PENGARUH AKSES MEDIA TELEVISI DAN PENIRUAN MUATAN KEKERASAN TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA SEKOLAH DASAR
NUNKY AJENG ARIFINDA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Akses Media Televisi dan Peniruan Muatan Kekerasan Terhadap Perilaku Bullying Siswa Sekolah Dasar adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk karya apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan ke dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Nunky Ajeng Arifinda NIM I24110052
ABSTRAK
NUNKY AJENG ARIFINDA. Pengaruh Akses Media Televisi dan Peniruan Muatan Kekerasan Terhadap Perilaku Bullying Siswa Sekolah Dasar. Dibimbing oleh DWI HASTUTI. Tayangan televisi yang banyak mengandung kekerasan dapat secara bebas diakses oleh anak usia sekolah. Akibatnya, anak dapat berulang-ulang terpapar muatan kekerasan tersebut dan berpotensi meniru adegan kekerasan tersebut dan melakukan perilaku bullying terhadap teman-teman bahkan orangtuanya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh akses media televisi terhadap perilaku bullying anak usia sekolah di Perdesaan Bogor. Penelitian ini melibatkan 60 anak usia sekolah berusia 10-13 tahun yang duduk di kelas 4 dan 5 SD yang dipilih secara proportional random sampling. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Hasil analisis menunjukkan bahwa lama menonton televisi, preferensi menonton televisi, preferensi mengakses muatan kekerasan, dan peniruan muatan kekerasan berhubungan positif signifikan dengan perilaku bullying. Uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa akses media televisi dan peniruan muatan kekerasan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku bullying anak usia sekolah. Kata kunci: akses media televisi, peniruan muatan kekerasan, perdesaan, perilaku bullying, siswa sekolah dasar ABSTRACT
NUNKY AJENG ARIFINDA. The Influence of Television Access and Impersonating Violence Contents to Bullying Behavior on Elementary School Children. Supervised by DWI HASTUTI. Television program that contain violence now free to access by school age children. This cause children constantly seen violence content,had potential to impersonate this violence act then done bullying to their friends even their parent. This research aimed to analyze the influence of television access to bullying for school age children at Bogor villages. This research involved 60 school age childrenaround 10-13 years oldin class 4 and 5 chosen with proportional random sampling. This research located in Pamijahan Subdistrict, Bogor District. Analysis result showed that television watching time, television watching preferences, preferences to access violence contents, and impersonation of violence contents significantly positively associated with bullying behavior. Multiple linier regression showed that television access and impersonating violence contents had significant positive effect to bullying behavior for school age children. Keywords: bullying behavior, elementary school children, impersonating violence contents, rural area, television access
RINGKASAN
NUNKY AJENG ARIFINDA. Pengaruh Akses Media Televisi dan Peniruan Muatan Kekerasan Terhadap Perilaku Bullying Siswa Sekolah Dasar. Dibimbing oleh DWI HASTUTI. Arus modernisasi dapat menimbulkan munculnya beberapa perilaku antisosial. Perilaku bullying adalah salah satu perialku antisosial yang dapat disebabkan adanya arus modernisasi. Perilaku bullying merupakan perilaku kekerasan yang dapat dipelajari melalui media massa. Media massa terutama media televisi berkembang seiring dengan adanya arus modernissasi. Kebutuhan untuk mendapatkan informasi yang penting dengan cepat menyebabkan akses terhadap media televisi meningkat. Televisi juga dapat diakses oleh anak, terutama anak usia sekolah. Anak usia sekolah membutuhkan media televisi agar dapat mengaktualisasikan diri dan acuan untuk dapat diterima oleh kelompok teman sebayanya. Saat ini, anak usia sekolah mempunyai akses yang tinggi terhadap media televisi. Akses yang tinggi tersebut diikuti dengan permasalahan, yaitu acaraacara di televisi yang sering ditonton oleh anak-anak, banyak mengandung kekerasan. Acara-acara yang mengandung kekerasan tersebut dapat ditonton berulang-ulang oleh anak-anak. Acara-acara televisi tersebut dijadikan model bagi anak-anak untuk dapat belajar berperilaku. Anak-anak dapat melakukan peniruan terhadap perilaku kekerasan yang ditampilkan pada acara televisi tersebut. Perilaku kekerasan yang dipelajari melalui acara televisi tersebut dengan mudah terekam di pikiran anak-anak dan dapat dilakukan secara berulang-ulang. Perilaku bullying merupakan perilaku kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Hibah Kompetensi dengan judul “Model Pendidikan Karakter pada Keluarga Perdesaan melalui Family School Partnership” (Hastuti dan Alfiasari 2015). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015 di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian dipilih secara purposive sebagai representasi wilayah perdesaan dalam kategori rumah tangga petani sawah lahan lima terbesar di Kabupaten Bogor. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga lengkap yang mempunyai anak usia sekolah yang tinggal di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Contoh dalam penelitian ini adalah siswa kelas 4 dan 5 SD di sekolah terpilih. Responden dalam penelitian ini adalah ibu dan siswa kelas 4 dan 5 SD di sekolah terpilih yang berjumlah 60 orang. Penarikan contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan metode proportional random sampling berdasarkan jumlah siswa kelas 4 dan 5 di sekolah terpilih dan berdasarkan jenis kelamin. Hasil analisis menunjukkan bahwa anak usia sekolah mempunyai lama menonton televisi yang cukup tinggi, yaitu rata-rata selama 3-4 jam. Anak usia sekolah juga lebih suka menonton televisi dibandingkan melakukan aktivitas lain, seperti belajar dan bermain bersama teman-temannya di luar rumah. Anak usia sekolah mengakses muatan kekerasan dalam tayangan televisi rata-rata selama 2-3
jam dalam satu hari dan mengakses muatan kekerasan dalam tayangan televisi dengan frekuensi rata-rata selama 2-3 hari dalam satu minggu. Anak sering menonton tayangan yang mengandung kekerasan, terutama kartun yang mengandung kekerasan, contohnya “Boboiboy” dan “Tom and Jerry”. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak dapat meniru beberapa muatan kekerasan dan lebih banyak melakukan bullying verbal, namun perilaku bullying anak masih tergolong rendah karena anak tidak melakukan intimidasi secara terusmenerus. Hasil analisis menunjukkan bahwa lama menonton televisi, preferensi menonton televisi, preferensi mengakses muatan kekerasan, dan peniruan muatan kekerasan berhubungan positif signifikan dengan perilaku bullying. Analisis regresi (R2= 0.138) menunjukkan bahwa akses media televisi dan peniruan muatan kekerasan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku bullying anak. Semakin tinggi akses media televisi dan peniruan muatan kekerasan, semakin tinggi pula perilaku bullying anak. Kata kunci: akses media televisi, peniruan muatan kekerasan, perdesaan, perilaku bullying, siswa sekolah dasar
PENGARUH AKSES MEDIA TELEVISI DAN PENIRUAN MUATAN KEKERASAN TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA SEKOLAH DASAR
NUNKY AJENG ARIFINDA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi Nama NIM
: Pengaruh Akses Media Televisi dan Peniruan Muatan Kekerasan Terhadap Perilaku Bullying Siswa Sekolah Dasar : Nunky Ajeng Arifinda : I24110052
Disetujui oleh
Dr Ir Dwi Hastuti, MSc Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Akses Media Televisi dan Peniruan Muatan Kekerasan Terhadap Perilaku Bullying Siswa Sekolah Dasar” dapat diselesaikan. Skripsi ini dibuat sebagai pedoman pelaksanaan penelitian bagi penulis dalam kegiatan penelitian. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak, yakni: 1. Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. 2. Ibu Dr Ir Dwi Hastuti, MSc sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama ini. 3. Tim peneliti Hibah Kompetensi dengan judul “Model Pendidikan Karakter pada Keluarga Perdesaan melalui Family School Partnership dengan ketua, Ibu Dr Ir Dwi Hastuti, MSc dengan anggota, Ibu Alfiasari, SP, MSi, Leni Novita, SSi, Zervina Ruby, SSi, Rety Puspitasari, SPd, Fathimah Musthafa, Fadilahtul Husna, Briliana Harum Indi Abadi, Farhatilwardah, Melinda Yani Junianti, Adelia Ratih Indrawati, Meilia Rachmawati, Nayla Humaeda, dan Risa Umasyah. 4. Bapak Dr Ir Hartoyo, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan kemudahan dalam proses bimbingan akademik selama ini serta seluruh dosen IKK yang telah memberikan ilmu serta pengetahuan berharga bagi penulis. 5. Semua pihak yang telah memberikan dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan usulan penelitian ini. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang tepat sehingga dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi dalam upaya mengontrol akses media televisi dan peniruan muatan kekerasan dalam rangka menurunkan dan menghilangkan perilaku bullying siswa sekolah dasar.
