Pengaruh Body Attractiveness Laki-laki Terhadap Pemilihan Pasangan Pada Perempuan Dewasa Muda di Daerah Rural dan Urban Andreas Abednego Kristariyanto dan Dyah Triarini Indirasari Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemilihan pasangan pada perempuan dewasa muda dilihat dari sudut pandang psikologi evolusi. Ahli psikologi evolusi telah mengemukakan bahwa sexual attractiveness yang dimiliki seseorang merupakan penunjuk potensi reproduksinya. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen dengan partisipan memilih stimulus gambar ukuran tubuh normal dan tidak normal untuk dijadikan pasangannya. Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa perempuan berusia 18 – 25 tahun, yang berasal dari daerah rural dan daerah urban. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan antara kelompok yang mendapat stimulus gambar laki-laki dengan body attractiveness ukuran tubuh normal dengan kelompok yang mendapatkan stimulus gambar laki-laki dengan body attractiveness ukuran tubuh tidak normal pada pemilihan pasangan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa body attractiveness laki-laki dengan ukuran tubuh normal lebih banyak dipilih pada daerah urban.
The Effects of Males’ Body Attractiveness on Females’ Young Adults Mate Choice in Rural and Urban Area Abstract This study was conducted to determine the mate selection of young adult women from the perspective of evolutionary psychology. Evolutionary psychologists have suggested that sexual attractiveness is an indicator of one's own reproductive potential. This research was conducted with an experimental method with participants selecting the stimulus image body size is normal and not normal to be a partner. Participants in this study were female students aged 18-25 years, who come from rural areas and urban areas. The results showed that there were significant differences between the groups that received stimulus pictures of men with body attractiveness normal body size with the group receiving the stimulus pictures of men with body attractiveness abnormal body size in mate selection. The results also showed that body attractiveness of men with normal body size were chosen in urban areas. Keywords: Evolutionary psychology; body attractiveness; mate selection; rural; urban
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
Pendahuluan Pemilihan pasangan hidup merupakan salah satu keputusan penting yang kita buat selama hidup kita. Seseorang dapat menyukai orang lain yang ia anggap memiliki karakteristik yang menarik. Hal ini termasuk ketertarikan fisik dan daya tarik karena ciri-ciri kepribadian tertentu (Degenova, 2008).
Secara fisik yang dimaksud adalah kesan pertama kita ketika melihat
seseorang tersebut. Saat pertemuan awal, terdapat elemen yang paling penting dalam suatu ketertarikan. Salah satu elemen penting dalam pertemuan awal adalah physical attractiveness atau daya tarik fisik. Penelitian demi penelitian menemukan bahwa penampilan fisik menjadi salah satu fokus utama dalam ketertarikan awal (Degenova, 2008). Seorang dewasa muda mulai memilih seseorang untuk dijadikan pasangan hidupnya kelak. Seseorang yang berada pada tahap emerging adulthood atau memasuki tahap dewasa muda akan mulai mengeksplorasi dirinya dan selektif dalam memilih pasangan. Menurut Arnett (2000), tahapan tersebut berada pada saat seseorang berumur 18 sampai 25 tahun. Selain itu, Papalia, Olds, & Feldman (2009) mengkategorikan tahapan dewasa muda adalah seseorang yang berada pada rentang usia 20 sampai 40 tahun. Tugas perkembangan untuk mencari pasangan pada usia dewasa muda ini juga didukung oleh teori perkembangan psikososial. Erikson (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009) mengemukakan tahapan keenam dari perkembangan psikososial, yaitu intimacy versus isolation. Pada tahapan ini seseorang mulai membina hubungan yang dekat kepada orang lain. Ia akan membangun komitmen kepada lawan jenis dan nantinya akan berlanjut pada jenjang pernikahan. Berdasarkan perspektif psikologi evolusi, sejak dahulu kala manusia telah meneliti bagaimana makhluk hidup, terutama hewan, memilih pasangannya dan bereproduksi. Charles Darwin meneliti spesies burung hummingbird dan menemukan burung betina memilih pasangannya berdasarkan panjang dari bulu ekor sang burung jantan. Ciri-ciri ini merupakan indikator dari kesehatan fisik atau genetik dari burung jantan ataupun sebagai indikator dari kemampuannya seperti mencari makanan (Geary, Vigil, & Byrd-Craven, 2004). Setelah adanya penelitian pada hewan, mulai banyak penelitian mengenai pemilihan pasangan pada manusia. Temuan-temuan penelitian ini menunjukkan perbedaan pada laki-laki dan perempuan ketika akan memilih pasangannya. Laki-laki cenderung memilih perempuan sehat yang ditunjukkan dengan attractiveness-nya, sedangkan perempuan lebih mementingkan karakteristik yang baik dari laki-
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
laki seperti kesetiaan dan memiliki sumber penghasilan (Miller, 2012). Penelitian ini akan memfokuskan pada pemilihan pasangan pada perempuan terhadap laki-laki sebagai pasangannya terutama dari sudut pandang psikologi evolusi. Telah banyak penelitian mengenai bagaimana laki-laki dalam memilih perempuan dari segi fisiknya untuk dijadikan pasangan. Namun, penelitian mengenai perempuan dalam memilih pasangan masih jarang dan tidak terperinci. Meskipun telah banyak penelitian mengenai daya tarik fisik pada perempuan, para peneliti semakin memfokuskan penelitiannya pada maskulinitas dan tubuh laki-laki (Swami & Tovee, 2005). Banyak dari penelitian ini menggunakan perspektif psikologi evolusi dan mempertimbangkan ciri-ciri yang berbeda untuk menjadi indikator variabilitas genetik. Penjelasan ini berasumsi bahwa adanya hubungan reliabel antara daya tarik tubuh (body attractiveness) dan kualitas seorang laki-laki. Daya tarik tubuh tersebut adalah indikator dari beberapa komponen kebugaran seperti
