BioSMART Volume 6, Nomor 2 Halaman: 104-108
ISSN: 1411-321X Oktober 2004
Pengaruh Deposisi Asam Sulfat dari Kawah Sikidang Dataran Tinggi Dieng terhadap Berat Kering dan Kandungan Amilum Umbi Kentang (Solanum tuberosum L.). The influence of sulphuric acid deposition from Sikidang crater at Dieng plateau on dry weight and starch content of potato’s tuber (Solanum tuberosum L.) DYAH KUSUMANINGTYAS PUJIASTUTI, SUGIYARTO♥, ENDANG ANGGARWULAN Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126 Diterima: 11 Nopember 2003. Disetujui: 17 Mei 2004
ABSTRACT The activity of Sikidang crater, infact increased the air pollution concentration, especially SO2 and H2S. Both gases deposition in soil will increase sulphuric acid level resulted in the formation of gradient concentration as well as growth and development of potato’s tuber. Experiment was arranged in Completely Randomized Design with two factor. The first factor was the distance of crops to Sikidang crater consisting of 3 levels: 250, 500, 2000 meters subsequently. The second factor was the potato’s variety consisting of 2 levels: atlantic and granola. Variables observed were topsoil sulphuric acid content, soil pH, available P content, dry weight and starch content of potato’s tuber. The collected data were analyzed by Anova, and continued with DMRT in level 5 % as well as correlation test. The result indicated that the closer distance of the crops to the crater, there was higher topsoil sulphuric content. On the other hand the soil pH and the content of available P tend to decrease. In the nearest distance from the crater, the dry weight and the starch content of potato’s tuber of atlantic variety was lower than the granola variety. In contrary, the dry weight and starch content of potato’s tuber of atlantic variety was higher than granola variety for the crops at the farthest distance from crater. Keywords: Solanum tuberosum L., Sikidang crater, sulphuric acid, depotition, dry weight, tuber’s starch.
PENDAHULUAN Kawah Sikidang merupakan salah satu kawah di dataran tinggi Dieng yang berada pada ketinggian sekitar 2050 meter dpl. Kawah tersebut secara terus menerus mengeluarkan gas belerang berupa SO2 dan H2S dengan konsentrasi tinggi. Menurut Nasir dkk. (1994) konsentrasi SO2 dan H2S yang diukur pada titik nol dengan ketinggian 1 meter dari titik emisi masing masing adalah sebesar 2450 dan 7190 ppm. Konsentrasi ini jauh lebih tinggi dibanding konsentrasi keduanya dalam udara bersih yang hanya 0,0002 ppm untuk masing-masing gas belerang. Gas SO2 dan H2S akan berdifusi ke atmosfir pada arah vertikal maupun horisontal dengan kecepatan penyebaran yang ditentukan oleh konsentrasi gas di permukaan kawah, keadaan cuaca, serta keadaan topografi setempat. Pada saat gas belerang berdifusi di atmosfir terjadi proses pengenceran karena sebagian dari gas terdeposit pada permukaan benda atau organisme yang menghalangi sehingga memungkinkan terbentuknya gradien konsentrasi gas belerang dan keasaman habitat sepanjang arah difusi gas (Nasir dkk., 1994). Selain mempengaruhi keasaman ♥ Alamat korespondensi: Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Tel. & Fax.: +62-271-663375. e-mail:
[email protected]
