S K R I P S I DWI ENDAH SARASWATI
PENGARUH BERBAGAI KOMPOSISI MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN AKAR ’PLANTLET’ SOLANUM W RIGHTII BENTH.
MILIK. PERPUSTAKAain UNIVERS1TAS AIRLa ;nuc.a ’ SURABAYA
A/~L
FAKULTAS FARMASI UN1VERSITAS AIRLANGGA S U R A B A Y A
1991
PENGAROH BBRBAGAI KOMPOSISI MEDIA TBRHADAP PKRTOMBUHAN AKAR ,PLANTLET' SOLANUM WRIGHTII BENTH.
SRIPSI DIBUAT UNTUK MEMENUHI TOGAS AKHIR MENCAPAI GELAR SARJnNA FARMAS I PADA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 1991
Oleh : Dwi Endah Saraswati 058410668
Disetujui oleh pemb
Dra» Leatari Rahavu, MS
KATA PEHGAHTAR
Bisiuil '.ahirrohmanirrohim Alhamdulillah, berkat rahmat dan karunia Alloh sema ta, akhirnya kami dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini kami susun guna memer.uhi persyaratan
untuk meraih ge-
lar Sarjana Farmasi pada Fakultcia Farmasi Oniversitas Airlanggs dan guna menambah pengetahuan serta pengalaman kami sendiri.
Pikiran, waktu
tenarja., perhntian telah kami cu-
rahkan untuk menyelesaikan skrip&i ~ni, ji&iaun dsmxkian ka mi akui skripsi ini tetap masih jauhdari sempurna. Pada kesempatan ini,
kami ingin
mengucapkan lebih
dari sekedar rasa terima kasih kepada : - Ibu Dra. Lestari Rahayu,MS dan Bapak DR. Gun^wan yanto yang telah membimbing,
memberi saran,
Indra-
pengarahan
sert'i dorongan moral yang sangat berharga daiam perenca- . naan, pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini. - Ketua Jurusan Biologi Farmasi,
Kepala Laboratorium Bio-
teknologi Farmasi serta seluruh stafnya yang telah memb£ ri ijin untuk menggunakan Laboratorium Bioteknologi Far masi dengan segala ra&iiitasnya, - Yanr tercinta Ayaiianda aan Ibundar Ipong, Evi, Iwul, sahabat-sahab&t serta seuua pihak yang tidak dapat kami se butkan satu-persatu ci oini yang moral, material serta semangat,
telah memberi dorongan sehingga kami dapat me
nyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, skripai ini kajai peruntukican kepe. a Al
ii
iii
mamater tercinta Fakultas Farmasi Universitas Airlangga de ngan harapan semoga hasil penelitian yang sederhana ini da pat bermanfaat bag! ilmu pengetahuan, khususnya bagi pihak pibak yang memerlukan.
Surabaya, Januari Y991 Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman RATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAHBAR
vii
BAB
I
BAB II
PENDAHOLOAN 1.1* Latar belakang
1
1.2. Tujuan penelitian
4
TIHJAUAN POSTAKA 2.1. Mikropropagasi
5
2*2. Tahapan mikropropagasi
6
2.3. Media mikropropagasi
8
2.4. Peranan zat pengatur tumbuh dalam mikropropagasi
8
2.5. Tinjauan tentang Solanvun wrightii Benth.
12
BAB III BAHAN, ALAT dan METODA PENELITIAN 3.1. Bahan penelitian 3.1.1. P\autlet
14
3.1.2. Media
15
3.2. Alat-alat
20
3.3. Metoda 3.3.1. Sterilisasi alat
20
3.3.2. Pembuatan media
20
V
BAB IV
BASIL PENELITIAN 4.1. Hasil pengamatan
25
4.2. Pengolahan data
32
BAB V
PEMBAHASAN
34
BAB VI
KESIMPULAN
38
BAB VII
SARAN-SARAN
39
BAB VIII RINGKASAN
40
BAB IX
42
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaaan
I
Komposisi media dasar MS
16
II
Komposisi media dasar B5
17
Modifikasi pada media dasar
18
Kode media dan media yang digunakan
19
III IV V
Waktu mulai tumbuh akar plantlet Solanum wrightii Benth.
pada berbagai media bu-
atan VI
25
Wakti^ mulai tumbuh akar rata - rata
dan
persentase keberhasilan pengakaran plant let Solanum wrightii Benth* pada gai media buatan
berba 32
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Struktur kimia bermacam-macam auksin
11
2. Plantlet Solanum wrightii Benth.
14
3. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii
c
Benth.
pada media MS modifikasi Haberlach
26
4. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. pada media MS ditambah IBA 0,01 mg/L
26
5. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. pada media MS ditambah IBA 0,1 mg/L
27
6. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. pada media MS ditambah IBA 0,5 mg/L
27
7. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. pada media MS ditambah IBA 2,5 mg/L
27
8. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. pada media MS ditambah IBA 5mg/L
27
9. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. pada media MS ditambah IBA 10 mg/L
28
10. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. pada media MS ditambah IBA 0,05rr.g/L+NAA 0,05mg/L
28
11. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. pada media MS ditambah NAA 0,1 mg/L
28
12. Hasil pengakaran pl&ntlet Solanum wrightii Benth. pada media MS ditambah NAA 0,5 mg/L
28
13. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. pada media MS ditambah NAA 2,5 mg/L
vii
29
viii
14. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. 29
pada media MS ditambah NAA 5 mg/L 15. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth.
29
pada media MS ditambah NAA 10 mg/L 16. Basil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth.
29
pada media MS ditambah IAA 3 mg/L 17. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. pada media MS ditambah IAA 4 mg/L
30
18. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. pada media MS ditambah IAA 5 mg/L
30
19. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. 30
pada media MS ditambah 2,4-D 0,1 mg/L 20. Hasil pengakaran plantlet Solanum wrightii Benth. pada media B5 tanpa zat pengatur tumbuh
30
21a. Skema plantlet yang ditanam pada media buatan
31
21b. Bagian ujung plantlet yang muda yang gagal diakarkan 22. Plantlet Solanum wrightii Benth.
31 setelah 7-8 kali
sub kultur
31
23. Histogram dari waktu mulai tumbuh akar rata-rata terhadap macam-macam media buatan dari Solanum wrightii Benth.
plantlet 33
M BAB
X
X i. 1 K.
PERPUSTAKAAN 'U N IV E R S IT A S A lK i.A N G O .-
PBN DAH U LUAH
*
S U R A B A >
a,
1.1. Latar belakang Di Indonesia terdapat banyak jenis tanaman So lanum 9p. yang buahnya mengandung senyawa turunan al kaloid steroid yaitu solasodin.
Kadar solasodin dari
berbagai buah Solanum bervariasi, demikian juga kecepatan pertumbuhannya• Adapun yang mempunyai kandungan solasodin terbesar dibanding 18 Solanum
yang lain a-
dalah Solanum wrightii B e n t h y a i t u mempunyai kadar optimal sebesar 2,6% pada buah dengan diameter 4-5 cm (Indrayanto dkk., 1985). Untuk Benth.
mengembangbiakkan
Solanum
ditemui beberapa kesulitan yaitu
waktu yang lama,
wrightii
membutuhkan
semakin terbatasnya lahan yang ter-
sedia dan kesulitan penanaman seperti
faktor
iklim
dan geografis. Sebagaimana diketahui, pengembangbiakan tanam an dapat dilakukan secara generatif maupun secara vegetatif. Perbanyakan secara generatif lebih mudah dan lebih murah, tetapi terdapat beberapa kelemahan yaitu tanaman hasil biakan
tidak selalu
mempunyai
sifat
yang sama dengan sifat induknya dan lebih lambat berproduksi. Untuk mendapatkan tanaman hasil biakan yang mempunyai sifat yang sama dengan tanaman induknya dan yang lebih cepat berproduksi
1
dapat dilakukan perkem-
bangbiakan secara vegetatif. Kekurangan dari cara ini yaitu
jumlah tanaman yang dihasilkan terbatas,
untuk pengatasannya dapat ditempuh dengan
cara
maka per-
kembangbiakan yang lain yaitu metoda kultur jaringan. Perkerobangbiakan tanaman dengan
tehnik kultur
jaringan dikenal sebagai mikropropagasi.
