PENETAPAN HARGA POKOK DAN ZONA FLEKSIBILITAS HARGA PRODUK OLAHAN BUAH (Kasus: Jus Jambu Merah “JJM” KWT Turi, Tanah Sareal dan Fruit Talk
Papaya Soft Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT, Tajur)
SKRIPSI
MONANG SIMBOLON H 34076101
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
RINGKASAN MONANG SIMBOLON. Penetapan Harga Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga Produk Olahan (Kasus : Jus Jambu Merah „JJM” KWT Turi, Tanah Sareal Kota Bogor dan Fruit Talk Papaya Soft Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT, Tajur). (Di Bawah Bimbingan EVA YOLYNDA AVINY). Produksi buah-buahan Indonesia sepanjang tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 terus mengalami peningkatan. Hal tersebut seiring dengan peningkatan luas panen tanaman buah-buahan di Indonesia. Dengan peningkatan produksi yang tinggi seharusnya tingkat konsumsi buah-buahan di Indonesia masih diatas standar. Akan tetapi tingkat konsumsi buah-buahan masyarakat Indonesia masih di bawah standar yang diharapkan. Peningkatan konsumsi buahbuahan pada masyarakat bisa menggunakan produk buah-buahan yang diolah. Jenis tanaman buah-buahan tropis yang banyak tumbuh di Indonesia dan sangat cocok untuk diolah serta memiliki prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan adalah buah jambu biji, nanas dan pepaya. Salah satu kota yang berkontribusi terhadap jambu biji, pepaya dan nanas di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. KWT Turi merupakan salah satu pelaku bisnis yang memproduksi sari buah jambu biji dalam kemasan dengan merek “Jus Jambu Merah”. Sedangkan Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT merupakan industri pengolahan “Fruit Talk Soft Candy” dari buah nenas dan pepaya. Perusahaan yang ingin berkembang dan terus menjaga kelangsungan hidupnya perlu membuat kebijakan yang mengacu pada terciptanya efisiensi dan efektivitas kerja. Kebijakan tersebut dapat berupa penetapan harga pokok produksi, yaitu dengan cara menekan biaya produksi serendah mungkin dan tetap menjaga kualitas dari barang atau produk yang dihasilkan, sehingga harga pokok produk satuan yang dihasilkan perusahaan lebih rendah dari yang sebelumnya. Selama ini KWT Turi dalam menentukan harga pokok JJM masih belum menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan seperti biaya penyusutan bangunan, kendaraan serta mesin dan peralatan. Begitu juga penetapan harga pokok produk yang dilakukan LPPM PKBT belum menggambarkan rincian biaya produksi yang tepat seperti biaya penyusutan kendaraan, biaya penyusutan bangunan dan mesin. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan harga pokok produksi dengan lebih tepat agar dapat menetapkan harga jual dengan lebih baik. Tujuan dari penelitian ini yaitu : (1). Menganalisis penetapan harga pokok produksi JJM di KWT Turi dan Fruit Talk Soft Candy di Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT dengan memperhitungkan seluruh komponen biaya produksi. (2). Menganalisis kisaran harga yang dapat diterima oleh pelanggan JJM di KWT Turi dan Fruit Talk Soft Candy di Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT. (3). Menganalisis rentang harga optimum dari sisi JJM di KWT Turi dan Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT dan pelanggannya (zona fleksibilitas harga) terhadap produk JJM dan Fruit Talk Soft Candy. Penelitian ini dilakukan di Kelompok Wanita Tani (KWT) Turi berlokasi di Rt 2 Rw 5 Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dan Laboratorium Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM
PKBT) berlokasi di Tajur, Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive). Sedangkan pemilihan lokasi LPPM PKBT dengan pertimbangan menghasilkan produk olahan sehat berupa permen lunak buah dan merupakan produk hasil penelitian PKBT. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan Juni 2010. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian yang pertama menggunakan pendekatan Full Costing untuk penentuan harga pokok produksi dari sisi perusahaan sebagai cara untuk mengidentifikasi Optimal Price Minimal (OP min). Sedangkan alat analisis yang kedua menggunakan analisis sensitivitas harga sebagai alat untuk mengidentifikasi Customer Price Maximum (CP max) sehingga diperoleh zona fleksibilitas untuk mendapatkan rentang harga optimum dari sisi produsen dan konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produk JJM metode full costing untuk produksi 10 kg JJM kemasan botol Rp 3.392,00 per botol dan untuk kemasan cup Rp 1.190,00 per cup. Harga pokok JJM dengan menggunakan metode full costing lebih tinggi dibandingkan dengan harga pokok metode perusahaan. Selisih tersebut adalah Rp 313,00 untuk kemasan botol dan Rp 194,00 untuk kemasan cup. Analisis sensitivitas harga terhadap harga JJM pada konsumen aktual yaitu harga ideal JJM sebesar Rp 1.965,00 per cup dan Rp 4.500,00 per botol sedangkan pada konsumen potensial sebesar Rp 1.966,00 per cup dan Rp 4.261,00 per botol. Perusahaan masih dapat merubah harga tersebut selama masih berada dalam kisaran harga yang diinginkan atau Range of Acceptable Prices (RAP) yaitu pada konsumen aktual berkisar antara Rp 1.580,00 per cup sampai dengan Rp 2.409,00 per cup, dan untuk botol berkisar antara Rp 4.086,00 per botol sampai dengan Rp 4.923,00 per botol. Sedangkan RAP konsumen potensial berkisar antara Rp 1.595,00 per cup sampai dengan Rp 2.416,00 per cup, dan untuk botol berkisar antara Rp 4.008,00 per botol sampai dengan Rp 4.914,00 per botol. Zona fleksibilitas untuk konsumen aktual berkisar antara Rp 1.785,00 sampai dengan Rp 2.409,00 per cup dan berkisar antara Rp 3.800,00 sampai dengan Rp 4.923,00 per botol. Harga ideal JJM adalah berkisar antara Rp 1.965,00 per cup dan Rp 4.500 per botol sehingga interaksi tawar menawar antara produsen dan konsumen terdapat posisi win-win. Posisi ini merupakan posisi yang paling ideal karena KWT Turi mendapatkan keuntungan sebesar 35 persen untuk JJM cup dan 22 persen untuk JJM botol. Zona fleksibilitas untuk konsumen potensial berkisar antara Rp 1.785,00 sampai dengan Rp 2.416,00 per cup dan berkisar antara Rp 3.800,00 sampai dengan Rp 4.914,00 per botol. Harga ideal JJM adalah berkisar antara Rp 1.966,00 per cup dan Rp 4.216,00 per botol sehingga interaksi tawar menawar antara produsen dan konsumen terdapat posisi win-win. Posisi ini merupakan posisi yang paling ideal karena KWT Turi mendapatkan keuntungan sebesar 38 persen untuk JJM cup dan 14 persen. Hasil perhitungan analsis R/C atas biaya tunai untuk JJM kemasan cup adalah 1,51 dan JJM kemasan botol sebesar 1,20. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebsar Rp 1,00 menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,51 untuk JJM kemasan cup dan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,20 untuk JJM kemasan botol. Nilai R/C lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usaha JJM di KWT Turi mampu memberikan keuntungan karena penerimaannya lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
Perhitungan harga pokok produk Fruit Talk Soft Candy metode full costing sebesar Rp 8.100,00 per kemasan 50 gram. Harga pokok Fruit Talk Soft Candy dengan menggunakan metode Full Costing lebih tinggi dibandingkan dengan harga pokok metode perusahaan. Selisih tersebut adalah Rp 600,00 per kemasan. Analisis sensitivitas harga terhadap harga Fruit Talk Soft Candy yaitu harga ideal Fruit Talk Soft Candy sebesar Rp 8.500,00 per bungkus. Perusahaan masih dapat merubah harga tersebut selama masih berada dalam kisaran harga yang diinginkan (RAP) yaitu harga Soft Candy Pepaya berkisar antara Rp 7.875,00 sampai dengan Rp 12.416,00 per bungkus, dan untuk Soft Candy Nanas berkisar antara Rp 8.300,00 sampai dengan Rp 11.166,00 per bungkus. Zona fleksibilitas untuk Fruit Talk Soft Candy Pepaya berkisar antara Rp 8.100,00 sampai dengan Rp 12.416,00 per bungkus, sedangkan untuk Fruit Talk Soft Candy Nanas berkisar antara Rp 8.100,00 sampai dengan Rp 11.166,00 per bungkus, sehingga interaksi tawar menawar antara produsen dan konsumen terdapat posisi win-win. Posisi ini merupakan posisi yang paling ideal karena LPPM PKBT mendapatkan keuntungan sebesar 36 persen. Hasil perhitungan analsis R/C atas biaya tunai untuk Fruit Talk Soft Candy adalah 1,38. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebsar Rp 1,00 menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,38. Nilai R/C lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usaha Fruit Talk Soft Candy di LPPM PKBT mampu memberikan keuntungan karena penerimaannya leb ih besar dari biaya yang dikeluarkan.
PENETAPAN HARGA POKOK DAN ZONA FLEKSIBILITAS HARGA PRODUK OLAHAN BUAH (Kasus: Jus Jambu Merah “JJM” KWT Turi, Tanah Sareal dan Fruit Talk
Papaya Soft Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT, Tajur)
MONANG SIMBOLON H 34076101
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk me mperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Penetapan Harga Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga Produk Olahan (Kasus : Jus Jambu Merah „JJM” KWT Turi, Tanah Sareal Kota Bogor dan Fruit Talk Papaya Soft Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT, Tajur)
Nama Mahasiswa
: Monang Simbolon
NIM
: H 34076101
Disetujui, Pembimbing
Eva Yolynda Aviny, SP. MM NIP. 19710402 200604 2 008
Diketahui : Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Penetapan Harga Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga Produk Olahan (Kasus : Jus Jambu Merah „JJM” KWT Turi, Tanah Sareal Kota Bogor dan Fruit Talk Papaya Soft Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT, Tajur) adalah hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
Monang Simbolon H 34076101
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tembilahan pada tanggal 22 Januari 1985, merupakan anak keenam dari enam bersaudara, keluarga Bapak Hasanuddin Simbolon dan Ibu Eny Panggabean. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 001 Tembilahan pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN 1 Tembilahan. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 2 Tembilahan diselesaikan pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Program Studi Diploma III Pengelola Perkebunan melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB).
Tahun 2007 penulis melanjutkan ke jenjang Strata I di
Program Studi Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Riau (IKPMR) Bogor.
KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penetapan Harga Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga Produk Olahan (Kasus : Jus Jambu Merah „JJM” KWT Turi, Tanah Sareal Kota Bogor dan Fruit Talk Papaya Soft Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT, Tajur)”. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penetapan harga pokok produk serta rentang harga optimum yang terbentuk antara produsen dan konsumen. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan serta dapat memperkaya wawasan pembaca. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat penulis kerjakan.penulis menyadari kemungkinan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan atau dari apa yang diharapkan.
Bogor, Maret 2011 Monang Simbolon
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini 2. Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen evaluator dan dosen penguji yang memberikan bimbingan, pengarahan, masukan selama penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Orangtua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis. 4. Elviana, S.hut yang telah memberi motivasi dan semangat kepada penulis. 5. Bapak Taufik Junaedi selaku Ketua KWT Turi yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian. 6. Bapak Sobir, Ph.D selaku Kepala PKBT yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian 7. Para karyawan PKBT, karyawan LPPM PKBT dan karywan KWT Turi. 8. Teman-teman ekstensi agribisnis angkatan III. 9. Sahabat Asrama Riau (Fahriyadi SEi, Pemi Barca, Rusman A. SE, Fifin Friska, Irzal Fakhrozi S.hut, Isa Teguh Widodo, SSi, R.Ade Saputra, SP, R. Ronal A, Maiser Syahputra, S.hut, Zaini), rekan-rekan IKPMR BOGOR dan masih banyak lagi yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu terima kasih atas dukungan dan dorongannya kepada penulis dalam pembuatan laporan ini
Bogor, Maret 2011 Monang Simbolon
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xvi
I
PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 1.5. Ruang Lingkup ............................................................................
1 1 5 9 9 9
II
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2.1. Jambu Biji ..................................................................................... 2.2. Nanas ............................................................................................ 2.3. Pepaya ........................................................................................... 2.4. Jus Buah......................................................................................... 2.5. Kembang Gula .............................................................................. 2.6. Soft Candy Pinneaple ................................................................... 2.7. Soft Candy Papaya ........................................................................ 2.7. Hasil Penelitian Terdahulu ...........................................................
10 10 12 15 16 17 18 19 20
III
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis......................................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .................................................
25 25 36
IV
METODE PENELITIAN ................................................................. 4.1. Lokasi dan Waktu ......................................................................... 4.2. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 4.3. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 4.4. Metode Pengambilan Data ........................................................... 4.5. Metode Pengolahan Data ............................................................. 4.6. Zona Fleksibilitas ..........................................................................
38 38 38 38 39 40 43
V
GAMBARAN UMUM PENELITIAN .............................................. 5.1. Gambaran Umum Perusahaan KWT Turi ..................................... 5.2. Gambaran Umum Karakteristik Responden Jus Jambu Merah..... 5.3. Gambaran Umum LPPM PKBT.................................................... 5.4 Gambaran Umum Karakteristik Responden Fruit Talk Soft Candy .....................................................................
44 44 50 62
VI
ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUK DAN RENTANG HARGA ................................................................ 6.1. Perhitungan OP (min) .................................................................... 6.2. Identifikasi Biaya-Biaya Produksi dan Non Produksi
67
76 76
KWT Turi ...................................................................................... 6.3. Perhitungan CP (Max) ................................................................... 6.4. Perhitungan Zona Fleksibilitas KWT TURI.................................. 6.5. Identifikasi Biaya-Biaya Produksi dan Non Produksi LPPM PKBT ................................................................................. 6.6. Perhitungan CP (Max) ................................................................... 6.7. Perhitungan Zona Fleksibilitas LPPM PKBT ............................... VII
76 81 86 91 95 98
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 101 7.1 Kesimpulan .................................................................................... 101 7.2 Saran ............................................................................................. 102
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
103
LAMPIRAN .................................................................................................... 105
DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produksi dan Luas Panen Tanaman Buah-Buahan Indonesia Tahun 2003 – 2007 ..................................................................................... 1 2.
Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2003-2007 .................................
2
3.
Produksi Jambu Biji, Pepaya dan Nanas di Kabupaten Bogor Tahun 2002 – 2006 ......................................................................................
3
4.
Karakteristik Nanas Varietas Mahkota Bogor dan Delika Subang ............. 13
5.
Kandungan Gizi Buah Nanas Segar (100 gram bahan)................................ 14
6.
Komposisi Gizi Buah Pepaya Masak, Pepaya Muda, dan Daun Pepaya Per 100 Gram ................................................................... 15
7.
Kemungkinan Interaksi Tawar Menawar Antara Produsen dan Konsumen ................................................................................ 31
8.
Komposisi Bagian Kerja dan Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja pada KWT Turi ............................................................................................ 46
9.