habitat, menurut Kovacs (1992) gas belerang juga dapat mempengaruhi status hara ekosistem. Kerusakan pada tumbuhan karena gas belerang terjadi melalui deposisi kering maupun basah, sebagian lagi melalui pengasaman tanah. Nasir dkk. (1994) mengungkapkan bahwa tanggapan tumbuhan terhadap gas belerang bervariasi berkisar dari toleran sampai rentan. Toleransi spesies tumbuhan terhadap gas belerang dilakukan dengan adanya perubahanperubahan anatomi atau morfologi untuk mengurangi penetrasi gas belerang ke dalam tubuh tumbuhan dan selselnya atau dengan mekanisme tertentu sehingga dapat menetralkan atau mengurangi efek negatif gas belerang atau keasaman habitat yang tinggi. Kondisi lingkungan di sekitar kawah Sikidang ini menyebabkan pertumbuhan tanaman budidaya kurang optimal. Sunarminto dalam Sutama (1995) menyatakan bahwa materi vulkanik yang keluar dari kawah mengandung unsur-unsur tertentu yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman budidaya di sekitarnya. Tanaman hortikultura yang banyak ditanam di daerah Dieng adalah kentang (Solanum tuberosum L.) dan kacang babi (Vicia faba L.). Kentang adalah komoditas andalan dari dataran tinggi Dieng dan merupakan tanaman pangan utama dunia sesudah padi, gandum dan jagung. Menurut Hartus (2001), di Indonesia permintaan kentang terus meningkat secara signifikan. Pada saat ini permintaan kentang untuk makanan ringan dan fast food meningkat tajam. Permintan 2004 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
PUJIASTUTI dkk., – Pengaruh asam sulfat kawah Sikidang terhadap Solanum tuberosum
105
kentang yang meningkat ini memberikan peluang besar bagi peningkatan produksi kentang di Indonesia. Usaha peningkatan produksi ini menghadapi berbagai masalah, salah satunya yaitu pemilihan varietas yang belum sesuai dengan lingkungan tumbuh dan kebutuhan pasar. Menurut Duke dalam Latifah dkk. (1991), tanaman kentang termasuk jenis yang toleran terhadap keadaan pH tanah baik tinggi maupun rendah. Dalam BPPP (1985), dijelaskan bahwa kondisi tanah yang ditanami selain akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman kentang, juga akan berpengaruh terhadap komposisi umbi kentang. Faktor lain yang mempengaruhi komposisi umbi kentang adalah varietas, pupuk yang digunakan, umur umbi ketika dipanen, suhu, dan lama penyimpanannya. Perubahan komposisi umbi kentang selama pertumbuhan meliputi naiknya kadar pati dan sukrosa serta turunnya kadar air dan gula pereduksi. Kentang yang banyak dibudidayakan di sekitar kawah Sikidang adalah atlantik dan granola. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tanggapan kedua varietas tersebut, terhadap paparan SO2 pada pertumbuhan dan kadar amilumnya. Selain itu juga dikaji kadar sulfat, Ptersedia, dan pH tanah.
Kandungan sulfat topsoil Rerata konsentrasi kandungan sulfat topsoil tanah bisa dilihat pada Tabel 1, yang menunjukkan adanya penurunan konsentrasi dengan semakin jauhnya jarak tanaman kentang dari Kawah Sikidang. Akan tetapi hasil analisis varian tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Terbentuknya gradien konsentrasi kandungan sulfat topsoil terlihat dengan jelas pada Gambar 1, yang menunjukkan adanya penurunan yang tajam kandungan sulfat topsoil dari J1 (250 m) ke J2 (500 m) yaitu dari 0,403% menjadi 0,290% sehingga dapat dikatakan bahwa asam sulfat banyak terdeposit pada jarak kurang dari 250 m. Terjadinya gradasi konsentrasi ini menunjukkan terjadinya proses pengenceran karena sebagian gas terdeposit basah atau kering pada permukaan tanah dan benda lain. Hal ini dijelaskan dalam Suwondo dkk. (1996), bahwa tingginya konsentrasi sulfat di sekitar kawah disebabkan oleh deposisi langsung dari partikel SO2 atau H2S emisi gas dari kawah. Menurut Onianwa dan Babajide dalam Firdaus dan Nasir (1995) kandungan sulfat topsoil berkorelasi positif dengan intensitas pencemaran SO2.
BAHAN DAN METODE
Tabel 1. Pengaruh jarak lokasi tanam dari kawah Sikidang terhadap kandungan sulfat topsoil tanah (%). Jarak dari kawah Sikidang 250 m/J1 500 m/J2 200J3 0,403a 0,290a 0,283a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu baris, tidak berbeda nyata dengan DMRT taraf 5%.