Adapun
ke-
lebihan metoda mikropropagasi dibanding metoda makropropagasi (metoda perkembangbiakan konvensional),(Ge orge dan Sherrington, 1984) antara lain s - Banya diperlukan
sedikit bagian tanaman untuk men-
dapat sejumlah besar tanaman baru. - Propagasi dilakukan
dalam kondisi
aseptis,
bebaa
dari penyakit, sehingga dihasilkan tanaman yang bebas bakteri dan jarour. - Tanaman yang digunakan dibebaskan dari virus dan ba han-bahan yang digunakan untuk kultur juga dibebas kan dari virus,
sehingga dijamin didapat
tanaman
bebas virus dalam jumlah besar. - Faktor yang mempengaruhi regenerasi vegetatif dapat diatur, seperti nutrien,
jumlah
penggunaan
zat
pengatur tumbuh, cahaya dan temperatur. - Laju pertumbuhan lebih tinggi daripada makropropaga si dan tanaman dalam jumlah besar didapat dalam wak tu relatif cepat. - Memungkinkan untuk mengembangkan beberapa jenis ta naman yang lambat dan/atau sulit (atau bahkan tidak mungkin)
dipropagasi secara vegetatif.
3
- Produksi dapat berlangsung sepanjang tahun dan
ti-
dak tergantung pada perubahan musim. - Hasil produksi secara vegetatif
dapat disimpan da
lam waktu lama. - Tanaman tidak memerlukan perhatian diantara sub kul tur dan tidak memerlukan peralatan untuk menyiangi, menyiram, menyemprot dan lain-lain. Kekurangan metoda ini
yaitu
diperlukan suatu
ketrampilan untuk melakukan mikropropagasi, kan peralatan khusus dan
dibutuh
fasilitas yang mahal
serta
metoda untuk tiap spesies tanaman harus sesuai
untuk
mendapat hasil optimum dan adanya tahapan yang memer lukan kerja intensify sehingga menyebabkan harga propagul menjadi mahal. Metoda mikropropagasi terdiri dari beberapa ta hap dimana peneliti terdahulu telah berhasil pada tahap menumbuhkan plantlet Solanum wrightii Benth*
de
ngan menggunakan eksplan yang berasal dari kuncup ketiak daun Solanum wrightii Benth. yang masih muda kemudian ditanam pada media dasar
Murrashige dan Skoog
(MS) yang dimodifikasi dengan penambahan zat pengatur tumbuh yaitu Kinetin sebanyak 4 ppm dan Benzil Adenin (BA) sebanyak 0,5 ppm (Nasution, 1988). Untuk selanjutnya penggunaan istilah plantlet, kecuali disebutkan lain,
yaitu untuk plantlet yang terdi
ri dari batang dan daun dan belum memiliki akar. Penelitian ini merupakan
tahap
lanjutan dari
4 penelitian sebelumnya dimana plantlet tii Benth.
Solanum wriqh-
yang telah diperoleh dicoba untuk diakar-
kan. Untuk melakukan pengakaran plantlet tersebut maka perlu diteliti komposisi media yang paling sesuai. Beberapa peneliti telah
melakukan
pengakaran
plantlet dari beberapa jenis Solanum. diantaranya Aus tin et al. (1985), yang mengakarkan plantlet hasil fu si dari Solanum tuberosum dan Solanum brevldens menggunakan media pengakaran modifikasi
Haberlach et al.
(1985) dan 91 % plantlet berhasil diakarkan.
Haber
lach et al* (1985) melakukan modifikasi pada media MS untuk melakukan pengakaran pada plantlet Solanum tube rosum dan beberapa jenis Solanum yang berkaitan. Adapun modifikasi yang dilakukan terhadap media MS, yai tu meningkatkan jumlah CaCl^ dan KH^PO^
menjadi
dua
kali lipat serta merubah jumlah beberapa komponen me dia yang lain, yaitu ridoksin HC1 0,5 sin 5,3 juM.
iuM,
tiamin HC1 sebanyak 2,7 juM, piasam nikotinat 0,81 juM
dan gli-
Sementara peneliti yang lain yaitu Nehls
(1977) telah berhasil mengakarkan plantlet Solanum ni qrmn L.
dengan menggunakan media B5 atau MS-B
tanpa
penambahan zat pengatur tumbuh.
1.2* Tuiuan penelitian Penelitian ini berbagai
bertujuan
komposisi media
mengetahui pengaruh
terhadap pertumbuhan
plantlet Solanum wrightii Benth.
akar
BAB II TINJAOAN P0STAKA
2*1. Hlkropropagasi Mikropropagasi adalah pengembangbiakan tanaman secara in vitro dengan metoda kultur jaringan (George dan Sherrington, 1984). Pada mikropropagasi digunakan istilah plantlet yaitu tanaman yang masih embrional, tanaman yang
be-
lum berkembang atau tanaman yang masih kecil (English Oxford Dictionary, 1971). Kultur jaringan proses dimana
dapat
eebagian kecil
didefenisikan
sebagai
jaringan tanaman (eks-
plan) yang telah dipisahkan dari tanaman asalnya, ditumbuhkan dalam keadaan steril dalam jangka waktu ter tentu pada media buatan (Mantell dan Matthews, 1985). Kultur jaringan didasari
oleh
teori sel yang
dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden (1838),
yang
menyatakan bahwa sel tumbuhan merupakan satuan biologis terkecil yang mampu melakukan aktivitas metaboli£ me, reproduksi dan tumbuh (Bhojwani dan Razdan,1983) • Dari teori tersebut timbullah teori totipotensi
sel
tumbuhan yang menyatakan bahwa semua sel tumbuhan mengandung informasi genetik yang sama sehingga apabila sel tumbuhan tersebut ditanam
pada media yang sesuai
mampu tumbuh menjadi tumbuhan baru (Bhojwani dan Raz dan, 1983).
5
• Tahapan ■ikropropagasi Tahapan mikropropagasi tanaman menurut
Murra-
shige terdiri dari (George dan Sherrington, 1984) Tahap permulaan, yaitu seleksi dan persiapan
:
tap***"
Induk Sebelum melakukan mikropropagasi, secara seksa ma diseleksi tipe dan varietas dari tanaman induk be** bas dari penyakit. Tahap ini penting untuk mengurangi kontaminasi dari eksplan dan merupakan
auatu
tahap
yang menentukan dalam propagasi. Tahap berikutnya adalah : Tahap penentoan kultur ateril Memperoleh kultur steril dari bahan tanaman pi lihan merupakan langkah permulaan dari proses
mikro
propagasi. Sukses awal yang diperole^ pada tahap
ini
ditandai dengan tumbuhnya eksplan yang ditanam. Tahap ini dianggap memuaskan bila sejumlah eksplan akan da pat bertahan hidup tanpa terkontaminasi dan selanjutnya tumbuh menjadi besar. Setelah didapat kultur steril dilanjutkan pada s Tahap produksi plantlet-plantlet yang sesuai Maksud dari tahap ini adalah memperoleh multiplikasi dari organ sehingga terjadi pertumbuhan jadi tanaman baru yang sempurna.
men
Plantlet-plantlet
yang dihasilkan pada tahap ini dapat dikultur kembali untuk memperoleh jumlah yang banyak.
