HUBUNGAN ANTARA TOLERANSI TERHADAP STRES DENGAN INTENSITAS PERILAKU MEMINUM ALKOHOL PADA MAHASISWA
Dewi Ayu Arsanti Rina Mulyati INTISARI
Pengantar A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa di mana perubahan yang dialami remaja berlangsung sangat pesat dan drastis, khususnya pada perkembangan fisik remaja. Dampak dari perubahan tersebut tidak selalu direspon secara sama oleh remaja, ada remaja yang merasa bangga dengan perubahan fisik yang terjadi, tetapi ada juga sebagian remaja lainnya menjadi kurang percaya diri dan merasa tidak nyaman dengan perubahan fisiknya. Biasanya terjadinya perubahan fisik seiring dengan peningkatan produksi hormon. Meningkatnya hormon testosteron pada laki-laki menyebabkan percepatan tinggi badan sehingga mereka menjadi lebih percaya diri. Namun di sisi lain, aktivitas hormon yang sama menyebabkan produksi minyak tubuh menjadi berlebih sehingga kulit pada bagian tertentu menjadi sangat sensitif, seperti misalnya kulit wajah jadi mudah berjerawat. Munculnya jerawat bisa menyebabkan remaja menjadi gelisah, malu bahkan rendah diri (Ali & Asrori, 2004). Pada usia 18 tahun seorang remaja mulai memasuki dunia mahasiswa (Gunarsa
& Gunarsa, 2004). Dalam statusnya sebagai mahasiswa dengan
atribut sebagai agent of change, generasi muda memiliki peran penting dalam
pembangunan bangsa (Wikagoe, 2003). Seiring dengan perkembangannya mahasiswa yang tergolong sebagai remaja lanjut masih mengalami banyak masalah dan kesukaran yang sering timbul diantaranya berkaitan dengan masalah pergaulan, konformitas, masalah dengan lawan jenis (percintaan), penyesuaian di bidang akademik yang oleh remaja terkadang dianggap berlebihan dan berat sehingga kemungkinan dapat mengakibatkan timbulnya kegoncangan bahkan menimbulkan suatu hambatan besar (Gunarsa & Gunarsa, 2004). Dunia mahasiswa yang padat dengan berbagai aktivitas baik dari dalam ataupun dari luar kampus namun masih tetap membutuhkan penyesuaian diri dengan lingkungan masyarakat. Selain itu adanya beban tanggung jawab terhadap diri sendiri ataupun tuntutan untuk mampu menghadapi berbagai masalah yang datang (Putro, 2006). Tidak semua mahasiswa mampu mengatasi setiap permasalahan dengan baik, bagi mahasiswa yang tidak mampu mengatasi berbagai masalah yang timbul akan mudah terpengaruh dan menjadi rentan terjerumus pada hal- hal negatif diantaranya berperilaku meminum alkohol. Fenomena
sekarang
menunjukkan
banyaknya
remaja
yang
mengkonsumsi minuman beralkohol. Mahasiswa yang mengkonsumsi minuman beralkohol biasanya hampir sebagian besar dapat kita lihat ditempat- tempat hiburan malam (cafe, club/ diskotik). Sebuah survey membuktikan mahasiswa yang mengkonsumsi minuman beralkohol lebih dari 10 %. Kegemaran mengunjungi tempat-tempat hiburan semacam ini sangat diminati oleh berbagai kalangan dari masyarakat terutama di kalangan remaja dan mahasiswa. Wawancara yang dilakukan penulis kepada salah seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta sebut saja “Kw” usia 19 tahun.
Menurut pengakuannya pada awalnya Kw mulai meminum alkohol awal masuk kuliah setelah diputus oleh pacarnya. Kw merasa stres, frustrasi sementara ia tidak memiliki teman dekat tempat untuk bercerita tentang masalahnya. Hingga ada salah seorang teman satu kost berusaha menghiburnya dengan mengajak Kw ke cafe untuk melupakan permasalahnnya. Dari situlah Kw mulai mengenal minuman beralkohol, hingga saat ini setiap memiliki masalah Kw cenderung memilih alkohol sebagai tempat pelarian masalah (Wawancara, 12 april 2006). Mahasiswa mengkonsumsi alkohol karena alkohol paling mudah diperoleh untuk menghilangkan stres dan lari dari masalah ataupun melupakan segala permasalahan yang sedang dihadapi (bkkbn.go.id). Namun bukan penyelesaian masalah yang didapatkan dari meminum alkohol karena dengan alkohol masalah hanya hilang sementara, masalah akan kembali datang setelah kita sadar dan mau tidak mau masalah harus kembali dihadapi. Donovan (Fuhrmann, 1990) jumlah mahasiswa yang meminum alkohol untuk melupakan stres (problem drinker) cukup memprihatinkan tercatat 23 % remaja pria dan 15 % remaja wanita termasuk peminum kelas berat. Pada awalnya alkohol digunakan karena adanya rasa ingin tahu, hingga seseorang yang meminumnya merasa tenang dan nyaman selanjutnya alkohol akan digunakan secara berlanjut ketika membutuhkan ketenangan diri ataupun saat ingin melarikan diri dari berbagai masalah (Wahyu & Priyanto, 2003). Hal ini dibuktikan dengan survey yang dilakukan pada remaja berusia 20 tahun bahwa meminum alkohol selain sebagai sarana untuk menenangkan diri namun alasan terbanyak meminum alkohol sebagai pelarian dari stres. Sebanyak 28% remaja perempuan meminum alkohol sedikitnya lima kali dalam seminggu (Tempo Interaktif, 2005).
