DINDING BETON BUSA SEBAGAI ISOLATOR TERMAL UNTUK EFISIENSI ENERGI BANGUNAN Abdul Munir1 1
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Email:
[email protected]
ABSTRAK Komponen dinding bangunan memberi kontribusi besar dalam upaya penghematan penggunaan energi pada bangunan, terutama untuk bangunan yang menggunakan sistim pengkondisian udara (heating, ventilating, and air conditioning, HVAC). Perolehan panas dalam bangunan melalui dinding terjadi secara konduksi. Beton busa merupakan salah satu jenis material yang mempunyai nilai konduktifitas panas yang kecil sehingga menjadi suatu alternatif penggunaan bahan bangunan yang hemat energi. Dalam konteks daerah tropis, dengan suhu luar yang rata-rata tinggi sepanjang tahun mendorong pemakaian sistem pengkondisian udara (AC). Untuk penghematan energi AC, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bahan dinding yang mampu menghambat panas lebih baik sehingga dapat mengurangi beban pendinginan AC. Untuk peningkatan kekuatan beton busa, baik kuat tekan maupun kuat tarik, berbagai menambahan bahan pengisi dalam beton busa telah dilakukan, antara lain dengan menambah serat-serat alam seperti serat sabut kelapa, serat ijuk, dan sekam padi. Kajian ini membahas kinerja beton busa sebagai material hemat energi serta upaya peningkatan kinerja termal (nilai konduktifitas panas) dengan menambahan meterial serat alami. Ada kecendrungan perubahan nilai konduktifitas panas dengan penambahan serat-serat alami dalam beton busa, walaupun perbedaannya relatif kecil. Namun demikian, penambahan serat sebesar 1%, 2% dan 3% dalam beton busa tidak meningkatkan nilai insulasi panas secara signifikan karena persentase serat relatif kecil dibandingkan dengan material pembentuk beton busa lainnya. Penambahan serat alami dalam beton busa tidak meningkatkan nilai insulasi panas pada material beton busa. Nilai konduktifitas ditentukan oleh berat jenis (SG) dari beton busa. Peningkatan kekuatan lentur dengan penambahan serat di dalam beton busa memberi nilai positif terhadap peluang pengembangan beton busa sebagai dinding, misalnya dalam bentuk dinding panel. Kata kunci: beton busa, serat alami, hemant energi, konduktifitas panas, isolator.
1. PENDAHULUAN Sebagai daerah yang rawan terhadap bencana gempa, diperlukan upaya untuk mencari bahan bangunan alternatif yang mampu untuk mengurangi bobot bangunan secara keseluruhan. Dinding merupakan salah satu komponen utama bangunan yang memberi konstribusi besar terhadap beban struktur bangunan. Dari sisi penggunaan energi pada bangunan, terutama untuk sistim pengkondisian udara (heating, ventilating, and air conditioning, HVAC), komponen dinding memberi kontribusi besar terhadap beban energi. Hal ini disebabkan karena dinding merupakan modifier lingkungan yang membatasi lingkungan dalam bangunan dan lingkungan luar. Luas dinding dan karakteristik bahan pembentuk dinding yang berhubungan dengan udara luar menentukan laju pertukaran panas antara bangunan dengan lingkungan sekitar. Dalam konteks daerah tropis, seperti Provinsi Aceh, dengan suhu luar yang rata-rata tinggi sepanjang tahun mendorong pemakaian sistem pengkondisian udara (AC). Untuk penghematan energi AC, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bahan dinding yang mampu menghambat panas lebih baik sehingga dapat mengurangi beban pendinginan AC. Penggunaan beton busa sebagai bahan konstruksi bangunan tidak saja menghasilkan beban struktur bangunan menjadi lebih ringan, kandungan udara dalam beton dengan ukuran diameter yang kecil (0,1 – 1,0 mm) dan tersebar merata (homogen) menjadikan beberapa sifat beton lebih baik, misalnya sebagai penghambat panas (heat insulation) dan penghambat suara (sound insulation) (Legatski, 1978). Beton busa dapat diproduksi dengan berat volume yang berkisar dari 400 – 1800 kg/m3 yang dapat menghasilkan sifat panas bahan (thermal conductivity) yang baik sebagai kompoen insulasi panas. Sifat beton busa yang diaplikasikan pada dinding sebagai penghambat panas memberi kontribusi yang signifikan terhadap upaya pengematan energi pada bangunan, terutama akiba kehilangan energi pendinginan pada ruangan dengan udara yang dikondisikan (AC). Sifat material dinding yang mampu menghambat panas juga sangat diperlukan untuk bangunan yang berpenghawaan alami.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
