Karakterisasi Permukaan Selektif Sebagai Upaya Peningkatan Efisiensi Kolektor Surya Termal I Gusti Ketut Puja Program Studi Teknik Mesin FST Universitas Sanata Dharma Kampus III Paingan Maguwoharjo, Depok, Sleman Yogyakarta Telp. 0274-883037
[email protected] Abstract Indonesia as a tropical country has a lot of solar energy potential annually. The application of solar energy can be done on the two ways. First, directly used its heat from the collector. The second way is converts its to the electric power by photovoltaic technology In this research developing the selective surface on the collector material was done experimentally used sputtering technology. The sample from aluminum plate witch is 1 mm thick is sputtered with copper oxide (CuO) use DC Sputtering machine at the PTAB – BATAN Yogyakarta. The temperature and time as the sputtering process parameters are vary. The sample then characterized to obtain the value of thermal emissivity and absorptivity factors. The result of this reasearch that is the thermal emissivity factor of the sample decrease while the thermal absorptiviy increase after sputtered with copper oxide (CuO) as the selective surface. The optimal value occur on the parameter sputtering process at 100 degree Celcius for 30 minutes Keywords : selective surface, thermal emissivity, thermal absorptivity, sputtering
1. Pendahuluan Pada saat ini Indonesia mengalami krisis energi fosil terutama minyak bumi. Cadangan energi fosil yang dimiliki Indonesia terus berkurang dan apabila tidak ditemukan cadangan baru, suatu saat energi tersebut akan habis. Sementara kebutuhan energi terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Pemanfaatan sumber energi terbarukan perlu diupayakan agar ketergantungan terhadap energi fosil dapat dikurangi. Potensi energi terbarukan di Indonesia seperti energi surya, energi angin dan energi samudra cukup besar. Menurut data Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia memiliki potensi energi surya dengan radiasi harian rata-rata 4,8 kWh/m2[1] Sampai saat ini ada dua jenis teknologi yang sudah diterapkan untuk memanfaatkan potensi energi surya, yaitu teknologi surya termal dan energi surya fotovoltaik. Teknologi surya termal adalah suatu cara untuk mengubah (konversi) radiasi surya menjadi panas. Cara ini menggunakan alat pengumpul (kolektor) radiasi surya. Kolektor surya termal berfungsi menerima dan mengumpulkan radiasi surya sebanyak mungkin dan mengalirkannya ke fluida kerja. Oleh karena itu, salah satu syarat bahan kolektor adalah memiliki faktor absorptivitas dan konduktivitas tinggi. Efisiensi konversi sangat tergantung pada sifat-sifat bahan absorber dalam kolektor. Kemampuan pelat absorber dalam menyerap radiasi surya (radiasi gelombang pendek) tergantung pada faktor absorptivitas surya (α), makin besar faktor absorptivitas surya suatu bahan absorber semakin besar efisiensi konversinya. Di sisi lain, jika bahan absorber menerima radiasi surya maka temperaturnya akan meningkat sehingga berpotensi
memancarkan energi radiasi (radiasi gelombang panjang). Besar radiasi yang dipancarkan bahan absorber tergantung pada faktor emisivitas termal (ε). Semakin besar faktor emisivitas termal suatu bahan absorber semakin besar rugi-rugi energi yang terjadi sehingga akan menurunkan efisiensi konversinya. Pada umumnya bahan yang memiliki faktor absorptivitas tinggi juga memiliki faktor emisivitas tinggi. Idealnya permukaan pelat absorber memiliki harga absorptivitas surya yang tinggi yaitu mendekati 1 (satu), tetapi memiliki harga emisivitas termal yang rendah yaitu mendekati 0 (nol), permukaan seperti ini disebut permukaan selektif. Permukaan selektif dapat diperoleh dengan memberikan lapisan selektif yang mampu menyerap radiasi surya (gelombang pendek) dan menahan pancaran energi (radiasi gelombang panjang). Ada beberapa jenis lapisan selektif diantaranya, oksida tembaga(CuO), oksida seng (ZnO), oksida kobalt (Co2O), oksida aluminium (Al2O3) dan lain sebagainya. Salah satu cara membentuk lapisan selektif pada permukaan bahan adalah dengan teknologi sputtering. Teknologi ini telah dikembangkan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Maju (P3TM) – BATAN Yogyakarta. Keunggulan metode sputtering diantaranya dapat membentuk lapisan tipis yang homogen, padat dan hemat bahan target. Dari uraian tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa efisiensi konversi kolektor surya termal dapat ditingkatkan dengan membentuk permukaan selektif pada bahan kolektor. Pada penelitian ini akan dibuat lapisan selektif oksida tembaga (CuO) pada permukaan pelat aluminium (Al) dengan metode sputtering dan akan dikarakterisasi sifatsifat optis lapisan terserbut. Aluminium dipilih sebagai bahan pelat absorber karena tidak beracun, relatif murah dan mudah didapatkan di pasar lokal serta memiliki sifat dasar yang baik sebagai pelat absorber. Sedangkan metode sputtering dipilih karena teknologi ini relatif baru di Indonesia dan untuk meningkatkan penerapan teknologi ini pada bidang rekayasa bahan. 2. Landasan Teori Pelat absorber harus memiliki faktor absorptivitas surya yang besar (mendekati satu), emisivitas termal yang becil (mendekati nol), transisi spektral yang tajam antara absorptivitas surya yang tinggi dengan emisivitas termal yang rendah, sifat optik dan fisik yang stabil, kualitas kontak pelat dengan lapisan selektif yang baik dan mudah di aplikasikan [2]. Lapisan permukaan oksida tembaga merupakan permukaan selektif pertama yang digunakan pada pemakaian praktis. Lapisan oksida tembaga dibentuk dengan konversi kimia yaitu dengan mencelupkan pelat tembaga yang telah dibersihkan dan dipolis ke dalam larutan panas NaOH dan larutan NaCl selama waktu tertentu. Faktor absorptivitas surya (α) yang didapatkan sebesar 0,89 dan faktor emisivitas termal (ε) sebesar 0,17 [3]. Permukaan selektif oksida kobal (Co) dapat dibuat dengan metode elektroplating pada pelat baja-nikel, dengan metode ini didapatkan faktor absorptivitas surya (α) antara 0,87 – 0,92 dan faktor emisivitas termal (ε) antara 0,07 – 0,08 [2]. Penelitian proses pembuatan permukaan selektif dengan metode sputtering berhasil menurunkan faktor emisivitas termal (ε) dari 0,12 menjadi 0,06 dengan mengganti lapisan anti korosi dari Ni-Cr menjadi Cu-Ni dan menaikkan absorptivitas surya (α) dari 0,890,91 menjadi 0,97 [4]. Oksidasi aluminium dan pigmentasi nikel dengan metode elektrokimia dalam pembuatan permukaan selektif menghasilkan absorptivitas surya sebesar 0,91 dan emisivitas termal sebesar 0,17 [5]. Penelitian daya tahan permukaan selektif pada absorber aluminium menunjukkan peningkatan absorptivitas surya dari 0.81-
0.86 menjadi 0.87-0.89 dan penurunan emisivitas termal dari 0.30-0.35 menjadi 0.17-0.19 setelah pengujian selama 250 hari [6]. Pembuatan permukaan selektif C/Al2O3/Al dengan metode gerinda menggunakan kekasaran permukaan gerinda 1μm – 2 μm menghasilkan absorptivitas surya sebesar 0,90 dan emisivitas termal sebesar 0,25 [7]. Pengujian mikrostruktur permukaan selektif pada metode gerinda menunjukkan bahwa komposisi dan struktur dari alat gerinda dapat mempengaruhi hasil. Dengan menggunakan komposisi dan struktur gerinda yang tepat dapat menaikkan absorptivitas surya sampai diatas 0,94 [8]. Penelitian karakterisasi permukaan selektif C/Al2O3/Al dengan metode gerinda menunjukkan bahwa penurunan unjuk kerja absorber disebabkan adanya embun pada permukaan. Embun akan menyebabkan hidrasi Al2O3 karenanya penambahan penahan uap air pada kolektor sangat disarankan terutama pada daerah dengan kelembaban udara yang tinggi [9] Ketika suatu radiasi mengenai sebuah benda maka sebagian akan dipantulkan (reflected), sebagian akan diserap (absorbed), dan jika benda tersebut transparan maka sisanya akan diteruskan (transmitted). Hubungan antara reflectivitas (ρ), absorptivitas (α), dan transmisivitas (τ) pada suatu panjang gelombang tertentu (λ) adalah [10] : (1) αλ + ρλ+τλ = 1 Hukum Kirchoff mengatakan bahwa suatu benda yang berada dalam kesetimbangan termodinamik akan mempunyai absorptivitas (α) yang sama dengan emisivitas (ε) pada suatu panjang gelombang tertentu atau dapat dinyatakan dengan persamaan : (2) ε λ = αλ Persamaan (2) hanya berlaku untuk permukaan yang tidak bergantung pada sudut azimut φ, dan sudut polar μ. Jika permukaan tersebut tergantung pada sudut azimut φ dan sudut polar μ maka persamaan diatas akan menjadi : (3) ελ(μ,φ) = αλ(μ,φ) Untuk permukaan yang tidak transparan (opaque) maka radiasi hanya akan diserap dan dipantulkan karena permukaan yang tidak transparan tidak meneruskan radiasi (τ = 0) sehingga persamaan menjadi : αλ + ρλ = ελ + ρλ = 1 (4) atau secara umum : (5) ελ(μ,φ) = αλ(μ,φ) = 1 − ρλ(μi,φi) Dari persamaan diatas dapat disimpulkan emisivitas dan absorptivitas dapat diketahui jika reflektivitas diketahui. Teknik Sputtering pertama kali diperkenalkan oleh W. R. Grove pada tahun 1952, ketika menelti fenomena lucutan gas bertekanan rendah yang menampakkan gejala terbentuknya lapisan logam tipis pada dinding tabung di sekitar elektroda negatif [11] Proses sputtering diawali dengan adanya tumbukan ion-ion penumbuk dengan atom-atom permukaan target. Akibat tumbukan tersebut atom-atom target dapat terlepas dari ikatan atomnya. Skema pelepasan atom-atom target akibat tumbukan dalam proses sputtering ditunjukkan dalam Gambar 1 [12]. Proses sputtering mulai terjadi ketika dihasilkan lucutan listrik dan gas argon secara dielektris menjadi konduktif karena mengalami ionisasi. Gas yang terionisasi menghasilkan ion-ion bermuatan positif dan ionion bermuatan negatif yang mempunyai jumlah muatan yang seimbang disebut plasma.
Gambar 1. Skema pelepasan atom-atom permukaan target sputtering Terbentuknya plasma dalam lucutan pijar disebabkan adanya beda tegangan antara anoda dan katoda yang menimbulkan medan listrik. Gas argon yang terionisasi akan dipercepat oleh medan listrik dan bertumbukan dengan atom-atom gas argon lainnya yang belum terionisasi, sehingga menghasilkan ion-ion bermuatan positif dan ion-ion bermuatan negatif (elektron) dan molekul-molekul gas tereksitasi. Elektron-elektron memperoleh energi dari medan listrik dan bertumbukan dengan atom-atom gas argon. Tumbukan antar atom gas argon menyebabkan ionisasi kembali terjadi pada atom-atom gas argon yang menghasilkan ion-ion bermuatan positif, elektron-elektron dan molekul-molekul gas tereksitasi. Tumbukan antar partikel ini terjadi terus-menerus dan pada kondisi tertentu ion-ion bermuatan positif dan negatif memiliki jumlah seimbang [13]. Ion-ion argon secara mikroskopik menumbuk target, karena target dihubungkan dengan terminal negatif. Energi ion-ion argon bermuatan positif (Ar+) sangat tinggi saat menumbuk target, sehingga menyebabkan atom-atom permukaan target terlepas dari ikatan atomnya dan terpercik ke segala arah. Atom-atom yang terpercik akan masuk dan melewati daerah lucutan hingga akhirnya terdeposit pada substrat untuk membentuk penumbuhan lapisan. Banyaknya bahan yang terpercik per satuan luas katoda adalah [12]: j St A (7) Wo = + e NA dengan : j+ = rapat arus berkas ion (mA/cm2), S= sputtering yield (atom/ion), t= waktu sputtering, A= berat atom (amu), e= muatan elektron (1,6 ×10-19 coulomb), dan NA= bilangan Avogadro (6,22 ×1023 atom/mol). 3. Metode Penelitian 3.1. Bahan Bahan yang digunakan sebagai substrat (yang akan dilapisi) adalah pelat Aluminium yang terdapat dipasaran tanpa sertifikasi. Tebal pelat berkisar antara 1-2 mm. Sedangkan bahan pelapis (target) adalah pelet oksida tembaga. Variasi yang dilakukan adalah : lama waktu proses sputtering, dan- temperatur proses sputtering 3.2. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a. Mesin DC Sputtering; Mesin ini milik P3TM BATAN digunakan untuk membentuk lapisan selektif CuO pada pelat Al. Gambar 2 menunjukkan skema mesin DC Sputtering