Berbicara mengenai perilaku mengkonsumsi alkohol akan banyak ditemukan berbagai motivasi mengapa seseorang meminum alkohol. Mahasiswa mengkonsumsi alkohol dengan asumsi bahwa alkohol dapat memperlancar dalam hubungan sosial, alkohol juga digunakan untuk menghilangkan rasa rendah diri, membebaskan diri dari ketegangan dan kecemasan, alkohol dapat juga digunakan untuk melarikan diri ketika ada masalah/ sebagai teman dalam kesepian (Prawirohusodo & Soekarto, 1993).
Hasil penelitian yang dilakukan pada remaja Jerman ditemukan fakta bahwa jika remaja Jerman stres mereka akan mengatasi stres dengan cara meminum alkohol ataupun merokok. Selain itu ditemukan juga bahwa jumlah remaja pria yang mengkonsumsi alkohol dan rokok mengalami peningkatan dalam
tiga
tahun
terakhir
(http://www2.dw-
world.de/indonesia/Politik_Wirtschaft/1.42749.1.html).
Hasil penelitian Hawari (2002) pada umumnya penyalahgunaan alkohol mulai meminum alkohol pada usia remaja (13- 17 tahun) sebanyak 97 % dengan usia termuda 9 tahun. Suatu penelitian mengenai konsumsi alkohol di kalangan pelajar yang dilakukan di sebuah kota di Indonesia oleh Prof Soejono didapatkan bahwa 50% dari pelajar sudah pernah minum minuman keras dan tercatat minuman favorit mereka adalah martini (29 %), mansion house (20 %) dan bir (14 %). Sebagian besar alasan para pelajar tersebut mengkonsumsi miras (alkohol) adalah untuk menenangkan pikiran (40 persen), karena ikut-ikutan teman (25 persen) dan hanya untuk coba-coba (11 persen). Di Indonesia masalah alkohol dikalangan mahasiswa kurang mendapat banyak perhatian bahkan masalah alkohol tidak pernah diungkap dengan serius.
Hal ini sehubungan dengan kasus tertangkapnya beberapa mahasiswa yang sedang asyik pesta minuman beralkohol di kampus Bina Sarana Informatika (www. Bsi.ac.id, 2004). Peredaran alkohol dikalangan remaja dan mahasiswa tiap tahun semakin meningkat, makin lama makin banyak remaja yang yang minum alkohol di usia yang muda hal ini diperkuat oleh penelitian Hawari yang memulai pengamatan sejak tahun 1969, memberikan gambaran tentang maraknya perilaku meminum alkohol yakni dimulai semenjak tahun 1979 hingga tahun 2005. Bachtiar (2000) memperkuat pendapat diatas dalam penelitian seorang pakar Ilmu Kedokteran Jiwa bahwa di Indonesia 30 persen dari penderita yang dirawat merupakan peminum alkohol.
Alkohol merupakan bahan utama didalam pembuatan bir, anggur maupun minuman keras yang dibuat dengan cara peragian/fermentasi madu, gula, sari buah atau umbi-umbian. Alkohol yang diminum setelah diserap oleh tubuh, disebarluaskan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Secara perlahan namun pasti akan menghancurkan fungsi jaringan tubuh, membuat ketajaman indra jadi menurun, merusak akal sehat, dan menganggu emosi. Hal ini dikarenakan sistem kerja alkohol yang memperlambat proses saraf sehingga menyebabkan aktivitas seseorang menjadi tidak stabil (Hakim, 2004).
Hasil penelitian Jelllinek (Davidoff, 1991) menunjukkan bahwa seseorang memulai kebiasaan minum alkohol dikarenakan alkohol dapat memberi rasa lega/ mengurangi ketegangan selain itu alkohol juga dapat memberikan rasa nyaman. Dengan kata lain perilaku meminum alkohol merupakan perilaku coping ketika individu berada pada keadaan tegang. Hal inilah yang membuat peminum alkohol mulai menggunakan alkohol setiap hari untuk melepaskan diri dari segala
ketegangan pikiran.
Setiap orang yang mengkonsumsi alkohol memiliki efek serta dampak yang berbeda- beda. Pada intensitas meminum alkohol dalam tingkat yang rendah, alkohol dapat menyebabkan kerusakan persepsi, memperlemah dalam penalaran, kemampuan belajar serta daya ingat. Sedangkan pada intensitas meminum alkohol yang tinggi dapat merusak fungsi otak, menyebabkan kedaan koma bahkan dapat mengakibatkan kematian. Selain itu juga tingginya tingkat konsumsi alkohol dapat merusak aktifitas kerja hormonal, merusak hati (lever) serta dapat menumbuhkan penyakit kanker (Conger, 1977)
Tinggi rendahnya aktifitas meminum minuman beralkohol pada seseorang tidaklah sama, aktifitas dalam meminum alkohol menjadi kuat dikarenakan secara sepintas alkohol dapat membuang perasaan takut, cemas, ataupun depresi. Berkurangnya ketegangan dan kecemasan saat pertama kali seseorang mulai meminum alkohol merupakan alasan yang cukup bagi seseorang sehingga aktifitas meminum alkohol menjadi terus berjalan (Conger, 1977).
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku minum seseorang. Sebuah penelitian yang dilakukan mengenai konsumsi minuman beralkohol diketahui bahwa stres, mengalami kekerasan fisik, serta memiliki orang tua yang peminum merupakan faktor- faktor yang dapat meningkatkan kecenderungan meminum alkohol menjadi lebih tinggi (Santrock, 2003).
Faktor stres diduga merupakan salah satu faktor kuat yang mendorong seseorang dalam mengkonsumsi alkohol. Ketika seseorang dihadapkan pada berbagai masalah akan timbul reaksi seperti cemas, tegang, gelisah hingga
timbul stres. Untuk melupakan permasalahan yang dihadapi, mahasiswa akan cenderung melarikan diri dari masalah dengan cara meminum alkohol. Hal ini dibuktikan oleh pendapat Copper (1992) sebuah survey membuktikan bahwa alkohol mampu memberikan efek ketenangan pada seseorang yang stres, sebuah studi mengenai motivasi seseorang meminum alkohol menunjukkan bahwa alkohol secara tidak langsung dapat mengurangi stres.
