Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PENGALOKASIAN WAKTU KERJA KELUARGA DALAM USAHA TERNAK DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA (Working Time Family Allocation in Livestock and its Impact of Household Incomes) RACHMAT HENDAYANA dan MH. TOGATOROP Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl. Tentara Pelajar 10 Cimanggu, Bogor
ABSTRACT Livestock is one source of rural household incomes. This objective of this paper is to investigate working time family allocation in the livestock and its impact of household incomes. The research was conducted at Watumbaka village, district of Pandawai, East Sumba, in NTT Province in 2005, passing survey of 50 farmer’s respondent. Data analysis conducted descriptively qualitative and quantitative with non parametric statistic using Spearman rank correlations. The results of the research showed: (1) Most farmers (80%) in dry farming had livestock effort like owned or sharing holder, covering 2 – 3 head of cattle, 2 – 3 head of goat, 3 head of pig, and 3 – 4 head of chicken per household respectively; (2) The working time allocation is depend on livestock preservation work type covering grassed, shepherd, cleaning cage, feeding, curing, bathing, breeding and selling livestock; (3) Working family allocation range of 0.5 – 4 hour for man; 0.1 – 3.3 hour for woman and for children about 0.1 – 4 hour per day. The higher time allocation was grassing and the lower was feeding; (4) Livestock contribution of the household incomes approximately 3.3%, statistically it did not relation about household income and time allocation. To more increase of livestock contribution, intensive and continuously construction are needed. Key Words: Livestock, Raising, Working Time Allocation, Income, East Sumba ABSTRAK Usaha ternak menjadi salah satu sumber penyumbang pendapatan rumah tangga petani di pedesaan. Makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengalokasian waktu kerja keluarga dalam usaha ternak dan dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga petani. Penelitian dilakukan di Desa Watumbaka Kec. Pandawai, Sumba Timur, NTT tahun 2005, melalui survai terhadap 50 orang petani responden. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan analisis statistik non parametrik menggunakan korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Sebagian besar petani (80%) di lahan kering menguasai ternak peliharaan, baik milik sendiri maupun gaduhan (bagi hasil) meliputi sapi 2 – 3 ekor, kambing 2 – 3 ekor, babi 3 ekor, dan ayam sayur 3 – 4 ekor per rumah tangga; (2) Alokasi waktu kerja pemeliharaan tergantung pada kegiatan pemeliharaan ternak yang terdiri dari: mencari rumput/pakan, menggembala, membersihkan kandang, memberi pakan/minum, pengobatan, memandikan, mengawinkan, dan menjual ternak; (3) Alokasi waktu kerja keluarga untuk setiap jenis pekerjaan tersebut berkisar antara 0,5 jam – 4 jam bagi pria, 0,1 – 3,3 jam bagi wanita, dan bagi anak-anak antara 0,1 – 4 jam per hari. Alokasi waktu kerja tertinggi adalah menggembalakan ternak dan terendah pemberian pakan, (4) Sumbangan hasil ternak terhadap pendapatan rumah tangga tidak lebih dari 3,3 %, dan secara statistik tidak ada korelasi yang nyata antara pendapatan dengan alokasi waktu kerja. Untuk lebih meningkatkan kontribusi usaha ternak terhadap pendapatan rumah tangga diperlukan pembinaan lebih intensif dan teratur dalam pemeliharaan ternak. Kata Kunci: Usaha Ternak, Pemeliharaan, Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan, Sumba Timur
1058
