PENGANGKUTAN SEDIMEN DI DEKAT PANTAI Oleh : Endah Kurniyasari 1206 100 028 Dosen Pembimbing : Drs. Kamiran, M.Si Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010 Abstrak Pengangkutan sedimen terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai akibat sedimen yang dibawanya. Pengangkutan sedimen pantai banyak menimbulkan fenomena perubahan dasar perairan seperti pendangkalan muara sungai, erosi pantai, perubahan garis pantai, dan sebagainya. Fenomena yang timbul akibat pengangkutan sedimen ini biasanya merupakan permasalahan terutama pada daerah pelabuhan sehingga prediksi mengenai banyaknya sedimen yang terangkut sangat diperlukan dalam perencanaan ataupun penentuan metode penanggulangan. Dalam tugas akhir ini dipelajari hubungan antara lapisan batas dengan pengangkutan sedimen. Konsep pemodelan yang telah terbukti efisien diberikan dalam memprediksi kekuatan lapisan batas, dimana dalam pemodelan turbulensinya mengekspresikan spesifik energi kinetik turbulen (k). Model k-ε digunakan untuk memprediksi lapisan batas gelombang di pantai dengan lebih baik. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketebalan lapisan batas berpengaruh terhadap pengangkutan sedimen. Dari sini ditemukan bahwa uprush memiliki ukuran pengangkutan sedimen lebih besar daripada backwash. Selain itu, diperoleh relasi pantai berdasarkan butiran sedimennya. Dari relasi pantai ini, profil arus dan pengangkutan sedimen di daerah surf dan swash dapat dipelajari. Kata kunci : lapisan batas, model k-ε, pengangkutan sedimen diperkirakan seberapa banyak pengangkutan sedimen. Hal inilah yang mendasari bahwa pemahaman pengangkutan sedimen sangat diperlukan untuk pengelolaan pantai yang benar. Dalam tugas akhir ini lapisan batas diselesaikan dengan menggunakan model k-ε untuk masalah pengangkutan sedimen di dekat pantai. Hal pertama yang diperlukan dalam menyelesaikan lapisan batas adalah menentukan jenis aliran, yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Akan tetapi ada juga aliran yang disebut aliran transisional yaitu suatu aliran peralihan dari aliran laminar menjadi aliran turbulen. Di daerah dekat pantai aliran yang dominan terjadi adalah aliran turbulen sehingga model yang digunakan disini adalah model persamaan turbulensi. Salah satu versi dari model persamaan turbulensi yaitu model k-ε
1. Pendahuluan Gelombang laut adalah salah satu representasi gejala alam yang menarik. Gelombang yang terbentuk di lautan lepas merambat dan tiba di pantai bersama dengan sejumlah besar tenaga yang sangat berpotensi untuk merusak tetapi sebaliknya juga berpeluang untuk dapat dimanfaatkan. Gelombang yang tiba di dekat pantai ini akan memberikan energinya ke pantai. Bagaimana dan seberapa besar energi yang diberikan oleh gelombang sangat ditentukan oleh profil kedalaman serta bentuk lautnya. Energi yang diberikan oleh gelombang dimanifestasikan dalam bentuk pengangkutan sedimen. Pemasangan suatu struktur di pantai akan menimbulkan dampak kerusakan pantai yang sangat serius. Untuk mencegah itu perlu
1
yang telah terbukti efisien dalam memprediksi kekuatan lapisan batas. Disini model k-ε digunakan untuk memprediksi ketebalan lapisan batas gelombang yang terkait dengan koefisien gesekan kulit dan tegangan geser di dekat pantai. Pemodelan k-ε pada dasarnya menitikberatkan pada mekanisme yang terjadi pada aliran turbulen dengan pendekatan energi kinetik. Pengaruh gelombang permukaan ditransmisikan ke dasar laut melalui lapisan batas. Oleh karena itu, suatu bagian penting dari pengangkutan sedimen diatur oleh ketebalan lapisan batas.