Gambar 2. Skema Mesin DC Sputtering b. Alat uji emisivitas thermal Alat ini milik Laboratorium Perpindahan Panas Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
Gambar 3. Alat Uji Emisivitas c. Alat Uji Absorptivitas thermal
Gambar 4. Skema alat uji absorptivitas
4. Hasil Dan Pembahasan Secara umum hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan absorptivitas termal bahan kolektor yang diberikan lapisan CuO secara sputtering. Demikian pula dari hasil pengujian emisivitas untuk gelombang panjang, terjadi penurunan emisivitas termal bahan kolektor yang diberi lapisan selektif CuO. Pengujian pemanasan dengan lampu halogen juga menunjukkan adanya selisih temperatur yang lebih tinggi antara kolektor yang diberi lapisan selektif dibandingkan dengan tanpa diberi lapisan. Hasil yang ditunjukkan merupakan hasil kualitatif, karena secara kuantitatif nilai yang tertera kurang sesuai dengan nilai yang semestinya. Hal ini dikarenakan alat yang digunakan belum terkalibrasi. Namun demikian hasil kualitatif dapat dipergunakan sebagai pembanding antara kolektor yang diberi lapisan selektif dan yang tidak. Emisivitas versus lama waktu sputtering 0,30
faktor emisivitas (ε )
0,25 0,20 0,15 0,10
temperatur sputtering 50 0C temperatur sputtering 100 0C temperatur sputtering 150 0C
0,05 0,00
m ula-m ula
30
45
60
lama sputtering (menit)
Gambar 5. Nilai Faktor emisivitas termal Faktor emisivitas termal bahan kolektor setelah diberi lapisan selektif cenderung menurun. Hal ini tampak pada Gambar 5. Penurunan ini ternyata tidak seragam antara proses pembentukan yang dilakukan. Untuk Proses sputtering pada temperatur 50 0C, kecenderungan penurunannya berbeda dengan proses sputtering 100 maupun 150 0C. Secara umum, Sputtering pada temperatur 100 0C memberikan penurunan tertinggi. Faktor emisivitas yang paling optimal terjadi pada proses sputtering pada 100 0C dengan lama proses 30 menit. Semakin lama proses sputtering ternyata tidak linier dengan penurunan faktor emisivitas.Hal ini dapat dijelaskan bahwa lama proses sputtering hanya menambah jangkauan penetrasi ion-ion Cu ke dalam permukaan aluminium. Sedangkan faktor emisivitas termal belum tentu linier terhadap kedalaman atau ketebalan lapisan selektif yang terbentuk. Absorptivitas vs lama waktu sputtering
Faktor absorptivitas termal
1,00 0,98 0,96 0,94 0,92 0,90 0,88
suhu sputtering 50 0C
0,86
suhu sputtering 100 0C
0,84
suhu sputtering 150 0C
0,82 0,80 mula mula
30
45
60
waktu sputtering (menit)
Gambar 6. Nilai faktor absorptivitas termal
Dari Gambar 6 terlihat bahwa faktor absorptivitas termal material kolektor yang diberi lapisan selektif CuO rata-rata lebih besar dibandingkan dengan material awal (tanpa lapisan selektif). Dari gambar 5.3 juga terlihat bahwa faktor absorptivitas termal yang paling optimal terjadi pada proses sputtering pada temperatur 100 0C selama 30 menit. Semakin lama proses sputtering ternyata sedikit menurunkan absorptivitasnya. Berbeda dengan proses sputtering pada temperatur 50 dan 150 0C yang memberikan nilai faktor absorptivitas termal yang hampir konstan untuk lama proses sputtering yang meningkat, proses sputtering pada 100 0C justru menurun dengan bertambahnya waktu sputtering. Dari kedua gambar tersebut terlihat bahwa pemberian lapisan selektif CuO pada aluminium dengan teknologi sputtering mampu memperbaiki karakteristik termal aluminium sebagai bahan kolektor surya. Hal ini terlihat bahwa dengan meningkatnya absorptivitas termal, maka kolektor mampu menyerap panas lebih banyak. Sedangkan penurunan emisivitas berarti kerugian akibat pancaran panas dapat dikurangi. Hal ini akan meningkatkan panas berguna dari kolektor tersebut. Dengan meningkatnya panas berguna, maka efisiensi termal sesuai dengan persamaan (6) secara teoritis akan meningkat pula. Temperatur kolektor vs waktu pemanasan Variasi 1, Temperatur proses sputtering = 50 0C 45 40 35
0
Temperatur ( C)
30 25 20 15 Al mula-mula
10
Sputtering 30 menit sputtering 45 menit
5
sputtering 60 menit
0 0
5
10
15
20
25
30
