Pengaruh Belanja Pemerintah dan Penanaman Modal Asing Terhadap Kemiskinan di Indonesia Muhammad Ilhamsyah Siregar 1 Nurul Faizah 2 Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh belanja pemerintah dan penanaman modal asing terhadap kemiskinan di Indonesia. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Model Vector Autoregression (VAR), dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari badan pusat statistik Indonesia periode tahun 1970-2012. Berdasarkan hasil yang diperoleh dengan uji granger causality terdapat hubungan/ pengaruh dari belanja pemerintah terhadap kemiskinan, dimana nilai Wald Test sebesar 66.12 lebih besar jika di bandingkan dengan nilai Critical Value 5% yakni 16.92, berdasarkan hasil dekomposisi prediksi varian residual dari belanja pemerintah terhadap kemiskinan diketahui pada horizon pertama belanja pemerintah memberikan kontribusi sebesar 31% terhadap kemiskinan. Penanaman modal asing juga berpengaruh terhadap kemiskinan dilihat menggunakan uji granger causality, dimana penanaman modal asing berhubungan/ berpengaruh dengan kemiskinan, nilai Wald Test dari penanaman modal asing terhadap kemiskinan yaitu 51.54, lebih besar jika di bandingkan nilai critical value 5% yaitu16.92. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disarankan: kepada pemerintah untuk tetap menjaga kestabilan alokasi belanja pemerintah guna menurunkan tingkat kemiskinan yang lebih optimal. Selain itu, pemerintah perlu menciptakan lagi iklim investasi asing yang lebih kondusif dengan adanya jaminan keamanan dan tersedianya infrastruktur yang memadai sehingga dapat menarik lebih banyak investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dengan demikian peningkatan pada investasi asing akan merangsang pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, terciptanya lapangan pekerjaan yang dapat mengurangi pengangguran yang pada akhirnya akan berdampak positif terhadap kemiskinan. Kata Kunci: Belanja Pemerintah, Penanaman Modal Asing, Kemiskinan, VAR
1 2
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala | Email:
[email protected] Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala | Email:
[email protected]
PENDAHULUAN Kemiskinan merupakan masalah global yang dihadapi oleh berbagai negara, tidak hanya negara berkembang tetapi negara maju juga menghadapi fenomena ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih terjebak dalam masalah kemiskinan yang hingga saat ini belum sepenuhnya teratasi. Kemiskinan merupakan salah satu indikator penting untuk menilai apakah pertumbuhan ekonomi suatu negara baik atau tidak. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pro poor yang mampu memberikan dampak positif bagi penurunan kemiskinan. Kebijakan pro poor dapat dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti halnya kebijakan redistributif yang mencakup pajak progresif dan pemberian subsidi, selain itu kebijakan pro poor juga dapat mencakup penciptaan lapangan pekerjaan bagi penduduk miskin guna memperoleh pendapatan, akses pada perolehan kredit mikro dan pemberian pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi penduduk yang berpenghasilan rendah, dan pemberian insentif finansial bagi perusahaan-perusahaan untuk memberikan pelatihan-pelatihan pada buruh kasar sehingga lebih produktif. Dampak positif dari berbagai upaya yang dilakukan dalam penurunan angka kemiskinan ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia 2008–2012 (Juta Jiwa) Tahun
Jumlah penduduk miskin
2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: BPS (2013)
34.96 32.53 31.02 30.02 29.13
Persentase penduduk miskin 15.42 14.15 13.33 12.49 11.66
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa Pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat sebesar 34.96 juta jiwa dengan presentase sebesar 15.42 persen. Pada tahun berikutnya dengan berbagai kekuatan belanja yang dilakukan oleh pemerintah dan program pengentasan kemiskinan maka jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin semakin menurun yang mana pada tahun 2012 mencapai 29.13 juta jiwa dengan persentase penduduk miskin mencapai 11.66 persen. Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin ini tidak terlepas dari berbagai indikator lain yang masih menyisakan persoalan yang rumit akibat masalah kemiskinan yaitu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan ukuran untuk membandingkan standar hidup, harapan hidup, pendidikan dan melek huruf seluruh
dunia.
IPM
dapat
digunakan
atau
dijadikan
indikator
untuk
mengklasifikasikan maju, berkembang atau terbelakangannya suatu negara. Tabel 1.2 Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia 2008-2012 (Persen) Tahun
Indeks pembangunan manusia(%) 2008 0,601 2009 0,611 2010 0,620 2011 0,624 2012 0,629 Sumber: hdr.undp.org (2013) Tabel 1.2 menjelaskan bahwa, dengan menurunnya jumlah dan persentase penduduk miskin 5 tahun terakhir di Indonesia maka indeks pembangunan manusia dalam 5 tahun terakhir mengalami peningkatan. Hal ini dapat menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kemiskinan dengan indeks pembangunan manusia, karena apabila tingkat kemiskinan tinggi, penduduk akan kesulitan memperoleh
kesehatan dan pendidikan, akibatnya adalah standar hidup masyarakat menjadi rendah. Disisi lain, walaupun indeks pembangunan manusia mengalami peningkatan akibat penurunan kemiskinan, namun berdasarkan data yang diperoleh oleh United Nations Development Programme (UNDP) pergerakan dari peningkatan ini masih dinilai lamban, IPM di Indonesia masih jauh di bawah jika dibandingkan dengan IPM negara-negara lain, terbukti dari Indonesia yang menduduki peringkat ke 121 dari 186 negara. IPM Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan IPM Filipina yang menduduki peringkat 114 (0,654), Malasyia menduduki peringkat ke 64 (0,769), dan Singapura yang menduduki peringkat ke 18 (0,895). Fenomena kemiskinan dan rendahnya kualitas pembangunan manusia kontras dengan tingginya pertumbuhan ekonomi. Pembangunan nasional yang mengejar pertumbuhan ekonomi tidak di ikuti sepenuhnya dengan perbaikan kualitas hidup, sehingga pertumbuhan ekonomi tidak selalu mampu menyerap tenaga kerja, dengan kata lain tidak cukup memberi kesempatan kerja bagi penduduk Indonesia. Hal ini menyebabkan tingginya tingkat pengangguran yang pada nantinya menjadi pemicu terjadinya kemiskinan. Peran serta pemerintah dalam perekonomian sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai masalah yang telah diuraikan. Pemerintah harus mampu menjalankan ketiga fungsi utamanya yaitu sebagai pengalokasi, distributor dan stabilitator untuk menciptakan pembangunan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Untuk dapat mengatasi persoalan kemiskinan dan kurangnya kesempatan kerja, pemerintah perlu melakukan peningkatan dalam pengeluaran/belanja pemerintah. Pengeluaran pemerintah adalah sebuah titik awal dari berjalannya suatu perekonomian, dimana pertumbuhan hingga pembangunan ekonomi bergantung