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PENDAHULUAN Peningkatan pendapatan merupakan sarana pencapaian kesejahteraan dan menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu dalam setiap perencanaan pembangunan peningkatan pendapatan senantiasa menjadi prioritas. Secara teoritis, pendapatan rumah tangga petani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usaha tani dan atau kegiatan di luar usahatani (SUKARTAWI et al., 1986). Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari dua sektor utama, yakni pertanian (farm) dan bukan pertanian (non farm). Pendapatan dari pertanian bersumber dari usahatani (on farm) dan luar usaha tani (off farm). Dalam hal ini pendapatan usaha ternak adalah salah satu komponen pendapatan yang bisa masuk on farm dan off farm. Dari on farm diperoleh melalui hasil penjualan ternak dan hasilhasilnya, sedangkan dari off farm diperoleh dari nilai sewa ternak yang diterima sebagai ternak kerja. Dalam hubungan dengan kesejahteraan penduduk, yang penting bukan besarnya perolehan pendapatan, akan tetapi pendistribusiannya yang merata. Menurut SRI WIDODO (1980) distribusi pendapatan dikatakan ideal jika mengikuti norma terpenuhinya kebutuhan minimum (pada tingkat subsistensi) dan setiap orang mendapatkannya sesuai besarnya kontribusi usaha dan kemampuan dalam berproduksi. Distribusi pendapatan itu mengandung makna untuk peningkatan taraf hidup petani di bawah garis kemiskinan dan mempersempit kesenjangan pendapatan antar rumah tangga. Distribusi kemerataan tersebut biasanya ditunjukkan oleh koefisien Gini atau Gini Indeks (GI) (HANANTO SIGIT, 1980; ARNDT, 1983; HASIBUAN, 1983). Menurut para pakar tersebut dikatakan, nilai GI berada pada kisaran 0 – 1, dimana jika GI nilainya mendekati 0 dikatakan distribusi pendapatan semakin merata dan jika mendekati angka 1 dikatakan semakin timpang. Besar kecilnya tingkat pendapatan dan distribusinya terkait dengan pengaruh berbagai faktor. Disamping akses petani terhadap
teknologi dan kondisi agroekosistem, curahan waktu kerja juga diduga besar kontribusinya. Dalam hubungan dengan hal tersebut, permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) bagaimanakah pengalokasian waktu kerja keluarga dalam usaha ternak? dan (2) adakah hubungan/korelasi yang nyata antara pengalokasian waktu kerja dengan pendapatan rumah tangga. Makalah selain bertujuan membahas pengalokasian waktu kerja keluarga dalam usaha ternak dan dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga, juga bertujuan untuk menguji hubungan antara alokasi waktu kerja dengan pendapatan rumah tangga. Hasil studi akan bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan kinerja usahatani ternak. MATERI DAN METODE Jenis dan sumber data Makalah dikembangkan dari sebagian hasil Baseline Studi yang dilakukan Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BP2TP) tahun 2005. Studi dilaksanakan di desa Watumbaka Kecamatan Pandawai di Kabupaten Sumba Timur, NTT. Pengumpulan data melalui survai terhadap 50 orang petani yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana. Pembahasan selain didasarkan pada data primer dari responden, juga dilengkapi informasi dari data sekunder untuk memperkaya bahasan. Jenis data primer dari petani, antara lain meliputi: keragaan anggota rumah tangga, penguasaan aset bergerak maupun tidak bergerak yang didalamnya termasuk penguasaan lahan dan ternak, struktur pendapatan rumah tangga, pengalokasian waktu kerja serta partisipasi anggota rumah tangga dalam kegiatan usaha tani/ternak. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai institusi terkait yang relevan, diantaranya BPTP NTT, Dinas Peternakan, Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten, Kecamatan, dan Desa. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui penelusuran dokumentasi, pelaporan dan lainlain.
