PENGARUH DOSIS PUPUK ORGANIK CAIR DAN MACAMTANAH TERHADAP PERTUMBUHANAWAL MAHKOTA DEWA (Phalleria macrocorpa) THE DOSAGE EFFECT OF LIQUID ORGANIC MANURE AND SOIL KIND TO GROWTH EARLY CROWN DEITY PLANT MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocorpa) K. Dwi Catur Oktrianti1), Rejeki Agustinah2), Teguh Supryadi3) ABSTRACK The research are aimed to: (1) Analyze the dosage effect of liquid organic manure to growth early crown deity plant mahkota dewa; (2) Analyze the effect of soil kind to growth early crown deity plant mahkota dewa; (3) Anlyze the interaction between dosage effect of liquid organic manure with to growth early crown deity plant mahkota dewa, has been carried out on April 11, 2006 until July 20, 2006 in The Village of Klodran Colomadu Karanganyar, Central Java of 200 meters above the sea levels. The method research uses factorial method with Based Completely Randomized design (CRD) which of two distinguished treatment factors: (1) Liquid organic manure’s dosage (D0 = control, D1 = 6 g/plant, D2 = 8 g/plant, D3 = 10 g/plant) and (2) Kinds of soil (M1 = Alfisol, M2 = Entisol, M3 = Vertisol). The result shows: (1) The effect of liquid organic manure’s dosage does have significant effect on the number of leaves, the fresh weight of biomass, the dry weight of biomass as well as the root volume and diameter of stem but no significant effect on the height of plant; (2) The treatment of soil kind does have significant effect root volume, diameter of stem as well as the fresh weight of biomass but no significant effect on the height of plant; (3) The interaction of the two both treatment does have no significant effect on all of plant parameter; (4) The highest result on each parameter showed in the combination D3M2; 10 g/plant and entisol soil. Key Words :
1)
Mahasiswa Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian UTP Surakarta Dosen Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian UTP Surakarta 3) Dosen Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian UTP Surakarta 2)
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sangat kaya dengan berbagai jenis spesies flora dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh didunia. 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26% telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar dihutan-hutan, dan yang telah dibudidayakan lebih dari 940 jenis digunakan sebagai obat tradisional (Cheppy Syukur dan Hermani, 2001). Seperti telah diketahui bahwa obat merupakan gudang bahan kimia terkaya. Berpuluh bahkan beratus komponen kimia terkandung didalam tanaman obat tersebut tetapi fungsi dan peranan setiap komponen belum terungkap semuanya, ada yang bersifat racun, sehingga digunakan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama, ada yang bersifat sebagai obat sehingga mampu untuk menyembuhkan suatu jenis penyakit (Agus Kardinan dan Agus Ruhnayat, 2003). Salah satu tanaman herbal yang dikenal masyarakat yaitu tanaman mahkota dewa. Tanaman ini berasal dari daerah papua yang mana pemberian namanya berdasarkan tempat asalnya yaitu Phaleria papuana werb. Var Wichannii (val) Book dan sebagian yang lain menamainya berdasarkan ukuran buahnya yang besar-besar (Macro), yaitu Phaleria macrocarpa (Sceff) Boerl (Ning Hermanto, 2005). Tanaman mahkota dewa memiliki banyak kandungan bahan kimia terutama pada daun dan daging buahnya, antara lain alkaloid, saponin dan flavonoid serta polifenol yang mana bahan kimia tersebut mampu berperan seperti oxytosin atau sintosinon yang dapat memacu kerja otot rahim sehingga persalinan berlangsung lancar, dapat membantu menurunkan kadar gula dalam darah, menurunkan kadar asam urat, sebagai anti oksidan dan anthistamin. Selain tiu juga senyawa yang terdapat pada mahkota dewa dapat
menghambat pertumbuhan sel kanker dan juga sel leukimia (www.mahkotadewa.com) Saat ini kebutuhan akan mahkota dewa sangat meningkat, ini seiring dengan banyaknya orang mengetahui manfaat dari mahkota dewa. Banyaknya khasiat yang terkandung dalam mahkota dewa menjadikan mahkota dewa semakin populer dikalangan dunia pengobatan, baik didalam maupun di luar negeri. Beberapa keunggulan mahkota dewa menjadikannya sebagai salah satu tanaman obat yang kebutuhannya sangat penting untuk terus dikembangkan, tetapi ini tidak diimbangi dengan produksi dari mahkota dewa itu sendiri yang saat ini produksinya belum begitu banyak. Ini dikarenakan mahkota dewa belum dibudidayakan secara serius dan intensif (Widish Pudji Winarto, 2005). Seiring perkembangan jaman, orang-orang mulai tahu tentang khasiat dan kegunaan buah mahkota dewa. Pengobatan dengan mahkota dewa masih sangat terbatas. Padahal dari waktu ke waktu kebutuhan para pengobat herbal yang menggunakan mahkota dewa sebagai obat menunjukkan peningkatan (Widish Pudji Winarto, 2003). Saat ini tanaman mahkota dewa tidak hanya digunakan oleh masyarakat dalam negeri saja tetapi sudah diekspor keluar negeri antara lain Belanda, Taiwan, Singapura dan Malaysia. Hal ini dikarenakan masyarakat luar negeri sudah mengetahui keunggulan dari mahkota dewa, oleh karena itu untuk memenuhi permintaan dari luar negeri maka diharapkan mahkota dewa dapat dibudidayakan secara intensif dan profesional (Ning Hermanto, 2003). Dalam peningkatan hasil pada tanaman mahkota dewa diperlukan juga pemupukan ini bertujuan untuk ketersediaan unsur hara pada tanaman. Jika tanah tidak dapat menyediakan