kesehatan dan kekuatan. Selain itu,
perempuan dapat mendeteksi dan menggunakan indikator ini untuk memilih pasangannya (Swami & Tovee, 2005). Sesuai dengan good genes selection models, pandangan tentang bagaimana memilih pasangan pada perempuan telah berevolusi. Laki-laki yang memiliki indikator yang baik dalam kelangsungan hidupnya dan memiliki kondisi fisik yang baik akan lebih dipilih oleh perempuan, termasuk hal-hal yang mendasar untuk membantu proses adaptasi yang bisa diturunkan kepada keturunan selanjutnya melalui genetik (Forgas, Haselton, & Hippel, 2007). Ahli psikologi evolusi telah mengemukakan bahwa sexual attractiveness yang dimiliki seseorang merupakan penunjuk potensi reproduksinya. Pada laki-laki, bentuk tubuh yang menunjukkan kekuatan fisik dinilai lebih penting dibanding massa tubuhnya (Maisey dkk., 1991). Attractiveness secara umum dapat didefinisikan sebagai atribut fisik yang dianggap menyenangkan atau memuaskan yang dapat dirasakan (Apicella, 2009). Ini kriteria yang penting untuk pemilihan pasangan pada banyak budaya di dunia. Daya tarik fisik memiliki pengaruh yang cukup besar pada kesan pertama yang seseorang bentuk melalui satu orang ke orang lainnya. Secara umum kita cenderung menganggap orang yang berpenampilan menarik akan lebih disukai dan lebih baik dibandingkan dengan orang yang berpenampilan kurang menarik (Miller & Pearlman, 2009). Sejak dahulu telah banyak studi yang membahas preferensi untuk attractiveness sebagai pemilihan pasangan. Salah satunya adalah ilmu sosial yang menganggap bahwa preferensi untuk
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
attractiveness merupakan pilihan yang bebas dan berdasarkan budaya yang berlaku saat itu (Apicella, 2009). Seiring berkembangnya waktu, studi mengenai attractiveness juga turut berkembang. Ilmu evolusi berpendapat bahwa preferensi mencerminkan adaptasi untuk pemilihan pasangan pada seseorang. Hingga saat ini standar biologis dari attractiveness telah berevolusi. Ini disebabkan faktor kebugaran semakin menjadi preferensi dalam memilih pasangan yang berkualitas. Pasangan yang lebih bugar lebih diminati daripada yang tidak (Apicella, 2009). Perempuan lebih akan tertarik pada laki-laki dengan bentuk tubuh “V shaped” yaitu perbandingan antara bahu yang lebar dengan pinggang (Buss, 2008). Fakta ini didukung juga oleh Phillip dkk. dan Nettle yang menemukan laki-laki dengan fisik yang kecil dan kurang kuat cenderung lebih sedikit dipilih dibandingkan dengan laki-laki yang lebih tinggi dan kuat (Geary, Vigil, & Byrd-Craven, 2004). Selain itu, Dixson dkk. (2003 dalam Gangestad & Scheyd, 2005) menemukan bahwa perempuan di Inggris dan Sri Lanka lebih memilih laki-laki dengan karakteristik tubuh yang tidak berlemak, berotot atau tegap. Kemudian diikuti pilihan laki-laki dengan karakteristik tubuh yang kurus dan tipe tubuh yang berat atau besar menjadi pilihan terakhir. Perempuan juga lebih suka laki-laki dengan bahu yang lebar, yang juga berhubungan dengan ukuran pinggang atau pinggulnya (“V-shaped”) (Gangestad & Scheyd, 2005). Temuantemuan di atas menunjukkan bahwa perempuan cenderung memilih laki-laki yang memiliki karakteristik bentuk tubuh tertentu. Atribut fisik laki-laki yang dinilai menarik oleh perempuan merupakan indikator dari kesehatan gen dan fisik (Gangestad & Simpson, 2000). Sedangkan di Indonesia, attractiveness seseorang juga dapat dipersepsikan berbeda oleh orang lain tergantung dari nilai kemenarikan yang berlaku di daerah tersebut. Indonesia yang terdiri dari banyak suku budaya memiliki banyak perbedaan kemenarikan di setiap suku budayanya. Salah satu contohnya adalah suku Dayak Kenyah yang terdapat di pulau Kalimantan. Pada suku Dayak Kenyah, seseorang yang dianggap lebih menarik adalah seorang yang memiliki telinga panjang dengan banyak anting yang digunakan. Tradisi memelihara telinga panjang dengan banyak anting ini selain untuk menunjukkan attractiveness dirinya, juga menunjukkan tingkatan sosialnya di daerah tersebut. Hal ini tentunya berbeda dengan suku budaya lainnya yang ada di Indonesia. Maisey et al. (1999) telah meneliti karakteristik penampilan laki-laki pada perempuan. Attractiveness dari laki-laki dapat diukur melalui waist-to-chest ratio (WCR, pengukuran pada bentuk tubuh bagian atas), waist-to-hip ratio (WHR, pengukuran pada bentuk tubuh bagian
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