Stres merupakan hal yang melekat dalam kehidupan, siapa saja bisa mengalaminya dan tidak seorangpun dapat menghindarinya. Sime (Karman dkk, 2004) mengartikan stres sebagai suatu rangsangan/ stimulus, perasaan cemas, ketegangan fisik yang
terjadi saat tuntutan yang dihadapi oleh seseorang
melebihi kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut. Kohn et
al
(Karman, 2004) dalam kehidupan sehari- hari ada beberapa kejadian yang dapat menimbulkan stres bagi mahasiswa antara lain : Masalah
akademis,
pembagian waktu, ribut dengan pasangan/ pacar, ataupun masalah- masalah sosial seperti masalah dengan teman satu kost.
Sarason & Sarason (Sofia, 2000) sebuah situasi akan menimbulkan stres atau tidak ataupun situasi tersebut akan berubah menjadi distres atau eustres atau netral semua itu tergantung pada bagaimana seseorang memandang situasii tersebut dan mengukur kemampuan dirinya dalam menghadapi keadaan yang menimbulkan stres sehingga meskipun menghadapi masalah yang sama, namun dalam merespon suatu stressor pada tiap orang berbeda- beda. Adanya perbedaan tingkat ketahanan atau kemampuan dalam menghadapi setiap permasalahan yang membuat tertekan/ stres dikarenakan perbedaan dalam
merespon stres itu sendiri atau disebut juga dengan perbedaan tingkat toleransi terhadap stres. Crow & Crow (Izzaty, 1996) bila stressor/ sumber stres dapat memicu individu sehingga individu mengerahkan kekuatan untuk melawan dan mengatasi penyebab dari stres maka toleransi terhadap stres dikatakan tinggi. Hal ini memungkinkan intensitas seseorang dalam berperilaku meminum alkoholnya rendah. Sebaliknya Jika stressor (kejadian yang menyebabkan stres) membuat individu menjadi menyerah dan tidak berdaya sehingga menyebabkan tingginya intensitas perilaku meminum alkoholnya sebagai bentuk pelarian diri dari masalah, maka individu tersebut dikategorikan memiliki toleransi terhadap stres yang rendah. Hal yang akan diungkap diatas berkaitan dengan toleransi terhadap stres, bahwa seseorang yang memiliki toleransi terhadap stres yang rendah akan cenderung memiliki intensitas meminum alkohol yang tinggi, dibandingkan dengan seseorang dengan toleransi terhadap stres yang tinggi akan cenderung memiliki intensitas yang rendah dalam meminum alkohol. Berdasarkan pada penjelasan diatas maka penulis ingin mengungkap hubungan antara toleransi terhadap stres dengan intensitas perilaku meminum alkohol pada mahasiswa. “Apakah ada hubungan antara toleransi terhadap stres dengan intensitas perilaku meminum alkohol pada mahasiswa”. Masa remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa di mana perubahan yang dialami remaja berlangsung sangat pesat dan drastis, khususnya pada perkembangan fisik remaja. Dampak dari perubahan tersebut tidak selalu direspon secara sama oleh remaja, ada remaja yang merasa bangga dengan perubahan fisik yang terjadi, tetapi ada juga sebagian
remaja lainnya menjadi kurang percaya diri dan merasa tidak nyaman dengan perubahan fisiknya. Biasanya terjadinya perubahan fisik seiring dengan peningkatan produksi hormon. Meningkatnya hormon testosteron pada laki-laki menyebabkan percepatan tinggi badan sehingga mereka menjadi lebih percaya diri. Namun di sisi lain, aktivitas hormon yang sama menyebabkan produksi minyak tubuh menjadi berlebih sehingga kulit pada bagian tertentu menjadi sangat sensitif, seperti misalnya kulit wajah jadi mudah berjerawat. Munculnya jerawat bisa menyebabkan remaja menjadi gelisah, malu bahkan rendah diri (Ali & Asrori, 2004). Masalah seputar remaja yang sering timbul diantaranya berkaitan dengan masalah pergaulan, konformitas, masalah dengan lawan jenis (percintaan), penyesuaian di bidang akademik yang oleh remaja terkadang dianggap berlebihan dan berat sehingga kemungkinan dapat mengakibatkan timbulnya kegoncangan bahkan menimbulkan suatu hambatan besar (Gunarsa & Gunarsa, 2004). Pada usia 18 tahun seorang remaja mulai memasuki dunia mahasiswa (Gunarsa, 2004). Dalam statusnya sebagai mahasiswa dengan atribut sebagai agent of change, generasi muda memiliki peran penting dalam pembangunan bangsa. Seiring dengan perkembangannya mahasiswa yang tergolong sebagai remaja lanjut masih mengalami banyak tantangan dan kesukaran serta tuntutan untuk menentukan sikap dan pilihan, serta kemampuan dalam penyesuaian diri (Kartono, 1985). Dunia mahasiswa yang padat dengan berbagai aktivitas baik dari dalam ataupun dari luar kampus namun masih tetap membutuhkan penyesuaian diri dengan lingkungan masyarakat. Selain itu adanya beban tanggung jawab
terhadap diri sendiri ataupun tuntutan untuk mampu menghadapi berbagai masalah yang datang. Tidak semua mahasiswa mampu mengatasi setiap permasalahan dengan baik, bagi mahasiswa yang tidak mampu mengatasi berbagai masalah yang timbul akan mudah terpengaruh dan menjadi rentan terjerumus pada hal- hal negatif diantaranya berperilaku meminum alkohol. Di kalangan mahasiswa, kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol merupakan fenomena baru mengingat beberapa tahun belakangan ini banyak sekali cafe dan diskotik baru bermunculan. Kegemaran mengunjungi tempattempat hiburan semacam ini tengah sangat diminati berbagai kalangan di masyarakat tidak terkecuali di kalangan remaja dan mahasiswa. Survey membuktikan mahasiswa yang mengkonsumsi minuman beralkohol lebih dari 10 %. Ditempat- tempat hiburan malam (cafe/ diskotik) ini biasanya hampir sebagian besar dapat kita lihat mahasiswa yang mengkonsumsi minuman beralkohol. Faktanya dengan adanya cafe dan diskotik sehingga melahirkan pola kehidupan baru yang dikenal dengan kehidupan dunia gemerlap atau dugem yang identik dengan kehidupan bersenang-senang maupun berfoya-foya. Pada awalnya alkohol digunakan karena adanya rasa ingin tahu, hingga seseorang yang meminumnya merasa tenang dan nyaman selanjutnya alkohol akan digunakan secara berlanjut ketika membutuhkan ketenangan diri ataupun saat ingin melarikan diri dari berbagai masalah (Wahyu & Priyanto, 2003). Hal ini dibuktikan dengan survey yang dilakukan pada remaja berusia 20 tahun bahwa meminum alkohol selain sebagai sarana untuk menenangkan diri namun alasan terbanyak meminum alkohol sebagai pelarian dari stres. Sebanyak 28% remaja meminum alkohol sedikitnya lima kali dalam seminggu (Tempo Interaktif, 2005).