Gambar 1. Proses-proses pembangunan bentuk pantai (reproduksi dari Short A.D 1999). Pada saat gelombang mendekati pantai maka akan terjadi perubahan pada panjang dan tinggi gelombang. Panjang gelombang akan memendek dan tinggi gelombang akan naik. Terdapat suatu kondisi kritis pada tinggi gelombang dimana kecepatan partikel air akan lebih besar dari kecepatan fase gelombang. Pada kondisi ini maka gelombang akan pecah dan mendistribusikan energinya ke pantai. Dalam terminologi geomorfologi pantai, daerah dimana gelombang pecah sampai bibir pantai dinamakan zona surf (surf zone). Daerah ini merupakan daerah yang paling aktif karena terjadi transformasi enrgi yaitu dari energi gelombang ke energi yang lain misalnya energi disipasi. Berdasarkan pengamatan selama bertahuntahun beberapa ilmuwan atau insinyur teknik pantai telah mengembangkan formulasi empirik yang dapat digunakan untuk memprakirakan gelombang pecah secara cukup akurat. Parameter yang sering digunakan untuk melihat perilaku gelombang pecah adalah parameter surf similaritas atau sering disebut bilangan Iribarren (Ni) yang didefinisikan sebagai:
2. Tinjauan Pustaka 2.1 Gelombang Proses-proses yang terjadi di pantai mempunyai skala spasial mulai dari orde 0-10m, 10-1000m, 1-10km dan 10-100km atau lebih. Proses-proses tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya dan resultannya akan membentuk pola atau bentuk pantai. Skala terkecil terjadi di daerah swash zone. Di daerah ini proses yang dominan terjadi adalah pengangkutan (transport) sedimen akibat turbulensi. Swash zone adalah daerah antara gelombang pecah sampai bibir pantai dan ciri khasnya adalah adanya buih yang berwarna putih. Bentuk buih ini menyatakan aliran yang turbulen. Skala yang kedua dengan panjang antara 10m sampai 1 km disebut proses garis pantai. Proses yang dominan terjadi adalah pengangkutan sedimen oleh arus imbuh gelombang dimana arus yang sangat terkenal dinamakan arus sejajar pantai atau arus susur pantai (longshore currents). Kumpulan dari skala ini akan memberikan suatu sistem sirkulasi sel yang sering disebut daerah surf. Sirkulasi ini mempunyai skala yang ketiga yaitu 1-10km. Sebenarnya panjang skala ini tidaklah mutlak benar karena morfologi pantai sangat dinamik. Akumulasi atau resultan dari ketiga proses diatas membangun suatu bentuk pantai (beach form atau beach profile) yang mempunyai skala spasial lebih besar dari 10km.
Ni
tan H
L0
L0 ,
gT 2 2
dengan β adalah sudut kemiringan pantai dan T adalah periode gelombang. Terdapat suatu relasi empiris antara kemiringan pantai (β) dengan tinggi gelombang yang dinyatakan sebagai berikut (Short,A D 1999):
2
0.12 Hb T gD
2
yang mengalir dengan permukaan benda. Konsep lapisan batas ditemukan oleh Ludwig Prandlt pada tahun 1904 yang merupakan seorang ahli aerodinamika Jerman. Prandtl mengklasifikasikan aliran yang melewati suatu kontur permukaan menjadi dua daerah, yaitu : 1. Daerah di dalam lapisan batas (dekat permukaan kontur) dimana efek viskositas sangat berpengaruh (viscous flow). Daerah ini sering disebut sebagai lapisan batas (boundary layer), adalah suatu lapisan tipis yang berada di sebelah dari perbatasan benda. Pada kawasan ini kecepatan aliran adalah nol pada dinding, dan bertambah dengan cepatnya dalam perbandingan terhadap kecepatan permukaan bebas. Dalam kawasan lapisan batas, distribusi kecepatan sangat dipengaruhi oleh gaya geseran. 2. Daerah di luar lapisan batas dimana efek viskositas diabaikan (inviscid flow). Pada daerah ini pengaruh viskositas sangat kecil sehingga cenderung diabaikan, gaya geseran dapat diabaikan bila dibandingkan dengan gaya inersia. Dalam hal ini fluida dapat dianggap inviscid (non viscous) dan tanpa rotasi (irotasi). Tebal boundary layer sendiri digolongkan menjadi dua, yaitu ketebalan lapisan batas dan ketebalan perpindahan lapisan batas. Ketebalan lapisan batas (δ) didefinisikan sebagai jarak dari permukaan solid ke lapisan di daerah yang mengalami hambatan karena gesekan. Namun kenyataannya karena pengaruh gesekan terjadi terus menerus, pada perhitungan, dipergunakan definisi tebal lapisan batas adalah jarak dari permukaan penampang ke titik dimana kecepatannya bernilai 99% dari kecepatan aliran bebas. Ketebalan perpindahan lapisan batas (δ*) didefinisikan sebagai tebal aliran tanpa gesekan yang laju massa alirannya sama dengan pengurangan laju massa aliran fluida bergesekan. Sehingga perhitungan tebal perpindahan ini didasarkan pada laju massa aliran sebelum bergesekan dengan permukaan solid dikurangi laju aliran setelah bergesekan.
