Pengaruh Disain dinding dan Ruang terhadap Temperatur dalam Ruangan yang Berdinding Beton Ringan di Surabaya, untuk Efisiensi Energi V. Totok Noerwasito Ima Deviana Jurusan Arsitektur ITS Institut Teknologi Sepuluh nopember Surabaya
[email protected]
Abstrak Salah satu system konstruksi yang diterapkan untuk mencapai pengadaan hunian bertingkat rendah dalam jumlah yang besar dan berkualitas, adalah mempergunakan beton ringan sebagai dinding. Bahan ini lebih mudah diproduksi secara masal dan mudah dipasang dilapangan, sehingga waktu konstruksi lebih pendek daripada konstruksi lain. Kelemahan bangunan yang berdinding beton ringan pada hunian untuk low income, adalah ruangan memiliki temperatur yang tinggi baik pada siang atau malam hari, terutama pada siang hari, sehingga banyak masyarakat yang tidak menyukai bahan bangunan ini, meskipun bahan bangunan ini relatif lebih murah daripada bata atau bataco. bangunan hunian untuk low income umumnya tidak mempergunakan AC (pasif cooling system). Penyebab masalah tersebut adalah kurangnya pemahaman arsitek atau pelaksana tentang thermal properties dan dari bahan bangunan tersebut, sehingga potensi dan kelemahan dari beton ringan tidak diketahuinya. Paper ini merupakan hasil study tentang disain bangunan yang berdinding beton ringan yang lebih efisien energi panas, yakni disain bangunan dinding beton ringan yang dapat menurunkan temperatur dalam ruangan, dengan variabel letak ruangan dan tebal dinding, sehingga penghuni dapat merasakan kenyamanan pada malam hari pada bulan terpanas. Faktor lain dalam penelitian adalah efisien terhadap energi produksi () material, faktor ini sangat berhubungan erat dengan penghematan energy sumber alam, sehingga energy produksi bahan bangunan dapat dikurangi. Penelitian dilakukan adalah dengan mempergunakan simulasi dengan mempergunakan program Archipak 5, sedangkan faktor yang mempengaruhi adalah thermal properties dan unit material dinding beton ringan. Simulasi program Archipak 5, sedangkan faktor yang mempengaruhi adalah thermal properties dan unit material dinding beton ringan. Hasil penelitian adalah: konsep disain ruangan atau bangunan berdinding beton ringan yang memiliki: kondisi tebal dinding luar 8 cm, dinding dalam 6 cm; posisi ruangan diantara ruangan lain; dinding luar berwarnah cerah dan jendela pembayangan: dan ukuran ruangan 3 x 4 m, merupakan ruangan yang efisien energi panas dan bahan bangunan. Hasil ini sebagai acuan Arsitek, Pelaksana dan Industri beton ringan untuk mendisain dinding beton ringan untuk hunian bertingkat rendah yang ada di kota besar di Indonesia, yang efisien energi baik dalam energi panas ruangan dan material yang dipergunakannya. Kata kunci: ruangan.
