1
Pengaruh Diameter Pin Terhadap Kekuatan dan Kualitas Joint Line Pada Proses Friction stir welding Aluminium Seri 5083 Untuk Pre-Fabrication Panel Bangunan Atas Kapal Arip Purwanto, Wing Hendroprasetyo Akbar Putra Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak— Aluminium adalah logam dengan weldability yang buruk, suhu pengelasan yang tinggi mengakibatkan rusaknya lapisan tahan korosi pada permukaan aluminium. Friction stir welding (FSW) adalah metode pengelasan fusion welding yang prosesnya berada di bawah titik leleh aluminium. Pada penelitian ini, Friction stir welding (FSW) dilakukan menggunakan mesin frais dengan RPM 1050 dan travel speed 0.36 mm/s. Aluminium yang dipakai adalah seri 5083 dengan ukuran 300 x 300 x 4 mm. Shoulder berbentuk lingkaran dengan diameter 18 mm dari bahan material K-100 dan Pin berbentuk kotak dengan variasi garis silang (diagonal) 5 mm, 6 mm dan 7 mm menggunakan HSS. Dari hasil penetrant test, radiography test dan foto makro, diketahui bahwa secara umum tidak terdapat cacat dipermukaan maupun di dalam weld metal sepanjang joint line. Dari uji tarik dan uji bending diketahui bahwa semakin besar pin maka sifat mekaniknya semakin baik, hal ini dikarenakan Aluminium yang diaduk oleh pin semakin banyak. Probe dengan diameter pin 6 mm adalah yang paling baik, diameter ini menghasilkan kuat tarik 289.97 MPa. Kata Kunci: Friction stir welding (FSW), diameter pin, joint line, kuat tarik dan sudut tekuk.
A
I. PENDAHULUAN
luminium ialah unsur kimia. Lambang aluminium ialah Al, dan nomor atomnya 13. Aluminium bukan merupakan jenis logam berat, namun merupakan elemen yang berjumlah sekitar 8% dari permukaan bumi dan paling berlimpah ketiga (setalah oksigen dan silikon) [3]. Aluminium adalah logam yang mempunyai sifat pengelasan yang kurang baik karena adanya lapisan oksida yang melindungi dari proses korosi. Lapisan oksida ini melekat kuat dan rapat pada permukaan, serta stabil (tidak bereaksi dengan lingkungan sekitarnya) sehingga melindungi bagian dalam. Lapisan oksida tersebut akan terbuka jika terkena panas >6000 C maka lapisan oksida tersebut terbuka sehingga menyebabkan logam Aluminium terkorosi [6]. Metode tradisional pembuatan panel untuk sekat, deck, dan lambung pada kapal adalah dengan menggunakan teknik las busur. Metode ini dilakukan dengan cara mengelaskan penguat berbentuk fillet ke pelat sehingga didapatkan panel. Sedang pada friction stir welding, pengelasan dilakukan dengan metode butt joint. Bentukbentuk penguat dengan metode ekstrusi dilas langsung sehingga membentuk panel yang berpenguat [1]. pengelasan dengan friction stir welding menghasilkan panel yang minim distorsi, selain itu juga lebih murah karena proses ini dikerjakan oleh mesin sehingga biaya
tenaga kerja dapat dikurangi. Proses ini dilakukan saat prefabrikasi, kemudian panel dipotong sesuai kebutuhan pada saat pemasangan [1]. Untuk mengurangi kerugian akibat pengelasan dengan GTAW dan GMAW pada pengelasan Aluminium maka digunakan proses friction stir welding (FSW). Friction stir welding ialah salah satu teknik yang memanfaatkan gaya gesek (friction) untuk memperbaiki struktur mikro dan komposisi permukaan. Karena pada proses ini tidak menimbulkan panas yang dapat menyebabkan terbukanya lapisan oksida sehingga hasil kualitas sambungan akan tetap tahan korosi dan tidak terjadi porositas