M-17
Material
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki tingkat isolasi panas (heat insulation) dari beton busa yang digunakan sebagai dinding bangunan nilai konduktifitas panasnya. Disamping itu, dilakukan juga pengujikan kenerja termal terhadap beton busa dengan penambahan material lain berupa serat alami yang meliputi serat sabut kelapa, serat ijuk, dan sekam padi. Penambahan material dari serat alami ini telah menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap kekuatan beton busa. Pada penelitian ini akan dilakukan serangkaian pengujian sifat-sifat mekanis dan sifat termal (thermal properties) dari beton busa dan beton busa dengan menggunakan berbagai bahan tambahan Bahan tambahan yang dipilih berupa serat alam hasil limbah pertanian yang mudah diperoleh seperti sabut kelapa dan serat ijuk yang mempunyai sifat termal yang baik dalam menghambat panas. Sifat termal beton busa juga dibandingkan dengan sifat termal bahan dinding konvensional dari batu bata yang di uji secara bersamaan dengan beton busa.
2. METODOLOGI Program penelitian Dalam penelitian ini ditetapkan nilai spesific gravity (SG) 1,0 untuk seluruh kondisi campuran sehingga dapat diketahui pengaruh penambahan serat alami pada beton busa dengan kekuatan yang mendekati sama. Penambahan serat ke dalam beton busa untuk masing-masing jenis serat adalah 1%, 2%, dan 3%. Variasi benda uji beton busa diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Variasi dan jumlah benda uji Jenis
No. 1.
Beton Busa Normal
2.
Beton Busa Serat Ijuk
3.
Beton Busa Serat Sabut Kelapa
4.
Beton Busa Sekam Padi
Persentase Serat 1% 2% 3% NM01 NM02 NM03 IJ21 IJ31 IJ11 IJ12 IJ22 IJ32 IJ13 IJ23 IJ33 SK11 SK21 SK31 SK12 SK22 SK32 SK13 SK23 SK33 SP11 SP21 SP31 SP12 SP22 SP32 SP13 SP23 SP33
Jumlah Benda Uji 3 uji termal 3 uji kuat tekan 3 uji lentur 9 uji termal 9 uji kuat tekan 9 uji lentur 9 uji termal 9 uji kuat tekan 9 uji lentur 9 uji termal 9 uji kuat tekan 9 uji lentur
Bahan dan peralatan Sebagai bahan utama campuran beton busa digunakan semen tipe-I sebagai bahan pengikat. Untuk mendapatkan sifat bahan bangunan sebagai instulator panas, beberapa material tambahan dari limbah pertanian dan perkebunan berupa serat alami ditambah dalam campuran beton busa. Material tambahan dari serat alami yang berupa serat adalah sabut kelapa, sekam padi dan ijuk. Busa yang digunakan adalah busa sintetis berupa foam agent yang buat dengan foam generator. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk pengujian sifat termis dari beton busa adalah thermocouple dan data logger untuk pengukuran suhu permukaan benda uji serta untuk pengukuran suhu ruang.
Perawatan benda uji Perencenaan proporsi campuran untuk benda uji pada penelitian ini didasarkan pada target spesific grafity (SG) beton busa sebesar 1.00 dengan faktor air semen (FAS) 0.40. Persentase bahan tambahan berupa serat yang harus ditambahkan didasarkan pada berat volume campuran atau SG beton busa yang direncanakan. Benda uji digunakan untuk pengujian kuat tekan adalah silinder dengan diameter 100 mm dan tinggi 200 mm. Sedangkan untuk uji tarik lentur digunakan benda uji berbentuk prisma berukuran 100 mm x100 mm x 400 mm, dan untuk uji sifat termal digunakan benda uji ukuran 100 mm x 100 mm x 30 mm.