Dengan H b adalah tinggi gelombang pecah, dan D adalah ukuran diameter butir ratarata. Tetapi pada kemiringan pantai dapat diukur sehingga relasi ini jarang digunakan. Relasi ini dapat digunakan untuk estimasi tinggi gelombang pecah, karena yang mudah kita lakukan adalah mengukur T, D dan β. Dari hasil pengamatan (Sulaiman, Soehardi (2008)) ternyata gelombang pecah banyak macamnya dan secara umum dapat digolongkan dalam empat golongan yaitu: 2.1.1 Gelombang pecah tipe spilling Pada tipe spilling, muka gelombang pecah akan meluruh searah pantai dan lama kelamaan akan membentuk buih di bibir pantai (Ni < 0.4) 2.1.2. Gelombang pecah tipe plunging Pada tipe plunging, muka gelombang memecah dengan cara bergulung-gulung dan akhirnya akan membentuk buih yang dicirikan dengan adanya limpasan yang ikut di pantai. Gelombang pecah tipe ini sangat baik untuk kegiatan surfing (0.4
3.2) Biasanya gelombang pecah tipe plunging dan spilling terjadi di pantai yang berbatasan dengan samudra, misalnya pantai selatan Jawa dll. Sedangkan gelombang pecah tipe surging dan collapsing terjadi pada pantai dengan laut tertutup atau semi tertutup, misalnya pantai utara Jawa. 2.2 Teori Lapisan Batas Lapisan batas merupakan lapisan tipis pada permukaan solid surface yang membatasi daerah inviscid dan daerah viscous. Lapisan batas terjadi karena adanya gesekan antara fluida
2.3 Model k-ε Salah satu versi dari model persamaan turbulensi, yaitu model k-ε yang telah terbukti efisien dalam memprediksi kekuatan lapisan
3
Bedload: terjadi pada sedimen yang relatif
batas. Dalam tugas akhir ini model k-ε standart yang dipergunakan untuk memprediksi ketebalan lapisan batas gelombang. Pada model k-ε, k adalah energi kinetik turbulen, dan ε adalah tingkat dissipasi turbulen (m2/s3). Untuk bidang aliran seragam, tegangan gesekan berkaitan dengan kecepatan fluida aliran bebas melalui koefisien gesekan C f
lebih besar (seperti pasir, kerikil, kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inertia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen tersebut bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen yang satu dengan lainnya. Saltation: umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.
melalui hubungan kuadrat sebagai berikut :
b u 2 C f
1 U 2 2
Dengan menggunakan nilai akhir dari u , nilai k dan ε pada bidang didefinisikan oleh Bakhtyar, Ghaheri, Yeganeh, dan Barry (2009) sebagai:
k
u2
,
C 1
Di kawasan pantai terdapat dua arah pengangkutan sedimen. Yang pertama adalah pergerakan sedimen tegak lurus pantai (crossshore pengangkutan) atau boleh juga disebut dengan pergerakan sedimen menuju dan meninggalkan pantai (onshore-offshore transport). Yang kedua, pergerakan sedimen sepanjang pantai atau sejajar pantai yang biasa diistilahkan dengan longshore transport. 2.4.1 Pergerakan sedimen tegak lurus pantai (cross-shore transport) Pengangkutan sedimen tegak lurus pantai dapat dilihat pada bentuk pantai (kemiringan pantai) dan bentuk dasar lautnya (bar & trough). Secara penampakan geomorfologi, proses pengangkutan sedimen tegak lurus pantai biasanya terjadi di teluk. 2.4.2 Pengangkutan sedimen sejajar pantai (longshore transport) Orang sering menyebut pengangkutan sedimen sejajar pantai (dalam bahasa ilmiahnya littoral sediment transport) atau longshore sediment transport. Proses ini biasanya terjadi di pantai yang berbatasan dengan samudra dan merupakan proses yang penting karena berdampak sangat besar terhadap suatu struktur yang dibuat manusia misalnya jetti atau groin.
uz u z 1 exp , 26 v uz vt uz 1 exp 26v Untuk bidang halus C =0,09 dekat dinding. 3
Dari model k-ε ketebalan lapisan batas (δ) pada gelombang pantai dapat dihitung, Zhang dan Liu ( 2008):
2k c0
dimana
H dengan H b adalah tinggi Hb pecah (m), H adalah tinggi
c0
gelombang gelombang (m).