padanya. Setiap negara selalu berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi yang dapat menyerap tenaga kerja, sehingga kesempatan kerja terbuka luas dan kemiskinan dapat teratasi. Oleh karena itu, alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun daerah yang bersifat efisien sangat diperlukan. APBN merupakan suatu entitas yang mengemban amanat rakyat,
sehingga
pemerintah
sebagai
wakil
rakyat
berkewajiban
untuk
menggunakannya dengan perencanaan yang matang sehingga permasalahanpermasalahan ekonomi di daerah ataupun negara dapat teratasi, terutama permasalahan dalam sektor pendidikan, kesehatan, penyediaan barang publik yang merupakan hal-hal penting guna tercapainya kesejahteraan masyarakat. Selain itu dengan APBN, perencanaan, tujuan, prioritas serta arah dari pembangunan dapat diketahui dengan baik. Peningkatan pembangunan infrastruktur ekonomi yang dibiayai oleh APBN juga menjadi hal yang positif bagi pembangunan perekonomian karena dapat meningkatkan produktivitas pada faktor-faktor produksi, Peningkatan sumber daya manusia yang dapat menerapkan teknologi tinggi dalam proses produksi, yang pada akhirnya hasil-hasil produksi semakin meningkat. Peningkatan produksi akan meningkatkan pendapatan masyarakat yang apabila pendapatan tersebut tidak di konsumsi secara keseluruhan akan meningkatkan tabungan masyarakat, peningkatan tabungan ini nantinya akan berdampak pada meningkatnya investasi. Menurut pandangan Keynes peningkatan pertumbuhan ekonomi dan terbuka luasnya kesempatan kerja dapat diciptakan dengan adanya peningkatan pada belanja negara. Keynes menggunakan asumsi ekonomi dalam kondisi kelebihan kapasitas (excess capacity) dan dengan demikian belum mencapai utilisasi penuh (full
employment). Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan pengentasan kemiskinan, dengan asumsi excess capacity, dapat terwujud dengan peningkatan government spending.
Tabel 1.3 Realisasi Belanja Pemerintah Indonesia 2008-2012 (Milyaran Rupiah) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: BPS (2013)
Belanja pemerintah 854660.0 1037067.0 1047666.0 1229558.0 1435407.0
Dilihat dari struktur belanja pada Tabel 1.3 dapat dijelaskan bahwa pengeluaran belanja pemerintah mengalami peningkatan yang signifikan dalam 5 tahun terakhir, pada tahun 2012 belanja Pemerintah mencapai 1435407.0 milyar, angka ini lebih tinggi jika dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 1229558.0 Milyar. Peningkatan pengeluaran belanja ini merupakan permulaan yang baik bagi pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga golongan miskin dapat berpartisipasi penuh dalam pertumbuhan ekonomi. Kenyataannya yang terjadi berbanding terbalik dimana peningkatan pengeluaran belanja ini tidak diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang juga meningkat. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 Q4 hanya berkisar 6,1 persen, persentase ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 Q4 yang mencapai 6,5 persen (http://www.anggaran.depkeu.go.id).
Selain belanja pemerintah, faktor lain yang dapat mendukung meningkatnya pertumbuhan ekonomi adalah Penanaman modal asing (PMA). PMA merupakan suatu alat yang dapat menggerakkan perekonomian menuju arah yang lebih baik, karena dengan adanya PMA dapat meningkatkan modal yang dimiliki suatu negara serta penyediaan perlengkapan produksi yang dapat meningkatkan hasil produksi, dan sesuai dengan teori ekonomi semakin meningkat hasil produksi, pendapatan suatu negara akan meningkat sehingga mencerminkan peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Tabel 1.4 Realisasi Penanaman Modal Asing Indonesia (PMA) 2008-2012 (Jutaan US$) Tahun PMA 2008 14871.4 2009 10815.2 2010 16214.8 2011 19474.5 2012 24564.7 Sumber: BPS, 2013 Tabel 1.4 menjelaskan penanaman modal asing di Indonesia terjadi penurunan pada tahun 2009 yang berkisar 10815.2 juta US$, angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2008 yaitu 14871.4 juta US$, Namun peningkatan kembali terjadi pada tahun 2010-2012. Ini membuktikan bahwa iklim investasi Indonesia mengalami perbaikan setiap tahunnya sehingga para investor terdorong untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia juga mampu menjadi daya tarik bagi investor asing yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia. Jika kekayaan sumber daya alam ini dapat dimanfaatkan secara maksimal maka investasi yang dilakukan pada sektor riil ini akan memberikan dampak positif bagi pergerakan perekonomian Indonesia, dimana
faktor produksi dapat di tingkatkan dan kesempatan kerja akan terbuka luas sehingga kemiskinan dapat teratasi. Bagi negara berkembang seperti Indonesia yang tidak mampu mendirikan industri-industri besar, investasi ini sangat membantu dalam proses industrialisasi yang dapat merangsang meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, apabila pengaruh belanja pemerintah dan PMA terhadap kemiskinan dapat diketahui lebih detail dan mendalam, maka perbaikan pada berbagai masalah yang telah diuraikan dapat lebih di maksimalkan. Dengan berbagai pemaparan yang telah disampaikan maka peneliti mengangkat judul “ Pengaruh Belanja Pemerintah dan Penanaman Modal Asing (PMA) Terhadap Kemiskinan di Indonesia”. 1.1 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh belanja pemerintah terhadap kemiskinan di Indonesia ? 2. Bagaimana pengaruh kemiskinan terhadap belanja pemerintah di Indonesia? 3. Bagaimana pengaruh PMA terhadap kemiskinan di Indonesia? 4. Bagaimana pengaruh belanja pemerintah terhadap penanaman modal asing? 5. Bagaimana pengaruh penanaman modal asing terhadap belanja pemerintah? 1.2 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah terhadap kemiskinan di Indonesia 2. Menganalisis pengaruh kemiskinan terhadap belanja pemerintah di Indonesia 3. Menganalisis pengaruh PMA terhadap kemiskinan di Indonesia 4. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah terhadap penanaman modal asing
5. Menganalisis pengaruh penanaman modal asing terhadap belanja pemerintah 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk : 1. Mengetahui pengaruh belanja pemerintah terhadap kemiskinan di Indonesia 2. Mengetahui pengaruh kemiskinan terhadap belanja pemerintah di Indonesia 3. Mengetahui pengaruh PMA terhadap kemiskinan di Indonesia 4. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah terhadap penanaman modal asing 5. Menganalisis pengaruh penanaman modal asing terhadap belanja pemerintah 6. Bahan informasi bagi pihak-pihak yang melakukan studi terkait.
