PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PERINGKAT OBLIGASI DAN YIELD OBLIGASI Yudi Santara Setyapurnama, SE.,M.Si* A.M. Vianey Norpratiwi, SE.,M.Si* Abstract: This paper investigated the effect of corporate governance to bond ratings and bond yield. The proxies of corporate governance are institution ownership, independent committe, audit committee, and managerial ownership. Those proxies are independent variables, and the dependent variables are bond rating and bond yield. Logistic regression (logit) is used to examine first hipothesis, and multiple regression is used to examine second hypothesis. Sample are all bonds that issued period 2001-2003, and data are collected from Surabaya Stock Exchage and PT PEFINDO. The paper proved that implementation of corporate governance influences bond ratings and yields. The existence of independent committee have positive effect to bond rating but the opposite effect is to bond yield. The better of corporate governance implementation the higher bond ratings, but bond yields will decresase.. The existence of audit committee have negative effect to bond yield. It concluded that the existence of aucit committee give effect for investor judgement. Keywords:
corporate governance, audit quality, bond ratings, and bond yields.
PENDAHULUAN Investasi digolongkan menjadi dua jenis, yaitu investasi dalam surat kepemilikan (saham) dan investasi dalam surat utang (obligasi).
Fabozzi (2000) mendefinisikan
obligasi sebagai suatu instrumen utang yang ditawarkan oleh penerbit (issuer) yang juga disebut debitur atau peminjam (borrower) untuk membayar kembali kepada investor (lender) sejumlah yang dipinjam ditambah bunga selama tahun yang ditentukan. Obligasi lebih memberikan jaminan pengembalian dan keuntungan dibanding investasi saham. Di Bursa Efek Surabaya sampai dengan tahun 2003 telah terdapat 92 emiten yang menerbitkan obligasi dan 180 obligasi yang diperdagangkan. Hal ini menunjukkan
1
pasar obligasi merupakan suatu instrumen yang dapat dijadikan sebagai suatu alternatif investasi. Faerber (2000) menyatakan bahwa investor lebih memilih berinvestasi pada obligasi dibanding saham karena dua alasan, yaitu: (1) volatilitas saham lebih tinggi dibanding obligasi, sehingga mengurangi daya tarik investasi pada saham, dan (2) obligasi menawarkan tingkat pengembalian yang positif dengan pendapatan tetap (fixed income), sehingga obligasi lebih memberikan jaminan dibanding saham. Jewell dan Livingston (2000) menyatakan bahwa investor menghadapi masalah informasi yang disebabkan beragamnya karakteristik dari penerbit obligasi. Peringkat (rating) obligasi yang diterbitkan oleh lembaga independen membantu mengurangi masalah informasi tersebut.
Selain peringkat, faktor lain yang dipertimbangkan oleh investor obligasi
adalah return obligasi. Return obligasi merupakan hasil yang akan diperoleh investor apabila melakukan investasi pada obligasi. Return obligasi ini dinyatakan dalam yield. Pada tahun 2001, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance menerbitkan pedoman good corporate governance. Pedoman ini bertujuan agar dunia bisnis memiliki acuan dasar yang memadahi mengenai konsep serta pola pelaksanaan good corporate governance yang sesuai dengan pola internasional umumnya dan Indonesia khususnya. Penerapan corporate governance diharapkan memaksimumkan nilai perseroan bagi perseroan tersebut dan bagi pemegang saham. Ball (1998) dalam Evans et al. (2002), mengartikan corporate governance sebagai seperangkat kesepakatan atau aturan institusi yang secara efektif mengatur pengambilan keputusan. Corporate governance mempunyai hubungan positif dengan peringkat obligasi dan berhubungan negatif dengan yield obligasi (Bhojraj dan Sengupta, 2003).
2
Penelitian terhadap corporate governance di Indonesia banyak dihubungkan dengan harga saham ataupun kinerja perusahaan.
Penelitian corporate governance
terhadap obligasi di Indonesia merupakan penelitian yang jarang dilakukan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan data obligasi serta pengetahuan para investor terhadap obligasi.
Selain itu, Wansley et al. (1992) menyatakan bahwa sebagian besar
perdagangan obligasi dilakukan melalui pasar negosiasi (over the counter market) dan secara historis tidak terdapat informasi harga yang tersedia pada saat penerbitan atau saat penjualan. Dengan tidak tersedianya informasi tersebut membuat pasar obligasi menjadi tidak semeriah pasar saham. Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh penerapan corporate governance terhadap peringkat dan yield obligasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada para pembaca dalam melakukan investasi terhadap obligasi terutama dalam mempertimbangkan penerapan corporate governance pada perusahaan penerbit. Penelitian ini mengangkat isu mengenai pengaruh corporate governance terhadap peringkat dan yield obligasi.
LANDASAN TEORI TEORI KEAGENAN Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak antara principal dengan agent. Menurut Darmawati et al. (2005), inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan antara kepemilikan (principal/investor) dan pengendalian (agent/manajer). Kepemilikan diwakili oleh investor mendelegasikan kewenangan kepada agen dalam hal ini manajer untuk mengelola kekayaan investor.
Investor mempunyai harapan bahwa dengan
3
mendelegasikan wewenang pengelolaan tersebut, mereka akan memperoleh keuntungan dengan bertambahnya kekayaan dan kemakmuran investor. Hubungan keagenan dapat menimbulkan masalah pada saat pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai tujuan yang berbeda.
Pemilik modal menghendaki
bertambahnya kekayaan dan kemakmuran para pemilik modal, sedangkan manajer juga menginginkan bertambahnya kesejahteraan bagi para manajer.