Bogor, Agustus 2015
Nunky Ajeng Arifinda NIM I24110052
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL Karakteristik Contoh Karakteristik Keluarga Contoh Usia Orangtua Pendidikan Orangtua Jenis Pekerjaan Orangtua Pendapatan Besar Keluarga Akses Media Televisi Intensitas Menonton Televisi Akses Muatan Kekerasan Peniruan Muatan Kekerasan Perilaku Bullying Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Bullying Hubungan Antara Akses Media Televisi dengan Peniruan Muatan Kekerasan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Bullying PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
ix ix ix 1 1 2 4 4 4 4 6 6 6 7 9 9 10 10 11 11 11 11 12 12 13 13 13 15 16 17 17 19 19 21 22 22 22 25 31
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
17
1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8
Variabel, skala data, dan kategori data Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia orangtua Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Sebaran contoh berdasarkan kategori lama menonton televisi Sebaran contoh berdasarkan kategori lama mengakses muatan kekerasan Sebaran contoh berdasarkan kategori preferensi mengakses muatan Sebaran contoh berdasarkan frekuensi mengakses muatan kekerasan Judul dan deskripsi acara yang paling sering ditonton oleh contoh Sebaran contoh berdasarkan kategori peniruan muatan kekerasan Sebaran contoh berdasarkan jenis tayangan yang paling sering ditonton dan kategori perilaku bullying Sebaran contoh berdasarkan jenis perilaku bullying yang dilakukan Hasil uji korelasi antara lama menonton televisi, preferensi menonton televisi, lama mengakses muatan kekerasan, dan preferensi mengakses muatan kekerasan dengan peniruan muatan kekerasan Hasil uji korelasi antara karakteristik anak, karakteristik orangtua, lama dan preferensi menonton televisi, lama dan preferensi mengakses muatan kekerasan, frekuensi mengakses muatan kekerasan, akses media televisi, serta peniruan muatan kekerasan, dengan perilaku bullying Hasil uji regresi antara karakteristik anak, karakteristik orangtua, akses media televisi, dan peniruan muatan kekerasan terhadap perilaku bullying DAFTAR GAMBAR Kerangka pemikiran pengaruh akses media televisi dan peniruan muatan kekerasan terhadap perilaku bullying siswa sekolah dasar Kerangka penarikan contoh Sebaran contoh berdasarkan kategori preferensi menonton televisi DAFTAR LAMPIRAN Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pernyataan lama menonton televisi Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pernyataan preferensi menonton televisi Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap lama mengakses muatan kekerasan Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pernyataan preferensi mengakses muatan kekerasan Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan jenis tayangan yang paling sering ditonton Sebaran contoh berdasarkan pertanyaan frekuensi mengakses muatan kekerasan Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pernyataan peniruan terhadap muatan kekerasan Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pernyataan perilaku bullying
8 11 11 12 12 12 13 14 14 14 15 16 16 17
18
18
19
5 6 13
26 26 27 28 28 28 29 29
12
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Media televisi merupakan bagian dari media elektronik audiovisual yang tidak hanya diakses oleh orang dewasa, tetapi juga dapat diakses secara bebas oleh anak-anak, terutama anak sekolah. Penelitian Pradekso (2014) yang menggunakan metode kuasi-eksperimental di Kecamatan Tembalang, Semarang, Jawa Tengah menunjukkan bahwa 64 persen dari 28 anak kelas 5 SD dapat menghabiskan waktu 3-6 jam untuk menonton televisi. Media televisi memiliki keterbatasan (Nando dan Pandjaitan 2011). Acara yang ditayangkan di televisi tidak selamanya aman bagi anak. Banyak acara-acara televisi yang dibuat hanya untuk hiburan semata dan tidak diisi dengan nilai-nilai edukatif yang baik untuk anak. Acara televisi untuk anak banyak diisi dengan tayangan atau adegan yang mengandung kekerasan. Data Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2008, jumlah acara yang ditegur sebanyak 51 dan yang dihentikan sementara sebanyak dua acara. Data ini meningkat pada tahun 2009, jumlah pengaduan masyarakat sebanyak 7513. Program acara yang diadukan paling banyak mengandung unsur kekerasan sebanyak 835 acara. Jumlah acara yang ditegur sebanyak 55 acara, diberi himbauan sebanyak 43 acara, yang diklarifikasi sebanyak 8 acara, yang dibei peringatan sebanyak 8 acara, dan yang dihentikan sementara sebanyak 8 acara. Sebagian besar pengaduan masyarakat dan pelanggaran tersebut menyangkut kekerasan dan pornografi (Surokim 2011). Penelitian Chris, Gina, dan Kristen (1995) diacu dalam Wilson (2008) menemukan bahwa beberapa kartun yang sering ditonton anak banyak mengandung kekerasan, contohnya Power Rangers yang mengandung perkelahian. Penelitian eksperimental Chris, Gina, dan Kristen (1995) diacu dalam Wilson (2008) menemukan bahwa anak laki-laki yang menonton kartun Power Rangers tersebut melakukan kekerasan fisik, seperti menendang dan memukul yang lebih sering dibandingkan anak laki-laki yang tidak menonton tayangan tersebut. Hal ini dapat menunjukkan bahwa adegan dalam tayangan kekerasan dapat menimbulkan perilaku kekerasan dalam diri anak. Salah satu bentuk kekerasan yang dapat ditiru oleh anak dari tayangan televisi adalah bullying. Fekkes, Pijpers, & Verloove-Vanhorick 2004, Kaltiala-Heino, Rimpelae, & Rantanen (2000), Srabstein, Mc Carter, Shao, & Huang (2006) diacu dalam Rivers et al. (2009) mendefinisikan bullying sebagai bentuk dari kelainan mental psikosomatis yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan korban-korban yang mengalami bullying akan mengalami depresi dan kecemasan yang berlebihan. Olweus (1999) diacu dalam Laeheem, Kuning, dan Mc Neil (2010) menyatakan bahwa perilaku bullying di sekolah adalah perilaku yang termasuk menyakiti, baik fisik maupun verbal. Wang (2009) mengklasifikasikan bullying menjadi empat jenis, yaitu bullying verbal, bullying fisik, bullying tidak langsung (relational bullying), dan bullying melalui media internet (cyber bullying). Penelitian ini akan membahas tiga jenis perilaku bullying, yaitu bullying verbal, bullying fisik, dan bullying tidak langsung (relational bullying). Bullying fisik
2
adalah bullying yang mengintimidasi dengan fisik secara langsung seperti memukul, mencubit, mendorong, menyembunyikan atau merusak barang orang lain dan menendang. Bullying verbal adalah bullying yang mengintimidasi dengan verbal secara langsung seperti mengejek, memanggil dengan sebutan yang tidak baik, dan menertawakan. Bullying tidak langsung (relational bullying) adalah bullying yang tidak terlihat atau disebut bullying secara tidak langsung seperti membuat gosip, mengucilkan teman, dan memandang sinis. Kasus bullying sudah banyak terjadi di Indonesia. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat selama tahun 2010 hingga 2014, terdapat peningkatan sebesar 926 kasus terhadap laporan kekerasan di bidang pendidikan anak. Tahun 2010 KPAI mencatat terjadi 2413 kasus, tahun 2011 meningkat menjadi 2508 kasus kekerasan, tahun 2012 kembali meningkat menjadi 2637 kasus, tahun 2013 kembali meningkat menjadi 2792 kasus, dan tahun 2014 meningkat menjadi 3339 kasus. Bullying yang dimaksud KPAI adalah berbagai bentuk kekerasan di sekolah, tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan liar (KPAI diacu dalam Purbasari 2014). Kasus-kasus bullying yang terjadi pada anak tentu sangat meresahkan. Perilaku bullying dapat dipelajari anak dari berbagai sumber, terutama dari tayangan televisi. Penelitian Kuntsche (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara banyaknya waktu yang dihabiskan anak untuk menonton televisi dengan perilaku bullying terutama bullying verbal. Hal ini diperkuat oleh penelitian Stavrinides et al. (2013) yang melibatkan 417 siswa kelas 6 SD di Cyprus menyatakan bahwa pemilihan tayangan kekerasan oleh anak akan menyebabkan perilaku bullying pada anak. Hal inilah yang mendasari penelitian mengenai pengaruh akses media televisi terhadap perilaku bullying anak. Kabupaten Bogor juga mempunyai masalah terkait perilaku bullying yang cukup tinggi. Penelitian Latifah (2012) terhadap 60 orang anak usia sekolah di perdesaan di daerah Cibinong, Kabupaten Bogor, menyatakan kasus bullying yang terjadi di sekolah dan dilakukan oleh siswa kelas 4 dan 5 SD mencapai 65 persen. Hal inilah yang mendasari pemilihan Kabupaten Bogor sebagai lokasi penelitian. Perumusan Masalah Perilaku bullying merupakan perilaku antisosial yang bertujuan untuk menyakiti orang lain. Perilaku bullying dilakukan karena pelaku merasa lebih kuat dan lebih berkuasa dibandingkan korban. Wang (2009) menunjukkan bahwa bullying adalah perilaku intimidasi yang dilakukan secara sengaja dan berulangulang dengan tujuan menyakiti. Benitez dan Justicia (2006) mendefinisikan bullying terjadi ketika adanya ketidakseimbangan antara pelaku dan korban. Pelaku yang merasa lebih kuat dan berkuasa akan mengintimidasi pihak yang lemah secara berulang-ulang agar mendapat pengakuan dari lingkungan sekitar. Perilaku bullying dapat dilakukan oleh anak usia sekolah, terutama yang berada pada akhir masa kanak-kanak, yaitu sekitar 10-12 tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh anak yang berada pada usia 10-12 tahun yang mulai membentuk kelompok-kelompok teman sebaya. Widayanti (2013) mengemukakan bahwa usia 10-12 tahun adalah saat anak memasuki gang age. Ciri khas anak pada usia ini
3
adalah kebiasaan menghabiskan waktu untuk bermain dengan kelompok teman sebayanya (Widayanti 2013). Anak-anak pada usia ini membutuhkan kelompok teman sebaya sebagai tempat untuk mengaktualisasikan diri. Oleh karena itu, anak membutuhkan suatu model perilaku yang dapat diamati dan ditiru agar dapat diterima oleh kelompoknya. Anak dapat belajar berperilaku melalui pengamatan beberapa model, seperti keluarga, tetangga, dan media massa (Bandura 1973 diacu dalam Susantyo 2011). Hasil penelitian Bandura dan Walters (1959, 1963) diacu dalam Susantyo (2011) menunjukkan bahwa anak-anak dapat belajar banyak perilaku hanya melalui peniruan, tanpa adanya penguat (reinforcement) lain. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku kekerasan dapat dipelajari melalui peniruan terhadap suatu model yang telah diamati sebelumnya. Proses pembelajaran seperti ini disebut observational learning. Media massa terutama televisi membawa dampak besar bagi anak usia sekolah. Hal ini disebabkan oleh televisi yang kini tidak hanya diakses oleh orang dewasa, namun anak-anak pun kini dapat mengaksesnya secara bebas dalam jangka waktu yang lama. Penelitian Pradekso (2014) di Kecamatan Tembalang, Semarang menunjukkan bahwa 43 persen dari 28 orang siswa kelas 4 dan 5 SD menghabiskan waktu 3-4 jam untuk menonton televisi. Lama anak dalam menonton televisi dapat berpengaruh terhadap perilaku anak. Penelitian Rech et al. (2013) menunjukkan bahwa anak yang menonton televisi lebih dari tiga jam cenderung merasa tidak bahagia dengan lingkungannya sehingga dapat menimbulkan perilaku kekerasan. Penelitian Singer et al. (2009) di 16 negara (Argentina, Brazil, China, Perancis, India, Indonesia, Irlandia, Maroko, Pakistan, Portugal, Afrika Selatan, Thailand, Turki, Inggris Raya, Amerika Serikat, dan Vietnam) menunjukkan bahwa 66 persen ibu setuju bahwa anak yang hanya menonton televisi sepanjang waktu dan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk bermain di luar rumah akan merasa sulit untuk berinteraksi sosial dan merasa tidak bahagia. Pemilihan tayangan yang mengandung kekerasan dapat menimbulkan perilaku kekerasan oleh anak. Apabila tayangan tersebut ditonton terus-menerus akan menimbukan perilaku kekerasan yang berulang-ulang yang disebut perilaku bullying. Penelitian Laeheem et al. (2010) di Thailand dengan 1440 contoh yang menyatakan siswa sekolah dasar yang menonton kartun dan tayangan televisi lain yang mengandung adegan atau tayangan kekerasan, seperti menampilkan perkelahian, lebih berpeluang melakukan perilaku bullying. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, peneliti tertarik untuk mengetahui: 1. Bagaimana akses media televisi siswa sekolah dasar, yaitu intensitas menonton televisi dan akses muatan kekerasan? 2. Bagaimana peniruan muatan kekerasan yang dilakukan oleh siswa sekolah dasar? 3. Bagaimana bentuk perilaku bullying verbal, fisik, dan bullying tidak langsung (relational bullying) yang dilakukan oleh siswa sekolah dasar? 4. Bagaimana hubungan akses media televisi dengan peniruan muatan kekerasan? 5. Bagaimana hubungan karakteristik orangtua, karakterisitik anak, akses media televisi, dan peniruan muatan kekerasan dengan perilaku bullying? 6. Bagaimana pengaruh karakteristik orangtua, karakterisitik anak, akses media televisi, dan peniruan muatan kekerasan terhadap perilaku bullying?
