E-Jurnal EP Unud, 2 [3] : 135-141
ISSN: 2303-0178
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KEMISKINAN PROPINSI BALI Ni Nyoman Ayu Sudewi∗ I.G.A.P. Wirathi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana ABSTRAK Berjalannya kebijakan desentralisasi fiskal memberi dampak positif terhadap perkembangan potensi dan kreatifitas pemerintah daerah. Efektifitas dalam mengelola hasil kekayaan daerah akan berpengaruh pada penerimaan daerah yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh desentalisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan.Metode yang digunakan yaitu teknik analisis regresi linear berganda.Hasil penelitian menunjukan secara simultan desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.Secara parsial variabel desentalisasi fiskal berpengaruh negatif dan signifikan dan variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan yaitu penurunan persentase jumlah penduduk miskin. Kata kunci: Desentralisasi Fiskal, Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi ABSTRAK The passage of fiscal decentralization policies have a positive impact on the development of potentiality and creativity of local government. Effectiveness in managing the wealth of the area will affect the local income then afterwards make use for prosperity society. The purpose of this study was to determine the effect of fiscal decentralization and economic growth to the poverty. The method that use is multiple linear regression analysis techniques. The result simultaneously showed that fiscal decentralization and the economic growth have a significant effect. Partially, the result showed that fiscal decentralization have a negative effect and significant and the economic growth have a negative effect and significant on povertyof the low percent in total poor society. Keywords: Fiscal Decentralization, Poverty, Economic Growth PENDAHULUAN Munculnya berbagai permasalahan di masing-masing daerah memberikan dampak terhadap hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah khususnya pada aspek keuangan.Menyikapi permasalahan tersebut muncul suatu reformasi yang disebut pemberian otonomi.Otonomi daerah mendorong agar pemerintah daerah lebih inisiatif dan inovatif dalam mengelola kekayaan yang ada di daerah sebagai modal dalam melakukan pembangunan fasilitas publik. Otonomi daerah juga suatu jawaban untuk memasuki kehidupan yang baru pada segala aspek di masa yang akan datang (Mardiasmo, 2002). Pemberian wewenang otonomi daerah menyebabkan adanya perubahan mendasar terhadap hubungan antara pusat dan daerah khususnya dalam bidang administrasi maupun pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah (Sidik, 2002). Penerapan otonomi daerah bertumpu kepada dua dimensi yaitu desentralisasi administratif dan desentralisasi keuangan. Kedua dimensi tersebut menunjukkan konsep dan arah dari kebijakan desentralisasi fiskal (Sidik, 2002). ∗
E-mail:
[email protected] 135
Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi…. [N. N. A. Sudewi, I G.A.P. Wirathi]
Ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi yaitu kemampuan keuangan daerah dan ketergantungan kepada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin, untuk itu pemerintah daerah harus dapat menggali pendapatan asli daerah agar dapat menjadi sumber keuangan yang didukung oleh perimbangan keuangan pusat dan daerah. Ciri tersebut akan menggambarkan suatu pola hubungan yang sesuai dengan kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan dan pelaksanaan pemerintahan. Otonomi daerah atau yang dikenal dengan desentralisasi fiskal diharapkan mampu meningkatkan kesenjahteraan masyarakat melalui fasilitas-fasilitas publik yang layak dan memadai guna membantu penduduk miskin yang ada pada kabupaten/kota khususnya di Propinsi Bali. Menurut William dan Vyasulu (Arini, 2010) mengemukakan bahwa desentralisasi diharapkan mampu mengurangi kemiskinan bila diarahkan kepada perubahan struktur politik dan meningkatkan tata kelola atau perubahan sikap antara pemerintah terhadap masyarakat miskin. Desentralisasi fiskal akan memberikan dampak positif terhadap pengurangan jumlah penduduk miskin bila diikuti dengan adanya kenaikan pada pendapatan perkapita. Peningkatan pendapatan merupakan cermin dari adanya suatu pertumbuhan ekonomi. Daerah yang pontensial akan menghasilkan produk berupa barang dan/atau jasa yang mempunyai nilai guna untuk meningkatkan penjualan dan daya tarik kepada konsumen. Desentralisasi fiskal tidak hanya dapat mengetahui masalah kemiskinan tetapi dapat menjadi pendorong untuk prospek pertumbuhan ekonomi di daerah otonomi.Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan sehingga dapat menurunkan jumlah penduduk miskin.Bertambahnya lapangan pekerjaan dapat menyerap banyak tenaga kerja sehingga penduduk miskin dapat berkurang. Bali sebagai salah satu daerah yang menjalankan otonomi tercermin dalam penerimaan pendapatan daerah yang didominasi oleh pendapatan asli daerah. Rasio derajat desentralisasi fiskal Propinsi Bali menunjukkan rata-rata sebesar 63,8 persen, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desentralisasi fiskal di Propinsi Bali berjalan dengan sangat baik. Perkembangan desentralisasi fiskal berdampak positif terhadap terwujudnya kemandirian keuangan daerah Propinsi Bali. Tingkat kemandirian keuangan daerah Propinsi Bali pada periode tahun 2003-2011 dikategorikan mandiri dengan rata-rata rasio sebesar 68,2 persen. Hal ini berarti lebih dari 50 persen dari total pengeluaran daerah dapat terpenuhi dari pendapatan asli daerah (Landiyanto, 2005). Daerah dengan kapasitas fiskal rendah menggambarkan tingkat kemandirian yang rendah dan sebaliknya dengan kapasitas fiskal yang tinggi berarti bahwa tingkat kemandirian yang tinggi. Berdasarkan uraian maka yang menjadi pokok permasalahan yaitu apakah desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap kemiskinan di Propinsi Bali periode tahun 2003-2011?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi secara simultan dan parsial terhadap kemiskinan di Propinsi Bali periode tahun 2003-2011. KAJIAN PUSTAKA Otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan daerahnya sendiri sesuai dengan perundang-undangan yang ada (Wahyuni, 2008). Tujuan otonomi daerah menurut Smith (1985) dalam Analisis CSIS (Wahyuni, 2008) dibedakan menjadi dua sisi kepentingan yaitu kepentingan pemerintah pusat dan kepentingan pemerintah daerah. Sisi kepentingan pemerintah pusat dengan tujuan utama pendidikan, menciptakan stabilitas politik, pelatihan kepemimpinan dan mewujudkan demokrasi. Sisi kepentingan pemerintah daerah yaitu memiliki tiga tujuan antara lain
136
E-JURNAL EKONOMI PEMBANGUNAN UNIVERSITAS UDAYANA Vol. 2, No. 3, Maret 2013
mewujudkan political equality, menciptakan local accountability, dan mewujudkan local responsiveness. Desentralisasi Fiskal Desentralisasi fiskal merupakan suatu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah akan fungsi-fungsi publik atau yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Konsep desentralisasi fiskal dikenal juga dengan money follow function yang berarti bahwa pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah akan diikuti oleh pembagian wewenang dalam aspek penerimaan pendanaan(Zulyanto, 2010). Untuk mengetahui kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan desentralisasi fiskal dapat diketahui dari perbandingan rasio derajat desentralisasi fiscal (Wahyuni, 2008). ………………………………………………………...(1) Keterangan: DDF = Derajat Desentralisasi Fiskal PAD = Pendapatan Asli Daerah TPD = Total Pengeluaran Daerah Menurut hasil penelitian Tim Fisipol UGM menggunakan skala interval seperti yang terlihat pada Tabel 2 berikut ini (Wahyuni, 2008): Tabel 1. Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal Kemampuan Keuangan Daerah Sangat Kurang Kurang Cukup Sedang Baik Sangat Baik Sumber: Tim Litbang Depdagri – Fispol UGM (1991)
Derajat Desentralisasi Fiskal (persen) 00,00 – 10,00 10,01 – 20,00 20,01 – 30,00 30,01 – 40,00 40,01 – 50,00 >50,00
Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah merupakan penerimaan daerah yang diperoleh berdasarkan pajak daerah, hasil retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain – lain pendapatan daerah yang sah dalam ruang lingkup wilayah sendiri yang dipunggut berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dalam mewujudkan desentralisasi. Kemiskinan Kemiskinan menurut Lipsey (Permata, 2011)mendefinisikan sebagai ketiadaan konsumsi dalam jumlah minimum, rumah, dan pakaian yang dibutuhkan dalam mempertahankan diri untuk hidup. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Penyebab kemiskinan antara lain karena keterbatasan pengetahuan, alokasi sumber daya yang sedikit, tingkat kemajuan teknologi yang terlalu cepat, dan kondisi perekonomian yang fluktuasi (Arsyad, 2010). Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penting yang mendukung keberhasilan perekonomian suatu negara dalam jangka panjang.Pertumbuhan ekonomi merupakan
137
Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi…. [N. N. A. Sudewi, I G.A.P. Wirathi]