Mahasiswa mengkonsumsi alkohol karena alkohol paling mudah diperoleh untuk menghilangkan stres dan lari dari masalah ataupun melupakan segala permasalahan yang sedang dihadapi. Namun bukan penyelesaian masalah yang didapatkan dari meminum alkohol karena dengan alkohol masalah hanya hilang sementara, masalah akan kembali datang setelah kita sadar dan mau tidak mau masalah harus kembali dihadapi (bkkbn.go.id). Donovan (Fuhrmann, 1990) Jumlah mahasiswa yang meminum alkohol untuk melupakan stres (problem drinker) cukup memprihatinkan tercatat 23 % remaja pria dan 15 % remaja wanita termasuk peminum kelas berat. Hasil penelitian Hawari (2002) pada umumnya penyalahgunaan alkohol mulai meminum alkohol pada usia remaja (13- 17 tahun) sebanyak 97 % dengan usia termuda 9 tahun. Suatu penelitian mengenai konsumsi alkohol di kalangan pelajar yang dilakukan di sebuah kota di Indonesia oleh Prof Soejono didapatkan bahwa 50 persen dari pelajar sudah pernah minum minuman keras, dan tercatat minuman favorit mereka adalah martini (29 %), mansion house (20 %) dan bir (14 %). Sebagian besar alasan para pelajar tersebut
mengkonsumsi miras
(alkohol) adalah untuk menenangkan pikiran (40 persen), karena ikut-ikutan teman (25 persen) dan hanya untuk coba-coba (11 persen). Di Indonesia masalah alkohol dikalangan mahasiswa kurang mendapat banyak perhatian bahkan masalah alkohol tidak pernah diungkap dengan serius. Hal ini sehubungan dengan kasus tertangkapnya beberapa mahasiswa yang sedang asyik pesta minuman beralkohol di kampus Bina Sarana Informatika (Kompas 2003). Peredaran alkohol dikalangan remaja dan mahasiswa tiap tahun semakin meningkat, makin lama makin banyak remaja yang yang minum alkohol di usia yang muda hal ini diperkuat oleh penelitian Hawari yang memulai
pengamatan sejak tahun 1969, memberikan gambaran tentang maraknya perilaku meminum alkohol yakni dimulai semenjak tahun 1979 hingga tahun 2005. Bachtiar (2000) memperkuat pendapat diatas dalam penelitian seorang pakar Ilmu Kedokteran Jiwa bahwa di Indonesia 30 persen dari penderita yang dirawat merupakan peminum alkohol.
Alkohol merupakan bahan utama didalam pembuatan bir, anggur maupun minuman keras yang dibuat dengan cara peragian/fermentasi madu, gula, sari buah atau umbi-umbian. Alkohol yang diminum setelah diserap oleh tubuh, disebarluaskan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Secara perlahan namun pasti akan menghancurkan fungsi jaringan tubuh, membuat ketajaman indra jadi menurun, merusak akal sehat, dan menganggu emosi. Hal ini dikarenakan sistem kerja alkohol yang memperlambat proses saraf sehingga menyebabkan aktivitas seseorang menjadi tidak stabil (Hakim, 2004).
Berbicara mengenai perilaku mengkonsumsi alkohol akan banyak ditemukan berbagai motivasi mengapa seseorang meminum alkohol. Mahasiwa mengkonsumsi alkohol dengan asumsi bahwa alkohol dapat memperlancar dalam hubungan sosial, alkohol juga digunakan untuk menghilangkan rasa rendah diri, membebaskan diri dari ketegangan dan kecemasan, alkohol dapat juga digunakan untuk melarikan diri ketika ada masalah/ sebagai teman dalam kesepian (Prawirohusodo, 1993).
Hasil penelitian Jelllinek (Davidoff, 1991) menunjukkan bahwa seseorang memulai kebiasaan minum alkohol dikarenakan alkohol dapat memberi rasa lega/ mengurangi ketegangan. Alkohol yang diminum dapat membuat kendali otak menjadi lebih rendah dan terbebas dari ketegangan, selain itu alkohol juga
dapat memberikan rasa nyaman. Dengan kata lain perilaku meminum alkohol merupakan perilaku coping ketika individu berada pada keadaan tegang. Hal inilah yang membuat peminum alkohol mulai menggunakan alkohol setiap hari untuk melepaskan diri dari segala ketegangan pikiran.
