terendah yaitu 6.37 cm, sedangkan ukuran bibit 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai (A2B3) menghasilkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 10.43 cm atau meningkat 63.74 % dibandingkan dengan kontrol (Gambar 6).
Gambar 6
Keragaan Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan pada Berbagai Perlakuan Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F.
20
Gambar 7
Keragaan Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan yang Telah Diberi Perlakuan.
Diameter Semai Cabutan Pengukuran terhadap diameter semai dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Hasil sidik ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa ukuran bibit berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan diameter semai cabutan, sedangkan dosis Rootone – F dan interaksinya tidak berpengaruh nyata. Tabel 5 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Diameter Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Sumber keragaman Ukuran Bibit Dosis Rootone - F Interaksi Galat Total
Db 1 3 3 232 239
Jumlah Kuadrat 0.02128167 0.00365000 0.00187500 0.12695333 0.15376000
Kuadrat F-hitung Tengah 0.02128167 38.89** 0.00121667 2.22 0.00062500 1.14 0.00054721
Pr > F 0.0001 0.0862 0.3328
Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 %
Uji Duncan (Tabel 6) yang dilakukan terhadap perlakuan ukuran bibit menunjukkan bahwa ukuran bibit 36 – 60 cm berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan diameter. Ukuran bibit 10 – 35 cm mampu meningkatkan diameter
21
semai cabutan sebesar 0.05 cm apabila dibandingkan ukuran bibit 36 – 60 cm yang meningkatkan diameter semai sebesar 0.07 cm atau meningkat 40 % dibandingkan dengan kontrol. Tabel 6 Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Pertumbuhan Diameter Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Perlakuan A1 (10 - 35 cm) A2 (36 - 60 cm)
Pertambahan Diameter (cm) 0.05b 0.07a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan
Interaksi perlakuan ukuran bibit dan dosis Rootone – F menunjukkan bahwa perlakuan ukuran bibit 36 – 60 cm dan dosis Rootone – F 150 mg/semai (A2B4) mampu meningkatkan diameter semai sebesar 0.08 cm. Untuk diameter terkecil terdapat pada perlakuan tinggi bibit 10 – 35 cm dengan dosis Rootone–F 0 mg/semai.
Diameter (cm)
0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4
Perlakuan
Gambar 8 Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Pertumbuhan Diameter Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian.
22
Jumlah Daun Pengukuran jumlah daun baru yang tumbuh dilakukan pada akhir penelitian. Berdasarkan sidik ragam (Tabel 7) dapat dilihat bahwa ukuran bibit dan dosis Rootone – F berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun baru, sedangkan interaksinya tidak berpengaruh nyata. Tabel 7 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Daun Semai Cabutan Sentang umur 4 Bulan di Persemaian Sumber keragaman Ukuran Bibit Dosis Rootone - F Interaksi Galat Total
Db 1 3 3 232 239
Jumlah Kuadrat F-hitung Pr > F Kuadrat Tengah 75.93750000 75.93750000 73.33** 0.0001 12.24583333 4.08194444 3.94** 0.0091 5.74583333 1.91527778 1.85 0.1389 240.23333333 1.03548851 334.16250000
Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 %
Menurut Uji Duncan (Tabel 8), ukuran bibit 36 – 60 cm memberikan pengaruh sangat nyata yaitu menghasilkan 6 helai daun dibandingkan ukuran bibit 10 – 35 cm yang hanya menghasilkan 5 helai daun. Tabel 8
Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Jumlah Daun Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Perlakuan A1 (10 - 35 cm) A2 (36 - 60 cm)
Jumlah daun (helai) 5.23 b 6.35a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan
Uji Duncan (Tabel 9) menunjukkan bahwa dosis Rootone – F
100
mg/semai (B3) merupakan dosis yang paling baik untuk meningkatkan jumlah daun terbanyak yaitu 6 helai daun atau meningkat 10.41 % dibandingkan dengan kontrol (B1).
23
Tabel 9 Uji Duncan Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Daun Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Perlakuan B1 ( 0 mg/semai) B2 ( 50 mg/semai) B3 (100 mg/semai) B4 (150 mg/semai)
Jumlah Daun (helai) 5.57b 5.80ab 6.15a 5.63b
Persentase Peningkatan (%) 4.13 10.41 1.08
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan
Interaksi antara ukuran dan dosis Rootone – F memberikan rata – rata jumlah daun terbanyak yaitu pada perlakan ukuran bibit 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai (A2B3) yaitu menghasilkan daun sebanyak 7 helai daun, sedangkan bibit yang berukuran 10 – 35 cm menghasilkan 5 helai daun
Jumlah Daun (Helai)
(Gambar 9). 8 6 4 2 0 A1B1
A1B2 A1B3 A1B4
A2B1 A2B2 A2B3
A2B4
Perlakuan
Gambar 9 Pengaruh ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Daun Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian.
Berat Basah Pucuk Pengukuran berat basah pucuk dilakukan pada akhir penelitian. Pengukuran ini dilakukan dengan cara menimbang bagian pucuk yang telah dibersihkan. Tabel 10 menyajikan sidik ragam yang menunjukkan bahwa ukuran bibit berpengaruh sangat nyata terhadap berat basah pucuk, sedangkan dosis Rootone-F berpengaruh nyata dan interaksi tidak berpengaruh nyata.
24
Tabel 10 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Berat Basah Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Sumber keragaman Ukuran Bibit Dosis Rootone - F Interaksi Galat Total Keterangan :
Db 1 3 3 232 239
Jumlah Kuadrat F-hitung Pr > F Kuadrat Tengah 1883.56051042 1883.56051042 291.19** 0.0001 64.88262458 21.62754153 3.34* 0.0200 38.37807125 12.79302375 1.98 0.1180 1500.67362333 3487.49582958
* = Berbeda nyata pada taraf uji F 5 % ** = Berbeda sangat nyata pada taraf Uji F 1 %
Uji Duncan (Tabel 11) menunjukkan bahwa perlakuan ukuran bibit 36–60 cm berpengaruh sangat nyata terhadap berat basah pucuk dan merupakan perlakuan terbaik yang dapat meningkatkan berat basah pucuk sebesar 7.93 gram/semai. Tabel 11
Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Berat Basah Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian
Perlakuan A1 (10 - 35 cm) A2 (36 - 60 cm)
Berat Basah Pucuk (g) 2.33b 7.93a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan
Hasil Uji Duncan (Tabel 12) menunjukkan bahwa dosis Rootone – F 100 mg/semai (B3) mampu menghasilkan berat basah pucuk sebesar 5.89 gram/semai atau meningkat 30.60 % dibandingkan dengan kontrol (B1). Tabel 12 Uji Duncan Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Berat Basah Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Perlakuan B1 ( 0 mg/semai) B2 ( 50 mg/semai) B3 (100 mg/semai) B4 (150 mg/semai)
Berat Basah Pucuk (g) 4.51b 5.27ab 5.89a 4.84b
Persentase Peningkatan (%) 16.85 30.60 7.32
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan
25
Berat Basah Akar Pengukuran berat basah akar dilakukan pada akhir penelitian. Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang bagian akar yang telah dicuci dan dibersihkan. Tabel 13 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Berat Basah Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Sumber keragaman Ukuran Bibit Dosis Rootone - F Interaksi Galat Total
Db 1 3 3 232 239
Jumlah Kuadrat F-hitung Kuadrat Tengah 418.86268167 418.86268167 196.41** 3.98240667 1.32746889 0.62 2.15028500 0.71676167 0.34 494.77108667 2.13263399 919.76646000
Pr > F 0.0001 0.6011 0.7993
Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 %
Hasil sidik ragam (Tabel 13) menunjukkan bahwa perlakuan ukuran bibit berpengaruh sangat nyata terhadap berat basah akar, sedangkan dosis Rootone – F dan interaksinya tidak berpengaruh nyata. Tabel 14 Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Berat Basah Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Perlakuan A1 (10 - 35 cm) A2 (36 - 60 cm)
Berat Basah Akar (g) 0.87b 3.51a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan
Uji Duncan (Tabel 14) menunjukkan bahwa ukuran bibit 36 – 60 cm berpengaruh sangat nyata terhadap berat basah akar. Ukuran bibit 36 – 60 cm mampu mennghasilkan berat basah akar sebesar 3.51 gram/semai, sedangkan ukuran bibit 10 – 35 cm menghasilkan berat basah akar sebesar 0.87 gram/semai. Interaksi antara ukuran bibit dan dosis Rootone – F (Lampiran 5) memperoleh hasil perlakuan ukuran bibit 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai (A2B3) dapat menghasilkan berat basah akar terbesar yaitu 3.70 gram/semai, sedangkan perlakuan ukuran bibit 10 – 35 cm dengan dosis