Tahap selanjutnya yaitu i Tahap persiapan untuk tumbuh pada llngknngan a i m Plantlet-plantlet yang berasal dari tahap sebe lumnya sangat kecil dan belum mampu untuk tumbuh sendiri di tanah.
Pada tahap ini individu plantlet
persiapkan untuk dapat melakukan fotosintesa
di-
dan da
pat bertahan hidup tanpa pemberian karbohidrat* Terma suk dalam tahap ini adalah penumbuhan akar secara vitro dari plantlet-plantlet tersebut untuk dipindah ke tanah. Meskipun beberapa spesies
in
kemudian tanaman
telah terbentuk akar saat pembentukan plantlet, yaitu pada kultur tahap sebelumnya, tetapi untuk banyak spe sies lainnya tahap ini merupakan tahap awal penumbuh an akar dan untuk maksud tersebut diperlukan media atau metoda khusus. Menurut Debergh dan Maene (1981) tahap ini dibagi dalam dua bagian, yaitu : - Tahap perpanjangan plantlet, yang sama besar,
agar didapat plantlet
untuk dipergunakan pada tahap be-
rikutnya, yaitu, - Tahap pengakaran plantlet. Tahap mikropropagasi yang terakhir ialah : Tahap peiindahan plantlet ke linqknngan ala» Metoda untuk memindahkan plantlet
dari in vi
tro ke ekstra vitro adalah sangat penting. Jika tidak dilaksanakan dengan hati-hati , pemindahan plantlet a kan dapat mengakibatkan kehilangan yang berarti.
Media aikropropagaai Keberhasilan tehnik mikropropagasi sangat tergantung pada media yang digunakan. Nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal jaringan bermacam-ma cam, tergantung pada jenis tanamannya. Terlepas dari komposisi atau konsentrasinya, u mumnya media (Bhojwani dan Razdan, 1983) berisi : - makronutrien anorganik, dalam hal ini nitrat, amonium, fosfat, kalium, kalsium, magnesium dan sulfat. - mikronutrien anorganik, yaitu.: bermacam-macam logam berat, misalnya kobalt, tembaga, molibdat, besi dan lain-lain. - vitamin-vitamin, berupa : tiamin, piridoksin, myo-inositol, nikotinamid. - asam-asam amino, seperti : sistein, glisin dan kase in hidrolisat. - Sebagai sumber karbon adalah: sukrosa, glukosa, fruktosa dan laktosa. Zat-zat tersebut di atas akan berangsur-angsur dilepas ke dalam media kultur dan
dimanfaatkan
oleh
sel hidup tanaman.
Peranan gat penqatur tumbuh dalam mlkropropaqaa i Untuk perkembangbiakan tanaman dengan
metoda
kultur jaringan, biasanya juga perlu ditambahkan pengatur tumbuh ke dalam media.
zat
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bu kan nutrien yang dalam jumlah sedikit
dapat
mendu-
kung, roenghambat dan dapat merubah proses fisiologis tumbuhan (Abidin, 1989). Di dalam dunia tumbuhan,
zat pengatur tumbuh
mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan hidupnya (Kusumo,1984). Zat pengatur tumbuh di dalam tanaman
terdiri
dari lima kelompok (Abidin, 1989), yaitu : - Auksin - Sitokinin - Giberelin - Etilen - Inhibitor Di antara ke lima kelompok zat pengatur
tum~
buh di atas yang mempunyai peranan penting pada per tumbuhan akar yaitu auksin (Abidin, 1989). Supaya terjadi pertumbuhan akar, komposisi da ri zat pengatur tumbuh dalam media harus diubah. Si tokinin harus dikurangi kadarnya atau dihilangkan sa ma sekali, sedang auksih perlu ditambahkan, sebab ia berperan sebagai inisiator pertumbuhan akar. Bila pu cuk tanaman dapat tumbuh dengan baik, mungkin memproduksi auksin alami cukup banyak sehingga
dapat akar
dapat tumbuh dengan baik dalam media tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Tetapi seringkali untuk
me-
numbuhkan akar perlu dirangsang dengan penambahan a-
10
uksin dalam media (Wetherell, 1962). Kadar auksin yang diperlukan bervariasi, tetapi harus dipilih kadar yang serendah raungkin, kelebihan auksin justru akan
menghambat
(bertambah panjangnya) akar*
Auksin dapat
karena
pertumbuhan ditambah-
kan dalam media atau dapat dengan mencelupkan
terle-
bih dahulu ke dalam larutan steril auksin pada bagian bawah irisan masing-masing pucuk tanaman yang akan di, pindahtanamkan* Metoda ini terutama dipakai bila primordia akar telah terjadi dan pertumbuhan selanjutnya justru dihambat oleh auksin yang terdapat dalam media (Hetherell, 1982). Aktivitas auksin baik yang alam maupun
sinte-
tis terutama ditentukan oleh keberadaannya (availabilitas) dalam sel atau jaringan yang sangat dipengaruh i oleh mobilitas dan kecepatan konjugasi serta oksida si dalam sel (Amirato, 1984). Zat yang termasuk dalam kelompok auksin antara lain :
- Indoleacetic acid (IAA) - ct-Naphthaleneacetic acid (NAA) - 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2f4-D) - Indolebutyric acid (IBA) - dan lain-lain* Struktur kimia macam-macam auksin tersebut ada
lah sebagai berikut :
11
CH2COOH
Indoleacetic acid
(NAA)
(IAA)
^
oC-Naphthaleneacetic acid
||--OCH 2COOH
2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D)
Gambar 1•
(c h 2 )3c o o h
Indolebutyric acid (IBA)
Struktur kimia bermacam-macam auksin
MILitL PERPUSTAKAAN ‘ U N IV E R S1T A S A 1 R L A N G U A ’
12
S U R A B A Y A Tinlauan tentang Solano* wrightii Benth,
Klasifikasi Solanum wrightii Benth. (Lawrence, 1951 ) adalah sebagai berikut : Divisi
: Embryophyta Siphonogama
Anak divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Tubiflorae
Suku
: Solanaceae
Marga
: Solanum
Jenis
: Solanum wrightii Benth.
Mama lainnya (sinonim) : Solanum grandiflorum Auct.non R & P. Asal tanaman : Tumbuhan ini berasal dari Brasil. Morfologi tanaman (Beacker dan Bakhuizen, 1965) : Habitus : berupa pohon yang tumbuh liar atau sengaja ditanam, tumbuh pada
ketinggian
5 - 1400 meter. Batang
: bentuknya bulat,
tingginya
sampai 10
meter, warna coklat. Daun
: daun tunggal tersebar, rong sampai bulat telur,
berbentuk
jo-
berlekuk me-
nyirip sampai bercangap menyirip
de
ngan bulu-bulu seperti sikat pada permukaan daun. Lebar daun 5 - 3 2 cm, pan jang daun 9 - 35 cm, warna hijau. Bunga
: berbunga sepanjang tahun, aktinomorf.