Metode pengujian Pengujian sifat mekanis beton busa Pengujian terhadap sifat mekanis beton busa dilakukan pembebanan tekan Universal Testing Mechine merek Ton Industries buatan Jerman. Pengujian tekan silinder beton dan pengujian lentur mengikuti metode standar yang diberikan ASTM. Sebelum pengujian, terhadap benda uji diukur dimensi dan ditimbang beratnya. Pada setiap seri pengujian jumlah benda uji yang dibebani adalah 3 buah.
M-18
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Material
Pengujian sifat termis beton busa Untuk menguji kinerja termal beton busa dan beton busa dengan penambahan serat alami maka dibuat benda uji dengan ukuran 30 mm x 100 mm x 100 mm untuk setiap kombinasi jenis campuran. Model uji serta penempatan benda uji dan sensor suhu diperlihatkan pada Gambar 1. Sensor suhu untuk mengukur perubahan suhu ditempelkan pada kedua permukaan benda uji seperti diiperlihatkan pada Gambar 2. Model uji ditempatkan dalam ruang yang dikondisikan dengan suhu ruang 23°C dan dalam model uji ditempatkan heat generator (aliran panas melalui bola lampu pijar) dengan suhu sekitar 47°C sehingga terjadi perbedaan suhu antara di luar dan di dalam model uji.
Gambar 1. a. Model uji untuk pengujian kinerja termal beton busa (ruang model uji terbuat dari Styrofoam board); b. Metode pengukuran suhu benda uji. (ket: Ta,out = suhu ruangan (lebih dingin);Tsout = suhu permukaan luar; Ts,in = suhu permukaan dalam, dan Ta,in= suhu dalam model uji (lebih panas) Pengujian dilakukan sampai kondisi sistem uji telah mencapai kondisi steady state sehingga gradient suhu untuk masing-masing benda uji dapat diketahui. Variabel-variabel pengukuran dan prinsip aliran panas dalam benda uji diilustrasikan pada Gambar 2. Dalam kondisi yang stabil (steady-state), banyaknya aliran panas yang terjadi seperti diperlihatkan pada Gambar 4.4 (b) adalah sama antara Q1, Q2, dan Q3. sehingga dengan mengetahui nilai laju panas Q2, maka nilai hambatan panas beton busa dapat dihitung menggunakan Rumus (2), dimana Q1 = Q2.
Gambar 2. Benda uji dan posisi penempatan sensor suhu pada tiap benda uji (ket: Ta,out= suhu ruangan;Ts,out= suhu permukaan luar; Ts,in= suhu permukaan dalam, dan Ta,in= suhu dalam model uji). Pengujian dilakukan sampai kondisi sistem uji telah mencapai kondisi steady state. Variabel-variabel pengukuran dan prinsip aliran panas dalam benda uji diilustrasikan pada Gambar 4. Dalam kondisi yang stabil (steady-state), banyaknya aliran panas yang terjadi seperti diperlihatkan pada Gambar 4(b) adalah sama, dimana Q1=Q2=Q3. Dengan mengetahui nilai laju panas Q2, maka nilai hambatan panas beton busa dapat dihitung menggunakan persamaan: Q1 = Q2
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
(3)
M-19
Material
Q 1 = a c (T s ,in - T a ,in ) Q2=
(4)
l (T s ,in - T s ,out ) x
(5)
Q1 = perpindahan panas antara udara dalam model uji dengan suhu permukaan dalam secara konveksi (W); Q2 = perpindahan panas antara permukaan dalam dan permukaan luar benda uji secara konduksi (W); Koeffisien perpindahan panas (αc) dapat dihitung untuk condisi free convection dengan persamaan (Hagentoft, 2003):
a c = 2 T a ,in - T s ,in
1
4
(6)
Sehingga nilai konduktifitas dapat ditulis:
l =a c x
T s ,in - T a ,in
(7)
T s ,in - T s ,ou
