PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN TATA LETAK PADA GUDANG PERSEDIAAN MULTI PRODUK DI PT. SINAR BAJA ELEKTRIK SURABAYA Brd. Suryanto1) dan Mochammad Hatta2) Jurusan Teknik Industri, Universitas 45 Surabaya Email: 1)
[email protected], 2)
[email protected]
ABSTRAK PT. Sinar Baja Elektrik Surabaya memproduksi banyak jenis produk (multi produk) ingin menerapkan metoda desain lay out yang ditujukan untuk mendapatkan formasi lay-out gudang hasil produksi yang dibutuhkannya. Pada permasalahan pemilihan lay-out gudang perlu dilibatkan faktorfaktor kualitatif dan kuantitatif. Masalah seperti ini dapat diselesaikan dengan metoda Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP digunakan untuk mengakomodir faktor-faktor kualitatif yang menjadi kebutuhan manajemen. Hasil pembobotan dari AHP merupakan salah satu objektif dari beberapa objektif lainnya yaitu: Anggaran Implementasi, Jarak dan Luas Lantai. Tujuan dari penelitian adalah membangun formulasi matematis dengan menjadikan objektif diatas sebagai fungsi objektifnya. Hasil formulasi matematis ini akan diaplikasikan menggunakan data hipotetis untuk mengetahui cara kerjanya. Berdasarkan hasil aplikasinya dianalisis hasil penyelesaian dengan cara membandingkan keputusan berdasarkan AHP. Kata kunci: lay-out, analytic hierarchy process, gudang multi produk.
PENDAHULUAN Salah satu kegiatan rekayasawan industri yang tertua adalah menata letak pabrik dan menangani perpindahan bahan. Itulah yang biasa dikatakan orang beberapa tahun terakhir ini, yakni kegiatan yang berhubungan dengan perancangan susunan unsur fisik suatu kegiatan - dan selalu berhubungan erat dengan industri manufaktur, yang menggambarkan hasil rancangan dikenal sebagai tataletak pabrik. Dan tata letak yang baik selalu melibatkan tata cara pemindahan bahan dipabrik; sehingga kemudian disebut tata letak pabrik dan pemindahan bahan. Sistem manufaktur sellular dipandang sebagai sebuah jembatan dari manufaktur konvensional menjadi computer integrated manufacturing dan merupakan manufaktur modern. Manufaktur sellular menawarkan perubahan dari sistem yang kurang fleksibel, batch yang repetitif dan produksi massal menjadi lebih fleksibel dengan ukuran lot produksi kecil dengan biaya yang wajar. Keunggulan dari manufaktur sellular yang merupakan penerapan dari konsep group technology sudah sangat banyak dibahas di literatur [1,6,9,10,11,17]. Konversi tata letak fasilitas produksi konvensional menjadi tata letak sellular diselesaikan dengan mengadopsi prinsip-prinsip produksi just in time dan teknologi produksi sistem manufaktur fleksibel. Formasi sel telah menjadi isu kunci dalam desain manufaktur sellular. Secara umum, sebuah fasilitas produksi dengan jumlah mesin yang sangat banyak dan baur produk/komponen yang diproses pada fasilitas ada tiga keputusan spesifik keputusan keputusan formasi sel, yaitu: jumlah sel manufaktur, julah dan tipe mesin disetiap sel dan komponen yang menjadi part family pada sel. Permasalahn keputusan seperti diatas telah banyak dikembangkan pendekatan penyelesaiannya [13]. Pengalaman nyata dalam implementasi manufaktur selullar yang pernah dilakukan [18] menunjukkan ada tiga fase yang harus dilalui. Pertama, fase persiapan yang merupakan perumusan tujuan yang akan dicapai dari implementasi, kedua adalah fase definisi yang merupakan proses desain dan ketiga fase instalasi yaitu menginstal hasil desain. Berdasarkan prosedur perencanaan tata letak pabrik, diharapkan dapat dibangkitkan beberapa alternatif tata letak [2]. Formasi sel yang merupakan permasalahan tata letak diselesaikan dengan membangkitkan beberapa alternatif tata letak dalam hal ini formasi sel. Hal ini ditujukan untuk menghasilkan sistem yang memenuhi kebutuhan perusahaan yang telah dirumuskan