13
Warna mahkota bunga ungu dan setelah ti ga sampai empat hari berubah menjadi pu tih kemudian gugur, jumlahnya lima. Jumlah bunga tiap perbungaan 7 - 1 0 kun turn. Bunga berkelamin dua dengan
pan-
jang tangkai bunga 1 - 2 cm terbagi aam pai dekat pangkal, kepala sari berwarna kuning. Buah
: merupakan buah buni berbentuk bulat de ngan penampang 5 - 7 cm. Warna buah hijau.
Biji
: berbentuk pipih dan berwarna coklat.
BAB III BAHAH, AIAT dan METODA PEHELITIAH
3*1. Bahan penelitian 3.1.1. Plantlet Plantlet Solanum wrightii Benth* diperoleh da ri Laboratorium Bioteknologi Fakultas
Farmasi
Universitas Airlangga Surabaya. Plantlet Solanum wrightii Benth. terdapat
da
lam botol kultur dengan kode 811 dengan ciri-ci. ri sebagai berikut : terdiri dari batang
ber
bentuk bulat, berwarna hijau dengan tinggi 4 4,5 cm. Daun merupakan daun tunggal
tersebar,
berbentuk jorong sampai bulat telur, menyirip sampai bercangap menyirip
berlekuk dengan bu-
lu-bulu pada permukaannya* Lebar daun 1 - 2 cm berwarna hijau*
Gambar 2.
Planlet Solanum wrightii Benth. 14
15
3.1.2. Media Media yang digunakan untuk mengakarkan plant let Solanum wrightii Benth. adalah : - media dasar Murrashige dan Skoog (MS)
de
ngan modifikasi menurut Haberlach(1985) dan modifikasi dengan penambahan auksin serta, - media dasar B5 tanpa penambahan zat
penga-
tur tumbuh (Nehls, 1977). Komposisi media dasar yang digunakan pada tabel I dan tabel II, serta
tertera
modifikasi
yang dilakukan tertera pada tabel III. Kode media dan kadar zat pengatur tumbuh yang digunakan tertera pada tabel IV. Semua bahan kimia pada komposisi media
dasar
serta zat pengatur tumbuh yang digunakan, kecuali disebutkan lain adalah produksi E Merck Darmstad dengan derajad pro analisa. Agar yang digunakan adalah Gibco agar produk si Gibco LTD, Baysley, Scotland.
Tabel I KOMPOSI8I MEDIA QASAR MS (Haberlach et al.,1985) JUMLAH (mg/L)
KOMPONEN n h 4n o 3
1650
kno3
1900
CaCl2 *2H20
440
KH2P°4
170 6,2
H3B03 KI
0,83
Na2Mo04 ,2H20
0,25
CoCl2 .6H20
0,025
MgS04.7H20
370
MnS04 ,4H20
22,3
ZnS04.7H20
<0 * CO
Cu S04.5H20
0,025
PeS04 *7H20
27,86
Na2EDTA
37,26 30000
Sucrose Thiamine.HCl
0,1
Pyridoxine•HCI
0,5
Nicotinic acid
0,5 o* CM
Glycine Agar
10000
Myo-inositol
100 pH s 5, 7 - 5,8
16
Tabel II KOMPOSISI MEDIA DASAR B5 ( Mantell dan Matthews, 1985 ) JUMLAH (mg/L*)
KOMPONEN (n h 4)2
134
so4
2500
KN°3 CaCl2.2H20
150
MgS04 .7H20
250
NaH2P04*H20
150
PeS04.7H20
27,8
Na2EDTA
37,3
MnS04*H20
10
ZnS04 .7H20
2
H3B03
3
KI
0,75
Na2Mo04*2H20
0,25
Cu S04 .5H20
0,025
Co C12 .6H20
0,025
Myo-inositol
100
Nicotinic acid
1#0
Pyridoxin•HC1
1,0
Thiamine.HCl
10,0
Sucrose
20000
pH : 5,5
17
o
©
2,4-D
I
0,1
Kinetin
Tabel III : MODIFIKASI pada MEDIA DASAR GOLONGAN I
MODIFIKASI
MEDIA MS
(Haberlach et al .,1985) CaCl2
dua kali yang tertera
Jumlah KHjPO^
dua kali yang tertera
Jumlah
II
MS
Jumlah Thiamine •HCl
« 2,7 /iM
Jumlah Pyridoxine.HCl
=0,5
p.M
Jumlah Nicotinic acid
« 0,81
m
Jumlah Glycine
° 5,3
;uM
M
Ditambah auksin • : 0,1 ; 0,5 ; 2,5 ; 5 j
- NAA
10 mg/L. : 0,01 t 0,1 ; 0,5 ;
- IBA
2,5 ; 5 ; 10 mg/L. - NAA + IBA
: 0,05 + 0,05 mg/L.
-
; 3 ; 4 ? 5 mg/L.
III
B5
••
I D
i ro
iaa
0,1 mg/L.
(Austin et al*, 1985) Tanpa zat pengatur tumbuh, yaitu tan pa penambahan kinetin dan 2,4-D
!8
Tabel IV
KODB MEDIA dan MEDIA yang DIGUHAKAH HO
KODE MEDIA
MEDIA yang DIGUNAKAN MS modifikasi Haberlach »
1
MSH
2
MS NAA
0,1
MS ditambah NAA
0,1
mg/L.
3
MS NAA
0,5
MS ditambah NAA
0,5
mg/L.
4
MS NAA
2,5
MS ditambah NAA
2,5
mg/L.
5
MS NAA
5
MS ditambah NAA
5
mg/L.
6
MS NAA 10
MS ditambah NAA
10
mg/L.
7
MS IBA
0,01
MS ditambah IBA
0,01 mg/L.
8
MS IBA
0,1
MS ditambah IBA
0,1
mg/L.
9
MS IBA
0,5
MS ditambah IBA
0,5
mg/L.
10
MS IBA
2,5
MS ditambah IBA
2,5
mg/L.
11
MS IBA
5
MS ditambah IBA
5
mg/L.
12
MS IBA 10
MS ditambah IBA
10
mg/L.
13
MS IBA+NAA
MS ditambah IBA
0,05 mg/L.
dan NAA
0,05 mg/L.
14
MS IAA
3
MS ditambah IAA
3
mg/L.
15
MS IAA
4
MS ditambah IAA
4
mg/L.
16
MS IAA
5
MS ditambah IAA
5
mg/L.
17
MS 2,4-■D 0,1
MS ditambah 2,4-D
0,1
mg/L.
18
B5
B5 tanpa zat pengatur tumbuh.
19
20
3.2. Alat-alat - Laminair Air Flow Cabinet " Dalton Model FA
11-022
Clean Bench PVC-750-APG ", untuk pekerjaan aseptis* - Autoclave 251 "American Portable WAF Co Inc.",
un
tuk sterilisasi media* - PH meter "Corning Model 3",
untuk mengukur dan me-
ngatur pH media* - Neraca analitik "Sartorius"*
3.3. Metoda 3.3.1* Sterilisasi alat Alat-alat metal (gunting, pinset) yang diguna kan dicelupkan dalam alkohol 80%
kemudian di-
masukkan dalam Laminair Air Flow Cabinet. Sebe lum alat digunakan,
diflambir terlebih dahulu
pada lampu spiritus dan didinginkan dengan dicelup pada media agar steril. Sebelum Laminair Air Flow Cabinet digunakan, dibersihkan terle bih dahulu dengan
alkohol 70%,
kemudian uda-
ra dialirkan dan lampu UV dinyalakan selama 30 menit (Bhojwani dan Razdan, 1983).