Dengan demikian
muncullah konflik kepentingan antara pemilik (investor) dengan manajer (agen). Pemilik lebih tertarik untuk memaksimumkan return dan harga sekuritas dari investasinya, sedangkan manajer mempunyai kebutuhan psikologis dan ekonomi yang luas, termasuk memaksimumkan kompensasinya. Kontrak yang dibuat antara pemilik dengan manajer diharapkan dapat meminimumkan konflik antar kedua kepentingan tersebut. Alijoyo dan Zaini (2004) beranggapan bahwa pemisahan fungsi eksekutif dan fungsi pengawasan pada teori keagenan menciptakan “checks and balances”, sehingga terjadi independensi yang sehat bagi para manajer untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang maksimum dan return yang memadahi bagi para pemegang saham. Teori keagenan dilandasi dengan tiga asumsi (Eisenhardt, 1989), yaitu: asumsi sifat manusia (human assumptions), asumsi keorganisasian (organizational assumptions), dan asumsi informasi (information assumptions). Asumsi sifat manusia dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1) self-interest, yaitu sifat manusia untuk mengutamakan kepentingan diri sendiri, (2) bounded-rationality, yaitu sifat manusia yang memiliki keterbatasan rasionalitas, dan (3) risk aversion, yaitu sifat manusia yang lebih memilih mengelak dari risiko. Asumsi keorganisasian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1) konfik sebagian tujuan antar partisipan, (2) efisiensi sebagai suatu kriteria efektivitas, dan
4
(3) asimetri informasi antara pemilik dan agen. Asumsi informasi merupakan asumsi yang menyatakan bahwa informasi merupakan suatu komoditas yang dapat dibeli. Teori keagenan lebih menekankan pada penentuan pengaturan kontrak yang efisien dalam hubungan pemilik dengan agen. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang jelas untuk masing-masing pihak yang berisi tentang hak dan kewajiban, sehingga dapat meminimumkan konflik keagenan. Corporate governance merupakan suatu mekanisme pengelolaan yang didasarkan pada teori keagenan. Penerapan konsep corporate governance diharapkan memberikan kepercayaan terhadap agen (manajemen) dalam mengelola kekayaan pemilik (investor), dan pemilik menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan melakukan suatu kecurangan untuk kesejahteraan agen.
CORPORATE GOVERNANCE Corporate governance timbul karena kepentingan perusahaan untuk memastikan kepada pihak penyandang dana (principal/investor) bahwa dana yang ditanamkan digunakan secara tepat dan efisien. Selain itu dengan corporate governance, perusahaan memberikan kepastian bahwa manajemen (agent) bertindak yang terbaik demi kepentingan perusahaan. Forum for Corporate Governance in Indonesia/FCGI (2001b) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, sehingga menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Nilai tambah yang
5
dimaksud adalah corporate governance memberikan perlindungan efektif terhadap investor dalam memperoleh kembali investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi. Penerapan corporate governance memberikan empat manfaat (FCGI, 2001), yaitu: (1) meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders, (2) mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigit (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value, (3) mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dan (4) pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders’s values dan dividen. Sifat masalah keagenan secara langsung berhubungan dengan struktur kepemilikan. Strukur kepemilikan yang tersebar tidak akan memberikan insentif kepada pemilik untuk memonitor pengelolaan manajemen. Hal ini disebabkan para pemilik akan menanggung sendiri biaya pengawasan (monitoring cost), sehingga semua pemilik akan menikmati manfaat.
Investor institusi mempunyai peranan dalam menyediakan
mekanisme yang dapat dipercaya terhadap penyajian informasi kepada investor. Peranan itu terjadi disebabkan karena investor institusi merupakan investor yang sophisticated, dan mempunyai daya pengendali yang lebih baik dibanding investor individu. Salah satu prinsip corporate governance menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) adalah menyangkut peranan dewan komisaris. Bentuk dewan komisaris tergantung pada sistem hukum yang dianut. Terdapat dua sistem yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan Kontinental Eropa (FCGI, 2001a). Dalam
6
sistem hukum Anglo Saxon, sistem yang dianut adalah sistem satu tingkat atau one tier system.
Pada sistem satu tingkat, perusahaan mempunyai satu dewan direksi yang
merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif). Negara-negara yang menerapkan sistem ini adalah Amerika Serikat dan Inggris. Sistem hukum Kontinental Eropa menganut sistem dua tingkat atau two tier system. Pada sistem dua tingkat, perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Dewan direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan sesuai dengan pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dewan direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (dewan komisaris). Tugas utama dewan komisaris adalah bertanggungjawab mengawasi tugastugas manajemen. Indonesia termasuk negara yang mengadopsi sistem dua tingkat ini. Terdapat tiga elemen penting yang akan mempengaruhi tingkat efektivitas dewan komisaris, yaitu independensi, kompetensi, dan komitmen. Independensi diharapkan timbul dengan keberadaan komisaris independen. Kompetensi tercipta dengan adanya komite-komite yang dibentuk dewan komisaris, terutama komite audit.
Keberadaan
komisaris independen dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang lebih obyektif dan independen, dan juga untuk menjaga ”fairness” serta mampu memberikan keseimbangan antara kepentingan pemegang saham mayoritas dan perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas, bahkan kepentingan para stakeholder lainnya. Berdasar surat keputusan Ketua BAPEPAM KEP 41/PM/2003, SK Dir. BEJ Nomor 315/BEJ/06-2000, Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/Tahun 2000, dan Undang-undang BUMN Nomor 19/2003, pembentukan komite audit merupakan suatu
7
keharusan. Komite audit harus diketuai oleh seorang komisaris independen. Komite audit merupakan salah satu komite yang memiliki peranan penting dalam corporate governance. Tugas komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk memenuhi tanggungjawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Komite audit beranggotakan komisaris independen (FCGI, 2001).
Komite audit harus bebas dari
pengaruh direksi, eksternal auditor, sehingga komite audit hanya bertanggungjawab kepada dewan komisaris.