efisien energi, thermal properties, , simulasi, tebal dinding, tata letak
1. LATAR BELAKANG: Ketidak nyamanan di Surabaya, salah satu penyebabnya adalah temperatur dan kelembaban yang relatif tinggi. Hal ini menyebabkan Surabaya merupakan kota yang yang bertemperatur relatif tidak comfort. Temperatur Surabaya berkisar antara 20o – 34.7o C, sedangkan kelembabannya adalah 35 - 98%. Temperatur di luar ruang pada siang hari relatif panas, tetapi pada malam hari relatif dingin. Temperatur luar rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Oktober, sedangkan terdingin pada bulan Juli atau Agustus. Bangunan untuk hunian mass production (produksi masal) untuk bangunan masyarakat golongan ekonomi lemah, merupakan salah satu aplikasi konsep yang hemat energi di perkotaan. Di kota-kota besar Indonesia konsep ini sangat sesuai, karena selain penghematan energi untuk bangunannya sendiri, juga berpengaruh terhadap percepatan konstruksi bangunan dan penghematan pemakaian bahan bangunan terutama yang ada di Surabaya. Bangunan dengan beton ringan merupakan solusi dari pembuatan rumah masal yang efisien energi dan relatif lebih murah, meskipun belum tentu panas dalam ruangan seperti yang di khawatirkan masyarakat selama ini, disain ruang dan disain dinding yang akan mengurangi masalah tersebut. Selama ini keengganan masyarakat pada penggunaan beton ringan adalah: pada kondisi panas dalam ruangan akibat pemakaian bahan bangunan ini. Hal yang paling tidak disukai oleh mereka, adalah: bahwa mereka menganggap bahwa bahan bangunan ini menyimpan panas yang lama, sehingga pada malam hari panas tersebut dikeluarkan didalam ruangan. Bangunan dengan beton ringan merupakan solusi dari pembuatan rumah masal yang efisien energy dan relatif lebih murah, meskipun belum tentu panas dalam ruangan seperti yang di khawatirkan masyarakat selama ini, disain ruang dan disain dinding yang akan mengurangi masalah tersebut. Ruang yang efisien energi adalah isue sering yang dilontarkan oleh para arsitek dan ahli lingkungan untuk arsitektur yang berkelanjutan atau yang dikenal dengan istilah “Sustainable of Architecture”, dimana pada masa mendatang arsitektur tidak cukup hanya dengan estetik saja tetapi perlu efisien energi dengan bahan bangunan yang dipergunakannya, mengingat makin berkurangnya sumber alam terutama minyak bumi. Penelitian tentang efisien energi dalam bidang arsitektur di Indonesia, selama ini hanya meninjau pada masalah energi pemakaian listrik saja atau yang disebut dengan “operational energy”, tetapi tidak pernah mempermasalahkan efisien energi bahan bangunan baik dari segi proses produksi dan pengambilan bahan dasar yang dipergunakannya, yang disebut dengan istilah “ material”. Bagi industri, penelitian ini merupakan input dalam memproduksi bahan bangunan dindingnya, tidak hanya memperhatikan “thermal properties “ dari bahan bangunannya, tetapi juga memperhatikan “ material” terutama asal bahan dasar dari bahan bangunan tersebut apakah sumber alamnya dapat diperbaharui atau tidak. Bagi pemerintah atau pengembang yang menangani perumahan secara mass production agar tidak hanya memperhatikan masalah kecepatan konstruksi dan beaya yang murah, tetapi lebih kepada kenyamanan dalam ruang yang efisien energi baik dari “operational energy” dan “” Dinding beton ringan memiliki energi untuk proses pembuatan material ( material) lebih rendah daripada bata merah dan bataco, sebagai perbandingan sebagai berikut: beton ringan 228 MJ; Bata merah 525 MJ dan Bataco 294 MJ (Sumber:
Lawson 1996, Szokolay 1987, George Baird 1997). Jadi beton ringan merupakan material yang hemat energi. Penelitian ini meneliti bagaimana pengaruh disain dinding dan ruang terhadap efiesien energi ruang yang berdinding beton ringan, efisien energi tidak hanya untuk energi panas (operational energy) dalam ruangan tetapi juga efisien energi terhadap embodied energi material (proses produksi material), dibandingkan dengan pemakaian bata merah dan bataco. Hasil penelitian ini lebih direkomendasikan untuk pemakaian dinding beton ringan pada hunian dikota besar, yang akan diperuntukan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah. Mengingat beaya bangunan ini ini lebih murah; konstruksi cepat (rapid construction) dan efisien energi. 