Setiap orang yang mengkonsumsi alkohol memiliki efek serta dampak yang berbeda- beda. Pada pemakaian intensitas minum alkohol dalam dosis yang kecil, alkohol dapat menyebabkan kerusakan persepsi, memperlemah dalam penalaran, kemampuan belajar serta daya ingat. Sedangkan pada pemakaian intensitas minum alkohol yang tinggi dapat merusak fungsi otak, menyebabkan kedaan koma bahkan dapat mengakibatkan kematian. Selain itu juga tingginya tingkat konsumsi alkohol dapat merusak aktifitas kerja hormonal, merusak hati (lever) serta dapat menumbuhkan penyakit kanker (Conger, 1977)
Tinggi rendahnya aktifitas meminum minuman beralkohol pada seseorang tidaklah sama, aktifitas dalam meminum alkohol menjadi kuat dikarenakan secara sepintas alkohol dapat membuang perasaan takut, cemas, ataupun depresi. Berkurangnya ketegangan dan kecemasan saat pertama kali seseorang mulai meminum alkohol merupakan alasan yang cukup bagi seseorang sehingga aktifitas meminum alkohol menjadi terus berjalan (Conger, 1977).
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku minum seseorang. Sebuah penelitian yang dilakukan mengenai konsumsi minuman beralkohol diketahui bahwa stres, mengalami kekerasan fisik, serta memiliki orang tua yang peminum merupakan faktor- faktor yang dapat meningkatkan kecenderungan meminum alkohol menjadi lebih tinggi (Santrock, 2003). Faktor stres diduga merupakan salah satu faktor kuat yang mendorong seseorang dalam
mengkonsumsi alkohol. Ketika seseorang dihadapkan pada berbagai masalah akan timbul reaksi seperti cemas, tegang, gelisah hingga timbul stres.
Stres merupakan hal yang melekat dalam kehidupan, siapa saja bisa mengalaminya dan tidak seorangpun dapat menghindarinya. Sime (Karman dkk, 2004) mengartikan stres sebagai suatu rangsangan/ stimulus, perasaan cemas, ketegangan fisik yang
terjadi saat tuntutan yang dihadapi oleh seseorang
melebihi kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut. Kohn et
al
(Karman, 2004) dalam kehidupan sehari- hari ada beberapa kejadian yang dapat menimbulkan stres bagi mahasiswa antara lain : Masalah
akademis,
pembagian waktu, ribut dengan pasangan/ pacar, ataupun masalah- masalah sosial seperti masalah dengan teman satu kost.
Untuk melupakan permasalahan yang dihadapi, mahasiswa akan cenderung melarikan diri dari masalah dengan cara meminum alkohol. Hal ini dibuktikan oleh pendapat Copper (1992) sebuah survey membuktikan bahwa alkohol mampu memberikan efek ketenangan pada seseorang yang stres, sebuah studi mengenai motivasi seseorang meminum alkohol menunjukkan bahwa alkohol secara tidak langsung dapat mengurangi stres.
Meskipun menghadapi masalah yang sama, namun dalam merespon suatu stressor pada tiap orang berbeda- beda. Adanya perbedaan tingkat ketahanan atau kemampuan dalam menghadapi setiap permasalahan yang membuat tertekan/ stres dikarenakan perbedaan dalam mentoleransi stres itu sendiri atau disebut juga dengan perbedaan tingkat toleransi terhadap stres. Ketidakmampuan dalam menghadapi tuntutan dan hambatan dalam menyelesaikan
masalah
yang
dihadapi
dan
menimbulkan
stres
dapat
diindikasikan dengan lemahnya ketahanan dalam menghadapi stres/ toleransi terhadap stres rendah. Sarason & Sarason (1972) sebuah situasi akan menimbulkan stres atau tidak ataupun situasi tersebut akan berubah menjadi distres atau eustres atau netral semua itu tergantung pada bagaimana seseorang memandang situasi tersebut dan mengukur kemampuan dirinya sehingga mampu menghadapi keadaan yang menimbulkan stres. Crow & Crow (Izzaty, 1996) bila stressor/ sumber stres dapat memicu individu sehingga individu mengerahkan kekuatan untuk melawan dan mengatasi penyebab dari stres maka toleransi terhadap stres dikatakan tinggi. Sebaliknya Jika stressor (kejadian yang menyebabkan stres) membuat individu menjadi menyerah dan tidak berdaya, maka individu tersebut dikategorikan memiliki toleransi terhadap stres yang rendah.
Hal yang akan diungkap diatas berkaitan dengan toleransi terhadap stres, bahwa seseorang yang memiliki toleransi terhadap stres yang rendah akan cenderung memiliki intensitas meminum alkohol yang tinggi, dibandingkan dengan seseorang dengan toleransi terhadap stres yang tinggi maka akan cenderung memiliki intensitas yang rendah dalam meminum alkohol. Berdasarkan pada penjelasan diatas maka penulis ingin mengungkap hubungan antara toleransi terhadap stres dengan intensitas perilaku meminum alkohol pada mahasiswa. “Apakah ada hubungan antara toleransi terhadap stres dengan intensitas perilaku meminum alkohol pada mahasiswa”. Menurut Salim (1989) intensitas diartikan sebagai kekuatan, kehebatan. Intensitas dapat juga berarti sebagai kuatnya tingkah laku atau pengalaman (Anshari, 1996).