Komite audit memiliki tanggungjawab yang besar dalam
menyiapkan audit, melakukan ratifikasi terhadap sistem pengendalian internal, dan memecahkan perselisihan dalam peraturan akuntansi (George, 2003). Iskander dan Chamlou (2000) menyatakan bahwa salah satu elemen corporate governance yang penting adalah transparansi (transparency) atau keterbukaan. Keterbukaan adalah suatu tindakan untuk menjelaskan segala sesuatu yang dilakukan oleh manajemen perusahaan kepada publik. Keterbukaan tidak mudah dilakukan jika manajemen memiliki kepentingan dan informasi privat yang mendukung kepentingannya. Kondisi seperti ini dapat terjadi jika dalam perusahaan terdapat manajemen yang memiliki andil sebagai pemilik (managerial ownership).
Semakin besar prosentase
kepemilikan manajerial, maka kemungkinan untuk melakukan keterbukaan semakin kecil, sehingga perusahaan akan lebih memiliki risiko.
PERINGKAT OBLIGASI Bursa Efek Surabaya (2001) mengartikan obligasi sebagai surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi
8
pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Obligasi merupakan surat berharga yang memberikan pendapatan tetap kepada pemiliknya selama jangka waktu berlakunya surat utang tersebut. Hal ini disebabkan pendapatan yang diterima pemilik obligasi (pokok dan bunga) tidak terpengaruh oleh perubahan harga sekuritas utang yang bersangkutan. Peringkat obligasi merupakan indikator ketepatwaktuan pembayaran pokok dan bunga utang obligasi. Selain itu, peringkat obligasi mencerminkan skala risiko dari semua obligasi yang diperdagangkan. Dengan demikian peringkat obligasi menunjukkan skala keamanan obligasi dalam membayar kewajiban pokok dan bunga secara tepat waktu.
Semakin tinggi peringkat, semakin menunjukkan bahwa obligasi tersebut
terhindar dari risiko default. Peringkat obligasi diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang independen. Di Indonesia terdapat dua lembaga pemeringkat sekuritas utang, yaitu PT PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia) dan Kasnic Credit Rating Indonesia.
Lembaga
pemeringkat tersebut membantu investor dalam memberikan informasi investasi mengenai kemampuan ekonomi dan finansial penerbit (issuer) obligasi.
Peringkat
obligasi yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat memberikan gambaran tentang kredibilitas (credit worthiness) dan mempengaruhi penjualan obligasi tersebut (Fabozzi, 2000). Peringkat obligasi menunjukkan kualitas kredit perusahaan penerbit. Semakin tinggi peringkat yang diperoleh, semakin baik kualitas kredit.
Rizzi (1994),
mengelompokkan peringkat obligasi menjadi dua, yaitu: investment grade (AAA-BBB[S&P]) dan non-investment grade/speculative grade (BB+-D[S&P]). Investment grade
9
merupakan obligasi yang berperingkat tinggi (high grade) yang mencerminkan risiko kredit yang rendah (high creditworthiness). Non-investment grade merupakan obligasi yang berperingkat rendah (low grade) yang mencerminkan risiko kredit yang tinggi (low creditworthiness).
YIELD OBLIGASI Faktor lain yang digunakan sebagai pertimbangan dalam investasi obligasi adalah yield.
Yield merupakan faktor pengukur tingkat pengembalian tahunan yang akan
diterima oleh investor, atau hasil yang akan diperoleh investor apabila menanamkan dananya pada obligasi. Terdapat dua istilah dalam penentuan yield, yaitu current yield dan yield to maturity (Fabozzi, 2000). Current yield merupakan hubungan kupon bunga tahunan dengan harga pasar obligasi. Rumus current yield adalah:
Current yield =
annual dollar coupon int erest price
Yield to maturity (YTM) adalah tingkat pengembalian yang akan diperoleh investor apabila memiliki obligasi sampai jatuh tempo. Penghitungan YTM dilakukan dengan memasukkan semua pembayaran kupon bunga sampai dengan tanggal jatuh tempo dengan mengasumsikan adanya reinvestasi dari kupon yang diterima dengan tingkat bunga yang sama dengan YTM tersebut (Kesumawati, 2003). Karena rumitnya penghitungan YTM, maka dapat digunakan juga penghitungan yield to maturity approximation (YTM approximation). Rumus YTM approximation adalah:
10
YTM approximation =
R!P n x 100% R+P 2
C+
keterangan: C = kupon n
= periode waktu yang tersisa
R = redemption value P = harga pembelian HIPOTESIS PENELITIAN Penelitian Evans et al. (2002) menguji hubungan antara struktur corporate governance dan penurunan kinerja perusahaan dengan sampel perusahaan di Australia. Penelitian Evans et al. (2002) melaporkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan positif yang secara statistik signifikan antara rasio komisaris independen dengan kinerja perusahaan.
Penelitian Fűerst dan Kang (2004) menguji corporate governance dan
kinerja operasi, menunjukkan adanya hubungan positif antara komisaris independen dengan kinerja perusahaan. Penelitian lain yang berkaitan dengan komisaris independen adalah penelitian Uzun et al. (2004). Penelitian ini menguji berbagai karakteristik dewan komisaris dan kelengkapan tata kelola yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud) di perusahaan Amerika periode 1978-2001. Hasil dari penelitian Uzun menunjukkan pada perusahaan yang persentase komisaris independennya rendah cenderung terjadi kecurangan. Kecurangan yang terjadi menimbulkan penurunan pada nilai perusahaan, sehingga terjadi penurunan peringkat obligasi dan peningkatan yield obligasi. Bhojraj dan Sengupta (2003) meneliti pengaruh corporate governance pada peringkat dan yield obligasi. Dalam penelitian ini proksi dari corporate governance 11
adalah kepemilikan institusi dan komisaris independen.
Hasil yang diperoleh oleh
Bhojraj dan Sengupta menunjukkan bahwa persentase kepemilikan institusi dan proporsi komisaris independen berhubungan positif dengan peringkat obligasi.
Sedangkan
persentase kepemilikan institusi dan proporsi komisaris independen berhubungan negatif dengan yield obligasi .Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, hipotesis yang diajukan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap peringkat dan yield obligasi adalah: H1a: Terdapat pengaruh positif antara kepemilikan institusi dengan peringkat obligasi. H1b: Terdapat pengaruh positif antara komisaris independen dengan peringkat obligasi. H2a: Terdapat pengaruh negatif antara kepemilikan institusi dengan yield obligasi. H2b: Terdapat pengaruh negatif antara komisaris independen dengan yield obligasi. Penelitian yang menggunakan variabel komite audit tidak banyak.