bawah), dan BMI atau indeks berat tubuhnya. Ia menemukan bahwa ketiga karakteristik ini secara individual memberikan kontribusi yang signifikan pada tingkatan attractive laki-laki. WCR merupakan penentu utama dengan perhitungan 56% dari varians, sedangkan BMI hanya 12,7% dari varians. WHR dinilai tidak signifikan sebagai prediktor attractiveness seorang model. Hal ini didukung juga oleh jurnal Swami dan Tovee (2005) yang menjelaskan tiga karakteristik yang dapat diukur dari daya tarik fisik laki-laki adalah waist-to-chest ratio (WCR), body mass index (BMI), dan waist-to-hip ratio (WHR). Menurut Swami dan Tovee, WHR juga tidak signifikan dalam menentukan daya tarik fisik laki-laki (Swami & Tovee, 2005). Penelitian masa kini menunjukkan bahwa laki-laki lebih mengkhawatirkan bentuk badan dan penampilan mereka dibanding perempuan. Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh University of the West of England mengenai pentingnya penampilan bagi lakilaki. Dari 394 responden pria Inggris, 80,7% khawatir mengenai image tubuh mereka. Hanya 75% responden perempuan yang khawatir mengenai image tubuh mereka. Penelitian ini menunjukkan bagaimana laki-laki melakukan olahraga yang berat, diet ketat, serta rela membuat dirinya sakit demi menurunkan berat badan (Tempo.co). Melalui fenomena tersebut dapat terlihat bahwa laki-laki membentuk tubuh yang mereka anggap ideal. Salah satu cara mereka untuk membentuk tubuh dan menjaga kebugaran adalah dengan mengikuti fitness. Dengan bukti di atas, perempuan mencari laki-laki yang memiliki tubuh tegap dan berbentuk “V shaped”. Laki-laki dengan bentuk tubuh seperti ini memiliki kecenderungan untuk dipilih karena menunjukkan fisik yang sehat dan dapat menghasilkan keturunan yang baik. Oleh karena itu, laki-laki dituntut untuk memiliki gen yang baik dan tubuh sehat agar dapat memberikan keturunan yang baik pula dan perlindungan kepada pasangan dan anaknya kelak. Bukti bahwa seseorang memiliki gen yang baik adalah potensi dalam bereproduksi. Salah satu parameter dari tingkat kesuburan seseorang adalah body attractiveness. Hingga saat ini, penelitian mengenai body attractiveness di Indonesia masih sedikit. Terutama dari data pendukung WCR dan BMI yang normal di Indonesia belum ada menurut persepsi perempuan. Penelitian mengenai body attractiveness laki-laki juga masih kurang bila dibanding dengan penelitian body attractiveness perempuan. Penyebab masih kurangnya penelitian mengenai pemilihan pasangan pada perempuan adalah perbedaan gender menyebabkan perbedaan preferensi dalam pemilihan pasangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lakilaki lebih menghargai faktor reproduksi seperti usia dan physical attractiveness dibandingkan
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
dengan perempuan. Perempuan lebih menghargai kemampuan mendapatkan upah dari seorang laki-laki (Stasio, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa perempuan lebih mementingkan penghasilan yang didapat oleh laki-laki dibandingkan dengan penampilan tubuhnya. Penelitian ini ingin mengetahui WCR dan BMI laki-laki yang dianggap ideal oleh perempuan. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui WCR dan BMI laki-laki seperti apa yang nantinya akan dipilih oleh perempuan untuk menjadi pasangan hidupnya. Berangkat dari fenomena tersebut, maka rumusan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh body attractiveness laki-laki terhadap pemilihan pasangan pada perempuan dewasa muda. Terdapat perbedaan pandangan terhadap body attractiveness laki-laki oleh perempuan pada daerah tempat tinggal yang berbeda. Swami dan Tovee (2005) melakukan penelitian mengenai physical attractiveness laki-laki di dua daerah yang berbeda, yaitu daerah rural dan daerah urban. Hasil dari penelitian tersebut menemukan perempuan yang tinggal di daerah rural lebih memilih laki-laki dengan BMI yang besar dan kurang memperhatikan unsur WCR. Pada daerah lain, yaitu daerah urban, perempuan lebih memilih laki-laki yang memliki WCR bagus (Vshape body) dan BMI sedang atau rata-rata. Adanya perbedaan selera pemilihan pasangan di daerah yang berbeda ini membuat peneliti menambahkan variabel daerah tempat tinggal sebagai variabel yang mempengaruhi pemilihan pasangan juga. Penyebab perbedaan pandangan terhadap body attractiveness tersebut dapat disebabkan oleh gaya hidup seseorang pada daerah yang berbeda. Di daerah rural, masyarakatnya cenderung bekerja di bidang agraris seperti menjadi petani sawah, berkebun, atau berternak. Ini membuat bentuk tubuh mereka lebih kurus dan berotot karena dituntut untuk lebih menggunakan otot dan bekerja setiap harinya. Berbeda dengan daerah urban yang masyarakatnya lebih menggunakan kemampuan otak dalam pekerjaanya. Pada daerah ini seseorang kurang bergerak dan mengandalkan kemampuan otaknya, tubuhnya lebih jarang bergerak. Ini menyebabkan bentuk tubuh di daerah urban lebih gemuk dibandingkan dengan tubuh orang di daerah rural. Tidak hanya berdasarkan perbedaan pekerjaan saja, makanan dapat menjadi faktor perbedaan bentuk tubuh di daerah yang berbeda. Pada daerah urban, banyak terdapat makanan-makanan yang dapat membuat seseorang menjadi lebih mudah gemuk. Makanan-makanan itu seperti makanan yang disajikan di restoran cepat saji atau fast food. Lain halnya dengan daerah rural yang sangat jarang ditemui restoran cepat saji atau fast food.
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
Body attractiveness di sini akan diukur melalui waist-to-chest ratio (WCR) dan body mass index (BMI) yang ditampilkan dalam bentuk gambar. Peneliti mendapatkan ukuran WCR dan BMI melalui pengukuran tubuh terhadap 10 laki-laki yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Setelah menentukan rasio ukuran WCR dan BMI, peneliti melakukan pilot study terlebih dahulu sebelum melakukan eksperimen. Hal ini dilakukan agar mendapatkan ukuran BMI dan WCR yang dianggap normal atau rata-rata bagi masyarakat Indonesia. Setelah mendapatkan ukuran rata-rata yang diminati oleh masyarakat Indonesia, peneliti melakukan eksperimen dengan membandingkan ukuran normal tersebut dengan ukuran-ukuran lainnya. Peneliti menggunakan alat ukur yang sendiri namun hasil adaptasi dari penelitian yang sudah ada. Peneliti menggunakan jasa desain 3D untuk membuat gambar tubuh dengan rasio ukuran yang berbeda-beda.