Chaplin (2002) mengungkapkan makna dari perilaku yakni : merupakan suatu respons, tanggapan, atau reaksi yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap stimulus yang mengenainya. Istilah alkoholisme atau perilaku meminum minuman beralkohol mengacu pada suatu kedaan dimana seorang individu tidak mampu lagi mengontrol atau mengendalikan banyaknya alkohol yang diminumnya dalam hal ini bisa juga diartikan dengan seseorang tidak lagi mampu menjauhkan diri dari minuman dengan kata lain seseorang sudah tidak mampu lagi mengendalikan ketegangan tanpa meminum alkohol (Sisworo, 1984). Jadi dapat disimpulkan bahwa intensitas perilaku meminum alkohol adalah seberapa banyak/ kuat jumlah minuman yang mampu dikonsumsi oleh individu dalam mengkonsumsi suatu minuman yang mengandung alkohol dengan kadar alkohol mulai dari 0,5% sampai 75 %. Apakah intensitas minum seseorang itu berada dalam tingkat minum yang rendah, sedang ataupun tinggi.
Hughes (Prawirohusodo, 1993) menetapkan 3 hal yang menggambarkan perilaku meminum alkohol itu sendiri yakni :
1). Jumlah dan frekuensi alkohol yang diminum
2). Ketergantungan fisik akan alkohol
3). Akibat secara fisik, psikis ataupun sosial dari mengkonsumsi alkohol
Maramis (2004) memberikan pengertian toleransi terhadap stres secara singkat sebagai daya tahan terhadap stres atau nilai ambang frustrasi.
Aspek- Aspek Toleransi Terhadap Stres Cridder dkk (Izzaty, 1996) mengemukakan adanya reaksi- reaksi umum yang dialami oleh individu yang tidak tahan terhadap stres yakni adanya gangguan yang meliputi gangguan emosi, gangguan fungsi berfikir, gangguan aktivitas fisiologis dan gangguan sosial. 1. Gangguan emosional 2. Gangguan fungsi berfikir 3. Gangguan aktivitas fisiologis, terbagi atas Skeletal Muscle dan Simptoms of visceral (symptoms organ dalam) 4. Gangguan sosial
Metode Penelitian A. Identifikasi Variabel- Variabel Penelitian Berdasarkan pada hipotesis yang diajukan maka variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Tergantung
: Intensitas perilaku meminum alkohol
2. Variabel Bebas
: Toleransi terhadap stres
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Intensitas Perilaku Meminum Alkohol adalah seberapa banyak/ kuat jumlah minuman yang mampu dikonsumsi oleh individu dalam mengkonsumsi suatu minuman yang mengandung alkohol dengan kadar alkohol mulai dari 0,5% sampai 75 %.
2. Toleransi terhadap stres adalah seberapa besar kemampuan individu dalam menghadapi tinggi rendahnya tingkat frekuensi dan intensitas gangguan saat dihadapkan pada berbagai tekanan yang dihadapi dalam hidup. C. Subyek Penelitian Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa laki- laki dan perempuan usia
antara 18 -25 tahun masih aktif mengikuti
pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi di Yogyakarta dan menunjukkan perilaku minum minuman beralkohol. D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode skala, skala yang digunakan yaitu skala intensitas perilaku meminum alkohol dengan skala toleransi terhadap stres. Hasil Penelitian A. Uji Normalitas Uji normalitas dengan menggunakan teknik one sample kolmogorovsmirnov test dari program SPSS 12.0 for windows. Skor KS- Z pada perilaku meminum alkohol = 0,457 dengan P = 0,985 sedangkan skor KS- Z pada toleransi terhadap stres = 0,805 dengan P = 0,536 maka hasil uji normalitas diatas menunjukkan bahwa masing-masing variabel memiliki sebaran normal. B. Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS 12.0 untuk statistic compare means. Berdasarkan hasil perhitungan untuk variabel toleransi terhadap stres dengan perilaku meminum alkohol diperoleh nilai F linearitas = 5,442 dan p = 0,080 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa hubungan antara toleransi terhadap stres dengan intensitas perilaku meminum alkohol adalah tidak linear dan untuk menguji kedua hubungan yang tidak linier maka uji hipotesis menggunakan analisis Spearman rho. C. Hasil Uji Hipotesis Peneliti menggunakan analisis Spearman rho untuk menguji ada tidaknya hubungan antara toleransi terhadap stres dengan perilaku meminum alkohol. Analisis statistik ini menggunakan bantuan program SPSS 12.0 for windows. Hasil analisis menunjukkan bahwa antara variable toleransi terhadap stres dan perilaku meminum alkohol memiliki nilai rxy = -0, 236 dengan p = 0,050 sehingga pada penelitian ini dinyatakan bahwa hipotesis diterima.
D. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara toleransi terhadap stres dengan intensitas perilaku meminum alkohol pada mahasiswa. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat toleransi terhadap stres yang tinggi sedangkan intensitas perilaku minum alkoholnya berada dalam tingkat sedang. Kondisi ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya toleransi terhadap stres pada mahasiswa dapat mempengaruhi perilaku meminum alkohol seseorang. Berdasarkan hasil analisis tambahan yang telah diperoleh yakni ada perbedaan signifikan pada toleransi terhadap stres antara intensitas perilaku meminum alkohol tinggi, intensitas perilaku meminum alkohol sedang dan intensitas perilaku meminum alkohol rendah, dimana toleransi terhadap stres
paling tinggi yakni pada intensitas perilaku meminum alkohol sedang kemudian diikuti dengan intensitas perilaku meminum alkohol rendah dan yang terakhir intensitas perilaku meminum alkohol tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas meminum alkohol pada seseorang berkaitan dengan toleransi terhadap stresnya. Seseorang dengan toleransi terhadap stress yang tinggi memang masih memiliki kecenderungan untuk berperilaku meminum alkohol namun perilakunya tersebut dalam tahap normal (intensitas minum sedang) dibandingkan dengan seseorang yang memiliki toleransi terhadap stres yang rendah memiliki kecenderungan untuk meminum alkohol dalam intensitas yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Tarter (1976) yang mengungkapkan bahwa orang yang mudah terkena stres dan tidak tahan terhadap stres akan lebih mudah kecanduan alkohol, sebaliknya orang yang lebih tahan terhadap stres cenderung kurang tergantung pada alkohol.