Sebaran Usia Responden Jus Jambu Merah ................................................. 51
10. Sebaran Status Perkawinan Responden Jus Jambu Merah........................... 51 11. Sebaran Pekerjaan Responden Jus Jambu Merah ........................................ 52 12. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Jus Jambu Merah......................... 53 13. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Jus Jambu Merah (Aktual).......... 53 14. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Jus Jambu Merah (Potensial) ...... 54 15. Sebaran Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Responden Jus Jambu Merah (Aktual) ........................................................................... 54 16. Sebaran Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Responden Jus Jambu Merah (Potensial)........................................................................ 55 17. Sebaran Sumber Informasi Responden Jus Jambu Merah ........................... 55 18. Sebaran Frekuensi Pembelian Responden Jus Jambu Merah ...................... 56 19. Sebaran Lama Mengkonsumsi Responden Jus Jambu Merah ..................... 56 20. Sebaran Minat Membeli Jika Terjadi Kenaikan Harga Sepuluh Persen Responden Jus Jambu Merah ............................................. 57 21. Sebaran Responden dalam Menilai Rasa Jus Jambu Merah ........................ 57 22. Sebaran Responden dalam Menilai Warna Jus Jambu Merah ..................... 58 23. Sebaran Responden dalam Menilai Struktur Jus Jambu Merah ................... 58 24. Sebaran Responden dalam Menilai Ketahanan Produk ............................... 59 25. Sebaran Responden Terhadap Harga Jus Jambu Merah ............................. 59
26. Sebaran Responden Terhadap Kemasan Jus Jambu Merah ......................... 60 27. Sebaran Responden dalam Menilai Manfaat Produk ................................... 60 28. Sebaran Tingkat Kepuasan Responden Jus Jambu Merah ........................... 61 29. Sebaran Responden dalam Merekomendasikan Produk .............................. 61 30. Sebaran Usia Responden Fruit Talk Soft Candy ......................................... 67 31. Sebaran Status Perkawinan Responden Fruit Talk Soft Candy.................... 67 32. Sebaran Pekerjaan Responden Fruit Talk Soft Candy ................................ 68 33. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Fruit Talk Soft Candy.................. 68 34. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Fruit Talk Soft Candy ................. 69 35. Sebaran Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Responden Fruit Talk Soft Candy ................................................................................... 69 36. Sebaran Sumber Informasi Responden Fruit Talk Soft Candy .................... 70 37. Sebaran Minat Membeli Jika Terjadi Kenaikan Harga Sepuluh Persen Responden Fruit Talk Soft Candy ...................................... 70 38. Sebaran Responden dalam Menilai Rasa Fruit Talk Soft Candy ................ 71 39. Sebaran Responden dalam Menilai Warna Fruit Talk Soft Candy ............. 71 40. Sebaran Responden dalam Menilai Struktur Fruit Talk Soft Candy............ 71 41. Sebaran Responden dalam Menilai Ketahanan Produk ............................... 72 42. Sebaran Responden Terhadap Harga Fruit Talk Soft Candy ....................... 72 43. Sebaran Responden Terhadap Kemasan Fruit Talk Soft Candy ................. 73 44. Sebaran Responden dalam Menilai Manfaat Produk ................................... 73 45. Sebaran Tingkat Kepuasan Responden Fruit Talk Soft Candy.................... 74 46. Sebaran Responden dalam Merekomendasikan Produk .............................. 74 47. Perhitungan Harga Pokok JJM Metode KWT Turi...................................... 78 48. Harga Pokok Produksi Menurut Metode Full Costing................................. 79 49. Hasil Analisis Sensitivas Harga JJM Kemasan Cup ................................... 86 50. Hasil Analisis Sensitivas Harga JJM Kemasan Botol .................................. 86 51. Rata-rata Penerimaan Biaya, Pendapatan dan R/C JJM............................... 90 52. Rata-rata Penerimaan Biaya, Pendapatan dan R/C JJM Botol..................... 90 53. Perhitungan Harga Pokok Fruit Talk Soft Candy Metode LPPM PKBT ................................................................................... 93 54. Harga Pokok Produksi Menurut Metode Full Costing ................................ 94 55. Rata-rata Penerimaan. Biaya, Pendapatan dan R/C rasio Fruit Talk Soft Candy Botol (Desember 2008 – Desember 2009) ............... 99
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1.
Perkembangan Harga Rata-rata Gula ........................................................ 7
2.
Kurva Biaya Total ........................................................................................ 26
3.
Harga – Tidak akan adanya penjualan ......................................................... 30
4.
Harga – Ada penjualan tetapi dengan sedikit fleksibilitas ........................... 30
5.
Harga – Penjualan dengan fleksibilitas ........................................................ 31
6.
Kurva Elastisitas Permintaan di Sepanjang K urva Permintaan Linier......... 33
7.
Kerangka Pemikiran Operasional................................................................. 37
8.
Harga Pokok dan Total Harga Pokok Menurut Metode full costing............ 41
9.
Hubungan antara Kurva dari Setiap Kategori Harga ................................... 43
10. Struktur Organisasi KWT Turi .................................................................... 45 11. Alur Proses Produksi Jus ”JJM”................................................................... 49 12. Struktur Organisasi LPPM PKBT ............................................................... 64 13. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Aktual.......................................................................... 83 14. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Aktual ......................................................................... 83 15. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Potensial...................................................................... 85 16. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Potensial ..................................................................... 85 17. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Cup Konsumen Aktual ...................... 87 18. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Botol Konsumen Aktual ................... 87 19. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Cup Konsumen Potensial ................ 88 20. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Botol Konsumen Potensial ................ 88 21. Grafik Penjualan Jus Jambu Merah Juni 2009 – 2010 ................................. 89 22. Kurva Sensitivitas Harga Soft Candy Pepaya Konsumen Potensial .......... 97 23. Kurva Sensitivitas Harga Soft Candy Nanas Terhadap Konsumen Potensial .................................................................................... 97 24. Zona Fleksibilitas Soft Candy Pepaya Konsumen Potensial ...................... 98 25. Zona Fleksibilitas Soft Candy Nanas Konsumen Potensial ....................... 98 26. Grafik Penerimaan dan Pengeluaran Soft Candy Desember 2008 – Desember 2009 .............................................................. 100
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Aktual ......................................................................
106
2. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Aktual ...................................................................
107
3. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Potensial...................................................................
108
4. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Potensial...................................................................
109
5. Tabulasi Price Sensitivity Meters Fruit Talk Soft Candy Pepaya Terhadap Konsumen Potensial...................................................................
110
6. Tabulasi Price Sensitivity Meters Fruit Talk Soft Candy Nanas Terhadap Konsumen Potensial..................................................................
111
7. Gambar Peralatan Produksi KWT Turi ......................................................
112
8. Gambar Peralatan Produksi LPPM PKBT .................................................
114
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia terdiri dari enam sub sektor, yaitu sub sektor Tanaman Pangan,
Hortikultura, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan dan
Perikanan. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan pendapatan petani dan penggerak pemulihan ekonomi pertanian di Indonesia. Pada tahun 2005, PDB Nasional Hortikultura sebesar Rp 61,79 triliun, tahun 2006 meningkat menjadi Rp 68,64 triliun. Peningkatan ini terjadi karena peningkatan produksi dan peningkatan luas areal panen disamping nilai ekonomi produk Hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2007). Produksi buah-buahan Indonesia sepanjang tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 terus meningkat. Hal tersebut seiring dengan peningkatan luas panen tanaman buah-buahan di Indonesia. Pada Tabel 1 dapat dilihat total produksi dan total luas panen tanaman buah-buahan di Indonesia. Tabel 1. Produksi dan Luas Panen Tanaman Buah-Buahan Indonesia Tahun 2003 – 2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Produksi (Ton) 13.551.435 14.348.456 14.786.599 16.171.130 17.116.622
Tanaman Buah-buahan di Indonesia Pertumbuhan (%) Luas Panen (Ha) Pertumbuhan (%) 721.964 5,88 707.119 -2,06 3,08 717.428 1,46 9,36 728.218 1,50 5,85 756.766 3,92
Sumber : Direktorat Jenderal Ho rtikultura, 2008
Menurut
laporan
mengenai Keberhasilan dan Kinerja Agribisnis
Hortikulura tahun 2006, peningkatan produksi terjadi sebagai akibat pertambahan luas areal tanaman, tanaman yang berpoduksi semakin banyak, teknologi produksi yang diterapkan petani berkembang, bimbingan dan fasilitasi yang diberikan kepada petani dan pelaku usaha semakin intensif, manajemen usaha yang diterapkan pelaku usaha semakin baik, dan adanya penguatan kelembagaan agribisnis petani. 3 3
Keberhasilan dan Kinerja Hortikultura 2006.http://www.hort iku ltura.deptan.go.id.
Dengan peningkatan produksi yang tinggi seharusnya tingkat konsumsi buah-buahan di Indonesia masih diatas standar. Akan tetapi tingkat konsumsi buah-buahan masyarakat Indonesia masih di bawah standar ya ng diharapkan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan tingkat konsumsi buah-buhan rata-rata per kapita dari tahun 2003-2007 adalah 27,88 kg/kapita/tahun. Food Agriculture Organization (FAO) memperkirakan bahwa untuk
mencapai
keseimbangan gizi makanan, maka paling tidak mengkonsumsi buah harus mencapai 75 kilogram per tahun per kapita. 4 Oleh karena itu, usaha untuk meningkatkan konsumsi buah-buahan pada masyarakat Indonesia sangat diperlukan. Tabel 2. Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Buah-buahan 29,44 27,19 25,17 23,56 34,06
Konsumsi Perkapita (Kg/tahun) Pertumbuhan (%) Sayuran 34,52 -7,64 33,49 -7,43 35,33 -6,40 34,16 44,57 39,39
Pertumbuhan (%) -2,98 5,49 -3,31 15,31
Sumber : Direktorat Jenderal Ho rtikultura, 2008
Peningkatan konsumsi buah-buahan pada masyarakat dapat menggunakan produk buah-buahan yang diolah. Jenis tanaman buah-buahan tropis yang banyak tumbuh di Indonesia dan sangat cocok untuk diolah serta memiliki prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan adalah buah jambu biji, nanas dan pepaya. Produksi jambu biji di Indonesia dari tahun 2003 - 2008 mengalami pertumbuhan 7,16 persen per tahun. Produksi nanas di Indonesia dari tahun 2003 - 2008 memiliki trend (kecenderungan) yang positif dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 22,06 persen per tahun. Produksi pepaya di Indonesia dari tahun 2003 – 2008 mengalami pertumbuhan sebesar 4,23 persen. Tingkat pertumbuhan buah-buahan di Indonesia yang masih memiliki trend yang positif tidak terlepas dari peran serta sentra-sentra pusat produksi buah-buahan di Indonesia, salah satu sentra produksi terletak di Propinsi Jawa Barat. Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang memproduksi 4
Effata Tamburian. 2008. Deptan Akan Tekan Impor Buah. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0812/ 31/eko09.ht ml. [15 Februari 2010]
2
jambu biji, pepaya dan nanas di Indonesia. Salah satu kabupaten yang berkontribusi terhadap jambu biji, pepaya dan nanas di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Selama periode 2005 - 2006 produksi jambu biji dan nanas mengalami peningkatan. Sedangkan produksi papaya tahun 2005 mengalami penurunan dimana total produksi papaya pada tahun 2004 sebesar 37.539 ton sedangkan pada tahun 2006 menurun sebesar 32,77 persen. Produksi jambu biji, pepaya dan nanas dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi Jambu Biji, Pepaya dan Nanas di Kabupaten Bogor Tahun 2002-2006 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Jambu Biji 2.977,0 4.670,8 3.404,8 4.443,6 4.163,0
Produksi (Ton) Pepaya 30.684,6 12.678,7 37.539,0 25.236,1 31.931,5
Nanas 977,8 268,4 320,3 551,8 750,8
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007
Salah satu cara meningkatkan nilai tambah dan memperpanjang masa simpan buah-buahan adalah dengan mengolahnya menjadi beberapa macam produk, diantaranya adalah sari buah (juice) dan permen lunak buah (soft candy). Upaya pengolahan bertujuan untuk memberi nilai tambah dan memperpanjang masa simpannya, sehingga dapat dikonsumsi kapan saja dan lebih praktis. Hal ini terkait dengan karakteristik produk buah-buahan yang tidak tahan lama dan mudah rusak karena pengaruh fisik (sinar matahari, benturan fisik) dan pengaruh biologis (mikroba, kapang) terutama pada saat panen melimpah. Salah satu indikasinya yaitu ketika permintaan stabil sedangkan supply produk begitu tinggi saat panen raya, sehingga pengolahan perlu dilakukan untuk menangani permasalahan tersebut. Produk sari buah dapat diproduksi dari berbagai macam jenis buahbuahan, diantaranya jambu biji. Sari buah jambu biji banyak dikonsumsi masyarakat karena rasanya yang manis, aromanya yang harum, dan harganya terjangkau. Selain banyak dikonsumsi karena rasanya yang enak, sari buah jambu biji juga sering dikonsumsi masyarakat sebagai minuman kesehatan. Sedangkan permen lunak merupakan produk olahan buah yang dapat dikonsumsi langsung 3
sebagai makanan ringan (cemilan) yang sehat atau produk antara untuk membuat produk olahan lain. Permen lunak nanas dan pepaya banyak dikonsumsi karena dibuat dari sari buah asli yang dikeringkan dan tanpa bahan pengawet. Buahbuahan tersebut memiliki banyak variasi dalam kandungan nutrisi, rasa, aroma dan kualitas. Selain rasanya yang enak dan kandungan gizinya tinggi, kebutuhan yang besar terhadap buah-buahan ini ditanggapi dengan sangat baik dan ditunjukkan dengan semakin meningkatnya produksi buah-buahan Indonesia. Potensi pengembangan pengolahan buah-buahan seperti jambu biji, pepaya dan nanas di Kabupaten Bogor cukup tinggi mengingat Bogor merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memproduksi jambu biji, pepaya dan nanas. Penelitian ini dilakukan di Kelompok Wanita Tani (KWT) Turi dan Laboratorium Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM PKBT) Bogor. KWT Turi merupakan salah satu pelaku bisnis yang memproduksi sari buah jambu biji dalam kemasan dengan merek “Jus Jambu Merah”. Sedangkan Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT merupakan industri pengolahan “Fruit Talk Soft Candy” dari buah nenas dan pepaya. Berkembangnya industri pengolahan buah-buahan memacu KWT Turi dan LPPM PKBT untuk mengembangkan usahanya baik dari produk, skala usaha maupun pangsa pasar yang dirambah. Namun perusahaan yang ingin berkembang dan terus menjaga kelangsungan hidupnya perlu membuat kebijakan yang mengacu pada terciptanya efisiensi dan efektivitas kerja. Kebijakan tersebut dapat berupa penetapan harga pokok produksi, yaitu dengan cara menekan biaya produksi serendah mungkin dan tetap menjaga kualitas dari barang atau produk yang dihasilkan, sehingga harga pokok produk satuan yang dihasilkan perusahaan lebih rendah dari yang sebelumnya. Kebijakan ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk menetapkan harga jual yang tepat dengan laba yang ingin diperoleh perusahaan, sehingga perusahaan tersebut dapat bersaing dengan perusahaan–perusahaan lain yang memproduksi produk sejenis. Hal ini tentunya tidak terlepas dari tujuan didirikannya perusahaan yaitu agar modal yang ditanamkan dalam perusahaan dapat terus berkembang atau dengan kata lain mendapatkan laba semaksimal mungkin.
4
Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produksi dapat mengakibatkan penentuan harga jual pada suatu perusahaan menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. Kedua kemungkinan tersebut dapat mengakibatkan keadaan yang tidak menguntungkan bagi perusahaan, karena dengan harga jual yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan produk yang ditawarkan perusahaan akan sulit bersaing dengan produk sejenis yang ada di pasar, sebaliknya jika harga jual produk terlalu rendah akan mangakibatkan laba yang diperoleh perusahaan rendah pula. Kedua hal tersebut dapat diatasi dengan penentuan harga pokok produksi dan harga jual yang tepat. 1.2. Perumusan Masalah Produk agribisnis memiliki karakteristik yang bersifat ukuran yang sangat besar (bulky), mengambil banyak tempat (voluminous) dan cepat atau mudah rusak (perishable). Salah satu produk hortikultura yang memiliki karakteristik tersebut adalah buah-buahan. Buah-buahan merupakan komoditas pertanian yang mudah mengalami perubahan-perubahan akibat pengaruh mekanisme fisik, kimia, biologis dan mikrobiologis. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa mengakibatkan kerusakan atau pembusukan, terutama pada saat penen melimpah. Diperlukan pengolahan lebih lanjut guna meningkatkan nilai tambah pada komoditas buahbuahan. Salah satu bentuk pengolahan pada buah-buahan adalah dengan pembuatan sari buah dan permen lunak. Buah jambu biji, pepaya dan nanas merupakan komoditas pertanian yang memiliki karakteristik perishable seperti buah-buahan lainnya. Pembuatan sari buah jambu biji dan permen lunak merupakan salah satu upaya dalam memperpanjang masa simpan dan menambah nilai jual jambu biji, pepaya dan nanas. Kelompok Wanita Tani (KWT) Turi merupakan salah satu Kelompok Usaha Agribisnis Desa Sukaresmi Kota Bogor
dan anggota Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). KWT Turi adalah produsen yang bergerak dalam bidang pengolahan buah jambu biji menjadi jus jambu. Usaha jus jambu ini bermula dari keprihatinan warga Sukaresmi, melihat banyaknya jambu matang yang dibuang begitu saja di kolam atau kebun. Jambu biji yang dijual ke pasar merupakan jambu biji yang sudah tua namum belum matang.