ukuran dari perkembangan produksi barang dan jasa dalam suatu negara dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi dicirikan menjadi tiga hal pokok, antara lain: laju pendapatan perkapita, distribusi angkatan kerja, dan pola penyebaran penduduk (Sukirno, 2004). Hubungan Desentralisasi Fiskal terhadap Kemiskinan Menurut Mardiasmo (Zulyanto, 2010) menyatakan bahwa dalam desentralisasi fiskal besarnya transfer dana di daerah dapat memiliki hubungan positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desentralisasi fiskal dapat mendorong pendapatan perkapita di daerah sehingga dapat mengurangi penduduk miskin dan sebaliknya rendahnya pendapatan perkapita akan menambah jumlah penduduk miskin. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Desentralisasi Fiskal Kebijakan desentralisasi fiskal disusun dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah yang diharapkan melalui efisiensi sumber daya. Berjalannya desentralisasi fiskal akan membantu pemerintah daerah untuk mengetahui kebutuhan masyarakat sehingga dapat menyediakan pelayanan publik yang lebih maksimal (Permata, 2011). Kebijakan desentralisasi fiskal berdampak positif meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi di daerah pusat bisnis dan daerah yang kaya akan kekayaan alam daripada daerah yang bukan pusat bisnis. Otonomi daerah dan kebijakan desentralisasi fiskal pada umumnya bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah karena pemberian wewenang yang lebih luas diharapkan mampu mengoptimalkan potensi ekonomi daerah sehingga memberikan efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang dapat dilihat dari rata-rata pertumbuhan perkapita (Waluyo, 2007). Hubungan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan Banyak penelitian menghubungkan pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan. Menurut Kuznets (Suselo, 2008: 157) proses pembangunan akan disertai dengan adanya kenaikan inequality secara substansial sehingga penduduk miskin akan mendapat baguan yang kecil dari pertumbuhan ekonomi. Penelitian yang dilakukan Knowles mendapatkan hubungan negatif dan signifikan antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan.Ukuran kemiskinan dapat ditunjukan dengan perndapatan perkapita dan income-inequality. Rumusan Hipotesis 1. Desentalisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan Propinsi Bali periode tahun 2003-2011. 2. Desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Propinsi Bali periode tahun 2003-2011. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Propinsi Bali dengan melibatkan masing-masing kabupaten/kota yang ada, antara lain: Buleleng, Jembrana, Badung, Denpasar, Gianyar, Bangli, Klungkung, dan Karangasem. Objek penelitian yang digunakan, yaitu persentase jumlah penduduk kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan derajat desentralisasi fiskal. Jenis data berdasarkan sifatnya yang digunakan adalah data kuantitatif meliputi data kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan derajat desentralisasi fiskal.Jenis data berdasarkan sumbernya yaitu menggunakan data sekunder yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS).Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan metode observasi non perilaku.
138
E-JURNAL EKONOMI PEMBANGUNAN UNIVERSITAS UDAYANA Vol. 2, No. 3, Maret 2013
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat yang dapat dinotasikan dengan fungsi sebagai berikut: Y= f (X1,X2)………………………………………………………………(2) Selanjutnya fungsi tersebut ditransformasi menjadi model analisis regresi linear berganda maka diperoleh suatu persamaan sebagai berikut (Gujarati, 2004): Y = 0 + 1X1 + 2X2 + e …………………………………………………(3) Keterangan: Y = kemiskinan atau jumlah penduduk miskin(persen) X1 = desentralisasi fiskal (persen) X2 = Pertumbuhan Ekonomi (persen) = konstamta 0 = koefisien regresi 1 2 e = komponen pengganggu yang mewakili faktor lain Hipotesis Berdasarkan landasan teori yang ada maka dapat disusun beberapa hipotesis antara lain sebagai berikut: 1. Desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara simultan terhadap kemiskinan Propinsi Bali periode tahun 2003-2011. 2. Secara parsial desentralisasi fiskal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan Propinsi Bali periode tahun 2003-2011. 3. Secara parsial pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan Propinsi Bali periode tahun 2003-2011. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Bali Pelaksanaanotonomi di Bali mengacu kepada UU No. 22 Tahun 1999 pada kenyataannya belum sesuai dengan harapan walaupun sudah Sembilan tahun berjalan.Koordinasi antara pemerintah propinsi dengan pemerintah kabupaten/kota tidak berjalan dengan baik.Pemerintah di tingkat kabupaten/kota dapat menciptakan aturan tersendiri mengenai daerahnya, misalnya kenaikan tunjangan PNS yang diambil dari pendapatan asli daerah namun tambahan tunjangan tersebut belum tentu ditandai dengan peningkatan mutu pelayanan publik dan pemberdayaan ekonomi.Pelaksanaan otonomi daerah di Bali masih perlu dilakukan revisi agar dapat tercipta iklim otonomi daerah Bali yang lebih kondusif. Analisis Data Perhitungan rasio derajat desentralisasi fiskal dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Perhitungan Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Propinsi Bali Tahun Anggaran 2003-2011(ribuan rupiah) Tahun