2. STUDI PUSTAKA Efisien energi dalam bangunan merupakan tuntutan yang paling utama saat ini, karena terbatasnya sumber alam saat ini, sehingga penghematan pemakaian energi perlu dilakukan. Pada saat yang lalu atau masih dianut oleh sebagian ahli bahwa efisien energi adalah: energi yang hanya berkaitan dengan panas dalam ruangan, ternyata menurut “sustainable architecture” (pada tahun 1997-1998) hal tersebut belum memadai perlu ditambah lagi yakni efisien energi untuk proses produksi bahan bangunannya juga yang dikenal dengan juga dengan “green product” (John Amatruda, 2004). Dalam bangunan terdapat dua energi yang penting yakni: energi untuk kenyaman dalam ruangan, yang disebut dengan “operational energy”; dan energi untuk proses produksi bahan bangunan yang dipergunakan pada bangunan tersebut yang dikenal dengan “ material” . kedua energi tersebut harus seimbang, tidak ada yang lebih menonjol diantara keduanya, sehingga perlu dilakukan optimasi dari keduanya. Bahan bangunan memegang peran dalam penghematan energi ini, karena bahan bangunan yang dipergunakan memiliki karakteristik dan dapat mempengaruhi kedua energi tersebut. Karakteristik yang dimiliki pada bahan bangunan pada operational energy adalah: “thermal properties”, dimana pada setiap bahan bangunan memiliki nilai yang berbeda sehingga pengaruh panas terhadap ruangan berbeda-beda pula. Demikian juga karakteristik bahan bangunan terhadap “material” masing-masing bahan bangunan berbeda pula. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Totok Noerwasito. 2006) “thermal properties” yang paling berpengaruh pada kondisi panas adalah: “decrement factor” dan “admittance” dimana keduanya juga ditentukan oleh thermal properties lainnya, yakni: conductivity, specific heat dan density dari bahan bangunan. Hal lain yang berpengaruh pada karakteristik adalah: luasan dinding disamping faktotfaktor lainnya. Reaksi yang dimiliki oleh bahan bangunan terhadap aksi panas dari luar timbul akibat Thermal properties yang dimiliki oleh bahan bangunan. Karakteristik dari bahan bangunan tersebut yang dapat berpengaruh terhadap penurunan panas didalam ruangan, disisi lain disaian bangunan juga memegang peran juga terhadap turunmya panas dalam ruangan, berikut rumus-rumus dari kedua faktor tersebut yang mendukung turunnya panas dalam ruangan. Sebagai tolok ukur kenyaman dalam ruangan, perlu diketahui temperatur yang nyaman di dalam ruangan, temperatur di Surabaya yang nyaman adalah: 25,5oC-28,7oC,
hal ini merupakan hasil penelitian dari Santosa (1986), sedangkan penelitian temperatur nyaman pada 26,4oC, dilakukan oleh Karyono (1999) di Jakarta. 3. METODE PENELITIAN a. Model simulasi. Model yang dipergunakan adalah model yang ditentukan berdasarkan ruangan pada hunian di Surabaya. Model terdiri dari beberapa jenis, yang memiliki karakteristik yang berbeda terhadap pengaruh sinar matahari. b. Variabel. Variabel bangunan adalah: tebal dinding ruangan, luas ruangan dan bukaan dinding. c. Simulasi Penentuan panas didalam ruangan, dilakukan dengan simulasi dibantu program komputer archipac 5. Sebagai masukan bagi simulasi ini adalah: variabel tebal, variabel luas ruangan dan varibel bukaan. Data iklim merupakan data penentu dari simulasi ini. d. Hasil simulasi. Hasil simulasi berupa kondisi temperatur dan overheated dalam ruangan, keduanya merupakan factor penentu dalam ruangan. Ruangan yang ideal adalah ruangan yang memiliki kondisi temperatur dalam mendekati temperatur nyaman, dan juga memiliki overheated yang relatif rendah. e. Analisa Hasil simulasi merupakan data yang belum dapat menjelaskan kondisi ruangan yang diinginkan sesuai tujuan dari penelitian. Kegiatan analisa merupakan kegiatan menguraikan, memperjelas, merangkum, dan menghubungkan dari semua data yang telah diperoleh dari simulasi. Hasil simulasi dipadukan dengan perhirungan dari bahan bangunan yang dipergunakan f. Guideline Merupakan kesimpulan dari pembahasan analisa, yang diarahkan sebagai pedoman untuk mendisain hunian dengan beton ringan di Indonesia 4. DISKUSI 4.1. Kriteria penentuan ruangan a. Ruangan yang memiliki panas rendah. Ditinjau dari variabel yang ditentukan terdapat beberapa tinjauan untuk kriteria ini sebagai berikut: Tata letak ruangan didalam bangunan yang memiliki temperatur dalam relatif rendah, berdasarkan rumus Szokolay(1987), tentang Heat Flow, menunjukan bahwa luas permukaan yang paling rendah heat flownya adalah ruangan yang memiliki luas permukaan luar yang paling minimal. Tebal dinding berpengaruh terhadap kondisi panas dalam ruangan, hal ini berdasarkan tabel dari IHVE British, tinggi temperatur puncak tergantung pada tebal dinding, semakin tebal semakin rendah temperatur puncak, kondisi ini berkaitan juga dengan rendahnya overheated dari ruangan tersebut. Luas ruangan berpengaruh terhadap panas dalam ruangan, berdasarkan hasil dari rumus Milk bank & Harrington (1974), makin besar luas dinding, makin rendah temperatur dalam. Sedangkan luas yang besar berhubungan dengan luas ruang yang relatif besar pula.