unsur hara yang cukup bagi tanaman, pemberian pupuk perlu dilakukan untuk memenuhi kekurangan tersebut, baik melalui daun maupun melalui tanah (Ning Hermanto, 2005). Menurut Aisyah D. Soeyono (1982), pemupukan juga sangat berpengaruh pada sifat dan jenis tanah yang akan dipupuk dari hasil Analisa tanah akan diketahui, keadaan tanah baik dari segi kesuburan fisik kesuburan kimia dan sebagainya. Biasanya dari keadaan pH tanah dapat diketahui apakah ketersediaan cukup atau tidak jika pH tanah lebih besar dari netral atau lebih, maka dari itu perlu dilakukan pemupukan baik pupuk Alam maupun pupuk non alam atau buatan. B. Perumusan Masalah 1. Produksi tanaman mahkota dewa tidak sebanding dengan permintaan karena produktivitas rendah. 2. Produktivitas rendah karena terbatasnya pembudidayaan terhadap tanaman mahkota dewa. 3. Produktivitas rendah karena ketidaktahuan masyarakat dalam membudidayakan mahkota dewa secara profesional. 4. Masih adanya masyarakat yang menggunakan pupuk kimia untuk pertumbuhan tanaman obat. Oleh karena itu penelitian ini akan mencoba untuk menjawab pertanyaan: a. Apakah penambahan pupuk organik cair dapat meningkatkan pertumbuhan awal tanaman mahkota dewa. b. Apakah dengan variasi macam tanah dapat mengetahui pertumbuhan yang terbaik bagi tanaman mahkota dewa. c. Bagaimana interaksi antara pupuk organik cair dan macam tanah yang dicobakan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh dosis pupuk organik cair SUPERNASA terhadap
pertumbuhan awal tanaman Mahkota Dewa. 2. Mengetahui pengaruh macam tanah terhadap pertumbuhan awal tanaman Mahkota Dewa. 3. Mengetahui interaksi antara dosis pupuk organik cair (SUPERNASA) dengan macam tanah terhadap pertumbuhan awal Mahkota Dewa. Hipotesis Diduga dengan pemberian dosis pupuk organik cair (SUPERNASA) sebesar 8 gram per tanaman, pada tanah Regosol (D2M2) akan memberikan pertumbuhan bibit yang terbaik pada awal tanaman mahkota dewa. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 17 April – 20 Juli 2006 di Green House Desa Klodran, Kabupaten Karang Anyar dengan jenis tanah regosol dengan ketinggian 200 mpdl. B. Bahan dan Alat 1. Bahan yang digunakan Benih Mahkota Dewa, pupuk kandang, pupuk organik padat (SUPERNASA), Polybag 10x15 cm, Polybag 20x30 cm, tanah Alfisol tanah Entisol, tanah Vertisol. 2. Alat yang digunakan Cangkul, papan nama, sprayer, alat tulis, penggaris, gunting, timbangan, ayakan tanah, gembor. C. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode faktorial dengan rancangan dasar RAL (Rancangan Acak Lengkap), yang terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu Dosis pupuk organik dan macam tanah. Terdiri dari 12 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali. Adapun faktor-faktor tersebut sebagai berikut : Faktor 1. Dosis pupuk organik cair (D) yang terdiri atas 4 taraf perlakuan yaitu :
D0 : Kontrol (Tanpa pupuk) D1 : 6 gram per tanaman D2 : 8 gram per tanaman D3 : 10 gram per tanaman Faktor 2. Macam tanah (M) yang terdiri atas 3 taraf perlakuan yaitu : M1 : Tanah Alfisol (PPT : Latosol) M2 : Tanah Entisol (PPT : Regosol ) M3 : Tanah Vertisol (PPT : Grumusol) Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan yaitu : D0M1 : Tanpa pupuk organik dengan tanah Alfisol D0M2 : Tanpa pupuk organik dengan tanah Entisol D0M3 : Tanpa pupuk organik dengan tanah Vertisol D1M1 : Dosis pupuk organik 6 gram per tanaman dengan tanah Alfisol D1M2 : Dosis pupuk organik 6 gram per tanaman dengan tanah Entisol D1M3 : Dosis pupuk organik 6 gram per tanaman dengan tanah Vertisol D2M1 : Dosis pupuk organik 8 gram per tanaman dengan tanah Alfisol D2M2 : Dosis pupuk organik 8 gram per tanaman dengan tanah Entisol D2M3 : Dosis pupuk organik 8 gram per tanaman dengan tanah Vertisol D3M1 : Dosis pupuk organik 10 gram per tanaman dengan tanah Alfisol D3M2 : Dosis pupuk organik 10 gram per tanaman dengan tanah Entisol D3M3 : Dosis pupuk organik 10 gram per tanaman dengan tanah Vertisol D. Pelaksanaan Penelitian 5. Persiapan Media Media yang digunakan merupakan tanah (Regosol, Latosol, Grumosol) dengan campuran pupuk kandang sebagai pupuk dasar sesuai dengan perlakuan. Tanah disaring dengan ayakan berdiameter 2 mm. tanah dibiarkan selama 1 minggu, setelah satu minggu media siap tanam. 6. Persemaian
Sebelum ditanam biji mahkota dewa disemaikan dahulu dalam polybag kecil dengan ukuran 10 x 15 cm yang telah diisi tanah sesuai perlakuan dengan pupuk kandang. 7. Penanaman Tanaman dipindahkan ke polibag yang lebih luas ukurannya (20 x 30 cm) setelah berumur 35 hari di polibag sebelumnya (10 x 15 cm). Pada pemindahan bibit harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai akarnya putus dan tanah yang masih menempel dengan akar juga harus ikut dipindahkan, kalau tidak maka akan mempengaruhi pertumbuhan selanjutnya. Media penanaman di dalam polybag tanah sesuai perlakuan dengan pupuk kandang. 8. Pemeliharaan a. Pemupukan Pemupukan dilakukan sesuai dosis atau takaran yang diberikan yaitu 6 gram, 8 gram, 10 gram per tanaman, pupuk diberikan pada saat tanaman dipindahkan ke polibag yang lebih luas ukurannya (20 x 30 cm) dengan cara disiramkan ke media tanah. b. Penyiraman Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut serta sesuai dengan kelembaban tanah. Penyiraman dilakukan dengan gembor. c. Penyiangan Penyiangan dilakukan apabila ada gulma yang tumbuh disekitar tanaman dan sangat banyak, karena akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. E. Parameter Pengamatan 1. Tinggi tanaman
2.
3.
4.
5.
6.
Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai dengan titik tumbuh. Pengukuran dilakukan 2 minggu sekali mulai saat tanaman dipindahkan di media tanam sampai akhir penelitian. Jumlah daun Jumlah daun dihitung untuk semua daun yang sudah membuka sempurna. Penghitungan dilakukan 1 minggu sekali sampai pada akhir penelitian. Berat brangkasan segar Penimbangan berat brangkasan segar dengan cara menimbang semua bagian tanaman dalam keadaan segar dan telah dibersihkan dari kotoran yang menempel. Penimbangan dilakukan pada akhir penelitian. Berat brangkasan kering Dilakukan dengan menimbang berat kering brangkasan yang telah kering anginkan selama 4 hari dan di oven sampai beratnya menjadi konstan. Volume akar Dilakukan dengan memasukkan akar ke dalam air pada gelas ukur dengan volume air yang telah diketahui penambahan volume air setelah akar dimasukkan merupakan volume akar tersebut. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian. Diameter batang Dilakukan dengan menggunakan jangka sorong pada lingkaran batang 7 cm diatas permukaan tanah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Dosis Pupuk Organik Cair dan Macam Tanah dan Kombinasi Kedua Perlakuan Terhadap Komponen Pertumbuhan. Untuk mengetahui adanya pengaruh taraf dosis (D), macam tanah (M), pupuk organik cair dan interaksi kedua perlakuan (D x M) terhadap komponen pertumbuhan
pada tanaman mahkota dewa, dilakukan degan uji jarak berganda Duncan 5% yang hasilnya disajikan pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1.
Uji Jarak Berganda Duncan 5% Pengaruh Macam Tanah, Dosis Pupuk dan Interaksi Kedua Perlakuan Terhadap Pertumbuhan Awal Tanaman Mahkota Dewa.
Perlakuan (treatment)
Pengamatan Tinggi
Tanaman Jumlah daun Volume akar Dosis Pupuk Organik Cair (D) D0 27,64 a 16,36 d 0,63 b D1 28,53 a 16,99 c 0,63 ab D2 28,06 a 17,78 b 0,64 ab D3 29,55 a 18,31 a 0,69 a Macam Tanah (M) M1 28,17 a 17,6 b 0,64 ab M2 29,38 a 18,20 a 0,67 a M3 27,80 a 16,72 c 0,62 b Kombinasi macam tanah dan dosis pupuk organik cair (DM) D0M1 27,45 a 16,26 f 0,65 ab D0M2 28,79 a 17,38 cd 0,67 ab D0M3 26,68 a 15,44 g 0,60 b D1M1 27,99 a 16,43 ef 0,62 b D1M2 29,83 a 18,00 bc 0,64 ab D1M3 27,79 a 16,55 def 0,63 ab D2M1 27,86 a 17,66 bc 0,62 ab D2M2 28,82 a 18,48 ab 0,67 ab D2M3 27,51 a 17,22 cde 0,61 b D3M1 29,37 a 18,30 ab 0,68 ab D3M2 30,09 a 18,9 4a 0,72 a D3M3 29,20 a 17,70 bc 0,66 ab Perlakuan
Pengamatan
(treatment)
Berat brangkasan
Berat brangkasan kering
Diameter batang Segar Dosis Pupuk Organik Cair (D) D0 0,86 b 7,50 d 2,59 c D1 0,98 ab 9,56 c 2,71 b D2 1,03 a 10,43 b 2,89 a D3 1,10 a 10,91 a 2,97 a Macam Tanah (M) M1 0,98 b 9,38 b 2,86 b M2 1,15 a 10,21 a 2,94 a M3 0,85 b 9,22 b 2,57 c Kombinasi macam tanah dan dosis pupuk organik cair (DM) D0M1 0,89 bcd 7,37 c 2,65 e D0M2 1,02 abc 8,17 d 2,80 cde D0M3 0,66 d 6,96 e 2,33 f D1M1 0,93 bcd 9,02 c 2,83 bcd D1M2 1,17 ab 10,42 b 2,93 abcd D1M3 0,85 cd 9,26 d 2,37 f D2M1 1,04 abc 10,38 b 2,96 abc D2M2 1,16 abc 10,61 b 2,95 abcd D2M3 0,90 bcd 10,30 b 2,77 de D3M1 1,06 abc 10,76 b 3,00 ab D3M2 1,25 a 11,64 a 3,10 a D3M3 1,00 abc 10,35 b 2,81 cde
Keterangan :
Perlakuan dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda Nyata.
Perlakuan dosis pupuk organik cair SUPERNASA (D) tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (sidik ragam lampiran 1b). Keadaan ini menjelaskan
bahwa banyaknya unsur hara yang tersedia bagi tanaman lebih lanjut mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman walaupun pengaruhnya belum terlihat secara nyata untuk tiap dosis pemupukan yang digunakan. Apabila selama pertumbuhan tanaman lingkungan tanah sebagai media tumbuh berada dalam keadaan yang menguntungkan maka tanaman akan dapat mengadakan proses fotosintesis dengan optimal dan berpengaruh pada tanaman secara keseluruhan termasuk tinggi tanaman. Sebab macam dan jumlah unsur hara serta air yang dapat diserap tanaman sangat tergantung pada kesempatan tanaman tersebut untuk mendapatkannya dari tanah (S.M. Sitompul dan Bambang Guritno, 1995). Hal tersebut juga terjadi pada volume akar, bahwa perlakuan dosis pupuk organik cair (D) tidak berpengaruh nyata terhadap volume akar (sidik ragam lampiran 3b). Hal ini dikarenakan mudah atau tidaknya akar menyerap unsur hara yang ada disekitarnya, apabila akar dapat menyerap unsur hara dan air dengan baik maka dapat meningkatkan volume akar. Menurut Sri Setyati Harjadi (1992) daya serap hara yang tinggi akan meningkatkan hasil fotosintat yang ada. Hasil fotosintat yang ada akan diberikan pada jaringan tanaman yang membutuhkan, dalam hal ini adalah akar, sehingga volume akar menjadi meningkat. Meningkatnya penyerapan unsur hara dapat meningkatkan hasil metabolisme tanaman. Hasil metabolisme tanaman digunakan sebagai sarana perbaikan sel, perkembangan sel, perbesaran sel dan hasil fotosintesis. Pada diameter batang (sidik ragam lampiran 4b), bahwa perlakuan dosis pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Hal ini dikarenakan dosis pupuk yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh tanaman mahkota dewa dan jenis tanahnya mendukung untuk pertumbuhan tanaman, terutama akar yang mana hal tersebut berpengaruh pada diameter batang. Pengaruh rendahnya ketersediaan unsur hara akan berakibat pada