26
Rootone – F 0 mg/semai (A1B1) menghasilkan berat basah terkecil yaitu sebesar 0.61 gram/semai. Berat Kering Pucuk Pengukuran
berat kering pucuk dilakukan setelah pengukuran berat
basah pucuk dan pucuk tersebut dikeringkan dalam oven selama 48 jam pada suhu 70oC. Setelah bagian pucuk dioven kemudian dilakukan penimbangan. Tabel 15 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Berat Kering Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Sumber keragaman Ukuran Bibit Dosis Rootone - F Interaksi Galat Total
Db
Jumlah Kuadrat 1 162.54250042 3 7.11583125 3 4.06605792 232 138.76415667 239 312.48854625
Kuadrat F-hitung Pr > F Tengah 162.54250042 271.76** 0.0001 2.37194375 3.97** 0.0088 1.35535264 2.27 0.0816 0.59812136
Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 %
Hasil sidik ragam (Tabel 15) menunjukkan bahwa perlakuan ukuran bibit dan dosis Rootone – F berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering pucuk, sedangkan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering pucuk. Tabel 16 Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Berat Kering Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Perlakuan A1 (10 - 35 cm) A2 (36 - 60 cm)
Berat Kering Pucuk (g) 0.64b 2.29a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan
Hasil Uji Duncan (Tabel 16) menunjukkan bahwa ukuran bibit 36 – 60 cm berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering pucuk. Perlakuan ukuran bibit 36 – 60 cm mampu menghasilkan berat kering pucuk sebesar 2.29 gram/semai,
27
sedangkan ukuran bibit 10 – 35 cm hanya menghasilkan berat kering pucuk sebesar 0.64 gram/semai. Tabel 17 Uji Duncan Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Berat Kering Pucuk Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Perlakuan B1 ( 0 mg/semai) B2 ( 50 mg/semai) B3 (100 mg/semai) B4 (150 mg/semai)
Berat Kering Pucuk (g) 1.26b 1.50ab 1.72a 1.36b
Persentase Peningkatan (%) 19.84 36.51 7.94
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan
Uji Duncan (Tabel 17) menunjukkan bahwa dosis Rootone – F yang digunakan berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering pucuk. Adapun dosis Rootone – F yang dapat menghasilkankan berat kering pucuk terbesar yaitu 100 mg/semai (B3). Dosis Rootone – F 100 mg/semai mampu menghasilkan berat kering pucul sebesar 1.72 gram/semai atau meningkat 36.51 % dibandingkan dengan kontrol (B1). Interaksi antara ukuran bibit dan dosis Rootone – F (Lampiran 6) menunjukkan bahwa ukuran bibit 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai (A2B3) dapat menghasilkan berat kering pucuk terbesar yaitu 2.74 gram/semai, sedangkan perlakuan ukuran bibit 10 – 35 cm dengan dosis Rootone – F 150 mg/semai (A1B4) menghasilkan berat kering pucuk terkecil yaitu sebesar 0.50 gram/semai. Berat Kering Akar Pengukuran berat kering akar dilakukan dengan cara menimbang bagian akar yang telah dioven selama 48 jam pada suhu 70oC. Hasil sidik ragam (Tabel 18) menunjukkan bahwa perlakuan ukuran bibit berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering akar, sedangkan dosis Rootone – F dan interaksinya tidak berpengaruh nyata.
28
Tabel 18 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Berat Kering Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Sumber keragaman Ukuran Bibit Dosis Rootone - F Interaksi Galat Total
Db 1 3 3 232 239
Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 45.05800042 45.05800042 0,34542458 0.11514153 0.54122458 0.18040819 47.32435000 0.20398427 93.26899958
F-hitung
Pr > F
220.89** 0.0001 0.56 0.6390 0.88 0.4498
Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 %
Uji Duncan (Tabel 19) menunjukkan bahwa ukuran bibit 36 – 60 cm berpengaruh nyata terhadap berat kering akar. Ukuran bibit yang dapat menghasilkan berat kering akar terbesar yaitu bibit yang berukuran 36 – 60 cm dengan berat kering sebesar 1.13 gram/semai. Tabel 19
Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Berat Kering Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Perlakuan A1 (10 - 35 cm) A2 (36 - 60 cm)
Berat Kering Akar (g) 0.26b 1.13a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan
Interaksi antara ukuran bibit dan dosis Rootone – F (Lampiran 7) menunjukkan bahwa ukuran bibit 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai (A2B3) dapat menghasilkan berat kering akar terbesar yaitu 1.23 gram/semai, sedangkan perlakuan ukuran bibit 10 – 35 cm dengan dosis Rootone – F 0 mg/semai (A1B4) menghasilkan berat basah terkecil yaitu sebesar 0.20 gram/semai. Nisbah Pucuk Akar Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara berat kering pucuk dengan berat kering akar. Pertumbuhan tanaman yang normal dicirikan dengan nilai nisbah pucuk akar yang seimbang.
29
Tabel 20 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Nisbah Pucuk Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Sumber keragaman Ukuran Bibit Dosis Rootone - F Interaksi Galat Total
Db 1 3 3 232 239
Jumlah Kuadrat 5.93461500 3.00358833 0.14171500 88.52380000 97,60371833
Kuadrat F-hitung Tengah 5,93461500 15.55** 1.00119611 2.62 0.04723833 0.12 0.38156810
Pr > F 0.0001 0.0513 0.9460
Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 %
Hasil sidik ragam (Tabel 20) menunjukkan bahwa perlakuan ukuran bibit berpengaruh sangat nyata terhadap nilai nisbah pucuk akar, sedangkan dosis Rootone – F dan interaksinya tidak berpengaruh nyata. Tabel 21 Uji Duncan Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Nisbah Pucuk Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Perlakuan A1 (10 - 35 cm) A2 (36 - 60 cm)
Nisbah Pucuk Akar 2.50a 2.19b
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan
Uji Duncan (Tabel 21) menunjukkan bahwa ukuran bibit 10 – 35 cm berpengaruh sangat nyata terhadap nilai nisbah pucuk akar. Nilai nisbah pucuk akar tertinggi yaitu pada bibit yang berukuran 10 – 35 cm dengan nilai 2.50, sedangkan bibit yang berukuran 36 – 60 cm mempunyai nilai nisbah pucuk akar yang lebih kecil yaitu 2.19
30
Jumlah Akar Primer Tabel 22 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Akar Primer Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Sumber keragaman Ukuran Bibit Dosis Rootone - F Interaksi Galat Total
Db 1 3 3 232 239
Jumlah Kuadrat 0.15000000 0.95000000 0.48333333 54.40000000 55.98333333
Kuadrat F-hitung Tengah 0.15000000 0.64 0.31666667 1.35 0.16111111 0.69 0.23448276
Pr > F 0.4246 0.2588 0.5607
Hasil sidik ragam (Tabel 22) menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer. Semua kombinasi perlakuan menghasilkan jumlah akar primer yang sama yaitu satu akar primer pada setiap perlakuan (Lampiran 9). Jumlah Akar Sekunder Hasil sidik ragam (Tabel 23) menunjukkan bahwa perlakuan dosis Rootone – F berpengaruh nyata terhadap jumlah akar sekunder, sedangkan ukuran bibit dan interaksi tidak berpengaruh nyata. Tabel 23 Sidik Ragam Pengaruh Ukuran Bibit dan Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Akar Sekunder Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Sumber keragaman Ukuran Bibit Dosis Rootone - F Interaksi Galat Total
Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah 1 13.06666667 13.06666667 3 1556.98333333 518.99444444 3 288.73333333 96.24444444 232 38233.20000000 164.79827586 239 40091.98333333
F-hitung
Pr > F
0.08 0.7785 3.15* 0.0258 0.58 0.6260
Keterangan : * = Berbeda nyata pada taraf uji F 5 %
Uji Duncan (Tabel 24) menunjukkan bahwa dosis Rootone – F yang digunakan berpengaruh nyata terhadap jumlah akar sekunder. Dosis Rootone – F
31
yang dapat menghasilkan jumlah akar sekunder terbanyak yaitu 100 mg/semai (B3) dengan jumlah akar sekunder sebanyak 33 buah akar sekunder/semai. Tabel 24 Uji Duncan Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Akar Sekunder Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian Perlakuan B1 ( 0 mg/semai) B2 ( 50 mg/semai) B3 (100 mg/semai) B4 (150 mg/semai)
Jumlah akar Sekunder (Buah) 26.38b 32.15a 32.62a 28.82ab
Persentase Peningkatan (%) 21.87 23.65 9.25
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan
Gambar 10
Penampilan Akar Semai Cabutan Sentang Antara Pertumbuhan Terendah (A1B1) dan Tertinggi (A2B3).