Tinjauan Teoritis Pemilihan Pasangan Menurut ilmu biologi, salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang biak. Hal ini berlaku juga pada manusia. Untuk dapat menghasilkan keturunan, manusia membutuhkan manusia lain dengan jenis kelamin yang berbeda dengannya. Dalam mendapatkan pasangannya tersebut, terdapat proses yang harus dilalui, yaitu memilih pasangannya. Peneliti menggunakan definisi pemilihan pasangan dilihat dari pendekatan evolusi yang dikemukakan oleh Darwin. Pemilihan pasangan adalah proses seseorang melakukan seleksi seksual yang dimiliki oleh orang lain dengan jenis kelamin yang berbeda (Kokko dkk., 2003). Pemilihan Pasangan Pada Perempuan Dari Sudut Pandang Psikologi Evolusi Evolutionary psychology merupakan gelombang kedua dari revolusi kognitif. Gelombang pertama berfokus pada proses yang mengolah pengetahuan akan dunia luas: persepsi, atensi, kategorisasi, reasoning, pembelajaran, dan ingatan. Sedangkan gelombang kedua melihat dari segi otak sebagai komposisi dari sistem komputasi yang berevolusi. Ini disebabkan oleh natural selection untuk menggunakan informasi agar dapat beradaptasi secara fisiologis dan
dalam
berperilaku (Cosmides & Tooby, 2013). Perubahan ini terfokus pada pengetahuan yang didapat dan diadaptasikan pada tingkah laku sehari-hari. Hal ini menunjukkan cara berpikir yang baru mengenai segala aspek di psikologi. Tujuan dari evolutionary psychology adalah untuk
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
mempelajari perilaku manusia sebagai produk dari perubahan mekanisme psikologis . Mekanisme psikologis ini bergantung pada input atau masukkan yang berasal dari internal dan lingkungan untuk berkembang, aktif, dan berekpresi dalam kehidupan nyata (Confer, dkk., 2010). Pendekatan psikologi evolusi menjelaskan bahwa perempuan menginvestasikan secara besar pada pengasuhan anak dan bersifat pemilih ketika dihadapkan dalam pemilihan pasangan. (Geary, Vigil, & Byrd-Craven, 2004). Perempuan akan cenderung memilih pasangan dalam jangka panjang yang memiliki gen yang baik dan berpotensi untuk bereproduksi. Tidak hanya itu, laki-laki dituntut untuk dapat menyalurkan potensi yang dimiliki kepada pasangan dan anaknya kelak (Geary, Vigil, & Byrd-Craven, 2004). Sejalan dengan good genes selection models, perempuan memiliki pandangan yang telah berevolusi dalam memilih pasangannya. Perempuan cenderung akan memilih laki-laki yang memiliki indikator dalam kelangsungan hidup dan kondisi fisik yang baik (Forgas, Haselton, & Hippel, 2007). Menurut ahli psikologi evolusi, sexual attractiveness yang dimiliki seseorang merupakan petunjuk potensi reproduksinya. (Maisey et al., 1991). David Buss (2008) dalam bukunya, Evolutionary Psychology: The New Science of The Mind, menyatakan bahwa memilih pasangan bagi perempuan merupakan tugas yang kompleks atau rumit. Beberapa masalah adaptif dalam memilih pasangan pada perempuan adalah memilih pasangan yang dapat berinvestasi, memiliki keinginan untuk berinvestasi, seseorang yang dapat secara fisik melindungi dirinya dan anaknya, seseorang yang dapat menunjukkan cara mengasuh anak dengan baik, memilih pasangan yang cocok, dan memilih pasangan yang sehat. Di antara keenam masalah ini, terdapat beberapa karakteristik yang berhubungan dengan body attractiveness dan kesehatan. Pada masalah memilih pasangan yang dapat berinvestasi, terdapat karakateristik yaitu ukuran, kekuatan, dan kemampuan atletis. Ketika memilih seseorang yang secara fisik dapat melindunginya dan anaknya, terdapat ukuran (tinggi), kekuatan, keberanian, dan kemampuan atletis. Selain itu, pada pemilihan pasangan yang sehat ditunjukkan dengan physical attractiveness (daya tarik fisik), kesehatan, dan maskulinitas (Buss, 2008). Salah satu keuntungan bagi perempuan yang memilih pasangan hidup dalam jangka panjang adalah memperoleh perlindungan secara fisik yang dapat disediakan oleh laki-laki. Ukuran tubuh, kekuatan, ketahanan fisik, dan kemampuan atletik dapat menjadi isyarat yang memberikan tanda untuk solusi pada masalah perlindungan fisik tersebut. Studi yang dilakukan oleh Buss dan Schmitt pada tahun 1993 menunjukkan bahwa perempuan menilai laki-laki yang
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
pendek lebih tidak diinginkan untuk pemilihan pasangan baik itu dalam jangka pendek maupun panjang. Sebaliknya, ditemukan hasil bahwa perempuan akan cenderung lebih memilih pasangan yang berpotensi untuk dinikahi dengan karakteristik tubuh yang tinggi, kuat secara fisik, dan atletis (Buss, 2008). Body Attractiveness Sesuai dengan definisi attractiveness yang dikemukakan oleh Apicella (2009), body attractiveness merupakan bagian dari atribut fisik yang dapat dipersepsikan panca indera. Bagian dari atribut fisik tersebut adalah bagian tubuh atau badan seseorang yang terlihat. Menurut Swami dan Tovee (2005), body attractiveness laki-laki dipengaruhi oleh waistto-chest ratio (WCR), body mass index (BMI), dan waist-to-hip ratio (WHR). Namun, waist-tohip ratio (WHR) dinilai tidak signifikan dalam menentukan body attractiveness laki-laki. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Maisey dkk. (1999) yang mencari hubungan antara BMI, WCR, dan WHR dalam menentukan attractiveness pada laki-laki bagi perempuan. Dari penelitiannya tersebut, didapatkan bahwa WHR tidak signifikan sebagai penentu attractiveness pada laki-laki. WHO (dalam Koscinski, 2013) mendefinisikan Body Mass Index (BMI) sebagai proporsi antara massa tubuh dalam satuan kilogram (kg) dan kuadrat dari tinggi tubuh dalam satuan meter (m). Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas, 2013) mengkategorikan BMI atau indeks massa tubuh menjadi empat kategori, yaitu 1) kategori kurus bila BMI < 18,5; 2) kategori normal bila BMI berada pada range 18.5 sampai 24.9; 3) kategori berat badan lebih bila BMI berada pada range 25 sampai 27; dan 4) kategori obesitas bila BMI berada pada ≥27. Waist-to-chest ratio (WCR) adalah pengukuran bentuk tubuh bagian atas atau lebih rincinya adalah proporsi antara lingkar pinggul dan lingkar dada (Maisey dkk, 1999). WCR merupakan karakteristik tubuh yang memberikan pengaruh besar bagi body attractiveness seorang laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maisey dkk. (1999), yang menyatakan bahwa WCR memberikan persentase paling besar untuk menentukan seberapa menarik tubuh laki-laki dibandingkan dengan BMI dan WHR. WCR merupakan karakteristik fisik yang menunjukkan bentuk tubuh tegap dengan bahu yang lebar. Braun dan Bryan (2006) mengemukakan bahwa bahu yang besar menunjukkan kekuatan fisik dari seorang laki-laki,
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
dimana
dalam
teori
evolusi
dapat
menjadi
penunjuk
kemampuan
melindungi
dan