pertumbuhan tanaman. Tanaman yang kekurangan unsur N pertumbuhan vegetatif terhambat yaitu pertumbuhan cabang, daun dan juga batang yang akan mempengaruhi diameter batang. Sedangkan kekurangan P tanaman tumbuh kerdil dan kekurangan unsur K mempunyai batang yang lemas dan pendek (Soeroto Sosro Soedardjo, Bachtiar Rifai dan Iskandar, 1990) sehingga akan mempengaruhi diameter batang. Terhadap perlakuan pupuk organik cair SUPERNASA berpengaruh sangat nyata pada jumlah daun, berat brangkasan segar dan berat brangkasan kering dapat diartikan bahwa berat brangkasan yang terbentuk adalah mencerminkan banyaknya timbunan hasil fotosintesis, sehingga bahan kering tanaman selain tergantung dari laju fotosintesis juga ditentukan oleh ukuran tanaman secara keseluruhan. Semakin tinggi dan besar suatu tanaman, semakin besar pula beratnya (Sri Setyati Harjadi, 1982). Hasil ini apabila kita perhatikan ada kesesuaian dengan parameter tinggi tanaman yang menunjukkan kecenderungan hasil tertinggi pada perlakuan pupuk organik cair dosis tinggi (D3). Menurut S.M. Sitompul dan Bambang Guritno (1995), pertambahan ukuran organ tanaman akibat dari pertambahan ukuran sel, jumlah sel atau ruang (volume) sel yang semakin besar akan membutuhkan semakin banyak fotosintat yang disintesis. Apabila didukung dengan peningkatan laju fotosintesis karena kondisi lingkungan yang optimal sehingga menghasilkan yang lebih banyak fotosintat lebih lanjut akan berpengaruh pada berat tanaman yang ditunjukkan oleh berat segar brangkasan dan berat kering brangkasan. Untuk lebih lanjutnya dapat dilihat dalam Tabel 1. Dari hasil analisa statistik pada Tabel 1 Uji Duncan menunjukkan bahwa penggunaan dosis pupuk organik dan macam tanah untuk pertumbuhan tanaman Mahkota Dewa berpengaruh sangat nyata pada jumlah daun, berat brangkasan segar, berat brangkasan kering dan berpengaruh nyata pada diameter batang dan
berpengaruh tidak nyata pada tinggi tanaman dan volume akar. Perlakuan dosis pupuk organik cair SUPERNASA (D) tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Keadaan ini menjelaskan bahwa banyaknya unsur hara yang tersedia bagi tanaman lebih lanjut mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman walaupun pengaruhnya belum terlihat secara nyata untuk tiap dosis pemupukan yang digunakan. Apabila selama pertumbuhan tanaman lingkungan tanah sebagai media tumbuh berada dalam keadaan yang menguntungkan maka tanaman akan dapat mengadakan proses fotosintesis dengan optimal dan berpengaruh pada tanaman secara keseluruhan termasuk tinggi tanaman. Sebab macam dan jumlah unsur hara serta air yang dapat diserap tanaman sangat tergantung pada kesempatan tanaman tersebut untuk mendapatkannya dari tanah (S.M. Sitompul dan Bambang Guritno, 1995). Artinya bahwa tinggi rendahnya kadar unsur hara pada suatu tempat secara potensial akan menentukan jumlah hara yang diserap akar dan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti penambahan tinggi tanaman. Dari Tabel 1 diperoleh jumlah daun tertinggi diperoleh pada D3 (18,31) dan berbeda nyata dengan D2 dan berbeda sangat nyata terhadap D0 dan D1. Sedangkan pada macam tanah jumlah daun tertinggi diperoleh pada M2 (18,20) dan terendah pada M3 (16,72). Pada perlakuan tanpa pupuk (D0) tanaman menunjukkan jumlah daun paling rendah, hal ini karena tanpa adanya penambahan pupuk dari luar dan tanaman hanya mendapatkan unsur hara dari dalam tanah saja. Sesuai dengan kegiatan berbagai proses fisiologisnya, tanaman memerlukan unsur hara yang cukup. Berdasar kegiatan tersebut perlu adanya pemupukan (pemberian unsur hara tambahan) yang sesuai dengan keperluannya. Apabila suatu tanaman kekurangan unsur hara maka akan
menurunkan pertumbuhan dan perkembangan tanamannya. Dari tabel 1 dapat dilihat dengan peningkatan pemberian dosis pupuk organik cair supernasa (D1,D2 dan D3) diikuti dengan peningkatan jumlah daun. Hal ini berarti bahwa semakin banyak pemberian unsur hara pada tanaman maka semakin besar kesempatan tanaman untuk menyerap unsur hara. Ini terbukti dengan pemberian dosis sebanyak 10 g (D3) jumlah daun yang terbentuk lebih banyak dibandingkan dengan pemberian dosis 6 g (D1) dan 8 g (D2). Menurut Saefudin Sarief (1985) semakin besar dan semakin lama umur tanaman maka kebutuhan unsur hara akan semakin meningkat pula. Dengan penambahan pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman maka menyebabkan tumbuh dengan baik dan diikuti peningkatan jumlah daun. Agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat berjalan dengan baik maka unsur hara yang dibutuhkan tanaman harus tersedia baik unsur hara makro maupun mikro. Unsur hara mikro yang terdapat pada pupuk organik telah cukup tersedia bagi tanaman mahkota dewa. Unsur Mn dan Fe berperan merangsang pembentukan klorofil. Bertambahnya unsur Mn dan Fe yang terserap oleh tanaman melalui pemupukan diduga akan meningkatkan jumlah klorofil daun pada tanaman tersebut serta meningkatkan proses fotosintesa, sehingga jumlah daun yang terbentuk banyak. Pada perlakuan macam tanah (M1,M2,M3) jumlah daun terbanyak terdapat pada tanah entisol (M2), hal ini dikarenakan tanah entisol memiliki porositas tanah yang tinggi yang nantinya akan membantu tanaman dalam penyerapan nutrisi tanah melalui akar. Apabila akar dapat berkembang dengan baik maka dapat menyerap unsur hara cukup banyak yang mana unsur tersebut dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Hasil fotosintesis didistribusikan ke jaringan tanaman untuk pertumbuhan dan pembentukan organ
tanaman misalnya daun (Goeswono Soepardi, 1983). Pada tanah vertisol (M3) jumlah daun yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan pada tanah alfisol. Hal ini dikarenakan tanah vertisol miskin akan unsur hara. Sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Heru Prihmantoro (1998), tanah merupakan faktor pertumbuhan yang sangat penting bagi tanaman, selain faktor genetik sehingga rendahnya kesuburan tanah dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Terhambatnya pertumbuhan tanaman terutama pada fase vegetatif dapat menurunkan pembentukan daun. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa volume akar tertinggi diperoleh pada D3 (0,69) dan berbeda nyata dengan D2 dan D1 dan sangat berbeda nyata dengan D0 dan volume akar terendah diperoleh oleh D0 (0,63), sedangkan pada macam tanah volume akar tertinggi diperoleh M2 (0,67) dan terendah diperoleh oleh M3 (0,62). Pada perlakuan dosis pupuk organik cair diperoleh volume akar tertinggi pada D3 yaitu 0,69 cc. Hal ini disebabkan pada dosis tersebut unusr hara yang diberikan tanaman mahkota dewa dapat dimanfaatkan dengan baik. Apabila unsur hara yang dibutuhkan tanaman telah tersedia maka kebutuhan tanaman akan unsur hara tercukupi. Hal ini didukung oleh pendapat Sarwono Hardjo Wigeno (1989) mengatakan bahwa dengan pemupukan dosis yang tepat akan dapat menjaga keseimbangan unsur hara didalam tanah yang tersedia bagi tanaman sehingga akan mempengaruhi proses yang akan terjadi pada perkembangan tanaman. Perlakuan D1 dan D2 diperoleh volume akar yang sama. Walaupun dengan pemberian dosis yang berbeda 6 g dan 8 g/tanaman. Hal ini berarti tanaman dalam merespon pemberian unsur hara sama, sehingga diperoleh volume akar yang sama. Menurut Djoehana Setyamidjaya (1986), pupuk harus diberikan dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan tanaman, tidak
terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, jika pemberian pupuk terlalu banyak mengakibatkan keracunan pada tanaman sebaliknya jika pemberian pupuk sedikit pengaruh pemupukan pada tanaman mungkin tidak tampak pada tanaman tersebut. Pada perlakuan tanpa dosis pupuk organik (D0), diperoleh volume akar terendah yaitu 0,63 cc. Hal ini disebabkan karena tanaman tidak mendapatkan unsur hara tambahan dari manapun yang digunakan untuk membantu dalam perkembangan akarnya. Menurut Henry D Foth (1984) bahwa apabila tanaman tidak diberi cukup unsur hara tambahan maka akar yang terbentuk juga sedikit, karena akar tanaman menembus tanah secara kontinyu yang menunjukkan akar sampai pada persediaan unsur hara dan air. Pada tanah Entisol (M2) diperoleh volume akar tertinggi yaitu 0,67 cc. Hal ini disebabkan tanah Entisol bersifat porous dan mempunyai porositas tanah yang tinggi sehingga akan mempercepat dan membantu perkembangan akar dalam penyerapan unsur hara. Menurut Menurut Poerwowidodo (1993), respirasi akar berbanding lurus dengan oksigen dalam tanah. Respirasi akar tanaman akan mengeluarkan O2 yang terjadi didalam tanah. Semakin tinggi proses respirasi akar, akan memperbanyak jumlah O2. Dimana hasil respirasi ini akan mengisi pori-pori tanah sehingga tidak mampat (padat) dan akhirnya akar dapat berkembang dan menyerap hara dalam tanah. Pada hasil volume akar terendah diperoleh pada tanah Vertisol (M3), hal ini disebabkan karena tanaman tidak mendapatkan unsur hara tambahan selain dari dalam tanah, padahal tanaman memerlukan unsur hara tambahan yang cukup untuk melakukan kegiatannya dan selain itu jenis tanahnya tidak mendukung volume akar untuk lebih dapat berkembang dan menyerap hara dalam tanah. Hal ini disebabkan tanah grumosol memiliki struktur keras dan tekstur lempung berliat yang mana tanah liat memiliki total jumlah
ruang pori-pori lebih besar dari tanah pasir, tetapi karena ukurannya kecil dari pori-pori dalam tanah liat, air , udara bergerak melewatinya perlahan.apabila pori-pori kecil dari tanah liat penuh air. Akibatnya kekurangan udara yang sangat penting untuk pertumbuhan akar dan kelebihan air pada zona perakaran tanaman menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan akar terhambat (Sri Setyati Harjadi, 1979). Pada diameter batang menunjukkan pada dosis 10 gr/tanaman (D3) memberikan hasil tertinggi (1,10) dan tidak berbeda nyata dengan D2 tetapi berbeda nyata dengan D1 dan sangat berbeda nyata pada D0. Sedangkan pada macam tanah hasil tertinggi diameter batang diperoleh pada M2 dan berbeda nyata dengan M1 dan M3. Pada perlakuan dosis pupuk organik cair pada diameter batang, menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada pemberian dosis 10 g/tanaman (D3) dengan 8 g/tanaman (D2). Hal ini berarti tanaman dalam merespon unsur hara yang diberikan sama sehingga hasil yang dicapai sama. Secara garis besar Sri Setyati Harjadi (1982) dijelaskan bahwa respon tanaman terhadap pupuk salah satunya sangat berhubungan dengan kondisi tanah mulamula. Tanaman akan memberikan respon secara nyata terhadap pemupukan tingkat rendah (dosis rendah) (D1). Tanpa pemberian pupuk organik cair supernasa (D0) diameter batang yang dihasilkan rendah. Hal ini disebabkan tanpa adanya pemberian pupuk pertumbuhan tanaman akan terhambat, karena unsur hara yang dibutuhkan terutama unsur hara mikro tidak tersedia bagi tanaman, akibatnya diameter batang yang dihasilkan rendah dibandingkan tanaman yang diberi pupuk (D1, D2, D3) Dengan adanya unsur hara yang lebih kompleks dan ketersediaan air pada tanah yang cukup maka akar akan lebih mudah mengabsorbsi unsur hara dari dalam tanah yang digunakan untuk proses fisiologis tanaman sehingga fase deferensiasi dalam pembelahan sel dapat berjalan optimal yang nantinya akan
membentuk suatu jaringan dapat berjalan optimal yang nantinya akan membentuk suatu jaringan yang dapat mempengaruhi terhadap besaran batang (Surachmat Kusuma, 1984). Dari Tabel 1 Uji Duncan hasil berat brangkasan segar tertinggi diperoleh pada D3 dan berbeda nyata dengan D2 tetapi sangat berbeda nyata dengan D0 dan D1. Sedangkan berat brangkasan segar terendah diperoleh pada D0. Tanaman mahkota dewa dengan pemberian pupuk organik SUPERNASA (D3) memberikan hasil berat brangkasan segar tertinggi dari pada perlakuan lainnya. Hal ini terjadi karena C/N ratio pupuk organik Supernasa rendah, sehingga unsur hara terutama N cepat tersedia atau cepat terserap oleh tanaman, sebab ikatan unsur N mudah putus sehingga unsur N tersedia bagi tanaman. Unsur N berfungsi untuk memacu pertumbuhan fase vegetatif (daun, batang, akar) (Pinus Lingga, 1994). Meningkatnya pertumbuhan fase vegetatif dapat mempengaruhi berat segar brangkasan. Tanaman mahkota dewa tanpa diberi pupuk organik (D0) menunjukkan berat segar brangkasan terendah. Ning Hermanto (1994) mengatakan tanaman Mahkota Dewa baik ditanam dalam keadaan tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik. Menurut Rahmat Rukmana (1994), apabila tanah tanpa pemberian pupuk organik maka tanah akan mengalami penurunan kesuburan karena unsur hara tersedia dalam tanah rendah. Hal ini dikarenakan kapasitas pertukaran kation antar koloid tanah terganggu sehingga tanah mudah mengalami pengikisan atau pencucian partikel tanah. Kurang tersedianya usnur hara di dalam tanah menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Terhambatnya pertumbuhan pada fase vegetatif dapat menurunkan pembentukan daun, batang, volume akar serta tinggi tanaman sehingga dapat menurunkan berat segar brangkasan.