Hal ini
disebabkan sistem struktur dewan komisaris dan direksi yang berbeda di setiap negara (one tier dan two tier).
Penelitian Cotter dan Silvester (2003) memusatkan pada
komposisi dewan komisaris dan komite pengawas (komite audit dan komite kompensasi) pada perusahaan di Australia. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara proporsi komisaris independen dan komite pengawas terhadap kinerja perusahaan dengan analisis multiple regression. Turley dan Zaman (2004) meneliti pengaruh corporate governance dan komite audit, dengan mengevaluasi dan melakukan sintesa beberapa penelitian terdahulu tentang corporate governance yang berkaitan dengan komite audit. Penelitian ini melaporkan bahwa bukti menunjukkan adanya hubungan positif antara eksistensi komite audit dengan kualitas laporan keuangan dan kinerja perusahaan. Berdasarkan penelitian tersebut,
12
hipotesis yang diajukan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap peringkat dan yield obligasi adalah: H1c:
Terdapat pengaruh positif antara komite audit dengan peringkat obligasi.
H2c:
Terdapat pengaruh negatif antara komite audit dengan yield obligasi. Penelitian Sharma (2004) menguji pengaruh karakteristik dewan komisaris dan
kepemilikan institusi terhadap fraud (kecurangan). Penelitian ini menggunakan analisis statistik Logit. Salah satu variabel independen yang digunakan adalah prosentase kepemilikan manajerial dalam perusahaan. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara statistik signifikan terhadap adanya fraud dalam perusahaan. Hermalin dan Weisbach (1991), menguji menguji pengaruh komposisi dewan komisaris dan insentif yang diterima terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakan kepemilikan manajerial sebagai variabel independen. Analisis statsitik yang digunakan adalah ordinary least squares (OLS) regression. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi prosentase kepemilikan manajerial akan menurunkan kinerja perusahaan. Berdasarkan penelitian tersebut, hipotesis yang diajukan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap peringkat dan yield obligasi adalah: H1d:
Terdapat pengaruh negatif antara kepemilikan manajerial dengan peringkat obligasi.
H2d:
Terdapat pengaruh positif antara kepemilikan manajerial dengan yield obligasi. Sanders dan Allen (1993) menguji kualitas pelaporan keuangan pemerintah
sebagai sinyal bagi kredit analis. Penelitian ini menguji kualitas audit sebagai proksi dari kualitas pelaporan dengan analisis Logit. Kualitas audit dibagi menjadi dua, yaitu yang
13
dilakukan oleh auditor yang termasuk dalam big 8 (sekarang big 4) dan non big 8. Salah satu hipotesis yang diuji adalah kemampuan prediksi laporan keuangan yang diaudit oleh big 8 terhadap peringkat obligasi.
Hasil penelitian Sanders dan Allen (1993)
menunjukkan bahwa secara keseluruhan laporan keuangan yang diaudit oleh auditor dari kantor akuntan publik (KAP) big 8 secara statistik signifikan berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi. Raman dan Wilson (1994) menguji pengaruh kualitas audit terhadap yield premium obligasi. Penelitian ini menggunakan analisis multiple regression dengan salah satu variabel independen yang digunakan adalah auditor yang berasal dari KAP big 8 dan non big 8. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laporan keuangan yang diaudit oleh KAP big 8 berpengaruh negatif yang secara statistik signifikan terhadap yield premium obligasi. Ziebart dan Reiter (1992) menguji bagaimana informasi akuntansi secara langsung mempengaruhi yield obligasi dan secara tidak langsung peringkat obligasi mempengaruhi yield obligasi. Penelitian ini menggunakan total asset sebagai salah satu variabel independen. Alat uji statistik yang digunakan adalah simultaneous equation model.
Hasil yang dilaporkan menunjukkan bahwa total asset berpengaruh positif
terhadap peringkat obligasi. Sedangkan peringkat obligasi berpengaruh negatif terhadap yield obligasi. Khurana dan Raman (2003) menguji aspek fundamental dalam mempengaruhi harga pada pasar obligasi. Penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan variabel dependen yield to maturity (YTM) dan berbagai data akuntansi sebagai variabel kontrol. Beberapa data akuntansi yang digunakan oleh Khurana dan Raman adalah ukuran
14
perusahaan (FIRMSIZE) dan Debt to Equity Ratio (DE). Hasil yang dilaporkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan yang diwakili oleh total asset berhubungan negatif terhadap yield. DE secara statistik signifikan berhubungan positif dengan yield. Bhojraj dan Sengupta (2003) dalam penelitian corporate governance terhadap peringkat dan yield obligasi, menggunakan beberapa data akuntansi sebagai variabel kontrol. Beberapa data akuntansi yang digunakan yang digunakan adalah rasio debt to equity (DE) dan total asset pada akhir tahun (ASSET). Penelitian ini menggunakan analisis probit dalam menguji pengaruh corporate governance terhadap peringkat obligasi, dan menggunakan analisis regresi dalam menguji pengaruh corporate governance terhadap yield obligasi. Hasil yang dilaporkan menunjukkan bahwa DE berpengaruh negatif terhadap peringkat obligasi dan berpengaruh positif terhadap yield obligasi.
ASSET berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi dan berpengaruh
negatif terhadap yield obligasi. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa kualitas audit, ukuran perusahaan, dan rasio kewajiban terhadap ekuitas dapat menjadi faktor yang mempengaruhi hubungan antara corporate governance dengan peringkat dan yield obligasi.
Dengan pertimbangan tersebut, maka penelitian ini menggunakan kualitas
audit, ukuran perusahaan, dan rasio kewajiban terhadap ekuitas menjadi variabel kontrol.