5
KWT Turi menghasilkan Jus Jambu Merah atau yang sering di kenal dengan nama JJM dengan kemasan botol plastik ukuran 300 mililiter dan kemasan gelas plastik (cup) plastik ukuran 200 mililiter. Harga jual JJM kemasan botol plastik ukuran 300 mililiter adalah Rp 3.500 dan harga jual JJM kemasan cup ukuran 200 mililiter adalah Rp 1.500. KWT Turi berencana untuk menaikkan harga jual produk, karena kenaikan harga bahan baku yang berfluktuatif ketika permintaan JJM meningkat, namun persediaan buah jambu petani di Desa Sukaresmi tidak mencukupi, maka KWT Turi akan membeli buah jambu yang berada di pasar, hal tersebut akan meningkatkan biaya produksi, karena harga buah jambu di pasar lebih mahal dibandingkan harga buah jambu di Desa Sukaresmi. Selain jambu biji bahan baku yang berfluktuatif adalah gula. Gula merupakan bahan baku utama selain jambu biji dalam pengolahan produk JJM. Selama ini penggunaan gula terhadap biaya produksi di KWT Turi sebesar 20,78 persen dalam pengolahan JJM kemasan cup dan sebesar 10,83 persen dalam pengolahan JJM kemasan botol. Harga gula setiap tahunnya menunjukkan kenaikan. Kenaikan harga gula tersebut sangat mempengaruhi harga pokok JJM, karena produk JJM menggunakan gula sebagai bahan pemanis. Kenaikan harga gula tak lepas dari peran harga gula dunia, saat ini harga gula di dunia mengalami peningkatan ditambah dengan isu penggunaan tanaman tebu sebagai bio fuel. Hal tersebut akan mempengaruhi pemintaan tanaman tebu di pasar internasional, sehingga persaingan antara produk gula dan produk bio fuel yang merupakan produk turunan dari tanaman tebu akan terjadi, kemungkinan harga gula akan terus meningkat. Grafik perkembangan harga gula di dalam negeri dapat dilihat pada Gambar 1. KWT Turi selama ini dalam menentukan harga pokok JJM masih belum menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan seperti biaya penyusutan bangunan, kendaraan serta mesin dan peralatan. Biaya penyusutan mempengaruhi nilai aktiva tetap perusahaan, jika tidak diperhitungkan, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya diluar biaya produksi untuk biaya penyusutan.
6
Gambar 1. Perkembangan Harga Rata-rata Gula Sumber : Kementrian Perdagangan RI (2010) Pengaruh kenaikan harga bahan baku juga mempengaruhi kegiatan produksi di LPPM PKBT. Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT merupakan produsen pengolahan pepaya dan nanas menjadi produk yang memiliki nilai tambah. LPPM PKBT mengolah dan menghasilkan Fruit Talk Soft Candy dengan kemasan 50 gram. Harga jual soft candy pepaya dan nanas di LPPM PKBT adalah masing- masing sebesar Rp 7.500 per bungkus. LPPM PKBT juga berencana untuk menaikkan harga jual Fruit Talk Soft Candy karena perusahaan ingin meningkatkan keuntungan, disamping harga bahan baku juga berfluktuasi. Selama ini penetapan harga pokok produk yang dilakukan LPPM PKBT belum menggambarkan rincian biaya produksi yang tepat seperti biaya penyusutan kendaraan, biaya penyusutan bangunan dan mesin. Produk Fruit Talk Soft Candy masih terbilang baru dipasaran, tepatnya pada awal tahun 2010, LPPM dan Manajeman Serambi Botani melakukan kerjasama, produk “Fruit Talk Soft Candy Papaya dan Fruit Talk Soft Candy Pineapple saat ini tersedia di Serambi Botani, Botani Square, Bogor. Masing- masing perusahaan saat ini masih menghadapi kendala dalam penetapan harga pokok produksi oleh karena itu untuk menghadapi persaingan dan dapat bertahan, maka perusahaan perlu mempertahankan dan membuat strategi yang tepat. Salah satunya adalah strategi penetapan harga jual produk dan mengetahui zona fleksibilitas, sehingga perusahaan dapat memposisikan 7
produknya pada pangsa pasar yang sesuai dengan tingkatan harga yang masih dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Salah satu metode penentuan harga pokok adalah full costing. Di dalam metode full costing, biaya overhead pabrik yang bersifat variabel maupun tetap dibebankan kepada produk yang dihasilkan atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya. Oleh karena itu biaya overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk selesai yang belum dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (elemen harga pokok penjualan) apabila produk selesai tersebut tidak dijual. Metode full costing akan diterapkan dalam penelitian ini di masing- masing perusahaan (KWT Turi dan LPPM PKBT). Perusahaan dapat menaikan harga jual produknya sesuai dengan kenaikan harga yang masih dapat diterima oleh konsumen dengan melihat sensitivitas harga menurut penilaian konsumen. Konsumen merupakan salah satu aset yang menentukan bagi kelangsungan hidup bagi suatu usaha. Bagi konsumen, harga memegang peranan penting dalam membeli suatu produk selain kualitas. Memahami dan mengerti secara baik terhadap konsumen dapat dilakukan melalui pengamatan, wawancara mengenai keinginan atau harapan-harapan konsumen mengenai masalah harga. Untuk itu perlu dilakukan analisis sensitivitas harga dan penilaian konsumen terhadap produk yang ditawarkan oleh perusahaan agar perusahaan dapat menentukan harga jual yang wajar dari sisi konsumen terhadap harga JJM dan Fruit Talk Soft Candy. Pembentukan harga produk dari sisi produsen tidak hanya melihat dari sisi perusahaan saja, namun perusahaan harus melihat pembentukan harga yang terjadi pada konsumen. Rentang harga yang terbentuk dari harga minimum yang dibuat oleh produsen dan harga maksimum yang akan dibayarkan oleh konsumen disebut Zona fleksibilitas harga. Dalam hal ini, harga minimum yang dibuat produsen atau Optimal Price Minimum (OP min) adalah harga jual minimum produk, sedangkan harga maksimum yang dibayarkan oleh konsumen atau Customer Price Maximum (CP max) adalah harga maksimum produk atau disebut dengan Price of Marginal Expensive (PME). Berdasarkan permasalahan di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 8
1.
Apakah harga pokok produksi JJM di KWT Turi dan Fruit Talk Soft Candy di Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT selama ini sudah tepat ?
2.
Apakah perubahan harga jual JJM di KWT Turi dan Fruit Talk Soft Candy di Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT berdampak pada loyalitas konsumen ?
1.3. Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1.
Menganalisis penetapan harga pokok produksi JJM di KWT Turi dan Fruit Talk Soft Candy di LPPM PKBT
dengan memperhitungkan seluruh
komponen biaya produksi. 2.
Menganalisis kisaran harga yang dapat diterima oleh pelanggan JJM di KWT Turi dan konsumen Fruit Talk Soft Candy di LPPM PKBT.
3.
Menganalisis rentang harga optimum dari pihak KWT Turi dan LPPM PKBT dan pelanggannya (zona fleksibilitas harga) terhadap produk JJM dan Fruit Talk Soft Candy.
1.4. Manfaat penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1.
Memberikan masukan dan saran sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen KWT Turi dan LPPM PKBT dalam menjalankan usaha.
2.
Bagi penulis khususnya untuk mendapatkan pengalaman dan sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah.
3.
Bagi pihak lain, peneliti maupun mahasiswa yang membutuhkan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya atau kegiatan lain yang bersangkutan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Sehubungan dengan terbatasnya waktu, biaya dan kemampuan dalam melakukan penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini terbatas pada penghitungan harga pokok produk dan harga jual terhadap JJM di KWT Turi dan Fruit Talk Soft Candy di LPPM PKBT. Rentang harga optimum dari sisi produsen dan konsumen (zona fleksibilitas) yang diteliti sebatas rentang harga JJM di KWT Turi dan Fruit Talk Soft Candy di LPPM PKBT. 9
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jambu Biji Jambu biji (Psidium guajava) bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini pertama kali ditemukan di Amerika Tengah oleh Nikolai Ivanovich Vavilov saat melakukan ekspedisi ke beberapa Negara di Asia, Afrika, Amerika Selatan, dan Uni Soviet antara tahun 1887-1942. Penyebaran jambu biji kemudian meluas di beberapa negara seperti Thailand, Taiwan, Indonesia, Jepang, Malaysia, dan Australia. Jambu Biji memiliki banyak nama, antara lain, Jambu klutuk, Jambu siki, dan Jambu batu. Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium Guajava. Psidium berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Psidium” yang berarti delima. Sedangkan “Guajava” berasal dari nama yang diberikan oleh orang Spanyol (Parimin 2005). Buah jambu biji dapat dikonsumsi dalam keadaan segar. Buah yang mentah atau setengah matang banyak digunakan untuk rujakan. Selain itu, buahnya juga diolah menjadi sirup, sari buah, jus, nektar, buahvita, jeli, selai, kembang gula, dan dodol. Hasil olahan buah jambu biji tersebut disukai oleh konsumen. Selain itu di daerah Bangka, daun jambu biji digunakan sebaga i bahan minuman pengganti teh. Selain sebagai bahan pangan dan kerajinan, beberapa bagian dari tanaman jambu biji dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat resep pengobatan. Beberapa resep tanaman jambu biji telah terbukti mengobati diare, disentri, demam berdarah, gusi bengkak, sariawan, jantung, dan diabetes. Jambu biji mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Kandungan vitamin C jambu biji dua kali lebih banyak dari jeruk manis yang hanya 49 mg per 100 g. Vitamin C sangat baik sebagai zat anti oksidan. Namun sebagian besar vitamin C jambu biji terkonsentrasi di kulit dan daging bagian luarnya yang lunak dan tebal. Kandungan vitamin C jambu biji mencapai puncaknya saat menjelang matang. Berdasarkan hasil analisis mutu kimia diperoleh data bahwa kandungan vitamin C per 100 gram jambu biji matang adalah 150,50 mg, matang optimal sebanyak 130,13 mg, dan lewat matang sebanyak 132,24 mg. Sementara kandungan gula atau kemanisan jambu biji matang sebanyak 3,36 persen, matang optimal 3,71 persen, sedangkan untuk lewat matang sebanyak 1,84 persen (Parimin 2005).
Jambu biji kaya akan serat, khususnya pektin (serat larut air) yang dapat digunakan untuk pembuatan gel atau jeli. Manfaat pektin lainnya adalah menurunkan kolesterol dengan cara mengikat kolesterol dan asam empedu dalam tubuh serta membantu pengeluarannya. Jambu biji dapat menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah serta tekanan darah penderita hiperte nsi essensial. Dalam literatur disebutkan bahwa kebutuhan vitamin C anak laki- laki atau perempuan (usia 13-20 tahun) sebanyak 80-100 mg dan orang dewasa 70-75 mg. Berat jambu biji sebesar 275 gram per buah dapat mencukupi kebutuhan vitamin C tiga orang dewasa atau dua orang anak usia 13-20 tahun per harinya (Parimin 2005). Jambu biji mengandung tanin yang menimbulkan rasa sepat pada buah tetapi juga berfungsi memperlancar sistem pencernaan, sirkulasi darah, dan berguna untuk menyerang virus. Jambu biji juga mengandung kalium yang berfungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot, mengatur pengiriman zat-zat gizi lainnya ke sel-sel tubuh, mengendalikan keseimbangan cairan pada jaringan dan sel tubuh serta menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah, serta menurunkan teka nan darah tinggi (hipertensi). Dalam jambu biji juga ditemukan likopen yaitu zat nirgizi potensial lain selain serat. Likopen adalah karatenoid (pigmen penting dalam tanaman) yang terdapat dalam darah (0,5 mol per liter darah) serta memiliki aktivitas anti oksidan. Jika mengkonsumsi likopen yang meningkat, khususnya pada jambu biji yang daging buahnya berwarna merah, berbiji banyak dan berasa manis mempunyai efek memberikan perlindungan pada tubuh dari beberapa jenis kanker.
Di samping manfaat jambu biji untuk menjaga kesehatan jantung dan
pembuluh darah serta mencegah munculnya kanker, me mperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, meningkatkan kesehatan gusi, gigi dan pembuluh kapiler serta membantu penyerapan zat besi dan penyembuhan luka. jambu biji juga berkhasiat anti radang, anti diare dan menghentikan pendarahan, misalnya pada penderita demam berdarah dengue (DHF). 5
5
Sapphire.2010. Segudang Manfaat Jambu Biji. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/06/segudang-manfaat-jambu-biji [20 Februari 2010]
11
Khusus daun jambu biji, penelitian yang pernah dilakukan pada umumnya daun jambu biji berkhasiat sebagai anti diare. Jambu biji mempunyai khasiat sebagai anti inflamasi, anti mutagenik, anti mikroba dan analgesik. Beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam jambu biji mempunyai aktivitas antioksidan yang erat khasiatnya dalam mengobati berbagai penyakit (Indriani, 2010). 2.2. Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nanas ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15. Di Indonesia pada mulanya nanas digunakan sebagai tanaman pekarangan, dan meluas dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di daerah tropik dan sub tropik. 4 Nanas (Ananas comosus (L) Merr) yang kerap dikonsumsi sebagai buah segar dapat tumbuh dan berbuah di dataran tinggi hingga 1.000 meter dpl (diatas permukaan laut). Tanaman buah yang tidak menyukai air yang menggenang ini, kini ditanam luas di Indonesia. Sentra produksinya terdapat di beberapa daerah seperti Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4 jenis golongan nanas, yaitu : Cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar), Queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), Spanyol/Spanish (daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar) dan Abacaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida). Varietas cultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene dan Queen. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico, Mexico dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia. Dewasa ini ragam varietas/cultivar nanas yang dikategorikan unggul adalah nanas Bogor, Subang dan Palembang (Prihatman 2000). Nanas yang dikembangkan di Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) LPPM IPB adalah varietas Mahkota Bogor dan varietas Delika Subang. PKBT didirikan 4
Nanas.2000. Prihat man.http://mig roplus.com/brosur/Budidaya%20nanas.pdf [15 Februari 2010]
12
sebagai peran serta IPB dalam mendukung pengembangan buah‐buahan Indonesia melalui kegiatan‐kegiatan riset yang terpadu intensif dan integratif. Peningkatan dayasaing buah nasional dilaksanakan melalui pengembangan varietas unggul dan teknologi untuk menghasilkan buah berkualitas serta membangun suatu sistem penelitian dan pengembangan jaringan kerjasama strategis yang mendukung agribisnis buah‐buahan unggulan Indonesia melalui koordinasi dan penyatuan sumberdaya. Karakteristik nanas varietas Mahkota Bogor dan varietas Delika Subang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik Nanas Varietas Mahkota Bogor dan Delika Subang Karakteristik Tinggi tanaman (cm) Lebar tajuk (cm) Umur panen (bst) Potensi hasil / Ha (ton) Berat buah (gram) PTT (˚Brix) TAT (%) Rasio PTT/TAT Ca‐oksalat (ppm) Bromelain (unit/gram)
Varietas Mahkota Bogor 101 ± 10 86 ± 10 16 ± 4 50 ± 5 1000 ± 300 18 ± 2 11,7 1,54 640 1,78
Delika Subang 101 ± 10 86 ± 10 14 ± 2 80 ± 8 2000 ± 500 16 ± 2 6,93 2,67 704 1,31
Sumber : PKBT LPPM IPB, 2009
Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nanas adalah buahnya. Buah nanas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirop dan lain- lain. Rasa buah nanas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Disamping itu, buah nanas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah nanas mengandung enzim bromelain, (enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Enzim ini sering pula dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi Keluarga Berencana. Buah nanas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, sebagai obat penyembuh penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual- mual, flu, wasir dan kurang darah. Penyakit kulit (gatal- gatal, eksim dan kudis) dapat diobati dengan diolesi sari buah nanas. Kulit buah nanas dapat diolah menjadi sirop atau di ekstraksi 13
cairannya untuk pakan ternak. Riset terkini menunjukkan nanas sarat dengan antioksidan dan fitokimia yang berkhasiat mengatasi penuaan dini, wasir, kanker, serangan jantung, dan penghalau stres. Sebagai salah satu famili Bromeliaceae, buah nanas mengandung vitamin C dan vitamin A (retinol) masing- masing sebesar 24,0 miligram dan 39 miligram dalam setiap 100 gram bahan (Tabel 5). Kedua vitamin sudah lama dikenal memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari berbagai serangan penyakit, termasuk kanker, jantung koroner dan penuaan diri. Tabel 5. Kandungan Gizi Buah Nanas Segar (100 gram bahan) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kandungan Gizi Kalori Protein Lemak Karbohidrat Fosfor Zat Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Air
Jumlah 52,00 kal 0,40 g 0,20 g 16,00 g 11,00 mg 0,30 mg 130,00 SI 0,08 mg 24,00 mg 85,30 g
Sumber : Buletin Teknopro Hort ikultura Edisi 71 Juli 2004. Manfaat Nanas
Tingkat kematangan buah nanas yang baik untuk dikonsumsi dapat dilihat dari warna buahnya yaitu bila warna kuning telah mencapai 25 % (dari total permukaan buah). Pada tingkat ini buah mempunyai total padatan terlarut yang tinggi dan keasamannya rendah. Demikian pula tingkat kematangan buah dapat dilihat dari warna pada mata dan kulit buah yaitu tidak kurang dari 20 % tetapi tidak lebih dari 40 % mata mempunyai bercak kuning. Umur simpan buah-buahan segar antara 1 sampai 7 hari pada 21,11 o C, sedangkan buah-buahan kering umur simpannya dapat mencapai 1 tahun atau lebih Sedangkan kadar air buah kering antara 18 sampai 25 %. Nanas tidak tahan lama disimpan. Nanas yang dipanen pada tingkat setengah matang dapat disimpan pada suhu 7-13o C selama 2 minggu. Buah yang telah matang sebaiknya disimpan pada suhu sekitar 7 o C, buah nanas dapat mengalami kerusakan dingin pada suhu lebih rendah dari 7 o C .