3*3.2* Pembuatan media Pembuatan media dilakukan sesuai dengan metoda Murrashige (1974),
dimana
semua
bahan kimia
komponen media dasar MS dibuat dan disimpan da lam bentuk larutan stok dengan konsentrasi se-
21
besar seratus kali jumlah yang tertera pada ta bel. Dalam penelitian ini media dibuat semiso lid dengan penambahan agar sebanyak 0,7 %. Untuk memperoleh media dengan volume sa tu liter, dibuat dengan cara aebagai berikut : dari masing-masing larutan stok diambil 10 ml, ditambah myo-inositol, sukrosa dan zat
penga
tur tumbuh sesuai dengan yang digunakan
dalam
percobaan ini,
lalu ditambah air suling
pai volume lebih kurang
sam
tiga per empat volume
akhir* PH larutan diatur1antara 5,7 - 5,8 ( atau sesuai dengan persyaratan masing-masing me dia), dengan menambahkan larutan NaOH 0,1 N atau larutan HC1 0,1 N. Setelah itu ditambah agar 7 gram, kemudian volume dibuat
satu liter
dengan penambahan air suling* Campuran ini di-* panaskan sambil diaduk-aduk sampai jernih, ke mudian dituang ke dalam botol kultur
sebanyak
lebih kurang 30 ml dan ditutup dengan alumini um foil serta diikat dengan benang, media disterilkan dalam autoklaf 121°C
terakhir selama
20 menit. Media steril ini disimpan dalam
ru-
ang kultur bersuhu 25 ± 1° C# Prinsip pembuatan media B5*, sama seper ti cara pembuatan media MS tersebut di atas,se suai komposisi media B5 yang tertera pada bel.
ta-
22
3.3.3. Tahap perbanvakan dan perpanlanqan plantlet Untuk
perbanyakan
plantlet
dilakukan
sub kultur# yaitu plantlet dari satu botol dipindah ke beberapa botol yang berisi media baru (Dodds dan Robert, 1982), dengan cara sebagai berikut: botol kultur yang berisi plantlet dibuka tutup aluminium foilnya, kemudian mulut botol diflambir dengan lampu spiritus. menggunakan gunting steril,
Dengan
plantlet tersebut
digunting menjadi beberapa bagian. Bagian-bagi an plantlet tersebut, masing-masing sebagai sumber eksplan baru.
digunakan
Dengan mengguna
kan pinset steril, bagian plantlet tadi
dima-
sukkan ke dalam botol berisi media baru (media MS ditambah kinetin 4 ppm dan BA 0,S ppm). Mu lut botol diflambir dengan lampu spiritus, ditutup kembali dengan aluminium foil, diflambir kembali, kemudian diikat dengan benang. Semua pekerjaan tersebut di atas dilaku kan dalam Laminair Air Flow Cabinet. Hasil sub kultur tersebut di atas untuk selanjutnya
di-
tumbuhkan dalam ruang kultur bersuhu 25 + 1° C sampai cukup besar untuk dipindah ke tahap se lanjutnya.
3.3.4. Tahap pengakaran plantlet Mengakarkan plantlet
dilakukan
dengan
I
fERPUSYAKAAK
t -U W V E t iS iT A S
,
23
s U R ^ l i X f ;-
cara menanam plantlet yang sama besar yang diperoleh dari kultur tahap sebelumnya pada
ma-
cam-macam media percobaan untuk pengakaran seperti tercantum pada tabel III* Cara pemindahan plantlet dari tahap sebelumnya ke botol media pengakaran
adalah se-
bagai berikut s botol kultur yang berisi plant let dibuka tutup aluminium foilnya,
kemudian
mulut botol diflambir dengan lampu spiritus* Dengan menggunakan pinset steril, plantlet tadi dimasukkan ke dalam botol berisi media
un
tuk pengakaran, kemudian mulut botol diflambir dengan lampu spiritus, ditutup kembali
dengan
aluminium foil, diflambir kembali, kemudian di, ikat dengan benang* Pekerjaan di atas dilakukan
secara
a-
septis dalam Laminair Air Flow Cabinet* Selanjutnya plantlet diletakkan dalam ruang
kultur
bersuhu 25 + 1 ° C, Pada akhir tahap ini akan didapat plant let yang lengkap yaitu yang memiliki daun dan akar*
batang,
24
3*4. Penqamatan Terbentuknya akar pada media buatan ditandai de ngan terjadinya diferensiasi sel sampai terbentuk akar kemudian diamati : - saat akar mulai tumbuh - persentase keberhasilan pengakaran dari tiap-tiap je nis media pengakaran. Pengakaran yang baik, yaitu : - paling awal terbentuk akar - persentase keberhasilan pengakaran paling besar.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil pengaaatan Pengamatan terhadap
waktu mulai
plantlet Solanum wrightii Benth.
tumbuh
akar
pada berbagai media
buatan tertera pada tabel V. Tabel V : WAKTU MULAI TUMBUH AKAR PLANTLET SOLANUM WRIGHTII BENTH* PADA BERBAGAI MEDIA BUATAN
NO
KODE MEDIA
1 MSH 2 MS NAA 0,1 3 MS NAA 0,5 4 MS NAA 2,5 5 MS NAA 5 6 MS NAA 10 7 MS IBA 0,01 8 MS IBA 0,1 9 MS IBA 0,5 10 MS IBA 2,5 11 MS IBA 5 12 MS IBA 10 13 MS IBA+NAA 14 MS IAA 3 15 MS IAA 4 16 MS IAA 5 17 MS 2,4-D 0,1 18 B5 1
n 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
WAKTU MULAI TUMBUH AKAR (hari) PLANTLET KE : 1 5 2 3 4 8 11 14 9 11 1 8 7 8 10 10 8 3 9 9 10 14 8
8 11 16 12 11 14 8 7 11 10 10 10 8 9 9 10 14 8
8 11 17 12 14 14 41 7 13 10 10 11 8 10 9 10 21 9
9 18 11 12 14 10 12 9 14 -
9
35
Keterangan : n ■ jumlah plantlet yang diakarkan - » plantlet yang tidak tumbuh akar 25
8 14 17 12 19 16
8 11 17 12 15 15 8 14 10 10 14 9 11 9 14 -
BASIL PENGAKARAN PLANTLET SOLANUM WRIGHTII BENTH. Pemotretan dilakukan saat plantlet berumur 43 hari sejak ditanam pada berbagai media buatan.
B B B rB K B B l ■ENIIIII
B B B N r illB iB B f tiim i ■ m s m iK ja i
■ ■ 1 KH IIH I
mmmmmmi
IBBlrCiSBBI IB B W B B I U H l l l i
IB B B B B I IBflflM BBH I IB B BB B B B I IB B B B B B B I IB B B B B B B I IB B B B B B B I IB B BB B B B I
IM B91BSB9 BI IN H U lflflll
iihhiiii I I I U B 1B m um m m m m m Gambar 4 Hasil pengakaran pada media MS ditambah IBA 0,01 mg/L
Gambar 3 Hasil pengakaran pada media MS modifikasi Haberlach
26
27
■
B
I
I
I
P
!
^ 111
B
H
S
■M l
mmmmm K IM m
■■■Pimm
S
B
»
■ n a w v m n ■ ■
i n i H i i i i n
m
a
i n
m
u u m m u u u u m e
Gambar 6 Hasil pengakaran pada media MS ditambah IBA 0,5 mg/L
Hasil pengakaran pada media MS ditambah IBA 0,1 mg/L
t r a
W
■ ■ n i i i t
■ ■ ■ ■ £ !■ ■ ■ ■ ■ ■ ■ ■ ■ m ■ ■ ■ ■ m m i m mGambar m 5S
m
S
___
m m v^ m m i mmmmm i mwmmmm B a m s a
__ — Emin I
m i t t i f l £ ■ ■ !!■ ■ ■ K in iii.