STUDI KEPUSTAKAAN Landasan Teori Belanja Pemerintah Belanja pemerintah adalah pengeluaran pemerintah yang diperuntukkan bagi pendanaan urusan pemerintahan, baik urusan wajib, pilihan, dan penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu. Belanja pemerintah dijadikan suatu kebijakan oleh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pengeluaran belanja ini dapat mendukung berbagai program dan kebijakan-kebijakan dalam stabilitas perekonomian nasional. Komponen Belanja Pemerintah Belanja pemerintah terdiri dari dua, yaitu:
1. Belanja langsung, belanja langsung dapat di kelompokkan menjadi: belanja pegawai yang mengandung pengertian belanja yang dikeluarkan pemerintah untuk upah, lembur dan pengeluaran lain pegawai, dimana belanja ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan kualitas pegawai dalam melaksanakan berbagai program. Belanja barang dan jasa juga merupakan belanja langsung dimana belanja ini digunakan untuk pembelian/pengadaan barang nilai manfaatnya kurang dari setahun, atau untuk pengeluaran pemakaian jasa untuk melaksanakan berbagai program. Belanja lain yang termasuk belanja langsung yaitu barang modal yang merupakan belanja untuk meningkatkan modal yang dapat menambah aset tetap bagi suatu negara dengan melakukan pemeliharaan untuk mempertahankan inventaris atau infrastruktur yang dimiliki suatu negara sehingga memberikan manfaat serta dapat mningkatkan kuantitas dan kualitas aset negara tersebut. 2. Belanja tidak langsung, belanja ini meliputi: 1. Belanja pegawai, yaitu belanja dalam bentuk kompensasi yang diberikan kepada pegawai berupa gaji, tunjangan serta penghasilan lainnya sesuai undang-undang. 2. Belanja bunga yang merupakan belanja yang digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung berdasarkan kewajiban pokok utang berdasarkan perjanjian jangka pendek, menengah, dan panjang. 3. Belanja subsidi, belanja yang dianggarkan untuk bantuan biaya produksi kepada perusahaan/ lembaga tertentu agar hasil produksi yang dilakukan perusahaan tersebut dapat di jangkau oleh masyarakat banyak. 4. Belanja hibah, belanja yang diberikan kepada pihak lain sebagai hibah dalam bentuk uang. barang dan jasa. 5. Belanja bantuan sosial, belanja yang dianggarkan untuk kesejahteraan
masyarakat dalam bentuk jaminan sosial, perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan. 6. Belanja bagi hasil, bagi hasil atas pendapatan daerah yang ditetapkan dengan perundang-undangan. 7. Bantuan keuangan, belanja yang diberikan kepada daerah untuk pemerataan dan bantuan keungan akibat kurangnya keuangan daerah. 8. Belanja tidak terduga, belanja yang dianggarkan untuk kegiatan yang sifatnnya tidak terduga.
Penanaman Modal Asing Penanaman modal asing adalah modal yang ditanamkan perusahaanperusahaan intenasional di dalam negeri guna memperluas jaringan pada perusahaannya. Penanaman modal asing ini biasanya aset-aset berupa pembangunan pabrik-pabrik untuk meningkatkan industri, persediaan modal bagi keperluan produksi dan perlengkapan sarana- prasarana untuk menciptakan iklim investasi semakin baik. Berdasarkan UU no 25 tahun 2007 pasal 1 ayat 3 penanaman modal asing merupakan kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (www.bi.go.id). Ernawati (2011) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa yang disebut sebagai penanaman modal asing (PMA) Mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 harus memenuhi beberapa unsur berikut (Ps.1(3)): Merupakan kegiatan menanam modal, Untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia, Dilakukan oleh penanam modal asing, Menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Fungsi Penanaman Modal Asing
Penanaman modal asing memegang peranan penting dalam perekonomian, dengan adanya modal asing maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat karena sumber dana yang digunakan bagi perbaikan infrastruktur menjadi lebih baik, sehingga industri dalam negeri siap menghadapi proses industrialisasi yang mampu membawa suatu iklim sejuk bagi investasi. Semakin meningkatnya industri dalam negeri akan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak sehingga pengangguran serta standar hidup masyarakat akan meningkat. Oleh karena itu, penanaman modal asing mampu memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi dan penurunan kemiskinan. Tujuan Penanaman Modal Asing Penanaman
modal
asing
merupakan
planning
pemerintah
untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga tujuan dari dilakukannya penanaman modal asing harus sepenuhnya dicapai agar target dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat tercapai, beberapa tujuan dari penanaman modal asing antara lain adalah untuk meningkatkan hasil produksi dengan biaya produksi yang rendah, tujuan penanaman modal asing juga untuk mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk masuk ke pasar sehingga pendapatan dari pajak semakin meningkat. Tujuan ini serupa dengan tujuan yang dipaparkan pada UU no 25 tahun 2007 pasal 3 ayat 2, yaitu tujuan dari penanaman modal adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya saing dunia usaha, meningkatkan pembangunan ekonomi, mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat (www.bi.go.id). Jenis Penanaman Modal Asing Penanaman modal asing dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Investasi Portfolio, investasi yang dilakukan untuk mendapatkan imbalan atau keuntungan berupa deviden, peningkatan modal dan bunga dari pembelian Bonds, saham asing dan sekuritas lainnya. 2. Investasi langsung, investasi yang dalam pelaksanaanya/operasionalnya di luar negeri melibatkan komitmen manajerial. Deliarnov dalam Khasanah (2009) membagi investasi menjadi dua berkaitan dengan pendapatan, yaitu: a. Investasi otonom, investasi yang ditentukan oleh internal perekonomian sendiri bukan ditentukan oleh pendapatan nasional yang berarti dan bersifat konstan, seperti nilai tukar, inflasi, infrastruktur, teknologi, upah dan suku bunga b. Investasi terpengaruh, yaitu investasi yang ditentukan oleh pendapatan nasional. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing 1. Produk domestik bruto (PDRB) Peranan PDRB sangat penting, karena semakin meningkat PDRB suatu negara maka pertumbuhan ekonomi suatu negara akan meningkat, sehingga lapangan pekerjaan terbuka luas, pendapatan masyarakat meningkat. Peningkatan pendapatan akan menggeliatkan daya beli masyarakat, permintaan barang dan jasa semakin meningkat, keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan akan meningkat sehingga perusahaan akan terdorong untuk melakukan investasi semakin banyak. 2. Tingkat inflasi