mempertahankan seseorang dengan baik. Waist-to-Hip Ratio (WHR) adalah pengukuran bentuk tubuh bagian bawah atau lebih rincinya adalah proporsi antara lingkar pinggul dan lingkar pinggang (Maisey dkk, 1999). Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, WHR dinilai tidak signifikan untuk dapat menjadi prediktor kemenarikan tubuh laki-laki (Maisey dkk., 1999; Swami & Tovee, 2005). Daerah Tempat Tinggal Daerah tempat tinggal terbagi menjadi dua, yaitu daerah rural dan daerah urban. Biro sensus (dalam Roucek & Warren, 1984) mendefinisikan daerah rural sebagai wilayah yang mempunyai penduduk kurang dari 2500 jiwa. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan pedesaan sebagai daerah pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting bagi terwujudnya pola kehidupan agraris penduduk tempat itu. Desa merupakan suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri (Ahmadi, 1991). Berdasarkan ketiga definisi tersebut, peneliti menyimpulkan daerah rural sebagai suatu daerah yang memiliki penduduk dengan pola kehidupan agraris dan dipengaruhi oleh kondisi alam serta memiliki pemerintahan sendiri. Mckee (1969) mendefinisikan daerah urban sebagai pusat kota termasuk semua daerah perbatasan pinggiran dengan kepadatan sekitar 2000 penduduk per kilometer persegi. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan daerah urban sebagai daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan tinggi disertai fasilitas modern dan sebagian besar penduduknya bekerja di luar pertanian. Berdasarkan definisi-definisi diatas, peneliti menyimpulkan daerah urban sebagai suatu daerah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, kondisi sosial dan ekonomi yang terorganisasi dengan baik, terdapat fasilitas modern, dan adanya pengolahan lingkungan alam. Usia Dewasa Muda Arnett (2000) mengemukakan bahwa masa emerging adulthood atau memasuki dewasa muda (18 – 25 tahun) adalah masa dimana seseorang sedang mengeksplorasi dirinya, termasuk mengenai hubungan romantis. Pada tahap dewasa muda seseorang menjadi sangat selektif dalam memilih pasangan. Pada saat ini pula individu yang beranjak dewasa mulai untuk mencari pasangan dengan mempertanyakan apakah calon pasangannya adalah yang terbaik dan cocok untuknya dalam menjalani kehidupan. Seseorang juga mulai dapat membandingkan kualitas calon
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
pasangan yang ia butuhkan dan kualitas yang mereka tidak inginkan (Arnett, 2000). Pada masa ini, individu diharapkan mampu membuat pilihan karir dan membangun hubungan intim yang dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Menurut Arnett (2006 dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009), terdapat tiga kriteria yang dapat mendeskripsikan masa dewasa muda. Ketiga kriteria tersebut adalah menerima tanggung jawab atas dirinya sendiri, membuat keputusan secara mandiri, dan mandiri secara finansial. Erikson (Papalia, Olds, & Feldman, 2009) mengemukakan resolusi dari tahap ini dihasilkan dalam kasih sayang (love) atau pengabdian bersama pasangan yang telah memilih untuk berbagi hidup, mempunyai anak, dan membantu anak mereka mencapai perkembangan yang sehat.
Metode Penelitian Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti memiliki beberapa permasalahan yang ingin dijawab pada penelitian, yaitu: 1. Apakah terdapat perbedaan pemilihan pasangan perempuan antara kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness normal dan kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness tidak normal? 2. Apakah terdapat perbedaan pemilihan pasangan perempuan antara kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness normal dan kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness tidak normal di daerah rural? 3. Apakah terdapat perbedaan pemilihan pasangan perempuan antara kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness normal dan kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness tidak normal di daerah urban? Tipe dan Desain Penelitian Peneliti menjabarkan tipe penelitian berdasarkan pembagian yang dilakukan oleh Gravetter & Forzano (2012). Berdasarkan tujuannya, penelitian ini tergolong penelitian eksperimental. Berdasarkan tipe aplikasinya, penelitian ini dapat digolongkan sebagai applied research, dimana hasil penelitian ini dapat diaplikasikan sebagai kumpulan informasi tentang
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
suatu situasi, dalam hal ini adalah pemilihan pasangan, sehingga informasi yang dikumpulkan dapat diaplikasikan pada kondisi nyata. Peneliti menjabarkan desain penelitan berdasarkan pembagian yang dilakukan oleh Gravetter & Forzano (2009) dan Kerlinger (1992). Berdasarkan jumlah variabel, penelitian ini tergolong ke dalam desain faktorial 2 x 2 karena variabel bebas pada penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu ukuran tubuh dan daerah tempat tinggal partisipan, dimana masing-masing variabelnya memiliki dua variasi sehingga ada dua kombinasi faktor yang secara bersamaan mempengaruhi perilaku pemilihan pasangan. Berdasarkan metode penelitian yang dilakukan, penelitian ini tergolong ke dalam between subject design, dimana peneliti membandingkan sejumlah kelompok yang berbeda. Peneliti memberikan perlakuan manipulasi variabel bebas yang berbeda pada setiap kelompok sel. Partisipan Penelitian Partisipan yang dilibatkan dalam penelitian ini merupakan perempuan berusia 18 – 25 tahun, belum menikah dan tidak sedang menjalani hubungan romantic, heteroseksual, tidak sedang dalam masa menstruasi, berasal dari daerah rural dan urban. Partisipan berjumlah 140 partisipan yang terdiri dari 70 partisipan di daerah rural (35 partisipan dengan stimulus gambar normal dan 35 partisipan dengan stimulus gambar tidak normal) dan 70 partisipan di daerah urban (35 partisipan dengan stimulus gambar normal dan 35 partisipan dengan stimulus gambar tidak normal). Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan alat ukur pemilihan pasangan yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan definisi operasional pemilihan pasangan yang digunakan. Item yang digunakan pada alat ukur ini hanya terdiri dari satu item, yaitu “Apakah Anda ingin menjadikannya sebagai pasangan hidup Anda?”. Item pada alat ukur ini disusun dalam bentuk forced-choice, yaitu partisipan diharuskan untuk memilih jawaban antara pilihan „ya‟ atau „tidak‟ pada item tersebut. Partisipan yang menjawab „ya‟ pada item ini akan mendapatkan skor 1, sedangkan partisipan yang menjawab „tidak‟ akan mendapatkan skor 0. Item ini diberikan setelah partisipan mendapatkan gambar stimulus ukuran tubuh laki-laki yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
Penelitian ini menggunakan stimulus eksperimen berupa gambar laki-laki. Terdapat dua gambar stimulus untuk penelitian ini, yaitu gambar dengan ukuran tubuh normal dan ukuran tubuh tidak normal. Gambar digital tersebut dibuat berdasarkan bentuk asli tubuh seseorang dari foto asli beberapa model yang telah dipilih oleh peneliti. Gambar stimulus ukuran tubuh ditampilkan secara berwarna dengan masing-masing gambar berukuran A5 dan dicetak pada kertas linen jepang. Latar belakang gambar yang digunakan adalah warna abu-abu agar dapat membantu partisipan dalam melihat tingkat kedalaman (depth) objek pada gambar tersebut. Stimulus gambar laki-laki untuk eksperimen terdiri dari dua jenis, yaitu gambar yang menampilkan laki-laki dengan variasi ukuran tubuh normal (BMI 22 dan WCR 0,9) dan satu gambar yang menampilkan laki-laki dengan variasi ukuran tubuh tidak normal (BMI 27 dan WCR 1). Variasi ukuran tubuh ini ditentukan berdasarkan pilot study yang telah dilakukan kepada 154 laki-laki dan perempuan terdiri dari mahasiswa Universitas Indonesia (daerah urban) dan mahasiswa Politeknik Negeri Lampung (daerah rural). Peneliti memberikan 16 gambar dengan variasi BMI dan WCR yang berbeda untuk menemukan satu ukuran tubuh yang dipersepsikan normal. Sebelum melakukan pilot study, peneliti juga melakukan survey untuk menentukan range ukuran variasi tubuh yang akan digunakan pada stimulus gambar ukuran tubuh laki-laki.
Pelaksanaan Penelitian Pengambilan data penelitian dilakukan di dua universitas, yaitu di Politeknik Negeri Lampung untuk karakteristik partisipan dengan daerah rural dan Universitas Indonesia untuk karakteristik partisipan dengan daerah urban. Pengambilan data dilakukan secara individual di ruangan tertutup yang terkontrol suhu dan kondisinya. Peneliti mendapatkan partisipan melalui kesediaan partisipan untuk datang ke ruangan penelitian yang telah disediakan. Partisipan yang mengikuti penelitian ini digolongkan ke
dalam kelompok penelitian secara randomisasi
berdasarkan urutan kehadiran partisipan di ruangan penelitian. Partisipan yang tergolong kelompok satu mendapatkan variasi gambar stimulus laki-laki dengan ukuran tubuh normal, sedangkan partisipan yang tergolong kelompok dua mendapatkan variasi gambar stimulus lakilaki dengan ukuran tubuh tidak normal. Peneliti memberikan satu buah gambar stimulus laki-laki dengan ukuran tubuh tertentu sesuai kelompok partisipan dengan cara tertutup. Peneliti mempersilahkan partisipan untuk
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
membuka gambar tersebut dan mengingatkan untuk mengamati gambar tersebut dengan seksama, terutama pada bagian badannya. Peneliti mempersilahkan partisipan untuk menjawab pertanyaan yang terdapat pada alat ukur pemilihan pasangan sesuai dengan petunjuk pengisian yang telah diberikan sebelumnya. Proses ini berlangsung kurang lebih selama 10 menit.
Hasil Penelitian Tabel 1. Data Demografis Partisipan Daerah Asal Rural Lampung Barat Lampung Selatan Lampung Tengah Lampung Timur Lampung Utara Metro Pesawaran Pringsewu Tanggamus Tulang Bawang Tulang Bawang Barat Way Kanan Urban Bekasi Bogor Depok Jakarta Tangerang
F
%
5 11 13 6 5 4 7 6 2 6 2 3
7.1 15.7 18.6 8.6 7.1 5.7 10.0 8.6 2.9 8.6 2.9 4.3
4 4 18 40 4
5.7 5.7 25.7 57.1 5.7
Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan uji independensi pemilihan pasangan antara kelompok yang mendapatkan manipulasi gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran normal dan kelompok yang mendapatkan manipulasi gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran tidak normal. Uji statistik hipotesis pertama ini dilakukan berdasarkan output Chi Square dengan menggunakan Pearson Chi Square (X2). Berdasarkan perhitungan analisis terhadap data penelitian, peneliti mendapatkan nilai X2 (1, 140) = 0.004, p < 0.05, yang artinya nilai X2 signifikan pada LoS 0.05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis null (H0)
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
pada penelitian ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) pada penelitian diterima, yang artinya terdapat perbedaan pilihan pasangan antara kelompok yang mendapatkan manipulasi gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran normal dan kelompok yang mendapatkan manipulasi gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran tidak normal pada perempuan dewasa muda. Pengujian hipotesis kedua dilakukan dengan uji independensi pilihan pasangan antar kelompok yang mendapatkan manipulasi gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran normal dan kelompok yang mendapatkan manipulasi gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran tidak normal pada perempuan dewasa muda di daerah rural. Uji statistik hipotesis kedua dilakukan berdasarkan output chi-square dengan menggunakan nilai pearson chi-square (X2). Berdasarkan perhitungan analisis terhadap data penelitian, peneliti mendapatkan nilai X2 (1, 70) = 0.205, p < 0.05, yang artinya nilai X2 tidak signifikan pada LoS 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis null (Ho) pada penelitian diterima dan hipotesis alternatif (Ha) pada penelitian ditolak, yang artinya tidak terdapat perbedaan pemilihan pasangan antara kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran normal dengan kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran tidak normal pada perempuan dewasa muda di daerah rural. Pengujian hipotesis ketiga dilakukan dengan uji independensi pilihan pasangan antara kelompok yang mendapatkan manipulasi gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran normal dan kelompok yang mendapatkan manipulasi gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran tidak normal pada perempuan dewasa muda di daerah urban. Uji statistik hipotesis ketiga ini dilakukan berdasarkan output chi-square dengan menggunakan nilai Pearson Chi Square (X2). Berdasarkan perhitungan analisis terhadap data penelitian, peneliti mendapatkan nilai X2 (1, 70) = 0.006, p < 0.05, yang artinya nilai X2 signifikan pada LoS 0.05. hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis null (Ho) pada penelitian ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) pada penelitian diterima, yang artinya terdapat perbedaan pemilihan pasangan antara kelompok yang mendapatkan manipulasi gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran normal dan kelompok yang mendapatkan manipulasi gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran tidak normal pada perempuan dewasa muda di daerah urban.
