Penetapan Nilai Transaksi Dengan Menggunakan Rumus Tertentu, Tepatkah? Oleh :
Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai
Abstrak Nilai transaksi adalah harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar atas barang yang diekspor dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean Indonesia. Nilai transaksi merupakan total pembayaran atas barang yang diimpor yang telah dibayar atau akan dibayar pembeli kepada penjual atau untuk kepentingan penjual. Harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar merupakan total pembayaran yang dilakukan atau akan dilakukan oleh pembeli kepada atau untuk kepentingan penjual berkenaan dengan barang yang diimpor. Nilai transaksi diatur pada Agreement on Implementation of Article VII of GATT dan telah tercantum pada pasal 15 Undang-Undang Kepabeanan, yaitu nilai yang benar-benar dibayar oleh pembeli kepada penjual dan biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan pembeli. Penambahan atas biaya-biaya yang dikeluarkan pembeli di luar harga yang disepakati harus menggunakan data yang obyektif dan terukur. Pada pasal 20 PMK-160/KMK.04/2010, disebutkan bahwa dalam hal tidak terdapat data yang obyektif dan terukur mengenai besaran biaya transportasi dan barang diangkut melalui laut, maka biaya transportasi ditentukan dengan sebagai berikut: a) Sebesar 5% dari FOB untuk barang yang berasal dari ASEAN, b) Sebesar 10% dari FOB untuk barang yang berasal dari Asia non ASEAN dan Australia, c) Sebesar 15% dari FOB untuk barang yang berasal dari negara selain butir a) dan b) diatas. Pada pasal 21 PMK-160/KMK.04/2010, disebutkan bahwa dalam hal dokumen asuransi tidak diserahkan atau tidak memenuhi kriteria seperti tersebut diatas, maka besarnya nilai asuransi ditetapkan sebesar 0.5% dari Cost and Freight (CFR). Penetapan biaya yang tidak benar-benar dibayar oleh importir untuk penghitungan nilai transaksi tidak selaras dengan prinsip WTO valuation mengacu pada Artikel VII GATT. Artikel ini akan membahas permasalahan tersebut beserta saran yang dapat dipergunakan untuk perbaikan ketentuan selanjutnya. Kata kunci : nilai transaksi, rumus, nilai pabean.
Pendahuluan Nilai pabean adalah nilai yang digunakan untuk menghitung bea masuk dan pungutan impor lainnya. Penetapan nilai pabean yang benar penting untuk memberikan kepastian hukum dan akuntabilitas pejabat Bea dan Cukai di mata publik. Ketentuan tentang bagaimana nilai pabean ditetapkan telah disepakati secara internasional dengan digunakannya Agreement on Implementation of Article VII of GATT pada tahun 1994 seiring disahkannya World Trade Oraganization (WTO) dimana pada prinsipnya nilai pabean menggunakan nilai transaksi barang yang diimpor.
1
Selanjutnya ketentuan tentang metode penetapan nilai pabean diatur secara rinci pada Undang-Undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo Undang-Undang No 17 Tahun 2006. Sesuai dengan pasal 15 undang-undang tersebut, terdapat enam metode penetapan nilai pabean yaitu : Pertama, nilai pabean ditentukan dari nilai transaksi suatu barang yang diimpor (transaction value). Kedua, nilai pabean ditentukan dari nilai transaksi barang identik. Ketiga, nilai pabean ditentukan dari nilai transaksi barang serupa. Keempat, nilai pabean ditentukan dengan metode deduksi, yaitu penetapan nilai pabean dengan mengurangi harga jual barang impor di daerah pabean dengan sejumlah faktor pengurang. Kelima, nilai pabean ditentukan dengan metode komputasi, yaitu penetapan nilai pabean dengan menghitung berbagai biaya untuk pembuatan barang impor hingga dikirim ke daerah pabean. Keenam, nilai pabean ditentukan dengan metode penghitungan kembali data yang tersedia di daerah pabean (fall back). Metode I mengatur bahwa nilai pabean untuk penghitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan. Pada prinsipnya nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk ditetapkan berdasarkan nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan, sepanjang barang impor tersebut berasal dari suatu transaksi jual-beli dan nilai transaksi dimaksud memenuhi persyaratan tertentu.
Pengertian Nilai Transaksi Nilai transaksi adalah harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar atas barang yang diekspor dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean Indonesia. Nilai transaksi merupakan total pembayaran atas barang yang diimpor yang telah dibayar atau akan dibayar pembeli kepada penjual atau untuk kepentingan penjual. Nilai transaksi harus ditambah dengan berbagai biaya yang dibayar importir yang berkaitan dengan barang yang diimpor, sepanjang berbagai biaya tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar. Harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar merupakan total pembayaran yang dilakukan atau akan dilakukan oleh pembeli kepada atau untuk kepentingan penjual berkenaan dengan barang yang diimpor. Pembayaran tersebut tidak harus dilakukan dalam bentuk transfer uang. Pembayaran dapat dilakukan dengan melalui Letter of Credit atau alat pembayaran lainnya. Pembayaran dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Sebagai contoh pembayaran secara tidak langsung adalah pembayaran berupa kompensasi utang penjual kepada pembeli secara keseluruhan atau sebagian.