karena tidak ada udara yang terperangkap seperti pada pengelasan GTAW dan GMAW [4]. Kissel, dalam bukunya “Aluminium Structure Second Edition”, menyatakan bahwa kekuatan tarik minimum hasil pengelasan Aluminium 5083 adalah 270 MPa [2] Sulitnya mendapatkan tool friction stir welding yang sesungguhnya, dapat ditanggulangi dengan membuat tool modifikasi yang dapat digunakan untuk aplikasi pengelasan dengan proses friction stir welding dengan biaya yang relatif terjangkau [5]. Modifakasi tool dengan bahan baja spesial K-100 dan HSS akan digunakan pada mesin frais (milling machine) sebagai sumber tenaga penggerak. Parameter tetap yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah tekanan tool yang digantikan dengan adanya depth plunge, diameter shoulder tool, sudut inklinasi, RPM dan laju pengelasan. Dari parameter-parametr tersebut kemudian akan diamati kualitas sambungan las dan sifat mekanik sepanjang joint line akibat pengaruh dari variasi diameter pin (5 mm, 6 mm, 7 mm). Sehingga akan ditemukan parameter-parameter yang tepat untuk proses pre fabrication panel bangunan atas kapal aluminium dengan menggunakan proses pengelasan friction stir welding. II. METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Studi literatur yang dilakukan berkaitan mengenai pengetahuan umum friction stir welding serta pengaruh heat input yang diterima selama proses pengelasan friction stir welding akibat pengaruh diameter pin. Selain itu merujuk pula referensi mengenai cacat yang dihasilkan serta perubahan sifat mekanik akibat pengaruh heat input yang dihasilkan dari variasi diameter pin pada friction stir welding. Studi dilakukan dengan referensi dari penelitianpenelitian yang telah dilakukan sebelumnya, buku-buku literatur dan pencarian data lewat internet.
2 B. Pengelasan Friction Stir Welding Proses pengelasan yang akan dilakukan adalah pengelasan friction stir welding, yaitu proses pengelasan solid state yang menyambungkan material dengan cara melunakkannya, pelunakan ini terjadi akibat panas yang dihasilkan oleh gesekan tool dengan permukaan material dimana kualitas sambungan sangat ditentukan oleh beberapa parameter dalam pengelasan friction stir welding. Parameter yang digunakan dalam proses pengelasan ini terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter pengelasan yang akan digunakan No 1
Welding Procedure Joint design
Square groove (I)
2
Backing
Yes
3
Backing material Base Metal
Carbon steel
4
Specification
Aluminium Alloy 5083
5
Thickness
4 mm
6
Grade
Al 5083 H-116
7
Plate thickness range
3 ~ 12 (mm)
8
Pre-heat temperature
None
9
Interpass temperature
10
PWHT Welding Position
None
11
Position Welding (Probe)
1 G / Flat Equipment
pengujian hasil pengelasan dengan FSW. Berikut beberapa tahapan proses pemeriksaan dan pengujian antara lain: a) Tahap Pemeriksaan Tahapan setelah dilakukan pengelasan adalah tahapan pemeriksaan, pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan visual, untuk memeriksa kondisi sambungan secara umum, apakah terjadi cacat atau tidak. b) Pengambilan Spesimen Uji Material test coupon aluminium 5083 setelah pengelasan berukuran 4 x 300 x 300 mm. Marking dilakukan sebelum pemotongan untuk pengujian tarik, pengujian tekuk dan makro etsa. Pengambialn spesimen sebagai berikut, pada gambar 1 (diadaptasi dari AWS D1.2)
Gambar 1. Pengambilan spesimen uji.