Pendapatan Asli
Total Penerimaan
Derajat Desentralisasi
Kemampuan
139
Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi…. [N. N. A. Sudewi, I G.A.P. Wirathi]
daerah 2003 382.092.277 2004 559.681.559 2005 742.886.074 2006 729.338.159 2007 834.475.057 2008 1.055.454.263 2009 1.163.947.552 2010 1.393.730.257 2011 1.249.492.000 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012
Daerah 613.827.277 806.559.657 1.013.082.505 1.150.934.289 1.368.004.403 1.667.342.649 1.902.227.544 2.237.707.339 2.143.520.000
Fiskal (persen) 62,2 69,4 73,3 63,4 61,0 63,3 61,2 62,3 58,3
Keuangan Daerah Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik
Hasil Regresi Berdasarkan regresi linear berganda dengan menggunakan program analisis data maka diperoleh hasil sebagai berikut: Ŷ = 12,121 – 0,061X1–0,897X2 SE = 1,129 0,011 0,222 t = 10,735 -5,492-4,041 2 R = 0,505 F = 39,865 Hasil olahan data menunjukkan besarnya Rsquare adalah 0,505, ini berarti bahwa sebesar 50,50 persen variasi kemiskinan dipengaruhi oleh desentraliasi dan pertumbuhan ekonomi sedangkan sisanya 49,50 persen dijelaskan oleh variabel-variabel yang tidak dimasukkan dalam model. Hasil regresi menunjukkan bahwa variabel berpengaruh negatif desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari koefisien X1sebesar -0,061 yang berarti bahwa setiap adanya kenaikan persentase desentralisasi fiskal sebesar 1 persen maka akan terjadi penurunan presentase penduduk miskin sebesar 0,061 persen dengan asumsi ceteris paribus. Variabel pertumbuhan ekonomi memiliki koefisien -0,897 yang berarti bahwa setiap adanya kenaikan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen maka akan terjadi penurunanpresentase penduduk kemiskinan sebesar 0,897 persen dengan asumsi faktorfaktor lain tetap. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai Fhitungsebesar 39,865 dengan tingat signifikan 95 persen ( = 0,05) dan derajat kebebasan 1 dan 7 maka diperoleh Ftabel sebesar 5,14. Oleh karena Fhitung lebih besar dari pada Ftabel maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti secara serempak kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap derajat desentralisasi fiskal Propinsi Bali periode tahun 2003-2011. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan(persentase jumlah penduduk miskin).Secara parsial variabel desentalisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan (persentase jumlah penduduk miskin) Propinsi Bali periode tahun 2003-2011. Saran
140
E-JURNAL EKONOMI PEMBANGUNAN UNIVERSITAS UDAYANA Vol. 2, No. 3, Maret 2013
Pemerintah Propinsi Bali harus memaksimalkan peran desentralisasi fiskal untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesenjahteraan masyarakat di masing-masing kabupaten/kota di Propinsi Bali. REFERENSI Arini, S. 2010. Analisis Pengaruh Desentralisasi Fiskal Tingkat Kemiskinan Di Sumatra Barat. Arsyad, L. 2010. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta, UPP STIM YKPN. Gujarati, N. D. 2004. Basic Econometri, Fourth Edition The Mc Graw. Landiyanto, E. A. 2005. Kinerja Keuangan Dan Strategi Pembangunan Kota Di Era Otonomi Daerah: Study Kasus Kota Surabaya. Cures Working Paper. Surabaya. Mardiasmo 2002. Otonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah.Yogyakarta. Permata, S. 2011. Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal Dan Pengaruhnya Terhadap Produk Domestik Regional Bruto, Tenaga Kerja, Dan Kemiskinan Di Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Bogor. Sidik 2002. Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah Sebagai Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal. Makalah Seminar Kebijakan Otonomi Daerah. Yogyakarta. Sukirno, S. 2004. Pengantar Ekonomi Makro Ekonomi.Yogyakarta. Raja Grafindo Persada. Suselo, Sri Liani. 2008. Kemiskinan di Indonesia: Pengaruh Pertumbuhan dan Perubahan Sruktur Ekonomi. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Wahyuni, S. 2008. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Dalam Mendukung Pelaksanaan Daerah. Skripsi. Yogyakarta. Waluyo, J. 2007. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pendapatan Antardaerah Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Zulyanto, A. 2010. Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Bengkulu. Tesis. Program Study Magister Ilmu Ekonomi Dan Study Pembangunan: Semarang.
141