M m m rm w i
■ iia ia i
■■■rim!
■ m m m i ■ ■ ■ ■ M l
“ SISSSS
— m m m r Gambar 7 Hasil pengakaran pada media MS ditambah IBA 2,5 mg/L
Gambar 8 Hasil pengakaran pada media MS ditambah IBA 5 mg/L v
28
i n
H
H
i
■ g g m & x ii IB M 0I I I I I
UMTJHUI
i i i p ■ ■ ■ r J Ik llB H ■ l l k l l l l
■■■SSL L
■ « ■ ■ ■ ■ ■ Gambar 9 Basil pengakaran pada media MS ditambah IBA 10 mg/L
m m MI i m mm m i mW m M
lK iM N g i ■ d lllllH ■ liilB iB ! Gambar 10 Hasil pengakaran pada media MS ditambah IBA 0,05mg/L+NAA 0,05mg/L
m m m w m rim m IP 1M I I I ■ r w ~ "« ■ ■ ■ ■ ■ ■ ■ P V H H I I I I P I I I I wmT?j\ m m m
mmmmmmnmm ■ ■ ■ k ia v iiiiiB ■ ■ ■ ■ ■ & ■ « Gambar 11 Hasil pengakaran pada media MS ditambah NAA 0,1 mg/L
i i i i
IS m
■ m u m I I M
l l ! ! m i I l l l
■ ■ ■ ■ ■ M l Gambar 12 Hasil pengakaran pada media MS ditambah NAA 0,5 mg/L
w p rm m
IIIU.I1 ii a
iV
Gambar Y3 Hasil pengakaran pada media MS ditambah NAA 2,5 mg/L
Gambar 14 Hasil pengakaran pada media MS ditambah NAA 5 mg/L
A
■ ■ ■ ■ ■ ■ ■ ■
I
IS S B S S g S ^ S S !
ML
BHioan
■ H f c it J H ■ ■ ■ ■ ■ ■ ■ I
■■BlkBBMBBBIBI « ■ ■ ■ ■ ■ JIH B I
■HI
K T ' Z k^ ■■■■! wmiL s m v m u u u m m
HI
l l l l l l l l ■ « ■ ■ ■ «
Gambar 15 Hasil pengakaran pada media MS ditambah NAA 10 mg/L
im a m u iii !■ ■ ■ IIBBBBI IBBBBBViBBBBI
IIIIB R I1 B 1 B I HBBBBIiBBBBL IBBBBBM BBBflf Gambar 16 Hasil pengakaran pada media MS ditambah IAA 3 mg/L
30 ^^0
Mmr+y m
i
m
i
m m i r p H ^ ' ^Ldm\
ill i
i
i
■ ■ ■ P F JH H I ■ » B r J ^■■■■1 m ii^ iiii uMmummum n ■■■■■'n u n
\
m
m
■ 5E * m
m
. , ,
ib b b i IB B B I
jb b b i
B B SS diBBilBI
mmmmmmumu BBBB— IBBBI BBBBadBBBI BBBBBBBJB1
BBflBKlBBBBBl i a u
■ ■ ■ ■ ■ ■ ■ N IL ■ ■ ■ ■ ■ ■ ■ ■ ■ ■ ■ Gambar 17 Hasil pengakaran pada media MS ditambah IAA 4 mg/L
Gambar 18 Hasil pengakaran pada media MS ditambah IAA 5 mg/L N.
■ ■ ■ ■ ■ ■ I
SHBI1 W ffl mZSu ■■■■■■ i n i i i i
n wmm\ IBM BBBI IBBBBUBI IBBBBBBI l l l l l l l l ■■■M M
Gambar 19 Hasil pengakaran pada media MS ditambah 2,4-D 0,1 mg/L
IB: B r£i IBBffBI
l| ™ |
■KShaH m m r/fim sm HBBMBBBI
IB ilB B S IB B B B I ' V H H H H H H H H I Gambar 20 Hasil pengakaran pada media B5 tanpa zat pengatur tumbuh
31
Skema plantlet yang ditanam pada media
■r; n t >
nr
J
■ ■ k ■ ■ ■ ■ II
m
wH
I M
ia m um m m - ■ r~ T i
Gambar 21 b Bagian ujung plantlet yang muda gagal diakarkan
IIEIWIU
Gambar 22 Plantlet Solanum wrightii Benth. setelah 7-8 kali sub kultur
. Pengolahan data Perhitungan waktu mulai
tumbuh akar rata- rata
dan persentase keberhasilan pengakaran pada masing-masing media buatan tertera pada tabel VI
serta
histo
gram dari waktu mulai tumbuh akar rata - rata terhadap macam-macam media buatan tertera pada gambar 23. Tabel VI : NAKTU MULAI TUMBUH AKAR RATA-RATA DAN PERSENTASE KEBERHASILAN PENGAKARAN PLANTLET SOLANUM HRIGHTII BENTH. PADA BERBAGAI MEDIA BUATAN
n
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
MSH MS NAA 0,1 MS NAA 0,5 MS NAA 2,5 MS NAA 5 MS NAA 10 MS IBA MS IBA 0,1 MS IBA 0,5 MS IBA 2,5 MS IBA 5 MS IBA 10 MS IBA+NAA MS IAA 3 MS IAA 4 MS IAA 5 MS 2,4-■D 0,1 B5
5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
© o
KODE MEDIA
WAKTU MULAI TUM -PERSENTASE BUH AKAR RATA- KEBERHASILAN PENGAKARAN RATA (hari) 8 11,6 16,2 11,4 14 14 19 7,6 12,8 10,2 10,4
± + + + + + + +
00 % o
NO
± + + +
7,8 11,14 9 11,6 16,3 13,8
+ + + + + +
0 1,2 1,17 1,2 2,96 1,67 15,55 0,8 3,3 0,4 0,8 1,94 2,04 3,38 0 1,96 3,3 10,6
100 100 100 100 100 100 75 100 100 100 100 100 100 100 100 100 60 100
Keterangan : n * jumlah plantlet yang diakarkan
% « % « « % % % % % % « % % % % %
33 36- *
3432w a k t u m u 1 a i t u m b u h a k a r
302826A
24222018-
*
16-
i
1412-
*
+
*
rh
10r a t a i r a t a
i I
(hari)
864-
y
20*
S S S E S g S S S S S S S C X X S S C cncncnwwtotowwtowwcncflcnw m
Z Z Z Z Z H W o o
«
^
«
in
k>
«
ui
tn
— * o
H H H W o
o
to
-*
ut
m
o * * * * o
se w w in
H M H H I O
in -*
O
Z
Jt* >
in
D o
Gambar 23.Histogram dari waktu mulai tumbuh akar rata-rata terhadap macam-macam media buatan dari plantlet Solanum wrightii Benth.
macam media— •>
BAB V FEMBAHASAM
Teori totipotensi sel
menyatakan bahwa
tumbuhan roengandung inforroasi genetik yang apabila sel tumbuhan tersebut ditanam
semua
sama
sel
sehingga
pada media yang se-
suai mampu tumbuh menjadi tumbuhan baru (Bhojwani dan Razdan, 1983). Mikropropagasi tahap persiapan plantlet untuk buh di lingkungan alam, pengakaran plantlet,
tum
dimana di dalamnya termasuk usaha
dapat diamati beberapa hal diantara-
nya yaitu pada penggunaan bagian ujung plantlet
yang muda
(seperti tampak pada Gb. 21a), ternyata saat diakarkan hasilnya tidak seperti yang diharapkan, yakni akar yang tum buh hanya berupa tonjolan-tonjolan (tampak Gb. 21b).