Berat brangkasan segar tertinggi diperoleh pada perlakuan M2, menunjukkan berbeda Nyata dengan M1 dan M2. Sedangkan berat segar brangkasan terendah diperoleh pada D3. Tanaman mahkota dewa pada tanah Entisol (regosol) (M2) menunjukkan berat segar brangkasan tertinggi. Penanaman mahkota dewa pada tanah Regosol dapat meningkatkan pertumbuhan akar. Tanah regosol bersifat porous sehingga udara dalam tanah cukup tersedia. Menurut poerwidodo (1993), respirasi akar berbanding lulus dengan oksigen dalam tanah. Respirasi akar tanaman akan mengeluarkan O2 yang terjadi di dalam tanah. Semakin tinggi proses respirasi akar akan memperbanyak jumlah O2, dimana hasil respirasi ini akan mengisi pori-pori tanah sehingga tidak mampat (padat) dan akhirnya dapat berkembang dan menyerap hara dalam tanah sehingga berat segar brangkasan meningkat. Tanaman mahkota dewa pada tanah Vertisol (grumosol) (M3), menunjukkan berat segar brangkasan terendah. Tanah grumosol memiliki struktur keras dan tekstur lempung berliat. Sri Setyati Harjadi (1979) mengatakan bahwa struktur tanah yang baik sangatlah penting untuk pertanian. Tanah liat memiliki total jumlah ruang pori-pori lebih besar dari tanah pasir, tetapi karena ukuran kecil dari pori-pori dalam tanah liat, air, udara bergerak melewatinya perlahan. Apabila pori-pori kecil maka tanah liat penuh air, akibatnya kekurangan udara yang sangat penting untuk pertumbuhan akar. Menurut Yusdar Hilman dan Etty Sumiati (1990), kelebihan air pada zona perakaran tanaman menyebabkan pertumbuhan terhambat. Terhambatnya pertumhunan pada fase vegetatif dapat menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang dan perkembangan akar sehingga akan menurunkan berat segar brangkasan. Pada berat brangkasan kering tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis pupuk D3 dan tidak berbeda nyata dengan D2 tetapi sangat berbeda nyata dengan D0
dan D1, begitu pula dengan macam tanah hasil tertinggi berat brangkasan kering diperoleh pada M2 dan terendah pada M3. Hasil dari berat brangkasan kering tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk organik dengan dosis 10 gr (D3). Pemberian pupuk organik baik dengan dosis 6 gr (D1) dan pupuk organik 8 gr (D2), dapat meningkatkan berat brangkasan kering tanaman mahkota dewa. Pemberian berbagai macam dosis yang diberikan pada tanaman mahkota dewa tersebut akan sangat berpengaruh terhadap tanaman itu sendiri. Setiap tanaman dosis yang diberikan akan mempengaruhi besar kecilnya kandungan hara dalam pupuk tersebut, tetapi belum dapat dijamin bahwa semakin besar dosis yang diberikan akan semakin meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sebab tanaman juga memiliki batas dalam penyerapan hara untuk kebutuhan hidupnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sarwono Hardjowigeno (1989), bahwa jumlah unsur hara yang diperlukan untuk menyusun bagian-bagian tanaman tersebut berbeda untuk setiap jenis tanaman maupun untuk jenis tanaman yang sama tetapi dengan tingkat produktivitas yang berbeda. Pemberian pupuk organik dapat memperbaiki sifat-sifat tanah. Sifat tanah secara khemis dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dan secara fisik dapat memperbaiki struktur tanah sehingga perakaran tanaman dapat berkembang. Tingginya ketersediaan unsur hara dalam tanah yang disertai dengan peningkatan pertumbuhan akar, secara intersepsi dapat meningkatkan serapan hara oleh tanaman (Sarwono Hardjowigeno, 1995). Pupuk organik SUPERNASA yang banyak memiliki kandungan unsur hara mampu memperbaiki konsistensi (kegemburan) tanah yang keras, membantu perkembangan mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi tanaman (Anonim, 1999). Sehingga mampu membantu tanaman dalam pertumbuhannya. Dengan pertumbuhan yang baik akan meningkatkan berat segar yang dihasilkan. Pertumbuhan yang baik akan meningkatkan laju fotosintesis.