METODOLOGI PENELITIAN PEMILIHAN SAMPEL DAN PENGUMPULAN DATA
15
Penelitian ini menggunakan sampel semua obligasi yang beredar dalam kurun waktu 2001-2003. Periode pengamatan data pool dilakukan mulai tanggal 1 Januari 2001 sampai dengan 31 Desember 2003. Alasan mulai tanggal 1 Januari 2001 adalah pada tahun tersebut perekonomian di Indonesia mulai stabil setelah melewati masa krisis, dan data di Bursa Efek Surabaya mulai tahun tersebut sudah banyak yang termuat secara lengkap. Menurut catatan Bursa Efek Surabaya, mulai tahun 2001 perdagangan obligasi mulai marak diperdagangkan, dan banyak perusahaan yang melakukan penerbitan obligasi sebagai salah satu alternatif pendanaan. Selain itu, konsep corporate governance di Indonesia baru disosialisasikan pada tahun 2001. Data peringkat diperoleh dari PT PEFINDO yang merupakan lembaga independen pemeringkat obligasi di Indonesia. Pemilihan sampel dilakukan secara purposive, yaitu dengan menggunakan kriteria tertentu dalam melakukan pemilihan sampel. Kriteria tersebut adalah: 1. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang tidak termasuk dalam industri perbankan, keuangan, dan asuransi. 2. Obligasi yang diterbitkan dan beredar selama periode pengamatan. 3. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Surabaya pada periode 1 Januari 2001 sampai dengan 31 Desember 2003. 4. Obligasi yang masih aktif beredar di pasar dan terdaftar di OTC FIS Bursa Efek Surabaya. 5. Obligasi yang perusahaan penerbitnya terdaftar dalam peringkat obligasi yang dikeluarkan oleh PT PEFINDO selama kurun waktu pengamatan. Dari kriteria tersebut, diperoleh 72 obligasi dari 26 perusahaan penerbit obligasi yang mempunyai data peringkat dan harga selama kurun waktu 2001-2003.
16
PENGUKURAN VARIABEL VARIABEL DEPENDEN Variabel peringkat (RATING) ditentukan dengan menggolongkan peringkat sesuai kategori peringkatnya. Variabel peringkat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: (1) kategori speculative grade untuk perusahaan yang risiko defaultnya tinggi. Kategori ini dinyatakan dalam peringkat BB-D. dan (2) kategori investment grade untuk perusahaan yang risiko defaultnya rendah. Kategori ini dinyatakan dalam peringkat AAA-BBB. Variabel ini dinyatakan dengan dummy, yaitu 0 jika masuk dalam kategori speculative grade dan 1 jika masuk dalam kategori investement grade. Yield obligasi (YTM) dihitung dengan pendekatan yield to maturity (YTM). YTM merupakan keuntungan yang diperoleh pemegang obligasi sampai dengan obligasi tersebut jatuh tempo. YTM telah memperhitungkan unsur bunga dan nilai waktu uang.
VARIABEL INDEPENDEN Kepemilikan institusi (INST) merupakan salah satu proksi dari corporate governance. Variabel ini merupakan besarnya saham yang dimiliki oleh institusi dibagi dengan total saham yang beredar. terdapat tanda koefisien positif.
Hasil pengujian terhadap peringkat diharapkan
Sebaliknya hasil pengujian terhadap yield obligasi
diharapkan terdapat tanda koefisien negatif. Komisaris independen (KIND) merupakan salah satu proksi dari corporate governance.
Variabel ini diukur dengan perbandingan antara jumlah komisaris
independent dengan banyaknya komisaris pada perusahaan penerbit. Hasil pengujian
17
terhadap peringkat diharapkan terdapat tanda koefisien positif.
Sebaliknya hasil
pengujian terhadap yield obligasi diharapkan terdapat tanda koefisien negatif. Komite audit (KAUD) merupakan komite bentukan komisaris yang diwajibkan dibentuk dalam pedoman corporate governance. Pengukuran komite audit dilakukan dengan ada tidaknya komite audit pada perusahaan emiten. Karena banyaknya komite audit rata-rata disetiap perusahaan emiten adalah satu banding tiga, maka komite audit diukur dengan skala ordinal, yaitu 0 jika tidak terdapat komite audit, dan 1 jika terdapat komite audit. Hasil pengujian terhadap peringkat diharapkan terdapat tanda koefisien positif. Sebaliknya hasil pengujian terhadap yield diharapkan terdapat tanda koefisien negatif. Kepemilikan manajerial (KMAN) adalah ada tidaknya komisaris dan direksi yang memiliki saham pada perusahaan dimana mereka menjabat sebagai komisaris dan direksi. Jumlah kepemilikan manajerial sebagian besar kurang dari 1%, sehingga variasi jumlah kepemilikan manajerial tidak banyak, sehingga variabel ini menggunakan dummy, yaitu 0 jika tidak terdapat kepemilikan manajerial, dan 1 jika terdapat kepemilikan manajerial. Dalam penelitian ini diharapkan adanya kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap peringakat obligasi, dan berhubungan positif terhadap yield obligasi.
VARIABEL KONTROL Sesuai dengan penelitian Velury et al. (2003), kualitas audit (KUA) diukur menggunakan auditor spesialis industri, yang menguasai pangsa pasar.
Dari semua
perusahaan yang menerbitkan obligasi, hampir semuanya diaudit oleh KAP big 4, sehingga berdasarkan penelitian Velury et al. (2003) laporan keuangan yang diaudit oleh
18
KAP big 4 lebih berkualitas. Karena variasi perusahaan yang menggunakan KAP big 4 dan non big 4 amat sedikit, maka pengukuran variabel ini menggunakan dummy, yaitu 0 jika auditor berasal dari KAP non big 4, dan 1 jika auditor dari KAP big 4. Total asset (LTA) yang digunakan dalam penelitian ini adalah logaritma natural dari besarnya total asset yang dimiliki perusahaan pada akhir tahun. Semakin besar total asset yang dimiliki perusahaan diharapkan semakin mempunyai kemampuan dalam melunasi kewajiban di masa depan, sehingga hasil pengujian total asset diharapkan berhubungan positif terhadap peringkat obligasi, dan berhubungan negatif terhadap yield obligasi. Rasio debt to equity (DER) merupakan perbandingan antara total kewajiban perusahaan pada akhir tahun dengan total ekuitas yang dimiliki perusahaan pada akhir tahun. Perusahaan yang mempunyai DER yang besar akan lebih memiliki risiko yang lebih besar dibanding perusahaan yang DER-nya kecil.