1059
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Analisis data Data di analisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Interpretasi kualitatif dilakukan terhadap parameter-parameter persentase, nilai maksimum, minimum, rata-rata, dan besaran lainnya melalui bantuan tabulasi silang. Sedangkan analisis kuantitatif, menggunakan statistik non parametrik dengan korelasi Rank Spearman (WEISSTEIN, 1999), dengan formula sbb: 6∑ di2 rs = 1 N (N2 – 1) dimana: di = [R(Xi)-R(Yi)].....................(1) Uji signifikansi koefisien korelasi: t= r
n − 2 …..………........(2) 1− r2
r=
∑ xy ∑ x2 ∑ y2
..................(3)
Kaidah keputusannya: jika |T-hitung| > T tabel, artinya H0 ditolak, dan sebaliknya jika |T-hitung| < Ttabel, artinya H0 diterima. Penyelesaian perhitungan dan analisis, memanfaatkan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 13 for windows. HASIL DAN PEMBAHASAN Status peternakan dan karakteristik usaha ternak Lokasi studi (Desa Watumbaka) yang secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Pandawai memiliki luas sekitar 53 km2 atau 8,74% dari total luas kecamatan. Letaknya bertetangga dengan Desa Kawangu, Palakahembi, Kambatatama dan Mau Bokul. Penduduknya berjumlah sekitar 1255 jiwa dengan sex ratio 106 dan terangkum ke dalam 249 kepala keluarga (KK), yang berarti setiap KK rata-rata memiliki anggota keluarga sekitar 5 orang. Desa ini memiliki penduduk yang jarang, yaitu hanya sekitar 24 orang/km2, sehingga
1060
memiliki daya dukung lahan (land man ratio) relatif besar yaitu sekitar 4,22 ha per orang. Namun demikian jika ditinjau daya dukung lahan pertaniannya, ternyata sangat kecil, yaitu hanya sekitar 0,16 ha/orang atau 0,81 ha/KK. Hal itu terkait dengan pemanfaatan potensi wilayah untuk pertanian yang masih terbatas, yakni sekitar 202 hektar atau 3,8% dari total luas wilayah Watumbaka (BPS, 2003). Usaha ternak di desa ini telah dilakukan secara turun temurun oleh sekitar 80% penduduk, sehingga telah menjadi bagian dari pola kehidupannya. Usaha ternak oleh penduduk di desa ini merefleksikan gambaran umum wilayah Kabupaten Sumba Timur yang dikenal sebagai daerah ternak. Dari data pada Tabel 1, diketahui bahwa peran ternak dari Sumba Timur terhadap Provinsi NTT relatif besar terutama untuk jenis ternak kuda dan kerbau yang kontribusinya berturut-turut mencapai 17,48% dan 23,92%. Usaha ternak di lokasi studi didukung sumberdaya pakan berupa padang rumput/savana dan juga kondisi budaya yang kondusif. Budaya berternak telah berjalan turun temurun, secara tradisional. Hal yang menarik adalah meskipun usaha ternak ini telah menjadi bagian dari hidupnya, namun andalan kehidupan rumah tangga penduduk masih pada usahatani. Usaha ternak masih dijadikan usaha sampingan. Posisi dan peran usaha ternak akan menjadi lebih penting manakala hasil usahatani mengalami kemerosotan atau gagal. Jadi usaha ternak menjadi penyelamat ekonomi rumah tangga. Kegiatan usahatani didukung pemilikan lahan yang luasnya antara 0,1 – 2,5 ha, terdiri dari tegalan/ladang, kebun, pekarangan rumah. Salah satu lahan potensial untuk pengembangan usahatani adalah tanah ”mondu” yaitu tanah yang berada di bantaran sungai. Responden yang umurnya berkisar antara 35 – 55 tahun dengan tingkat pendidikan mayoritas sekolah dasar, umumnya memelihara ternak yang terdiri dari sapi, kuda, kambing, babi, dan ayam. Dalam prakteknya setiap rumah tangga hanya memelihara satu atau dua jenis ternak saja yang jumlahnya berkisar antara 2 – 3 ekor per rumah tangga, dengan status sebagai ternak milik sendiri kecuali kuda yang statusnya sebagai “gaduhan”.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 1. Peran ternak asal Sumba Timur terhadap Provinsi NTT NTT (ekor)
Sumba Timur (ekor)
Proporsi (%)
Sapi
Jenis ternak
512999
39559
7,71
Kerbau
134900
32264
23,92
Kuda
94625
16539
17,48
Babi
1.225.040
31475
2,57
Kambing
435151
34960
8,03
Domba
56403
890
1,58
9.926.035
492965
4,97
535953
0
Ayam kampung Ayam ras Itik Manila
221508
0,00
2331
1,05
Sumber: NTT Dalam Angka 2003, diolah
Pemeliharaan ternak umumnya dilakukan secara tradisional, ada yang dikandangkan dan ada juga yang di gembalakan, namun sebagian besar petani (50%) menerapkan pola kombinasi antara digembalakan dan dikandangkan. Petani yang memelihara ternak dengan cara dikandangkan jumlahnya kurang dari 10%. Meskipun pemeliharaan dilakukan secara tradisional, akan tetapi kondisi kesehatan ternak menurut penuturan responden secara umum tampak sehat karena ketersediaan pakannya memadai. Pakan ternak yang tersedia terdiri dari rerumputan, limbah tanaman (jagung, kacang tanah, kacang hijau), dedak padi, jerami padi, konsentrat.