4
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Menganalisis pengaruh akses media televisi dan peniruan muatan kekerasan terhadap perilaku bullying siswa sekolah dasar. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi akses media televisi siswa sekolah dasar, yaitu intensitas menonton televisi, akses muatan. 2. Mengidentifikasi peniruan muatan kekerasan yang dilakukan oleh siswa usia sekolah dasar. 3. Mengidentifikasi bentuk perilaku bullying verbal, fisik, dan bullying tidak langsung (relational bullying) yang dilakukan oleh siswa sekolah dasar. 4. Menganalisis hubungan akses media televisi dengan peniruan muatan kekerasan. 5. Menganalisis hubungan karakteristik orangtua, karakterisitik anak, dan akses media televisi dengan perilaku bullying. 6. Menganalisis pengaruh akses media televisi dan peniruan muatan kekerasan terhadap perilaku bullying. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait, terutama pihak yang paling dekat dengan anak, yaitu orangtua tentang pentingnya mengawasi akses anak terhadap media televisi agar anak-anak terutama anak usia sekolah tidak terpapar pengaruh negatif tontonan televisi, khususnya terhindar dari perilaku bullying yang dapat timbul akibat akases anak terhadap tayangan televisi yang tidak baik. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan agar dapat menjalankan peraturan tentang program dan adegan atau tayangan televisi yang telah dibuat dan memberikan pengawasan yang sebaik-baiknya agar masyarakat terutama anak-anak usia sekolah tidak terpapar pengaruh negatif dari tayangan televisi. Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan terutama ilmu keluarga dan perkembangan anak, serta dapat menjadi pertimbangan untuk pengembangan penelitian sejenis berikutnya. KERANGKA PEMIKIRAN Bandura (1965) menunjukkan bahwa perilaku bullying merupakan perilaku kekerasan yang dapat dipelajari melalui tayangan televisi yang mengandung kekerasan. Karakteristik anak, seperti jenis kelamin dan urutan kelahiran diduga dapat memengaruhi dan perilaku bullying anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak melakukan perilaku bullying dibandingkan perempuan (Solberg dan Olweus 2003; Tapper dan Boulton 2004). Benitez dan Justicia (2006) menunjukkan bahwa perilaku bullying terjadi akibat ketidakseimbangan antara pelaku dan korban. Anak sulung dapat merasa lebih berkuasa dibandingkan adik-adiknya, sehingga dapat berpeluang lebih besar untuk melakukan bullying (Benitez dan Justicia 2006).
5
Karakteristik orangtua, seperti usia, pendapatan, lama pendidikan, dan besar keluarga diduga memengaruhi akses media televisi, peniruan muatan kekerasan, dan perilaku bullying anak. Penelitian Bradley dan Noirin (2007) dan Verlinden et al. (2014) menunjukkan semakin tinggi usia dan lama pendidikan orangtua terutama ibu akan dapat memberikan sosialisasi yang tepat mengenai akses media televisi yang baik untuk anak, peniruan muatan kekerasan dan perilaku bullying anak. Verlinden et al. (2014) menunjukkan semakin baiknya pendapatan orangtua, akan dapat memberikan perhatian yang cukup dan sosialisasi yang tepat mengenai akses media televisi yang baik untuk anak, sehingga dapat mencegah peniruan muatan kekerasan dan perilaku bullying anak. Semakin besar keluarga memungkinkan anak tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari orangtua, sehingga dapat menimbulkan akses media televisi yang tidak baik, dari segi lama menonton televisi dan preferensi acara, perilaku peniruan muatan kekerasan dan perilaku bullying (Bradley dan Noirin 2007). Karakteristik orangtua dapat memengaruhi pengasuhan orangtua. Pengasuhan orangtua juga dapat memengaruhi akses anak terhadap media televisi dan perilaku bullying anak, namun penelitian ini tidak mengkaji lebih dalam gaya pengasuhan orangtua. Cantor (2006) mengemukakan bahwa peniruan muatan kekerasan berhubungan dengan adanya akses media televisi. Penelitian Laeheem, Kuning, dan Mc Neil (2010) menunjukkan bahwa akses media televisi, yaitu lama menonton dan pemilihan tayangan dapat mengubah cara anak dalam berinteraksi sosial. Perilaku bullying adalah salah satu tindakan intimidasi yang dapat terjadi saat anak membangun interaksi sosial, sehingga dapat dilihat pengaruh akses media televisi terhadap perilaku bullying anak. Karakteristik Orangtua - Usia - Pendapatan - Lama Pendidikan - Besar keluarga Karakteristik Anak - Jenis Kelamin - Urutan kelahiran
Pengasuhan Orangtua
Akses Media Televisi - Intensitas menonton televisi (lama dan preferensi menonton televisi) - Akses muatan kekerasan (lama dan preferensi mengakses muatan kekerasan)
Perilaku Bullying - Verbal - Fisik - Relasional
Peniruan muatan kekerasan Teman Sebaya(Peer Group)
Gambar 1 Kerangka pemikiran pengaruh akses media televisi dan peniruan muatan kekerasan terhadap perilaku bullying siswa sekolah dasar
6
Keterangan : Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Hubungan yang dianalisis Pengaruh yang dianalisis Pengaruh yang tidak dianalisis METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini menggunakan metode cross-sectional study. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Pamijahan yang dipilih secara purposive sebagai representasi wilayah perdesaan dalam kategori rumah tangga petani sawah lahan lima terbesar di Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Hibah Kompetensi dengan judul “Model Pendidikan Karakter pada Keluarga Perdesaan melalui Family School Partnership” (Hastuti dan Alfiasari 2015). Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2015. Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga lengkap yang mempunyai anak usia sekolah dasar yang tinggal di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Contoh dalam penelitian ini adalah siswa kelas 4 dan 5 SD di sekolah terpilih. Responden dalam penelitian ini adalah ibu dan siswa kelas 4 dan 5 SD di sekolah terpilih yang berjumlah 60 orang. Penarikan contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan metode proportional random sampling berdasarkan jumlah siswa kelas 4 dan 5 di sekolah terpilih dan berdasarkan jenis kelamin. Cara pemilihan contoh ini dapat dilihat pada gambar 2. Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan
SDN Ciasihan 1 142 anak L=74; P=68
purposive
SDN Ciasmara 1 215 anak L=121; P=94
SDN Ciasihan 1 n=24 anak L=13; P=11
purposive
SDN Ciasmara 1
n=36 anak L=20; P=16
n=60 Gambar 2 Kerangka penarikan contoh
proportional random sampling
7
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh secara langsung dari hasil pengisian kuesioner kepada contoh. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer yang diperoleh melalui teknik wawancara menggunakan alat bantu kuesioner, meliputi: 1. Karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, dan urutan kelahiran). 2. Karakteristik keluarga contoh (usia orangtua, lama pendidikan orangtua, pendapatan keluarga, pekerjaan orangtua, dan besar keluarga). 3. Instrumen intensitas menonton televisi, terdiri dari lama menonton televisi dan preferensi menghabiskan waktu lebih lama untuk menonton televisi merupakan pengembangan dari kuesioner penelitian Rahmawati (2014) yang berjumlah 11 item pernyataan dengan poin skala Likert (1=sangat tidak setuju sampai 4=sangat setuju) dan nilai cronbach alpha sebesar 0.774 (instrumen lama menonton televisi dapat dilihat pada lampiran 1 dan instrumen preferensi menonton televisi dapat dilihat pada lampiran 2). 4. Instrumen akses terhadap muatan kekerasan, terdiri dari lama mengakses muatan kekerasan dalam tayangan televisi dan preferensi mengakses muatan kekerasan merupakan pengembangan dari kuesioner Muniandy (2013) yang berjumlah 9 item pernyataan dengan poin skala Likert (1=sangat tidak setuju sampai 4=sangat setuju) dan nilai cronbach alpha sebesar 0.706 (instrumen lama mengakses muatan kekerasan dalam tayangan televisi dapat dilihat pada lampiran 3 dan instrumen preferensi mengakses muatan kekerasan dapat dilihat pada lampiran 4 ). 5. Pertanyaan terbuka mengenai jenis tayangan yang paling sering ditonton (dapat dilihat pada lampiran 5). 6. Pertanyaan terbuka mengenai frekuensi mengakses muatan kekerasan merupakan pengembangan dari kuesioner Muniandy (2013) (dapat dilihat pada lampiran 6). 7. Instrumen peniruan muatan kekerasan berjumlah 4 item pernyataan dengan
poin skala Likert (1=sangat tidak setuju sampai 4=sangat setuju) dan nilai cronbach alpha sebesar 0.864 (dapat dilihat pada lampiran 7). 8. Instrumen perilaku bullying yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pengembangan dari kuesioner Hastuti, Karina, dan Alfiasari (2013) yang berjumlah 20 item pernyataan dengan poin skala Likert (1=tidak pernah sampai 4=selalu) dan nilai cronbach alpha sebesar 0.887 (dapat dilihat pada lampiran 8). Variabel, skala data, dan kategori data dapat dilihat pada tabel 1.