MODEL ANALISIS Penelitian ini menggunakan teknik analisis logistic regression (logit) dan multivariate regression. Analisis logit digunakan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap peringkat obligasi. Hal inimengacu pada penelitian (Kamstra et al, 2001) yang menguji peringkat obligasi Moody perusahaan sektor transportasi dan industrial dengan menggunakan analisis logit.
Analisis multivariate regression
digunakan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap yield obligasi, mengacu pada pengujian yang dilakukan oleh Jewell dan Livingston (1998) serta penelitian Bhojraj dan Sengupta (2003) .
19
Model penelitian yang digunakan dalam pengujian hipotesis 1 adalah: RATINGit+1 = a0 + a1INSTit + a2KINDit + a3KAUDit + a4KMANit + a5KUAit + a6LTAit + a7DERit + ε
Keterangan: RATINGit+1
= Peringkat obligasi perusahaan yang diterbitkan oleh PT PEFINDO, pada bulan April setelah tahun pengamatan. Variabel ini kategorikal, yaitu: 0 = speculative grade, 1 = investment grade.
INST
= Kepemilikan institusi, yang ditunjukkan dengan persentase saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh institusi.
KIND
= Komisaris independen, yang ditunjukkan dengan persentase komisaris yang tidak mempunyai kaitan dengan manajemen perusahaan.
KAUD
= Komite audit, merupakan variabel dummy, 0 jika tidak terdapat komite audit, 1 jika terdapat komite audit.
KMAN
= Kepemilikan manajerial, merupakan variabel dummy, 0 jika tidak terdapat kepemilikan manajerial, 1 jika terdapat kepemilikan manajerial.
KUA
= Kualitas audit, merupakan variabel dummy, 0 jika diaudit oleh KAP non big 4, 1 jika diaudit oleh KAP big 4.
LTA
= Logaritma natural dari ukuran perusahaan yaitu total asset.
DER
= Rasio total kewajiban dibagi total ekuitas.
Model penelitian yang digunakan dalam pengujian hipotesis 2 adalah:
20
YTMit+1
= a0 + a1INSTit + a2KINDit + a3KAUDit + a4KMANit + a5KUAit + a6LTAit + a7DERit + ε
Keterangan YTMit+1 = Yield obligasi perusahaan yang dihitung berdasarkan harga obligasi pada bulan April setelah tahun pengamatan. INST
= Kepemilikan institusi, yang ditunjukkan dengan persentase saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh institusi.
KIND
= Komisaris independen, yang ditunjukkan dengan persentase komisaris yang tidak mempunyai kaitan dengan manajemen perusahaan.
KAUD = Komite audit, merupakan variabel dummy, 1 jika terdapat komite audit, 0 jika tidak terdapat komite audit. KMAN = Kepemilikan manajerial, merupakan variabel dummy,
0 jika tidak
terdapat kepemilikan manajerial, 1 jika terdapat kepemilikan manajerial. KUA
= Kualitas audit, merupakan variabel dummy, 0 jika diaudit oleh KAP non big 4, 1 jika diaudit oleh KAP big 4.
LTA
= Logaritma natural dari ukuran perusahaan yaitu total asset.
DER
= Rasio total kewajiban dibagi total ekuitas
HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS Setelah dilakukan pengujian hipotesis pertama, hasil pengujian Logit adalah sebagai berikut:
21
Tabel 1. PENGUJIAN LOGIT HIPOTESIS PERTAMA (H1) B Step 1(a)
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
INST
-.002
.041
.003
1
.960
.998
KIND
.073
.036
3.950
1
.047
1.075
KAUD
-.098
1.077
.008
1
.927
.906
KMAN
1.006
1.052
.915
1
.339
2.735
KUA
2.119
1.133
3.497
1
.061*
8.326
LTA
-.939
.418
5.050
1
.025
.391
DER
-.001
.002
.675
1
.411
.999
26.813
12.179
4.847
1
.028
441265306806.915
Constant
* signifikan pada α = 0,10 Dari hasil tersebut, persamaan Logit dapat dinyatakan sebagai berikut:
Ln
p = 26,813 ! 0,002 INST + 0,073 KIND ! 0,098 KAUD + 1,006 KMAN 1! p + 2,119 KUA ! 0,939 LTA ! 0,001 DER
Pengujian terhadap hipotesis 1b (H1b) membuktikan bahwa komisaris independen menunjukkan hasil secara statistik signifikan pada α=0,05, ditunjukkan dengan angka signifikansi sebesar 0,047 (<0,05). Berdasarkan bukti tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menolak H01b.
Tanda koefisien positif tersebut sesuai dengan yang
diharapkan peneliti bahwa semakin besar jumlah komisaris independen maka peringkat obligasinya akan semakin tinggi.
Koefisien positif ini konsisten dengan penelitian
Bhojraj dan Sengupta (2003) yang menunjukkan bahwa jumlah komisaris independen berhubungan positif dengan peringkat obligasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peringkat obligasi memperhatikan jumlah komisaris independen sebagai suatu lembaga
22
pengendali nilai perusahaan dan menjadi variabel utama sebagai penentu peringkat obligasi. Analisis pengujian untuk hipotesis kedua dengan multiple regression adalah sebagai berikut:
Tabel 2. PENGUJIAN MULTIPLE REGRESSION HIPOTESIS KEDUA (H2) Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B 1
(Constant)
Std. Error
10.928
4.366
INST
.010
.013
KIND
-.054
KAUD KMAN
t
Sig.