pada fase persiapan. Pembangkitan alternatif formasi sel dilakukan pada fase definisi. Keputusan untuk menginstal formasi sel terpilih dilakukan pada fase instalasi dimana hasil desain formasi sel yang terdiri dari beberapa alternatif dipilih dengan mengakomodir kebutuhan perusahaan. Paper ini bertujuan untuk membahas bagaimana cara mengambil keputusan pemilihan formasi sel yang dapat mengakomodasi kebutuhan perusahaan. Asumsi yang digunakan adalah alternatif formasi sel mempunyai kelayakan untuk diimplemntasikan. Beberapa peneliti mengklasifikasikan pendekatan-pendekatan dalam desain formasi sel manufaktur. Chan dan Abhary [6] berpendapat bahwa cara penerapan GT adalah: 37
1. Teknik yang mengidentifikasi part families tanpa bantuan perutean mesin. 2. Teknik mengidentifikasi part families yang menggunakan perutean mesin. 3. Teknik yang mengidentifikasi hanya kelompok mesin. 4. Teknik yang mengidentifikasi part families dan kelompok mesin secara simultan. Pendekatan secara simultan mengelompokkan mesin dan part families cukup banyak dikembangkan baik dalam bentuk algoritma atau model formulasi matematis. Algoritma yang kerap dimunculkan adalah Metoda Clustering dan Algoritma Rank Order [9,10]. Metoda Clustering terdiri dari dua langkap dasar yaitu mendefinisikan koefisien kemiripan yang menunjukkan ketergantungan setiap kombinasi Mesin-Komponen dan mengelompokkan mesin-mesin berdasarkan koefisien-koefisien kemiripan. Secara umum metoda ini tidak memberikan nilai optimalitas dalam pengelompokkan item- item tetapi memberi penyelesaian yang baik baik. Kriteria yang digunakan adalah minimisasi jumlah biaya perpindahan antar kelompok dan biaya perpindahan dalam kelompok. Dari hasil yang diberikan dengan metoda ini terlihat bahwa kurang representatif karena menggunakan pengaruh matriks 0 atau 1 yang menggambarkan hubungan antara komponen dan mesin berdasarkan urutan operasi yang telah ada. Model ini tidak mempertimbangkan prediksi tingkat permintaan dan aspek strategis perusahaan yang lain. Dengan menggunakan kriteria biaya perpindahan bahan saja, seolah-olah persoalan desain formasi sel bersifat operasional saja. Pada Algoritma Rank Order dianggap lebih sederhana dan mudah digunakan karena tidak perlu menghitung koefisien similaritas. Algoritma ini dapat menghasilkan formasi pengelompokkan Mesin-Komponen dengan cara pembuatan diagonalisasi matriks pengelompokan Mesin-Komponen. Model ini diharapkan memberikan kemudahan perhitungan, namun masih belum memasukan prediksi tingkat permintaan dan tujuan strategis perusahan. Pelibatan multi kriteria telah dikembangkan oleh Chan dan Abhary [6] untuk mendesain Sistem automated cellular manufacturing. Kerangka kerja yang digunakan adalah memilih hasil desain berdasarkan kriteria fiansial dan non- fiansial yang terlebih dahulu telah diidentifikasi. Teknik desain formasi sel yang digunakan adalah Analisis Aliran Produksi dan Machine Chain Similarity Coefficient (MCS) yang memasukkan tingkat permintaan komponen tertentu. Model- model yang dibandingkan ada empat yaitu model yang telah ada (existing layout), model yang dihasilkan dari teknik Analisis Aliran Produksi, model yang dihasilkan dari MCS dan model yang diatur kembali berdasarkan panjang conveyor dimana perbandingannya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dengan menggunakan pendekatan AHP. Kebanyakan literatur menitikberatkan studinya ada proses desain sel manufaktur. Dalam perencanaan tata letak pabrik, pembangkitan alternatif tata letak sangat diperlukan untuk mendapatkan tata letak yang terbaik. Demikian halnya dengan permasalahan formasi sel manufaktur, perlu dikembangkan metodologi pemilihan formasi sel manufaktur sehingga diperoleh formasi sel yang terbaik. Hal ini menjadi penting karena proses