2.4 Pengangkutan sedimen Sedimen adalah material atau pecahan dari batuan, mineral dan material organik yang melayang-layang di dalam air, udara, maupun yang dikumpulkan di dasar sungai atau laut oleh pembawa atau perantara alami lainnya. Sedimen dapat diangkut dengan tiga cara: Suspension: umumnya terjadi pada sedimensedimen yang sangat kecil ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau angin yang ada.
Pengangkutan sedimen dekat pantai dan perkembangannya telah dianalisis di beberapa penelitian. Rumus terbanyak yang digunakan
4
untuk menjelaskan mengenai pengangkutan sedimen didasarkan pada hubungan antara parameter Shields dan ukuran dasar pengangkutan sedimen. Rumus pengangkutan sedimen oleh Meyer Peter dan Muller (1948) adalah:
Masselink dan Hughes (1998) diperlukan konstanta empiris yang berbeda (C) untuk menghubungkan perhitungan kecepatan dan pengangkutan sedimen di uprush dan backwash. Nielsen (2002) menganjurkan persamaan sebagai berikut:
0 , 2.5 0.05 C 2.5 0.05 2.5 signu* (t ) , 2.5 0.05
0 , cr n C cr , cr
(t )
Dengan:
b adalah parameter Shield, S gD
Cuprush 19.9 4.1 Cbackwash 8.9 1.7
b adalah tegangan geser, adalah ukuran pengangkutan (m2/s),
3. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan pada tugas akhir dalam menyelesaikan permasalahan adalah: 1. Kajian Literatur 2. Pemodelan Gelombang Pantai 3. Pemodelan Ketebalan Lapisan Batas Gelombang dengan model k-ε 4. Pemodelan Pengangkutan Sedimen 5. Simulasi dengan Matlab 6. Analisis Hasil Simulasi 7. Kesimpulan
D adalah diameter sedimen (m), S dan secara berturut-turut adalah kepadatan partikel dan fluida, cr adalah tegangan geser kritis di atas yang memungkinkan perpindahan sedimen, C dan n adalah konstanta empiris oleh Wilson (1987) (C=12 dan n=1.5). Dasar pengangkutan sedimen dan rumus digunakan untuk menghitung pengangkutan sedimen bersih yang sesuai dengan penghitungan dasar pengangkutan pada akhir deburan yang mengarah ke laut. Madsen (1991) memperoleh rumus dasar pengangkutan sedimen untuk bed-load qb (t ) (m2/s) :
qb (t ) ( s 1) gD 3
fu b2
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Tipe Pantai Untuk menentuka tipe pantai pada gelombang pecah, cara yang paling sederhana adalah dengan mendapatkan suatu relasi yang menghubungkan parameter gelombang dengan parameter tipe pantai. Gaurlag pada tahun 1968 mempublikasikan penelitiannya tentang relasi empirik antara parameter gelombang (tinggi gelombang Hb dan periode T) dengan parameter pantai (kecepatan jatuh Ws) untuk mendapatkan tipe pantai. relasi ini dinyatakan oleh (Short, A D 1999):
3 u C cr 2 b tan ub 1 tan
2 gDs 1
, cr
cr
gDs 1
disini adalah sudut kemiringan lereng pantai, s adalah berat khusus dari sedimen, adalah pergeseran sudut untuk perpindahan grain, f adalah faktor pergeseran gelombang, t adalah waktu (s), dan subscript cr gerak sedimen.