2
Harga yang sebenarnya dibayar (price actually paid) adalah harga barang yang pada waktu barang tersebut telah dibayar atau dilunasi pembeli. Sedangkan yang dimaksud dengan harga yang seharusnya dibayar (payable) adalah bahwa barang tersebut pada waktu diimpor belum dibayar atau dilunasi pembeli yang bersangkutan. Contoh harga yang seharusnya dibayar (payable), pada invoice disebutkan bahwa pembayaran harus dilakukan dalam waktu 90 hari sejak tanggal invoice. PIB diserahkan kepada Bea dan Cukai pada hari ke 30 sejak tanggal invoice. Pembeli melunasi pembelian barang yang bersangkutan pada hari ke 60 sejak tanggal invoice. Dalam hal ini pada waktu PIB diterima, status nilai transaksi adalah payable. Sesuai dengan prinsip utama WTO Valuatian Agreement, dasar utama penetapan nilai pabean adalah nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan. Untuk selanjutnya dalam hal nilai transaksi barang impor yang bersangkutan tidak dapat ditentukan, maka dipakai metode lainnya didalam pelaksanaan penetapan nilai pabean.
Unsur biaya yang harus ditambahkan Mengacu kepada ketentuan pelaksanaan nilai pabean yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-160/KMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk, pada pasal 5 ayat 3 disebutkan bahwa terdapat 7 (tujuh) unsur biaya yang harus ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar sepanjang biaya-biaya ini belum termasu pada nilai transaksi yang disepakati pembeli dan penjual. Biaya-biaya tersebut meliputi : biaya yang berkaitan dengan proses importasi barang; assist; royalti dan biaya lisensi; proceed; freight; biaya pengangkutan, pemuatan, pembongkaran dan penanganan barang di negara penjual; serta biaya asuransi. 1)
Biaya-biaya yang berkaitan dengan proses importasi barang. Biaya-biaya tersebut meliputi komisi dan jasa perantara, kecuali komisi pembelian, serta biaya pengepakan, baik untuk upah tenaga kerja maupun material pengepakan. Biaya-biaya tersebut harus ditambahkan bilamana dibayar oleh pembeli dan belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar. 2)
Nilai bantuan (assist). Assist adalah nilai dari barang dan jasa yang dipasok secara langsung atau tidak langsung oleh pembeli dengan cuma-cuma atau dengan harga yang diturunkan, untuk kepentingan produksi dan penjualan untuk ekspor barang impor yang bersangkutan, sepanjang nilai tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar. 3). Royalti dan biaya lisensi. Royalti dan lisensi adalah pembayaran yang berkaitan antara lain dengan paten, merek dagang dan hak cipta. Royalti dan lisensi ditambahkan sepanjang belum termasuk dalam harga sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar serta memenuhi persyaratan sebagai berikut :
3
a)
Dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung. Pembeli berkewajiban membayar royalti atau biaya lisensi atas pembelian barang impor yang bersangkutan. b) Merupakan persyaratan penjualan barang impor; Dalam rangka pembelian barang, pembeli diharuskan membayar royalti atau biaya lisensi. Tanpa mempermasalahkan apakah pembayaran royalty ditujukan kepada penjual atau pihak lain (royalty holder atau kuasanya) yang sama sekali tidak terlibat dalam transaksi barang impor yang bersangkutan. c) Berkaitan dengan barang impor. Pada barang impor yang bersangkutan terdapat Hak Atas Kekayaaan Intelektual, antara lain berupa hak atas merek, hak cipta atau hak paten (didalam barang impor terdapat proses kerja yang dipatenkan). 4). Proceeds. Yang dimaksud dengan proceeds adalah nilai dari bagian pendapatan yang diperoleh pembeli atas penjualan kembali, pemanfaatan atau pemakaian barang impor yang kemudian diserahkan secara langsung atau tidak langsung kepada penjual. Pada umumnya proceeds diberlakukan oleh penjual apabila barang tersebut mempunyai posisi tawar yang sangat tinggi. Apabila atas penjualan kembali, pemanfaatan atau pemakaian barang impor, pembeli harus membayar proceeds kepada penjual secara langsung atau tidak langsung baik sebagai persyaratan atas transaksi jual-beli barang impor tersebut maupun tidak, proceeds dimaksud harus ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar. Apabila pembeli tidak dapat memperkirakan nilai proceeds tersebut, nilai pabean barang impor yang bersangkutan tidak dapat dihitung dan ditetapkan berdasarkan Metode I. 5). Biaya transportasi barang impor (Freight). Yang dimaksud dengan biaya transportasi (freight) adalah biaya transportasi barang impor ke tempat impor (pelabuhan tujuan) di Daerah Pabean, yaitu biaya transportasi yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar yang pada umumnya tercantum pada dokumen pengangkutan, seperti B/L atau AWB dari barang impor yang bersangkutan. Apabila biaya transportasi tidak tercantum di dalam B/L atau AWB, maka biaya transportasi adalah biaya yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar sepanjang pembeli dapat menunjukkan bukti yang obyektif dan terukur atas biaya transportasi tersebut. 6). Biaya pemuatan, pembongkaran dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke tempat impor di Daerah Pabean. Yang dimaksud dengan biaya pemuatan, pembongkaran dan penanganan (handling charges) yang belum termasuk biaya transportasi adalah segala biaya yang berkaitan dengan pengangkutan barang ke tempat impor di Daerah Pabean yang belum termasuk dalam biaya transportasi (freight). Biaya tersebut antara lain berupa biaya pemuatan, pembongkaran, penyimpanan / pergudangan, transit dan penanganan barang impor (handling charges) yang timbul sejak barang diangkut ke tempat impor (pelabuhan
4
tujuan) di Daerah Pabean. Apabila biaya tersebut belum termasuk dalam biaya transportasi, maka perlu ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar. Besarnya biaya tersebut dihitung berdasarkan biaya yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar untuk kegiatan tersebut yang ditunjukkan dengan bukti yang obyektif dan terukur. 7). Biaya asuransi. Yang dimaksud dengan biaya asuransi adalah biaya penjaminan pengangkutan barang dari tempat ekspor di luar negeri ke tempat impor di Daerah Pabean. Dalam hal terminologi penyerahan barang impor bukan Cost Insurance and Freight (CIF), maka pada saat penyerahan hardcopy PIB Importir wajib melampirkan asli Polis Asuransi (Individual Policy), atau melampirkan asli Sertifikat Asuransi dan fotokopi Polis Asuransi (Open Floating Policy dan Open Cover Policy).
Penetapan unsur biaya dengan rumus tertentu Pada pasal 20 PMK-160/KMK.04/2010, disebutkan bahwa dalam hal tidak terdapat data yang obyektif dan terukur mengenai besaran biaya transportasi dan barang diangkut melalui laut, maka biaya transportasi ditentukan dengan sebagai berikut: a) Sebesar 5% dari FOB untuk barang yang berasal dari ASEAN, b) Sebesar 10% dari FOB untuk barang yang berasal dari Asis non ASEAN dan Australia, c) Sebesar 15% dari FOB untuk barang yang berasal dari negara selain butir a) dan b) diatas. Dalam hal tidak terdapat data yang obyektif dan terukur mengenai besaran biaya transportasi dan barang diangkut melalui udara, maka biaya transportasi ditentukan berdasarkan tarif International Air Transport Association (IATA). Berkaitan dengan biaya asuransi, pada pasal 21 PMK-160/KMK.04/2010 disebutkan bahwa dalam hal dokumen asuransi tidak diserahkan atau tidak memenuhi kriteria seperti tersebut diatas, maka besarnya nilai asuransi ditetapkan sebesar 0.5% dari Cost and Freight (CFR). Dalam hal biaya asuransi ditutup di dalam daerah pabean maka besaran biaya asuransi yang digunakan dalam penentuan nilai pabean dianggap 0 (nol). Untuk menggambarkan secara jelas pembahasan ini, berikut contoh kasus penetapan biaya-biaya dimaksud : “ PT ABC mengimpor mesin X dari Nikimura Inc di Jepang. Harga disepakati FOB USD 10.000,-. Bill of Lading yang dilampirkan pada PIB tidak mencatumkan nilai freightnya. PT ABC juga tidak melampirkan polish asuransi dari Jepang ke Tanjung Priok “.
5
Bila kita mengacu kepada ketentuan pada PMK-160/KMK.04/2010, maka nilai transaksi dapat diterima dengan cara menghitung freight sebesar 10% x 10.000 = 1.000 dan biaya asuransi sebesar 0,5% x (10.000 + 1.000) = 55, sehingga nilai transaksi ditentukan sebesar USD 11.055,- tepatkah penentuan nilai pabean menggunakan cara seperti ini?