12
Shoulder Specification
Sesial K100
13
Pin Spescification Probe Geometry
HSS
14
Model pin
Straight square
15
Pin length (mm)
3.7 (mm)
16
Tool shoulder diameter, D (mm)
18 (mm)
17
Pin diagonal (mm)
5 ; 6 ; 7 (mm)
18
Tool inclined angle (°) Welding Conditions
2o
19
Technique
Friction Stir
20
Single/Multipass
Single
21
Rotational speed
1050 (rpm)
22
Welding speed (mm/sec)
0.36 (mm/s)
23
None
24
Axial forces Joint Details Joint detail
25
Welding sequence
C. Proses Pemeriksaan dan Pengujian Setelah proses pengelasan selesai dilakukan maka tahapan selanjutnya adalah proses pemeriksaan dan
c) Tahap Pengujian Pengujian pada tugas akhir yang akan dilakukan ini meliputi pengujian tidak merusak atau NDT (non dstructive testing) dan pengujian merusak atau DT (destructive testing). Pengujian NDT yang akan dilakukan yaitu pengujian Liquid Penetrant (PT), uji radiografi (RT). Pengujian DT yang akan dilakukan yaitu foto makro, pengujian tarik (tension test) dan pengujian tekuk (bending test). III. ANALISIS PEMBAHASAN A. Pengelasan Menggunakan Fixed Pin dan Portable Pin Pengelasan Friction stir welding dilakukan dengan 2 tipe probe, yaitu probe dengan Fixed Pin dan Portable Pin. Diameter pin yang digunakan pada masing-masing probe ialah 5 mm, 6 mm dan 7 mm. Pobe dengan Fix Pin merupakan probe yang biasa dipakai pada pengelasan friction stir welding konvesional. Pada probe model ini, shoulder dan pin merupakan satu kesatuan. Pada portable Pin, shoulder dan pin bukan merupakan satu kesatuan, sehingga pin bisa diatur kedalamannya dan dikunci dengan baut.
3 Pada probe dengan portable pin, pin bisa diatur kedalamannya disesuaikan dengan tebal pelat. Keuntungan lain probe model ini adalah ketika satu komponen rusak, penggantian bisa dilakukan per bagian yang rusak saja.
A
A
B
Gambar 2. Komponen Probe dengan portable Pin (A) dan probe yang telah dirangkai (B).
B. Pemeriksaan Visual
B Gambar 2. Sketsa Probe Fixed Pin (A) dan Portable Pin (B).
Dari hasil pengelasan dengan fixed pin diketahui bahwa aluminium tidak fusi sempurna baik di bagian face maupun bagian root. Hal ini dikarenakan panjang pin patah saat proses pengelasan berlangsung. Pada pengelasan dengan portable pin, Face dan root telah tersambung dengan baik, tidak ada tunnel seperti pada percobaan I. Hal ini dikarenakan kedalaman pin yang dipakai adalah 3.7 mm dan tool depth-nya sebesar 0.2 mm sehingga pin bisa menjangkau sampai mendekati root.
A
C
Dari hasil pengelasan friction stir welding mengguakan portable pin dengan variasi diameter pin (5, 6, 7 mm), didapatkan kualitas pengelasan yang baik. Hal ini terlihat dari tidak terdapatnya cacat permukaan seperti crack maupun incomplete penetration baik di bagian face maupun root. Di semua spesimen, terdapat flash di bagian face, namun hal ini wajar dan bukan kategori cacat dalam pengelasan friction stir welding. Flash merupakan material aluminium yang terdorong ke sisi kanan maupun kiri saat proses FSW berlangsung akibat tekanan dari probe. Kebanyakan flash berada di sisi yang se arah dengan rotasi dan translasi probe (sisi advance). Berikut adalah hasil pengelasan FSW:
B A
B
C
D
E
F
D
Gambar 3. Face dan root fixed pin (A,B), face dan root portable pin (C,D).
Pada probe dengan fix pin, pin patah saat proses pengelasan karena momen terlalu tinggi pada pin.
A
B
Gambar 4. Probe fixed pin sebelum dan setelah pengelasan.
Gambar 5. Face dan root pin 5 mm (A,B), face dan root pin 6 mm (C,D), face dan root pin 7 mm (E,F).