Inflasi merupakan salah satu hal yang menjadi fokus bagi pemerintah dalam menjaga kestabilan perekonomian, karena gejolak yang ditimbulkan oleh inflasi berpengaruh pada semua sektor perekonomian. Inflasi yang sangat berat akan menyebabkan iklim investasi memburuk, karena dengan tingginya inflasi pertumbuhan ekonomi akan melemah dan daya saing menurun, hal ini dikarenakan pada saat inflasi tinggi biaya produksi akan meningkat sebagai akibat dari kenaikan harga pada barang. 3. Nilai tukar Nilai tukar merupakan nilai yang digunakan untuk mendapatkan mata uang asing sejumlah dengan mata uang dalam negeri yang dimiliki. Nilai tukar terdiri dari dua jenis yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah nilai tukar dalam bentuk surat berharga, sedangkan nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal dikalikan dengan harga barang domestik dibagi dengan harga barang asing. Peningkatan yang terjadi pada nilai tukar riil atau kurs riil akan menyebabkan harga barang dalam negeri cenderung meningkat dan harga barang luar negeri menjadi murah, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, jika kurs rendah maka masyarakat akan cenderung membeli barang dalam negeri di bandingkan luar negeri sehingga permintaan barang akan meningkat, dan ini dapat menggeliatkan investor untuk menanamkan modalnya. 4. Upah Kenaikan upah akan menyebabkan biaya faktor produksi akan meningkat, sehingga harga barang akan meningkat, peningkatan ini berpengaruh pada
kurangnya minat investor karena daya beli pemerintah akan menurun dan keuntungan yang diperoleh akan berkurang. 5. Pajak Tarif pajak merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan untuk tetap menciptakan iklim investasi yang kondusif karena tarif pajak yang besar akan memberatkan para investor. Saat tarif pajak meningkat biaya produksi akan meningkat, dan perusahaan harus meningkatkan harga untuk tetap memperoleh keuntungan, di lain sisi hal ini akan menyebabkan daya beli masyarkat menjadi rendah. Kemiskinan Kemiskinan merupakan keadaan ketidakmampuan seseorang dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Menurut Todaro (2003:268), meluasnya tingkat kemiskinan dapat menyebabkan suatu kondisi dimana penduduk miskin tidak dapat meningkatkan pendidikan, selain itu tidak memiliki akses terhadap pinjaman kredit yang dapat dijadikan modal usaha/peluang investasi yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan perkapita menjadi lebih kecil. Permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal meningkat apabila terjadi peningkatan pada pendapatan penduduk miskin, sehingga dapat mendorong produksi lokal dan memperluas kesempatan kerja serta merangsang investasi lokal yang dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi cepat. Bentuk Kemiskinan Kemiskinan dapat dibagi menjadi empat bentuk yaitu: a. Kemiskinan Absolut, yang termasuk kedalam kemiskinan absolut adalah yang bila pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan atau tidak dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari yakni pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. b. Kemiskinan Relatif, kemiskinan relatif disebabkan oleh kurang terjangkaunya kebijakan pembangunan kepada seluruh masyarakat, sehingga terjadi ketimpangan pada pendapatan masyarakat. c. Kemiskinan Kultural, kemiskinan ini timbul karena tidak adanya keinginan seseorang untuk bekerja (malas) dan memperbaiki tingkat kehidupan, minimnya keahlian yang dimiliki, atau dengan kata lain kemiskinan ini ditimbulkan karena faktor budaya. d. Kemiskinan Struktural, Kemiskinan ini disebabkan oleh rendahnya akses yang dimiliki oleh masyarakat sumber daya dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan serta tidak mendukung pembebasan kemiskinan. Penyebab Kemiskinan World Bank menjelaskan terdapat tiga faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu: 1.
Pemenuhan kebutuhan dasar yang rendah akibat rendahnya pendapatan dan aset, seperti: makanan, tempat tinggal, pakaian, kesehatan dan pendidikan.
2.
Ketidakmampuan untuk bersuara dan ketiadaan kekuatan di depan institusi negara dan masyarakat.
3. Rentan terhadap guncangan ekonomi, terkait dengan ketidakmampuan menanggulanginya. Menurut Jonaidi (2012), dikutip dalam Kuncoro, penyebab kemiskinan dipandang dari segi ekonomi akibat rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini
disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seseorang sehingga produktivitas yang dimiliki rendah, yang akhirnya upah juga menjadi rendah.
Ukuran Kemiskinan Metode penghitungan penduduk miskin yang dilakukan BPS sejak pertama kali hingga saat ini menggunakan pendekatan yang sama yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Berdasarkan pendekatan itu indikator yang digunakan adalah Headcount Index (HCI) yaitu jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line). Menurut Todaro (2003: 246) Selain head count index terdapat juga indikator lain yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan, yaitu indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap index) dan indeks keparahan kemiskinan (distributionally sensitive index) atau Pα yang dirumuskan oleh Foster-Greer-Thorbecke. Index Pα Adalah sebagai berikut:
Dimana: Z = garis kemiskinan i = rata-rata pengeluaran per kapita penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan q = banyak penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan
N = jumlah penduduk α = 0,1,2 α = 0 ; poverty head count index (P0) α = 1 ; poverty gap index (P1) α = 2 ; poverty distributionally sensitive index (P2) Dimensi Kemiskinan David Cox (2004) membagi kemiskinan menjadi beberapa dimensi, yaitu : 1. Kemiskinan yang diakibatkan oleh globalisasi, globalisasi merupakan keterkaitan antar bangsa, atau ketergantungan antar bangsa, sehingga efek dari adanya globalisasi dapat menciptakan negara maju dan negara berkembang, sehingga negara yang berkembang dengan berbagai kelemahan yang dimilikinya dalam menghadapi globalisasi akan terpinggirkan. 2. Kemiskinan yang terkait dengan pembangunan, akibat dari rendahnya pembangunan adalah adanya kemiskinan subsistem, pedesaan yang selalu menjadi peminggiran dalam proses pembangunan menyebabkan timbulnya kemiskinan di pedesaan, dan kecepatan pembangunan dan pertumbuhan di perkotaan menjadikan tingkat kemiskinan perkotaan meningkat, peningkatan ini disebabkan banyaknya perpindahan dari desa ke perkotaan yang menyebabkan terjadinya ledakan penduduk dan pengangguran di perkotaan. 3. Kemiskinan sosial, pada dasarnya kemiskinan sosial banyak dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok minoritas. 4. Kemiskinan konsekuensial, kemiskinan ini disebabkan oleh bencana alam, konflik, kerusakan lingkungan dan faktor eksternal lainnya. Ciri-Ciri Kemiskinan
Menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan (2009) mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu : 1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri, faktor produksi seperti tanah,
keterampilan dan modal yang dimiliki sendiri sangat terbatas sehingga tidak dapat berproduksi secara maksimal yang pada akhirnya menyebabkan pendapatannya rendah. 2. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan
kekuatan sendiri, tidak memenuhi syarat untuk melakukan pinjaman kredit pada instansi terkait sehingga lebih memilih untuk berpaling pada para rentenir yang biasanya memungut biaya lebih tinggi. 3. Tingkat pendidikan rendah, tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya
menjadi penyebab terbesar tingginya tingkat kemiskinan, dengan rendahnya tingkat pendidikan maka produktivitas yang dimiliki juga semakin rendah. 4. Tinggal di pedesaan, ini menjadi salah satu ciri-ciri kemiskinan karena