32
← akar primer ← akar primer
← akar sekunder
← akar sekunder
(A)
(B)
Gambar 11 Arsitektur Akar. (A) Arsitektur Akar pada Semai yang Berukuran 10 – 35 cm (B) Arsitektur Akar pada Semai yang Berukuran 36 – 60 cm
Hubungan antara Dosis Rootone – F dan jumlah Akar Sekunder Berdasarkan hasil analisis regresi hubungan antara jumlah akar sekunder dan dosis Rootone – F diperoleh model persamaan Y = - 0.001X2 + 0.1591X + 26.432 dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.9989 (Gambar 12). Hal tersebut menunjukkan bahwa dosis Rootone – F optimum untuk meningkatkan jumlah akar sekunder adalah 100 mg/semai. Jika dosis Rootone – F ditingkatkan ( > 100 mg/semai) maka akan berakibat pada pengurangan jumlah akar sekunder.
Jumlah Akar Sekunder (Buah)
33
40 30 20
y = -0.001x2 + 0.1591x + 26.432 r = 0.9989
10 0 0
50
100
150
200
Dosis Rootone - F (mg)
Gambar 12 Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Akar Sekunder Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian.
Hubungan antara Dosis Rootone – F dan Berat Kering Akar Berdasarkan hasil analisis regresi hubungan antara berat kering akar dan dosis Rootone – F diperoleh model persamaan Y = - 2E-05X2 + 0.039X + 1.293 dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.8573 (Gambar 13). Hal tersebut menunjukkan bahwa dosis Rootone – F 100 mg/semai merupakan dosis yang paling baik untuk menghasilkan berat kering akar terbesar. Jika dosis Rootone – F ditingkatkan ( > 100 mg/semai) maka akan terjadi penurunan berat kering akar.
Berat Kering Akar (g)
1.6 1.5
1.4 1.3
y = -2E-05x 2 + 0.0039x + 1.293 r = 0.8573
1.2 0
50
100
150
200
Dosis Rootone - F (mg)
Gambar 13 Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Berat Kering Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian. Hubungan antara Jumlah Akar Sekunder dan Pertambahan Tinggi Berdasarkan hasil analisis regresi hubungan antara jumlah akar sekunder dengan pertambahan tinggi diperoleh model persamaan Y = 2.4957 + 0.4634X dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.9897 (Gambar 14). Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan jumlah akar sekunder akan meningkatkan pula pertambahan
34
tinggi semai yang disebabkan oleh peningkatan luas bidang serapan hara dan air. Dalam hal ini, semakin banyak jumlah akar sekunder maka akan diikuti kenaikan pertambahan tinggi.
Tinggi (cm)
20 15
y = 0.4634x + 2.4957 r = 0.9897
10 5 0 25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Jumlah Akar Sekunder (Buah)
Gambar 14
Pengaruh Jumlah Akar Sekunder terhadap Pertambahan Tinggi Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian
Hubungan antara Jumlah Akar Sekunder dan Berat Kering Total Berdasarkan hasil analisis regresi hubungan antara jumlah akar sekunder dan berat kering total diperoleh model persamaan Y = 0.1461X – 0.0547 dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.9075 (Gambar 15). Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan jumlah akar sekunder akan meningkatkan berat kering total. Dalam hal ini, semakin banyak jumlah akar sekunder maka akan diikuti
Berat Kering Total (g)
kenaikan berat kering total. 6 5 4 y = 0.1461x - 0.0547 r = 0.9075
3 2 1 0 25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Jumlah Akar Sekunder (Buah)
Gambar 15 Pengaruh Jumlah Akar Sekunder terhadap Berat Kering Total Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian
35
Pembahasan Pengaruh Dosis Rootone – F Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perlakuan dosis Rootone – F berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun serta berat kering pucuk dan berpengaruh nyata terhadap berat basah pucuk dan jumlah akar sekunder. Akar sebagai organ tanaman tumbuh secara geotropik, selain berfungsi sebagai penegak batang juga berperan sebagai organ penyerap hara dalam mendukung laju pertumbuhan (Hartman et al. 1990). Jumlah akar yang dihasilkan oleh setiap semai cabutan berbeda – beda. Jumlah akar menunjukkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara (Schuurman dan Goedewagen 1971). Seperti terlihat pada Tabel 23, dosis Rootone – F yang menghasilkan jumlah akar sekunder terbanyak (33 buah akar sekunder) diperoleh pada dosis 100 mg/semai. Percabangan akar pada bibit yang berukuran 10 – 35 cm tidak sebanyak percabangan akar yang terjadi pada bibit yang berukuran 36 – 60 cm (Gambar 11). Semakin banyak percabangan akar maka akan memperluas bidang serapan akar untuk menyerap unsur hara dan air. Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rootone – F. Rootone – F adalah salah satu jenis ZPT berbentuk serbuk yang berguna untuk merangsang , memperbanyak dan mempercepat pembentukan akar – akar baru. Rootone – F merupakan ZPT yang mudah diperoleh dan harganya relatif murah. Bahan yang terkandung dalam Rootone – F yaitu 1 Naphathalene acetamide (0.067 %), 2 Methyl – 1 – Naphathalene acetic acid (0.033 %), 2 Methyl – 1 – Naphathalene acetamide (0.013 %), Indole – 3 – Butyricacid (IBA) (0.057 %) dan Thiram (4.000 %). Soemomarto (1975) menjelaskan bahwa tiga senyawa yang memiliki inti Naphathalene berfungsi memperbanyak dan mendorong timbulnya suatu perakaran sedangkan satu senyawa aktif yang mengandung indole bermanfaat untuk memperbanyak dan mempercepat perakaran. Selain itu, Thiram berfungsi sebagai fungisida. IBA tergolong dalam kelompok auksin sintetik yang berperan dalam perpanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xylem dan floem, juga
36
pembentukan akar (Wattimena et al. 1992). Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), IBA dan NAA bersifat lebih baik dan efektif daripada IAA, karena IBA dan NAA lebih unggul dalam aktivitas perakaran. Hal ini dikarenakan kandungan kimia IBA dan NAA lebih stabil dan daya kerjanya lebih lama daripada IAA serta memberikan kemungkinan lebih berhasilnya pembentukan akar. Penggunaan ZPT pada tanaman akan efektif pada jumlah atau dosis yang tepat dan dalam jumlah yang sedikit. Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat merusak bagian yang terluka berupa pembelahan sel dan kalus yang berlebihan dan mencegah tunas dan akar, sedangkan konsentrasi di bawah optimum menjadi tidak efektif (Wudianto 1993), sehingga pembentukan primordia akar menjadi lebih lambat. Jumlah dan konsentrasi Rootone – F yang diberikan pada semai harus tepat agar waktu perakaran cepat dan menghasilkan sistem perakaran yang baik. Rootone – F yang digunakan pada semai cabutan Sentang sangat bermanfaat terutama dalam meningkatkan jumlah akar sekunder dan berat akar. Kemampuan suatu senyawa Rootone – F yang diberikan untuk merangsang pembentukan akar memiliki kekuatan untuk menembus dinding sel dan mempengaruhi kemampuan semai berakar. Apabila senyawa Rootone – F dapat memasuki dinding sel dengan baik maka proses pembentukan primordia akar dan akar berlangsung cepat (Prawiranata et al. 1981). Kandungan hormon endogen yang terdapat dalam bahan tanaman juga banyak membantu dalam proses pembentukan akar. Dalam hal ini, penambahan hormon eksogen untuk meningkatkan kinerja hormon endogen. Periodesitas pertumbuhan akar ditentukan oleh aktivitas tajuk dan kondisi tanah. Jika kedua kondisi tersebut baik, maka sistem akar dapat berkembang sepanjang tahun. Dalam kira – kira seminggu pembentukannya, akar menjadi berwarna coklat yang disebabkan oleh lapisan gabus yang biasanya diduga menghambat penyerapan dan kehilangan air. Ujung – ujung akar yang muncul dari akar yang berwarna coklat dan lebih tua biasanya berwarna putih tetapi mungkin juga merah berkilauan sampai berwarna kekuningan atau gelap. Warna akar tidak selalu menjadi ciri jenis, karena tergantung pada status hara semai (Hacskaylo 1962 dalam Daniel et al. 1987).