4 C. Pengujian Penetrant (LPT) Tujuan dari pengujian penetrant ialah untuk mengetahui kondisi permukaan dari hasil pengelasan (joint line). Pada penelitian kali ini hanya bagian root saja yang diuji. Hal ini dikarenakan pada bagian ini paling rentan terhadap cacat permukaan akibat kerja tool yang tidak benar-benar sampai root surface, sehingga sering timbul cacat berupa Incomplete Penetration. Dalam pengujian ini tidak ditemukan indikasi yang menandakan diskontinuitas. Tabel 2 berikut adalah hasil pengujian penetrant:
E. Pengujia Foto Makro Pengujian foto makro adalah pemeriksaan potongan melintang weld metal yang difoto dengan kamera biasa dengan perbesaran ≤ 10 kali untuk mengetahui weld zone dan cacat-cacat yang terdeteksi pada potongan melintang spesimen.
Tabel 2 Parameter pengelasan yang akan digunakan Hasil Indikasi Diameter Indikasi rounded pin (mm) linear relevant relevant 5 Tidak ada Tidak ada Accepted 6
Tidak ada
Tidak ada
Accepted
7
Tidak ada
Tidak ada
Accepted
A
Dari hasil pengujian penetrant terhadap joint line aluminium 5083 yang disambung dengan proses friction stir welding menggunakan variasi diameter pin (5, 6, 7 mm), diketahui bahwa hasil pengelasan pada bagian root baik. Cacat retak maupun cacat yang lain tidak ditemukan pada pengujian ini.
B
D. Pengujian Radiografi (RT) Berikut adalah hasil tes radiografi untuk spesimen yang dilas dengan proses friction stir welding dengan variasi diameter pin 5 mm, 6 mm dan 7 mm:
C Gambar 7. Foto makro hasil pengelasan dengan pin 5 mm (A), 6 mm (B), 7 mm (C).
A
B
Cacat yang terdeteksi pada foto makro ini ialah oxide array, pada spesimen yang pengelasannya menggunakan pin 5 mm. cacat incomplete penetration terdeteksi pada spesimen yang penegelasannya menggunakan pin 7 mm F. Pengujian Tarik Hasil pengujian tarik, dapat diketahui Seperti pada tabel di bawah ini:
C Gambar 6. Hasil pemotretan radiografi diameter pin 5 mm (A), diameter pin 6 mm (B), diameter pin 7 mm (C).
Pada pengujian radiografi ini diketahui bahwa spesimen yang dilas dengan menggunakan pin 6 mm terdapat cacat berupa IF sepanjang 25 mm di tengah las-lasan. Hal ini dikarenakan penguncian yang kurang baik, yang berakibat deformasi pada pelat sehingga timbul IF. Namun pada variasi diameter 5 mm dan 6 mm pada pengujian radiografi ini tidak terdapat cacat di tengah lasan.
Tabel 3 Data-data sebelum, selama dan setelah pengujian tarik Kode Spesifikasi spesimen F Diamete spesimen Ultimat r pin t W CSA e (KN) (mm) (mm) (mm) (mm2) 5 I 3.83 18.68 71.54 20.6 II 6
7
3.68
19.07
70.18
15.2
I
3.97
19.11
75.87
22.0
II
3.96
18.94
75.00
21.1
I
3.91
18.62
72.80
19.4
II
3.92
18.94
74.24
16.8
5
Hasil pengujian tarik pada Tabel 3 di atas selanjutnya dipakai untuk menghitung nilai kekuatan tarik pada Tabel 4 berikut ini: Tabel 4 Nilai kekuatan tarik dan daeah putus tiap diameter pin Tegangan Tegangan Diamete ultimate rata-rata r pin Daerah Kode putus spesimen (mm) (MPa) (MPa) Weld I 287.95 metal 5 252.27 Weld II 216.59 metal Weld metal I 289.97 6 285.65 Weld II 281.33 metal Weld metal I 266.48 7 246.39 Weld II 226.29 metal
Berdasarkan buku “Alumuminium Structure Second Edition”, kekuatan tarik minimum hasil pengelasan Aluminium 5083 adalah 270 MPa. Data pengujian tarik (Tabel 4) menunjukkan bahwa ultimate strength rata-rata untuk pengelasan dengan diameter pin 5 mm adalah 252.27 MPa, untuk diameter pin 6 mm adalah 285.65 MPa dan untuk diameter 7 mm adalah 246.39 MPa. Hasil ini menunjukkan bahwa hanya pengelasan dengan pin berdiameter 6 mm yang kuat tariknya memenuhi, yaitu dengan 285.65 MPa. Pada Gambar 4 dapat diketahui bahwa nilai kuat tarik pada masing-masing diameter pin adalah selalu lebih besar pada spesimen I (akhir pengelasan) dibanding spesimen II (awal pengelasan). Hal ini dikarenakan pada awal pengelasan panas yang yang dihasilkan untuk proses pengelasan masih belum sempurna. Pada akhir pengelasan, panas dari pengelasan ini sudah optimal sehingga kuat tarik yang dihasilkan juga optimal.