masyarakat yang tinggal di pedesaan pada umumnya kurang memiliki akses lapangan pekerjaan sehingga pekerjaan mereka hanya berkisar pada buruh kasar seperti menjadi tukang bangunan dan bertani. 5. Kurangnya keterampilan yang dimiliki, kurangnya kemiskinan yang dimiliki
menjadikan seseorang tidak dapat berproduksi dengan maksimal sehingga pendapatn rendah, pendidikan rendah dan standar hidup menjadi rendah. Penelitian Sebelumnya Hasan dan Zikriah (2007) dalam penelitiaannya menemukan
bahwa
peningkatan jumlah belanja modal pemerintah dan PDRB memberi dampak positif terhadap penduduk miskin di Aceh, karena ketersediaan infrastruktur yang memadai
yang merupakan dampak positif dari peningkatan belanja modal pemerintah akan memudahkan masyarakat untuk melakukan aktivitas ekonomi maupun sosial kemasyarakatan. Rudiningtyas (2011) melakukan penelitian serupa dengan hasil yang berbeda dengan pemaparan yang disampaikan oleh Hasan dan Zikriah (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pendapatan Dan Belanja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran (Studi Pada APBN 20042008) menemukan bahwa pendapatan dan belanja tidak berpengaruh terhadap kemiskinan selama tahun anggaran 2004 sampai dengan 2008. Penelitian yang dilakukan oleh Rusdarti dan Sebayang (2013) dengan tema Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah mampu melengkapi kedua penelitian diatas dengan penemuan bahwa belanja berpengaruh Signifikan secara statistik terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah. Mengenai penanaman modal asing dan kemiskinan di sampaikan oleh Jonaidi (2012) menunjukkan bahwa investasi PMDN dan PMA berkorelasi negatif terhadap tingkat kemiskinan Indonesia. Hal ini berarti bahwa semakin meningkat nilai investasi, maka tingkat kemiskinan Indonesia semakin menurun. Nilai koefisien regresi investasi sebesar -0,1114 yang berarti setiap kenaikan nilai investasi sebesar 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan sebesar 0,1114 persen.
Hal ini berarti bahwa variabel investasi berpengaruh
signifikan terhadap variabel kemiskinan. Perkembangan realisasi investasi baik PMDN maupun PMA selalu berfluktuatif dan cenderung rendah selama periode penelitian menyebabkan angka kemiskinan di Indonesia tidak mengalami penurunan yang signifikan, hasil ini di temukan dalam penelitian mengenai Analisis
pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Sharp, seperti dikutip Kuncoro (2006:120) yang menyatakan bahwa salah satu penyebab dari kemiskinan adalah akibat dari perbedaan terhadap akses permodalan. Hasil penemuan yang sama dikemukakan oleh Momongan (2013) dalam penelitiannya mengenai investasi PMA dan PMDN pengaruhnya terhadap perkembangan PDRB dan penyerapan tenaga kerja serta penanggulangan kemiskinan di Sulawesi utara yaitu perkembangan investasi PMA, PMDN serta perkembangan PDRB berpengaruh signifikan terhadap upaya penurunan kemiskinan di Sulawesi Utara. Kerangka Pemikiran
Belanja Pemerintah (GE)
Penanaman Modal Asing (FDI)
Kemiskinan (P)
Gambar: Kerangka Pemikiran Berdasarkan kerangka pemikiran dapat dijelaskan bahwa belanja pemerintah dan penanaman modal asing merupakan komponen yang dapat mempengaruhi kemiskinan, pengalokasian Belanja pemerintah dan penanaman modal asing secara umum bagi peningkatan infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan faktor
produksi yang selanjutnya diharapkan akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang dapat memberikan pengaruh positif untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Hipotesis 1. Diduga bahwa belanja pemerintah berpengaruh negatif terhadap kemiskinan 2. Diduga bahwa kemiskinan berpengaruh negatif terhadap belanja pemerintah 3. Diduga bahwa penanaman modal asing berpengaruh negatif terhadap kemiskinan 4. Diduga bahwa belanja pemerintah berpengaruh positif terhadap penanaman modal asing 5. Diduga bahwa penanaman modal asing berpengaruh positif terhadap belanja pemerintah
METODE PENELITIAN Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode time series yaitu dengan menggunakan VAR model (Vector autoregression model) . VAR merupakan model yang digunakan untuk melihat pengaruh dan hubungan berbagai variabel yang digunakan. Data yang digunakan dalam VAR harus stasioner. Model perhitungan dalam penelitian ini sebagai berikut : =
∑
+ =
=
+ +
Dimana :
∑
+ ∑
∑
+ +
∑
+ ∑
∑
+ +
+ εi...............................(3.1) ∑
∑
+ εi........................... (3.2) + εi.................................(3.3)
GE
= Belanja Pemerintah
FDI
= Penanaman Modal Asing
P
= Kemiskinan
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian Unit Root Unit root test merupakan metode yang digunakan untuk melihat kestabilan atau stationeritas data. Dalam penelitian ini alat yang digunakan adala Phillips Perron test. Berikut merupakan hasil yang dilakukan melalui Phillips perron test. Tabel 4.1 Uji Stationer Dengan Phillips Perron Variabel
Data asli
Logaritma First natural different
4.29 4.57 P 5.46 5.77 GE 9.01 8.47 FDI Sumber: Hasil Penelitian, 2013
17.00 39.62 28.17
Second different 32.11 -
Critical value 5% 21.78 21.78 21.78
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui pada data kemiskinan (P) data asli tidak stasioner karena data asli lebih kurang dari Critical Value 5%, sehingga langkah selanjutnya yang dilakukan untuk memperoleh data yang stationer adalah melalui Logaritma Natural(LN), pada langkah ini hasil yang di dapatkan belum stationer sehingga langkah selanjutnya adalah melakukan first Different yang masih menunjukkan ketidaksttioneritas data dari kemiskinan, pada second different data
kemiskinan stationer karena data asli lebih besar dari critical value 5%. Pada data belanja pemerintah(GE) dan penanaman modal asing (FDI) data dinyatakan stationer pada tahap first different. Penentuan Lag Optimal Kriteria yang digunakan dalam penentuan lag optimal adalah Schwarz Information Criteria (SIC), Akaike Information Criteria (AIC), dan Hannan-Quinn Criteria (HQC). Dalam penelitian ini kriteria yang digunakan adalah Akaike Information Criteria yaitu dengan lag 9. Tabel 4.2 Hasil Perbandingan Panjang Lag Optimal P Akaike Hannan-Quinn Schwarz Lag=9 Lag=9 Lag=1 1 -8.49349E+00 -8.26450E+00 -7.86016E+00 2 -8.67526E+00 -8.30796E+00 -7.65153E+00 3 -8.79685E+00 -8.29087E+00 -7.37473E+00 4 -8.59950E+00 -7.95483E+00 -6.77089E+00 5 -8.56557E+00 -7.78259E+00 -6.32225E+00 6 -8.45386E+00 -7.53345E+00 -5.78755E+00 7 -8.57937E+00 -7.52299E+00 -5.48175E+00 8 -9.66032E+00 -8.47016E+00 -6.12312E+00 9 0.00000E+00 0.00000E+00 0.00000E+00 9 9 1 P= Sumber: Hasil Penelitian, 2013. Uji Granger Causality Uji ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat kausalitas antara satu variabel dengan variabel lainnya. Selain itu juga dapat digunakan untuk melihat hubungan suatu hal yang terjadi pada zaman dahulu dan zaman sekarang sehingga dalam uji ini diperlukan data panjang atau data time series. Berikut merupakan penyajian yang dilakukan dengan uji Granger causality. Tabel 4.3
Uji Granger Causality Variabel GEP PGE FDIP GEFDI FDIGE
Wald Test 66.12 147.42 51.54 102.95 15.40
Keputusan
Critical Value 5% 16.92 16.92 16.92 16.92 16.92
Critical Value 10% 14.68 14.68 14.68 14.68 14.68 Reject (H0 ditolak)
Sumber: Hasil Penelitian, 2013.