Partisipasi anggota rumah tangga Didalam usaha ternak ini paling tidak terdapat 8 jenis pekerjaan yang dilakukan yaitu: (1) mencari rumput/pakan, (2) menggembala, (3) membersihkan kandang, (4) memberi pakan/minum, (5) mengobati ternak, (6) memandikan ternak, (7) mengawinkan dan (8) menjual ternak. Terhadap kegiatan tersebut, partisipasi anggota keluarga beragam tergantung pada jenis pekerjaannya. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa pihak pria (bapak) berpartisipasi hampir pada seluruh pekerjaan, sementara wanita (ibu) dan anak-anak, masing-masing berpartisipasi hanya
Tabel 2. Partisipasi anggota rumah tangga dalam setiap kegiatan usaha ternak Jenis Pekerjaan Mencari rumput/pakan (jam/hari)
Pria
Wanita
Anak-anak
y
y
t
Menggembala (jam/hari)
y
y
y
Bersihkan kandang (jam/hari)
y
y
y
Memberi pakan/minum (jam/hari)
y
y
y
Mengobati ternak (jam/minggu)
y
t
t
Memandikan ternak per minggu (jam/minggu)
y
t
t
Mengangkut kotoran (jam/minggu)
y
t
t
Membuat kompos (jam/bulan)
y
t
t
Mengawinkan ternak (jam/minggu)
y
t
t
y = Berpartisipasi; t = Tidak berpartisipasi Sumber: OLAHAN DATA PRIMER (2005)
1061
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
pada empat dan tiga jenis kegiatan. Dari urutan jenis pekerjaan tersebut terdapat tiga kegiatan yang dilakukan bersama oleh anggota rumah tangga, yaitu menggembalakan ternak, membersihkan kandang dan memberikan pakan (Tabel 2). Alokasi waktu kerja Alokasi waktu kerja adalah besaran jumlah jam kerja per hari yang dicurahkan oleh anggota rumah tangga dalam usaha ternak. Dari data pada Tabel 3, diketahui bahwa secara umum curahan waktu kerja dalam usaha ternak berkisar antara 0,1 hingga 4 jam per hari. Rataan curahan waktu kerja pria relatif lebih tinggi dibandingkan wanita dan anak-anak, sedangkan curahan waktu kerja wanita lebih tinggi dari curahan waktu kerja anak-anak. Jika curahan waktu kerja dari seluruh anggota keluarga itu digabungkan, ternyata kisaran rata-ratanya berada di antara 1,3 – 8,7 jam per hari atau rata-rata sekitar 4 jam per hari. Alokasi waktu kerja tertinggi terjadi pada kegiatan menggembalakan ternak dan terendah pada pemberian pakan. Tabel 3. Curahan waktu kerja dalam kegiatan usaha ternak (jam/hari)
Tabel 4. Keragaan struktur rata-rata pendapatan rumah tangga dalam setahun di lokasi studi tahun 2005 Jumlah (Rp. 000)
Proporsi (%)
Usahatani tanaman semusim
2648.4
17.11
Usaha ternak
463.2
2.99
Jumlah on-farm
3111.6
20.10
Menyewakan ternak
66
0.43
Nelayan (cari ikan)
6362.4
41.11
Jumlah off-farm
6428.4
41.53
Buruh non pertanian
4006.8
25.89
Sumber pendapatan lain
1930.8
12.47
Jumlah non-farm
5937.6
38.36
Total pendapatan
15477.6
100
Sumber pendapatan Usahatani (on-farm)
Uraian
Pria
Wanita
Anakanak
Jumlah
Rata-rata
1,9
1,2
1,1
4,29
Maksimum
4,0
3,3
4,0
8,65
Minimum
0,5
0,1
0,1
1,30
Sumber: OLAHAN DATA PRIMER (2005)
Pendapatan usaha ternak Pendapatan usaha ternak merupakan salah satu komponen sumber pendapatan yang memberikan sumbangan terhadap total pendapatan rumah tangga. Hasil identifikasi di lapangan diperoleh gambaran, pendapatan usaha ternak berkisar antara Rp. 15.000 – Rp. 500.000 per rumah tangga per tahun dengan rata-rata sekitar Rp. 140.000 per rumah tangga per tahun. Sedangkan total pendapatan rumah tangga rata-rata sekitar Rp. 15.500.000
1062
per tahun, artinya sumbangan pendapatan usaha ternak itu terhadap pendapatan rumah tangga tidak lebih dari 3,3%. Pendapatan rumah tangga merupakan penjumlahan pendapatan dari hasil usahatani (on farm), luar usahatani (off-farm), dan bukan usahatani (non-farm). Dalam hal ini pendapatan usaha ternak digolongkan dalam kelompok pendapatan on farm. Data yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan, bahwa sekitar 61,5% dari pendapatan rumah tangga berasal dari kegiatan pertanian dan sisanya dari luar pertanian. Di sektor pertanian, sumbernya paling tinggi (41,5%) berasal dari kegiatan luar usahatani (off-farm), sedangkan kegiatan usaha tani hanya menyumbang 20% saja, yaitu pendapatan yang berasal dari usahatani tanaman semusim dan usaha ternak dengan proporsi masing-masing 17,1% dan 2,9%. Pendapatan peternakan selain bersumber dari kegiatan on farm, juga diperoleh dari kegiatan off farm, yaitu hasil menyewakan ternak (Tabel 4).