Me-
nurut Hackett, 1970 (dalam Pierik, 1987), disebutkan bahwa tanaman yang berumur muda
akan lebih mudah diinduksi pem-
bentukan akarnya dibandingkan tanaman yang berumur tua dan penyebab hal ini tidak jelas.
Disebutkan pula
tumbuhan akar lebih mudah terjadi
jika
bahwa per
bagian yang
akan
ditumbuhkan akarnya berasal dari bagian dasar tanaman ter sebut dan hal ini berkaitan dengan sifat muda
dari bagian
dasar tanaman tersebut. Jumlah sub kultur
yang dilakukan untuk perbanyakan
plantlet berpengaruh pula terhadap pembentukan akar dan ini tergantung pada jenis tanaman.
Dari
dan Norton, 1986a ( dalam Pierik, 1987 )
34
percobaan diketahui
Morton bahwa
35
pembentukan akar adventif pada sub kultur yang berulang-ulang yang dilakukan pada 6 anggota suku Rosaceae akan berkurang pada semua spesies yang diuji, kecuali Chaenomeles* Pengurangan potensial pengakaran ini
lebih cepat
terjadi
pada media yang mengandung BA dibanding media yang mengandung 2iP.
Sedang pada plantlet apel yang ditanam Jonathan
yang sulit untuk diakarkan, Noiton et al*, 1986 (dalam Pie, rik, 1987)
menunjukkan bahwa pertambahan sub kultur
akan
meningkatkan persentase pengakaran dari 0 pada eksplan mula-mula sampai menjadi 100 setelah 9 kali sub kultur,
de
ngan penjelasan bahwa mungkin denganpemindahan tempat (me dia),
akan terjadi peremajaan kembali,
khususnya tanaman
kayu yang di sub kultur berturut-turut*
Pada plantlet So
lanum wrightii Benth., 7-8 kali
sub kultur yang dilakukan
setelah
akan menunjukkan pertumbuhan akar tanpa dipindah
pada media pengakaran (tampak pada Gb. 22). Faktor cahaya juga mempengaruhi pertumbuhan akar d^i utarakan oleh Bu dan Wang, 1983 (dalam Dixon, 1985)
bahwa
kadang-kadang intensitas cahaya yang tinggi yang akan menstimulasi fotosintesa pada daun justru akan menghambat per tumbuhan akar. Pendapat serupa (Pierik, 1987) bahwa pada u mumnya cahaya memberikan efek yang negatif pada pembentuk an akar, kecuali beberapa tanaman tertentu memberikan reak si yang positif. Ternyata plantlet Solanum wrightii Benth* termasuk dalam perkecualian ini,
dimana selama proses pe
ngakaran, adanya cahaya akan memberikan balk, yaitu akar akan tumbuh lebih oepat*
hasil yang
lebih
36
Jenis auksin juga amat berperan pada pertumbuhan akar,
dimana jenis auksin yang berbeda akan memberikan ha
sil yang berbeda pula, seperti perbedaan panjang akar, besar diameter akar maupun banyaknya akar. Terjadinya perbe daan ini belum ada literatur yang menjelaskan. dan IAA adalah beberapa auksin
IBA, NAA ,
yang biasa digunakan dalam
media pengakaran karena diketahui mempunyai kemampuan yang baik dalam menumbuhkan akar.
Pada pengakaran plantlet So
lanum wrightii Benth., penambahan IBA, NAA dan IAA ternyata
berhasil menumbuhkan akar dengan baik,
dengan tingkat
keberhasilan 100 % (kecuali MS IBA 0^01). Dapat dilihat adanya perbedaan akar yang dihasilkan, dimana dengan penam bahan IAA dan NAA pada umumnya menghasilkan akar berdiameter relatif besar, sedang penambahan IBA pada umumnya mem berikan akar dan cabang akar relatif panjang, kecuali medi^ a MS IBA 5 dan MS IBA 10 (ditunjukkan oleh Gb. 8 dan 9). Jenis auksin yang lain yaitu 2,4-D merupakan golongan auk sin kuat,
sehingga lebih mengarah pada pembentukan
kalus
(Pierik,1987). Plantlet Solanum wrightii Benth., yang dia karkan pada media yang mengandung 2,4-D demikian pula, ya itu pertumbuhan akar mengalami hambatan, terbentuk kalus yang semakin besar.
sebaliknya
Tingkat
akan
keberhasilan
pengakaran dari media MS 2,4-D 0,1 ini hanya mencapai 60%. Hal lain yang dapat diamati dari auksin yang ditambahkan yaitu dari konsentrasi yang digunakan. Dikaitkan de ngan pertumbuhan akar plantlet Solanum wrightii Benth., pa da penggunaan auksin yang sama,
maka dengan
meningkatnya
37
konsentrasi auksin akan menyebabkan pertumbuhan akar
ter-
hambat dan menyebabkan pertumbuhan kalus, seperti pada me dia MS IBA 10| MS NAA 2,5? MS NAA 5; MS NAA 10 5 (ditunjukkan oleh Gb. 9,13,14,15,18).
dan MS IAA
Menurut
Delvin,
1975 (dalam Abidin, 1989) bahwa pemberian konsentrasi yang relatif tinggi pada akar akan menyebabkan
IAA
terhambat-
nya perpanjangan akar tetapi meningkatkan jumlah akar. Pen dapat lain (Dixon, 1985), bahwa pada umumnya media yang me ngandung auksin pada tingkat yang tinggi akan
menginduksi
pembentukan kalus. Konsentrasi auksin yang ditambahkan pada media dika itkan dengan kecepiatan awal pertumbuhan akar, ternyata ti dak ada korelasi yang berarti. Meningkatnya konsentrasi ti^ dak mempercepat ataupun memperlambat waktu mulai tumbuh akar secara berarti dari plantlet Solanum wrightii Benth. Penggunaan media tanpa penambahan zat pengatur tum buh, seperti media MSH dan B5‘ mampu pula menumbuhkan akar tetapi hasilnya masih lebih rendah dibanding
jika
media
ditambah dengan auksin tertentu pada konsentrasi tertentu. Dari beberapa media buatan plantlet Solanum wrightii Benth.,
yang
diujicobakan pada
penggunaan media MS IBA
0,1 relatif paling baik, karena waktu mulai tumbuh akar pa ling awal, tingkat keberhasilan pengakaran 100% serta mem punyai akar dan cabang akar relatif panjang. Sampai tahap ini telah berhasil didapat plantlet So lanum wrightii Benth.
yang lengkap yaitu memiliki batang,
daun dan akar. Selanjutnya akar yang dihasilkan masih per-
38
lu diuji coba untuk ditumbuhkan di lingkungan alam yang se benarnya (tanah).