Tabel 4.3 Memaparkan bahwa terdapat pengaruh belanja pemerintah terhadap kemiskinan dengan uji VAR, dimana nilai Wald Test sebesar 66.12 lebih besar jika di bandingkan dengan nilai Critical Value 5% yakni 16.92 yang berarti bahwa secara asumsi H0 ditolak dan Ha diterima, dan sebaliknya Kemiskinan mempengaruhi belanja pemerintah dengan nilai Wald Test 147.42 lebih besar jika di bandingkan Critical Value 5% yang menunjukkan angka 16.92, yang berarti H0 ditolak dan Ha diterima. ini menandakan bahwa terdapat hubungan antar kedua variabel. Tabel 4.3 juga menjelaskan hubungan serupa antara penanaman modal asing terhadap kemiskinan. Nilai Wald Test dari Penanaman modal asing terhadap kemiskinan yaitu 51.54, lebih besar jika di bandingkan nilai critical value 5% yaitu 16.92 yang artinya H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini membuktikan bahwa terdapat kausalitas antar variabel. Selain itu, pengaruh dari belanja pemerintah terhadap penanaman modal asing juga dapat dibuktikan dengan nilai Wald Test 102.95 dimana nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai critical value 5% yaitu 16.92, pengaruh sebaliknya juga ditunjukkan oleh penanaman modal asing terhadap belanja pemerintah yang mana nilai Wald Test menunjukkan angka 15.40 lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai critical value 10% yaitu 14.68. ini menunjukkan bahwa
pengaruh penanaman modal asing berpengaruh signifikan pada nilai critical value 10%. The Impulse Response Test Impulse response memperlihatkan shock/ guncangan yang terjadi pada satu variabel terhadap variabel lainnya. Untuk melihat lamanya shock/ guncangan yang terjadi dari satu variabel ke variabel lain maka perlu adanya rentang waktu dalam pengujian ini. Berikut merupakan hasil dari impulse response variabel penelitian.
Gambar 4.2 Shock/Guncangan Belanja Pemerintah Terhadap Kemiskinan Gambar 4.2 menjelaskan bahwa shock/ guncangan yang diakibatkan oleh belanja pemerintah(GE) berpengaruh negatif pada horizon pertama dan kedua, hal ini di tunjukkan oleh titik-titik yang berada di bawah garis, pada horizon ke empat berpengaruh positif yang ditunjukkan dengan titik-titik yang berada di atas garis.
Gambar 4.3 Shock/ Guncangan Kemiskinan Terhadap Belanja Pemerintah
Gambar 4.3 memperlihatkan hal yang sebaliknya yaitu shock/ guncangan yang diakibatkan oleh kemiskinan terhadap belanja pemerintah. Pada horizon kedua dan kelima shock/guncangan akibat kemiskinan terhadap belanja pemerintah berpengaruh positif, sedangkan pada horizon ketiga dan keenam berpengaruh negatif.
Gambar 4.4 Shock/ Guncangan Penanaman Modal Asing Terhadap Kemiskinan Gambar 4.4 menunjukkan tidak adanya pengaruh yang ditimbulkan terhadap kemiskinan akibat shock/guncangan yang terjadi pada penanaman modal asing.
Gambar 4.5 Shock/ Guncangan Penanaman Modal Asing Terhadap Belanja Pemerintah Gambar 4.5 Menggambarkan bahwa tidak terdapat pengaruh terhadap belanja pemerintah sebagai akibat dari shock/ guncangan yang terjadi pada penanaman modal asing.
Gambar 4.6 Shock/ Guncangan Belanja Pemerintah Terhadap Penanaman Modal Asing Gambar 4.6 menggambarkan pada horizon ke 4 terdapat pengaruh pada penanaman modal asing yang diakibatkan oleh guncangan yang terjadi pada belanja pemerintah. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Tabel 4.4 Dekomposisi Prediksi Varian Residual Kemiskinan Horizon
Contribution (%) of the innovation in DIF1[DIF1[LN[P]]]
1 68 2 52 3 55 4 55 5 62 6 60 7 63 8 64 9 63 10 60 Sumber: Hasil Penelitian, 2013
Contribution (%) of the innovation in DIF1[LN[GE]]
Contribution (%) of the innovation in DIF1[LN[FDI]]
31 46 42 43 37 38 35 34 34 37
1 2 3 2 1 2 1 2 2 2
Tabel 4.4 Menggambarkan kontribusi belanja pemerintah dan penanaman modal asing, serta kontribusi dari variabel itu sendiri. Pada horizon pertama kontribusi yang diberikan oleh kemiskinan sebesar 68% terhadap variabel itu sendiri, kontribusi dari belanja pemerintah berpengaruh 31% terhadap kemiskinan.