14
2.3. Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari Amerika Tengah. Tanaman pepaya mudah tumbuh di mana saja sehingga tanaman ini dapat kita jumpai di seluruh Indonesia. Sentra produksi pepaya antara lain yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Buah pepaya kaya akan sumber gizi dan harganya relatif murah. Hampir seluruh bagian tanaman pepaya dapat dimanfaatkan baik sebagai bahan pangan maupun untuk bahan obat dan industri, yaitu mulai dari akar, batang, daun, kuntum bunga, buah, kullit pohon dan getahnya. Nilai gizi buah pepaya dan manfaat dari setiap bagian tanaman pepaya adalah seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi Gizi Buah Pepaya Masak, Pepaya Muda, dan Daun Pepaya Per 100 Gram Zat Gizi Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g)
Buah Pepaya Masak Buah Pepaya Muda 46 26 0,5 2,1 0 0,1 12,2 4,9 23 50 12 16 1,7 0,4 365 50 0,04 0,02 78 19 86,7 92,3
Daun Pepaya 79 8,0 2,0 11,9 353 63 0,8 18.250 0,15 140 75,4
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (1992)
Buah pepaya matang sangat unggul dalam hal betakaroten (276 mikrogram/100 gram), betacryptoxanthin (761 mikrogram/100 gram), serta lutein dan zeaxanthin (75 mikrogram/100 gram). Betakaroten merupakan provitamin A sekaligus antioksidan yang sangat ampuh untuk menangkal serangan radikal bebas. Vitamin A yang diperoleh dari 100 gram buah pepaya matang berkisar antara 1.094-18.250 SI, tergantung dari varietasnya. Sementara betacryptoxanthin, lutein, dan zeaxanthin lebih banyak berperan sebagai antioksidan untuk mencegah timbulnya kanker dan berbagai penyakit degeneratif. 5
5
Pepaya.2000. Prihat man.http://migroplus.com/brosur/Budidaya%20pepaya.pdf [ 15Februari 2010]
15
Sumbangan vitamin yang sangat menonjol adalah vitamin C (62-78 mg/100 gram) dan folat (38 mikrogram/100 gram). Kadar serat per 100 gram buah masak sebesar 1,8 gram. Serat pepaya sangat dikenal manfaatnya dalam memperlancar proses buang air besar (BAB) dan mencegah sembelit. Satu potong pepaya berukuran 140 gram mampu memberikan sumbangan vitamin C sebanyak 150 persen dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan per hari (AKG), serta sumbangan serat sebanyak 10 persen dari AKG. Komposisi mineral pada buah pepaya matang sangat bagus, yaitu dominan potasium (257 mg/100 gram) dan sangat sedikit sodium (3 mg/100 gram). Rasio potasium terhadap sodium yang tinggi sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya hipertensi. Mineral lain yang terkandung dalam jumlah lumayan adalah kalsium, besi, magnesium, fosfor, zinc, dan selenium. Keunggulan lain dari buah pepaya adalah rendah lemak, tanpa kolesterol, rendah sodium. Selain buah, bagian lain dari tanaman pepaya pun banyak manfaatnya. Sari akar tanaman pepaya misalnya, dapat digunakan sebagai obat penyakit kencing batu, penyakit saluran kencing, dan cacing kremi. Biji pepaya dapat digunakan sebagai obat penyakit cacing kremi. Batang, daun, dan buah pepaya muda mengandung getah berwarna putih. Getah tersebut merupakan sumber enzim papain, yaitu suatu enzim proteolitik (pemecah protein). Sering digunakan sebagai pengempuk daging (meat tenderizer), yaitu untuk memecah serat-serat daging yang alot menjadi empuk. Selain itu, papain juga digunakan pada industri minuman (sebagai penjernih bir dan anggur), industri farmasi, industri kosmetik, industri tekstil dan kulit (sebagai penyamak), serta sebagai pembersih limbah. Perasan daun pepaya muda mengandung alkaloid berasa pahit yang konon berkhasiat sebagai obat penyakit malaria, penurun demam, penurun tekanan darah, dan pembunuh amuba. Daun pepaya muda dapat diolah menjadi buntil, urap, atau lalap rebus. 2.4. Jus Buah Jus buah (fruit juice) adalah cairan yang jernih atau agak jernih, tidak difermentasi dan diperoleh dari pengepresan buah-buahan yang telah matang dan masih segar. Seiring dengan perkembangan produk pangan, defenisi sari buah mencakup semua produk yang dihasilkan dari suatu konsentrat yang mempunyai 16
karakteristik sensori dan analitik yang sama dengan sari yang berasal dari buah langsung. Minuman sari buah kemasan adalah minuman ringan yang dikemas dalam berbagai bentuk dengan cita rasa buah, baik yang berasal dari sari buah segar, konsentrat, maupun perasa (essens) buah dengan atau penambahan gula dan bahan makanan yang diijinkan. Sari buah merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah yang sudah disaring. Buah yang digunakan sebagai sari buah harus dalam keadaan matang dan mempunyai cita rasa yang menyenangkan dan banyak mengandung asam. 2.5. Kembang Gula Kembang gula adalah jenis makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau pemanis lain atau campuran gula dengan pemanis lain dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dari bahan tambahan maka nan yang diijinkan. Kembang gula diklasifikasikan dalam 4 jenis yaitu : kembang gula keras, kembang gula lunak, kembang gula karet, dan kembang gula nirgula. Persyaratan mutu dan cara uji mencakup keadaan, kadar air, abu, gula reduksi (sebagai gula invert), sakarosa, bahan tambahan makanan, getah (gum base), cemaran logam, arsen, dan cemaran mikroba. Syarat mutu kembang gula lunak adalah keadaan yaitu bau dan rasa, kadar air, kadar abu, gula reduksi (dihitung sebagai gula inversi), sakarosa, cemaran logam, cemaran Arsen (As), dan cemaran mikroba. Cara memprod uksi kembang gula lunak yang higienis termasuk cara penyiapan dan penanganannya mengacu pada peraturan tentang pedoman cara produksi pangan yang baik. Kembang gula lunak dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan. Syarat penandaan sesuai dengan peraturan tentang label dan iklan pangan. Kembang gula diklasifikasikan dalam 4 jenis, yaitu :6 1.
Kembang gula keras (hard candy) Kembang gula keras adalah kembang gula bertekstur keras, tidak menjadi lunak jika dikunyah.
6
KEM BANG GULA.SNI 01‐3547‐1994. http://foodnutrisys.com/SNI/SNI_ Kembang_gula_new.pdf [15 februari 2010]
17
2.
Kembang gula lunak (soft candy) Kembang gula lunak adalah kembang gula bertekstur relatif lunak jika dikunyah.
3.
Kembang gula karet Kembang gula karet adalah kembang gula yang mengandung getah jelutung (Dyenn costulata) atau getah sintetis khusus.
4.
Kembang gula nirgula Kembang gula nirgula adalah kembang gula yang dibuat tanpa menggunakan gula, tetapi menggunakan pemanis lain, dibuat khusus untuk penderita diabetes dan atau yang membutuhkan kalori rendah.
2.6. Soft Candy Pineapple Pineapple Soft Candy merupakan olahan buah yang terbuat dari sari alami buah nanas. Tahap pertama dalam proses pembuatan Pineapple Soft Candy, yaitu buah nanas dibersihkan dari mahkota buah, kulit dan mata buahnya hingga bersih. Buah nanas yang digunakan harus dipastikan benar-benar telah bersih dari mata nanas. Karena mata nanas dapat menyebabkan adonan ketika dimasak menjadi kotor. Setelah tahap pembersihan, buah nanas siap untuk dihaluskan dengan alat pemarut hingga menjadi bubur nenas. Sebelum diparut, buah nanas yang telah dibersihkan dicuci dengan air bersih yang mengalir dan direndam dengan garam. Perendaman dengan garam bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang terdapat dalam buah nanas. Pada tahap pemasakan, bubur nanas yang telah dihasilkan dari tahap sebelumnya dapat langsung digunakan. Adonan bubur nanas pada tahap pemasakan ditambahkan gula dan ekstrak rumput laut sebagai pengental. Adonan bubur nanas yang telah dicampurkan dengan gula dan ekstrak rumput laut diaduk hingga merata dengan api sedang sampai adonan tersebut mendidih. Setelah adonan tersebut mendidih, adonan langsung dicetak dalam nampan plastik. Kemudian diamkan sebentar hingga dingin. Setelah adonan dalam cetakan dingin, adonan tersebut akan kenyal seperti bentuk jelly kemudian adonan dapat dipotong-potong menggunakan pisau gerigi dengan panjang potongan kurang lebih 2 cm. Adonan yang telah dibentuk persegi siap untuk dikeringkan didalam oven. Pengeringan berlangsung selama kurang 18
lebih delapan jam dengan suhu pengeringan 80o C. Pada saat pengeringan, bobot adonan akan berkurang sehingga hanya menghasilkan rendemen sebesar 30% dari bobot awal. Tahap terakhir dari proses ini adalah tahap packaging (pengemasan). Pineapple Soft Candy yang telah kering dapat langsung dikemas menggunakan standing pouch yang terbuat dari alumunium. 2.7. Soft Candy Papaya Papaya Soft Candy merupakan olahan buah yang terbuat dari campuran sari alami buah pepaya dan nanas. Tahap pertama dalam proses pembuatan Papaya Soft Candy, yaitu buah pepaya dan nanas dibersihkan dari bagian-bagian yang tidak diinginkan seperti kulit, biji buah dan mata nanas. Buah nanas yang digunakan harus dipastikan benar-benar telah bersih dari mata nanas. Karena mata nanas dapat menyebabkan adonan ketika dimasak menjadi kotor. Setelah tahap pembersihan, buah pepaya dan nanas siap untuk dihaluskan dengan alat pemarut hingga menjadi bubur nanas. Namun sebelum diparut, untuk buah nanas yang telah dibersihkan dicuci dengan air bersih yang mengalir dan direndam dengan
garam.
Perendaman
dengan
garam bertujuan
untuk
menginaktifkan enzim yang terdapat dalam buah nanas. Pada tahap pemasakan, bubur pepaya dan bubur nanas yang telah dihasilkan dari tahap sebelumnya dapat langsung digunakan. Bubur pepaya dan bubur nanas disatukan menjadi satu adonan. Kemudian adonan ini ditambahkan gula dan ekstrak rumput laut sebagai pengental. Adonan yang telah dicampurkan dengan gula dan ekstrak rumput laut diaduk hingga merata dengan api sedang sampai adonan tersebut mendidih. Setelah adonan tersebut mendidih, adonan langsung dicetak dalam nampan plastik. Kemudian diamkan sebentar hingga dingin. Setelah adonan dalam cetakan dingin, adonan tersebut akan kenyal seperti bentuk jelly kemudian adonan dapat dipotong-potong menggunakan pisau gerigi dengan panjang potongan kurang lebih 2 sentimeter. Adonan yang telah dibentuk persegi siap untuk dikeringkan didalam oven. Pengeringan berlangsung selama kurang lebih delapan jam dengan suhu pengeringan 80o C. Pada saat pengeringan, bobot adonan akan berkurang sehingga hanya menghasilkan rendemen sebesar 30% dari bobot awal. Tahap terakhir dari proses ini adalah tahap packaging 19
(pengemasan). Papaya Soft Candy yang telah kering dapat langsung dikemas menggunakan standing pouch yang terbuat dari alumunium. 2.8. Hasil Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu mengenai jus jambu, pepaya, nanas, harga pokok produksi dan sensitivitas harga. Analisis Harga Komoditas Pisang, Pepaya dan Nanas di Indonesia (Sundari 2006) menjelaskan bahwa perkembangan harga komoditas pisang, pepaya, dan nanas dalam kurun waktu 1999-2004 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan yang semakin meningkat. Pasar di tingkat produsen maupun di tingkat konsumen untuk komoditas pepaya dan nanas telah terintegrasi secara spasial di lima daerah produksi utamanya. Jika telah terkointegrasi secara spasial maka harga yang terjadi di masing daerah cenderung bergerak dalam satu arah yang sama, artinya perubahan harga di suatu daerah akan mempengaruhi harga di daerah yang lain. Pergerakan harga yang terjadi di masing- masing daerah yang terkointegrasi, akan menyebabkan dapat diketahuinya kecendrungan gerak harga yang akan terjadi. Strategi Pemasaran yang diteliti oleh Sari (2008) dengan judul Strategi Pemasaran Produk Jus Jambu Merah “JJM” Kelompok Wanita Tani Turi, Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor menjelaskan bahwa analisis matriks IE KWT Turi berada pada kuadran V (pertahankan dan pelihara) dengan strategi yang diterapkan adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Hasil analisis SWOT menghasilkan enam alternatif strategi yaitu : 1) pempertahankan kualitas dan keunggulan; 2) meningkatkan kegiatan promosi; 3) peningkatan kapasitas produksi; 4) mempertahankan hubungan kerjasama dan pelayanan; 5) melakukan diversifikasi produk; 6) melakukan perencanaan pemasaran serta pengelolaan manajemen usaha yang profesional sedangkan hasil analisis matriks QSPM menunjukkan bahwa strategi terbaik yang harus dilakukan adalah mempertahankan kualitas dan keunggulan produk untuk menarik pelanggan. Penelitian mengenai olahan nanas oleh Tari (2007) yang berjudul Produk Keripik Nanas Sebagai Alternatif Produk Olahan Buah Nanas (Ananas Comosus L.Merr) di Daerah Palangkaraya menjelaskan bahwas pengolaha n buah nanas 20
memberikan keuntungan diantaranya waktu simpan menjadi lebih lama, bobot produk menjadi lebih ringan sehingga pendistribusian menjadi lebih mudah, produk keripik lebih praktis dikonsumsi dan memberi nilai tambah secara ekonomi. Tari (2007), juga menjelaskan mengenai penetapan harga pokok produksi untuk keripik nanas paon kebun adalah Rp 66.200,00 per kg sedangkan harga pokok produksi keripik nanas madu adalah Rp 50.200,00 per kg. BEP keripik nanas paon kebun adalah 72,2 kg dengan perkiraan harga jual Rp 74.900,00 per kg, sedangkan BEP untuk keripik nanas madu adalah 75 kg dengan perkiraan harga jual Rp 58.250,00 per kg. Penelitian mengenai analisis penetapan harga pokok produksi dilakukan oleh Haposan (2006) dan Yulianti (2007). Haposan (2006) dengan judul Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Pepaya (Carica papaya) Dengan Metode Activity Based Costing Pada PT. Cipta Daya Agri Jaya Di Bogor, Jawa Barat menjelaskan bahwa semakin ketatnya persaingan diantara perusahaan budidaya pepaya eksotik membuat setiap perusahaan harus menetapkan harga jual yang tepat untuk menghindari kerugian dan sekaligus mengukur sampai dimana perusahaan dapat berkembang. Berdasarkan perhitungan harga pokok produksi melalui pendekatan activity based costing (ABC), perusahaan mampu mengidentifikasi biaya dasar konsumsi aktivitas pembuatan produk yang sesungguhnya sehingga menghasilkan perbandingan antara perhitungan harga pokok produksi perusahaan dengan perhitungan harga pokok produksi metode ABC, diketahui bahwa metode ABC menghasilkan perhitungan harga pokok yang lebih tinggi, tetapi metode ABC mencatat biaya produksi yang benar-benar terjadi pada setiap proses produksi. Dari analisis mengenai harga pokok produksi menggunakan metode ABC, jika perusahaan tetap menginginkan laba, maka upaya yang dapat dilakukan perusahaan yaitu dengan cara meningkatkan harga jual secara kontinu untuk semua jenis pepaya disertai dengan promosi dan pemberian label perusahaan pada produk. Sedangkan untuk peningkatan volume produksi, perusahaan dapat melakukan peningkatan hasil panen, pemeliharaan dan pengawasan dalam
21
pemupukan, pemberantasan hama penyakit tanaman, serta dapat memenuhi jumlah pesanan yang cukup besar untuk menurunkan biaya produksi. Penetapan Harga Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga Meises Cokelat di PT G Bandung, Jawa Barat dilakukan oleh Yulianti pada tahun 2007 dengan latar belakang masalah bahwa perusahaan pada akhir tahun 2007 berencana menaikkan harga jual produk untuk meningkatkan keuntungan, tetapi selama ini perusahaa n menentukan harga jual dengan menetapkan margin laba dari empat sampai sepuluh persen dari harga pokok. Untuk mengetahui perhitungan harga pokok produksi meises cokelat alat analisis yang digunakan melalui pendekatan full costing sebagai cara untuk mengidentifikasi OP (min). Alat analisis yang kedua menggunakan analisis sensitivitas harga sebagai alat untuk mengidentifikasi CP (max). Dari kedua analisis tersebut diperoleh zona fleksibiitas untuk mendapatkan rentang harga optimum dari sisi produsen dan konsumen. Harga pokok meises dengan menggunakan metode full costing lebih tinggi daripada harga pokok produk dengan metode PT G disebabkan karena metode full costing mengakumulasikan seluruh biaya termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Zona fleksibilitas harga ideal untuk seluruh pelanggan meises 818 Biru di Bandung adalah Rp 84.000,00 karena pada tingkat harga tersebut PT G mendapatkan tambahan keuntungan sebesar 2,5 persen dari harga awal dan pelanggan merasa puas karena membayar kurang dari tingkat harga maksimum. Analisis sensitivitas harga dilakukan oleh Sahertian (2006), Sinaga (2006), dan Samsurrijal (2009). Penelitian yang dilakukan oleh Sahertian (2006) mengenai “Analisis Sikap dan Rentang Harga pada Proses Keputusan Pembelian Beras Organik Amani (Kasus Pada PT Amani Mastra-Bekasi) menggunakan analisis dekriftif, analisis fishbein, serta analisis sensitivitas harga. Berdasarkan hasil sensitivitas harga tingkat terendah (MCP) untuk beras organik amani sebesar Rp 7.889,00 tingkat harga murah (IPP) sebesar Rp 8.525,00 tingkat harga optimum (OPP) sebesar Rp 9.124,00 dan tingkat harga tertinggi (MEP) sebesar Rp 9.850,00. Sehingga rentang harga yang wajar atau relevan bagi konsumen dalam membeli beras organik amani yaitu antara harga Rp 8.525,00 hingga Rp 9.124,00. 22
Analisis Sensitivitas Harga dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penilaian Konsumen Terhadap Harga Ayam Panggang dan Steak di Restoran MP Bogor menjelaskan bahwa berdasarkan analisis sensitivitas harga, harga ayam panggang sirloi steak dan tenderloin steak saat ini berada pada rentang optimum yang dapat diterima yaitu antara harga minimum dan optimum (Sinaga 2006). Pada rentang ini responden membeli ayam panggang tanpa meragukan kualitasnya. Berdasarkan analisis regresi logistik, variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap penilaian konsumen pada mahal atau tidaknya harga ayam panggang di restoran ini adalah status pernikahan, pekerjaan serta pendapatan. Untuk sirloin steak adalah pekerjaan dan pendapatan, sedangkan untuk tenderloin steak adalah variabel pendapatan serta pendidikan. Sensitivitas dan Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Pembelian Jus Belimbing Picco (Kasus: PT. Tonsu Wahana Tirta, Kota Depok, Jawa Barat) yang dilakukan oleh Samsurrijal (2009) menjelaskan bahwa karakteristik demografi jus belimbing Picco tergolong dalam segmentasi pasar kalangan muda dan sangat terpengaruh oleh perubahan yang terjadi pada produk. Faktor yang berpengaruh positif terhadap tingkat loyalitas konsumen untuk tetap membeli bila terjadi kenaikan harga 5 persen adalah usia konsumen dan tingkat pendapatan per bulan. Sedangkan yang berpengaruh negatif terhadap tingkat loyalitas pembelian sehingga konsumen tidak akan lagi membeli produk jus belimbing Picco adalah lama mengkonsumsi dan jumlah anggota keluarga. Kenaikan harga jual produk jus jambu belimbing Picco sebesar 5 persen dari harga awal Rp 2.500,00 menjadi Rp 2.625,00 per botol dapat dipublikasikan oleh perusahaan karena pada tingkat harga Rp 2.625,00 per botol, konsumen masih mau membeli dengan menganggap bahwa kisaran harga tersebut tidak terlalu mahal. Penelitian yang akan dilakukan mempunyai persamaan mengenai zona fleksibilitas harga dengan menggabungkan harga pokok produksi full costing dan sensitivitas harga, serta objek penelitian yaitu Jus Jamb u Merah (JJM), tetapi penelitian ini juga mempunyai perbedaan dari segi komoditas yang dijadikan topik penelitian yaitu produk Fruit Talk Soft Candy pepaya dan nanas.