Luar usahatani (off-farm)
Bukan usahatani (non-farm)
Sumber: OLAHAN DATA PRIMER (2005)
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Hubungan curahan waktu kerja dengan pendapatan usaha ternak Untuk mengungkap ada tidaknya korelasi antara curahan waktu kerja dengan pendapatan usaha ternak, digunakan total curahan waktu kerja anggota rumah tangga yang merupakan gabungan curahan waktu kerja pria, wanita, dan anak. Jumlah curahan waktu kerja tersebut dibedakan ke dalam kelompok tinggi dan rendah. Curahan waktu kerja tinggi adalah jumlah curahan waktu kerja di atas rata-rata dan jika lebih kecil dari rata-rata dikategorikan rendah. Dengan cara yang sama pendapatan juga dibedakan ke dalam pendapatan tinggi dan rendah. Berdasarkan pendekatan tersebut di atas, ternyata secara umum diketahui bahwa curahan waktu kerja anggota rumah tangga dalam usaha ternak yang rendah proporsinya lebih banyak dibandingkan dengan curahan waktu kerja tinggi dan bedanya nyata, yakni 73% berbanding 27%. Sementara itu dalam hal pendapatan, meskipun pendapatan rendah proporsinya lebih tinggi dibandingkan pendapatan tinggi, akan tetapi kondisinya hampir berimbang, yaitu 53% berbanding 47%. Dengan mengkombinasikan curahan waktu kerja dan pendapatan diperoleh 4 kondisi yaitu: (1) curahan waktu kerja rendah – pendapatan rendah, (2) curahan waktu kerja rendah – pendapatan tinggi, (3) curahan waktu kerja tinggi – pendapatan rendah, dan (4) curahan waktu kerja tinggi – pendapatan tinggi. Dari kondisi tersebut, proporsi paling tinggi berada pada kondisi (1), diikuti secara berurutan oleh kondisi (1), (4) dan (3). Proporsi korelasi curahan waktu kerja dan pendapatan tersebut secara terinci disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Interaksi curahan waktu kerja dengan pendapatan usaha ternak (%) Curahan waktu kerja Pendapatan
Rendah
Tinggi
Jumlah
Rendah
40,6
12,5
53,1
Tinggi
32,8
14,1
46,9
Jumlah
73,4
26,6
100
Dari Tabel 5, terlihat adanya konsistensi antara besarnya curahan waktu kerja dengan perolehan pendapatan. Hasil identifikasi tersebut memenuhi harapan, seperti terlihat pada proporsi yang relatif tinggi pada kondisi (1) dibanding (2) dan kondisi (4) dibanding (3). Artinya jika alokasi waktu yang di curahkan rendah berakibat pendapatannya akan rendah, dan sebaliknya jika alokasi waktu tinggi, pendapatan yang diharapkan adalah tinggi. Untuk mengetahui keeratan hubungan antara alokasi waktu kerja dengan pendapatan, dilakukan analisis statistik non parametrik dengan menggunakan analisis korelasi Rank Spearman. Untuk keperluan analisis, curahan waktu kerja ditampilkan dalam satuan jam kerja per hari, sedangkan pendapatan dalam nilai rupiah. Hasil analisis disajikan dalam Tabel 6. Dari Tabel 6, koefisien korelasi curahan waktu kerja bertanda -, artinya hubungan antara curahan waktu kerja dengan pendapatan usaha ternak tidak searah. Dilihat dari taraf signifikannya 0.455 > 0.05, menunjukkan bahwa curahan waktu kerja berpengaruh tidak nyata terhadap pendapatan usaha ternak.