37
Akar muda mempunyai empat zone karakteristik anatomis berbeda : (1) penutup ujung akar, sel – sel parenkim seperti lendir berdinding tebal yang merupakan lapisan pelindung; (2) Meristem sub apikal yang merupakan titik tumbuh yang menghasilkan sel – sel semua jaringan akar primer lain; (3) zone pemanjangan; dan (4) zone pendewasaan, yang berkembang menjadi jaringan akar permanen yaitu epidermis, korteks dan stele (Kuntz 1973 dalam Daniel et al.1987). Akar – akar rambut terbentuk terus menerus dibelakang ujung akar dan berkembang menjadi sangat penting dalam penyerapan air. Ribuan akar rambut berkembang pada semai yang hanya berumur beberapa minggu dan terus menerus mengelupas dengan berkembangnya sistem akar (Karizumi 1974 dalam Daniel et al. 1987). Akar rambut terbentuk dari sel epidermis yang tumbuh memanjang menjadi akar semu yang berfungsi untuk menyerap unsur hara. Kemampuan semai untuk memproduksi akar baru tergantung pada kondisi iklim di persemaian, karakteristik genetis jenis, perlakuan pada semai sebelum dipindahkan, kondisi penyimpanan dan transportasi semai, kehati – hatian dalam penanaman dan lingkungan lokasi penanaman. Adapun faktor – faktor lingkungan tanah yang berpengaruh terhadap perkembangan akar yaitu (Daniel et al. 1987) : 1
Suhu Suhu rendah menghambat pertumbuhan metabolisme dan pendewasaan akar. Penyerapan air dan hara akan berkurang dan mungkin tidak mencukupi kebutuhan pucuk. Pada suhu rendah, air menjadi lebih pekat dan jaringan menjadi kurang permeabel. Pada suhu tinggi kecepatan respirasi yang naik mengurangi pertumbuhan akar. Aktivitas akar yang tidak efisien sebagai konsekuensi suhu tanah rendah biasanya dapat menjadi sebab kegagalan suatu jenis tumbuh sesudah penanaman.
2
Oksigen Derajat aerasi tanah adalah penting karena akar – akar semua pohon mulai bernafas secara anaerob pada saat konsentrasi oksigen menjadi minimal, yang menimbulkan produksi toksin seperti karbondioksida dan ethanol, penghentian pertumbuhan akar dan kematian akar.
38
3
Kesuburan Semakin subur tanah, perkembangan akar semakin besar dalam arti masa per unit volume, dan juga semakin tinggi penetrasi akar.
4
Rintangan mekanis Pertumbuhan akar dihalangi oleh tanah yang padat karena hambatan fisik langsung, aerasi lebih rendah dan kurang perkolasi air.
Pengaruh Ukuran Bibit Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran bibit berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel yang diamati kecuali jumlah akar primer dan sekunder. Ukuran bibit yang menghasilkan pertumbuhan dan biomassa terbaik yaitu bibit yang berukuran 36 – 60 cm. Pada uji coba penanaman bibit Shorea leprosula Miq pada alang –alang rapat ternyata bibit dengan ukuran 10 – 25 cm memiliki pertambahan tinggi dan diameter yang lebih kecil dibandingkan bibit yang berukuran 25 – 40 cm dan 40 – 60 cm (Kosasih 1984). Pengalaman di Filipina, bibit Casuarina equisetifolia yang tingginya antara 50 – 150 cm sangat mudah ditanam sebagai cabutan (Munez dan Nagpala 1983). Pertumbuhan diameter berpengaruh sangat nyata pada bibit yang berukuran 36 – 60 cm (Tabel 6) yang menghasilkan pertumbuhan diameter sebesar 0.07 cm atau meningkat 40 % dibandingkan dengan kontrol. Seluruh pertumbuhan batang terjadi selama 15 – 20 minggu, sampai musim panas dan karenanya sangat dipengaruhi oleh lingkaran dan produksi fotosintesa tahun yang berjalan (Daniel et al. 1987). Banyaknya jumlah daun pada bibit yang berukuran 36 – 60 cm dibandingkan dengan bibit yang berukuran 10 – 35 cm (Tabel 8) berhubungan dengan produktivitas fotosintesis yang terjadi pada organ tanaman ini. Semakin banyak dan luas permukaan daun maka produksi fotosintesis akan semakin besar. Selain tumbuhnya daun baru pada setiap semai, terjadi kerontokan daun tua pada bibit yang berukuran 36 – 60 cm. Hidayat (1995) menjelaskan bahwa daun – daun baru yang dibentuk akan menggantikan daun – daun yang sudah tua dan kapasitas fotosintesis dapat bertambah tergantung kepada alokasi bahan yang digunakan untuk membentuk organ ini.
39
Penyediaan karbohidrat oleh daun untuk pembentukan biomassa tanaman harus diimbangi aktivitas akar menyerap air dan unsur hara yang ditentukan oleh kuantitas akar dan efisiensi akar menyerap bahan tanaman tersebut. Unsur hara tersebut akan diangkut ke bagian atas sampai ke daun tanaman bersama dengan aliran transpirasi. Gula yang disintesis dari bagian atas tanaman terutama sukrosa akan disebarkan ke bagian lain tanaman (Sitompul dan Guritno 1995). Peningkatan berat kering semai menunjukkan bahwa perkembangan sel – sel jaringan berjalan dengan cepat dan memiliki produktivitas yang tinggi. Perkembangan
sel – sel jaringan ini berhubungan erat dengan fotosintesis yang
terjadi pada kebanyakan tanaman berhijau daun. Menurut Suhariyono (1995), berat kering semai menggambarkan kemampuan semai untuk melakukan fotosintesis selama pertumbuhan dan perakarannya berkembang dengan baik sehingga penyerapan unsur hara berjalan lancar begitu pula proses fotosintesis berjalan baik dan menghasilkan karbohidrat yang lebih banyak sehingga dapat meningkatkan berat kering semai. Pengaruh Interaksi Dosis Rootone – F dan Ukuran Bibit Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis Rootone – F dan ukuran bibit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap seluruh variabel yang diamati. Tidak nyatanya interaksi menunjukkan bahwa respon dari suatu faktor tidak berubah pada kondisi faktor yang lain. Hal ini karena hormon Rootone – F hanya bekerja di awal untuk induksi akar – akar baru. Pertumbuhan hanya menunjukkan efek dari pertambahan jumlah akar baru yang terbentuk. Pertumbuhan tinggi terbaik terdapat pada kombinasi perlakuan ukuran bibit 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai (A2B3) yang menghasilkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 10.43 cm sedangkan pertumbuhan tinggi terendah yaitu 6.39 cm terdapat pada perlakuan ukuran bibit 10 – 35 cm dengan dosis Rootone – F 0 mg/semai (Tabel 4). Pucuk bertambah panjang sebagai akibat perkembangan primordia yang biasanya dalam keadaan dorman selama periode dalam kuncup. Pemanjangan kuncup berasal dari pembentukan dan pemanjangan bersama – sama unit batang baru. Jumlah unit batang dapat ditentukan dengan menghitung daun. Sekitar 90 % dari seluruh
40
pertumbuhan tinggi terjadi selama periode 6 – 9 minggu. Pertumbuhan yang cepat ini tergantung pada jumlah unit batang yang ada dalam kuncup dan luasnya cadangan karbohidrat yang tersimpan. Kondisi musim berpengaruh terhadap penyimpanan karbohidrat, jumlah pembentukan primordia dan pertumbuhan tinggi selanjutnya (Daniel et al. 1987). Nisbah pucuk akar (NPA) merupakan faktor penting dalam pertumbuhan yang mencerminkan perbandingan antara kemampuan penyerapan air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman (Kramer dan Kozlowski 1960). Nilai NPA mempunyai arti penting dalam evapotranspirasi tanaman. Tanaman dengan nilai NPA besar berarti laju transpirasinya lebih besar dibandingkan kemampuannya akan menyerap air. Pertumbuhan dan kemampuan hidup semai terbaik umumnya terjadi pada nisbah pucuk akar 1 sampai 4 (Baker 1950). Pada penelitian ini NPA terbesar