Dari hasil foto makro setelah pengujian tarik, dapat diketahui bahwa daerah putus dari semua variasi diameter pin adalah pada bagian weld metal. Pada Gambar 8 terlihat bahwa ada 2 tipe patahan, yaitu patah segaris lurus (A, C, D) dan patah bersudut (B, E, F). Patah segaris lurus menunjukkan bahwa patahan dimulai dari bagian root dan berlanjut hingga bagian face, sedangkan patah bersudut dimulai dari bagian sudut di tengah kemudian menjalar ke bagian root dan face. Patah bersudut menunjukkan bahwa terdapat cacat pada bagian weld metal, sehingga patahan dimulai dari bagian yang cacat tersebut. Pada patahan segaris hasil pengujian tariknya lebih baik, hal ini dikarenakan tidak terdapat cacat pada bagian weld metal. Dari hasil foto makro diketahui juga bahwa pengelasan dengan diameter pin 6 mm adalah yang paling baik, dengan kedua spesimen mengalami patahan segaris lurus. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian tarik untuk diameter pin 6 mm, yaitu dengan rata-rata 285,65 MPa. G. Pengujian Tekuk Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui cacat yang timbul akibat pengelasan dengan variasi diameter pin pada metoda friction stir welding. Tabel berikut adalah hasil pengujian tekuk dengan keterangan sudut tekuk masing-masing spesimen dan munculnya indikasi crack. Tabel 5. Sudut bending tiap diameter pin Diamete r pin (mm) 5
6
7
A
B
C
D
E
F
Gambar 8. Hasil foto makro setelah pengujian tarik. Diameter pin 5 mm (A,B), pin 6 mm (C,D), pin 7 mm (E,F).
1
Jenis bending root
Sudut (˚) 32
2
root
34
3 4 1 2
face face root root
180 180 11 10
3 4 1 2
face face root root
180 180 24 180
No defect No defect Open defect Open defect No defect No defect Open defect Open defect
3 4
face face
180 180
No defect No defect
Spesimen
Keterangan Open defect Open defect
Tabel5 menunjukkan bahwa indikasi crack selalu muncul pada daerah root. Hal ini menunjukkan bahwa pada pengelasan friction stir welding, daerah root merupakan daerah yang paling lemah. Penyebab utama kegagalan pada daerah root adalah cacat kissing bonds. Cacat kissing bonds adalah cacat yang terjadi akibat penyatuan dua buah material logam tetapi tidak diikuti oleh penyatuan ikatan metalurginya, atau dengan kata lain “hanya menempel”. Kissing bond terjadi karena pin yang berfungsi untuk mengaduk material tidak bekerja sampai bagian root. Ukuran panjang pin 3.7 mm dan tool depth plunge 0.2 mm, otomatis masih tersisa 0.1 mm pada bagian root yang tidak teraduk oleh pin. Hasil tes tekuk pada bagian face dapat diamati bahwa pada semua variasi diameter pin tidak terdapat adanya
6 kegagalan, meskipun tertekuk sampai 180°. Pada bagian ini shoulder maupun pin bekerja optimal. Pin mengaduk material sehingga material menjadi satu kesatuan yang utuh. Dengan sudut rage yang tepat, shoulder memadatkan material yang sebelumnya telah diaduk oleh pin. Bagian root pengelasan dengan pin 6 mm adalah yang paling lemah dengan rata-rata open defect pada sudut 11.5°. Hal ini dikarenakan pada spesimen dengan pin 6 mm terdapat cacat berupa IF sepanjang 25 mm seperti yang telah diketahui pada pengujian radiografi di bab E. Selain itu cacat kissing bond juga berpengaruh terhadap retaknya spesimen pada bagian root.