Kandungan Sulfat Topsoil (%)
Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap Faktorial (3 x 2) dengan 5 ulangan. Faktor pertama adalah jarak lokasi tanam dari pusat kawah Sikidang, yaitu 250, 500,dan 2000 m. Faktor kedua adalah varietas tanaman kentang, yaitu varietas granola dan atlantik. Bahan yang digunakan adalah bibit kentang varietas granola dan atlantik, pupuk kandang, tanah, air fungisida, insektisida, dan kemikalia untuk analisis kandungan sulfat topsoil, pH tanah, kandungan P- tersedia, dan kandungan amilum umbi kentang. Alat yang digunakan untuk penanaman antara lain polibag, cangkul, dan saringan. Tabung reaksi, labu takar, saringan Whatman 42, labu gojok, penangas air, gelas piala, timbangan analitik, erlenmeyer dan spektrofotometer digunakan untuk menganalisis kandungan sulfat topsoil, P-tersedia, pH tanah dan kandungan amilum umbi kentang. Untuk menganalisis berat kering digunakan timbangan analitik, oven dan kertas label, sedangkan untuk mengukur faktor-faktor lingkungan digunakan anemometer, termometer, higrometer, luxmeter, dan wind speed indicator. Sebanyak 30 polibag berisi tanah kering angin yang telah diayak diletakkan pada jarak 250, 500, dan 2000 m dari pusat kawah Sikidang. Pada masing – masing lokasi diletakkan 10 polibag, 5 varietas granola dan 5 varietas atlantik. Parameter lingkungan diamati setiap seminggu sekali, meliputi: suhu tanah, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya. Pegamatan kandungan sulfat topsoil, P-tersedia, pH tanah, berat kering, dan kandungan amilum umbi kentang dilakukan setelah masa panen (100 hari). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varian (Anava) dilanjutkan dengan DMRT pada taraf uji 5%. Untuk menguji hubungan antar variabel di gunakan uji korelasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 J1 (250)
J2 (500)
J3 (2000)
Jarak Tanam (m) Sulfat Topsoil
Gambar 1. Hubungan jarak lokasi tanam dengan kandungan sulfat topsoil tanah.
Derajat keasaman (pH) tanah Hasil analisis varian kandungan pH tanah menunjukkan bahwa perlakukan jarak lokasi tanam memberikan pengaruh yang beda nyata antara perlakuan J1 (250 m) dan J2 (500 m) dan antara J2 (500 m) dan J3 (2000), sedangkan untuk J1 (250 m) dan J3 (2000 m) tidak beda nyata (Tabel 2). Rerata kandungan pH masih di sekitar 5 sehingga meskipun dari hasil analisis varian menunjukkan beda nyata tetapi belum akan terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena masih dalam kisaran pH
B i o S M A R T Vol. 6, No. 2, Oktober 2004, hal. 104-108
106
yang akan terjadi selalu membentuk lebih banyak fosfat tidak larut yang berakibat makin sedikitnya H2PO4- yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Pada nilai pH 5,5 – 6, kelarutan P-tersedia maksimum (Hakim dkk., 1996). Jika dilihat rata-rata pH tanah (Tabel 2), pH tanah masih mendekati nilai 5,5 yang berarti penyediaan P bagi tanaman masih cukup baik.
Tabel 2. Pengaruh jarak lokasi tanam dari kawah Sikidang terhadap pH tanah.
Tabel 3. Pengaruh jarak lokasi tanam dari kawah Sikidang terhadap kandungan P-tersedia (ppm).
Jarak dari Kawah Sikidang
Jarak dari kawah Sikidang
250 m/J1 500 m/J2 2000 m/J3 5,31 a 5,49 b 5,38 a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu baris, tidak berbeda nyata dengan DMRT taraf 5%.
250 m /J1 500 m/J2 2000 m/J3 6,247a 7,053 a 14,280b Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu baris, tidak berbeda nyata dengan DMRT taraf 5%.