8
Tabel 1 Variabel, skala data, dan kategori data Variabel Jenis kelamin
Skala data Nominal
Usia anak Urutan kelahiran Usia ayah
Rasio Rasio Rasio
Usia ibu
Rasio
Lama pendidikan ayah Lama pendidikan ibu
Rasio Rasio
Jenis pekerjaan orangtua
Nominal
Pendapatan per kapita
Rasio
Besar keluarga
Rasio
Akses media televisi
Rasio
Peniruan muatan kekerasan
Rasio
Perilaku bullying
Rasio
Kategori data 1. Perempuan 2. Laki-laki Anak usia sekolah kelas 4 dan 5 SD Hurlock (1980) 1. Dewasa awal (18-40 tahun) 2. Dewasa madya (41-60 tahun) 3. Dewasa lanjut (> 60 tahun) Hurlock (1980) 1. Dewasa awal (18-40 tahun) 2. Dewasa madya (41-60 tahun) 3. Dewasa lanjut (> 60 tahun)
1. Tidak bekerja 2. Petani pemilik 3. Petani penyewa 4. Petani penggarap 5. Petani buruh harian 6. PNS 7. Pegawai swasta 8. Wirausaha/pedagang 9. Buruh 10. Penambang 11. Lainnya BPS (2014) 1. Miskin (≤ Rp 288 741) 2. Hampir miskin (Rp 288 742- Rp 433112) 3. Tidak miskin (> Rp 433 112) BKKBN (1998) 1. Keluarga kecil (≤ 4 orang), 2. Keluarga sedang (5-7 orang), 3. Keluarga besar (> 7 orang). 1. Intensitas menonton televisi 2. Akses muatan kekerasan dalam tayangan televisi
1. Perilaku bullying verbal 2. Perilaku bullying fisik 3. Perilaku bullying tidak langsung (relational bullying).
9
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scorring, entrying, cleaning, recoding serta analyzing menggunakan Microsoft Excel dan SPSS. Data dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis karakteristik anak, karakteristik orangtua, data akses anak pada media televisi, data peniruan muatan kekerasan dan data perilaku bullying anak usia sekolah. Analisis statistik inferensia yang digunakan untuk menganalisis pengaruh akses anak pada media televisi terhadap perilaku bullying anak usia sekolah. Pembagian interval dilakukan terlebih dahulu pada hasil jawaban kuesioner akses anak terhadap media televisi, yang terdiri dari intensitas mengakses televisi, akses terhadap muatan kekerasan yang ada dalam tayangan televisi, dan peniruan anak terhadap kekerasan yang ada dalam tayangan televisi. Uji regresi linier berganda dilakukan untuk menganalisis pengaruh akses media televisi terhadap perilaku bullying anak usia sekolah. Formulasi notasi uji regresi linier berganda adalah: Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + β7 X7 + ε. Keterangan: Y = Perilaku bullying = Konstanta = Koefisien regresi (1-7) X1 = Usia anak (tahun) X2 = Urutan kelahiran (anak ke-) X3 = Usia ibu (tahun)
X4 = Lama pendidikan ibu (tahun) X5 =Pendapatan per kapita (Rp/bulan) X6 = Akses media televisi X7 = Peniruan muatan kekerasan = Error
Definisi Operasional Karakteristik orangtua adalah ciri-ciri khas yang dimiliki oleh orangtuadan keluarga contoh, seperti usia, lama pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga.
Data ini diambil dengan melakukan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Karakteristik contoh adalah ciri-ciri khas yang dimiliki contoh seperti usia, jenis kelamin, dan urutan kelahiran. Data ini diambil dengan melakukan wawancara
terstruktur menggunakan kuesioner. Akses media televisi adalah aktivitas penggunaan media televisi, yaitu aktivitas menonton siaran televisi yang dilakukan melalui berbagai alat. Terdiri dari tiga dimensi, yaitu intensitas menonton televisi dan akses muatan kekerasan. Data ini diambil dengan melakukan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Intensitas menonton televisi adalah lama dan preferensi contoh dalam menonton televisi. Lama dalam intensitas menonton televisi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: ≤ 1-2 jam untuk kategori rendah, 3-4 jam kategori sedang, dan > 5 jam untuk kategori tinggi. Preferensi dalam intensitas menonton
10
televisi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu hampir tidak suka, suka, dan sangat suka. Akses muatan kekerasan dalam tayangan televisi adalah lama dan preferensi contoh dalam menonton tayangan televisi yang mengandung kekerasan. Lama dalam mengakses muatan kekerasan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: ≤ 1 jam untuk kategori rendah, 2-3 jam untuk kategori sedang, dan > 3 jam untuk kategori tinggi. Preferensi mengakses muatan kekerasan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu hampir tidak suka, suka, dan sangat suka. Frekuensi mengakses muatan kekerasan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu ≤ 1 hari dalam satu minggu untuk kategori rendah, 2-3 hari dalam satu minggu untuk kategori sedang, dan 4-7 hari dalam satu minggu untuk kategori tinggi. Peniruan muatan kekerasan adalah perilaku meniru atau mengikuti tindakan kekerasan yang ditampilkan tayangan televisi. Peniruan muatan kekerasan dalam tayangan televisi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tidak ada atau sangat sedikit muatan kekerasan yang ditiruuntuk kategori rendah, beberapa muatan kekerasan yang ditiru untuk kategori sedang, hampir semua muatan kekerasan yang ditiruuntuk kategori tinggi. Perilaku bullying adalah perilaku kekerasan, baik verbal, fisik, dan bullying tidak langsung (relational bullying) yang dilakukan oleh anak usia sekolah (contoh) sebagai akibat dari akses anakterhadap media televisi. Data ini diambil dengan melakukan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Bullying verbal adalah perilaku mengintimidasi yang dilakukan dengan menyerang langsung dengan kata-kata kasar secara sengaja, seperti menghina, mengejek, dan mencaci. Bullying fisik adalah perilaku mengintimidasi yang dilakukan dengan menyerang langsung secara fisik secara sengaja, seperti memukul, mencubit, dan menendang. Bullying tidak langsung (relational bullying) adalah perilaku mengintimidasi yang dilakukan secara tidak langsung, namun berniat untuk menghina korban, seperti membuat gosip atau perkataan yang tidak benar mengenai seseorang dan menatap sinis seseorang.
HASIL Karakteristik Contoh Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (55.00%) berjenis kelamin laki-laki, sedangkan kurang dari separuh contoh (45.00%) berjenis kelamin perempuan. Usia contoh berkisar antara 10-13 tahun. Rata-rata usia contoh adalah 11.25 tahun. Lebih dari separuh contoh (56.67%) berusia 11 tahun. Sebanyak 25.00 persen contoh berusia 12 tahun, sedangkan 11.67 persen contoh berusia 10 tahun dan sebanyak 6.67 persen contoh berusia 13 tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kurang dari separuh dari total contoh (48.33%) menempati urutan tengah dalam urutan kelahiran di keluarganya. Sebanyak 26.67 persen merupakan anak sulung, sedangkan sebanyak 25.00 persen contoh merupakan anak bungsu.
11
Karakteristik Keluarga Contoh Usia Orangtua Berdasarkan tabel 2, lebih dari separuh usia ayah contoh (53.33%) termasuk ke dalam kelompok dewasa madya. Usia ibu contoh dalam penelitian ini berkisar antara 27-60 tahun. Lebih dari separuh usia ibu contoh (56.67%) berada pada kelompok usia dewasa awal. Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia orangtua Kelompok usia n 25 32 3 60
Dewasa awal (18-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Dewasa lanjut (> 60 tahun) Total Min-Maks (tahun) Rata-rata±Stdev (tahun)
Ayah Persentase (%) 42.67 53.33 5 .00 100.00 29-80 44.80±10.16
Ibu n Persentase (%) 34 56.67 26 43.33 0 0.00 60 100.00 27-60 38.57±8.03
Pendidikan Orangtua Berdasarkan tabel 3, lama pendidikan ayah contoh berkisar antara 0-16 tahun. Kurang dari separuh ayah contoh (45.00%) mengenyam pendidikan hingga tamat sekolah dasar atau selama 6 tahun. Lama pendidikan ibu contoh dalam penelitian ini berkisar antara 0-16 tahun. Empat dari sepuluh ibu contoh (40.00%) mengenyam pendidikan hingga lulus sekolah dasar. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA D1/D2/D3 S1/S2/S3 Total Min-Maks lama pendidkan (tahun) Rata-rata±Stdev lama pendidikan (tahun)
n 3 15 27 10 4 0 1 60
Ayah Persentase (%) 5.00 25.00 45.00 16.67 6.67 0.00 1.67 100.00 0-16 6.37±2.84
n 2 23 24 9 1 0 1 60
Ibu Persentase (%) 3.33 38.33 40.00 15.00 1.67 0.00 1.67 100.00 0-16 5.65±2.71
Jenis Pekerjaan Orangtua Jenis pekerjaan orangtua contoh dalam penelitian ini beragam. Jenis pekerjaan yang paling banyak dimiliki oleh ayah contoh adalah wirausaha atau pedagang. Berdasarkan tabel 4, satu dari tiga ayah contoh (33.33%) bekerja sebagai wairausaha/pedagang, sedangkan lebih dari dua per tiga ibu contoh (71.67%) tidak bekerja dan menjadi ibu rumah tangga.