trade off tidak dapat dihindari sebagai akibat kompleksitas dalam desain manufaktur sellular. Paper ini menawarkan dua metodologi untuk keputusan pemilihan formasi sel. Metoda Analytic Hierarchy Process (AHP) disajikan terlebih dahulu sebagai metodologi stand-alone dan selanjutnya kombinasi model AHP dengan Zero-One Goal Programming (ZOGP) sebagai ekstensi untuk mempertimbangkan kriteria tambahan dalam proses pengambilan keputusan. AHP merupakan metoda yang sangat banyak digunakan dalam pengambilan keputusan yang kompleks serta luas bidang aplikasinya [8,15,16]. AHP juga telah menjadi salah satu model penyelesaian dalam masalah desain sel manufaktur [18]. AHP bekerja untuk situasi keputusan yang melibatkan pemilihan sebuah keputusan dari beberapa alternatif keputusan berdasarkan multi kriteria yang terjadi konflik. Kriteria keputusan ini akan mempunyai tingkat preferensi yang berbeda dimata pengambil keputusan. Kelebihan dari AHP ini adalah pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman yang dikendalikan oleh rasio konsistensi [14,15,16]. Pendapat pengambil keputusan akan mengkuantifikasi kriteriakriteria dan alternatif dalam bentuk nilai bobot. Vektor preferensi atai bobot dapat dirumuskan Wj ABC = (W1, . . ., Wn) dimana Wj adalah preferensi yang ditempatkan dalam pemilihan dari sejumlah alternatif. Bobot terbesar merupakan preferensi terbesar untuk formasi sel ke-j. Perhitungan bobot preferensi dari AHP ini dapat dilakukan dengan bantuan software Expert Choice [7]. Perluasan penggunaan metodologi AHP untuk mempertimbangkan keterbatasan sumberdaya dilakukan melalui model ZOGP dengan melibatkan bobot AHP dengan formulasi sebagai berikut : k −1 m −1
Minimasi ∑∑ Pk (d i− + d i+ ) + Pk (d m− )
(1)
k =1 i =1
Kendala n
∑r x j =1
ij
j
+ d i− − d i+ = Ri ; i = 1......., m = 1
(2)
38
n
∑w x j
j
+ d m− − d m+ = 1
(3)
xj = 0 atau 1 untuk j=1.......,n
d i− , d i+ ≥ 0.atau.1 = 1....., m
Dimana xj adalah representasi variabel 1-0 dimana nilai 1 berarti dipilih, sedangkan nilai 0 berarti tidak dipilih dari j = 1, . . . , n formasi sel. Variabel deviasi di - , di + adalah vektor-vektor pencapaian dibawah target dan pencapaian diatas target i = 1, . . . , m - 1 dari sumber daya objektif, perangkingan ordinal melalui prioritas Pk dimana k = 1,2, . . . , K ranking ordinal dan P1 > P2 >> Pk. rij adalah matriks ukuran n x n koefisien sumberdaya berkaitan dengan utilisasi sumberdaya dari total sumberdaya R untuk setiap alternatif formasi sel. wj pada persamaan (3) adalah bobot AHP dimana dm - digunakan untuk melihat pemilihan yang dimaksimumkan untuk formasi sel dengan bobot tertinggi. Kriteria adalah ukuran pencapaian dari keputusan. Cukup banyak kriteria yang dapat digunakan dalam permasalahan tata letak fasilitas dan cara mengidentifikasi kriteria yang relevan dengan kebutuhan perusahaan [19]. Dalam paper ini kriteria yang digunakan adalah keselamatan kerja, kerjasama tim, proses pengawasan dan tanggung jawab operator. Keempat kriteria ini sulit untuk dikuantifikasi, tetapi sangat dibutuhkan perusahaan dalam operasional sel manufaktur dan penataan mesin dan peralatan yang digunakan. Objektif desain sel manufaktur telah banyak dibahas dalam literatur[17]. Adapun objektif yang digunakan dalam paper ini adalah: 1. Biaya relokasi peralatan. 2. Jarak pemindahan bahan inter dan intracell. 3. Kebutuhan luas lantai. 