Sedangkan kontribusi pada penanaman modal asing terhadap kemiskinan hanya berkisar 1%. Pada horizon kelima kontribusi kemiskinan berpengaruh 62% pada variabel itu sendiri, belanja pemerintah memberikan kontribusi sebesar 37% terhadap kemiskinan dan kontribusi pada penanaman modal asing berpengaruh 1% terhadap kemiskinan. Horizon sepuluh memperlihatkan bahwa 60% kontribusi yang diberikan oleh kemiskinan terhadap kemiskinan itu sendiri, belanja pemerintah juga memberikan kontribusi sebesar 37% terhadap kemiskinan, serta penanaman modal asing memberikan kontribusi sebesar 2% terhadap kemiskinan. Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa belanja pemerintah memberikan kontribusi yang maksimal bagi penurunan kemiskinan sedangkan PMA memberikan kontribusi yang sangat minim bagi penurunan kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat miskin sehingga tidak mampu menyerap lapangan kerja yang disediakan oleh penanam modal asing. Berikut merupakan tabel yang menyajikan persentase Rumah tangga miskin menurut pendidikan, dimana tabel ini menggambarkan bahwa rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh rumah tangga miskin menjadi alasan kurangnya penyerapan pekerjaan yang telah disediakan. Tabel 4.5 Persentase Rumah Tangga Miskin Menurut Pendidikan Kepala Rumah Tangga dan Daerah Indonesia 2008-2012 (Persen)
Tahun
Karakteristik Rumah Tangga/ Daerah
2008
Rumah Tangga Miskin -Perkotaan
Tidak Tamat SD
SD
SLTP
SLTA
PT
37.13
35.55
13.69
12.93
0.70
-Perdesaan -Perkotaan+Perdesaan Rumah Tangga Miskin - Perkotaan 2009 - Perdesaan - Perkotaan+perdesaan Rumah Tangga Miskin - Perkotaan 2010 - Perdesaan - Perkotaan+perdesaan Rumah Tangga Miskin - Perkotaan 2011 - Perdesaan - Perkotaan+perdesaan Rumah Tangga Miskin - Perkotaan 2012 - Perdesaan - Perkotaan+perdesaan Sumber: BPS, 2013
45.36 42.82
41.15 39.42
8.68 10.23
4.53 7.12
0.28 0.41
34.48 43.38 40.51
36.47 41.52 39.89
14.94 9.41 11.20
13.56 5.27 7.94
0.55 0.42 0.46
34.87 42.34 39.54
37.19 41.56 39.92
14.75 10.13 11.86
12.82 5.67 8.35
0.37 0.30 0.32
40.03 46.78 44.35
36.66 38.38 37.76
11.66 9.59 10.34
11.25 5.08 7.30
0.39 0.17 0.25
33.55 44.39 40.63
40.89 37.88 38.93
14.22 11.53 12.46
10.68 5.85 7.52
0.66 0.35 0.46
Tabel 4.5 menggambarkan bahwa tingkat pendidikan rumah tangga miskin masih tergolong rendah, terutama rumah tangga miskin yang berada di daerah perdesaan, hal ini terbukti pada tahun 2008 tingkat pendidikan rumah tangga miskin yang berada di perdesaan didominasi oleh rumah tangga yang tidak tamat SD, dimana sebanyak 45.36 persen, 41.15 persen lulusan SD, 8.68 persen tamat SLTP, 4.53 persen SLTA dan 0.28 persen dengan predikat lulusan perguruan tinggi, sedangkan rumah tangga miskin yang berada di daerah perkotaan dengan persentase 37.13 persen tidak tamat SD, 35.55 persen SD, lulusan SLTP sebanyak 13.69 persen, 12.93 persen lulusan SLTA dan 0.70 persen yang memperoleh ijazah perguruan tinggi. Hal ini terjadi karena rendahnya kualitas hidup yang dimiliki oleh rumah tangga miskin akibat rendahnya pendapatan yang mereka peroleh, sehingga rumah tangga miskin hanya dapat berpartisipasi rendah dalam pendidikan. Hal serupa juga terjadi pada tahun 2012 dimana persentase pendidikan rumah tangga miskin di perdesaan lebih rendah jika di bandingkan dengan rumah tangga miskin di perkotaan.
Berdasarkan gambaran dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa, rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh rumah tangga miskin menjadikan produktivitas yang dimiliki juga menjadi rendah sehingga daya serap masyarakat terhadap lapangan pekerjaan yang terbuka melalui penanaman modal asing menjadi rendah, sehingga peranan penanaman modal asing menjadi tidak kondusif.
Tabel 4.6 Dekomposisi Prediksi Varian Residual Belanja Pemerintah Horizon
Contribution (%) of the innovation in DIF1[DIF1[LN[P]]]
1 6 2 55 3 52 4 52 5 59 6 63 7 63 8 62 9 62 10 62 Sumber: Hasil Penelitian, 2013
Contribution (%) of the innovation in DIF1[LN[GE]]
Contribution (%) of the innovation in DIF1[LN[FDI]]
93 45 47 45 38 35 34 35 35 35
0 0 1 3 3 3 3 3 4 4
Tabel 4.6 Merupakan tabel yang menggambarkan kontribusi kemiskinan, penanaman modal asing dan belanja pemerintah terhadap variabel belanja pemerintah. Pada horizon kelima kemiskinan memberikan kontribusi sebesar 59% terhadap belanja pemerintah, horizon ke tujuh memperlihatkan kontribusi dari belanja pemerintah terhadap belanja pemerintah sendiri sebanyak 34%, dan kontribusi dari penanaman modal asing terhadap belanja pemerintah adalah 3%. Pada horizon kesembilan kontribusi kemiskinan terhadap belanja pemerintah 62%, belanja pemerintah mendapatkan kontribusi sebesar 35% dari belanja
pemerintah itu sendiri dan 4% kontribusi diberikan oleh penanaman modal asing terhadap belanja pemerintah.
