Pengaruh Derajat Keasaman (pH) Media Tanam dan Waktu Panen pada Fortifikasi Selenium Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Irma Kartika Kusumaningrum, Neena Zakia, dan Cynthia Nilasari Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang
[email protected]
Abstrak Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan bahan pangan yang sangat digemari masyarakat. Selenium adalah salah satu mikronutrien essensial yang masih rendah pemenuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa beberapa faktorr yang berpengaruh dalam fortifikasi selenium pada jamur tiram putih. Jamur tiram putih merupakan tanaman saprofit yang menyerap bahan makanan dari media tanam untuk pertumbuhannya, karena itu masa pertumbuhan dan kandungan badan buahnya dipengaruhi oleh komposisi dan keasaman (pH) media tanam. Makalah ini akan memaparkan tentang pengaruh keasaman (pH) dan waktu panen terhadap kandungan selenium badan buah jamur tiram. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa, pertumbuhan miselium jamur paling cepat terjadi pada jamur tiram yang ditanam pada media tanam pH 8. Kadar selenium pada badan buah jamur dipengaruhi oleh lama pertumbuhan miselium jamurnya, jamur yang ditanam pada media dengan pH 6 memiliki kadar selenium yang paling tinggi, serta terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar selenium badan buah jamur yang dikumpulkan dari waktu panen pertama dan waktu panen kedua. Kata-kata kunci: jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), selenium, keasaman (pH), waktu panen Abstract White oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) is a very popular food. Selenium is one of the essential micronutrients for human. The intake of selenium is low. The aim of this research is to analyze some factors that affect to selenium fortification on white oyster mushrooms. White oyster mushrooms are saprophytic plants that absorb their food from their growing media, so the growth periode and their fruit body content is influenced by the composition and the acidity (pH) of their growing media. This paper describes about the effect of acidity (pH) and the harvesting time on the selenium content of oyster mushroom. From the results, we concluded that the most rapid growth of mycelium occurred on the oyster mushroom that grown on growing media with pH 8. The selenium content of mushroom fruit body are influenced by their mycelia growing period, the oyster mushroom that grown on growing media with pH 6 had the highest selenium content ,and there is significant difference between the content of selenium of the mushroom fruit body that collected from the first and second harvesting time. Keywords: white oyster mushroom (Pleurotus ostreatus), selenium, acidity (pH), harvesting time PENDAHULUAN Jamur tiram putih adalah salah satu jenis jamur konsumsi (edible mushroom) (Sumarmi, 2006). Jamur tiram putih memiliki nilai gizi tinggi karena mengandung polisakarida (Beta-D-glucans) yang memliki bioaktivitas sebagai antitumor, antikanker, antivirus dan dapat meningkatkan sistem imun. Kandungan nutrisi dari jamur tiram putih sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi media tanam (Khatun, dkk., 2007). Muljani, dkk. (1986) & Ratnaningtiyas, dkk. (1999) menyatakan bahwa suhu, kelembaban, pH dan cahaya mempengaruhi pertumbuhan jamur. Wiardani (2010) menjelaskan bahwa tingkat keasaman media yang terlalu tinggi atau terlalu rendah menjadikan waktu pertumbuhan
30
miselium menjadi semakin lama dan produktivitas jamur tiram menurun. Jamur tumbuh optimum pada pH media 6 sampai 8, dengan pH optimum pertumbuhan miselium adalah pH 8 (Seswati, dkk., 2013). Selenium merupakan mikronutrien yang esensial bagi manusia, selenium merupakan penyusun enzim glutation peroksidase yang berperan dalam mencegah kerusakan sel dengan mengkatalisa peroksida menjadi senyawa yang tidak bersifat toksik. Kebutuhan dan kecukupan yang dianjurkan (RDA) untuk orang dewasa berkisar 70 μg/hari untuk laki-laki dewasa dan 55 μg/hari untuk perempuan dewasa (Almatsir, 2001). Progam fortifikasi pangan pada
Journal Cis-Trans (JC-T) Volume 1, Nomor 1, Agustus 2017, e-ISSN 2549-6573
Irma Kartika Kusumaningrum, dkk., Pengaruh Derajat Keasaman (pH) Media Tanam...