4. Bobot AHP yang merupakan persepsi manajemen. Masalah utama secara keseluruhan proses desain sel adalah perlunya ada pertukaran (trading of) terhadap setiap objektif. Berdasarkan tipe masalah pemilihan formasi sel yang telah disajikan diatas, sebuah contoh komposit digunakan untuk ilustrasi bagaimana metodologi AHP mampu menangkap dan menggunakan informasi yang diperoleh dari pengambil keputusan dalam konteks pemilihan alternatifalternatif formasi sel yang ada. Masalah yang ditampilkan pada bagian ini dirancang untuk menampilkan bagaimana prosedur multi objektif yang mengkombinasikan AHP dan ZOGP akan memberikan hasil berbeda dengan metode AHP yang diterapkan secara murni. Asumsi bahwa manajemen dihadapkan pada masalah pemilihan formasi sel yang diusulkan oleh konsultan, misalkan Formasi-1, Formasi-2 dan Formasi-3. Penerapan AHP diawali dengan mendekomposisi masalah menjadi hirarki multi level sebagai berikut: Kriteria yang digunakan dalam keputusan berdasarkan studi literatur dimana kriteria merepresentasikan kebutuhan manajemen sebagai formasi sel yang terbaik. Krieria-kriteria ini dapat dikembangkan lebih jauh dengan cara curah gagasan dengan pihak manajemen atau para pakar kemudian di analisis untuk mendapatkan kriteria yang relevan. Berdasarkan hirarki multi level diatas dilakukan penilaian perbandingan berpasangan secara bertahap. Tahap awal pada level kriteria dan selanjutnya pada level alternatif berdasarkan setiap kriteria. Penilaian perbandingan berpasangan ini harus memperhatikan consistency ratio yang mencerminkan tingkat konsistensi penilaian. Nilai consistency ratio ini ditetapkan oleh Saaty (2002) yang diharapkan tidak lebih besar dari 0,10. Software yang membantu untuk penilaian perbandingan berpasangan ini adalah Expert Chioce (1995) yang dapat membantu pengambil keputusan melakukan analisis sensitivitas. Melalui aplikasi software berdasarkan penilaian diperoleh prioritas relatif untuk setiap kandidat formasi sel. Hasil pembobotan dan grafik analisis sensitivitas masing- masing dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2. Berdasarkan penerapan metoda AHP terpilih alternatif - 1 formasi sel karena memiliki bobot terbesar diikuti alternatif - 3 dan alternatif - 2 masing- masing sebagai ranking ke - 2 dan ranking ke - 3. Penerapan AHP sebagaimana contoh diatas merupakan upaya mengakomodir persepsi manajemen yang kualitatif. Berdasarkan pengalaman, penguasaan informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh manajemen akan diperoleh preferensi keputusan manajemen dalam memilih alternatif formasi sel yang dianggap baik. Dalam permasalahan formasi sel tentunya harus mempertimbangkan faktor- faktor kuantitatif lainnya sehingga keputusan yang diambil optimal.
39
Memilih Formasi Terbaik
Tanggung Jawab Operator (K1)
Kerja Sama Tim (K2)
Proses Pengawasan (K4)
Keselamatan Kerja (K4)
Memilih Formasi Terbaik
Gambar 1: Hirarki Masalah Berdasarkan hal ini langkah selanjutnya adalah menerapkan ZOPG dengan memasukkan hasil pembobotan AHP sebagai salah satu objektif. Tabel 1: Nilai Prioritas untuk Alternatif, Kriteria, Sintesa Kriteria Alternatif
Sintesa
K1
K2
K3
K4
(0.290)
(0.066)
(0.103)
(0.541)
Alt 1
0.236
0.074
0.272
0.094
0.443
Alt 2
0.062
0.643
0.608
0.678
0.273
Alt 3
0.702
0.283
0.120
0.219
0.284
Setelah diselesaikan formulasi diatas akan memberikan keputusan yang berbeda dengan keputusan yang hanya menggunakan metoda AHP secara tunggal. Penyelesaian AHP Tabel 2: Hasil AHP Alternatif
W
1
W1 = 0.443
2
W2 = 0.273
3
W3 = 0.284
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyelesaian dari pendekatan AHP diatas menunjukkan perbedaan yaitu alternatif-1 dan alternatif-2 layak untuk diimplementasikan berdasarkan model integrasi AHP, sedangkan berdasarkan AHP diperoleh keputusan mengimplementasikan alternatif-1 tetapi hanya berdasarkan beberapa kriteria yang ditetapkan (lihat gambar 1 diatas). Penyelesaian ini menunjukkan bahwa alternatif-1 terbaik dari berbagai sisi. Bila dipandang hanya dari sisi kualitatif yang direpresentasikan dengan AHP menempati ranking pertama. Hal yang sangat perlu diperhatikan adalah deviasi dari setiap pilihan. Perbandingan deviasi pendekatan tersebut.