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
Pembahasan Penelitian ini mencoba mendalami proses pemilihan pasangan pada perempuan dewasa muda yang diberikan gambar stimulus body attractiveness laki-laki. Selain itu, peneliti juga ingin mencari tahu apa terdapat pengaruh daerah tempat tinggal, yaitu daerah rural dan daerah urban, pada pemilihan pasangan perempuan dewasa muda tersebut. Pemilihan pasangan adalah proses seseorang melakukan seleksi seksual yang dimiliki oleh orang lain dengan jenis kelamin yang berbeda (Kokko dkk., 2003). Symons (Gangestad & Scheyd, 2005) mengemukakan bahwa tampilan fisik sebagai sesuatu yang pertama kali terlihat dapat menjadi faktor yang penting bagi seseorang dalam pemilihan pasangan. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti ingin membahas hasil penelitian mengenai pemilihan pasangan pada perempuan dewasa muda yang dipengaruhi oleh tampilan fisik atau body attractiveness laki-laki. Swami dan Tovee (2005) melakukan penelitian mengenai body attractiveness laki-laki di daerah rural dan urban. Melalui penelitian tersebut, diketahui bahwa body attractiveness yang dipilih seseorang akan berbeda tergantung daerah tempat tinggalnya. Perempuan yang berada di daerah rural akan cenderung memilih laki-laki dengan body mass index (BMI) yang besar dan kurang memperhatikan waist-to-hip ratio (WCR), sedangkan perempuan di daerah urban akan cenderung memilih laki-laki dengan bentuk waist-to-chest ratio (WCR) yang baik atau memiliki bentuk “V-shape”. Berdasarkan penelitian Swami dan Tovee (2005) ini, peneliti berasumsi adanya efek interaksi antara body attractiveness laki-laki dengan daerah tempat tinggal seseorang terhadap pemilihan pasangan pada perempuan dewasa muda. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis pertama yang telah dikonstruksikan peneliti, yaitu penelitian ini membuktikan adanya pengaruh body attractiveness laki-laki terhadap pemilihan pasangan pada perempuan dewasa muda. Hal ini sejalan dengan penelitian Maisey dkk. (1999) dan Swami & Tovee (2005) yang menunjukkan bahwa body attractiveness laki-laki dapat diukur dengan WCR dan BMI dimana pengukuran attractiveness tersebut dapat mengarahkan ke pemilihan pasangan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Symons (1979 dalam Gangestad & Scheyd, 2005), bahwa tampilan fisik sebagai sesuatu yang pertama kali terlihat dapat menjadi faktor yang penting bagi seseorang dalam pemilihan pasangan.
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pemilihan pasangan yang signifikan antara kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran normal dengan kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran tidak normal pada perempuan dewasa muda di daerah rural. Hal ini tidak sejalan dengan Symons (Gangestad & Scheyd, 2005) yang mengemukakan bahwa faktor fisik sebagai faktor yang pertama kali dilihat sebagai pemilihan pasangan. Peneliti berasumsi bahwa adanya dampak dari variabel sekunder dalam pemilihan pasangan di daerah rural. Variabel sekunder tersebut adalah faktor pendidikan dan sosial ekonomi. Geary, Vigil, dan Byrd-Craven (2004) mengemukakan bahwa perempuan lebih menyukai suami yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dan punya pendapatan lebih banyak dari pada mereka. Selain itu, perempuan memiliki keputusan utama dalam pemilihan pasangan yaitu mementingkan laki-laki dengan kemampuan menyediakan segala kebutuhan seperti sosial status, pendapatan, dan dominasi (Buss & Barnes, 1986). Hasil analisis data penelitian pada hipotesis ketiga menunjukkan terdapat perbedaan pemilihan pasangan yang signifikan antara kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran normal dengan kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran tidak normal di daerah urban. Hal ini sejalan dengan penelitian Swami dan Tovee (2005) yang mengukur body attractiveness laki-laki di daerah urban. Pada penelitiannya, perempuan lebih mementingkan bentuk tubuh (“V-shape”) dibandingkan dengan massa tubuh laki-laki. Penelitian ini menggunakan stimulus gambar tubuh normal yang menunjukkan bentuk tubuh seperti itu dan massa tubuh yang berada pada kategori rata-rata. Hasil analisis data menemukan bahwa partisipan lebih banyak memilih stimulus gambar tubuh normal dibandingkan dengan partisipan yang memilih gambar tidak normal. Hal tersebut diperkuat oleh Brown dan Konner (Swami & Tovee, 2005) yang mengemukakan bahwa hanya seseorang dengan status yang tinggi mampu melakukan latihan tubuh. Peneliti berasumsi bahwa partisipan cenderung memilih seseorang dengan bentuk badan yang bagus dan ideal (dalam hal ini ditampilkan melalui stimulus gambar normal) karena menunjukkan bahwa status dari calon pasangannya tersebut tinggi. Hasil penelitian ini berhasil membuktikan bahwa terdapat pengaruh body attractiveness laki-laki terhadap pemilihan pasangan pada perempuan dewasa muda. Laki-laki dengan body attractiveness berukuran normal lebih banyak dipilih sebagai pasangan oleh perempuan dewasa
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
muda. Hal ini sesuai dengan konsep psikologi evolusi yang menyatakan bahwa pemilihan pasangan yang sehat ditunjukkan dengan physical attractiveness (daya tarik fisik), kesehatan, dan maskulinitas (Buss, 2008). Selain itu, hasil tersebut turut mendukung teori evolusi yang menyatakan bahwa body attractiveness sebagai petunjuk kesehatan gen, kemampuan bereproduksi, dan kekuatan seseorang. (Maisey dkk., 1991; Forgas dkk., 2007; Buss, 2008).
Kesimpulan Hasil temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Terdapat perbedaan pilihan pasangan antara kelompok yang mendapatkan manipulasi gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran normal dan kelompok yang mendapatkan manipulasi gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran tidak normal pada perempuan dewasa muda. 2. Tidak terdapat perbedaan pemilihan pasangan yang signifikan antara kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran normal dengan kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran tidak normal pada perempuan dewasa muda di daerah rural. 3. Terdapat perbedaan pilihan pasangan antara kelompok yang mendapatkan gambar lakilaki dengan body attractiveness berukuran normal dengan kelompok yang mendapatkan gambar laki-laki dengan body attractiveness berukuran tidak normal pada perempuan dewasa muda di daerah urban.