23
Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengkaji rentang harga baik dari sisi produsen maupun konsumen. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT Bogor dan KWT Turi dalam hal pengambilan keputusan untuk kebijakan dalam penentuan harga jual baru produk Fruit Talk Soft Candy dan JJM.
24
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pe mikiran Teoritis
3.1.1. Konsep Biaya Konsep biaya merupakan konsep yang terpenting dalam akuntansi manajemen dan akuntansi biaya. Adapun tujuan memperoleh informasi biaya digunakan untuk proses perencanaan, pengendalian dan pembuatan keputusan. Biaya didefinisikan sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat saat ini atau di masa yang akan datang bagiorganisasi. Biaya adalah pengorbanan ekonomis yang dibuat untuk memperoleh barang atau jasa. The Committee on Cost Consepts and Standards of The American Accounting Association memberikan definisi biaya merupakan pengeluaran-pengeluaran yang diukur secara terus- menerus dalam uang atau yang potensial harus dikeluarkan untuk mencapai suatu tujuan. Jadi menurut beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan kas atau nilai ekuivalen kas yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan guna untuk memberikan suatu manfaat yaitu peningkatan laba. 7 Sedangkan konsep biaya menurut Nicholson (2002) dibedakan menjadi tiga, yaitu biaya opportunitas, biaya akuntansi, dan biaya ekonomis. Biaya oportunitas merupakan biaya dari suatu barang atau ja sa yang diukur dengan adanya alternatif pemakaian yang hilang karena memproduksi barang atau jasa tersebut. Biaya akuntansi adalah konsep tentang berapa biaya barang atau jasa yang dibayarkan untuk barang atau jasa tersebut. Sedangkan biaya ekonomis adalah sejumlah biaya yang diperlukan untuk mempertahankan sebuah sumber daya pada penggunaan saat ini. Biaya ekonomis terdiri atas biaya tenaga kerja, biaya modal, dan biaya jasa. Biaya tenaga kerja dibeli pada tingkat upah per jam (w). Tingkat upah adalah biaya penggunaan seorang pekerja selama satu jam. Dalam menghitung biaya modal, akuntan menggunakan harga historis pada suatu mesin dan menambahkan depresiasi untuk menentukan berapa besar harga sesungguhnya mesin tersebut 7
Riyandari.2009.31-pengertian-biaya. http://ridwaniskandar.files.wordpress.com/2009/ 05/ 31-pengertian-biaya.pdf [Oktober 2010]
yang harus dibebankan pada saat ini. Jumlah yang dibayarkan oleh mesin merupakan biaya tertanam (sunk cost). Biaya kepengusahaan merupakan sebagian dari laba akuntansi yang dihasilkan perusahaan. Jumlah biaya dalam suatu produksi diakumulasikan dalam total biaya yang digunakan. Lipsey et al (1991) mengemukakan bahwa Biaya Total (TC) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya Total dibagi menjadi dua bagian, yaitu Biaya Tetap Total (TFC) dan Biaya Variabel Total (TVC). Biaya Tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun volume berubah. Biaya ini akan sama besarnya walaupun output bernilai satu unit atau satu juta unit. Biaya seperti ini seringkali disebut dengan biaya overlead atau biaya yang tidak dapat dihindari (unavoidable cost). Biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut dengan biaya variabel. Biaya ini sering disebut biaya langsung atau biaya yang dapat dihindari (avoidable cost). Kurva biaya total dapat dilihat pada Gambar 2. Biaya tetap total tidak berubah dengan output, sedangkan biaya variabel total dan sejumlah biaya (TC = TFC + TVC) naik dengan output mula-mula dengan laju yang menurun, kemudian dengan laju yang meningkat. Biaya total TC
TVC
TFC
Output Gambar 2. Kurva Biaya Total Su mber : Lipsey et al, 1991
3.1.2. Penentuan Harga Pokok Produksi Harga pokok meliputi semua biaya yang dalam memperoleh atau mendapatkan sebuah produk (Garrison dan Noreen 2000). Harga pokok produksi untuk perusahaan manufaktur meliputi bahan langsung, tenaga kerja langsung 26
serta biaya overhead pabrik. Horngren dan Foster (1994) menyatakan bahwa harga pokok produksi merupakan biaya yang dapat dimasukkan dalam persediaan seperti biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Sedangkan biaya periodik merupakan biaya yang tidak ikut serta dalam tahapan pesediaan meliputi biaya penjualan dan biaya administrasi. Tujua n penetapan harga pokok produk yaitu untuk membantu para pengambil keputusan atau manajer dalam menetapkan harga jual produk, menilai persediaan, menentukan laba dan menyediakan informasi keuangan bagi pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal meliputi manajemen perusahaan sedangkan pihak eksternal yaitu pihak luar perusahaan seperti bank. Berdasarkan pendapat di atas tentang tujuan perhitungan harga pokok tersebut maka semakin jelas betapa pentingnya penentuan harga pokok sebab dapat mengetahui apakah dari barang produksi menghasilkan laba atau tidak. Perhitungan harga pokok harus dilakukan secara teliti dan benar, karena jika terjadi kesalahan dalam perhitungan harga pokok akan menyebabkan kerugian perusahaan dalam bidangnya usahanya. Terdapat dua kemungkinan yang akan ditemui jika perusahaan tidak teliti dalam melakukan harga pokok, yaitu: 1.
Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah Perhitungan harga pokok yang terlalu rendah akan menyebabkan harga yang ditawarkan oleh perusahaan dipasar juga terlalu rendah, sehingga perusahaan akan mengalami kerugian karena pendapatan yang diperoleh dari barang yang ditawarkan tidak dapat menutupi biaya-biaya yang dikorbankan untuk memproduksi barang tersebut.
2.
Harga pokok yang diperhitungkan terlalu tinggi Perhitungan harga pokok yang terlalu tinggi menyebabkan harga produk yang ditawarkan terlalu tinggi, sehingga perusahaan akan mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil produksinya dengan persaingan dengan perusahaan lain yang memproduksi produk yang sama. Metode
penentuan
harga
pokok
produksi
adalah
cara
untuk
memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Terdapat tiga metode dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok 27
produksi, yaitu metode full costing, variable costing, dan activity based costing. Ketiga metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. 1.
Metode Full Costing Full Costing atau absorption merupakan metode penentuan harga pokok
produksi dimana biaya overhead pabrik tetap dimasukkan ke dalam persediaan ditambah dengan biaya periodik yaitu biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum (Horngren dan Foster 1994). Metode full costing hanya secara sederhana mengelompokkan biaya menurut fungsi pokok organisasi perusahaan manufaktur, sehingga biaya dikelompokkan menjadi persediaan atau biaya produksi (yang terjadi pada fungsi produksi) dan biaya periodik atau non produksi (biaya yang terjadi pada fungsi produksi meliputi pemasaran dan fungsi administrasi umum). Biaya produksi merupakan komponen biaya penuh produk, sedangkan biaya pemasaran dan biaya admnistrasi dan umum diperlakukan sebagai biaya periode dalam full costing. 2.
Variable Costing Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi
dimana biaya overhead pabrik tetap dikeluarkan dari biaya yang dapat dimasukkan ke dalam persediaan, ditambah dengan biaya yang dapat dimasukkan ke dalam persediaan, ditambah dengan biaya non produksi variabel yaitu biaya pemasaran variabel, biaya administrasi dan umum variabel serta biaya tetap yaitu biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap, biaya administrasi dan umum tetap (Horngren dan Foster, 1994). Variable costing memperbaiki informasi biaya penuh produk dengan mengelompokkan biaya menurut perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. 3.
Activity Based Costing (ABC) Activity Based Costing pada dasarnya merupakan metode penentuan harga
pokok produk yang mengalokasikan biaya overhead dengan menghitung satu atau lebih dari satu setiap kegiatan atau aktivitas yang terkait dalam proses produksi (Hammer et al 1994). Dengan kata lain, metode ABC merupakan metode penentuan harga pokok produk yang memperhitungkan setiap aktivitas dalam proses produksi. Metode ini juga menyediakan informasi perihal aktivitasaktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas 28
tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya (cost driver). Hal tersebut membuat metode ini menjadi metode yang cukup memberikan alternatif penelusuran biaya ke produk individual secara lebih baik. Akan tetapi juga memiliki keterbatasan yang harus diperhatikan sebelum menggunakannya untuk menghitung biaya produk (Blocher dalam Ivana 2004), diantaranya yaitu: a. Alokasi Jika data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin membutuhkan aloka si ke departemen atau produk berdasarkan ukuran volume, oleh karena itu tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut. Contoh beberapa biaya untuk mempertahankan fasilitas, seperti aktivitas membersihkan pabrik dan pengelolaan proses produksi. b. Mengabaikan Biaya Keterbatasan lain dari metode ABC ini adalah beberapa biaya yang diidentifikasikan pada produk tertentu dapat diabaikan dari analisis. Aktivitas yang
biayanya
sering
diabaikan
adalah
pemasaran,
advertensi,
riset,
pengembangan dan lain- lain. c. Pengeluaran dan Waktu yang Dikonsumsi Sistem ABC sangat mahal untuk dikembangkan dan diimplementasikan. Disamping itu juga membutuhkan waktu yang banyak. Seperti sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen yang inovatif biasanya diperluka n waktu yang lebih untuk mengembangkan dan mengimplementasikan ABC dengan sukses. Berdasarkan penjelasan diatas, dengan adanya kelebihan serta kekurangan ketiga metode di atas, maka penelitian yang dilakukan pada KWT Turi dan LPPM PKBT untuk memperoleh harga pokok produksi menggunakan metode full costing. Hal ini disebabkan karena keterbatasan data yang ada dalam perusahaan tersebut yang memungkinkan untuk menggunakan metode ABC dan jika menggunakan metode variabel costing, maka biaya diperhitungkan terbatas pada biaya produksi variabel saja sehingga tidak menggambarkan secara cermat sumber daya yang dikorbankan, sehingga metode full costing lebih cocok digunakan untuk pendekatan dalam mendapatkan nilai Optimal Price Minimum (OP min) karena mengakumulasikan seluruh biaya tetap dan biaya variabel. 29
3.1.3. Teori Penetapan Harga Cartwright (2002) mengemukakan bahwa hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan adalah penentuan harga pokok dimana harga pokok tersebut tidak boleh kurang dari biaya variabelnya. Biaya variabel dan biaya tetap yang diperlukan perusahaan menunjukkan harga jual minimum yang dikenakan pada suatu produk. Syarat untuk mendapatkan keuntungan yaitu dengan membuat harga minimum dari sisi produsen yang disebut dengan OP (Min) dan harga maksimum yang akan dibayarkan oleh konsumen yang disebut dengan Customer Price Maximum (CP Max), dalam hal ini CP (max) merupakan harga tertinggi/maksimum produk
(Price of
Marginal Expensive).
CP (max)
menunjukkan fungsi nilai harapan yang memperlihatkan kebutuhan persepsi dari kualitas, harga dan harga pesaing. Apabila CP (max) lebih kecil dari OP (min), maka tidak akan ada penjualan karena harga barang/jasa tersebut dinilai terlalu mahal oleh konsumen (Gambar 3). Ketika CP (max) sama dengan OP (min) maka penjualan akan terjadi tetapi dengan tingkat fleksibilitas yang kecil (Gambar 4). Apabila CP (max) lebih besar dari OP (min) maka akan ada fleksibilitas untuk produsen dalam menawarkan potongan harga atau diskon dan bagi konsumen sanggup untuk membayar lebih ketika mereka benar-benar menginginkan produk tersebut (Gambar 5).