Luas bukaan berpengaruh terhadap temperatur dalam ruangan, bukaan dalam hal ini adalah jendela kaca. rumus Szokolay(1987) menjelaskan, bahwa semakin luas bidang kaca, semakin besar tambahan solar glass (sQsg) ruangan, sehingga luas bidang kaca tidak terlalu luas. b. Ruangan yang memiliki rendah. Nilai yang dipilih adalah berdasarkan : luas, berat dan volume. Berikut tinjauan terhadap varibel-variabel ruangan: Tata letak ruangan berpengaruh terhadap ruangan, bila volume pemakaian bahan bangunan didalam ruangan tersebut relatif kecil. Jenis tata letak ruangan yang memiliki volume bahan bangunan dinding yang relatif kecil adalah ruangan yang terletak diantara beberapa ruangan. Tebal dinding berkaitan dengan volume dinding yang memiliki nilai yang relatif rendah, adalah dinding yang memiliki volume yang relatif kecil. Dari tinjauan tebal dinding, volume yang relatif kecil adalah dinding yang memiliki tebal yang relatif tipis. Luas ruangan berkaitan dengan volume bahan bangunan pada ruangan, ruangan relatif sempit, memilki relatif rendah. Luas bukaan berupa jendela dan ventilasi, merupakan pengurangan terhadap volume dinding, semakin luas bukaaan semakin besar pengurangan volume dinding dan berakibat semakin kecil volume dinding ruangan. 4.2. Penentuan Kriteria Ruangan Efisien Energy Kriteria dari kedua faktor diatas menghasilkan kriteria variasi ruangan Efisien Energy, yakni : Tabel 1 kriteria untuk ruangan efisien energi panas dan embodied energy
No. 1 2 3 4
Jenis variabel Tata letak Tebal dinding Luas ruangan Luas bukaan
Kriteria Energi panas Tengah Tebal Luas Luas
Tengah Tipis Tidak luas Tidak luas
Sumber: Hasil analisa
Dari kriteria tabel 1 dan kondisi ruangan di Surabaya, ruangan yang terpilih adalah: ruangan berdinding luar 1 sisi, tebal dinding 8 cm, luas ruangan 12 m2 dan luas bukaan 0.8 m2.
36 derajat Celcius
34 32 30 28 26 24 22 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
jam 8 cm
10 minpan
6 minemb
Temp. luar
Temp.nyaman Atas
Temp. nyaman Bawah
Sumber: hasil simulasi Archipak 5 Gambar 1 Grafik temperatur ruangan dinding 6, 8 dan 10 cm
Secara umum temperatur dalam ruangan tebal dinding 10, 8 dan 6 cm relatif hampir sama, tetapi terdapat perbedaan dalam nilai temperatur puncak, overheated, durasi overheated dan , berikut nilai score energi antara ke tiga ruangan tersebut (lihat gambar 2).