BAB VI KESIMPULAB
Berbagai komposisi media yang digunakan dalam pene litian ini, yaitu media HS modifikasi Haberlach?
media MS
dengan penambahan auksin IBA, NAA, 2,4-D pada berbagai kon sentrasi serta media B5 tanpa penambahan zat pengatur tum buh, ternyata
mampu
menumbuhkan
akar
plantlet
Solanum
wrightii Benth.
dan diantara berbagai media tersebut yang
relatif
baik
paling
wrightii Benth. banyak 0,1 mg/L.
menumbuhkan
akar
plantlet Solanum
adalah media MS dengan penambahan IBA se-
BAB VII SARAH-SARAfl
Untuk
melakukan
wrightii Benth*
mikropropagasi
plantlet
Solanum
pada tahap pengakaran, disarankan untuk :
- menggunakan plantlet yang berasal dari jumlah sub kultur yang sama, - tidak menggunakan
bagian ujung plantlet yang muda untuk
diakarkan, - plantlet ditumbuhkan di ruang kultur dengan diberi penca hayaan* Disarankan pula
untuk menganalisa kandungan plant-
let Solanum wrightii Benth*
hasil mikropropagasi baik se
cara kualitatif maupun kuantitatif*
39
BAB VIII RIHGKASAB
Solanum wrightii Benth.
telah diketahui mengandung
sen/awa turunan alkaloid steroid kontrasepsi oral.
sebagai bahan dasar obat
Untuk mengembangbiakkan tanaman ini de-
ng .n menggunakan metoda yang selama ini digunakan, baik se caia generatif maupun vegetatif, ditemui beberapa kesulitan seperti, membutuhkan waktu yang lama, semakin terbatasnya lahan yang ada,
serta kesulitan penanaman (faktor ik-
lim dan geografis), maka dilakukan pengembangbiakan secara kultur jaringan sebagai metoda alternatif pengatasannya. Penelitian ini merupakan bertujuan
mengakarkan
plantlet
penelitian lanjutan
yang
Solanum wrightii ^enth.,
yang berasal dari tahap penumbuhan plantlet yan$ dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Untuk mengakarkan plantlet terse but perlu dicari koaposiff* media pengakaran yang sesuai. Tahapan yang dilakukan
p~ida penelitian ini,
pembuatan media, perbanyakan plantlet untuk diakarkan
yaitu dan
pengakaran plantlet. Dari hasil penelitian ini
diketahui bahwa plantlet
Solanum wrightii Benth. mempunyai kemampuan relatif tinggi untuk dapat ditumbuhkan akarnya, terbukti dari tumbuhnya a kar pada semua med'.a pe. gskaran y n g digunakan dalam pene litian ini, baik dengan atau tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Adapun macam-macam media yang digunakan dalam pene litian ini yaitu
media MS modifikasi Haberlach, 40
media MS
41 dengan penanuaha, be::bajax konsentrasi auksin IBA, NAA dan IAA serta media F5
anpa penambahan zat r^ncatur tumbuh.
Auksin yani; d;.i r'.ahkan teri -ati rreab^rikan perbeda an pada akar yang terbevrtuk, seperti penambahan IBA yang a kan menyebabkan akar dan cabang akar r^laiif panjang,
pe
nambahan NAA dan IAA yang pada woumnya m^nuabuhkan akar de ngan diameter relatif besar da~ 2,4-D
yang lebih msngarah
pada pembentuk&n kalus dibandin-' pembentukan akar meskipun ditambahkan dalam konsentrasi renduh. Dari serma medi»
yang diuji ^
\.,n ternyata
media
HS dengan penambahan IBA 0,1 nag/L at aid., yang baik, kerena tumbuh akar paling awal, perseifc'st pengakaran 100 % serta akar dan cabang akar yang dihasilkan relatif panjang.
BAB IX i''i7AR PV
1. Abidin,?., Per 7-
.*a3:;«:r-dai.:"v
"
*?uibah- ..^gkar. ’
.. •".jj.z . \^.'U .— r/^V-
2. Austin,3., 196-;,
Zat
J*.
;7.P. ,
i3m. -*.'j 3*~'.ids PxtcUv7£/'. li Pr icpl^st fusi
on between Solanum tube** Phanot;ji. ic
and .^cl®njS br-- /\jens:
iz'cl.z und~;;
Ccndi*:iw:.r, Theor.
Appl.Gonet *',5*8 5)7 :,682 5 3. Ber.cker ,C.A,; r.*.s. .i.TVa»i
633,6b4. ..ti.t: A,':
Flora of J-wa# vol. Ill, NVP Kc :>:/<5hoff ,
-V.:,r
^965,
Groningen,
The Netherl^d, ^.5 4. 4. Bhojwani,S.S,, Ra^dac.M.K., 1'»83, Pla t pursue Theory jr d
SIbg , . :
Comparative In.;.,
^c.^eace
Culture
Publishing
v Yo^*;, ^p.2j7-;83, 313-372.
5. Dixon,K.^'o, , 192^;, 7-1? \ - Cell w ^.ture-
a practical
ap
proach, IRI. ^r-itj- j.icics./ iigiat-..’; ^p. 84,102. 6. Dodds,J.H., Ro‘ert. Tissue Cult'l l
1>v.,
SHpe.fiment
in
Plant
-....xridyw >’.*lvcreity Press, London-
New York, p>. 1!l 7 7. George,E.F. and Snerrir,«?to*i,P.D.. ;984, Plant Propaga -. tion by Tissue Culture, E^egetics Limited, England, pp. 41-48. 8. Haberlach,G«T., cohe:.,B.A., Reichert, N.A., Baer, M. A., To will,T.E. and Helgeson,J.P., 1985, Isolation and Re generation of Protoplast from Potato and Several Re
42
43
lated g'lanuni Species, Plant Science# 39(1985)67-74 Elsevier Scienti.rxc Publisher Ireland Ltd.# pp. 6970 r 9. I?idrayanto#G. # ‘ ' >r C/.elies# K>ihyndi# ]A$T#
Influence
of Fruid S.'.2 e v'i '"olaMu:^ w.rightii on Xti. 3ola^odine Content# Planta irrdicr
'-5,
.470.
10. nusui3o#S.# 1984# 3at to.nqatr . TrT^uh Tauamr,^#
CV. Jasa
Guna# caksrt* . lir ,. 11. Lawrence#G*M.:i~ # i?5l Mac 12. Mantelx,S
Taxc:?.i
of Vf,'cu.la.r fl^r.t.
The
.rir^nciples
of
Company .< p. :7o. L I . ;
.«atthew8#J.A . #R.
Plant Ciotechnclogy.? An Engineering in Plants#
$ ' X • #
v .
T.itroduction
Culture# r-
27*.
Plant
tfccxujh
..iV : ::nt.Pl
14. Nasution#Myrna &c:sL:.a,
•vl,>25.
198b.
wrightii Ben .h. da-am M
Genetic
Blackwell Scientific PuLli-
caticnst Oxford# London# pp., ©J 13. Kuirashige/i.# iJ7i#
to
>!>• 135-136
;.V>..opropagasi e
Solanum
;u hr,# ffkrlpsi* Oliver
sitas Airl..; $ga >; :.Mbaya . * *1 15. Hehls#Reinhard# 1978# Eolation
Tissue
47
..id Regeneration c.: Prr
toplast fro***. Solanv jp nigrum L, #
Plant. Science Let
ters. 12( 1978) 183-187. E'.'e?^:*, North Holland Sci entific Putlishe* 'td.f p , ^86. 16. Pierik,R.L.M.#
Xv vitgc Co-.x.ure cf
er Plant #
Martinus Nijhoff Publisher# Dordrecht/Boston/Lancas ter# pp. 204-208. 17. Wetherell,D.F., 1982# Introduction to In Vitro Propaga-
44
te*
.
i
Dra. Kr^usoeamrdiyah S. SU.,Apt.
Ave.-^ Publishing c^oup Inc.. Wayne New Jersey, hal. 89-:t - 93