Kandungan P-tersedia (ppm)
yang sama. Menurut Reuss dan Johnson (1986) ketika tanah mengalami deposisi asam sulfat, konsentrasi SO42- di dalam larutan tanah akan meningkat. Terbentuknya asam H2SO4 dari mineralisasi organik dapat menyumbang reaksi asam. Adanya peningkatan SO42- akan berhubungan dengan peningkatan ion H+ yang akan mempengaruhi pH sehingga menjadi lebih rendah (asam). Semakin meningkat SO42maka pH tanah akan semakin menurun.
pH Tanah
5,6 5,5 5,4 5,3 5,2 J1 (250)
J2 (500)
J3 (2000)
Jarak Tanam (m) pH Tanah
15 12 9 6 3 0 J1 (250)
J2 (500)
J3 (2000)
Jarak Tanam (m) P-tersedia (ppm)
Gambar 2. Hubungan jarak lokasi tanam dengan pH tanah.
Gambar 3. Hubungan jarak lokasi tanam dengan kandungan Ptersedia.
Kandungan P-tersedia Analisis varian kandungan P-tersedia menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang beda nyata terhadap kandungan P-tersedia antara J1 (250 m) dan J3 (2000 m) serta J2 (500 m) dan J3 (2000 m), sedangkan antara J1 (250 m) dan J2 (500 m) tidak beda nyata. Pada tabel 3 dapat diketahui bahwa kandungan Ptersedia yang terbesar ada pada jarak 2000 m (J3), yaitu sebesar 14,280 ppm, sedangkan pada J1 (250 m) paling kecil. Dari Gambar 3 juga terlihat bahwa ketersediaan P di tanah semakin meningkat dari jarak J1 (250 m) ke J2 (500 m) dan J3 (2000 m). Konsentrasi unsur hara dalam tanah bervariasi tergantung pada nilai pHnya (Marschner,1986). Ion fosfat anorganik yang paling penting di dalam tanah adalah H2PO4- dan HPO42-. Keberadaannya di dalam tanah juga tergantung pH. Pada pH rendah P-tersedia akan berhubungan dengan keberadaan ion Al dan Fe. Bila pH tanah turun ion H2PO4- dan HPO42- akan dijumpai bersamaan. Makin asam tanah ion, H2PO4- menjadi dominan (Mengel dan Kirkby, 2001 ; Marschner, 1986 ; Lal dan Stewart, 1994). Pada tanah yang sangat masam, konsentrasi ion Al dan Fe jauh melebihi ion H2PO4-. Pada tanah asam, fosfat akan diubah dari bentuk yang labil menjadi bentuk yang lebih stabil. Konsekuensinya reaksi
Berat kering dan kandungan amilum umbi Hasil analisis varian berat kering total tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberi pengaruh yang sangat nyata terhadap berat kering total tanaman. Perbedaan varietas dan interaksi antar perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering total tanaman. Pada Tabel 4. dapat diketahui bahwa tanaman kentang yang paling besar berat kering total tanamannya yaitu sebesar 24,37 gram diperoleh dari kombinasi perlakuan antara jarak tanam 2000 m dari kawah dan varietas atlantik (J3V2). Tabel 4. Pengaruh jarak lokasi tanam dari kawah Sikidang terhadap berat kering tanaman (gram). Perlakuan Berat Kering J1 J2 J3 (gram) V1 V2 V1 V2 V1 V2 Daun 0,74a 1,37a 3,55 c 0,34a 0,42a 1,39b Umbi 16,74b 9,53a 5,86a 9,88a 16,42b 18,41c b a Total 19,46 13,13 6,21a 5,55 a 19,83b 24,37c Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu baris, tidak berbeda nyata dengan DMRT taraf 5%. J1 = jarak tanam 250 m, J2 = jarak tanam 500 m, J3 = jarak tanam 2000 m dari Kawah Sikidang, V1 = varietas granola, V2 = varietas atlantik.