Hb Ws T
Berikut ini akan ditabelkan relasi tipe pantai dengan parameter seperti diatas: Tabel 1. Karakteristik tipe pantai (reproduksi Short A.D 1999) Relasi Reflektif Intermediate Dissipassif Ω=Hb/(WsT) <1 2-5 >6 Tipe surging spillingspilling
Secara fisik aliran uprush dan backwash sangat berbeda, hal ini dikarenakan bahwa model pengangkutan sedimen pada daerah ini memiliki perbedaan parameter. Menurut
5
Gelombang Banyaknya gelombang di surf
plunging
1
uprush, Profil arus backwash Bentuk pantai curam Sandbar tidak ada Kemiringan lereng >4 Pengangkutan sedimen di pantai rendah Jenis sedimen bedload Teksture mediumsedimen coarse
1-3 arus RIP, arus longshore ritmik sedikit
>3 bore wave, arus balik dasar datar banyak
2-6
<2
medium campuran finemedium
tinggi suspended fine (kompak) flat (tanpa pola) ~200 m
Dari keterangan tersebut menunjukkan bahwa pantai yang dimaksudkan disini memiliki jenis sedimen medium-coarse. Tipe gelombang surging yang dihasilkan memberikan arti bahwa pengangkutan sedimen terjadi pada pantai laut tertutup atau semi tertutup misalnya pantai utara Jawa. Pengangkutan sedimen ini tergolong rendah dengan jenis sedimen yang dibawanya berupa bedload. Bentuk pantainya pun curam dengan kemiringan >40. Dari tabel tersebut juga dapat diketahui secara eksak jarak nearshore yang dimaksudkan disini yaitu <100 m pada daerah surf. Di daerah bertipe reflektif ini profil arusnya berdasarkan uprush dan backwash, sehingga dari profil arus ini dapat digunakan untuk menghitung pengangkutan sedimen di dekat pantai. Kriteria lain yang didapat adalah jika Ω<1 maka pantai akan curam dan stabil, jika Ω>1 maka pantai akan tererosi. Karena pantai yang dimaksudkan disini adalah tipe pantai dengan relasi reflektif, pantai akan curam namun stabil dan tak tererosi.
Swash zone curam sedang Surf zone <100 m ~100 m Dengan: H b adalah tinggi gelombang pecah diasumsikan 0.156 m.
Ws
2
gD 18v
4.2 Profil Kecepatan Logaritma
s 1
Percepatan gravitasi, g = 9.8 m/s2, D, 0.5-2 mm. Massa jenis sedimen, s = 2.65 g/cm3(=2.65 ton/m3), Massa jenis fluida, = 1.025 g/cm3(=1.025 ton/m3), viskositas air laut, v= 1.1x10-3 kg/ms pada suhu ruang(=1.1 x 10-6 ton/ms), Ws =0.196-3.14 m/s, T = 3-15 detik Sehingga diperoleh 0.003< Ω <0.26.
Gambar 2. Profil kecepatan logaritma. (z adalah jarak arus dari bidang dasar dengan z = y + Δ z) Gelombang yang menjalar dari laut dalam (deep water) menuju ke pantai akan mengalami perubahan bentuk karena adanya perubahan kedalaman laut. Pada Gambar.4.7, Δ z = 0.032 , Δ z = 0.038 dan Δ z = 0.003 m sempat mengalami perlambatan, hal ini dikarenakan apabila gelombang bergerak mendekati pantai, pergerakan gelombang di bagian bawah yang berbatasan dengan dasar laut akan melambat. Ini adalah akibat dari friksi/gesekan antara air dan dasar pantai.
Dari relasi ini dapat diketahui bahwa tipe pantai yang dimaksudkan disini adalah tipe pantai reflektif. Diperoleh keterangan sebagai berikut, ( Sulaiman, Soehardi, (2008)) : Medium-Coarse sand merupakan sedimen dengan ukuran 0.25-2 mm, Fine-Medium sand merupakan sedimen dengan ukuran 0.125-0.5 mm, Fine(kompak) sand merupakan sedimen dengan ukuran 0.125-0.25 mm.
6
Sementara itu, bagian atas gelombang di permukaan air akan terus melaju. Semakin menuju ke pantai, puncak gelombang akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin datar. Fenomena ini yang menyebabkan gelombang tersebut kemudian pecah dan mentransfer energi dan massa ke daratan. Transfer energi terjadi dalam bentuk tranfer panas atau energi kinetik dimana kita melihatnya sebagai buih yang ada di lautan, bentuk buih ini menyatakan aliran yang turbulen. Sedangkan ε adalah rata-rata disipasi energi kinetik turbulen. Besaran ini dapat diukur oleh peralatan. Salah satu contoh adalah Modular Microstructure Profiler (MMP) yang dikembangkan oleh laboratorium Fisika terapan Universitas Washington.