12
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua Jenis pekerjaan Tidak bekerja Petani pemilik Petani penyewa Petani penggarap Petani buruh harian PNS Pegawai swasta Wirausaha/Pedagang Buruh Penambang Lainnya Total
n 0 2 0 1 11 0 2 20 15 0 9 60
Ayah Persentase (%) 0.00 3.33 0.00 1.67 18.00 0.00 3.33 33.33 25.00 0.00 15.00 100.00
n 43 0 0 1 4 0 0 5 0 0 7 60
Ibu Persentase (%) 71.67 0.00 0.00 1.67 6.67 0.00 0.00 8.33 0.00 0.00 11.67 100.00
Pendapatan Tabel 5 menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga contoh (53.33%) berada pada kategori miskin menurut Garis Kemiskinan Jawa Barat BPS (2014), yaitu berada pada rentang kurang dari Rp 288 741. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang mempunyai tingkat bullying yang tinggi berada pada keadaan ekonomi yang miskin (Khoury-Kassabri et al. 2005, Perera et al. 2004, Wolke et al. 2001 diacu dalam Chaux, Molano, dan Podlesky 2009). Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita Pendapatan per kapita Miskin (≤ Rp 288 741) Hampir miskin (Rp 288 742-Rp 433 112) Tidak miskin (≥ Rp 433 112) Total Min-Maks (rupiah) Rata-rata±Stdev
Jumlah Persentase (%) 32 53.33 16 26.67 12 20.00 60 100.00 37 500-1 500 000 320,705.66±247 337.01
Besar Keluarga Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari separuh besar keluarga contoh (55.00%) berada pada kategori keluarga sedang yang terdiri dari 5-7 orang anggota keluarga. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar keluarga Kecil (≤ 4) Sedang (5-7) Besar (> 7) Total Min-maks (orang)
Jumlah 19 33 8 60
Persentase (%) 31.67 55.00 13.33 100.00 4-10
13
Akses Media Televisi Akses media televisi dalam penelitian ini dibagi menjadi dua dimensi, yaitu intensitas menonton televisi dan akses muatan kekerasan dalam tayangan televisi. Intensitas menonton televisi terdiri dari lama anak menonton televisi dan preferensi atau kesukaan anak dalam menonton televisi lebih lama dibandingkan melakukan aktivitas lain. Akses muatan kekerasan dalam tayangan televisi terdiri dari lama anak mengakses muatan kekerasan dan preferensi atau kesukaan anak dalam mengakses tayangan televisi yang mengandung muatan kekerasan. Intensitas Menonton Televisi Intensitas menonton televisi dalam penelitian ini terdiri dari lama menonton televisi dan preferensi menonton televisi. Lama menonton televisi dalam penelitian ini adalah waktu yang dihabiskan anak untuk menonton televisi dalam satu hari. Tabel 7 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (66.67%) mempunyai lama menonton televisi yang sedang, yaitu 3-4 jam dalam satu hari. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori lama menonton televisi Kategori Rendah (≤ 1-2 jam) Sedang (3-4 jam) Tinggi (> 4 jam) Total Min-Maks Rata-rata±Stdev
Jumlah 9 40 11 60
Persentase (%) 15.00 66.67 18.33 100.00 0.00-73.33 37.67±1.58
Preferensi menonton televisi dalam penelitian ini adalah kesukaan anak untuk menonton televisi dibandingkan melakukan aktivitas lain, seperti belajar dan bermain bersama teman-temannya di luar rumah. Gambar 3 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (66.67%) lebih suka menonton televisi dibandingkan melakukan aktivitas lain, seperti belajar, dan bermain bersama teman-temannya di luar rumah.
18,33%
15,00%
hampir tidak suka ( < 26.66) suka (26.67-53.34) sangat suka (> 53.34)
66,67% Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan kategori preferensi menonton televisi Akses Muatan Kekerasan Akses muatan kekerasan dalam penelitian ini terdiri dari lama mengakses muatan kekerasan dalam tayangan televisi dan preferensi mengakses muatan kekerasan. Lama mengakses muatan kekerasan dalam penelitian ini adalah waktu
14
yang dihabiskan anak untuk mengakses muatan kekerasan dalam satu hari. Tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (68.33%) mempunyai lama mengakses muatan kekerasan dalam tayangan televisi yang sedang, yaitu 2-3 jam dalam satu hari. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori lama mengakses muatan kekerasan dalam tayangan televisi Kategori Rendah (≤ 1 jam) Sedang (2-3 jam) Tinggi (> 3 jam) Total Min-Maks Rata-rata±Stdev
Jumlah 4 41 15 60
Persentase (%) 6.67 68.33 25.00 100.00 0.00-80.95 44.92±1.32
Preferensi mengakses muatan kekerasan dalam penelitian ini adalah kesukaan anak dalam memilih mengakses tayangan televisi yang mengandung muatan kekerasan. Tabel 9 menunjukkan bahwa lebih dari dua per tiga contoh (85.00%) suka mengakses tayangan televisi yang mengandung muatan kekerasan. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kategori preferensi mengakses muatan kekerasan Kategori Hampir tidak suka (< 33.33) Suka (33.33-66.67) Sangat suka (> 66.67) Total Min-Maks Rata-rata±Stdev
Jumlah 7 51 2 60
Persentase (%) 11.67 85.00 3.33 100.00 0.00-100.00 43.61±1.97
Tabel 10 menunjukkan bahwa lebih dari dua per tiga contoh (78.33%) selama 2-3 hari dalam satu minggu mengakses muatan kekerasan. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi mengakses muatan kekerasan Kategori Rendah (≤ 1 hari dalam satu minggu) Sedang (2-3 hari dalam satu minggu) Tinggi (4-7 hari dalam satu minggu) Total Min-Maks (hari) Rata-rata±Stdev (hari)
Jumlah 7
Persentase (%) 11.67
47
78.33
6
10.00
60
100.00 0-7 2.57±1.28
Tabel 11 menunjukkan bahwa contoh dalam penelitian ini paling sering menonton enam acara yang mengandung kekerasan dan tiga acara yang tidak mengandung kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa contoh lebih banyak menonton acara yang mengandung kekerasan.
15
Tabel 11 Judul dan deskripsi acara yang paling sering ditonton oleh contoh No.
Deskripsi acara
1.
Sinetron yang mengandung kekerasan fisik, seperti memukul dan menendang. Sinetron yang mengandung kekerasan fisik, seperti memukul dan menendang. Berita khusus kriminal yang ditayangkan di atas pukul 21.00 WIB
2.
3.
4.
5.
6.
Kartun yang menampilkan perkelahian yang mengandung beberapa kekerasan fisik, seperti memukul dan menendang. Kartun yang menampilkan perkelahian yang mengandung beberapa kekerasan fisik, seperti memukul dan menendang. Acara musik namun lebih banyak candaan yang banyak mengandung kekerasan fisik.
Judul acara (dengan kekerasan) GantengGanteng Serigala
Stasiun TV
Deskripsi acara
Judul acara (tanpa kekerasan)
Stasiun TV
SCTV
Kuis pengetahuan
Olimpiade Indonesia Cerdas
Rajawali TV
Tujuh Manusia Harimau
RCTI
Ceramah pemuka agama
Islam Itu Indah
Trans TV
Berita kriminal
TV One, ANTV
Perbincangan dengan tokoh atau artis yang dikemas dengan candaan, namun telah diatur agar tidak mengandung kekerasan)
Ini Talkshow
NET
Boboiboy
MNC TV
Tom and Jerry
Global TV
Dahsyat
RCTI
Peniruan Muatan Kekerasan Peniruan terhadap muatan kekerasan merupakan salah satu akibat dari peluberan informasi, yaitu tidak adanya penyaringan informasi yang diperuntukkan bagi anak usia sekolah (Rahmi 2013). Tabel 12 menunjukkan bahwa lebih dari
16
separuh contoh (63.33%) mempunyai peniruan terhadap muatan kekerasan dalam acara televisi yang sedang. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kategori peniruan muatan kekerasan Kategori Rendah (< 33.33) Sedang (33.33-66.67) Tinggi (> 66.67) Total Min-Maks Rata-rata±Stdev
Jumlah 22 38 0 60
Persentase (%) 36.67 63.33 0.00 100.00 0.00-58.33 25.69±18.37
Perilaku Bullying Tabel 13 menunjukkan bahwa kurang dari separuh contoh (43.33 %) contoh menonton kartun yang mengandung kekerasan, namun mempunyai perilaku bullying yang masih tergolong rendah. Hal ini dapat disebabkan contoh hanya meniru beberapa muatan kekerasan, sehingga perilaku kekerasan yang disebabkan oleh jenis tayangan yang tidak mengandung kekerasan tidak terjadi berulang-ulang. Bandura (1965) menunjukkan apabila anak hanya meniru beberapa perilaku muatan kekerasan, artinya anak telah menjalankan proses motivasi, yaitu mengevaluasi dan memilih untuk terus melakukan atau berhenti melakukan perilaku kekerasan tersebut. Anak akan meniru perilaku yang tidak menimbulkan hukuman atau konsekuensi. Apabila perilaku kekerasan tersebut menimbulkan hukuman dari orang terdekat anak, terutama orangtua, anak tidak akan melakukan perilaku kekerasan atau intimidasi yang berulang-ulang, sehingga perilaku bullying akan tergolong rendah. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jenis tayangan yang paling sering ditonton dan kategori perilaku bullying Jenis tayangan
Sinetron bergenre remaja Kartun yang mengandung kekerasan Berita kriminal Acara musik Acara religi Kuis pengetahuan Perbincangan dengan tokoh atau artis (talkshow) Total Min-Maks Rata-rata±Stdev
Kategori perilaku bullying Rendah Sedang Tinggi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (%) (%) (%) 23 38.33 1 1.67 0 0.00 26
43.33
2
3.33
0
0.00
2 2 1 1 2
3.33 3.33 1.67 1.67 3.33
0 0 0 0 0
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0 0 0 0 0
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
57
95.00
3
5.00 0-60 11.67±11.05
0
0.00
17
Tabel 14 menunjukkan bahwa hampir seluruh anak (93.33%) melakukan bullying secara verbal. Contoh lebih memilih bullying secara verbal karena hal tersebut dianggap masih lumrah dan tidak menyakiti orang lain. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jenis perilaku bullying yang dilakukan Jenis perilaku bullying
Contoh perilaku bullying Mendukung dan menyemangati teman yang sedang menyakiti teman lain, memberikan julukan kasar, mengejek, membentak, dan menyindir teman.
Jumlah
Persentase (%)
56
93.33
Fisik
Menyembunyikan barang milik teman, mendorong tubuh teman, dan memukul.