waktu pemanasan (menit)
Gambar 7. Temperatur material kolektor variasi 1 setelah pemanasan dengan lampu halogen
Temperatur Kolector vs waktu pemanasan 0 Variasi 2, Temperatur Sputtering 100 C 45 40
30
0
Temperatur ( C)
35
25
Sputtering 30 menit Sputtering 45 menit Sputtering 60 menit Al mula-mula
20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
30
lama pemanasan (menit)
Gambar 8. Temperatur material kolektor variasi 2 setelah pemanasan dengan lampu halogen
Temperatur Kolektor vs waktu pemanasan 0 Variasi 3, Temperatur sputtering 150 C 45 40
30
0
Temperatur ( C)
35
Sputtering 30 menit
25
sputtering 60 menit sputtering 45 menit
20
Al mula-mula
15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
30
35
Lama pemanasan (menit)
Gambar 9. Temperatur material kolektor variasi 3 setelah pemanasan dengan lampu halogen Sebagai bukti tambahan, Pengujian dengan pemanasan menggunakan lampu halogen membuktikan bahwa temperatur bahan kolektor yang diberi lapisan selektif CuO selalu diatas temperatur baham mula-mula. Ini terjadi pada semua variasi proses sputtering Seperti terlihat pada Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9. Dengan demikian teknologi sputtering sebagai pembentuk lapisan selektif mampu meningkatkan efisiensi kolektor surya termal.
5. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain : 1. Pembentukan lapisan selektif CuO mampu menurunkan faktor emisivitas termal bahan kolektor surya yang terbuat dari aluminium. Nilai optimal terjadi pada proses sputtering pada 100 0C selama 30 menit 2. Pembentukan lapisan selektif CuO dengan teknologi sputtering mampu meningkatkan faktor absorptivitas termal bahan kolektor aluminium. Nilai Optimal juga terjadi pada proses sputtering pada 100 0C selama 30 menit. 3. Secara umum teknologi sputtering dapat diterapkan untuk membentuk lapisan selektif CuO
Daftar Pustaka [1] Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (2003), Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan Dan Konservasi Energi (Energi Hijau), Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral, Jakarta [2] Pandey, J.L.; Banerjee, M.K. (1998), Energy conservation with the use of solar selective coatings, Anti-Corrosion Methods and Materials, MCB University Press, Vol. 45 No.1, 16–24 [3] Choudhury, G.M. (2002), Selective Surface for efficient Solar Thermal Conversion, Bangladesh Renewable Energy Newsletter, No.1 Vol.1, No.2 , Vols. 2 & 3 (July 2000 - Dec.2002) [4] Gelin, K. (2004), Preparation and Characterization of Sputter deposited Spectrally Selective Solar Absorbers, Comprehensive Summaries Doctoral Dissertation Thesis, Acta Universitatis Upsaliensis, Uppsala
[5]
[6]
[7] [8] [9]
[10] [11] [12] [13]
Kadirgan, F.; Wackelgard, E.; S¨Ohmen, M., (1999), Electrochemical Characterization of Al2O3-Ni Thin Film Selective Surface on Aluminium, Turk J Chem, 23, 381-391. Konttinen P. (2000), Accelerated Aging And Optical Characterization Of Absorber Surfaces For Solar Collectors, Licentiate of Science in Technology Thesis, Helsinki University Of Technology Espoo, Finland Konttinen, P.; Lund, P.D.; Kilpi, R.J. (2003), Microstructural analysis of selective C/Al2O3/Al solar absorber surfaces, Thin Solid Films 425, 24-30 Konttinen, P.; Lund, P.D.; Kilpi, R.J. (2003), Mechanically manufactured selective solar absorber surfaces, Sol. Energy Mater. Sol. Cells 79, 273-283 Konttinen, P. (2004), Characterization and aging studies of selective solar C/Al2O3/Al absorber surfaces, Doctoral Dissertation Thesis, Helsinki University of Technology Espoo, Finland Duffie, J.A.; Beckman, W.A. (1991). Solar Engineering of Thermal Processes, New York, John Wiley. Stuart, R.V., (1983), Vacumm Technology: Thin Film and Sputtering, Academic Press Inc., New York Wasa, K., Hayakawa, S., (1992), Handbook of Sputter Deposition Technology: Principles, Technology and Application, Noyes Publication, New Jersey. Konuma, M., (1992), Film Deposition by Plasma Technique, Springer Verlag, New York