Dari persamaan Hukum Kekekalan Massa dan Hukum Kekekalan Momentum dapat diperoleh persamaan gelombang permukaan. Persamaan gelombang arah horizontal dengan kedalaman z di bawah permukaan air pada jarak x dan pada waktu t.
A
Dari persamaan di atas dapat diperoleh kecepatan fluida arah horizontal dengan kedalaman z di bawah permukaan air pada jarak x dan pada waktu t.
dx dt d H coshk z h sin t kx dt 2 sinhkh
U=
4.3 Persamaan Gelombang Permukaan Laut Gelombang permukaan laut pada dasarnya adalah fenomena dinamika fluida. Segala macam perilaku fluida harus memenuhi hukum fisika. Hukum fisika adalah hukum tentang kekekalan. Dalam fluida terdapat dua hukum kekekalan yaitu kekekalan massa dan kekekalan energi (atau kekekalan momentum). Hukum kekekalan energi adalah juga hukum kekekalan momentum, hal ini mudah dimengerti jika kita menggunakan mekanika Lagrange atau mekanika Hamilton. 4.3.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa massa fluida kekal dimana saja dan secara matematik akan diperikan oleh sebuah persamaan yang dinamakan persamaan kontinuitas (Rijn, 1994). Persaman kekekalan massa dapat ditulis
H coshk z h cost kx. 0.sin t kx 2 sinhkh =
H coshk z h 2
sinhkh
cost kx
Persamaan gelombang arah vertikal dengan kedalaman z di bawah permukaan air pada jarak x dan pada waktu t.
B
H sinhk z h cost kx 2 sinh kh
Dari persamaan di atas dapat diperoleh kecepatan fluida arah horizontal dengan kedalaman z di bawah permukaan air pada jarak x dan pada waktu t.
dy dt d H sinhk z h cost kx dt 2 sinhkh W=
U W 0 x x
4.3.2 Hukum Kekekalan Momentum Untuk aliran fluida incompressible non viscous 0 , Euler (1701-1783) mengaplikasikannya pada persamaan kekekalan momentum untuk elemen fluida.
U U W 1 U W t x z U U W 1 U W t x z
H cosh[k ( z h)] sin(t kx) 2 sinh(kh)
P x P g z
H sinhk z h sint kx. 0. cost kx 2 sinhkh H sinhk z h sin t kx = 2 sinh kh Dari persamaan gelombang permukaan tersebut, dapat diketahui bahwa massa dan momentum memiliki peranan penting pada gelombang permukaan. Tujuan dari lapisan batas adalah untuk memungkinkan fluida berubah kecepatannya
7
dari nilai U di sekitar permukaan gelombang menjadi nol pada bidang dasar( Munson, Young, Okiishi(2002)). Dengan diketahui profil kecepatan, merupakan masalah yang mudah untuk menentukan kecepatan gesekan dinding. Kecepatan gesekan ini dapat digunakan untuk menentukan tegangan geser dinding. Akibat gesekan dinding terjadilah pengangkutan sedimen. Oleh karena itu, ketebalan lapisan batas memiliki pengaruh yang besar dalam pengangkutan sedimen.
4.4.2 Simulasi Distribusi Spasial Pengangkutan Sedimen Pengangkutan sedimen cross-shore di daerah swash dan surf untuk pantai dengan diameter sedimen berukuran D = 0.001 meter, jarak = 10 meter diilustrasikan pada Gambar 2. Dengan θ2.5 (tegangan geser yang menyebabkan perpindahan sedimen dengan kekasaran bidang 2.5D) kurang dari 0.05.
4.4
Simulasi dan Analisis Pengangkutan Sedimen Pada Subbab ini akan dilakukan dua macam simulasi, yaitu simulasi pengangkutan sedimen bedload dan distribusi spasial pengangkutan sedimen. 4.4.1 Simulasi Pengangkutan Sedimen Bedload Kedalaman air yang digunakan dalam penelitian ini sekitar 0.156 m. Gambar 1 menunjukkan pengangkutan sedimen crossshore dengan sudut kemiringan β = 4.2 0, 5.250 pada jarak = 10 meter dan ukuran diameter sedimen 0.00075 meter. Semakin besar sudut kemiringan yang diberikan menyebabkan bedload yang terangkut dalam satu kali deburan tersebut meningkat.