jamur tiram putih meruapakn upaya untuk meningkatkan asupan selenium. Menurut Mechora, dkk. (2012) fortifikasi selenium pada kubis tidak memberikan efek toksik Derajat keasaman merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap lama pertumbuhan jamur dan menyebabkan perbedaan adsorpsi selenium oleh jamur tiram putih. Penelitian ini mengkaji pengaruh pH media tanam jamur tiram putih dan waktu pemanenan terhadap adsorpsi selenium yang ditambahkan ke media tanam. METODE Pembuatan Media Tanam Jamur Tiram Putih Dalam penelitian ini variasi pH yang digunakan adalah 6, 7, dan 8. Setiap perlakuan pH terdiri dari 10 baglog (5 baglog 0 ppm dan 5 baglog 200 ppm). Pengaturan pH dilakukan saat pencampuran media sebelum dikomposkan menggunakan CH3COOH dan CaCO3. Komponen media tanam untuk setiap perlakuan (5 baglog) adalah 1,75 kg serbuk gergaji, 0,28 kg serbuk bekatul, 0,14 kg tepung jagung, 0,20 g TSP, dan kapur (Tabel 3.1). Komponen media selanjutnya ditambah 1,5 kg air dan pH media diatur, (Tabel 3.2) dihomogenisasi dan dikomposkan, pH sebelum dan setelah pengomposan diukur menggunakan pH meter. Hasil pengomposan ditimbang tepat 2,5 kg, kemudian ditambahkan selenium (NaHSeO3) dengan variasi massa (Tabel 3.1). Ditimbang sebanyak 500 g media, kemudian dimasukkan ke dalam plastik media tanam (baglog). Media tanam kemudian disterilisasi pada suhu 70˚C. Budidaya Jamur Tiram Putih Inokulasi bibit jamur dilakukan pada media tanam, kemudian inkubasi dilakukan pada suhu 2527˚C hingga tumbuh miselium. Setelah miselium penuh, plastik media dibuka pada salah satu ujung.
Panen dan Penanganan Pasca Panen Pemanenan dilakukan sebanyak tiga kali musim buah. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut badan buah dan akar jamur tiram putih. Akar jamur tiram putih dibuang untuk mendapatkan tudung buah dan tangkai jamur, jamur kemudian dibersihkan dengan cara dicuci bersih. Sampel jamur dikeringkan dan diblender, kemudian diayak. Sampel jamur kering ditimbang sebanyak 5 g, kemudian ditambah 20 mL 15 M HNO3. Larutan ini ditambah aquades 100 mL kemudian dipanaskan hingga volume 20 mL, hasilnya diencerkan hingga 100 mL, larutan ini digunakan sebagai sampel penentuan kadar selenium dengan AAS Shimadzu AA-6800 pada panjang gelombang 196,0 nm. Penetuan kadar Se menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) Kadar selenium dalam sampel diuji dengan menggunakan metode ET-AAS (Electro Thermal Atomic Absorption Spectrometry) yang menggunakan tungku grafit sebagai pengatomisasi. 10μL sampel hasil preparasi dimasukkan pada grafit tube. Temperatur pengabuan adalah 1000˚C, temperatur atomisasi adalah 2600˚C, serta menggunakan nitrogen dan argon sebagai gas inertnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pengukuran nilai pH media sebelum dan setelah masa pengomposan (pelapukan) berlangsung, diperoleh nilai pH pada Tabel 1. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat penurunan pH media setelah pengomposan. Hal ini disebabkan karena selama proses pengomposan akan terbentuk asam-asam organik. Sumarsih (2010) menyatakan bahwa perubahan pH media tanam terjadi akibat adanya perombakan lignoselulosa dan senyawa organik yang lain menghasilkan asam-asam organik.