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peneliti, terdapat beberapa hal yang dapat dipertimbangkan untuk melakukan penelitian lanjutan. Pengukuran variabel ukuran tubuh dilakukan dengan metode within subject design sehingga partisipan dapat membandingkan perbedaan variasi stimulus secara langsung. Uji alat ukur yang digunakan untuk mengukur pemilihan pasangan dapat dikonstruksikan dengan menggunakan skala interval sehingga peneliti dapat melihat efek interaksi antara kedua variabel melalui uji statistik Two Way ANOVA.
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
Instruksi alat ukur dapat diperjelas dan diperlengkap sehingga partisipan dapat lebih mudah mengerti ketika membaca dan mengerjakan pada lembar alat ukur eksperimen. Selain itu, penelitian selanjutnya dapat turut membandingkan unsur menstruasi pada perempuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh fase menstruasi pada body attractiveness laki-laki yang dipersepsikan oleh perempuan.
Daftar Pustaka Penampilan. (2012, Januari 6). Retrieved Maret 15, 2014, from Kompas.com: http://www.tempo.co/read/news/2012/01/06/110375750/Laki-laki-Lebih-Perhatikan-Penampilan Ahmadi, H. A. (1991). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta Apicella, C. L. (2009). The evolutionary psychology of attractiveness preferences in Hadza foragers: Explorations of the face, body and voice. Published dissertation, Harvard University Cambridge, Massachusetts. Arnett, J. J. (2000). Emerging Adulthood: A Thery of Development from the Late Teens Through the Twenties. 55 (5), 469-480. United States of America: American Psychological Association. Braun, M. F., & Bryan, A. (2006). Female waist-to-hip and male waist-to-shoulder ratios as determinants of romantic partners desirability. Buss, D. M., & Barnes, M. (1986). Preferences in human mate selection. Journal of Personality and Social Psychology, 50(3), 559-570. Buss, D. M. (1989). Sex differences in human mate preferences: Evolutionary hypothesis tested in 37 cultures, Behavioral and Brain Sciences, 12, 1-49. Buss, D. M. (2007). The evolutionary of human mating. Acta Psychologica Sinica, 502-512. Buss, D. (2008). Evolutionary Psychology: The New Science of the Mind. Boston: Pearson educarion, Inc. Confer, J. C., Easton, J. A., Fleischman, D. S., Goetz, C. D., Lewis, D. M., Perilloux, C., & Buss, D. M. (2010). Evolutionary Psychology: Controversies, Questions, Prospects, and Limitations. American Psychologist Association, 65(2), 110-126. Cosmides, L., & Tooby, J. (2013). Evolutionary Psychology: New Perspective on Cognition and Motivation. Annual Review of Psychology, 64, 201-229. Degenova, M. K. (2008). Intimate Relationships, Marriages & Families. United States: The McGraw-Hill Companies. Forgas, J. P., Haselton, M. G., & Hippel, W. V. (2007). Evolution and the Social Mind : Evolutionary Psychology and Social Cognition. New York: Psychology Press. Gangestad , S. W., & Simpson, J. A. (2000). The Evolution of Human Mating: Trade-offs and strategic pluralism. Behavioral and Brain Sciences, 23, 573-644. Gangestad, S. W., & Scheyd, G. J. (2005). The Evolution of Human Physical Attractiveness. The Annual Review of Anthropology, 523-548.
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014
Geary, D.C., Vigil, J., & Byrd-Craven, J. (2004). Evolution of Human Mate Choice. The Journal of Sex Research, 27-42. Gravetter, F. J. &Forzano, L. B. (2009). Research Method for the Behavioral Sciences. Canada: Wadsworth Haas, A. E. (2008). Attractiveness, Physical. Dalam R. C. Carr Deborah, M. E. Hughes, & A. M. Pienta (Eds.), ENCYCLOPEDIA OF THE LIFE COURSE AND HUMAN DEVELOPMENT. United States of America: MacMillan Reference Library. July, W. W. (2006). Does love conquer all? Mate selection preferences in relation to the storge love style (Doctoral dissertation, Capella University). Kerlinger, F. N., & Lee, H. B. (2000). Foundations of behavioral research. Victoria: Wadsworth Thomson Learning. Kokko, H., Brooks, R., Jennions., & Morley, J. (2003). The evolution of mate choice and mating biases. The Royal Society, 270, 653-664. Lannakita, S. (2012). “Hubungan antara Self-esteem dan Preferensi Pemilihan Pasangan Hidup Pada Wanita Dewasa Muda di JABODETABEK”. Program Sarjana. Universitas Indonesia. Depok. Maisey, D. S., Vale, E. L. E., Cornelissen, P. L. & Tovee, M. J. (1999). Characteristic of Male Attractiveness for Women. Lancet 353, 1500. Mckee, J. (1969). Introduction to sociology. New York: Hol, Rinehart and Winston, Inc. Miller, R. (2012). Intimate Relationship. Boston: McGraw-Hill Miller, R. S., & Perlman, D. (2009). Intimate Relationship. Boston: McGraw-Hill. Murstein, B. I. (1986). Path to marriage. California: Sage Publications. Papalia, D. E., Olds, S.W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development. New York: McGraw-Hill. Regan, P. (2003). The mating game. Los Angeles: Sage Publications. Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI. Diunduh pada 21 April 2014. Roucek, J. S., & Warren, R. L. (1984). Pengantar Sosiologi. Jakarta: PT. Bima Aksara. Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B. (2010). Psikologi eksperimen. Jakarta: PT. Indeks. Stasio, M. J. (2002). Aspects of cognition in human mate selection. Published dissertation, Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College. Swami, V., & Tovee, M. J. (2005). Male Physical Attractiveness in Britain and Malaysia: A Cross-Cultural Study. Body Image, 383-393. Townsend, J. M., & Levy, G. D. (1990). Effect of potential partners physical attractiveness and socioeconomic status on sexuality and partner selection. Archives of sexual behavior, 19(2), 149-164.
Pengaruh body..., Andreas Abednego Kristariyanto, FPSI UI, 2014