Dimana: λ= konduktifitas panas (W/m. °C) αc = koefisien perpindahan panas secara konveksi (W/m2. °C); Ts,out = suhu permukaan luar benda uji (°C); Ts,in = suhu permukaan dalam benda uji (°C); Ta,in = suhu udara dalam (°C); Ta,out = suhu udara luar (°C); x = ketebalan benda uji (m)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kekuatan beton busa Pengujian kekuatan beton busa dengan penambahan serat dan bahan pengisi secara umum menunjukkan terjadinya penurunan kekuatan tekan dan peningkatan kekuatan tarik beton busa seperti diperlihatkan pada Gambar 3dan 4. Berdasarkan hasil regresi linear yang ditunjukkan pada Gambar 3, penambahan serat ijuk dalam beton busa tidak mengurangi kekuatan tekannya, sementara kekuatan tarik meningkat sesuai dengan persentase serat yang diberikan (Gambar 4). Peningkatan kekuatan tarik juga diperlihatkan dengan penambahan serat sabut kelapa dengan peningkatan yang hampir sama dengan penambahan ijuk. Namun demikian, penambahan serat sabut kelapa memberi pengaruh negatif terhadap kuat tekan yang terjadi penurukan kekuatan berdasarkan persentase serat sabut kelapa (Gambar 3). 80
SP
kg/cm 2
Kuat Tekan
75 70
SK
65
IJ
60
Linear (SP)
55
Linear (SK)
50
Linear (IJ)
45 40 35 30 0%
1%
2%
3%
4%
Persentase Serat
Gambar 5. Kuat tekan benda uji Ø 100 mm pada umur beton 28 hari untuk beton busa normal dan beton busa berserat ( serat ijuk, serat sabut kelapa dan sekam padi)
M-20
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Material
40
SP
35
SK
kg/cm 2
Kuat Lentur
30
IJ
25
Linear (SP)
20
Linear (SK)
15
Linear (IJ)
10 5 0 0%
1%
2%
3%
4%
Persentase Serat
Gambar 6. Kuat lentur benda uji balok 100 mm x100 mm x 400 mm pada umur beton 28 hari untuk beton busa normal dan beton busa berserat ( serat ijuk, serat sabut kelapa dan sekam padi) Penambahan sekam padi tidak memberi pengaruh positif terhadap kekuatan beton busa, baik kuat tekan maupun kuat tarik. Pemberian sekam padi mengurangi kuat tekan dan kuat tarik beton busa. Namun demikian, kekuatan beton masih dalam batas yang memadai untuk bahan elemen bangunan yang non-struktural antara 0,35 MPa sampai 7 MPa. Hasil ini memperkuat Abdullah et.al (2009) yang meneliti pengaruh pemberian serat dan bahan pengisi pada beton busa yang diperuntukkan untuk bahan struktural dengan SG 1,2 – 1,8.
50
CH1
CH2
CH3
CH4
CH5
CH6
CH7
CH8
CH9
CH10
CH11
CH12
CH13
CH14
CH15
CH16
CH17
CH18
CH19
CH20
Suhu Udara Dalam 45
40
Temperatur (C)
Suhu Permukaan Dalam
35
Suhu Permukaan Luar 30
25
Suhu Udara Luar
20 10:00
10:30
11:00
11:30
12:00
12:30
13:00
13:30
Waktu
Gambar 5. Tipikal hasil pengukuran suhu udara luar dan dalam ruang uji serta suhu permukaan luar dan dalam dari sembilan benda uji
Kondisi termal beton busa Pengujian kinerja beton busa normal dan dengan penambahan serat terhadap karakteristik termal dilakukan dalam kondisi steady state. Kondisi diperoleh ketika temperantur pada sistem dalam keadaan konsta, baik temperatur udara dalam ruang uji maupun suhu permukaan seperti yang diilustrasikan pada Gambar 5. Suhu sistem dalam kondisi konstan diperoleh kira-kira satu jam setelah diberikan panas (lampu pijar di hidupkan) di dalam ruang uji. Data suhu konstan selanjutnya digunakan untuk menganalisa gradien suhu antara permukaan dalam dan permukaan luar untuk setiap benda uji.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
M-21
Material