2
3.33
Relasional
Mengucilkan dan menatap sinis teman. Melakukan perilaku bullying verbal dan fisik, seperti mengejek kemudian memukul
0
0.00
1
1.67
Verbal dan relasional
Melakukan perilaku bullying verbal dan relasional, seperti mengucilkan dan menatap sinis kemudian mengejek
1
1.67
Fisik dan relasional
Melakukan perilaku bullying fisik dan relasional, seperti mengucilkan dan menatap sinis, kemudian memukul
0
0.00
Verbal
Verbal dan fisik
Hubungan Antara Akses Media Televisi dengan Peniruan Muatan Kekerasan Tabel 15 menunjukkan bahwa lama menonton televisi, preferensi menonton televisi, lama mengakses muatan kekerasan, dan preferensi mengakses muatan kekerasan berhubungan positif signifikan dengan peniruan muatan kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi lama menonton televisi, akan semakin tinggi peniruan muatan kekerasan yang dilakukan oleh anak (r=0.440; p<0.05). Semakin tinggi preferensi menonton televisi, akan semakin tinggi peniruan muatan kekerasan yang dilakukan oleh anak (r=0.432; p<0.05). Semakin tinggi lama mengakses muatan kekerasan akan semakin tinggi peniruan muatan kekerasan yang dilakukan oleh anak (r=0.261; p<0.05). Semakin tinggi preferensi mengakses muatan kekerasan, akan
18
semakin tinggi peniruan muatan kekerasan yang dilakukan oleh anak (r=0.299; p<0.05) Tabel 15 Hasil uji korelasi antara lama menonton televisi, preferensi menonton televisi, lama mengakses muatan kekerasan, dan preferensi mengakses muatan kekerasan dengan peniruan muatan kekerasan Variabel Lama menonton televisi Preferensi menonton televisi Lama mengakses muatan kekerasan Preferensi mengakses muatan kekerasan
Koefisien Korelasi Peniruan muatan kekerasan 0.440 0.432 0.261 0.299
Sig. 0.000** 0.001** 0.044** 0.020**
** Signifikan pada selang kepercayaan 95 persen
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Bullying Tabel 16 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara akses media televisi dengan perilaku bullying (r=0.395; p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi akses anak terhadap media televisi semakin tinggi pula perilaku bullying anak. Peniruan muatan kekerasan berhubungan postif signifikan dengan perilaku bullying anak (r=0.377; p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi peniruan yang dilakukan anak terhadap muatan kekerasan yang ada dalam tayangan televisi, semakin tinggi pula perilaku bullying anak. Tabel 16 juga menunjukkan bahwa, semakin lama anak menonton televisi, semakin tinggi pula perilaku bullying anak (r=0.349; p<0.01). Preferensi menonton televisi berhubungan positif signifikan dengan perilaku bullying anak (r=0.331; p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin anak suka menonton televisi, semakin tinggi pula perilaku bullying anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin anak suka mengakses muatan kekerasan, semakin tinggi pula perilaku bullying anak (r=0.266; p<0.05). Tabel 16 Hasil uji korelasi antara karakteristik anak, karakteristik orangtua, lama dan preferensi menonton televisi, lama dan preferensi mengakses muatan kekerasan, frekuensi mengakses muatan kekerasan, akses media televisi, serta peniruan muatan kekerasan dengan perilaku bullying Variabel bebas Jenis kelamin (chi square test) Urutan kelahiran anak Usia ibu Lama pendidikan ibu Pendapatan per kapita Lama menonton televisi Preferensi menonton televisi Lama mengakses muatan kekerasan Preferensi mengakses muatan kekerasan Frekuensi mengakses muatan kekerasan Akses media televisi Peniruan muatan kekerasan ** Signifikan pada selang kepercayaan 95 persen
Koefisien Korelasi Perilaku bullying 18.179 -0.094 -0.040 0.049 0.136 0.349 0.331 0.149 0.266 0.040 0.395 0.377
Sig. 0.444 0.473 0.763 0.713 0.302 0.006** 0.010** 0.257 0.040** 0.762 0.002** 0.003**
19
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Bullying Tabel 17 menunjukkan bahwa akses media televisi berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku bullying anak. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu skor akses media televisi akan meningkatkan perilaku bullying sebesar 0.211 poin (B=0.211; p<0.1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peniruan muatan kekerasan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku bullying. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu skor peniruan muatan kekerasan akan meningkatkan perilaku bullying sebesar 0.162 poin (B=0.162; p<0.1). Tabel 17 juga menunjukkan bahwa model ini dapat menjelaskan pengaruh perilaku bullying sebesar 13.80 persen (adjusted R square = 0.138; p<0.05), sedangkan sisanya, yaitu 86.20 persen dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti Tabel 17 Hasil uji regresi antara karakteristik anak, dan karakteristik keluarga, dan akses media televisi terhadap perilaku bullying Variabel bebas Konstanta Jenis kelamin (0=perempuan; 1=laki-laki) Urutan kelahiran (anak ke-) Usia ibu (tahun) Lama pendidikan ibu (tahun) Pendapatan per kapita (rp/kap/bulan) Akses media televisi (skor) Peniruan muatan kekerasan (skor) F Adjusted R square Sig
Koefisien tidak terstandarisasi B -6.605
Koefisien terstandarisasi Beta
1.974
0.090
0.478
-1.295 0.146 0.222
-0.232 0.106 0.054
0.253 0.599 0.712
4.536E-6
0.102
0.442
0.211
0.257
0.072*
0.162
0.270
0.071*
Sig. 0.545
2.345 0.138 0.037**
* Signifikan pada selang kepercayaan 90 persen ** Signifikan pada selang kepercayaan 95 persen
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66.67 persen contoh dalam penelitian ini mempunyai lama menonton televisi yang sedang. Hal ini menunjukkan bahwa contoh menghabiskan waktu 3-4 jam dalam satu hari untuk menonton televisi. Pradekso (2014) menunjukkan bahwa jam yang aman bagi anak untuk menonton televisi adalah 1-2 jam dalam satu hari bahkan dapat dikurangi lagi. Rech et al. (2013) membuktikan kebiasaan anak dalam menghabiskan waktu di depan televisi lebih dari tiga jam dalam satu hari dapat menjadi faktor penyebab anak melakukan perilaku kekerasan. Feldmann et al. (2009) diacu dalam Rech et al. (2013) menyatakan bahwa korban bullying lebih banyak menghindari aktivitas yang melibatkan interaksi dan lebih sering memilih menghabiskan waktu berjam-jam untuk menonton televisi dan bermain game sendiri.
20
Sebanyak 66.67 persen contoh dalam penelitian ini lebih suka menonton televisi dibandingkan melakukan aktivitas lain, seperti belajar dan bermain bersama teman-temannya di luar rumah. Zimmerman et al. (2005) diacu dalam Rech et al. (2013) menyatakan bahwa membatasi waktu anak dalam menonton televisi dapat mengurangi resiko anak melakukan tindakan kekerasan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa bermain di luar rumah bersama teman-teman dapat mengajarkan anak memecahkan masalahnya sendiri, belajar membantu teman-temannya, belajar antri, dan belajar berbagi (Henderson, Marshall, Fox, Rubin 2004; Hirsh-Pasek, Golinkoff, Berk, dan Singer 2008; Schwebel, Rosen, dan Singer 1999; Singer dan Singer 2005; Smith 2004; Zigler, Singer dan Bishop-Josef 2004 diacu dalam Singer 2009). Cantor (2006) mendefinisikan muatan kekerasan adalah isi tayangan yang menunjukkan kekerasan dan dapat mengubah respon emosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 68.33 persen contoh mempunyai lama mengakses muatan kekerasan dalam tayangan televisi yang termasuk kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa contoh dapat mengakses muatan kekerasan selama 2-3 jam dalam satu hari. Penelitian juga menunjukkan bahwa 85.00 persen contoh suka mengakses muatan kekerasan. Penelitian Singer (1998) diacu dalam Wilson (2008) menunjukkan anak yang mengakses muatan kekerasan dalam tayangan televisi hampir setiap hari akan berakibat munculnya rasa cemas dan takut yang berlebihan serta munculnya perilaku agresi atau intimidasi. Sebanyak 63.33 persen contoh dalam penelitian ini mempunyai kategori peniruan muatan kekerasan yang sedang. Hal ini menunjukkan bahwa contoh meniru beberapa (tidak semua) muatan kekerasan. Bandura (1965) mengungkapkan bahwa anak akan melakukan peniruan terhadap suatu perilaku saat peniruan tersebut tidak menyebabkan adanya hukuman. Apabila anak tidak dihukum anak akan terus meniru perilaku antisosial atau kekerasan yang dilihat di televisi. Oleh karena itu, hal yang dapat menyebabkan anak tidak selalu dapat melakukan peniruan muatan kekerasan yang ada dalam tayangan televisi karena masih adanya pemberian konsekuensi atau hukuman dari orangtua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43.33 persen anak menonton kartun yang mengandung kekerasan, namun mempunyai perilaku bullying yang masih tergolong rendah. Hal ini dapat disebabkan contoh hanya meniru beberapa muatan kekerasan, sehingga perilaku kekerasan yang disebabkan oleh jenis tayangan yang tidak mengandung kekerasan tidak terjadi berulang-ulang. Bandura (1965) menunjukkan proses belajar melalui pengamatan (observational learning) melalui empat tahap, yaitu proses memperhatikan suatu model perilaku (attentional processes), proses mengingat model perilaku tersebut agar dapat diimplementasikan menjadi perilaku nyata (retention processes), proses produksi atau mengimplementasikan pengamatan ke dalam perilaku yang nyata (production processes), dan proses motivasi, yaitu proses untuk mengevaluasi kembali perilaku peniruan tersebut. Apabila peniruan terhadap perilaku tersebut menguntungkan bagi anak dan tidak menimbulkan hukuman dari orang terdekat, anak akan melakukan perilaku tersebut terus-menerus. Bandura (1965) menunjukkan apabila anak hanya meniru beberapa perilaku muatan kekerasan, artinya anak telah menjalankan proses motivasi, yaitu mengevaluasi dan memilih untuk terus melakukan atau berhenti melakukan perilaku kekerasan tersebut. Apabila perilaku kekerasan tersebut menimbulkan hukuman dari lingkungan terdekat anak, terutama orangtua, anak tidak akan melakukan perilaku kekerasan atau
21