(a)
(b) Gambar. 4. Distribusi Spasial dari Pengangkutan Sedimen cross-shore dengan a) θ=0.01, b)θ=0.03. Pada kondisi seperti yang ditunjukkan Gambar 4, ketika Parameter Shield (θ2.5)< 0.05 pengangkutan sedimen baik di uprush maupun di backwash bernilai 0. Seperti yang tertera pada model distribusi spasial pengangkutan sedimen yang dikemukakan oleh Nielsen.
(a)
(b) Gambar 3. Pengangkutan Sedimen Jenis Bedload a) β = 4.20, b) β = 5.250.
8
Tabel 2. Distribusi spasial dari pengangkutan sedimen maksimum Pengangkutan Ketebal Sedimen Minimum an Diameter Jarak θ2.5 (meter) Lapisan (meter) uprush backwash Batas (meter) 0.01 0.001 10 0 0 θ2.5< 0 0.03 0.001 10 0 0 0.1 0.001 10 -1.4863 -0.6593 0.0833 1 0.001 10 -28.2391 -12.5274 0.0833 2 0.001 10 -57.9645 -25.7141 0.0833 5 0.001 10 -147.1408 -65.2742 0.0833 1 0.0005 10 -28.2391 -12.5274 0.0701 1 0.00075 10 -28.2391 -12.5274 0.0776 θ2.5> 0 1 0.0015 10 -28.2391 -12.5274 0.0922 1 0.002 10 -28.2391 -12.5274 0.0991 2 0.002 5 -57.9645 -25.7141 0.0496 2 0.002 10 -57.9645 -25.7141 0.0991 2 0.002 20 -57.9645 -25.7141 0.1982 2 0.002 30 -57.9645 -25.7141 0.2974
(a)
(b) Gambar 5. Distribusi Spasial dari Pengangkutan Sedimen cross-shore dengan a)θ2.5=0.1,b)θ2.5= 2.
Tabel 4.6. Distribusi spasial dari pengangkutan sedimen minimum
0.01 0.001 0.03 0.001
10 10
Pengangkutan Ketebalan Sedimen Lapisan Maximum Batas uprush backwash (meter) 0 0 0 0
0.1 1 2 5
0.001 0.001 0.001 0.001
10 10 10 10
1.8816 0.8095 0.0516 35.7495 15.3813 0.0516 73.3806 31.5722 0.0516 186.274 80.1448 0.0516
0.0005 0.00075 0.0015 0.002
10 10 10 10
35.7495 35.7495 35.7495 35.7495
15.3813 15.3813 15.3813 15.3813
0.0434 0.0480 0.0571 0.0613
0.002 0.002 0.002 0.002
5 10 20 30
73.3807 73.3807 73.3807 73.3807
31.5722 31.5722 31.5722 31.5722
0.0307 0.0613 0.1226 0.1840
θ2.5
Sedangkan ketika Parameter Shield (θ2.5) > 0.05, pengangkutan sedimen maksimum memiliki nilai yang beragam. Perubahan nilai pada Parameter Shield (θ2.5) (ukuran diameter sedimen diasumsikan 0.001 meter dan jarak diasumsikan 10 meter), berpengaruh terhadap pengangkutan sedimen. Aliran turbulen yang terjadi pada fluida menyebabkan perubahan kecepatan gesekan karenan sifat acak dan tak beraturannya turbulensi. Kecepatan gesekan akan menurun seiring penurunan ketebalan lapisan batas begitu juga sebaliknya. Perubahan ketebalan lapisan batas pada aliran turbulensi menyebabkan pengangkutan sedimen yang terjadi pada lapisan batas turut berubah. Dari Gambar 5, pengangkutan sedimen terendah terjadi pada ketebalan lapisan batas yang sama yaitu 0.0833 meter sedangkan untuk pengangkutan sedimen tertinggi terjadi pada ketebalan lapisan batas 0.0516 meter (baik di uprush maupun backwash). Nilai negatif (-) pada distribusi spasial pengangkutan sedimen menunjukkan bahwa sedimen cenderung mengendap, sedangkan untuk nilai positif (+) menunjukkan terjadinya pengangkutan sedimen.