Karakteristik termal beton busa Salah satu keunggulan dari beton busa adalah mempunyai kemampuan untuk menjadi thermal insulator jika digunakan sebagai dinding bangunan. Nilai insulasi panas dapat dilihat berdasarkan besarnya nilai konduktifitas panas dari suatu material. Tabel 2 memperlihatkan hasil pengukuran nilai konduktifitas panas dari beton busa, baik yang normal maupun dengan penambahan serat alami. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata konduktifitas panas untuk beton busa normal tanpa penambahan serat adalah 0,20 W/m.°C. Ada kecendrungan perubahan nilai konduktifitas panas dengan penambahan serat-serat alami dalam beton busa, walaupun perbedaannya relatif kecil seperti diperlihatkan pada Gambar 6. Tabel 2. Hasil Perhitugan nilai konduktifitas panas λ (W/m.°C) dari benda uji; setiap benda uji dilakukan tiga kali pengukuran, dan setiap jenis terdiri dari tiga benda uji Benda Uji 1 Benda Uji 2 Benda Uji 3 Jenis Beton Standar Rata-rata Test-1 Test-2 Test-3 Test-1 Test-2 Test-3 Test-1 Test-2 Test-3 Busa Deviasi NM 0.207 0.219 0.215 0.184 0.175 0.169 0.204 0.196 0.188 0.195 0.018 IJ1% 0.187 0.162 0.157 0.244 0.226 0.219 0.244 0.254 0.235 0.214 0.036 IJ2% 0.219 0.210 0.206 0.269 0.245 0.240 0.252 0.192 0.176 0.223 0.030 IJ3% 0.151 0.152 0.147 0.243 0.216 0.214 0.200 0.188 0.179 0.188 0.034 SK1% 0.268 0.241 0.237 0.208 0.168 0.161 0.292 0.323 0.308 0.245 0.058 SK2% 0.182 0.147 0.144 0.229 0.211 0.204 0.238 0.188 0.181 0.192 0.033 SK3% 0.190 0.184 0.175 0.189 0.170 0.167 0.150 0.181 0.171 0.175 0.013 SP1% 0.193 0.172 0.168 0.176 0.162 0.157 0.252 0.201 0.198 0.186 0.029 SP2% 0.146 0.111 0.106 0.211 0.146 0.142 0.143 0.038 SP3% 0.297 0.299 0.286 0.202 0.193 0.188 0.183 0.176 0.173 0.222 0.055
Catatan: NM: beton busa normal IJ : beton busa dengan penambahan serat ijuk SK: beton busa dengan penambahan serat sabut kelapa SP: beton busa dengan penambahan sekam padi 0.30 0.28
Konduktifitas (W/mK)
0.26 0.24 0.22 0.20 0.18
IJ SK
0.16
SP
0.14
Linear (IJ) Linear (SK)
0.12
Linear (SP)
0.10 0%
1%
2%
3%
4%
Jumlah Serat
Gambar 6. Grafik kecendrungan secara linear pengaruh penambahan serat dalam beton busa terhadap nilai konduktifitas panas (λ)
Pengaruh penambahan serat dalam beton busa Gambar 6 memperlihatkan hubungan antara penambahan serat dalam campuran beton terhadap nilai konduktifitas panasnya. Secara umum, seperti diperlihatkan pada Gambar 5.4 diatas, penambahan serat sampai dengan 3% dari volume beton busa tidak secara memperbaiki atau menurunkan nilai konduktifitas panasnya. Bahkan, penambahan serat ijuk memperbasar nilai konduktifitas panas yang berarti mempercepat proses perpindahan panas pada dinding. Penggunaan sabut kelapa sedikit memperbaiki nilai isolar ari bahan beton busa, namun tidak signifikan.
M-22
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Material
Dalam jumlah serat yang relatif kecil kecil dibandingkan dengan proporsi semen dan bahan lain, peran serat dalam memperbaiki kinerja termal beton busa tidak maksimal. Disisi lain, berat jenis beton busa yang dihasilkan dalam percobaan ini adalah sama dimana benda uji didisain untuk beton busa dengan SG 1,0. Variabel SG tersebut juga merupakan salah satu kemungkinan yang menyebabkan tidak ada perbedaan signifikan nilai konduktifitas dengan penambahan serat dalam beton busa.