yaitu 2.62 terdapat pada perlakuan
ukuran bibit 10 – 35 cm dan dosis Rootone – F 100 mg/semai (A1B3), sedangkan NPA terkecil yaitu 1.99 terdapat pada perlakuan ukuran bibit 36 – 60 cm dan dosis Rootone – F 0 mg/semai (A2B1) Pertumbuhan tanaman yang normal dicirikan oleh nilai pucuk akar yang seimbang. Nilai NPA yang tinggi menunjukkan bahwa pada bagian pucuk mempunyai pertumbuhan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan pertumbuhan bagian bawah/akar, karena kelebihan pertumbuhan pada salah satu bagian tanaman akan merugikan tanaman itu sendiri. Tanaman yang memiliki berat kering pucuk jauh lebih tinggi dari berat kering akar, maka tanaman tersebut tampak lemah dan mudah roboh, begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini, antara batang dan akar harus saling mendukung. Akar berfungsi sebagai pemasok unsur hara sedangkan daun melakukan proses fotosintesis yang hasilnya sama – sama dimanfaatkan oleh seluruh bagian tanaman tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Cleary et al. (1978) dalam Hendromono (1987) yang menyatakan bahwa bibit yang batangnya tinggi, diameternya besar dan nisbah pucuk akarnya rendah mempunyai daya tahan hidup tinggi pada kondisi lapang yang kurang baik. Semai cabutan yang digunakan dalam penelitian ini telah kehilangan sebagian akarnya karena tertinggal dalam tanah ketika dicabut dan telah dipotong karena akar tersebut rusak atau patah. Semai yang dipotong akarnya cenderung
41
memperlambat pertumbuhan pucuk dan merangsang perkembangan sistem akar yang berserabut lebih lebat. Semai – semai yang direnggut akarnya mengembangkan rasio pucuk akar lebih seimbang yang menaikkan keberhasilan penanaman di lapangan (Daniel et al. 1987). Berdasarkan hasil analisis regresi hubungan antara jumlah akar sekunder dengan pertambahan tinggi diperoleh model persamaan Y = 2.4957 + 0.4634X dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.9897 (Gambar 14). Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan jumlah akar sekunder akan meningkatkan pula pertambahan tinggi semai yang disebabkan oleh peningkatan luas bidang serapan hara dan air. Dalam hal ini, semakin banyak jumlah akar sekunder maka akan diikuti kenaikan pertambahan tinggi. Hasil analisis regresi hubungan antara jumlah akar sekunder dan berat kering total mendapatkan model persamaan Y = 0.1461X – 0.0547 dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.9075 (Gambar 15). Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan jumlah akar sekunder akan meningkatkan berat kering total. Semakin banyak jumlah akar sekunder maka akan diikuti kenaikan berat kering total. Hasil analisis regresi hubungan antara jumlah akar sekunder dan berat kering total yang diperoleh sesuai dengan pernyataan Sitompul dan Guritno (1995) yaitu bahwa semakin banyak akar maka semakin tinggi hasil tanaman. Akar yang telah berkembang dan membentuk percabangan yang lebih banyak dapat mensuplai serapan hara dan air sehingga dapat meningkatkan biomassa. Perakaran yang cenderung lebih banyak diharapkan akan dapat meningkatkan katahanan pertumbuhan semai di lapangan. Untuk penanaman di lapangan, diperlukan tinggi yang cukup agar bibit mendapat sinar matahari untuk fotosintesis. Bibit tersebut juga harus mempunyai diameter yang cukup agar dapat berdiri dengan kokoh, serta mempunyai perakaran yang cukup agar dapat memberikan air dan unsur hara untuk pertumbuhannya (Bunting 1980 dalam Hendromono 1987).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1
Pemberian Rootone – F pada semai cabutan Sentang (Melia excelsa Jack.) mampu meningkatkan pertumbuhan Sentang terutama terhadap jumlah daun, berat basah pucuk, berat kering pucuk dan jumlah akar sekunder.
2
Semai cabutan Sentang yang berukuran 36 – 60 cm mampu meningkatkan pertumbuhan terhadap semua variabel yang diamati kecuali jumlah akar primer dan sekunder apabila dibandingkan dengan semai yang berukuran 10 – 35 cm.
3
Semai cabutan Sentang yang berukuran 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai merupakan perlakuan yang paling baik untuk kegiatan produksi bibit Sentang melalui cabutan.
Saran 1
Perlu dilakukan penelitian mengenai penanaman cabutan dengan akar telanjang di lapangan.
2
Untuk kegiatan produksi bibit, disarankan untuk menggunakan bibit yang berukuran besar (36 – 60 cm) dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z. 1983. Dasar – dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung : Angkasa. Al Rasyid H, Marfuah, Wijayakusumah H dan Hendarsyah D. 1991. Vademikum Dipterocarpaceae. Jakarta : Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Baker FS. 1950. Principles of Silviculture. New York : McGraw Hill Book Company. Daniel TW, Helms JA dan Baker FS. 1987. Prinsip – prinsip Silvikultur. Marsono D, penerjemah, Soeseno OH, editor. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari Principles of Silviculture. Departemen Kehutanan. 1987. Pedoman Penggunaan Hormon Tumbuh Akar pada Pembibitan Beberapa Tanaman Kehutanan. Jakarta : Departemen Kehutanan. Ernayati dan Rayan. 1996. Penerapan Sistem Cabutan dan Perkecambahan Benih pada Anggerung, Perupuk dan Mahang. Buletin Penelitian Kehutanan Samarinda 9(2): 62 – 74. Hartmann HT. and Kester DE. 1983. Plant Propagation : Principles and Practices. New Jersey : Prentice Hall International Inc. Englewood Cliff. Hendromono. 1987. Pertumbuhan dan Mutu Bibit Acacia mangium Willd, Eucalyptus deglupta Blume pada Tujuh Macam Medium yang Diberi Kapur [Tesis]. Bogor : Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Joker D. 2002. Informasi Singkat Benih No. 18 Azadirachta excelsa (Jack.) M. Jacobs [seed leaflet]. Bandung : Indonesia Forest Seed Project. Kijkar S. 1996. Azadirachta excelsa (Jack.) Jacob. Http://www. evergreen. edu/ library/govdocs/pdf/usda/aghandbooks/721/species/azadirachta-excelsa pdf # search=’melia%20excelsa’.[17 Desember 2005] Kramer PJ and Kozlowski TT. 1960. Physiology of Trees. New York : McGraw Hill Book Company. Kosasih DS. 1984. Pengaruh alang – alang (Imperata cylindrica L. Beauv) terhadap Pertumbuhan Anakan Shorea leprosula Miq. Di Persemaian PT. Suka Jaya Makmur Ketapang [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kusumo. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Jakarta : CV. Yasaguna.