PUJIASTUTI dkk., – Pengaruh asam sulfat kawah Sikidang terhadap Solanum tuberosum
Berat Kering Total (g)
Besarnya berat kering total tanaman pada J3V2 (jarak 2000 m, varietas atlantik) disebabkan besarnya berat kering tiap-tiap bagian tanaman yang lain yaitu daun dan umbi (Gambar 4-6), sehingga dapat dikatakan bahwa pengaruh pendedahan SO2 pada jarak ini lebih kecil daripada di kedua jarak yang lain. Adanya pendedahan SO2 dari udara akan berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman yaitu pertumbuhan daun, berat kering, serta menghambat laju fotosintesis (Kozlowski, 1991). Organorgan asimilasi dan juga reproduksi dari tanaman yang terpengaruh oleh SO2 akan berpengaruh juga pada kapasitas asimilasi dan produksi tanaman (Agrawal dan Agrawal, 1999). Secara tidak langsung produktivitas dan pertumbuhan tanaman akan terpengaruh karena berkurangnya kesuburan tanah, karena pH tanah yang semakin rendah dengan adanya proses deposisi asam ke tanah. Menurut Marschner (1986), konsentrasi unsur hara dalam tanah bervariasi tergantung pada pHnya. Unsur P d al am tan ah s ang at b e rgu n a b ag i t umbuh an dan
30 25 20 15 10 5 0 J1 (250)
J2 (500)
J3 (2000)
Jarak Tanam (m) Granola
Atlantik
Berat Kering Umbi (g)
Gambar 4. Berat kering total tanaman kentang varietas atlantik dan granola dengan jarak lokasi tanam yang berbeda dari kawah Sikidang.
20 15 10 5 0 J1 (250)
J2 (500)
J3 (2000)
Jarak Tanam (m) Granola
Atlantik
Gambar 5. Berat kering umbi kentang varietas atlantik dan granola dengan jarak lokasi tanam yang berbeda dari kawah Sikidang.
107
berpengaruh terhadap berat keringnya, karena P akan meningkatkan pertumbuhan. Menurut Basra (1994) pada tanah yang kekurangan P pertumbuhannya akan berkurang dan tanaman akan menjadi kerdil (Marschner, 1986). Besarnya berat kering umbi pada perlakuan ini juga berhubungan dengan kadar P-tersedia di dalam tanah, karena menurut Rinsema (1993) pada kentang unsur fosfat akan membantu menghasilkan produksi kentang dalam jumlah satuan yang lebih banyak namun ukuran kentangnya lebih kecil. Pada Gambar 4 terlihat bahwa berat kering total tanaman pada jarak tanam 500 m (J1) lebih kecil daripada tanaman yang ditanam pada jarak tanam 250 m (J2) baik varietas atlantik maupun varietas granola. Pada jarak J3 (2000 m) terlihat bahwa berat kering total tanaman paling besar dan berbeda nyata dengan berat kering pada J1 (250 m) dan J2 (500 m). Hal ini dimungkinkan karena perbedaan berat kering daun pada jarak tanam 250 m (J1) lebih besar (Tabel 4), yang akan berpengaruh terhadap kemampuannya berfotosintesis. Besarnya berat kering daun berhubungan dengan luas daunnya. Dengan luas daun yang semakin besar maka kesempatan untuk menangkap cahaya matahari yang akan digunakan untuk fotosintesis semakin besar. Secara umum, daun dipandang sebagai produsen fotosintat utama sekalipun proses fotosintesis dapat berlangsung pada bagian lain dari tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Diperkirakan dengan faktor pendukung di atas ditambah dengan faktor lingkungan yang tidak terlalu ekstrim, laju fotosintesis tanaman akan mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya laju fotosintesis, fotosintat yang dihasilkan akan lebih banyak. Fotosintat berupa karbohidrat digunakan untuk membentuk senyawa-senyawa lain yang dibutuhkan dalam pembentukan struktur sel tanaman sehingga semakin banyak fotosintat yang dihasilkan, pertumbuhan bagian-bagian tanaman akan optimal. Selain digunakan untuk pertumbuhan, fotosintat juga diakumulasikan di dalam umbi. Semakin banyak fotosintat yang dihasilkan semakin banyak yang diakumulasikan sebagai umbi. Dari hasil perhitungan didapatkan korelasi antara berat kering daun dengan berat kering umbi dengan koefisien korelasi sebesar r = 0,967 dengan r2 = 0,96. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa pada jarak yang dekat dengan kawah (J1=250 m) berat kering umbi kentang varietas granola (J1V1=16,74 gram) lebih besar daripada berat kering umbi varietas atlantik (J2V2=9,53 gram), sedangkan untuk jarak yang terjauh dari kawah (J3=2000 m) berlaku sebaliknya, untuk varietas granola (J3V1=16,42 gram). Berat kering umbi terbesar adalah 18,41 gram diperoleh dari kombinasi jarak 2000 m dan varietas atlantik J3V2 (Tabel 4). Besarnya berat kering umbi pada perlakuan ini juga berhubungan dengan kadar P-tersedia di dalam tanah, pada jarak 2000 m (J3) memiliki kandungan Ptersedia yang terbesar yaitu 14,280 ppm (Tabel 2). Peningkatan berat kering umbi pada J3 (2000 m) menunjukkan adanya pengaruh positif dari P-tersedia yang ditunjukkan dengan nilai korelasi sebesar 0,782. Menurut Smith (1987) kandungan P-tersedia di dalam tanah selain meningkatkan berat kering tanaman juga akan meningkatkan kandungan tepung di dalam umbi kentang.
B i o S M A R T Vol. 6, No. 2, Oktober 2004, hal. 104-108
108
Tabel 5. Pengaruh jarak lokasi tanam dari kawah Sikidang terhadap kandungan amilum umbi kentang (%).
V1 6,52a
J1
V2 4,96
Perlakuan J2 V1 V2 5,60 6,36
V1 6,24
J3
V2 Kandungan 10,31b a a a a amilum (%) Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu baris, tidak berbeda nyata dengan DMRT taraf 5%. J1 = jarak tanam 250 m, J2 = jarak tanam 500 m, J3 = jarak tanam 2000 m dari Kawah Sikidang, V1 = varietas granola, V2 = varietas atlantik
Kandungan Amilum
Rerata kandungan amilum dapat dilihat di Tabel 5. Hasil analisis varian kandungan amilum kentang menunjukkan bahwa perlakukan secara mandiri jarak lokasi tanam, variaetas maupun interaksinya memberikan pengaruh yang tidak nyata. Meskipun demikian, dari DMRT bisa dilihat bahwa kandungan amilum pada perlakuan J3V2 (jarak tanam 2000 m, varietas atlantik) jauh lebih tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Dadang (1997) mengatakan bahwa untuk varietas atlantik kandungan patinya lebih tinggi dibanding granola. 12 10 8 6 4 2 0 J1 (250)
J2 (500)
J3 (2000)
Jarak Tanam (m) Granola
Atlantik
Gambar 6. Hubungan antara jarak lokasi tanam dengan kandungan amilum umbi kentang.
Koefisien korelasi sebesar antara P-tersedia dan kandungan amilum sebesar 0,0997 menunjukkan bahwa meningkatnya kandungan P-tersedia di tanah akan meningkat pula kandungan amilum di dalam umbi kentang. Menurut Smith (1987) efek positif dari P pada kandungan amilum merupakan hasil dari stimulasi P pada saat translokasi asimilat dari daun ke umbi, pembentukan amilum, dan aktivitas sintetik dari alpha – glucan phosphorilase di dalam umbi. Pada proses fotosintesis, triosafosfat sangat dibutuhkan, dari kloroplas triosa fosfat akan ditransfer ke sitosol sebagai sumber fosfat anorganik, untuk menstimulasi beberapa enzim yang digunakan dalam pembentukan amilum (Mengel dan Kirkby, 2001 ; Basra, 1994). Menurut Dennis dkk. (1998) pada tanaman kentang enzim ADP-glucosapyrophosporylase akan berhubungan erat dengan akumulasi amilum pada proses fotosintesis. Dalam Rinsema (1993) diungkapkan bahwa pada tanaman kentang fosfat akan menaikkan kadar karbohidrat dan menaikkan kualitasnya.