intimidasi yang berulang-ulang, sehingga perilaku bullying akan tergolong rendah. Wang (2009) mendefinisikan bullying sebagai suatu kejadian intimidasi, baik verbal, fisik, maupun bullying tidak langsung (relational bullying) yang dilakukan berulangulang, jika intimidasi tidak dilakukan berulang-ulang, potensi untuk melakukan bullying masih rendah. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa 93.33 persen contoh dalam penelitian ini lebih banyak melakukan bullying verbal, meskipun secara umum perilaku bullying anak masih tergolong rendah. Anak dalam penelitian ini banyak mempelajari dan meniru kata-kata kasar yang ada di tayangan televisi dan masih menganggap lumrah bullying verbal dibandingkan bullying fisik dan bullying tidak langsung (relational bullying). Hal ini sejalan dengan penelitian Latifah (2013) yang menyatakan bahwa 87.00 persen dari 60 siswa usia sekolah melakukan bullying verbal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi lama menonton televisi, preferensi menonton televisi, lama mengakses muatan kekerasan, dan preferensi mengakses muatan kekerasan, semakin tinggi pula peniruan muatan kekerasan. Lama menonton televisi, preferensi menonton televisi, preferensi mengakses muatan kekerasan, dan peniruan muatan kekerasan berhubungan positif signifikan dengan perilaku bullying. Hasil penelitian Bandura (1965) menunjukkan bahwa anak-anak dapat mempunyai perilaku agresif hanya dengan mengamati perilaku agresif sesosok model, misalnya melalui film kartun atau acara televisi yang mengandung kekerasan. Hasil penelitian membuktikan bahwa akses media televisi berpengaruh positif signifikan dengan perilaku bullying. Hal ini sejalan dengan penelitian Keating (2011) di Irlandia terhadap 161 anak usia sekolah yang menyatakan bahwa akses terhadap media elektronik, seperti televisi dan game yang ada di komputer berpengaruh terhadap fisik, sosial, kognitif, dan emosional anak. Keating (2011) menunjukkan bahwa akses terhadap media elektronik, seperti televisi dan permainan yang ada di komputer dapat menurunkan sosial, kognitif, dan emosional, sehingga anak rentan berperilaku kekerasan. Hasil penelitian menunjukkan peniruan muatan kekerasan berpengaruh positif signifikan dengan perilaku bullying. Semakin tinggi peniruan muatan kekerasan akan semakin tinggi pula perilaku bullying anak. Bandura (1965) membuktikan bahwa perilaku kekerasan dapat dipelajari oleh anak melalui proses pengamatan dan peniruan terhadap suatu model perilaku, yaitu muatan kekerasan yang ditampilkan dalam tayangan televisi. Proses pengamatan dan peniruan ini disebut cara belajar observational learning. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa lama pendidikan ibu tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku bullying. Hal ini bertentangan dengan penelitian Fu, Land, dan Lamb (2012) yang menunjukkan bahwa lama pendidikan ibu berpengaruh signifikan terhadap perilaku bullying. Fu, Land, dan Lamb (2012) menunjukkan bahwa anak dengan ibu berpendidikan rendah akan meningkatkan perilaku bullying anak. Ibu sebagai pengasuh utama dan orang yang paling dekat dengan anak mempunyai kesempatan untuk dapat mencegah perilaku bullying anak apabila ibu mempunyai pendidikan yang cukup tinggi. Verlinden et al. (2014) mengungkapkan bahwa hal yang mendasari pengaruh pendidikan ibu terhadap perilaku bullying anak adalah ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih banyak memberikan pengetahuan, kemampuan, norma, dan nilai kepada anak agar tidak melakukan perilaku bullying.
22
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan anak menonton televisi rata-rata selama 3-4 jam dalam satu hari. Anak lebih suka menonton televisi dibandingkan aktivitas lain, seperti belajar dan bermain bersama teman-temannya di luar rumah. Anak mengakses muatan kekerasan rata-rata selama 2-3 jam dalam satu hari. Hasil penelitian membuktikan bahwa anak mengakses muatan kekerasan rata-rata selama 2-3 hari dalam satu minggu. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak paling sering menonton kartun yang mengandung kekerasan, seperti “Boboiboy” dan “Tom and Jerry” dan lebih mengenal judul acara yang mengandung kekerasan, namun secara umum perilaku bullying anak masih tergolong rendah. Semakin tinggi lama menonton televisi, preferensi menonton televisi, preferensi mengakses muatan kekerasan, dan peniruan muatan kekerasan, semakin tinggi pula perilaku bullying anak. Peningkatan akses media televisi dan peniruan muatan kekerasan akan meningkatkan perilaku bullying anak. Saran Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan keluarga terutama orangtua lebih memperhatikan intensitas anak-anak menonton televisi dan jenis tayangan televisi yang ditonton oleh anak agar tidak mengakses muatan kekerasan dan tidak meniru perilaku kekerasan yang ditampilkan tayangan televisi. Pihak sekolah juga diharapkan dapat menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi siswanya, seperti mengoptimalkan peranan guru bimbingan konseling (BK) sebagai sarana bagi siswa untuk konseling atau menceritakan masalah agar perilaku bullying dapat dicegah. Pemerintah diharapkan dapat melakukan seleksi terhadap acara-acara televisi agar dapat mencegah adanya acara televisi yang mengandung kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA Bandura A. 1965. Influence of models’ reinforcement contingencies on the acquisition of imitative responses. Journal of Personality and Social Psychology. 1 (6). Benitez JL & Justicia F. 2006. Bullying: description and analysis of the phenomenon. Electronic Journal of Research in Educational Psychology. 4 (2): 151-170. ISSN: 1696-2095. [BKKBN]. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Data Besar Keluarga [internet]. [Diunduh pada 2015 Januari 2]. Tersedia pada http://bkkbn.go.id. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Tingkat kemiskinan Jawa Barat September 2013. Berita Resmi Statistik [internet]. [Diunduh pada 2015 Januari 2]. Tersedia pada http://www.bps.go.id.
23
Bradley S & Noirin H. 2007. Literature review on the support needs of parents of children with behavioural problems. Journal of Barnados Community. Cantor J. 2006. The psychological effects of media violence on children and adolescents. Journal of Broadcasting and Electronic Media. Chaux E, Molano A, Podlesky P. 2009. Socio-economic, sociopolitical and socioemotional variables explaining school bullying: a country-wide multilevel anlaysis. Journal of Aggressive Behavior. 35: (520-529). Fu Q, Land KC, Lamb VL. 2012. School bullying, socioeconomic status and behavioral characteristic of 12th grades in United States, 1989 to 2009: repetitive trends and persistent risk differentials. Journal of Social Duke University. Hastuti D, Karina, Alfiasari. 2013. Perilaku bullying dan karakter remaja serta kaitannya dengan karakteristik keluarga dan peer group. Jur. Ilm. Kel. & Kons. Hal: 20-29. ISSN: 1907-6307. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Istiwidayanti, Soedjarwo, penerjemah; Sijabat RM, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Development Psychology, 5th Edition. Keating S. 2011. A study on the impact of electronic media, particularly television and computer consoles, upon traditional childhood play and certain aspects of psychosocial development amongst children. International Journal for CrossDiscipinary Subjects in Education.2 (1). Laeheem K, Kuning M, McNeil N. 2010. Bullying: The identify technique and its major risk factors. Journal of Humanities and Social Sciences Faculty of Liberal Arts, Prince of Songkla University. Latifah F. 2012. Hubungan karakteristik anak usia sekolah dengan kejadian bullying di Sekolah Dasar X di Bogor [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Mariyam S. 2012. Korelasi intensitas menonton televisi dengan kedisplinan belajar siswa MAN Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012 [skripsi]. Salatiga (ID): Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. Muniandy R. 2013. Karakteristik kebiasaan menonton televisi di kalangan pelajar Dwiwarna 3 dan SD Negeri No. 106162. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Nando & Pandjaitan N.2011. Hubungan antara perilaku menonton film kekerasan dengan perilaku agresi remaja [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pradekso T. 2014. Pengaruh kampanye pendidikan pada perilaku anak dalam menonton televisi. Jurnal Interaksi. 3 (1): 1-14. Purbasari I. 2014. Fenomena gang anak dalam perkembangan proses sosialisasi di lingkungan belajar. Menyiapkan Pendidik yang Melek Hukum Terhadap Perlindungan Anak. Seminar Nasional PGSD FKIP Universitas Muria Kudus; 2014 Agustus 2014; Kudus (ID): PGSD FKIP Universitas Muria Kudus.
24
Rahmi A. 2013. Pengenalan literasi media pada anak usia sekolah dasar. Jurnal Media dan Komunikasi. 8 (2). Rech RR. Halpern R. Tedesco A, Santos DF. 2013. Prevalence and characteristics of victims and perpetrators of bullying. Journal de Pediatria. 89 (2): 164-170. Rivers I, Noret N, Poteat VP, Ashurst N. 2009. Observing bullying at school: the mental health implications of witness status. Journal of American Psychological Association.24 (4). 211–223 1045-3830/09/$12.00 doi: 10.1037/a0018164 Singer DG, Singer JL, D’AgostinoH , DeLong R. 2009. Children’s pastimes and play in sixteen nations. Journal of Trustees of the University of Illinois Stavrinides P, Tsivitanou A, Nikiforou M, Hawa V, Tsolia V. 2013. Longitudinal associations between bullyingand children’s preference for television violence. International Journal of Criminology and Sociology. 2:72-78. Rahmawati SH. 2014. Pengaruh akses media sosial, gaya pengasuhan, dan kekerasan verbal orangtua terhadap karakter siswa SMK di Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Solberg M & Olweus D. 2003. Prevalence estimation of school bullying with the Olweus Bully/Victim Questionnaire. Journal of Aggressive Behavior. 31: 1323. Tapper J & Boulton M. 2004. Sex differences in levels of physical, verbal, and indirect aggression amongst primary school children and their associations with beliefs about aggression. Journal of Aggressive Behavior. 30: 123-145. Surokim. 2011. Pengaturan tentang kekerasan dalam program siaran tv. Jurnal Pamator Ilmu Komunikasi FISIB Universitas Trunojoyo Madura. 5(1). Susantyo B. 2011. Memahami perilaku agresif: sebuah tinjauan konseptual. Jurnal Informasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial. 16 (3). Verlinden M, Veenstra R, Ringoot AP, Jansen PW, Raat H, Hofman A, Jaddoe Vincent WV, Verhulst FC, Tiemer H. 2014. Detecting bullying in early elementary school with a computerized peer-nomination instrument. American Psychological Association. doi: 10.1037A0035571. Wang J, Iannotti RJ. Nansel TR. 2009. School bullying among adolescents in United States: physical, verbal, relational, and cyber. Journal of Adolescent Health. 45 (368-375). Widayanti W. 2013. Aktualisasi diri anak usia sekolah pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja studi di SDN Jabungan Banyumanik Semarang [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Muhammadiyah Semarang. Wilson BJ. 2008. Media and children’s aggresion, fear, and altruism. Journal of The Future of Children. 18 (1).