CP (max)
OP (min)
Harga (Rp) Gambar 3. Harga – Tidak Akan Adanya Penjualan Sumber : Cartwright, 2002
CP (max)
OP (min)
Harga (Rp) Gambar 4. Harga – Ada Penjualan tetapi dengan Sedikit Fleksibilitas Sumber : Cartwright, 2002
30
Zona Fleksibilitas
Murah OP (min) (Produsen) Gambar 5. Harga – Penjualan dengan Fleksibilitas
CP (max) Mahal (Konsumen)
Sumber : Cartwright, 2002
Bagian terpenting dari tugas pemasar adalah menentukan zona fleksibilitas (Zone Of Flexibility) dimana dalam zona tersebut produsen dan konsumen memiliki posisi tawar menawar. Negosiasi tersebut memungk inkan adanya fleksibilitas dan situasi win-win. Berikut ini tabel empat kemungkinan dari interaksi tawar menawar antara produsen dan konsumen. Tabel 7. Kemungkinan Interaksi Tawar Menawar Antara Produsen dan Konsumen Posisi Produsen Win Win Lose Lose
Posisi Kons umen Win Lose Win Lose
Sumber : Cartwright (2002)
Ketika posisi produsen menang (win), konsumen membayar harga produk tersebut lebih besar atau sama dengan OP (min). Ketika konsumen menang (win) maka konsumen akan membayar harga produk kurang dari atau sama dengan CP (max) atau lebih kecil dari harga yang mereka harapkan untuk membayar. Ketika keduanya kalah, maka tidak akan ada penjualan sama sekali karena tidak akan ada kesepakatan harga antara produsen dan konsumen. Produsen merasa harga yang ditawarkan konsumen terlalu rendah dan konsumen merasa tertipu karena konsumen merasa membayar terlalu mahal untuk produk yang ditawarkan. Posisi yang paling ideal adalah posisi win-win dimana kedua belah pihak (produsen-konsumen) merasa puas ketika konsumen membayar kurang dari CP (max) dan produsen lebih dari OP (min). Hal ini dapat terjadi dalam zona 31
fleksibilitas. Posisi produsen menang tetapi konsumen kalah (win-lose) harus dihindari karena akan membawa ketidakpuasan konsumen dan memberikan sedikit kesempatan untuk perdagangan selanjutnya sehingga membuat produsen kehilangan konsumen potensial. Posisi produsen kalah tapi konsumen menang (lose-win) tidak terlalu membahayakan produsen, hal ini hanya akan berdampak kepada keuntungan yang didapat perusahaan menjadi lebih kecil. Akan tetapi, apabila hal ini terus berlanjut maka akan membahayakan bagi perusahaan sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan akan semakin mengecil. Ketika posisi konsumen kalah dan produsen kalah (lose-lose), maka penjualan tidak akan terjadi karena konsumen menolak untuk membayar lebih mahal dan produsen menolak untuk memotong harga sehingga kedua belah pihak sama-sama dirugikan. 3.1.4. Strategi Bauran Harga Menurut Kotler (2001) harga adalah sejumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa, jumlah nilai yang dipertukarkan konsumen untuk manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa. Harga merupakan satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan penjualan. Langkah- langkah dalam menentukan harga jual meliputi: 1.
Menentukan Tujuan Harga Perusahaan harus memiliki tujuan yang ingin dicapai dari suatu produk
tertentu. Semakin jelas tujuan suatu perusahaan, makin mudah penetapan harga. Jadi, strategi penetapan harga sangat ditentukan oleh keputusan sebelumnya mengenai penempatan harga di pasar (market positioning). Berikut ini merupakan enam tujuan harga yang dapat diraih oleh perusahaan melalui harga yaitu bertahan hidup, maksimalisasi laba jangka pendek, maksimalisasi pendapatan jangka pendek, maksimalisasi pertumbuhan penjualan, unggul dalam pangsa pasar dan unggul dalam mutu produk. 2.
Menentukan Permintaan Hubungan antara harga jual dengan jumlah permintaan disebut kurva
permintaan. Kurva permintaan menggambarkan jumlah produk yang akan dibeli pasar dalam periode tertentu pada berbagai tingkat harga. Hubungan antara permintaan dengan harga jual biasanya berbanding terbalik, yaitu makin tinggi 32
harga makin kecil jumlah permintaan dan demikian juga sebaliknya. Para pemasar produk sebaiknya mengetahui seberapa jauh reaksi permintaan terhadap kenaikan harga. Nicholson (2002) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis permintaan pasar yaitu: a.
Inelastis, yaitu jika perubahan harga akan mengakibatkan perubahan yang lebih kecil pada volume penjualan (elastisitas lebih besar dari satu)
b.
Elastis, yaitu jika perubahan harga akan menyebabkan terjadinya perubahan volume penjualan dalam perbandingan yang lebih besar (elastisitasnya lebih kecil dari satu)
c.
Unitary Elasticity, yaitu jika perubahan harga akan menyebabkan perubahan jumlah yang dijual dalam proporsi yang sama (elastisitasnya sama dengan satu. Gambar 6 menunjukkan kurva Elastisitas Permintaan di Sepanjang Kurva
Permintaan Linier. Kurva permintaan berbentuk garis lurus akan elastis pada bagian yang lebih tinggi dan inelastis pada bagian yang lebih rendah. Elastisitas harga pada permintaan dirumuskan sebagai berikut Elastisitas harga dari permintaan =
Persentase perubahan jumlah permintaan Persentase perubahan harga jual
P (Harga)
Eqp < -1 Eqp = -1 Eqp > - 1 Q 0 (Jumlah) Gambar 6. Kurva Elastisitas Permintaan di Sepanjang Kurva Permintaan Linier Sumber :Nicholson (2002)
3.
Memperkirakan Biaya Pada dasarnya jumlah pemintaan sangat berperan dalam menetapkan harga
tertinggi yang dipasang oleh penjual sedangkan seluruh biaya yang telah dikeluarkan perusahaan akan menjadi batas harga jual terendah. Harga jual yang 33
diharapkan oleh perusahaan diharapkan dapat menutupi seluruh biaya produksi, distribusi, biaya penjualan, serta jumlah keuntungan yang memadai bagi segala usaha dan resiko yang dihadapi perusahaan. Jenis biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat bersifat tetap dan variabel. 4.
Menganalisis Harga dan Tawaran Pesaing Meskipun permintaan pasar akan membatasi harga jual tertinggi dan
biaya-biaya membatasi harga jual terendah, harga jual yang dipasang oleh para pesaing serta kemungkinan reaksi-reaksi yang timbul akan ikut menentukan strategi harga jual yang ditempuh perusahaan. Proses ini lah yang membuat perusahaan perlu mempelajari harga jual dan mutu produk dari harga pesaing. 5.
Memilih Metode Penetapan Harga Metode penetapan harga meliputi mark up pricing, target return pricing,
perceveid value pricing, going rate pricing, dan sealedbid pricing. a.
Penetapan Harga Mark Up Mark Up Pricing atau penetapan harga berdasarkan biaya plus merupakan metode penetapan harga jual dengan menambah tingkat keuntungan (imbuhan harga) yang standar pada biaya-biaya yang telah dibebankan pada barang. Imbuhan harga yang diinginkan dihitung dengan rumus: Imbuhan Harga =
b.
Biaya Per Unit 1- Keuntungan Penjualan yang Diinginkan
Penetapam Harga Berdasarkan Tingkat Keuntungan Sasaran Suatu pendekatan lainnya dalam menetapkan harga jual dengan orientasi biaya dikenal sebagai penetapan harga berdasark an tingkat keuntungan sasaran (target return pricing). Rumus: Keuntungan Modal yang Harga Berdasarkan = Biaya per x sasaran + Diinginkan Keuntungan Sasaran Unit Jumlah Unit yang Terjual
c.
Penetapan Harga Berdasarkan Persepsi Nilai Penetapan harga menurut persepsi nilai (perceived value) sesuai untuk pola fikir modern mengenai penempatan produk dengan memanfaatkan unsur-unsur non harga dalam bauran pemasaran untuk membina nilai citra dalam pikiran konsumennya. Dengan demikian, harga ditentukan dengan tujuan membina dan mempertahankan nilai atau citra yang dirasakan. 34
d.
Penetapan Harga Berdasarkan Keadaan Pasar Going rate pricing atau penetapan harga dengan mengikuti harga pasar yang ada mendasarkan perhitungan harga jualnya terutama pada hargaharga jual yang ditetapkan oleh pesaing. Harga jual yang ditawarkan dapat sama, lebih mahal, atau lebih murah dari produk yang ditawarkan oleh pesaing-pesaingnya.
e.
Penetapan Harga Penawaran Tertutup Sealed big pricing atau penawaran harga tertutup banyak digunakan oleh perusahaan dalam mendapatkan kontrak. Penetapan harga ini berdasarkan pada perkiraan atau dugaan tentang bagaimana pesaing-pesaingnya akan memasang harga.
6.
Menyeleksi Harga Akhir Tujuan
dari berbagai
mempersempit skala
metode
harga
penetapan
harga
dimuka
adalah
yang berikutnya akan mempermudah
pemilihan. Dalam menentukan harga akhir, perusahaan harus melihat lagi beberapa pertimbangan seperti faktor psikologis, pengaruh unsur- unsur bauran pemasaran lainnya terhadap harga, kebijakan perusahaan dalam harga jual serta dampak harga pada pihak-pihak lain. 3.1.5. Analisis Sensitivitas Harga Analisis sensitivitas harga diperkenalkan pertama kali oleh Van wesrenrdorp pada awal tahun 1970-an. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen selalu mengaitkan antara harga dengan kualitas dari produk. Analisis ini digunakan untuk melihat harga dari konsumen. Konsumen melakukan penilaian terhadap harga berdasarkan kategori harga sangat murah, harga murah, harga mahal, dan harga sangat mahal (Blamires dalam Sinaga 2006). Menurut Hiam dan Shewe dalam Sinaga (2006), dalam menentukan harga optimum perusahaan perlu mempertimbangkan seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk memproduksi dan memasarkan produk, permintaan konsumen dan posisi persaingan dalam industri. Berdasarkan harga-harga pokok ditambah dengan profit perusahaan dapat melakukan analisis sensitivitas harga.
35
3.2. Kerangka Pe mikiran Operasional Kelompok Wanita Tani (KWT) Turi salah satu produsen yang memproduksi Jus yang lebih dikenal dengan nama Jus Jambu Merah (JJM) dan Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT merupakan salah satu produsen yang memproduksi permen lunak dengan merek Fruit Talk Soft Candy Pineapple dan Fruit Talk Soft Candy Papaya. Metode penentuan harga pokok produksi yang digunakan oleh masing- masing pelaku usaha selama ini yaitu dengan cara menjumlahkan seluruh biaya yang dikeluarkan kemudian dibagi dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Metode tersebut belum menggambarkan seluruh bia ya yang dikeluarkan terutama seperti biaya penyusutan sehingga harga pokok produksi belum tepat. Biaya penyusutan mempengaruhi nilai aktiva tetap perusahaan, oleh karena itu penetapan harga pokok produksi sebaiknya mencantumkan biaya penyusutan. Permasalahan tersebut dapat dikaji dari dua sisi, yaitu dari sisi produsen (KWT Turi dan LPPM PKBT (OP min)) dan sisi konsumen (CP max). Berdasarkan sisi produsen, hal yang dikaji yaitu metode penentuan harga pokok produksi dengan cara mencari harga pokok JJM dan Fruit Talk Soft Candy yang memuat semua komponen biaya yang dikeluarkan oleh KWT Turi dan LPPM PKBT sehingga kedua perusahaan dapat menentukan harga jual baru yang tepat melalui metode full costing. Sedangkan dari sisi konsumen dapat dikaji mengenai kisaran harga JJM dan Fruit Talk Soft Candy yang dapat diterima oleh konsumen melalui sensitivitas harga. Setelah dilakukan kedua analisis tersebut akan didapat harga jual minimum produk atau OP (min) dan harga maksimum/tertinggi dari sisi konsumen (PME) terhadap produk JJM dan Fruit Talk Soft Candy. Daerah yang terbentuk antara harga jual minimum perusahaan dengan harga maksimum yang mampu dibayarkan oleh konsumen merupakan rentang harga optimum dari sisi produsen dan konsumen (zona fleksibilitas harga). Zona fleksibilitas harga tersebut dapat digunakan sebagai rekomendasi kebijakan harga jual JJM dan Fruit Talk Soft Candy yang baru bagi perusahaan. Alur kerangka pemikiran penelitian ini secara lebih jelas telah tersusun secara sistematis pada Gambar 7.
36
KWT Turi dan Laboratoriu m Percontohan Pabrik M ini PKBT
Perhitungan harga pokok produksi yang tidak tepat Rencana perubahan harga jual produk
Identifikasi OP (min)
Identifikasi CP (max)
KWT Turi dan LPPM PKBT
Pelanggan
Metode Penentuan Harga Pokok Produksi JJM dan Soft Candy
Metode Full Costing
1. 2. 3. 4. 5.
Metode KWT Turi dan LPPM PKBT
Analisis Sensitivitas Harga Indiferent Pricing Point (IPP) Optimum Pricing Product (OPP) Range Of Acceptable Price (RAP) Price Of Marginal Cheapness (PMC) Price Of Marginal Expensive (PME)
Penetapan Harga Pokok yang Tepat bagi JJM dan Soft Candy Penetapan Harga Jual Min imu m JJM dan Soft Candy
Harga Maksimu m Produk JJM dan Soft Candy
OP (Min )
CP (Max) Zona Fleksib ilitas
Reko mendasi Kebijakan Harga Produk
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Operasional
37
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Kelompok Wanita Tani (KWT) Turi yang berlokasi di Rt 2 Rw 5 Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dan penelitian ini juga dilakukan di Laboratorium Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM PKBT) yang berlokasi di Tajur, Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan Juni 2010. 4.2. Metode Pengumpulan Data Metode Pengumpulan data dilakukan dengan cara : 1) melakukan observasi yaitu melihat dan mengamati objek penelitian secara langsung terhadap hal- hal yang berhubungan dengan penelitian; 2) melakukan wawancara yaitu dengan memberikan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan pihak perusahaan yang bertujuan untuk memperoleh keterangan sesuai dengan penelitian serta menganalisis data yang diberikan perusahaan berupa data keuangan, data produksi, data penjualan dan lain- lain; 3) memberikan kuesioner kepada responden. Responden yang dipilih adalah pelanggan dan konsumen JJM KWT Turi dan Fruit Talk Soft Candy yang dihasilkan oleh LPPM PKBT yang berada di Bogor. Kuesioner ini berisi kumpulan pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, diatur dalam urut dan dikelola sendiri serta dalam pengisiannya dipandu oleh peneliti. Kuesioner ini bertujuan untuk menilai sensitivitas harga di sisi konsumen; 4) melakukan pencatatan semua data. 4.3. Jenis dan Sumbe r Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak manajemen perusahaan antara lain data gambaran umum perusahaan, data keuangan, data personalia, dan data aktivitas perusahaan yang didapat dari hasil wawancara dengan bagian keuangan. Data produksi diperoleh dari wawancara dengan bagian produksi dan data pemasaran
dari bagian pemasaran. Data yang digunakan adalah data terbaru dan terlengkap yang ada di KWT Turi dan PKBT. Selain itu, data juga diperoleh melalui pengamatan wawancara serta kuesioner yang diberikan kepada responden JMM dan PKBT yang mengkonsumsi produk Fruit Talk Soft Candy di Bogor. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), laporan keuangan masing- masing perusahaan, laporan produksi LPPM PKBT dan KWT Turi, serta literatur dan tulisan yang dianggap relevan dalam penelitian ini. 4.4. Metode Pengambilan Data Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, pengambilan sampel secara sengaja dilakukan karena masih terbatasnya konsumen pada masing- masing produk. Konsumen yang menjadi responden adalah pelanggan JJM dan konsumen Fruit Talk Soft Candy. Pelanggan JJM yang termasuk adalah pegawai Pemerintah Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Bogor dan karyawan AHASS Astra di Kota Bogor, sedangkan untuk konsumen Fruit Talk Soft
Candy adalah orang yang mengkonsumsi Soft Candy. Responden dikelompokkan menjadi dua, yaitu responden kelompok satu adalah responden produk JJM dan responden dua adalah responden produk Fruit Talk Soft Candy. Pengambilan data yang dilakukan pada responden kelompok satu dengan cara menyebarkan kuesioner kepada pegawai yang telah mengkonsumsi JJM di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Bogor sebanyak 15 orang dan pada karyawan AHASS Astra sebanyak 5 orang. Selain itu pengambilan data juga dilakukan pada konsumen potensial, yaitu konsumen yang belum melakukan pembelian produk dengan menyebarkan kuesioner serta memberikan tester produk terhadap 20 orang konsumen potensial. Fruit Talk Soft Candy merupakan produk yang masih baru di pasaran dengan tahapan perkenalan produk, sehingga pengambilan data dilakukan terhadap konsumen potensial. Kuesioner diberikan kepada konsumen yang belum melakukan pembelian produk dengan memberikan tester produk kepada konsumen sebanyak 20 orang. Pengambilan sampel masing- masing dibedakan menurut kelas pendapatan pada konsumen potensial, yaitu pendapatan kelas atas, menengah dan rendah. 4.5. Metode Pengolahan Data 39
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian yang pertama menggunakan pendekatan full costing untuk penentuan harga pokok produksi dari sisi perusahaan sebagai cara untuk mengidentifikasi OP (min). Penggunaan pendekatan full costing pada penelitian ini karena perhitungan biaya tidak memperhatikan perilaku biaya artinya metode full costing mengakumulasikan seluruh biaya tetap dan biaya variabel. Sedangkan alat analisis yang kedua menggunakan analisis sensitivitas harga sebagai alat untuk mengidentifikasi CP (max) sehingga diperoleh zona fleksibilitas untuk mendapatkan rentang harga optimum dari sisi produsen dan konsumen. Setelah itu, data diolah dengan menggunakan software Microsoft Office Excel 2007. 4.5.1. Identifikasi OP (Min) Menurut Cartwright, OP (min) merupakan suatu harga minimum yang terbentuk dari biaya tetap, biaya variabel, dan laba minimum yang ditetapkan oleh perusahaan yang dikenakan pada sebuah produk seperti yang terlihat pada rumus di bawah ini: OP (min) = Vc + Fc + M (min) Berdasarkan rumus tersebut, Vc merupakan Biaya Variabel, Fc merupakan Biaya Tetap, dan M (min) adalah laba minimum yang diinginkan perusahaan. Dengan kata lain, OP (min) merupakan harga jual yang ditetapkan kepada sebuah produk oleh perusahaan dengan laba minimum yang diinginkan perusahaan. Identifikasi OP (min) dapat dilakukan dengan menggunakan penetapan harga pokok produksi metode full costing untuk mendapatkan nilai harga pokok produk per unit. Setelah itu, harga pokok produk per unit ditambah dengan persentase keuntungan minimum yang diharapkan oleh perusahaan untuk mendapatkan nilai OP (min) per unit. Satuan unit yang digunakan adalah bungkus atau per 50 gram Fruit Talk Soft Candy , per cup atau 200 mililiter dan per botol atau 300 mililiter JJM. Metode full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik, baik yang bersifat tetap maupun variabel. Dengan demikian 40
harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini: Biaya bahan baku
: xxx
Biaya tenaga kerja langsung
: xxx
Biaya overhead pabrik variabel
: xxx
Biaya overhead pabrik tetap
: xxx +
Harga Pokok Produksi
: xxx
Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, biaya overhead pabrik tetap), ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi, dan biaya umum). Gambar 8 melukiskan unsur harga pokok produksi dan harga pokok produk dengan pendekatan full costing.