KESIMPULAN Masalah keputusan pemilihan formasi sel manufaktur merupakan kombinasi dari faktor-faktor kualitatif dan kuantitatif sehingga perlu melibatkan metoda yang berdasarkan pengalaman manajerial dan pemrograman matematis. Dalam paper ini telah ditunjukkan bagaimana integrasi AHP dan ZOGP 40
bekerja dalam keputusan pemilihan formasi sel dengan menyertakan keterbatasan sumberdaya yang ada. Keberhasilan implementasi metodologi yang diusulkan dalam paper ini pada masalah praktis akan dibatasi oleh keterbatasan dalam pemodelan tetapi formulasi unik yang diusulkan dalam paper ini akan meminimisasi keterbatasan tersebut. Metodologi yang diusulkan masih belum mempertimbangkan ukuran- ukuran peformansi dari setiap formasi sel yang dipilih. Pada perkembangan selanjutnya akan dikembangkan metodologi yang mengkombinasikan AHP dan simulasi untuk mengakomodir ukuran-ukuran peformansi sistem dan kebutuhan-kebutuhan manajemen yang berkarakteristik kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA Apple, J.M. (1977), Plant Layout and Material Handling, Third Edition, John Wiley and Sons, Inc., New York. Askin, R.G. dan Standridge (1993), Modelling and Analysis of Manufacturing Systems, John Wiley and Sons, Inc. New York. Chan, F.T.S. dan Abhary, K. (1996), Design and Evaluation of Automated Cellular Manufacturing Systems with Simulation Modelling and AHP Approach: A Case Study, Journal of Integrated Manufacturing Systems, 7 (6), Pp 39-52. _____ (1995), Expert Choice: Decision Support Software, Tutorial, Version 9.0, Expert Choice, Inc. Virginia. [Goenawan, D.A. (1999), Memutuskan dengan Analytic Hierarchy Process, Manajemen Edisi November, Pp. 38-43. Groover, M.P (2001), Automation, Production Systems and Computer Integrated Manufacturing, Prenctice-Hall Inc, New Jersey. Hadiguna, R.A dan Hatta, Mochammad (2003) Prosedur Multi Obyektif untuk Keputusan Pemilihan Sel Manufaktur. Proceeding Seminar 2nd National Industrial Enginering Conference, Universitas Surabaya Ham, I., Hitomi, K dan Yoshida, T. (1985), Group Technology: Applications to Production Management, Kluwer-Nijhoff Publishing, Boston. Heragu, S. (1997) Facilities Design, PWS Publishing Company, Boston, MA Mansouri, S.A., Husseini, S.M.M. dan Newman, S.T. (2000), A Review of The Modern Approaches to Multi-Criteria Cell Design, International Journal of Production Research, 38(5), Pp 1201-1218 Peniwati, K. (2002), We Need to Measure, (Not) Count, Not Number Crunch, Proceeding INSAHP II, U.K. Petra, Surabaya. Saaty, T.L. (2002), Hard Mathematics Applied to Soft Decisions, Proceeding INSAHP II, U.K. Petra, Surabaya, Paper 1 Saaty, T.L. (1994), Fundamental of Decision Making and Priority Theory with the Analytical Hierarchy Process, The AHP Series Vol. VI, RWS Publication, Pittsburgh. Singh, N. (1996), System Approach to Computer-Integrated Design and Manufacturing. John Wiley and Sons, Inc., Silviera, G. Da (1999), A Methodology of Implementation of Cellular Manufacturing, International Journal of Production Research, 37(2), Pp. 467 - 479 Siswanto, N dan Hadiguna, R.A. (2003) Kerangka Kerja Evaluasi Multi Kriteria dalam Masalah Tata Letak Fasilitas Dengan Pendekatan AHP. Procedding Seminar Nasional TIMP-3, Teknik Industri ITS, Surabaya, Paper B6.
41