KESIMPULAN DAN SARAN Semakin dekat jarak lokasi tanam dari kawah Sikidang, kandungan sulfat topsoil cenderung semakin meningkat, sebaliknya pH tanah dan kandungan P-tersedianya cenderung menurun. Pada jarak yang paling dekat dengan kawah berat kering dan kandungan amilum umbi kentang varietas atlantik lebih besar jika dibandingkan dengan varietas granola. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh deposisi asam sulfat dari kawah Sikidang pada musim dan varietas yang berbeda, dengan arah lokasi tanam yang berbeda. Pada jarak yang dekat dengan titik emisi kawah Sikidang dianjurkan menanam kentang varietas granola, sedangkan di daerah yang jauh dari kawah dianjurkan untuk menanam kentang varietas atlantik. DAFTAR PUSTAKA Agrawal, S.B. and M. Agrawal, 1999. Environmental Pollution and Plant Responses. NewYork: Lewish Publisher. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPP). 1985. Kentang. Bandung: BPPP Balai Penelitian Hortikultura. Basra, A.S. 1994. Mechanism of Plant Growth and Improved Productivity. New York: Marcel Dekker Inc. Dadang, W.I. 1997. Peluang usaha kentang atlantik. Trubus 28: 331. Dennis, D. T, D.B. Laysell, D.D. Lefebure, and D.H. Turpin. 1998. Plant Metabolism. London: Longman. Firdaus dan M. Nasir. 1995.Kerusakan daun, kandungan klorofil dan konduktansi permukaan daun Panicum respens L. yang terdedah oleh gas belerang di kawah Sikidang, dataran tinggi Dieng. BPPS UGM B (48): 531-543. Hartus, T., 2001. Usaha Pembibitan Kentang Bebas Virus. Jakarta: Penebar Swadaya. Hakim, N, M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Penerbit Universitas Lampung Kovacs, M. 1992. Biological Indicator in Environmental Protection. London: Ellis Horwood Ltd. Kozlowsky, T.T. 1991. The Physiological Ecology of Woody Plant. San Diego: Academic Press Inc. Lal, R., and B.A. Stewart, 1994. Soil Processes and Water Quality. Florida: Lewis Publisher. Latifah, K.D., O. Kaswara, J.W. Atmojo, dan S. Arsjad. 1991. Pengaruh stress air dan pH tanah terhadap kemungkinan timbulnya senyawaan stress pada tanaman kentang (Solanum tuberosum L.). Forum Pasca Sarjana 14 (1): 13-23. Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. London: Academic Press. Mengel, K., and E.A. Kirkby. 2001. Principles of Plant Nutrition. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher. Nasir, M., Purnomo, dan Sudjono. 1994. Pengaruh gas belerang dari kawah-kawah di dataran tinggi Dieng terhadap struktur vegetasi dan fisiologi tumbuhan dominan di sekitar kawah. Buletin Biologi 1 (7): 295-309. Reuss, J.O. and D.W. Johnson. 1986. Acid Depeosition and The Acidification of Soil and Waters. NewYork: Springer-Verlag. Rinsema.1993. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta:Bharata Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Smith, O. 1987. Effect of Cultural and Environmental Conditions on Potatoes for Processing. NewYork: Van Nostrand Reinhold Co. Sutama. 1995. Keanekaragaman Jenis Lumut di Sekitar Kawah Sikidang Dataran Tinggi Dieng. [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. Suwondo, S.D. Tandjung, dan Harminani S.D.T. 1996. Komposisi dan keanekaragaman mikroarthropoda pada tanah sebagai bioindikator deposisi asam di sekitar kawah Sikidang dataran tinggi Dieng Jawa Tengah. BPPS UGM 9 (1C): 175-186.