44
Kusumo AS. 2003. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F dan NAA Terhadap Keberhasilan Tumbuh Stek Manglid (Magnolia blumei Prantl.) [Skripsi] . Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Lemmens RHMJ, Soerianegara I and Wong WC, editor.1995. Plant Resources of South – East Asia No. 5(2). Timber trees : minor commercial timbers. Bogor : Yayasan PROSEA. Leppe D. 1993. Sistem cabutan Hopea nervosa King’s dan Pertumbuhannya di Bawah Hutan Bekas Kebakaran. Jurnal Penelitian Hutan Tropika Samarinda 6(2):1 – 8. Mattjik AA dan Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. Bogor : IPB Press. Murbandono HS. 1994. Membuat Kompos. Jakarta : Penebar Swadaya. Munez PS and Nagpala LG. 1983. Bareroot Agoho Wildlings, Succesful Growth in San Jose Occidental Mindoro. Canopy Intern 9(4) : 8 – 9 . Nadiroh. 2003. Pertumbuhan Stek Pucuk Sentang (Azadirachta excelsa Jack.) pada Berbagai Dosis Rootone – F dan Jenis Media [Skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Napitupulu B dan Supriana N. 1987. Percobaan Pendahuluan Penggunaan Hormon pada Anakan Meranti Batu (Shorea platyclados V. Sl.) di Purba Tongah, Sumatera Utara [Laporan Penelitian]. Pematang Siantar : Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar. Prawira SA dan Oetja, editor. 1978. Pengenalan Jenis – jenis Pohon Ekspor Serie ke VIII. Bogor : Lembaga Penelitan Hutan. Prawiranata W, Said H, Tjondronegore P. 1981. Dasar – dasar Fisiologi Tumbuhan. Bogor : Departemen Botani. Prihatin DSH. 2000. Pertumbuhan Stek Pucuk dan Stek Batang Kepuh (Sterculia foetida Linn.) pada Berbagai Media dan Dosis Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Rochiman K dan Harjadi SS.1973. Pembiakan Vegetatif. Bogor : Departemen Agronomi, Institut Pertanian Bogor. Schuurman JJ and Goedewagen AJ .1971. Methodes for Examination of Root System and Roots. Center for Agriculture Publishing and Documentation.
45
Setiadi Y. 1983. Pengaruh Pemberian Pupuk NPK dan Hormon Penumbuh Terhadap Pertumbuhan Puteran, Cabutan dan Stump Anakan Meranti (Shorea pinanga) di Persemaian Kampus IPB Darmaga [Laporan penelitian]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Smits
WTM. 1986. Pedoman Sistim Cabutan Samarinda : Balai Penelitian Kehutanan Samarinda.
Dipterocarpaceae.
Seomomarto S. 1975. Penanaman Stump Karet dengan Hormon Akar [Laporan Penelitian]. Salatiga . Soetarno H, Hidayati N, Roemantyo, Purba YS, Utami NW dan Suwarya N. 2000. Teknik Produksi Bibit Pohon Hutan. Bogor : Yayasan PROSEA. Suhariyono. 1995. Pengaruh Dosis NPK terhadap Pertumbuhan Anakan Matoa (Pometia pinnata Forst) [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Wattimena GA, Gunawan LW, Mattjik NA, Syamsudin E, Wiendi NMA, Ernawati A, Abidin SA, editor . 1992. Bioteknologi Tanaman. Bogor : Pusat Antar Universitas IPB. Wudianto R. 1993. Pembuatan Stek, Cangkok dan Okulasi. Jakarta : Penebar Swadaya. Zakaria M, Hock OT dan Ahmad MF. 2001. Perladangan Sentang : mengatasi masalah silvikultur dan perosak. FRIM technical information 67:1 – 17. Zuhaidi YA and Noor MM. 2000. A Manual for Forest Plantation Establishment in Malaysia. Malayan Forest Records 45:199 – 204.
46
LAMPIRAN
47
Lampiran 1 Pertambahan Tinggi (cm) Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rerata
A1B1 5.0 4.3 4.8 5.3 7.5 5.0 5.5 3.8 5.0 4.5 5.9 10.3 2.7 4.8 8.1 6.8 8.6 7.3 2.2 6.5 5.3 7.7 5.9 4.2 7.6 22.3 6.1 3.9 8.9 5.8 6.39
A1B2 11.5 9.5 5.3 5.4 13.9 6.8 6.0 7.2 5.5 14.7 8.2 6.9 9.7 6.8 5.7 8.5 7.5 6.6 6.4 6.6 12.3 13.7 5.5 5.9 9.4 12.3 5.6 5.5 14.1 11.0 8.47
Perlakuan A1B3 A1B4 A2B1 9.2 8.6 8.0 7.7 5.7 12.8 6.7 5.5 8.8 5.5 4.0 7.8 6.6 5.2 11.7 10.0 3.5 5.4 7.3 7.5 12.9 9.2 6.5 4.5 11.9 4.0 7.1 11.7 5.7 8.1 7.3 5.3 7.4 4.9 6.7 6.5 6.0 4.8 3.9 5.3 6.6 11.6 8.3 4.3 6.0 7.2 7.0 5.8 5.4 4.5 10.2 5.2 4.4 8.5 6.9 7.8 7.2 6.2 8.0 11.1 4.9 4.2 7.4 5.7 16.6 18.7 6.8 4.3 8.7 5.9 5.4 7.7 6.7 14.6 6.5 8.5 5.7 11.4 5.8 6.4 9.0 6.2 4.5 6.0 8.6 6.8 6.4 15.0 8.9 4.2 7.42 6.43 8.38
A2B2 6.0 14.5 4.4 11.7 0.9 6.9 5.9 5.0 12.3 14.6 4.0 10.2 8.3 4.7 7.6 8.3 10.8 12.2 7.0 12.1 5.8 11.6 8.2 18.5 5.2 10.4 9.4 10.2 9.3 4.8 8.69
A2B3 12.8 11.3 7.6 8.3 8.8 8.2 10.2 7.7 7.2 9.3 9.6 8.5 11.6 11.5 10.3 11.4 7.8 7.7 8.1 15.0 16.9 6.9 7.6 6.5 15.7 11.3 23.4 7.4 16.1 8.2 10.43
A2B4 12.2 9.5 12.5 16.0 5.1 7.1 6.8 14.5 3.2 13.8 12.4 10.6 10.6 14.1 3.4 15.0 8.9 4.7 10.2 10.1 4.8 5.9 9.9 7.6 9.8 8.2 10.5 4.2 11.7 7.8 9.37
48
Lampiran 2 Diameter (cm) Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rerata
A1B1 0.05 0.05 0.02 0.06 0.04 0.02 0.06 0.04 0.01 0.02 0.02 0.05 0.01 0.03 0.08 0.06 0.05 0.07 0.03 0.05 0.04 0.04 0.06 0.03 0.06 0.13 0.04 0.02 0.05 0.04 0.04
A1B2 0.10 0.04 0.04 0.01 0.06 0.02 0.02 0.05 0.03 0.06 0.06 0.07 0.08 0.07 0.12 0.09 0.12 0.05 0.06 0.04 0.05 0.05 0.03 0.06 0.10 0.06 0.05 0.06 0.06 0.06 0.06
A1B3 0.05 0.07 0.05 0.04 0.07 0.04 0.04 0.05 0.04 0.09 0.06 0.05 0.05 0.04 0.05 0.06 0.05 0.04 0.04 0.05 0.05 0.04 0.06 0.05 0.07 0.05 0.04 0.05 0.05 0.11 0.05