Penetapan unsur biaya dalam nilai transaksi, tepatkah? Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, nilai transaksi yang diatur pada Agreement on Implementation of Article VII of GATT dan telah tercantum pada pasal 15 Undang-Undang Kepabeanan, nilai transaksi adalah nilai yang benar-benar dibayar oleh pembeli kepada penjual dan biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan pembeli. Penambahan atas biaya-biaya yang dikeluarkan pembeli di luar harga yang disepakati harus menggunakan data yang obyektif dan terukur. Dengan demikian penentuan biaya yang tidak didasarkan pada yang obyektif dan terukur pada hakekatnya tidak selaras dengan ketentuan GATT (WTO) dan Undang-Undang Kepabeanan sendiri. Bila kita teliti lebih lanjut Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK160/KMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk, kita dapati pengaturan tentang penambahan biaya freight dan asuransi yang tidak konsisten. Pada pasal 8 ayat c PMK-160/KMK.04/2010 disebutkan bahwa Metode I tidak dapat digunakan untuk menetapkan nilai pabean apabila penambahan atau pengurangan yang harus dilakukan terhadap harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar tidak didukung oleh data yang obyektif dan terukur. Namun pada pasal 20 dan 21 PMK160/KMK.04/2010 diatur bahwa biaya transportasi (freight) dan biaya asuransi ditentukan dengan rumus tertentu dan tarif tertentu ketika tidak ditemukan data yang obyektif dan terukur. Untuk menyelaraskan ketentuan nilai pabean sebagaimana tercantum pada Agreement on Implementation of Article VII of GATT dan Undang-Undang Kepabeanan, sebaiknya PMK-160/KMK.04/2010 disempurnakan dengan mencantumkan secara tegas gugurnya nilai transaksi bilamana terdapat biaya yang harus ditambahkan (baik biaya freight, asuransi maupun biaya lainnya) namun tidak didukung data yang obyektif dan terukur.
Simpulan 1. Nilai transaksi adalah harga atas barang yang benar-benar dibayar atau akan dibayar pembeli kepada penjual atas kesepakatan jual beli barang yang diekspor ke dalam daerah pabean. Penentuan nilai transaksi harus benar-benar didasarkan pada biaya yang benar-benar dibayar oleh pembeli (importir) dengan bukti-bukti yang obyektif dan terukur. 2. Penetapan unsur biaya tertentu dalam penetapan nilai transaksi tidak sesuai dengan konsep nilai transaksi karena nilai yang ditentukan tersebut tidak benar-benar dibayar oleh pembeli (importir) atas barang yang diimpornya. 6
3. Dalam hal terdapat unsur biaya untuk penetapan nilai transaksi yang tidak dapat ditentukan maka nilai transaksi sebagai dasar untuk menghitung bea masuk (metode I) tidak memenuhi syarat, sehingga digunakan metode selanjutnya (metode II sampai dengan VI secara hierarkhi). 4. Penetapan unsur biaya tertentu dalam nilai yang diberitahukan tidak didukung data yang obyektif dan terukur dapat digunakan pada metode VI menggunakan prinsip metode I yang diterapkan secara fleksibel.
Saran Penggunaan rumus tertentu dalam penentuan nilai pabean pada dasarnya tidak dilarang sepanjang metode yang digunakan adalah tepat. Bila kita mengkaji secara lengkap 6 (enam) metode nilai pabean, penentuan unsur-unsur dalam penetapan nilai pabean yang tidak berdasarkan suatu transaksi lebih tepat digunakan pada metode VI. Dengan demikian, penentuan biaya transportasi (freight) dan biaya asuransi dengan rumus tertentu atau dengan tarif tertentu ketika tidak ditemukan data yang obyektif dan terukur sebenarnya lebih tepat bila nilai pabean menggunakan metode VI (fall back). Metode VI (fall back) adalah cara penetapan nilai pabean dengan menggunakan data yang tersedia di daerah pabean berdasarkan prinsip-prinsip metode sebelumnya (I s.d. V) secara fleksibel. Bila metode I (nilai transaksi) nilai pabean adalah harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penjual atau untuk kepentingan penjual, maka metode VI berdasarkan prinsip metode I, unsur-unsur biaya untuk mendapatkan nilai pabean dapat ditetapkan dengan rumus-rumus tertentu atau tarif tertentu yang bersifat obyektif. Pada penetapan metode VI berdasarkan metode I ini, prinsip metode I (nilai transaksi) tetap digunakan sebagai dasar penetapan, namun karena adanya unsur biaya tertentu yang tidak diketahui maka besarnya biaya tersebut ditentukan dengan rumus tertentu. Penentuan nilai tertentu ini didasarkan pada biaya yang umumnya dikenakan dan tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang atau fiktif sebagaimana diatur dalam penerapan metode VI.
Sumber : 1. Undang-Undang No 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk 3. Agreement on Implementation of Article VII of GATT
7