Prime Cost
Biaya Bahan Baku
Biaya Konversi
Biaya Tenaga Kerja
Harga Poko k Produksi
Biaya Overhead Pabrik Tetap
Biaya Pemasaran
Biaya Overhead Pabrik Variabel
Biaya Adm&Umu m
Total Harga Poko k Produk
Gambar 8. Harga Pokok Produksi dan Total Harga Pokok Produk Menurut Metode full costing.
41
4.5.2.
Identifikasi CP (max) CP (max) merupakan harga tertinggi/maksimum dari sisi konsumen yang
mampu dibayarkan konsumen terhadap suatu produk (Cartwright 2002). CP (max) dapat diidentifikasi melalui analisis sensitivitas harga.
4.5.2.1. Analisis Sensitivitas Harga Salah satu alat analisis harga yang sering digunakan yaitu riset sensitivitas harga. Dalam hal ini digunakan riset harga yang diharapkan konsumen , dimana akan diperoleh limit harga dan kisaran harga yang dapat diterima oleh konsumen dimana konsumen menilai batas harga sangat murah, murah, mahal, dan sangat mahal yang dikaitkan dengan kualitas oleh produk tersebut. Selanjutnya data akan ditabulasikan untuk memperoleh kelompok harga sangat murah, murah, mahal dan sangat mahal. Dari nilai persentase kumulatif yang diperoleh maka akan dibuat kurva-kurva. Selain itu, dibuat pula kurva untuk kelompok harga tidak murah dan tidak mahal yang diperoleh dengan rumus: Persentase Kumulatif “Tidak Murah” = 100% - persentase Kumulatif “Murah” Persentase Kumulatif “Tidak Mahal” = 100% - persentase Kumulatif “Mahal”
Kurva-kurva yang terbentuk akan saling berpotongan pada titik-titik antara lain: a.
Perpotongan antara kurva Sangat Murah dan Tidak Murah akan membentuk titik yang jika ditarik ke sumbu X (harga) maka akan diperoleh titik PMC (Price of Marginal Cheapness).
b.
Perpotongan antara kurva Sangat Mahal dengan kurva Tidak Mahal akan membentuk titik yang jika ditarik ke sumbu X (harga) akan diperoleh titik PME (Price of Marginal Expensive).
c.
Perpotongan antara kurva Murah dengan kurva Mahal akan diperoleh titik IPP (Indiferent of Pricing Point) yaitu titik dimana pada tingkat harga ini konsumen tidak merasakan perbedaan antara murah dengan mahal.
d.
Perpotongan antara kurva Sangat Murah dengan kurva Sangat Mahal akan diperoleh titik OPP (Optimum Pricing Point). 42
Daerah antara PMC dan PME sering disebut sebagai RAP (Range of Acceptable Prices yaitu merupakan kisaran harga yang dapat diterima konsumen. Daerah antara titik OPP dan IPP merupakan daerah yang ideal bagi perusahaan untuk menetapkan harga produk (Westerndrop dalam Sani 2005).
Persentase IPP Murah
PMC
Tidak Murah Sangat Mahal PME
PMC
Mahal OPP
Tidak Mahal Sangat Murah Harga
RAP Konsumen Gambar 9. Hubungan antara Kurva dari Setiap Kategori Harga 4.6.
Zona Fleksibilitas Daerah yang terbentuk antara OP (min) dan CP (max) merupakan daerah
fleksibilitas harga. Terdapat tiga kemungkinan dala m hubungan antara OP (min) dan CP (max), yaitu: 1. Jika CP (max) < OP (min), maka tidak akan ada pembelian dari konsumen karena menilai produk yang ditawarkan produsen terlalu mahal. 2. Jika CP (max) = OP (min), maka terdapat kemungkinan terjadinya penjualan akan tetapi perusahaan cenderung kaku dalam menentukan harga jual (sedikit fleksibilitas). 3. Jika CP (max) > OP (min). Pada titik ini akan terjadi penjualan dan akan ada fleksibilitas yang dimiliki produsen dalam menentukan harga jual dengan menawarkan diskon kepada konsumen. Kondisi yang terbentuk dalam zona fleksibilitas merupakan rentang harga optimum dari sisi produsen dan konsumen. 43
V GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Perusahaan KWT Turi 5.1.1. Latar Belakang KWT Turi Kelompok Wanita Tani Turi merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang agribisnis yang memfokuskan pada usaha pengolahan buah jambu biji menjadi produk minuman jus jambu. KWT Turi berdiri pada tahun 2003. Usaha KWT Turi merupakan usaha rumah tangga yang didirikan oleh sekelompok ibu- ibu yang bermukim di Kelurahan Sukaresmi Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Usaha ini didirikan karena banyaknya produk jambu biji segar yang tidak habis terjual sehingga terbuang begitu saja, yang pada akhirnya menimbulkan ide untuk mengolah buah jambu biji menjadi jus jambu. Orang yang pertama kali memiliki ide untuk mengolah jambu biji menjadi minuman jus jambu adalah Hj. Mariam. Ide ini diperoleh Hj. Mariam karena melihat mesin dan peralatan bantuan dari Dinas Agribisnis kepada masyarakat Kelurahan Sukaresmi tidak dipergunakan dan hanya disimpan saja. Selain itu, Daerah Sukaresmi merupakan sentra produksi jambu biji yang memiliki produksi jambu yang tinggi sehingga buah jambu tidak selalu habis terjual dalam keadaan buah segar. Buah jambu yang tidak habis terjual tersebut pada akhirnya akan dibuang oleh warga. Ibu Hj. Mariam kemudian mengajak beberapa ibu- ibu dan kemudian membentuk kelompok yang diberi nama Kelompok Wanita Tani Turi. Kelompok ini pada awalnya terdiri dari 20 orang, dengan Hj. Mariam sebagai pimpinannya. Akan tetapi, saat ini anggota yang aktif hanya lima orang. Kelompok Wanita Tani Turi mulai melakukan kegiatan usaha pengolahan jus jambu pada tahun 2003 dan terus berlanjut sampai sekarang. Akan tetapi pada awal-awal berdirinya, usaha ini masih mengalami kerugian. KWT Turi masih mengalami kesulitan untuk mengembangkan usahanya dikarenakan penguasaan peralatan produksi yang belum baik.
Selain itu KWT Turi belum memiliki
pelanggan yang tetap sehingga proses produksi tidak berlangsung secara kontinu. Pada tahun 2005, KWT Turi mendapatkan registrasi dari Dinas Kesehatan berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), yaitu Dinkes P-IRT Nomor 2133271010664.
Pada awalnya KWT Turi hanya menjual minuman jus jambu kepada beberapa pelanggan yang ada di daerah Bogor. 5.1.2. Visi, Misi dan Tujuan Usaha KWT Turi KWT Turi belum memiliki pernyataan tertulis mengenai visi, misi, dan tujuan. Padahal untuk bersaing dalam industri, KWT Turi harus memiliki arahan yang jelas dalam memasarkan usahanya.
Berdasarkan hasil wawancara dan
diskusi dengan pimpinan KWT Turi, dapat dinyatakan bahwa visi KWT Turi adalah ingin memperoleh laba serta memasyarakatkan minuman jus jambu. Misi KWT Turi secara umum adalah mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk minuman ”JJM”, meningkatkan loyalitas konsumen serta memberdayakan masyarakat yang ada di lingkungan usaha. Adapun tujuan usaha KWT turi adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, sehingga produk jus ”JJM” dikenal masyarakat luas dalam rangka meraih pelanggan dan mengatasi persaingan usaha. 5.1.3. Struktur Organisasi KWT Turi Struktur organisasi dalam suatu perusahaan akan memberikan kejelasan dalam menentukan pembagian tugas, tanggung jawab, hubungan kerja dan batas wewenang masing- masing. Struktur organisasi KWT Turi terbilang masih sederhana, hanya terdiri dari ketua (Pimpinan), tenaga kerja bagian administrasi, tenaga kerja bagian produksi dan tenaga kerja bagian pemasaran. Hal ini berpengaruh pada kegiatan usaha KWT Turi yang mengakibatkan kinerja usaha menjadi kurang optimal. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas menyebabkan beberapa tenaga kerja merangkap melakukan pekerjaan yang lain. Struktur organisasi KWT Turi dapat dilihat pada Gambar 10. Ketua
Bagian Pemasaran
Bagian Administrasi Bagian Produksi Keuangan Gambar 10. Struktur Organisasi KWT Turi Sumber : KWT Turi (2010)
45
Sumber utama keberhasilan KWT Turi dimasa depan adalah dukungan sumberdaya manusia yang berdedikasi dan profesio nal. Sumberdaya manusia adalah salah satu faktor yang sangat menentukan pertumbuhan usaha KWT Turi. Sumberdaya manusia yang dimiliki KWT Turi berjumlah lima orang yang terdiri dari satu orang pimpinan kelompok, satu orang bagian administrasi, dua orang bagian produksi dan satu orang bagian pemasaran. Komposisi pembagian kerja dan tingkat pendidikan tenaga kerja KWT Turi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Komposisi Bagian Kerja dan Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja pada KWT Turi No
Bagian
1. 2 3.
Ketua dan Pemasaran Administrasi Produksi Total
Jumlah Menurut Pendidikan (orang) SD SLTP SMU 1 1 3 2 2
Jumlah (Orang) 1 1 3 5
Sumber : Data Primer KWT Turi (2010)
Setiap bagian memiliki tugas dan tanggung jawab masing- masing. Deskripsi kerja masing- masing bagian adalah sebagai berikut : 1. Ketua/Pimpinan, memiliki tugas dan wewenang dalam menetapkan kebijakan seluruh aktivitas usaha. Melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap seluruh aktivitas usaha KWT Turi. 2. Administrasi, bertugas merencanakan keperluan usaha akan pencatatan, dokumen, alat komunikasi dan kebutuhan umum lainnya serta melakukan pencatatan atas segala penerimaan maupun pengeluaran usaha KWT Turi. 3. Bagian Produksi, bertanggung jawab dalam melakukan proses produksi minuman JJM. 4. Bagian Pemasaran, memiliki tanggung jawab dalam memasarkan produk dan mendistribusikan produk kepada pelanggan serta berusaha mencari peluang pasar baru. 5.1.3.1. Waktu Kerja Adapun jam kerja untuk tenaga kerja bagian produksi adalah tidak tetap. Proses produksi bisa berlangsung kapan saja tergantung pada kebutuhan persediaan jus jambu saat itu. Proses produksi berlangsung kurang lebih selama 46
dua jam. Jika stok atau persediaan jus jambu tinggal sedikit, maka proses produksi akan dilakukan kembali. Perhitungan jumlah persediaan jus jambu hanya didasarkan pada perkiraan kebutuhan penjualan saja. Dalam satu minggu rata-rata produksi dilakukan sebanyak tiga kali, dan dalam satu kali produksi akan menghasilkan jus jambu kemasan botol plastik sebanyak kurang lebih 180 botol. 5.1.3.2. Sistem Upah Sistem pemberian upah didasarkan atas jumlah hari kerja tenaga kerja ata u berapa kali tenaga kerja melakukan pekerjaan produksi selama satu bulan. Pembayaran upah dilakukan setiap kali produksi. Jika ada pekerjaan tambahan atau ada order tambahan maka tenaga kerja akan diberikan bonus atau insentif. 5.1.4. Identifikasi Produk Produk KWT Turi adalah minuman jus jambu yang terdiri dari dua ukuran, yaitu ukuran 300 mililiter yang dikemas dalam kemasan botol plastik dan ukuran 200 mililiter yang dikemas dalam cup plastik. Jus jambu kemasan botol dijual kepada pelanggan dengan harga Rp 3.500 per botol. Sedangkan jus jambu kemasan cup dijual dengan harga Rp 1.500 per unitnya Untuk harga ditingkat konsumen diserahkan langsung kepada penjual atau pengecer untuk menentukan harga jualnya. Jumlah produksi jus jambu tergantung pada jumlah permintaan atau pesanan dari pelanggan. Rata-rata dalam seminggu produksi jus jambu dilakukan sebanyak tiga kali. Namun pada saat ini KWT Turi terkadang hanya memproduksi sekali seminggu, karena permintaan atau pesanan pelanggan berkurang. Dalam satu kali produksi menghasilkan jus jambu rata-rata 180 unit untuk kemasan botol plastik dan 290 unit untuk kemasan cup plastik. 5.1.5. Aktivitas Perusahaan KWT Turi merupakan salah satu perusahaan yang mengolah jambu biji menjadi jus jambu berdasarkan pesanan. Aktivitas utama yang dilakukan perusahaan ini terdiri dari tiga, yaitu aktivitas pembelian bahan baku, aktivitas produksi dan aktivitas penjualan.
47
5.1.5.1. Aktivitas Pe mbelian Bahan Baku Sebagai suatu perusahaan yang mengolah bahan baku jambu biji menjadi jus jambu, KWT Turi membutuhkan pasokan bahan baku dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan secara kontinyu sepanjang tahun. Ketersediaan bahan baku jambu biji sangat penting untuk menjaga kelancaran dan kontinuitas perusahaan dalam produksi. Untuk memperoleh jambu biji tidak terlalu sulit karena daerah Sukaresmi merupakan sentra produksi jambu biji sehingga keberadaan bahan baku melimpah dan hampir selalu ada. Jambu biji dibeli langsung dari kelompok tani yang membudidayakan jambu biji di daerah Sukaresmi. Harga jambu biji dari petani yang dijual kepada KWT Turi adalah Rp 5.000,00 per kg. Sumber bahan baku lainnya, seperti gula dan bahan tambahan lain (Kalium Sorbat, Natrium Benzoat, CMC dan Asam Sitrat) dibeli langsung oleh bagian produksi dari toko dan pasar tradisional di Pasar Bogor. 5.1.5.2. Aktivitas Produksi Proses produksi merupakan suatu cara atau metode dan teknik dalam menciptakan suatu produk melalui pemanfaatan sumberdaya yang tersedia (bahan baku, mesin dan sumberdaya manusia) menjadi produk jadi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diidentifikasi tahapan-tahapan dan aktivitas yang dilakukan KWT Turi dalam memproduksi jus jambu. Proses produksi dimulai dari pencucian bahan baku yaitu jambu biji. Dalam satu kali produks i biasanya membutuhkan 15 kg jambu biji. Jambu biji yang telah dicuci selanjutnya dikupas dan dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam blender untuk dihaluskan selama 10 detik dengan suhu sebesar 80o C dan kemudian airnya dibuang sehingga menjadi bubur halus, atau yang disebut puree. Selanjutnya dilakukan proses pencampuran dengan menambahkan air dan air gula sehingga semua bahan-bahan tercampur secara merata. Proses ini berlangsung selama kurang lebih 10 menit. Jambu biji yang sudah selesai dicampurkan dalam blender selanjutnya disaring untuk memisahkan biji yang masih tersisa dan kemudian setelah itu dilakukan pengemasan. Sebelumnya botol dan cup plastik dimasukkan ke dalam air yang dimasak dengan suhu 80 derajat celcius untuk membersihkan dan mengantisipasi adanya kuman atau bakteri yang terdapat pada botol atau cup. Jus kemudian dikemas ke dalam botol atau cup plastik dan dilakukan proses pasteurisasi, yaitu 48
jus jambu yang sudah dikemas dimasukkan ke dalam air panas dengan suhu 80o C. Pasteurisasi dilakukan untuk menghilangkan kuman atau bakteri yang masih menempel. Selanjutnya jus jambu diberikan label (labelling) dan disegel lalu siap dimasukkan ke dalam alat pendingin (show case). Kapasitas satu alat pendingin adalah 250 untuk kemasan botol dan 250 untuk kemasan cup.