Perlakuan A1B4 A2B1 0.09 0.12 0.07 0.13 0.03 0.01 0.06 0.08 0.05 0.05 0.05 0.02 0.07 0.08 0.09 0.07 0.06 0.09 0.04 0.09 0.10 0.09 0.07 0.11 0.05 0.09 0.10 0.06 0.06 0.12 0.08 0.10 0.04 0.10 0.04 0.07 0.08 0.02 0.07 0.10 0.06 0.06 0.08 0.12 0.05 0.06 0.06 0.01 0.06 0.07 0.04 0.05 0.06 0.04 0.03 0.08 0.05 0.03 0.06 0.02 0.06 0.07
A2B2 0.07 0.09 0.08 0.15 0.11 0.07 0.11 0.04 0.05 0.09 0.04 0.08 0.05 0.08 0.07 0.04 0.08 0.09 0.10 0.03 0.04 0.08 0.10 0.07 0.05 0.06 0.07 0.08 0.07 0.05 0.07
A2B3 0.06 0.09 0.05 0.10 0.08 0.08 0.09 0.05 0.07 0.06 0.09 0.08 0.09 0.09 0.08 0.08 0.09 0.05 0.08 0.10 0.07 0.05 0.06 0.06 0.08 0.10 0.08 0.05 0.06 0.06 0.07
A2B4 0.08 0.07 0.09 0.08 0.06 0.09 0.07 0.09 0.04 0.06 0.09 0.07 0.06 0.10 0.07 0.09 0.12 0.07 0.07 0.06 0.06 0.06 0.07 0.05 0.09 0.10 0.07 0.07 0.07 0.08 0.08
49
Lampiran 3
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rerata
Jumlah Daun (helai) Baru Semai Cabutan Umur 4 Bulan di Persemaian
A1B1 5 6 5 4 5 5 5 6 5 6 5 5 5 4 5 6 5 9 4 4 5 4 5 4 5 5 5 4 5 5 5.03
A1B2 5 6 5 5 5 5 5 5 5 5 6 6 4 5 5 7 6 5 7 5 5 5 6 4 5 5 9 5 6 5 5.40
Perlakuan A1B3 A1B4 A2B1 5 4 6 5 6 6 6 4 7 5 4 6 5 5 5 5 4 5 5 5 6 5 6 6 6 4 6 5 5 8 5 5 7 4 8 6 5 5 6 6 7 7 6 5 5 7 5 8 4 5 5 6 6 6 7 4 5 6 4 7 6 5 6 6 5 6 4 5 6 4 6 6 5 4 6 4 7 6 5 5 5 6 5 6 6 6 6 6 5 7 5.33 5.13 6.10
A2B2 5 7 6 7 6 5 6 6 5 7 7 8 6 6 7 7 5 7 5 7 6 6 6 5 7 7 5 6 6 7 6.20
A2B3 7 6 6 6 6 7 8 6 8 7 9 7 8 5 8 5 8 6 6 6 12 6 7 8 8 7 7 6 6 7 6.97
A2B4 7 5 6 8 3 6 6 7 6 6 9 6 7 6 5 6 8 6 5 7 6 5 5 6 7 5 6 5 6 8 6.13
50
Lampiran 4 Berat Basah Pucuk (gram) Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rerata
A1B1 1.51 1.68 1.41 1.11 1.98 2.45 1.97 1.36 1.95 1.09 1.00 2.05 1.02 1.30 2.95 2.07 1.29 2.13 0.56 1.59 2.08 2.49 1.81 0.69 1.69 8.16 2.70 1.44 2.17 2.09 1.93
A1B2 4.23 2.31 1.85 1.67 5.17 1.26 1.18 3.58 1.95 5.32 3.47 2.30 1.76 1.61 3.82 2.84 2.50 2.69 3.26 3.73 2.89 3.52 1.79 2.50 4.24 2.95 2.99 3.26 3.94 3.29 2.93
Perlakuan A1B3 A1B4 3.42 1.35 2.10 1.99 0.81 1.44 1.69 1.28 2.94 1.38 1.15 1.24 1.33 2.98 3.18 2.70 1.10 1.30 0.99 5.89 1.74 3.41 2.75 1.43 4.42 2.90 4.61 1.23 2.04 2.22 2.91 1.52 0.73 1.24 2.09 1.96 4.22 1.24 4.78 1.63 2.26 1.27 6.19 1.83 1.11 2.38 1.86 1.21 6.47 2.02 1.19 2.29 1.43 1.39 0.72 1.78 1.47 2.24 2.71 2.23 2.48 1.97
A2B1 3.46 3.37 7.97 8.87 2.13 4.49 9.33 12.26 2.83 12.44 5.90 3.98 13.08 17.08 3.28 8.70 4.74 8.68 3.76 8.69 4.44 3.32 6.32 6.58 5.90 10.53 6.26 7.36 9.75 7.02 7.08
A2B2 9.46 11.62 5.29 9.37 7.65 7.21 11.08 6.63 5.79 7.03 6.06 6.23 4.61 11.46 7.15 5.19 8.01 8.40 7.00 8.21 4.25 11.02 7.52 5.25 7.17 10.09 8.09 4.45 11.96 5.20 7.62
A2B3 7.67 16.78 6.520 11.15 2.08 7.45 11.62 7.20 14.79 13.23 5.34 10.10 9.95 5.46 10.15 8.51 8.85 11.15 13.59 8.94 8.09 8.35 6.08 11.68 5.72 10.40 10.13 8.78 10.16 9.33 9.31
A2B4 10.60 5.89 6.51 13.58 5.66 3.82 6.10 3.24 3.62 8.50 14.01 4.37 5.87 5.51 5.56 10.5 10.85 6.68 2.14 15.46 17.19 2.60 2.92 4.56 13.37 7.63 13.49 4.31 11.67 4.96 7.71
51
Lampiran 5 Berat Basah Akar (gram) Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rerata
A1B1 0.44 0.59 0.52 0.27 0.52 0.25 0.61 0.98 0.32 1.22 0.82 0.50 0.72 0.62 0.69 0.67 0.51 0.55 0.39 0.50 0.58 0.33 1.07 0.44 0.75 0.58 0.60 0.73 0.69 0.84 0.61
A1B2 1.48 0.72 0.84 0.85 2.26 0.68 0.50 1.36 0.65 1.67 1.43 1.21 0.86 0.65 0.88 1.31 2.38 1.26 1.36 1.10 1.03 1.24 0.84 0.66 1.47 0.37 0.66 1.18 1.27 1.04 1.11
Perlakuan A1B3 A1B4 A2B1 1.53 0.63 2.91 0.45 0.72 2.47 0.55 0.69 3.87 0.62 0.30 5.47 0.56 0.49 0.81 0.63 1.04 1.26 0.52 1.23 4.18 0.97 0.50 9.32 0.70 0.67 1.22 0.60 0.48 3.47 0.94 0.48 2.77 0.86 2.30 1.85 0.97 0.32 4.98 1.67 0.67 9.54 0.70 1.10 1.77 0.98 1.16 3.57 0.31 0.28 1.34 1.57 0.69 3.92 1.16 0.45 1.72 2.15 0.53 3.56 0.89 0.75 2.54 1.96 1.01 1.67 0.30 1.09 1.91 0.66 0.37 3.67 2.82 0.70 1.90 0.58 3.14 6.26 0.53 0.98 2.08 0.42 0.46 4.28 0.53 1.37 3.17 0.86 0.59 2.94 0.93 0.84 3.35
A2B2 4.01 4.73 1.47 4.42 4.06 1.15 5.29 1.87 1.78 3.74 2.23 1.78 1.66 3.58 2.95 1.67 6.97 5.77 3.22 3.08 2.02 3.04 4.02 5.87 2.84 3.79 2.15 3.96 6.92 2.61 3.42
A2B3 3.09 0.59 2.17 4.34 1.12 2.29 3.60 2.60 7.63 4.22 2.30 3.06 3.75 1.85 7.00 4.65 3.43 3.14 3.96 4.66 4.83 4.61 1.79 4.70 2.59 3.21 3.39 5.15 3.53 7.64 3.70
A2B4 5.75 1.69 2.38 11.42 2.85 2.34 4.89 0.68 0.92 4.33 6.17 1.89 1.74 1.76 2.09 5.10 5.68 2.33 0.79 6.35 7.47 0.88 1.61 2.82 6.01 2.15 5.95 3.05 5.07 1.63 3.59
52
Lampiran 6 Berat Kering Pucuk (gram) Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rerata
A1B1 0.36 0.48 0.42 0.29 0.48 0.77 0.70 0.33 0.48 0.32 0.25 1.54 0.29 0.41 0.81 0.70 0.36 0.55 0.16 0.41 0.59 0.71 0.51 0.18 0.44 2.36 0.70 0.39 0.84 0.54 0.58
A1B2 1.10 0.60 0.45 0.37 1.41 0.30 0.25 0.97 0.58 1.65 0.92 0.60 0.47 0.43 0.91 0.87 0.78 0.80 0.81 1.06 0.70 1.00 0.45 0.66 1.17 0.75 0.84 0.76 1.02 0.84 0.78
Perlakuan A1B3 A1B4 A2B1 1.01 0.35 1.13 0.54 0.51 0.91 0.21 0.40 2.41 0.45 0.32 2.62 0.75 0.34 0.61 0.29 0.26 1.19 0.36 0.78 2.12 0.83 0.89 4.16 0.28 0.33 0.77 0.27 1.26 3.10 0.55 0.87 1.68 0.78 0.27 1.20 1.20 0.75 2.66 1.33 0.16 5.04 0.53 0.53 0.82 0.77 0.39 2.32 0.18 0.34 1.31 0.50 0.52 2.35 1.05 0.31 0.98 1.29 0.44 2.33 0.65 0.26 1.24 1.65 0.44 0.98 0.30 0.75 1.66 0.47 0.22 1.80 1.90 0.56 1.67 1.15 0.64 2.89 0.47 0.31 1.41 0.24 0.48 1.86 0.38 0.55 2.83 0.72 0.66 2.33 0.70 0.50 1.95