White & Watt (1981) Intensitas meminum alkohol dikatakan normal bila seseorang meminum alkohol hanya sewajarnya saja, serta masih dapat mengendalikan
perilaku
meminumnya
(tidak
tergantung
pada
alkohol).
Sedangkan Intensitas meminum alkohol dikatakan tinggi/ kecanduan) bila seseorang mau melakukan apa saja demi kepuasan dalam meminum alkohol, tanpa memikirkan resiko atau akibatnya atas perilaku meminumnya itu. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya subyek penelitian masih tergolong dalam intensitas meminum alkohol yang normal yakni berada tingkat sedang atau intensitas perilaku meminum alkoholnya tidak sampai pada tingkat kecanduan. Meskipun perilaku meminum alkohol pada responden yang memiliki tolersnsi terhadap stres yang tinggi sebagian besar memiliki intensitas minum
alkohol yang sedang perilaku ini tetap saja membutuhkan perhatian yang serius karena adanya sifat alkohol yang apabila dikonsumsi secara bertahap, pelan namun pasti akan merusak mental peminumnya serta dapat merusak liver bahkan akibat jangka panjang dapat menimbulkan kematian (Conger, 1977) . Hal ini tentu saja sangat membahayakan bagi seorang problem drinker ( seseorang yang mengkonsumsi alkohol untuk melupakan masalah/ stres) karena memiliki kecenderungan untuk menjadi seorang alkoholik ketergantungan alkohol). Rendahnya daya tahan seseorang terhadap stres menyebabkan seseorang akan merasakan stres yang lebih besar ketika berada pada keadaan stres dibandingkan dengan seseorang yang memiliki toleransi terhadap stres yang
tinggi
sehingga
membutuhkan
suatu
sesuatu
untuk
mengurangi
ketegangan. Alkohol merupakan salah satu alat yang mudah didapatkan ketika seseorang
mengalami
stres.
Davidof
(1991)
mengungkapkan
bahwa
seseorang menggunakan alkohol dalam usaha mengelak/ menghindar. Ketika seseorang merasa diliputi stres yang lama, kuat dan terus menerus akan cenderung mengelak sehingga untuk melarikan diri dari perasaan yang tidak menyenangkan dan seseorang mulai mengkonsumsi alkohol. Hal ini sesuai dengan pendapat Copper (1992) dalam teorinya bahwa alkohol digunakan untuk mengurangi ketegangan dan orang yang sedang stres membutuhkan alkohol untuk mengurangi ketegangan. Alasan
seseorang
menggunakan
alkohol
bila
dilihat
dari
sisi
psikologisnya, alkohol digunakan untuk pelarian / pereda ketegangan (Siregar, 2000). Hal ini dapat diartikan dengan ketika menghadapi situasi hidup yang sulit (menimbulkan stres) maka seseorang akan cenderung melarikan diri ke alkohol. Pendapat ini diperkuat oleh Conger (1977) faktor penguat intensitas perilaku
meminum alkohol pada seseorang karena secara sepintas alkohol dapat mengurangi ketegangan dan kecemasan serta membuang perasaan takut, cemas, ataupun depresi. Dengan kata lain alkohol bisa menyelesaikan kondisi stres ketika itu.
Di satu sisi tingginya tingkat toleransi terhadap stres namun pada kenyataanya memiliki kecenderungan intensitas minum alkohol pada kategori sedang hal ini kemungkinan disebabkan pengaruh dari beberapa faktor- faktor diantaranya faktor usia responden, adanya keturunan (gen) dari orang tua yang peminum sehingga menurun pada anak, pengaruh dari lingkungan pergaulan/ teman sebaya
serta
adanya
kemudahan
dalam
memperoleh minuman beralkohol. Bila dilihat dari segi usia, tingginya tingkat toleransi terhadap stres pada remaja menunjukkan keterlibatan yang tinggi dalam penyalahgunaan alkohol maupun obat-obatan. Hal ini kemungkinan terjadi karena usia pada masa remaja merupakan masa dimana seorang remaja sibuk mencari pengalaman baru. Remaja
ingin
mencoba
sesuatu
yang
baru
namun
seringkali
kurang
memperhatikan akibat yang akan ditimbulkannya. Moonks (2002) pada masa remaja yang mendominasii dan berperan besar dalam kehidupan remaja adalah teman pergaulan atau teman sebaya, terlebih saat remaja mulai bergabung dengan kelompok teman sebaya yang terlibat dalam penggunaan minuman beralkohol maka besar kemungkinannya remaja akan berperilaku yang sama dengan kelompok teman sebayanya. Kondisi
keluarga
yang
kurang
kondusif
juga
berperan
dalam
perkembangan individu. Furhman (1990) menyatakan bahwa hubungan antara
orang tua dengan anak dapat mempengaruhi keterlibatan seorang anak dalam penggunaan alkohol Artinya meskipun individu memiliki daya tahan yang tinggi terhadap yang stres namun masih memiliki kemungkinan untuk berperilaku meminum alkohol meskipun berada pada tingkat sedang (tidak sampai pada tahap
kecanduan).