Beta 2.503
.018
.051
.775
.445
.016
-.279
-3.447
.002
-2.106
.419
-.370
-5.025
.000
-.262
.410
-.046
-.639
.528
KUA
-2.569
.572
-.429
-4.488
.000
LTA
.414
.141
.244
2.930
.007
DER
-.002
.001
-.125
-1.597
.121
Dari hasil tersebut, persamaan multiple regression dari hasil pengujian hipotesis kedua dinyatakan sebagai berikut:
YTM = 10,928 + 0,010 INST ! 0,054 KIND ! 2,106 KAUD ! 0,262 KMAN ! 2,569 KUA + 0,414 LTA ! 0,002 DER Pengujian terhadap hipotesis 2b (H2b) membuktikan bahwa kepemilikan institusi menunjukkan hasil secara statistik signifikan pada α=0,05, ditunjukkan dengan angka signifikansi sebesar 0,002 (<0,05). Berdasarkan bukti tersebut, dapat disimpulkan bahwa
23
penelitian ini menolak H02b. Tanda koefisien negatif tersebut sesuai dengan yang diharapkan peneliti bahwa semakin besar jumlah komisaris independen maka yield obligasinya akan semakin rendah. Koefisien negatif ini konsisten dengan penelitian Bhojraj dan Sengupta (2003) yang menunjukkan bahwa jumlah komisaris independen berhubungan negatif dengan yield obligasi.
Sesuai dengan H1b yang menunjukkan
bahwa jumlah komisaris independen berpengaruh positif terhadap peringkat, demikian juga pengujian terhadap H2b yang menunjukkan bahwa jumlah komisaris independen berpengaruh negatif yang secara statistik signifikan terhadap yield obligasi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah komisaris independen merupakan salah satu variabel yang dipertimbangkan investor dalam melakukan investasi dalam obligasi. Jumlah komisaris independen yang semakin tinggi diharapkan dapat memaksimumkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang semakin tinggi akan menurunkan tingkat risiko dan menaikkan harga jual obligasi, sehingga yield obligasi semakin rendah. Pengujian terhadap hipotesis 2c (H2c) membuktikan bahwa keberadaan komite audit menunjukkan hasil secara statistik signifikan pada α=0,05, ditunjukkan dengan angka signifikansi sebesar 0,000 (<0,05). Berdasarkan bukti tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menolak H02c. Tanda koefisien negatif tersebut sesuai dengan yang diharapkan peneliti bahwa dengan adanya komite audit maka yield obligasinya akan semakin rendah. Hasil pengujian H2c ini menunjukkan bahwa keberadaan komite audit akan menurunkan risiko perusahaan.
Keberadaan komite audit meningkatkan nilai
perusahaan, sehingga investor akan bersedia membeli obligasi dengan harga yang lebih tinggi. Dengan demikian, jika risiko perusahaan rendah, harga obligasi tinggi, maka yield yang ditawarkan akan semakin rendah.
24
SIMPULAN PENELITIAN Berdasar hasil pengujian seluruh hipotesis, maka secara keseluruhan penelitian ini memberikan beberapa bukti empiris, yaitu: 1. Tidak semua elemen corporate governance berpengaruh terhadap peringkat dan yield obligasi. Jumlah komisaris independen berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi dan negatif terhadap yield obligasi. 2. Keberadaan komite audit secara statistik signifikan berpengaruh negatif terhadap yield obligasi. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan komite audit merupakan variabel yang dipertimbangkan oleh investor dalam investasi obligasi.
KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini masih dapat dikembangan dengan memperhatikan beberapa keterbatasan penelitian berikut ini yang dapat dijadikan sebagai revisi untuk penelitian selanjutnya. Keterbatasan penelitian ini antara lain: 1. Pemilihan sampel tidak memasukkan industri perbankan, keuangan, dan asuransi, dan belum meliputi semua emiten yang menerbitkan obligasi di pasar modal Indonesia. 2. Penggunaan weigthed average price (WAP) dalam penghitungan YTM, dan peringkat obligasi pada bulan April setelah tahun pengamatan, menunjukkan keterbatasan lainnya dari penelitian ini. Masa yang tepat adalah digunakannya WAP dan peringkat setelah tanggal/masa pengumuman dilaksanakannya corporate governance oleh perusahaan penerbit. Tetapi disebabkan informasi pelaksanaan corporate governance
25
oleh para emiten obligasi tidak banyak tersedia pada tahun pengamatan, maka dipilih WAP dan peringkat obligasi pada bulan setelah masa penyerahan laporan keuangan terakhir (bulan Maret).
IMPLIKASI PENELITIAN Implikasi yang dapat digunakan bagi pihak yang akan melanjutkan penelitian ini adalah: 1. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan peringkat dan yield obligasi pada masa setelah pengumuman pelaksanaan corporate governance. 2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan perusahaan yang hanya menerbitan obligasi saja. DAFTAR PUSTAKA Alijoyo, Antonius dan Subarto Zaini. 2004. Komisaris Independen. Penggerak Praktik GCG di Perusahaan. PT Indeks Kelompok Gramedia. Bhojraj, Sanjeev dan Partha Sengupta. 2003. Effect of Corporate Governance on Bond Ratings and Yields: The Role of Institutional Investors and Outside Directors. The Journal of Business 76 (Juli): 455-475. Bursa Efek Surabaya (BES). 2001. Mengenal Obligasi. Over The Counter Fixed Income Service. Bursa Efek Surabaya. Cotter, Julie dan Mark Silvester. 2003. Board and Monitoring Committee Independence. ABACUS 39: 211-232. Cuervo, Alvaro. 2002. Corporate Governace Mechanisms: a Plea for Less Code of Good Governance and More Market Control. Corporate Governance 10 (Apr): 84-93. Darmawati, Deni, Khomsiyah dan Rika Gelar Rahayu. 2005. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 8 (Jan): 65-81. Denis, Diane K. 2001. Twenty-five Years of Corporate Governance Research … and Counting. Review of Financial Economics 10: 191-212. Eisenhardt, Kathleen M. 1989. Agency Theory: An Assessment and Review. The Academy of management Review (Jan): 57-74. Evans, John, Robert Evans dan Serena Loh. Corporate Governance and Declining Firm Performance. International Journal of Business Studies (June): 1-18. Fabozzi, Frank J. 2000. Bond Market, Analysis and Strategies. Prentice-Hall, Inc. 4th edition.