Tabel 6. Analisis korelasi Rank Spearman curahan waktu kerja terhadap pendapatan usaha ternak
Spearman's rho
Curahan waktu kerja
Correlation coefficient Sig. (2-tailed) N
Pendapatan usaha ternak
Correlation coefficient Sig. (2-tailed) N
Curahan waktu kerja
Pendapatan usaha ternak
1.000
-.095
.
.455
50
50
-.095
1.000
.455
.
50
50
*Korelasi nyata pada taraf α 0,05 (2-tailed)
1063
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Hasil analisis tersebut menunjukkan, bahwa dugaan adanya hubungan antara curahan waktu kerja dengan pendapatan tidak didukung hasil analisis. Dengan kata lain tinggi rendahnya pendapatan usaha ternak tidak terkait dengan tinggi rendahnya alokasi waktu kerja yang dicurahkan dalam usaha ternak. Secara umum hasil analisis memberikan dukungan pembenaran bahwa tinggi rendahnya pendapatan usaha ternak tidak dipengaruhi oleh kuantitas curahan kerja. Bahkan jika dilihat dari tanda koefisiennya yang negatif (-) menunjukkan bahwa curahan waktu kerja dalam pemeliharaan ternak tidak searah dengan pendapatan. Hal itu dapat juga diinterpretasikan bahwa besarnya curahan waktu kerja tidak sebanding dengan perolehan pendapatan, sehingga ada opportunity cost yang hilang. KESIMPULAN Sebagian besar petani (80 %) di lahan kering menguasai ternak peliharaan, baik milik sendiri maupun gaduhan (bagi hasil) meliputi sapi 2 – 3 ekor, kambing 2 – 3 ekor, babi 3 ekor, dan ayam sayur 3 – 4 ekor per rumah tangga. Alokasi waktu kerja pemeliharaan tergantung pada kegiatan pemeliharaan ternak yang terdiri dari: mencari rumput/pakan, menggembala, membersihkan kandang, memberi pakan/minum, pengobatan, memandikan, mengawinkan, dan menjual ternak Alokasi waktu kerja keluarga untuk setiap jenis pekerjaan tersebut berkisar antara 0,5 – 4 jam bagi pria; 0,1 – 3,3 jam bagi
1064
wanita, dan bagi anak-anak antara 0,1 – 4 jam per hari. Alokasi waktu kerja tertinggi adalah menggembalakan ternak dan terendah pemberian pakan. Sumbangan hasil ternak terhadap pendapatan rumah tangga tidak lebih dari 3,3%, dan secara statistik tidak ada korelasi yang nyata antara pendapatan dengan alokasi waktu kerja. Untuk lebih meningkatkan kontribusi usaha ternak terhadap pendapatan rumah tangga diperlukan pembinaan lebih intensif dan reguler dalam pemeliharaan ternak. DAFTAR PUSTAKA ARNDT, H.W. 1983. Pembangunan dan Pemerataan. LP3ES. Jakarta HANANTO, S. 1980. Masalah Perhitungan Distrwanitasi Pendapatan di Indonesia. Prisma. No. 1. Th IX. Januari. LP3ES, Jakarta HASIBUAN, N. 1989. Pemerataan, Pertumbuhan dan Konsentrasi Ekonomi dalam Proses Industrialisasi. Prisma. No XXIII. LP3ES, Jakarta SOEKARTAWI, A. SOEHARJO, JOHN DILLON dan J. BRIAN HARDRAKER. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Usahatani Kecil. UIP, Jakarta. SRI WIDODO. 1980. Pengantar Politik Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. WEISSTEIN. 1999. Spearman Rank Correlation Coefficient. http://mathword.wolfarm.com/ Spearman Rank Correlation Coefficient.html.