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Analisa terhadap pengelasan friction stir welding dengan variasi diameter pin (5 mm, 6 mm, 7 mm) menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengelasan dengan menggunakan portable pin hasilnya lebih bagus dibanding dengan fixed pin. Tool dengan portable pin bisa diatur depth-nya, sehingga bisa digunakan untuk pelat dengan ketebalan yang berbedabeda. 2. Dari pengujian penetrant pada root surface diketahui bahwa hasil pengelasan dengan semua variasi diameter pin adalah baik, artinya tidak terdapat diskontinuitas yang terdeteksi. 3. Hasil radiografi menunjukkan bahwa hanya pada pengelasan dengan diameter pin 6 mm terdapat cacat wormholes sepanjang 25 mm. Hal ini dikarenakan oleh kurang kuatnya clamp yang mengakibatkan material mengalami deformasi ketika pengelasan, sehingga material yang seharusnya menjadi pengisi banyak yang terlempar sebagai flash. 4. Hasil foto makro menujukan bahwa pada pengelasan dengan diameter pin 5 mm dan 7 mm terdapat defect. Cacat pada diameter 5 mm adalah crack sepanjang 4 mm di weld metal, sedang pada diameter 7 mm terdapat cacat berupa Incomplete Penetration. Hasil foto makro terbaik adalah pengelasan menggunakan pin 6 mm. 5. Berdasarkan pengujian tarik, nilai rata-rata untuk pengelasan dengan pin 5 mm dan 7 mm masing-masing adalah 252.27 MPa dan 246.39 MPa. Hasil yang paling memenuhi syarat ialah pengelasan dengan pin 6 mm, yaitu rata-rata kuat tariknya adalah 285.65 MPa. 6. Hasil pengujian tekuk menunjukkan bahwa semua spesimen pada bagian face diperoleh sudut tekuk 180°. Daerah root seluruhnya mengalami open defect dengan sudut tekuk terbaik adalah 180° pada diameter pin 7 mm. Secara umum hasil pengelasan dengan pin berdiameter 5, 6 atau 7 mm adalah baik. Tapi hanya pengelasan dengan pin berdiameter 6 mm yang kuat tariknya memenuhi. Sehingga pengelasan friction stir welding pada aluminium 5083 dengan tebal 4 mm untuk pre-fabrication panel bangunan atas kapal sebaiknya menggunakan pin dengan diameter 6 mm. V. DAFTAR PUSTAKA [1] [2]
Colligan, Kevin J. (2005). Friction Stir Welding for Ship Construction: Enable Prefabricated, Stiffened Panels with Low Distortion. Navy Networking Center. http://www.nmc.ctc.com. Kissel, J. Randolph. (2002). Aluminium Structure Second Edition. New York. United States of America.
[3] [4]
[5]
[6]
Id, Wikipedia. (2013). Aluminium. Retrieved januari 3, 2013, from wikipedia: http://www.wikipedia.com. Zhan W, Chen., T, Pasang., Q, Yin and R, Peris. ( 2007). Metallurgical at the Interface between Tool Shoulder and Workpiece during Friction Stir Welding. School of Engineering, AUT University. Auckland, New Zealand. Nurdiansyah, Fery. (2012). Pengaruh RPM Terhadap Metalurgi dan Kualitas Sambungan Las Sepanjang Joint Line Pada Aluminium Seri 5083 Dengan Proses Friction Stir Welding Untuk Pre-Fabrication Panel Bangunan Atas Kapal Aluminium. Surabaya. Tugas Akhir Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan ITS Surabaya. Rai, A. (2006). Understanding the Mechanism of Aluminium Nanoperticle Oxidation. United Kingdom.