score persen
40
33.78
35
33.08
33.14
30
8.12
7.44
9.44
8.67
8.16
8.16
7.98
9.10
7.91
8.30
8.43
8.27
Tebal 8 cm
Tebal 6 cm
Tebal 10 cm
25 20 15 10 5 0
Temperatur puncak
Overheated
Durasi tidak nyaman
Embodied energy
Sumber: hasil simulasi dan perhitungan Gambar 2 perbandingan nilai score energi semua variasi ruangan
Gambar 2 menunjukan bahwa perbandingan energi panas yakni: temperatur puncak, overheated dan durasi overheated relatif tidak berbeda, meskipun diantara ketiga ruangan tersebut, ruangan berdinding beton ringan 10 cm memiliki energi panas yang paling minimal. Dilain pihak ruangan tersebut memiliki paling tinggi. Ruangan berdinding 6 cm, memiliki terendah tetapi memiliki energi panas paling tinggi. Ruangan berdinding 8 cm merupakan ruangan yang memiliki besaran energi diantara kedua ruangan tersebut. Ruangan yang terpilih dari ketiga ruangan yang memiliki energi yang terendah sesuai dengan score pada gambar 2 adalah: ruangan berdinding 8 cm. 4.3. Optimalisasi ruangan
Terdapat beberapa kemungkinan mengoptimalkan ruangan agar terjadi penurunan energi panas atau . a. Perubahan dinding dalam Dinding dalam tidak berpengaruh terhadap pengaruh panas dari luar, oleh karena itu dinding dalam dapat diganti guna menurunkan ruangan. Disain dinding ruangan menjadi berbah yakni: dinding luar tebal 8 cm sedngkan dinding dalam berubah menjadi dalam tersebut dengan dinding yang lebih tipis, yakni tebal 6 cm. b. Perubahan luasan ruangan. semakin kecil luas ruangan, semakin kecil pula nilai ruangan. Hal yang terjadi makin menurun, tetapi energi panas meningkat (lihat gambar 3) 36 34 derajat celcius
32 30 28 26 24 22 20 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 jam
8/6/12/1m
8/6/9/1m
Temp.nyaman Atas
Temp. nyaman Bawah
Temp. luar
Sumber: hasil simulasi Gambar 3 Grafik temperatur ruangan berdinding luar 8 cm
Gambar 3 menunjukan bahwa temperatur puncak, overheated pada ruangan dengan luasan 9 m2, lebih tinggi daripada ruangan dengan luasan 12 m2. perbandingan keseluruhan dapat dilihat pada gambar 4. ruangan dengan luasan 12 m2 lebih besar daripada ruangan luas 9 m2, tetapi besar energi panas lebih rendah dan eeri total score pada gambar 4 menujukan ruangan dengan luasan 12 m2 memiliki nilai yang paling minimal. Sehingga dapat ditentukan bahwa ruangan dengan luasan 12 m2 merupakan ruangan yang lebih efisien energi, meskipun lebih besar daripada ruangan dengan luasan 9 m2.
60.00
49.53
50.47
score persen
50.00 13.06
11.94
30.00
12.50
12.50
20.00
11.55
13.45
12.42
12.58
Luas 12m2
Luas 9 m2
40.00
10.00 0.00
Temperatur puncak
Overheated K-hours
Durasi tidak nyaman
Embodied energy
Sumber: simulasi dan perhitungan Gambar 4 Grafik perbandingan energi panas dan ruangan berdinding luar 8 cm dan dinding dalam 6 cm
c. Penambahan pembayangan dan pengurangan absorption. Pembayangan dalam bangunan dilakukan dengan penambahan sunshading pada jendela kaca, sedangkan pengurangan absorption dilakukan dengan pemberian warna putih pada dinding luar. Perubahan disain ini dengan tujuan untuk menurunkan energi panas dalam ruangan. berikut perbandingan energi ruangan pada awal dan setelah perubahan disain. Akibat dari perubahan disain ruangan terjadi penurunan temperatur puncak sebesar 1.4 oC, overheated sebesar 14.1 K-H dan durasi overheated sebesar 5 jam. mengalami peningkatan sebesar 326.56 MJ, hal ini diakibatkan oleh penambahan konstruksi sunshading. 40
score persen
35
37.5
35.4
9.0
7.5
30 25
9.4
8.9
10.6
10.6
27.1 8.5
20 15
3.8
10 5
6.7
8.5
8.5
8.1
0 Seluruhdinding 8 cm
Temp puncak
Dind luar 8 cm, dlm 6 cm Dind luar 8 cm, dlm 6 cm, absp& shd