Tabel 3.1 Massa Selenium dan Kapur Media Tanam Massa Massa NaHSeO3 NaHSeO3 per dalam 5 baglog baglog (g)* (mg) 0 200 100 0,5 * : massa media yang digunakan Kadar fortifikan (ppm)
Massa CaCO3 untuk 2,5 kg media (g) 12,5 12,0
Massa CaCO3 untuk 3,5 kg media (g)* 17,5 16,8
Tabel 3.2 Massa Selenium, Kapur, dan Pengaturan pH Media Tanam Jamur Tiram Putih Bahan CH3COOH (pH) H2O (pH) CaCO3 (pH) NaHSeO3 CaCO3
Formula pH 6 0 ppm 200 ppm 410 g 410 g 0g 0,5 g 17,5 g 16,8 g
Formula pH 7 0 ppm 200 ppm 500 g 500 g 0g 0,5 g 17,5 g 16,8 g
Formula pH 8 0 ppm 200 ppm 10 g 10 g 0g 0,5 g 17,5 g 16,8 g
31
Journal Cis-Trans (JC-T) Volume 1, Nomor 1, Agustus 2017, e-ISSN 2549-6573
Pertumbuhan miselium diukur pada hari ke-5, 10, 15, 20, 25, 30 setelah inokulasi jamur seperti pada Tabel 2, nampak bahwa miselium jamur yang ditanam pada media pH 8 tumbuh lebih cepat. Gregori (2007) menambahkan bahwa tingkat keasaman media di atas atau di bawah kisaran pH netral akan menurunkan pertumbuhan miselium jamur. pH media yang terlalu tinggi atau terlalu rendah mengakibatkan pertumbuhan jamur terhambat dan tidak optimal, sesuai dengan hasil percobaan ini pada pH 4,5, dan 9 jamur tidak dapat tumbuh. Pada pH 6, 7, dan 8 miselium dapat tumbuh, namun pada pH 6 dan 7 miselium tumbuh lambat. Waktu tumbuh miselium yang lambat berpengaruh pada lama waktu kontak dengan media, sehingga waktu untuk mengadsorpsi selenium menjadi lebih lama.
Menurut Aloupi, dkk. (2012) & Hammond (1979) pertumbuhan miselium mempengaruhi adsorpsi selenium karena semakin lama pertumbuhan miselium pada media tanam, maka semakin banyak selenium yang terakumulasi pada badan buah jamur. Selenium terakumulasi dalam dinding sel miselium. Kadar selenium pada tudung lebih tinggi dibandingkan pada tangkai jamur. Franco, dkk. (2004) & Zhou, dkk. (2005) menyatakan bahwa kitin dan kitosan yang terdapat pada tudung berperan sebagai penyerap selenium. Kandungan kitin dan kitosan yang lebih tinggi pada tudung jamur dibandingkan pada bagian lain mengakibatkan penyerapan selenium yang lebih tinggi pada tudung jamur. Salah satu spesies selenium organik yang terdapat dalam jamur adalah dalam bentuk selenida, misalnya dimetil selenida. Dimetil selenida menúrut Wang (2016) terbentuk dari mekanisme di bawah ini:
1. SeO32- + 4 GSH (reduced glutathione) → GSSeSG + GSSG + 3 H2O 2. GSSeSG + NADPH + GSH → GSSeH + NADP + GSSG (dikatalisis GSH reductase) 3. GSSeH (tidak stabil) → GSH + Se (reaksi dekomposisi nonenzimatik) 4. GSSeH + NADPH → H2Se + NADP (dikatalisis GSH reductase) 5. H2Se + 2 S-adenosylmethionine → S-adenosylhomocysteine + (CH3)2Se (dikatalisis thiol-Se-methyltransferase) Tabel 1. Pengaruh pengomposan terhadap pH Media No. 1 2 3 4 5 6
pH Media Sebelum Pengomposan 4 5 6 7 8 9
pH Media Setelah Pengomposan 3,7 4,5 5,6 6,5 7,5 8,5
Tabel 2. Pengaruh pH terhadap Pertumbuhan Miselium Media 0 ppm pH 6 pH 7 pH 8 200 ppm pH 6 pH 7 pH 8
5 0 0 0 0 0 0
Pertumbuhan miselium hari ke- (cm) 10 15 20 25 30 4,0 8,8 4,1 9,0 4,3 9,3 3,5 7,3 3,7 7,3 4,0 7,5
Gambar 1. Pengaruh pH terhadap Waktu Panen
Tabel 3. Pengaruh Waktu Panen terhadap Kadar Selenium Jamur Tiram Putih Hasil Fortifikasi No. 1 2 3
32
Sampel pH 8 “150 ppm” Panen 1 pH 8 “150 ppm” Panen 2 pH 8 “150 ppm” Panen 3
Hasil (mg/L) 0,008 0,009 0,010
Gambar 2. Pengaruh pH terhadap Adsorpsi Se
Irma Kartika Kusumaningrum, dkk., Pengaruh Derajat Keasaman (pH) Media Tanam...