Tabel 4.7 Dekomposisi Prediksi Varian Residual Penanaman Modal Asing Horizon
Contribution (%) of the innovation in DIF1[DIF1[LN[P]]]
1 15 2 31 3 24 4 16 5 19 6 21 7 25 8 31 9 31 10 31 Sumber: Hasil Penelitian, 2013
Contribution (%) of the innovation in DIF1[LN[GE]]
Contribution (%) of the innovation in DIF1[LN[FDI]]
71 56 67 78 75 72 68 63 62 62
14 12 9 6 6 6 7 6 7 7
Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa pada horizon ketiga 24% kontribusi yang diberikan oleh kemiskinan terhadap penanaman modal asing, 67% kontribusi terhadap penanaman modal asing di berikan oleh belanja pemerintah, sedangkan penanaman modal asing sendiri memberikan kontribusi sebesar 9%. Pada horizon ke delapan kontribusi yang diberikan oleh kemiskinan terhadap penanaman modal asing adalah sebesar 31%, 63% kontribusi terhadap penanaman modal asing diberikan oleh belanja pemerintah dan 6% kontribusi yang diberikan oleh penanaman modal asing terhadap variabel itu sendiri.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang di peroleh berdasarkan penelitian yang dilakukan menggunakan metode VAR adalah : 1. Terdapat hubungan/ pengaruh dari belanja pemerintah terhadap kemiskinan, dimana nilai Wald Test sebesar 66.12 lebih besar jika di bandingkan dengan nilai Critical Value 5% yakni 16.92 yang berarti bahwa secara asumsi H0 ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya Kemiskinan mempengaruhi Belanja Pemerintah, dimana nilai Wald Test 147.42 lebih besar dar nilai Critical Value 5%. Berdasarkan hasil Dekomposisi prediksi varian residual dari belanja pemerintah terhadap kemiskinan diketahui pada horizon pertama belanja
pemerintah
memberikan
kontribusi
sebesar
31%
terhadap
kemiskinan, sedangkan Kemiskinan memberikan 6% kontribusi terhadap belanja pemerintah pada horizon pertama. Peningakatan kontribusi belanja pemerintah terhadap kemiskinan dirasakan pada horizon ke empat yaitu 43%. hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasan dan Zikriah( 2007) dimana dalam penelitian ini menyebutkan bahwa belanja modal pemerintah yang merupakan komponen dari belanja pemerintah berpengaruh positif terhadap kemiskinan. Selain Hasan dan Zikriah, penelitian serupa dilakukan oleh Rudiningtyas dengan hasil yang berbeda yaitu Pendapatan dan belanja tidak berpengaruh terhadap kemiskinan selama tahun anggaran 2004 sampai dengan 2008.
2. Penanaman modal asing dalam penelitian ini berhubungan/ berpengaruh dengan kemiskinan, nilai Wald Test dari Penanaman modal asing terhadap kemiskinan yaitu 51.54, lebih besar jika di bandingkan nilai critical value 5% yaitu16.92 yang artinya H0 ditolak dan Ha diterima. Penanaman modal asing juga memberikan kontribusi bagi kemiskinan yang diperoleh melalui uji dekomposisi prediksi varian residual, pada horizon pertama terlihat bahwa penanaman modal asing memberikan kontribusi 1% persen bagi kemiskinan, sedangkan pada horizon kesepuluh sebesar 2% kontribusi yang diberikan oleh penanaman modal asing terhadap kemiskinan. Pada tahun 2012 Jonnaidi melakukan penelitian yang sama, tetapi hasil yang di peroleh bertolak belakang dengan hasil penelitian ini yaitu Hasil estimasi menunjukkan bahwa investasi PMDN dan PMA berkorelasi negatif terhadap tingkat kemiskinan Indonesia. Hal ini berarti bahwa semakin meningkat nilai investasi, maka tingkat kemiskinan Indonesia semakin menurun. Nilai koefisien regresi investasi sebesar -0,1114 yang berarti setiap kenaikan nilai investasi sebesar 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan sebesar 0,1114 persen. Saran Saran yang dapat di berikan dari hasil penelitian dan kesimpulan yang dilakukan adalah: 1. Dengan berpengaruhnya belanja pemerintah terhadap kemiskinan, maka diharapkan kepada pemerintah untuk tetap menjaga kestabilan alokasi belanja pemerintah guna menurunkan tingkat kemiskinan yang lebih optimal.
2. Pemerintah perlu menciptakan lagi iklim investasi asing yang lebih kondusif dengan adanya jaminan keamanan dan tersedianya infrastruktur yang memadai sehingga dapat menarik lebih banyak investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dengan demikian peningkatan pada investasi asing akan merangsang pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, terciptanya lapangan pekerjaan yang dapat mengurangi pengangguran yang pada akhirnya akan berdampak positif terhadap kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA: Badan Pusat Statistik. (2013). Statistik Indonesia. Jakarta Badan Pusat Statistik. (2013). Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia. Jakarta Cox, David. (2004).Outline Of Presentation On Poverty Alleviation Program In The Asia-Pasific Region. Makalah yang disampaikan pada international seminar On Curriculum In Indonesia. Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.2 Maret Ernawati. (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Nasional Di Indonesia 2005-2009.Surakarta: Universitas Sebelas Maret Hardojo,Antonio P, dkk. (2008). Mendahulukan Si Miskin, Lkis. Buku sumber bagi anggaran pro rakyat, edisi kesatu. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara Hasan, T Iskandar Ben dan zikriah. (2007). Pengaruh Belanja Modal Pemerintah Dan Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Penduduk Miskin Di Aceh.Aceh: Journal SAINS Riset, Volume 1, Nomor 1, Maret 2011 Hendarmin. (2012). Pengaruh Belanja Modal Pemerintah Daerah dan Investasi Swasta terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kesempatan Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Barat: Jurnal EKSOS, Volume 8, No 3, Oktober 2012: 144-155 Hudaya, Dadan. (2009). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat kemiskinan di Indonesia. Bogor : IPB
Jonaidi, Arius. (2012). Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia: Jurnal Kajian Ekonomi, Volume 1, Nomor 1, April 2012: 140164 Khasanah, Mulaelatul. (2009). Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing ( PMA) Di Batam.Bogor: Intitut Pertanian Bogor Momongan, Junaidi E. (2013). Investasi PMA dan PMDN pengaruhnya terhadap perkembangan PDRB dan penyerapan tenaga kerja serta penanggulangan kemiskinan di Sulawesi utara yaitu Perkembangan ivestasi PMA, PMDN serta perkembangan PDRB berpengaruh signifikan terhadap upaya penurunan kemiskinan di Sulawesi Utara: Jurnal EMBA, Volume 1, Nomor 3, September 2013: 530-539 Rudiningtyas, Dyah Arini. Pengaruh Pendapatan Dan Belanja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan Dan Pengangguran(Studi Pada APBN 2004-2008): Jurnal IQTISHODUNA Volume 7, Nomor 1, April 2012: 1-19 Rusdarti dan Sebayang, Lesta Karolina. (2013). Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah: Jurnal Economia, Volume 9, Nomor 1, April 2013: 1-9 Todaro, Michael P. (2003).Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, edisi kedelapan, Jakarta: Erlangga United Nations Development Programme ( 2013). Human Development Index ( HDI) Value. PBB. http://hdrstats.undp.org/en/indicators/display_cf_xls_indicator.cfm?indicator_i d=103106&lang=en (Diakses 7 September 2013) http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/lapsem%20I%20APBN%202013.pdf ). ( Diakses 8 September 2013) http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/131195-T%2027312 Determinan%20kemiskinan-Tinjauan%20literatur.pdf ( Diakses 10 September 2013) http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/m/edef-konten-view mobile.asp?id=20100412125407359824925 (Diakses 12 September 2013) http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/1968/6TAHUN~1968UU.HTM (Diakses 15 September 2013) http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C7402D01-A030-454A-BC75 9858774DF852/17683/UU25Tahun2007PenanamanModal.pdf(Diakses 7/11/2013)