Peningkatan laju fotosintesis berarti semakin banyak asimilat yang ditimbun sehingga akan terjadi peningkatan berat kering tanaman. Tanpa pemberian pupuk organik (D0) menunjukkan berat brangkasan kering terendah. Tanah yang tidak diberi pupuk organik mempunyai kesuburan rendah, sehingga unsur hara tersedia yang diserap tanaman rendah. Rendahnya penyerapan unsur hara dapat menurunkan komposisi unsur hara dalam jaringan tanaman dan ini dapat menurunkan berat brangkasan kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Prawinata W. Harrans dan Tjondronegoro (1981), bahwa untuk menyatakan komposisi unsur hara dalam jaringan tanaman biasanya digunakan berat brangkasan kering. Berat brangkasan kering tertinggi pada macam tanah diperoleh pada M2 menunjukkan berbeda nyata dengan M1 dan sangat berbeda nyata pada M3 sedangkan berat brangkasan kering terendah diperoleh pada M3. Tanaman mahkota dewa yang ditanam pada tanah Entisol (regosol) (M2) menunjukkan berat brangkasan kering tertinggi. Hal ini disebabkan porositas tanah yang tinggi akan membantu dan mempercepat perkembangan akar dalam penyerapan unsur hara. Unsur hara yang terserap digunakan untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman, sehingga berat brangkasan kering akan meningkat (Nurhayati Hakim, 1986). Dengan perbaikan struktur tanah (porositas tanah) akan mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman yang dapat diserap oleh akar yang dapat memacu dan meningkatkan berat brangkasan kering. Hal ini disebabkan perubahan struktur tanah akan memacu ketersediaan unsur hara yang berkaitan dengan proses pendekomposisian tanah dimana akan membantu unsur hara yang belum tersedia menjadi tersedia bagi tanaman terutama ketersediaan unsur-unsur Makro tanah (N, P, dan K). unsur N memacu pembentukan klorofil, P petransfer energi, dan K penyerap CO2. Hasan Basri Jumin (1995), mengatakan pada proses
fotosintesis, CO2 yang diserap dari udara dan H2O dari tanah, sehingga menaikkan komposisi C, H, O dalam jaringan tanaman. Menaikkan C, H, O (fotosintat) berpengaruh terhadap peningkatan berat brangkasan kering. Tanaman mahkota dewa yang ditanam pada tanah Vertisol (grumosol) (M3) menunjukkan berat brangkasan kering terendah. Tanah grumosol memiliki kemampuan mengikat air yang tinggi tetapi permeabilitasnya rendah. Air yang berlebihan didalam tanah membatasi pergerakan udara didalam tanah dan merintangi akar tanaman memperoleh O2. Air cukup penting untuk menjaga turgiditas sel tanaman. Apabila tanaman kelebihan air menyebabkan sel kehilangan turgiditas, sehingga menurunkan berat brangkasan kering.(Anna K. Pairunan Yulius dkk, 1985) Pada perlakuan dosis pupuk organik (Tabel 1) menunjukkan tidak berpengaruh Nyata pada tinggi tanaman dan berpengaruh nyata pada jumlah daun, volume akar, diameter batang, berat brangkasan segar dan berat brangkasan kering. Pemberian dosis pupuk organik dapat mempengaruhi kondisi tanah (sifat tanah) pemberian bahan organik dapat memperbaiki sifat-sifat tanah baik fisik, kimia maupun biologi (Jahara, 1992). Perubahan sifat tanah yang terjadi akan mempengaruhi struktur tanah, perubahan srtuktur tanah akan mempengaruhi perubahan porositas tanah. Perubahan porositas mempengaruhi ketersediaan unsur hara didalam tanah yang dapat diserap tanaman, meningkatkan unsur hara yang diserap tanaman terutama N dapat meningkatkan pembentukan klorofil daun sehingga penyerapan cahaya meningkat (Sarwono Hardjowigen, 1995). Peningkatan penyerapan cahaya matahari membantu klorofil dalam proses fotosintesis yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pada perlakuan macam tanah (Tabel 1) menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada tinggi tanaman dan berpengaruh nyata pada volume akar, diameter batang dan
berat brangkasan segar dan menunjukkan pengaruh sangat nyata pada jumlah daun dan berat brangkasan kering. Hal ini disebabkan pada setiap jenis tanah (latosol, regosol, grumosol) memiliki tingkat perbedaan pada sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dengan perbedaan struktur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah dalam mengikat hara yang tersedia bagi tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diserap melalui perakaran tanaman.(Goeswono Soepardi, 1983) Perlakuan dosis pupuk organik cair dan macam tanah (D X M) menunjukkan respon yang sama pada setiap parameter pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan keberadaan unsur hara dan air dalam tanah masih cukup bagi pemenuhan kebutuhan masing-masing tanaman, sehingga adanya penambahan pupuk organik cair dalam berbagai dosis (D) dalam upaya penambahan unsur hara tanah kurang menunjukkan pengaruh secara nyata, baik pada tanah Alfisol (M1) ataupun Entisol (M2) dan Vertisol (M3). Menurut Saefudin Sarief (1989), pemberian pupuk organik ke dalam tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah dalam hubungannya dengan ketersediaan air, udara dan unsur hara menjadi lebih sesuai bagi tumbuhan yang hidup diatasnya. Rangkuman hasil sidik ragam dari berbagai parameter dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini: Tabel 2. Rangkuman Hasil Sidik Ragam dari Berbagai Parameter No 1.
Parameter (Parameters) Tinggi Tanaman
2.
Keragaman M Dx M ns ns ns D
**
**
ns
ns
ns
ns
*
**
ns
**
**
ns
**
**
ns
Jumlah Daun 3. Volume Akar 4. 5. 6.