Terdapatnya enzim-enzim pada mekanisme pembentukan selenium organik berpengaruh pada metabolisme jamur, diduga hal ini menyebabkan produksi hormon pertumbuhan pada jamur tidak optimal, sehingga pertumbuhan miselium menjadi terhambat. Derajat keasaman sangat penting dalam mengatur metabolisme dan sistem-sistem enzim, bila terjadi penyimpangan pH jauh dari pH yang ideal bagi pertumbuhan jamur maka proses metabolisme jamur dapat terhenti. Mengkaji dari Gambar di atas, pH 8 merupakan pH optimum pertumbuhan miselium sehingga waktu panen jamur juga semakin cepat. Pada pH 4, 5, dan 9 dengan selenium 0 ppm miselium tidak tumbuh, sehingga dalam penelitian ini hanya dilakukan fortifikasi selenium pada pH 6, 7, dan 8. Berdasarkan kecepatan pertumbuhan miselium, semakin tinggi pH media maka semakin cepat pertumbuhan miselium dan semakin besar badan buah yang dihasilkan, sehingga hari pemanenan semakin cepat sesuai pada Gambar 1. Dari penelitian ini, adsorpsi jamur terhadap selenium berbanding terbalik dengan kecepatan waktu panen (Gambar 2). Israel, dkk. (2008) menyatakan bahwa gugus fungsi yang ada dalam selulosa murni adalah gugus hidroksil (OH-) yang dapat membentuk selulosa poliol (polyol) dengan gugus fungsi alkohol primer (-CH2OH) atau sekunder (-CHOH). Gugus-gugus ini dapat mengadsorpsi selenium pada material selulosa. Selulosa merupakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan miselium, jika selenium terdapat pada substrat maka selulosa dapat mengikat selenium tersebut. Berdasarkan Gambar diatas, adsorpsi selenium meningkat dari pH 8 sampai pH 6. Kapasitas penyerapan selenium pada pH 6 sebesar 12,5 mg/kg, pH 7 sebesar 11 mg/kg, dan pH 8 sebesar 9 mg/kg berat jamur basah. Pengikatan selenium pada media dipengaruhi oleh kompetisi antara ion H+ dengan logam selenium agar dapat terikat pada selulosa. Pada pH 6 konsentrasi ion H+ tidak terlalu tinggi DAFTAR PUSTAKA Akaninwor, J.O., Wegwu, M.O., & Iba, I.U. 2007. Removal of Iron, Zinc, and Magnesium from Polluted Water Samples Using Thioglicolic Modified and Unmodified Oil Falm Fruit Fiber (Elaeis guineensis) Adsorbent. Tsinghua Science and Technology, 12(4): 485-495.