Sebuah
penelitian
yang
dikemukakan
oleh
Madox
menemukan bahwa perilaku meminum alkohol dikalangan remaja terkait erat dengan mencontoh perilaku orang tuanya. Orang tua yang alkoholik dan membolehkan anaknya untuk meminum alkohol memiliki kemungkinan besar menurunkan secara genetik pada anaknya menjadi seorang alkoholik. Selain faktor keluarga, lingkungan sekitar ataupun lingkungan teman sebaya juga merupakan prediktor yang kuat yang dapat mempengaruhi seseorang untuk mengenal alkohol bahkan sampai kecanduan alkohol. Hal ini sesuai dengan penelitian Hawari yakni Hawkins (Yatim dkk,1993) yang mengatakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan prediktor kuat seseorang mengkonsumsii alkohol. Seseorang yang bergaul dengan kelompok penyalahguna minuman beralkohol maka akan memiliki resiko yang tinggi untuk berperilaku yang sama. Sehingga meskipun seseorang memiliki toleransi terhadap stres yang tinggi namun masih terdapat kemungkinan berpotensi untuk berperilaku meminum alkohol meski tidak dalam tingkat tinggi (mengkonsumsi alkohol masih dalam tahap yang wajar / tingkat sedang) Keadaan semakin diperburuk ketika ada kemudahan dalam mendapatkan minuman beralkohol bahkan dalam harga yang relatif terjangkau. Alkohol dapat dengan mudah diperoleh di supermarket, warung- warung kecil asalkan tahu tempatnya maka alkohol dapat dengan mudah didapatkan (Joewana dkk, 2001).
Hawari (Siregar, 2000) semakin mudah alkohol didapatkan, maka semakin besar pula terjadinya peningkatan dalam menyalahgunakan minuman beralkohol. Dari hasil pembahasan pada responden penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa meskipun memiliki daya tahan stres yang tinggi namun ketika seseorang diliputi oleh stres yang berlangsung lama, kuat serta bersifat menekan maka seseorang membutuhkan sesuatu untuk mengurangi ketegangan yang dirasakan dalam kondisi stres. Dalam hal ini alkohol hanya merupakan sebuah alat yang paling mudah diperoleh, sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku mengkonsumsi alkohol merupakan salah satu bentuk perilaku coping terhadap stres. Namun perilaku ini merupakan perilaku negatif (mengarah pada distres /stres yang merusak) sehingga dalam hal ini dibutuhkan peran yang besar dari lingkungan sekitar serta dukungan dan bantuan dari orang – orang terdekat untuk mencegah penyalahgunaan minuman beralkohol menjadi meningkat hingga pada tahap ketergantungan bahkan hingga mencapai kecanduan (adiksi). Pada penelitian kali ini juga masih terdapat beberapa kelemahan diantaranya yaitu adanya sedikit keluhan pada beberapa responden yang menyatakan bahwa aitem– aitem pada skala toleransi terhadap stres terlalu banyak. Hal ini memungkinkan subyek menjadi bosan dan jenuh karena merasa dalam mengisii angket tersebut tidak juga selesai. Sehingga bisa jadi saat subyek mengisi skala menjadi kurang serius dan kurang berhati – hati dalam memahami pernyataan demi pernyataan dalam skala ataupun mengisi skala secara ‘’asal – asalan’’.
PENUTUP KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
secara umum
intensitas perilaku meminum alkohol pada responden penelitian berada dalam kategori yang sedang sedangkan toleransi terhadap stres secara umum termasuk dalam kategori yang tinggi. Ada hubungan antara toleransi terhadap stres
dengan
intensitas
perilaku
meminum
alkohol
pada
mahasiswa”.
Sumbangan yang diberikan oleh toleransi terhadap stres terhadap intensitas perilaku meminum alkohol sebesar 13,6 % dan sisanya sebesar 86,4 % dipengaruhi oleh faktor- faktor lain diluar variabel toleransi terhadap stres. B. Saran 1. Bagi Subyek penelitian Penulis menyarankan kepada remaja khususnya mahasiswa ketika sedang mengalami masalah yang menimbulkan stres sebaiknya berusaha mencari jalan keluar/ solusi permasalahan guna menyelesaikan masalah tersebut, jangan mengelak apalagi melarikan diri dari masalah ke hal- hal negatif seperti meminum alkohol. Karena bagaimanapun juga mengkonsumsi minuman beralkohol meskipun dalam batas yang wajar tetap merupakan bentuk perilaku yang negatif. Hal ini dikarenakan mengkonsumsi alkohol termasuk dalam penyalahgunaan obat- obatan terlarang (drug abuse) yang apabila dikonsumsi meski dalam jumalh yang sedikit, pelan namun pasti akan merusak mental peminumnya serta dapat menimbulkan terjadinya ketergantungan bahkan kecanduan (adiksi).
Stres bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja, namun hal ini tergantung dari cara kita menyikapi stres tersebut, dengan berpikir positif dalam memandang segala sesuatu dan berdoa akan membantu kita menenangkan pikiran sehingga kita dapat berfikir dengan jernih dan dapat menemukan jalan keluar dari solusi permasalahan dibandingkan dengan kita melarikan diri pada minuman keras/ alkohol. Selain itu peneliti menghimbau kepada para remaja agar selalu berhati- hati dalam memilih teman sebaya, karena salah memilih teman dapat menjerumuskan kita pada hal- hal negatif seperti berperilaku meminum alkohol. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tema yang sama disarankan untuk memperhatikan faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh dan berhubungan dengan intensitas perilaku meminum alkoholsehingga dapat menentukan faktor- faktor lainnya yang lebih berperan serta dapat memberikan sumbangan yang besar terhadap variabel intensitas perilaku meminum alkohol. Perlu juga diperhatikan bagi peneliti selanjutnya untuk memperhatikan jumlah aitem dalam angket penelitian, agar aitem jangan terlalu banyak hal ini selain untuk menjaga kenyamanan namun juga untuk menghindari rasa jenuh responden penelitian pada saat mengisi angket.