Diameter Batang Berat Brangkasan Segar Berat Brangkasan Kering
Keterangan :
Rata-rata hasil Tertinggi Terendah D3M2 (28,82) D3M2 (18,94) D3M2 (0,66) D3M2 (1,25) D3M2 (11,64) D3M2 (3,10)
D0M3 (26,68) D0M3 (15,44) D0M3 (0,60) D0M3 (0,66) D0M3 (6,96) D0M3 (2,33)
D : Dosis pupuk organik cair (Super Nasa) M : Macam tanah D x M : Interaksi antara dosis pupuk organik cair dan macam tanah Ns : Berbeda tidak Nyata * : Berbeda Nyata (Significant) ** : Berbeda Sangat Nyata (Very Significant)
KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang berjudul “Pengaruh Dosis Pupuk Organik Cair (Supernasa) dan Macam Tanah Terhadap Pertumbuhan Awal Mahkota Dewa (Phalleria macrocarpa)”, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Perlakuan dosis pupuk organik cair (SUPERNASA) berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun, berat brangkasan segar, berat brangkasan kering dan berpengaruh nyata pada volume akar dan diameter batang, tetapi tidak berbeda nyata pada tinggi tanaman. 2. Perlakuan pada macam tanah berpengaruh nyata pada jumlah daun, volume akar, diameter batang, berat brangkasan segar dan berat brangkasan kering tetapi tidak berbeda nyata pada tinggi tanaman. 3. Interaksi antara pengaruh dosis pupuk organik cair (SUPERNASA) dan macam tanah berbeda sangat nyata terhadap jumlah daun, diameter batang, berat brangkasan segar, berat brangkasan kering dan berpengaruh nyata pada volume akar tetapi tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. 4. Pada awal pertumbuhan Mahkota Dewa akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada pemberian dosis pupuk organik cair supernasa pada dosis 10 g/tanaman (D3) dan pada jenis tanah regosol (M2). DAFTAR PUSTAKA Agus Kardinan dan Agus Ruhnayat, 2003. Budidaya Tanaman Obat Secara Organik. Agromeia Pustaka. 91 Hal.
Asiyah D. Soeyono, 1982. Ilmu Tanah Pertanian Volume II. Fakultas Pertanian UNPAD. Bandung. Anna K. Pairunan Yulius dkk, 1985. Ilmu Tanah. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Anonim, 1999. NASA. PT. Nusantara. Yogyakarta.
Natural
Anonim, 2000. Pengelolaan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta. Surakarta. Cheppy Syukur dan Hermani, 2001. Budidaya Tanaman Obat Komerisal. Penerbit Swadaya. Jakarta. 136 Hal. Deri dan Marsoedi, 1980. Penelitian Penggunaan Udara Multispektral Untuk Menunjang Pemetaan Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Cipayung. 115 Hal.
Isa Darmawijaya, 1983. Klasifikasi Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Johara, 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Terjemaham Pedro A. Sanchez 1976. Properties and Management of Soils in The Tropics. ITB Bandung. 379 Hal. Liliek Agustina. 1980. Nutrisi Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. 40 Hal. Lisdawati V, 2003. Penelitian Ilmiah Berdasarkan Penapisan dan Identifikasi Senyawa Kimia Aktif Mahkota Dewa. Makalah Seminar Menguak Posisi dan Potensi Mahkota Dewa Sebagai Obat Tradisional. Jakarta. Ning Hermanto, 2005. Mahkota Dewa (Obat Pusaka Para Dewa). Agromedia Pustaka. Jakarta. 104 Hal.
Djoehana Setyamidjaya, 1986. Pupuk dan Pemupukan. Simplek. Jakarta. 132 Hal.
Novizan, 2005. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. 130 Hal.
Goeswono Soepardi, 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. 591 Hal.
Nurhayati Hakim, 1986. Kesuburan Tanah. Universitas lampung. 225 Hal.
Hasan Basri Jumin, 1995. Dasar-Dasar Agronomi. Rajawali Press. Jakarta. 120 Hal. _________________, 2002. Dasar-Dasar Agronomi. Rajawali Press. Jakarta. 139 Hal. Heru
Pinus Lingga, 1994. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Swadaya. Jakarta. 160 Hal. ___________, 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Swadaya. Jakarta. 162 Hal. Pinus Lingga dan Marsono, 2005. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Swadaya Jakarta. 162 Hal.
Prihmantoro, 1998. Memupuk Tanaman Sayuran. Penerbit Swadaya. Jakarta. 69 Hal.
Poerwowidodo, 1993. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung. 273 Hal.
Indriani, 1992. Penelitian Tanaman dan Lahan Sesuai Kondisi Lingkungan Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta. 139 Hal.
Prawinata W. Harrans dan Tjondronegoro, 1981. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB Bogor.
Rahmat Rukmana, 1994. Bercocok Tanam Buah-buahan. Kanisius. Yogyakarta. Rismunandar, 1997. Tanaman Buahbuahan. Kanisius. Yogyakarta. Saefudin Sarief dan Aisyah D Soeyono, 1982. Ilmu Tanah Pertanian. Fakultas Pertanian. UNPAD. Bandung. Saefudin Sarief, 1980. Ilmu Tanah Pertanian (II). Fakultas Pertanian. UNPAD. Bandung. Sarwono Harjo Wigeno, 1989. Ilmu Tanah. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 233 Hal. Sarwono Harjo Wigeno, 1995. Ilmu Tanah Akademika Presindo. Jakarta 256 Hal. Saubari M. Mimbar, 1990. Pola Pertumbuhan dan Hasil Panen Jagung Hibrida Cl Karena Pengaruh Pupuk N dan Kerapatan Populasi Agrivita. vol.13 No.3 Agustus – Desember 1990. Universitas Brawijaya Malang. 82 Hal. Sitompul dan Bambang Guritno, 1995. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta. 95 Hal. Soegiman, 1992. Ilmu Tanah. Terjemahan Bookman Harry O dan Hyle C. Brandy. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. 788 Hal. Soepardi, 1977. Masalah Kesuburan Tanah dan Cara Penyelesaiannya. Departemen Ilmu Tanah dan Geologi. Bogor. Soeroto Sosro Soedarjo, Bachtiar Rifai dan Iskandar. 1990. Ilmu Memupuk. Yasa Guna. Jakarta.
Sri Setyati Harjadi, 1979. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta. 197 Hal. _______________, 1991. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta. 197 Hal. Sumardi Suriatna, 1988. Pupuk dan Pemupukan. Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta. 63 Hal. Surachmat Kusuma, 1984. Zat Pengatur Tubuh Tanaman. Yasa Guna. Bogor. 75 Hal. Taufik H. Tadjoedin dan Hadi Iswanto. 2002. Mengebunkan Mengkudu Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta. 67 Hal. Widish Pudji Winarto, 2005. Mahkota Dewa (Budidaya dan Pemanfaatan Untuk Obat). Penebar Swadaya. Jakarta. 87 Hal. Yusdar Hilman dan Etty Sumiati, 1990. Ilmu Tanah Indonesia (II). IPB Bogor. Zainal Abidin, 1990. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanah. Angkasa. Bandung. 177 Hal.