Aplikasi beton busa berserat Beton busa mempunyai bebarapa keuntungan untuk diaplikasikan pada bangunan termasuk untuk dinding karena sifatnya yang ringan dan mempunyai nilai konduktifitas panas yang kecil. Walaupun penambahan serat alami tidak meningkatkan nilai beton busa sebagai isolator panas secara signifikan, pengikatan kekuatan lentur/tarik juga memberi nilai positif dalam aplikasi beton busa sebagai dinding. Peningkatan kuat lentur memungkinkan untuk diproduksi beton busa berserat sebagai dinding dalam dimensi yang lebih tipis. Pembuatan dinding dalam bentuk panel merupakan salah satu solusi dengan memanfaatkan keunggulan beton busa sebagai isolator. Dalam bentuk panel, kuat lentur memberiri kontribusi terhadap kekuatan panel secara keseluluhan. Pemanfaatan serat sintesis seperti dari fiber glass merupakan satu pilihan untuk memungkinkan beton busa dapat dibentuk menjadi panel dinding. Diperlukan kajian lanjutan terhadap komninasi antara beton busa dengan serat buatan dari bahan sintetis baik terhadap kekuatan maupun sifat beton busa dari segi termal.
4. KESIMPULAN Komponen dinding memberi kontribusi besar pada upaya penghematan penggunaan energi pada bangunan, terutama untuk bangunan dengan sistim pengkondisian udara (heating, ventilating, and air conditioning, HVAC). Perolehan panas dalam bangunan akibat lingkungan luar sebagian besar diperoleh akibat perpindahan panas melalui dinding dengan cara konduksi. Beton busa merupakan salah satu jenis material yang mempunyai nilai konduktifitas panas yang rendah sehingga dapat menjadi suatu alternatif penggunaan bahan bangunan hemat energi. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa nilai rata-rata konduktifitas panas untuk beton busa normal tanpa penambahan serat adalah 0,20 W/m.ºC. Ada kecendrungan perubahan nilai konduktifitas panas dengan penambahan serat-serat alami dalam beton busa, walaupun perbedaannya relatif kecil. Namun demikian, penambahan serat sebesar 1%, 2% dan 3% dalam beton busa tidak meningkatkan nilai insulasi panas secara signifikan karena persentase serat relatif kecil dibandingkan dengan material pembentuk beton busa lainnya. Dapat disimpulkan bahwa penambahan serat alami dalam beton busa tidak meningkatkan nilai insulasi panas pada material beton busa. Nilai konduktifitas ditentukan oleh berat jenis (SG) dari beton busa. Peningkatan kekuatan lentur dengan penambahan serat di dalam beton busa memberi nilai positif terhadap peluang pengembangan beton busa sebagai dinding, misalnya dalam bentuk dinding panel.
DAFTAR PUSTAKA Legatski L. M. (1978). Cellular Concrete, American Society for Testing and Materials Special Technical Publication 169B on the Significance of Tests and Properties of Concrete and Concrete-Making Materials, pp. 836-851. Abdullah dan Surya Bermansyah (2007), Pengembangan Beton Ringan, Laporan Hasil Penelitian TPSDP. Abdullah dan Surya Bermansyah (2008), Sifat Mekanis Beton Busa, Jurnal Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala. Soegianto, (1998), Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis Lembab Ditinjau dari Aspek Fisika Bangunan, DIKTI Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hagentoft C.E. (2003), Introduction to Building Physics, Studenlitteratur, Lund, Sweden. Narayanan, N. and Ramamurthy, K. (2000). Structure and properties of aerated concrete: a review, Cement and Concrete Composites, 22, pp. 321-329. Clarke, J.L. (1993). Structural Llightweight Aggregate Concrete, First edition, Chapman & Hall, USA. ACI Committee 213. (1987). Guide for structural lightweight aggregate concrete, American Concrete Institute, Farmington Hills, MI. The Institution of Structural Engineers and the Concrete Society, Guide: Structural Use of Lightweight Aggregate Concrete, 58 pp. (London, Oct 1987). Regan P.E. and Arasteh A.R., (1990) Lightweight aggregate foamed concrete, The Structural Engineer, V. 68, No. 9, pp. 167-173.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
M-23
Material
M-24
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011