A2B2 2.80 3.26 1.47 2.75 2.48 2.07 3.06 1.83 1.81 1.96 1.75 1.55 1.22 3.2 2.04 1.44 3.59 2.19 1.94 2.07 1.10 3.22 2.64 1.26 1.98 2.99 2.81 1.39 3.64 1.63 2.24
A2B3 2.18 5.23 2.04 3.59 0.69 1.87 2.88 2.30 5.48 3.71 1.56 2.80 3.16 1.48 3.21 2.51 2.67 3.10 3.77 2.54 2.22 2.74 1.70 3.52 1.77 2.62 2.62 2.60 2.71 2.80 2.74
A2B4 3.31 1.50 1.68 4.32 1.57 1.21 1.88 0.93 0.95 2.41 4.09 1.20 1.67 1.48 1.72 2.80 2.84 2.0 0.56 4.66 4.84 0.71 0.89 1.18 4.01 2.10 4.01 1.22 3.56 1.50 2.23
53
Lampiran 7 Berat Kering Akar (gram) Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rerata
A1B1 0.15 0.20 0.20 0.11 0.18 0.37 0.27 0.18 0.19 0.16 0.13 0.76 0.09 0.24 0.42 0.27 0.12 0.16 0.09 0.16 0.25 0.34 0.27 0.08 0.25 0.84 0.26 0.18 0.31 0.21 0.25
A1B2 0.40 0.18 0.15 0.27 0.75 0.17 0.16 0.34 0.23 0.51 0.49 0.31 0.17 0.16 0.30 0.35 0.63 0.31 0.31 0.36 0.24 0.29 0.23 0.27 0.34 0.42 0.29 0.29 0.35 0.26 0.32
Perlakuan A1B3 A1B4 A2B1 0.36 0.17 0.94 0.19 0.17 0.68 0.10 0.24 1.03 0.18 0.11 1.85 0.24 0.11 0.23 0.13 0.09 0.48 0.12 0.30 0.99 0.26 0.27 2.84 0.12 0.12 0.33 0.13 0.42 1.56 0.30 0.35 0.98 0.24 0.13 0.56 0.43 0.35 1.48 0.57 0.13 2.73 0.21 0.22 0.47 0.31 0.16 0.91 0.10 0.14 0.49 0.41 0.17 1.80 0.47 0.12 0.45 0.69 0.21 0.87 0.23 0.18 0.65 0.63 0.13 0.52 0.11 0.36 0.68 0.20 0.09 1.19 0.81 0.19 0.57 0.2 0.19 1.83 0.14 0.13 1.36 0.11 0.28 1.16 0.11 0.22 1.27 0.29 0.30 0.85 0.28 0.20 1.06
A2B2 1.31 1.55 0.44 1.30 1.83 1.30 1.52 0.65 0.68 1.15 0.82 0.77 0.62 1.31 1.02 0.58 1.94 1.52 0.82 0.97 0.94 0.96 1.09 0.40 0.65 0.95 0.62 1.20 2.16 0.65 1.06
A2B3 0.79 2.23 0.88 1.51 0.57 0.83 1.37 0.68 2.60 0.96 0.68 1.09 1.57 0.60 2.20 1.26 0.93 1.02 1.46 1.64 1.27 1.22 0.62 1.35 0.75 1.14 1.17 1.50 0.98 2.14 1.23
A2B4 1.61 0.56 0.72 3.45 0.76 0.59 1.50 0.43 0.33 1.50 2.16 0.61 0.53 0.48 0.61 1.40 1.99 0.88 0.27 2.26 2.68 0.26 0.64 1.03 1.71 0.78 1.80 1.14 1.84 0.40 1.16
54
Lampiran 8
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rerata
Nilai Nisbah Pucuk Akar (NPA) Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian
A1B1 2.40 2.40 2.10 2.64 2.67 2.08 2.60 1.83 2.53 2.00 1.92 2.02 3.22 1.71 1.93 2.60 3.00 3.43 1.78 2.56 2.36 2.09 1.89 2.25 1.76 2.81 2.69 2.17 2.71 2.57 2.38
A1B2 2.75 3.33 3.00 1.37 1.88 1.76 1.56 2.85 2.52 3.23 1.88 1.94 2.76 2.69 3.03 2.48 1.24 2.58 2.61 2.94 2.92 3.45 1.96 2.44 3.44 1.79 2.90 2.62 2.91 3.23 2.54
Perlakuan A1B3 A1B4 A2B1 2.81 2.16 1.20 2.84 3.00 1.34 2.10 1.67 2.34 2.50 2.91 1.42 3.13 3.10 2.65 2.23 2.89 2.48 3.00 2.60 2.14 3.19 3.30 1.46 2.33 2.75 2.33 2.08 3.00 1.99 1.83 2.49 1.71 3.25 2.08 2.14 2.79 2.14 1.80 2.33 1.23 1.85 2.52 2.41 1.74 2.48 2.44 2.55 1.80 2.43 2.67 1.22 3.06 1.31 2.23 2.58 2.18 1.87 2.10 2.68 2.83 1.44 1.91 2.62 3.38 1.88 2.73 2.08 2.44 2.35 2.44 1.51 2.35 2.95 2.93 5.75 3.37 1.58 3.36 2.38 1.04 2.18 1.71 1.60 3.45 2.50 2.23 2.48 2.20 2.74 2.62 2.49 1.99
A2B2 2.14 2.10 3.34 2.12 1.36 1.59 2.01 2.82 2.66 1.70 2.13 2.01 1.97 2.44 2.00 2.48 1.85 1.44 2.36 2.13 1.17 3.35 2.42 3.15 3.05 3.15 4.53 1.16 1.69 2.51 2.29
A2B3 2.76 2.35 2.32 2.38 1.21 2.25 2.10 3.38 2.11 3.86 2.29 2.57 2.01 2.47 1.46 1.99 2.87 3.04 2.58 1.55 1.75 2.25 2.74 2.61 2.36 2.30 2.24 1.73 2.77 1.31 2.32
A2B4 2.06 2.68 2.33 1.25 2.07 2.05 1.25 2.16 2.88 1.61 1.89 1.97 3.15 3.08 2.82 2.00 1.43 2.27 2.07 2.06 1.81 2.73 1.39 1.15 2.35 2.69 2.23 1.07 1.93 3.75 2.14
55
Lampiran 9
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rerata
Jumlah Akar Primer Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian
A1B1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 1.27
A1B2 3 1 1 1 2 3 2 1 2 2 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1.43
Perlakuan A1B3 A1B4 A2B1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 2 1.17 1.20 1.17
A2B2 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 3 1 1 2 2 1 1.27
A2B3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 2 1 1 3 1 1.23
A2B4 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1.20
56
Lampiran 10 Jumlah Akar Sekunder Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rerata
A1B1 27 38 22 10 33 19 36 23 24 24 17 45 22 57 29 21 42 22 17 13 15 29 23 11 12 58 33 18 57 18 27.17
A1B2 63 28 26 29 56 48 21 10 36 58 30 22 40 54 35 35 43 34 27 30 23 28 30 20 17 48 25 28 22 48 33.80
A1B3 27 28 32 27 19 46 24 23 29 22 45 31 35 33 25 30 35 52 45 27 52 32 49 24 22 35 33 29 36 25 32.40
Perlakuan A1B4 A2B1 48 20 21 36 18 25 17 31 48 11 14 11 22 21 13 27 22 19 25 30 23 12 18 30 29 16 28 17 18 15 16 29 19 52 18 19 28 31 62 26 24 37 53 23 18 17 16 21 73 39 23 29 23 19 14 41 22 24 53 40 27.53 25.60
A2B2 61 25 57 38 27 34 43 13 31 37 15 12 11 14 46 19 44 33 38 11 35 28 33 37 23 15 36 40 48 11 30.50
A2B3 38 42 25 52 28 31 24 42 27 23 28 21 29 23 29 35 30 28 32 47 20 28 39 23 72 42 32 28 42 25 32.82
A2B4 31 28 67 58 37 33 19 35 36 33 42 18 41 30 10 37 20 10 52 40 22 13 10 37 27 17 20 12 17 51 30.10