26
Faerber, Esme. 2000. Fundamentals of the Bond Market. McGraw-Hill. FCGI. 2001. Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan. Jilid I. FCGI,Edisi ke-3. FCGI. 2001. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). Jilid II. FCGI. Edisi ke-2. Foster, George. 1986. Financial Statement Analysis. Prentice-Hall International, Inc. 2nd Edition. Fűerst, Oren dan Sok-Hyon Kang. 2004. Corporate Governance, Expected Operating Performance, and Pricing. Corporate Ownership & Control (Winter): 13-30. George, Nashwa. 2003. Audit Committees: The Solution To Quality Financial Reporting, The CPA Journal (Dec): 6-9. Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Undip. Edisi 2. Gillan, Stuart L. dan Laura T. Starks. 2003. Corporate Governance, Corporate Ownership, and the Role of Institutional Investor: A Global Perspektive. Journal of Applied Finance (Fall): 4- 22. Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. McGraw-Hill International Edition. 4th edition. Hair, Joseph F., JR., Rolph E. Anderson, Ronald L. Tatham dan William C. Black. 1998. Multivariate Data Analysis. Prentice-Hall International, Inc. 5th edition. Harris, Milton dan Artur Raviv. 1990. Capital Structure and The Informational Role of Debt. The Journal of Finance 45 (Jun): 321-349. Hermalin, Benjamin E. dan Michael S.Weisbach. 1991. The Effect of Board Composition and Direct Incentives on Firm Performance. Financial Management (Winter): 101-112. Hermalin, Benjamin E. dan Michael S.Weisbach. 2003. Board of Directors as an Endogenously Determined Institution: A Survey of the Economic Literatur. Economic Policy Review (April): 7-26. Iskander, Magdi R. dan Nadereh Chamlou. 2000. Corporate Governance: A Framework for Implementation. The International Bank for Reconstruction and Development. The World bank. Jewell, Jeff dan Miles Livingston. 1998. Split Ratings, Bond Yields, and Underwriter Spreads.. The Journal of Financial Research (Summer): 185-204. Jewell, Jeff dan Miles Livingston. 2000. The Impact of a Third Credit rating on the Pricing of Bond. The Journal of Fixed Income (Dec): 69-85. Julien, Rick dan Larry Rieger. 2003. The Missing Link in Corporate Governance. Risk Management (Apr): 32-36. Kamstra , Mark, Peter Kennedy dan Teck-Kin Suan. 2001. Combining Bond rating Forecast Using Logit. The Financial Review (May): 75-96. Kao, Chihwa dan Chunchi Wu. 1990. Two-Step Estimation of Linear Models With Ordinal Unobserved Variables: the Case of Corporate Bonds. Journal of Business & Economic Statistics (July): 317-325. Kesumawati, Lusi. 2003. Pengaruh Peringkat Utang dan Berbagai Faktor yang Turut Mempengaruhi Harga Obligasi Sebagai Variabel Kontrol Terhadap Yield Premium Obligasi. Thesis S-2. Pascasarjana UGM.
27
Khurana, Inder K. dan K. K. Raman. 2003. Are Fundamentals Priced in the Bond market. Contemporary Accounting Research (Fall): 465-494. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (NCCG). 2001. Pedoman Good Corporate Governance. Ref. 4.0. NCCG. Monks, Robert A.G. 2001. Redesigning Corporate Governance Structures and Systems for the Twenty First Century. Corporate Governance 9 (July): 142-147. Ogden, Joseph P. 1987. Determinants of the ratings and Yields on Corporate Bonds: Tests of the Contingent Claims Model. The Journal of Financial Research 10 (Winter): 329-339. Raman, K. K. dan Earl R. Wilson. 1994. Governmental Audit Procurement Practices and Seasoned Bond Price. The Accounting Review (Oct): 517-538. Rieter, Sara A. dan David A. Ziebart. 2001. Bond Yields, Ratings, and Financial Information: Evidence form Public Utility Issues. The Financial Review 26 (Feb): 45-73. Rizzi, Joseph V. 1994. Determining Debt Capacity. Commercial Lending Review (Spring): hal. 25-34. Sanders, George dan Arthur Allen. 1993. Signaling Government Financial Reporting Quality to Credit Analysts. Public Budgeting & Finance (Fall): 73-84. Sharma, Vineeta D. 2004. Board of Director Characteristic, Institutional Ownership, and Fraud: Evidence from Australia. Auditing: A Journal of Practice & Theory (September): 105-117. Turley, Stuart dan Mahbub Zaman. 2004. The Corporate Governance Effect of Audit Committees. Journal of Management and Governance: 305-332. Uzun, Hatice, Samuel H. Szewczyk dan Raj Varma. 2004. Board Composition and Corporate Fraud. Financial Analysts Journal (May/Jun): 33-43. Velury, Uma, John T. Reisch dan Dennis M. O’Reilly. 2003. Institutional Ownership and the Selection of Industry Specialist Auditors. Review of Quantitative Finance and Accounting: 35-48. Wansley, James W., John L. Glascock dan Terence M. Clauretie. 1992. Institutional Bond Pricing and Information Arrival: The Case of Bond Rating Changes. Journal of Business Finance & Accounting 19 (Sept): 733-750. Watts, Ross L. dan Jerold L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice Hall International. Inc. Wolk, Harry I., Michael G. Tearney dan James L. Dodd. 2001. Accounting Theory. A Conceptual and Institutional Approach. South-Western College Publishing. 5th Edition Ziebart, David A. dan Sara A. Reiter. 1992. Bond Rating, Bond Yield and Financial Information. Contemporary Accounting Research (Fall): 252-282.
28
29