LAMPIRAN
26
Lampiran 1 Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pernyataan lama menonton televisi No. Pernyataan 1.
2.
3.
4.
5.
Sering menonton televisi hingga larut malam. Lebih sering belajar daripada menoton televisi*. Setiap hari menonton televisi melebihi jadwal yang ditentukan orangtua. Menonton televisi lebih dari 5 jam dalam sehari. Tidak pernah menonton televisi terus-menerus dalam seharian karena dilarang oleh orangtua*.
Sangat Tidak Setuju n %
Tidak Setuju
Setuju
Sangat Setuju
n
%
n
%
n
%
18
30
28
46.67
12
20
2
3.3
5
8.33
10
16.67
28 46.67 17
28.33
8
13.33
31
51.67
18
30
3
5.00
19
31.67
32
53.33
5
8.33
4
6.67
3
5
13
21.67
28 46.67 16
26.67
Keterangan: Dimodifikasi dari Rahmawati (2014)
Lampiran 2 Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pernyataan preferensi menonton televisi No. Pernyataan 1.
2.
3.
4.
Lebih senang belajar daripada menoton televisi*. Tidak tenang apabila melewatkan acara televisi kesukaan. Lebih memilih menggunakan sebagian besar waktu untuk menonton acara televisi kesukaan. Lebih memilih menonton televisi daripada bermain bersama temanteman.
Sangat Tidak Setuju n %
Tidak Setuju
Setuju
n
%
5
8.33
10
16.67
28 46.67 17
28.33
15
25
23
38.33
20 33.33
2
3.33
7
11.67
29
48.33
18
6
10.00
12
20
29
48.33
13 21.67
6
10.00
n
%
30
Sangat Setuju
n
%
27
Lanjutan lampiran 2 Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pernyataan preferensi menonton televisi No. 5.
6.
Pernyataan Tidak pernah merasa bosan dengan acara televisi yang ditonton berulang-ulang setiap hari. Rela tidur larut malam untuk menonton acara televisi kesukaan.
Sangat tidak setuju n %
n
%
n
%
n
%
12
20
27
45
15
25
6
10.00
16
26.67
28
46.67
3
5.00
Tidak setuju
Setuju
Sangat setuju
13 21.67
Keterangan: Dimodifikasi dari Rahmawati (2014)
Lampiran 3 Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap lama mengakses muatan kekerasan No. Pernyataan 1.
2. 3. 4.
5.
6.
7.
Sering menonton kartun atau tayangan lain yang mengandung kekerasan seperti perkelahian atau ejekan. Orangtua memilihkan acara televisi yang sesuai *. Orangtua mendampingi ketika menonton tayangan televisi*. Menonton kartun dan tayangan yang mengandung kekerasan tanpa pengawasan orangtua. Menonton tayangan yang mengandung kekerasan karena ikut-ikutan dengan teman. Tidak menonton tayangan televisi yang mengandung kekerasan karena itu tidak pantas*. Menuruti larangan orangtua untuk tidak menonton tayangan televisi yang mengandung kekerasan*.
Sangat tidak setuju n %
Tidak Setuju
Setuju
n
%
n
6
10
27
45
6
10
25
2
3.33
8
n
%
25 41.67
2
3.33
41.67
22 36.67
7
11.67
16
26.67
35 58.33
7
11.67
13.33
30
50
20 33.33
2
3.33
8
13.33
31
51.67
20 33.33
1
1.67
3
5.00
25
41.67
28 46.67
7
11.67
5
8.33
20
33.33
28 46.67
7
11.67
Keterangan: Dimodifikasi dari Muniandy (2013)
%
Sangat setuju
28
Lampiran 4 Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pernyataan preferensi mengakses muatan kekerasan No. Pernyataan 1.
2.
Suka menonton kartun atau tayangan lain yang mengandung kekerasan seperti perkelahian atau ejekan. Suka menonton tayangan televisi yang bermanfaat, seperti berita dan kuis ilmu pengetahuan*.
Sangat tidak setuju n %
Tidak Setuju
Setuju
n
%
n
6
10
27
45
3
5.00
16
26.67
Sangat setuju
%
n
%
25 41.67
2
3.33
33 55.00
8
13.33
Keterangan: Dimodifikasi dari Muniandy (2013)
Lampiran 5 Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan jenis tayangan yang paling sering ditonton Jenis tayangan yang paling sering ditonton Jenis tayangan Sinetron bergenre remaja (“Ganteng-Ganteng Serigala”, 7 Manusia Harimau”) Kartun yang mengandung kekerasan (“Boboiboy”, “Tom and Jerry”) Berita kriminal Acara musik (“Dahsyat”) Acara religi Kuis pengetahuan (“Olimpiade Indonesia Cerdas”) Perbincangan dengan tokoh atau artis (talkshow/ variety show) (“Ini Talkshow”)
Jumlah 24
Persentase (%) 40.00
28
46.67
1 2 1 1
1.67 3.33 1.67 1.67
3
5.00
Lampiran 6 Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan frekuensi mengakses muatan kekerasan No. 1. 2. 3.
Pertanyaan Mengakses muatan kekerasan selama ≤ 1 hari dalam satu minggu Mengakses muatan kekerasan selama 2-3 hari dalam satu minggu Mengakses muatan kekerasan selama 4-7 hari dalam satu minggu
Dimodifikasi dari Muniandy (2013)
Jumlah 7
Persentase (%) 11.67
47
78.33
6
10.00
29
Lampiran 7 Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pernyataan peniruan muatan kekerasan Sangat tidak setuju
No. Pernyataan 1.
2.
3.
4.
Meniru perbuatan kasar yang ada di tayangan televisi di depan orangtua . Meniru perkataan kasar yang ada di tayangan televisi di depan orangtua. Meniru perbuatan kasar yang ada di tayangan televisi di depan teman . Meniru perkataan kasar yang ada di tayangan televisi di depan teman .
Tidak Setuju
Setuju
Sangat setuju
n
%
n
%
n
%
n
%
24
40.00
30
50.00
5
8.33
1
1.67
23
38.33
34
56.67
3
5
0
0.00
19
31.67
32
53.33
9
15
0
0.00
18
30.00
32
53.33
10 16.67
0
0.00
Lampiran 8 Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pernyataan perilaku bullying No. Pernyataan 1.
2.
3. 4. 5.
6. 7. 8.
9.
10.
Mendukung dan menyemangati teman yang sedang menyakiti teman yang lain. Menyembunyikan barang milik teman yang tidak disukai. Ikut serta saat teman memukul teman lain. Memberi julukan kasar kepada teman. Mendukung teman-teman yang sedang mengucilkan teman lain. Ikut serta saat teman kelompok mengejek teman lain. Menatap sinis teman saat bertemu. Ikut menertawakan teman yang disakiti secara fisik (dipukul, dicubit, ditendang). Ikut menertawakan teman yang diejek secara verbal (diejek dengan kata-kata). Ikut memusuhi teman lain yang tidak disukai oleh teman dekat.
Tidak pernah n %
Jarang n
%
n
%
n
%
49
81.67
8
13.33
3
5.00
0
0.00
51
85.00
9
15
0
0.00
0
0.00
53
88.33
7
11.67
0
0.00
0
0.00
12
20.00
8
13.33 15 25.00 25 41.67
46
76.67
10 16.67
4
6.67
0
0.00
43
71.67
16 26.67
1
1.67
0
0.00
44
73.33
11 18.33
4
6.67
1
1.67
51
85.00
7
11.67
1
1.67
1
1.67
46
76.67
13 21.67
0
0.00
1
1.67
46
76.67
9
5
8.33
0
0.00
15.00
Sering
Selalu
30
Lanjutan lampiran 8 Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pernyataan perilaku bullying No. Pernyataan
11.
12.
13.
14.
15.
16. 17.
18. 19. 20.
Mengikuti saran teman untuk tidak berteman dengan teman lain. Membentak teman yang tidak disukai di depan teman kelompok. Membuat gosip atau perkataan yang tidak benar tentang teman. Mengajak teman-teman untuk tidak bergaul dengan teman lain. Ikut menatap sinis teman lain yang sedang dimusuhi oleh teman kelompok. Menghalangi teman agar tidak kabur saat sedang dilabrak. Tertarik menonton ketika ada teman yang sedang dipukuli atau disakiti. Berani berkelahi dengan teman yang tidak disukai. Mendorong tubuh teman lain dengan kasar. Menyindir teman yang tidak disukai.
Tidak pernah n %
n
%
n
%
n
%
48
80
7
11.67
4
6.67
1
1.67
45
75.00
15 25.00
0
0.00
0
0.00
44
73.33
14 23.33
2
3.33
0
0.00
44
73.33
14 23.33
2
3.33
0
0.00
44
73.33
15 25.00
1
1.67
0
0.00
49
81.67
8
13.33
3
5.00
0
0.00
49
81.67
9
15.00
2
3.33
0
0.00
41
68.33
16 26.67
3
5.00
0
0.00
43
71.67
14 23.33
3
5.00
0
0.00
46
76.67
12
1
1.67
1
1.67
Dimodifikasi dari Hastuti, Karina, Alfiasari (2013)
Jarang
20
Sering
Selalu
31
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ketapang, Kalimantan Barat, 20 April 1993. Penulis merupakan anak tunggal dari ayah Ir Raden Muhammad Syamsul Arifin (alm.) dan ibu Farida Arriyani, SH. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Budi Mulia Ciledug, Tangerang dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan. Penulis menjadi Sekretaris Umum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Paduan Suara Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Agria Swara periode 2012-2013. Penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Cidokom, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor pada tahun 2014. Tahun 2015, penulis melaksanakan kegiatan magang di Sekolah Dasar Karakter Indonesia Heritage Foundation (IHF).