overheated
Durasi tdk nyaman
Embodied energy
Sumber: simulasi dan perhitungan Gambar 5 Grafik perbandingan energi ruangan sebelum dan sesudah perubahan disain
Gambar 5 menujukan bahwa temperatur puncak menurun akibat adanya pengurangan absorption dari dinding, meskipun tidak begitu tajam, akibat dari pengurangan absortion ini dan penambahan sunshading berpengaruh besar terhadap penurunan overheted dalam ruangan, demikian pula dengan durasi overheted. Secara umum ruangan dengan perubahan disain merupakan ruangan yang memilki efisien energy, dimana dalam perbandingan score gambar 5, perbedaan tersebut sebesar 43.7 %. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada bulan terpanas di Surabaya, temperatur dalam ruangan berdinding beton ringan tidak pernah mencapai batas temperatur nyaman baik pada siang maupun sore hari, temperatur nyaman dicapai mulai pukul 11.00 – 12.00 malam hari. Ruangan berdinding beton ringan yang ideal dari hasil dari penelitian ini adalah: a. Ruangan terletak diantara ruangan-ruangan lainnya. b. Luas dinding luar adalah: 3 x 3 m c. Tebal dinding beton ringan luar adalah 8 cm d. Dinding luar bercat putih e. Dinding dalam beton ringan tebal 6 cm f. Luas ruangan adalah 3 x 4 m dan tinggi 3 m g. Luas bukaan 0.8 x 1.3 m h. Jendela memiliki sunshading dengan lebar 1 m. Konsep disain untuk Ruangan yang berdinding beton ringan, yang efisien dalam energi panas dan adalah: a. Luas bidang dinding luar yang minimal. b. Tebal dinding luar dan dalam berbeda. c. Bentuk denah ruangan memanjang. d. Dinding luar bercat putih dan dilindungi dari panas matahari langsung. e. Luas bukaan tidak terlalu lebar, luas daun jendela kayu semaksimal mungkin, dan luas kaca minimal. Saran Efisien energi perlu dilanjutkan pada kondisi bangunan bertingkat rendah, dengan kondisi pendinginan pasif cooling. Karena kondisi bahan bangunan untuk bangunan bertingkat rendah berbeda dengan bangunan tidak bertingkat. DAFTAR PUSTAKA 1. [1995], Insulation Materials: Environmental Comparisons, Environmental Building News Volume 4, No. 1 -- January/February 1995, BuildingGreen Inc., http://www.buildinggreen.com/ecommerce/cat.jsp?=19 2. Baris Der Petrossian, Erik Johansson, [2000], Construction and Environment improving energy efficiency, Building issues No.2 vol 10 2000, LCHS Lund University, Lund Sweden. 3. Bo Adamson and Olle Aberg, [1993], Design for Climatization Houses in Warm Humid Areas, Building issues No.1 vol 5 1993, LCHS Lund University, Lund Sweden. 4. Brian Bell and Pat Huish, [1996], Thermal Comfort Aspects, Phoenix Central Library. htpp://www.caed.asu.edu/vitalsigns/index.htm 12 April 04, 07.00wib.
5. Busch. JF, [1992], A Tale of Two Populations: Thermal Comfort in Air Conditioned and Naturally Ventilated Offices in Thailand, Energy and building, no 18, 1992, p. 235 -239. 6. Christine Lin [-], A Sustainable Design Standard For Low Income Housing in Tropical Climates, finallin.pdf , 29 Oktober 2006 jam 08.57. 7. CSIRO Built Environment – On line Brochure, http://www,dbce,csiro,au /indembodied/embodied htm. 8. Enno Abel [1994]. Low-energy buildings.Energy and buildings no.21, 1994. p.169174. Elsevier S.A. Sweden. 9. Geoff Milne & Chris Readon [2005], Guidelines for Reducing , good residential guide -your home- Technical manual, http://www.yourhome. gov.au/ technical/fs31 _4.htm, 10 maret 2007, 2:01:40 PM. 10. George Baird Andrew Alcorn. Phil Haslam, [1997], The energy embodied in building materials - updated New Zealand coefficients and their significance, IPENZ Transactions, Vol. 24, No. 1/CE, Wellington.