sehingga kompetisi dengan selenium kecil, menyebabkan adsorpsi selenium semakin besar. Penurunan pH media yang jauh dari pH netral akan meningkatkan konsentrasi ion H+ yang terlalu tinggi sehingga akan berikatan dengan gugus hidroksil (OH-) dalam selulosa membentuk OH2+ (-CH2OH2+) dan berakibat menghalangi terikatnya logam selenium (Akaniwor, dkk., 2007) seperti dalam reaksi:
Selulosa
Media tanam pada pH 6 jamur mengadsorpsi selenium lebih besar dibandingkan pH 7 dan pH 8. Hal ini dipengaruhi oleh lama waktu tumbuh miselium, yang berkebalikan dengan kenaikan pH. Dalam penelitian ini juga dilakukan pengamatan pengaruh waktu panen terhadap kadar selenium jamur tiram putih, dari hasil penelitian kadar selenium jamur tiram hasil panen pertama sampai dengan ketiga cenderung meningkat, terdapat korelasi antara waktu panen dengan kadar selenium jamur tiram, hal ini memperkuat dugaan bahwa adsorbsi selenium pada media tanam oleh badan buah jamur tiram dipengaruhi waktu kontak antara jamur dengan media tanamnya. Semakin lama masa pertumbuhannya, kadar selenium yang teradsorbsi semakin banyak. KESIMPULAN Derajat keasaman media mempengaruhi lama waktu pertumbuhan miselium, waktu panen jamur tiram, serta besarnya selenium yang teradsorpsi oleh badan buah jamur tiram putih. Dari hasil penelitian ini dapat ditentukan pH optimum media tanam jamur tiram terhadap adsorpsi selenium yaitu pada pH 6. Waktu panen jamur berpengaruh terhadap kadar selenium pada badan buah jamur tiram putih.
Aloupi, M., Koutrotsios, G., Koulousaris, M., & Kalogeropoulos, N. 2012. Trace Metal Content in Wild Edible Mushrooms Growing on Serpentine and Volcanic Soils on the Island of Lesvos Greece. Ecotoxicol environ saf, 78: 184-194. Almatsir, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
33
Journal Cis-Trans (JC-T) Volume 1, Nomor 1, Agustus 2017, e-ISSN 2549-6573
Franco, L.D., Maia, R.D.C., Porto, A.L.F., Messias, A.S., Fukushima, K., & Campos Takaki, G.M. 2004. Heavy Metal Biosorption by Chitin and Chitosan Isolated from Cunninghamella elegans. Braz J Microbiol, 35: 243-247. Hammond, J.B.W. 1979. Changes in Composition of Harvested Mushrooms (Agaricus bisporus). Phytochemistry, 18(3): 41-418. Israel, A.U., Obot, I.B., Umorem, S.A., Pennie, M.K., & Asuquo, J.E. 2008. Production of Cellulosic Polimers From Agricultural Wastes. E-Journal of Chemistry, 5(1): 81-85. Khatun, K., Mahtab, H., Khanam, P.A., Sayeed, M.A., & Khan, K.A. 2007. Oyster Mushroom Reduced Blood Glucose and Cholesterol in Diabetic Subject. Mymensingh Med J, 16(1): 94-9. Mechora, S., Germ, M., & Stibilj, V. 2012. Selenium Compound in Selenium Enriched Cabbage. Internasional Journal, 84: 259-268. Muljani, Krisanti, Santoso, Rudjiati, Misman, & Bambang. 1986. Studi Pengembangan Manfaat Limbah Kayu Hutan untuk Budidaya Jamur. Jurnal Penelitian.
34
Ratnaningtiyas, Ina, Ekowati, Nuraini, Mumpuni & Aris, 1999. Isolasi Seleksi Pembuatan Bibit Jamur Tiram serta Uji Kualitasnya Pada Media Serbuk Gergaji Kayu. Jurnal Penelitian. Seswati, R., Nurmiati, & Periadnadi. 2013. Pengaruh Pengaturan Keasaman Media Serbuk Gergaji terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Coklat (Pleurotus cystediosus O.K. Miller). Jurnal Biologi Universitas Andalas, 2(1): 31-36. Sumarmi. 2006. Botani dan Tinjauan Gizi Jamur Tiram Putih. Jurnal Inovasi Pertanian, 4: 124-130. Sumarsih, S. 2010. Bibit Jamur Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya. Wang, J., Wang, B., Zhang, D., & Wu, Y. 2016. Selenium Uptake, Tolerance and Reduction in Flammulina velutipes Supplied with Selenite. PeerJ 4e:e1993; DOI 10.7717/peerj.1993. Wiardani, I. 2010. Budi Daya Jamur Konsumsi Menangguk Untung dari Budi Daya Jamur Tiram dan Kuping. Yogyakarta: Lili Publisher. Zhou, D., Zhang, L., & Guo, S.L. 2005. Mechanisms of Lead Biosorption on Cellulose/Chitin Beads. Water Res, 39: 3755-3762.