θ2.5 < 0
1 1 θ2.5 >0 1 1 2 2 2 2
Jarak (meter (meter) )
Diameter
Melalui grafik distribusi spasial pengangkutan sedimen menunjukkan bahwa pengangkutan sedimen lebih besar pada ketebalan lapisan batas gelombang yang lebih kecil. Selain itu, dari tabel menunjukkan bahwa uprush membawa sedimen lebih banyak dibandingkan dengan backwash, sehingga
9
muncul indikasi bahwa uprush lebih penting daripada backwash untuk pengangkutan sedimen.
batas memiliki pengaruh yang besar dalam pengangkutan sedimen. 5.2. Saran Untuk penelitian selanjutnya disarankan dilakukan pada daerah yang memiliki jenis sedimen dan tipe pantai yang berbeda agar pengangkutan sedimen yang dihasilkan berbedabeda kemudian dibandingkan hasilnya. Selain itu dapat pula digunakan model turbulensi lain yang lebih akurat, mengingat model-model baru pada turbulensi ini senantiasa berkembang tiap waktu. Hal ini dimaksudkan agar dapat diperoleh pemodelan turbulensi dengan lebih baik.
5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pengangkutan sedimen bedload mengalami kenaikan ketika sudut kemiringan pantai (β) dan jarak gelombang dari bibir pantai (x) diperbesar. Pada saat β diperbesar pengangkutan sedimen maksimum mencapai 20043.4412 m2/s pada β=5.90, sedangkan pada saat x diperbesar pengangkutan sedimen maksimum mencapai 2071.1925 m2/s pada x=30 meter. Namun pengangkutan sedimen mengalami penurunan ketika diameter (D) sedimen diperbesar, pada kondisi ini lebih banyak sedimen yang tertinggal daripada sedimen yang terangkut. Pada saat diameter diperbesar, nilai pengangkutan sedimen maksimum mencapai 109.3423 m2/s pada D=0.001 meter dan pengangkutan sedimen minimum bernilai-7732.8732 m2/s pada D=0.002 meter. 2. Distribusi spasial pengangkutan sedimen bernilai 0 untuk Parameter Shield (θ2.5) < 0.05. Sedangkan ketika Parameter Shield (θ2.5) > 0.05, pengangkutan sedimen memiliki nilai yang beragam dan semakin meningkat seiring meningkatnya parameter shield. Ketika θ2.5=1 pengangkutan sedimen maksimum bernilai 35.7495 m2/s di uprush dan 15.3813 m2/s di backwash pada saat ketebalan lapisan batas 0.0434, 0.0480, 0.0571, dan 0.0613 meter untuk masing– masing kondisi (perubahan diameter). Ketika θ2.5=2 pengangkutan sedimen maksimum bernilai 73.3807 m2/s di uprush dan 31.5722 m2/s di backwash pada saat ketebalan lapisan batas 0.0307, 0.0613, 0.1226, dan 0.1840 meter untuk masing–masing kondisi (perubahan jarak). Begitu juga pada pengangkutan sedimen minimum. 3. Perubahan ketebalan lapisan batas pada aliran turbulensi menyebabkan pengangkutan sedimen yang terjadi pada lapisan batas turut berubah. Oleh karena itu, ketebalan lapisan
6. Daftar Pustaka Bakhtyar, R., Ghaheri, A., Yeganeh, A., Barry, D.A. 2009. Process-based model for nearshore hydrodynamics, sediment transport and morphological evolution in the surf and swash zones. Applied Ocean Research 31 44-56 Madsen, OS. 1991. Mechanics of cohesionless sediment transport in coastal waters. Coastal sediments. p. 15-27. Meyer-Peter, E., Muller, R. 1948.Formulas for bedload transport. In: Proceedings of 3rd meeting of the international association for hydraulic research. p. 39-644. Munson, Bruce R., Young, Donald F., Okiishi, Theodore H. 2002. Mekanika Fluida. Diterjemahkan oleh Dr. Ir. Harinaldi dan Ir Budiarso, M. Eng. Edisi keempat. Jakarta : Penerbit Erlangga. Nielsen, P. 2002. Shear stress and sediment transport calculations for swash zone modeling. Coastal Engineering 45:53-60. Rijn, Leo C.van. 1994. Principle of fluid flow and surface wave in rivers, estuaries, seas and oceans. Second edition. Netherlands : Aqua Publication. Short, D.A. 1999. Handbooks of Beach & Shoreface Morphology. New York : John Willey & Son. Sulaiman, A., Soehardi, I. 2008. Geomorfologi Pantai. BPPT. Zhang, Qinghai., Liu, Philip L.F. 2008. A numerical study of swash flows generated by bores. Coastal Engineering 55 1113–113
10