KWT Turi
memiliki empat unit alat pendingin, akan tetapi hanya dua unit saja yang digunakan untuk melakukan penyimpanan JJM. Adapun alur proses produksi JJM dapat dilihat pada Gambar 11.
Pencucian
Pengupasan
Pemotongan
Penyaringan
Pencampuran
Penghalusan
Pengemasan
(Tambah air dan gula)
Pasteurisasi
Pelabelan
Gambar 11. Alur Proses Produksi Jus ”JJM” Sumber : KWT Turi (2010)
5.1.5.3. Aktivitas Penjualan Produk akhir yang dihasilkan oleh KWT Turi berupa Jus Jambu Merah (JJM). Saat ini produk yang dihasilkan oleh KWT Turi terbagi ke dalam dua ukuran yaitu, ukuran 300 mililiter yang dikemas dalam kemasan botol plastik dan ukuran 200 mililiter yang dikemas dalam cup plastik. Setelah JJM di produksi dan dikemas, JJM dikirim kepada pelanggan yang telah memesan. Pelanggan JJM terdiri dari Pemerintah Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Bogor dan karyawan Astra (AHASS) di Kota Bogor yang masih melakukan pemesanan terhadap JJM. Sistem pembayaran yang diterapkan oleh KWT Turi adalah sistem pembayaran secara tunai untuk konsumen yang datang langsung ke lokasi produksi KWT Turi. Sedangkan sistem pembayaran kosinyasi diterapkan oleh KWT Turi untuk pengecer. Sistem pembayaran secara kosinyasi dapat menjadi kendala KWT Turi karena tidak adanya perputaran keuangan yang cepat sehingga dapat menghambat proses produksi. 49
Kegiatan promosi penjualan yang dilakukan KWT Turi terhadap JJM tergolong rendah atau kurang. Kegiatan promosi yang dilakukan hanya sebatas mengikuti bazar dan pameran-pameran dagang yang diadakan dan diikuti oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor. Akan tetapi, kegiatan promosi tersebut tidak dirasakan efektif oleh pihak KWT Turi karena kecilnya pengaruh atau dampak dari kegiatan tersebut terhadap tingkat permintaan JJM, namun mengingat biaya produksi kemasan botol sangat tinggi pada produksi JJM kemasan botol seharusnya KWT Turi melakukan peningkatan penjualan. Perusahaan juga belum melakukan promosi melalui media cetak seperti koran dan majalah. Selebihnya masyarakat mengetahui keberadaan perusahaan KWT Turi dari mulut ke mulut konsumen yang telah membeli dari perusahaan ini. Hal ini menyebabkan terjadinya kendala didalam mendapatkan produk KWT Turi, karena produk jus jambu merah tersebut hanya akan diproduksi apabila terdapat pesanan saja. Tingginya biaya promosi ataupun pemasangan iklan terutama media elektronik menyebabkan KWT Turi belum melakukan promosi melalui media elektronik. Secara umum kegiatan promosi penjualan KWT Turi lebih menekankan pada usaha meningkatkan kualitas produk untuk memuaskan pelanggan serta meningkatkan pembelian berikutnya terhadap produk JJM dibandingkan dalam bentuk pengiklanan dengan kata lain menjalankan promosi tetapi dengan alat promosi yang terbatas jangkauannya karena belum menggunakan alat media baik media massa maupun media elektronik karena adanya keterbatasan dana. KWT Turi berusaha menekankan promosi dengan mengandalkan citra produk yang sehat dan bergizi.. 5.2. Gambaran Umum Karakteristik Responden Jus Jambu Merah 5.2.1. Usia Pada umumnya responden yang mengkonsumsi Jus Jambu Merah terbagi menjadi beberapa kelompok usia, yaitu kelompok usia < 20 tahun, 21 – 30 tahun, 31 – 40 tahun, 41 – 50 tahun dan berusia > 50 tahun ke atas. Sebaran usia responden aktual di dominasi oleh dua kelompok usia antara 31 – 40 tahun dan 41 – 20 tahun sebanyak enam responden (30 persen). Hal ini menunjukkan bahwa 50
JJM sangat di gemari oleh kalangan dewasa, karena dari kelompok usia tersebut sangat memperhatikan pentingnya kesehatan. Sedangkan untuk responden potensial di dominasi oleh dua kelompok usia 21 – 30 tahun dan 31 – 40 tahun masing- masing sebanyak enam responden (30 persen. Hal ini berarti bahwa pangsa pasar JJM ada dikalangan dewasa. Pada umumnya anak muda memiliki karakter muda yang terpengaruh baik melalui iklan maupun trend, mudah menerima dan selalu ingin mencoba hal-hal yang baru. Sebaran usia responden dapat di lihat pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran Usia Responden Jus Jambu Merah Karakteristik Responden No 1 2 3 4 5
Usia (Tahun) < 20 21 – 30 31 – 40 41 – 50 > 50 Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 0 0 5 25 6 30 6 30 3 15 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 0 0 6 30 6 30 5 25 3 15 20 100
5.2.2. Status Perkawinan Sebaran responden JJM menurut status perkawinan didominasi oleh status perkawinan yang sudah menikah untuk kedua golongan responden, baik responden aktual maupun responden potensial. Hal ini berkaitan dengan budget yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi minuman jus, bagi individu yang belum menikah biasanya lebih mengedepankan mencukupi kebutuhannya terlebih dahulu, sedangkan untuk yang sudah menikah apabila keperluan rumah tangga nya sudah terpenuhi biasanya melakukan pembelanjaan di luar kebutuhannya. Sebaran status perkawinan responden JJM dapat di lihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sebaran Status Perkawinan Responden Jus Jambu Merah Karakteristik Responden No 1 2
Status Pe rkawinan Belum Menikah Sudah Menikah Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 4 20 16 80 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 2 10 18 90 20 100 51
5.2.3. Pekerjaan Pada responden Jus Jambu Merah kelompok responden aktual di dominasi oleh pekerjaan sebagai pegawai negeri. Pemilihan responden untuk konsumen aktual memang rata-rata di dominasi oleh pegawai negeri sipil, karena mayoritas bekerja di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor, sebagian lagi bekerja di AHASS ASTRA. Sedangkan responden potensial memiliki variasi pekerjaan, walaupun tetap di dominasi kalangan pegawai. Hal ini berarti JJM lebih di gemari oleh pegawai negeri, karena survey dilakukan pada kelas pendapatan yang berbeda-beda, ternyata mayoritas bekerja sebagai pegawai negeri. Sebaran jenis pekerjaan responden dapat di lihat pada Tabel 11. Tabel 11. Sebaran Pekerjaan Responden Jus Jambu Merah Karakteristik Responden No 1 2 3 4 5 6 7
Pekerjaan Pelajar Mahasiswa Pegawai Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Pedagang Ibu Rumah Tangga Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 0 0 0 0 17 85 3 15 0 0 0 0 0 0 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 0 0 0 0 14 70 3 15 0 0 1 5 2 10 20 100
5.2.4. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan para responden JJM pada umumnya cukup baik. Seperti yang terlihat pada Tabel 12 yang menunjukan bahwa responden JJM konsumen potensial dengan latar belakang pendidikan Sarjana memiliki persentase paling besar. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai- nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan cara persepsinya terhadap suatu produk. Responden yang tergolong berpendidikan tinggi akan lebih bersikap kritis terhadap produk yang akan dibeli. Sedangkan untuk konsumen aktual didominasi dengan latar belakang pendidikan SMA. Hal ini masih berkaitan dengan latar belakang responden actual yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai negeri. Sebaran tingkat pendidikan responden dapat di lihat pada Tabel 12. 52
Tabel 12. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Jus Jambu Merah Karakteristik Responden No 1 2 3 4 5 6
Tingkat Pendidikan SD SMP SMA/STM Diploma Sarjana Pasca Sarjana Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 0 0 0 0 13 65 0 0 6 30 1 5 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 0 0 0 0 6 30 3 15 8 40 3 15 20 100
5.2.5. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan dari responden JJM terbagi beberapa skala pendapatan, yaitu < Rp 340.000,00 per bulan, Rp 340.000,00 – Rp 670.000,00 per bulan, Rp 680.000,00 – Rp 1.010.000,00 per bulan, Rp 1.020.000,00 – Rp 1.350.000,00 per bulan, dan > Rp 1.360.000,00 per bulan. Tingkat pendapatan responden JJM konsumen aktual sebagian besar berada pada kategori pendapatan > Rp 1.360.000,00 per bulan. Hal tersebut berarti bahwa jenis pekerjaan yang didominasi oleh pegawai negeri di atas Rp 1.360.000,00 per bulan. Sebaran tingkat pendapatan responden JJM aktual dapat di lihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Jus Jambu Merah (Aktual) Karakteristik Responden No 1 2 3 4 5
Tingkat Pendapatan (Rp)
< 340.000,00 340.000,00 – 670.000,00 680.000,00 – 1.010.000,00 1.020.000,00 – 1.350.000,00 >1.360.000,00 Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 0 0 0 1 19 20
0 0 0 5 95 100
Tingkat pendapatan dari responden JJM potensial terbagi beberapa skala pendapatan, yaitu < Rp 1.740.000,00 per bulan, Rp 1.740.000,00 – Rp 3.470.000,00 per bulan, Rp 3.480.000,00 – 5.210.000,00 per bulan, Rp 5.220.000,00– 6.950.000,00 per bulan, dan > Rp 6.950.000,00 per bulan. Tingkat pendapatan responden JJM konsumen potensial sebagian besar berada pada kategori pendapatan antara Rp 1.740.000,00 – Rp 3.470.000,00 per bulan sebesar 53
50 persen. Harga bukan suatu halangan untuk mengkonsumsi JJM, hal ini terbukti dengan pendapatan responden yang relatif tinggi. Sebaran tingkat pendapatan responden JJM potensial dapat di lihat pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Jus Jambu Merah (Potensial) Karakteristik Responden No 1 2 3 4 5
Tingkat Pendapatan (Rp)
< 1.740.000,00 1.740.000,00 – 3.470.000,00 3.480.000,00 – 5.210.000,00 5.220.000,00 – 6.950.000,00 >6.960.000,00 Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 3 10 6 0 1 20
15 50 30 0 5 100
5.2.6. Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Tingkat pengeluaran konsumsi makanan merupakan alokasi biaya yang dikeluarkan responden untuk biaya konsumsi makanan dis etiap bulannya. Konsumen aktual dengan tingkat pengeluaran konsumsi makanan > Rp 1.888.000,00 per bulan memiliki persentase terbesar yaitu 45 persen. Namun demikian sebarannya cukup beragam, sehingga bisa diartikan bahwa konsumen JJM berasal dari golongan dengan tingkat pengeluaran yang beragam. Sebaran tingkat pengeluaran konsumsi makanan responden aktual dapat di lihat pada Tabel 15. Tabel 15. Sebaran Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Responden Jus Jambu Merah (Aktual) Karakteristik Responden No 1 2 3 4 5
Pengeluaran (Rp/Bulan)
< 472.000,00 472.000,00 – 934.000,00 944.000,00 – 1.406.000,00 1.416.000,00 – 1.878.000,00 >1.888.000,00 Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 0 3 3 5 9 20
0 15 15 25 45 100
Sebaran tingkat pengeluaran konsumsi makanan pada konsumen potensial cukup beragam. Responden yang memiliki tingkat pengeluaran konsumsi yang 54
tinggi, cenderung untuk lebih mengutamakan membeli produk pangan yang berkualitas. Sebaran tingkat pengeluaran konsumsi makanan responden aktual dapat di lihat pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Responden Jus Jambu Merah (Potensial) Karakteristik Responden No 1 2 3 4 5
Pengeluaran (Rp/Bulan)
< 860.000,00 860.000,00 – 1.710.000,00 1.720.000,00 – 2.570.000,00 2.580.000,00 – 3.430.000,00 >3.440.000,00 Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 4 5 7 3 1 20
20 25 35 15 5 100
5.2.7. Sumber Informasi Produk Jus Jambu Merah Pada umumnya responden JJM mengetahui informasi mengenai produk JJM berasal dari media promosi, pada konsumen aktual sumber informasi berasal dari keluarga, media promosi, dan teman. Sedangkan untuk konsumen potensial media promosi mendominasi yaitu sebesar 55 persen, karena produk secara sengaja dipromosikan kepada konsumen potensial. Keberadaan JJM pada umumnya masih belum diketahui oleh konsumen, sehingga produk JJM masih harus dipromosikan lagi, agar konsumen mengetahui keberadaan JJM. Sebaran sumber informasi responden dapat di lihat pada Tabel 17. Tabel 17. Sebaran Sumber Informasi Responden Jus Jambu Merah Karakteristik Responden No 1 2 3 4
Sumber Informasi Keluarga Media Promosi Teman Penjual Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 6 30 6 30 6 30 2 10 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 2 10 11 55 5 25 2 10 20 100
5.2.8. Frekuensi Pe mbelian Jus Jambu Merah Frekuensi pembelian terbagi menjadi dua skala pembelian, yaitu skala pembelian ≤ 3 kali per minggu dan > 3 kali per minggu. Melalui kegiatan rutin 55
yang dilaksanakan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang setiap minggunya, maka frekuensi pembelian JJM biasanya dilakukan sekali per minggu. Pada konsumen potensial nilai sebarannya nol, artinya konsumen potensial belum sama sekali melakukan pembelian JJM. Sebaran frekuensi pembelian responden dapat di lihat pada Tabel 18. Tabel 18. Sebaran Frekuensi Pembelian Responden Jus Jambu Merah No 1 2
Karakteristik Responden Frekuensi Pe mbelian (Kali/Minggu) ≤3 >3 Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 19 95 1 5 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 0 0 0 0 0 0
5.2.9. Lama Mengkonsumsi Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa responden JJM pada konsumen aktual belum banyak yang mengenal atau mengkonsumsi JJM. Tingkatan lama mengenal atau mengkonsumsi dapat menumbuhkan sikap, motivasi dan rasa kepuasan akan produk yang dikonsumsinya. Responden aktual JJM tergolong dalam konsumen yang cukup mengenal produk JJM dan cukup memiliki loyalitas terhadap merek produk. Pada konsumen potensial nilai sebarannya nol, artinya konsumen potensial belum sama sekali melakukan pembelian JJM. Tabel 19. Sebaran Lama Mengkonsumsi Responden Jus Jambu Merah No 1 2 3 4
Karakteristik Responden Lama Mengkonsumsi (Bulan) <6 6 – 12 13 – 24 > 24 Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 6 30 5 25 3 15 6 30 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5.2. 10. Minat Membeli Jika Te rjadi Kenaikan Harga Sepuluh Pe rsen Kenaikan harga sebesar 10 persen bisa disebabkan oleh fluktuasi bahan baku, seperti kenaikan harga jambu biji dan harga gula, sehingga berdampak pada harga jual produk tersebut. Responden yang masih tetap bertahan untuk membeli produk JJM jika terjadi kenaikan harga sebesar 10 persen sebanyak 12 orang 56
responden (60 persen) untuk konsumen aktual dan 10 orang (50 persen) untuk konsumen potensial. Hal ini menunjukan adanya keterkaitan dengan loyalitas konsumen dan responden sebagian besar masih tetap membeli produk JJM jika terjadi kenaikan 10 persen. Sebaran minat membeli jika terjadi kenaikan harga sepuluh persen responden dapat di lihat pada Tabel 20. Tabel 20. Sebaran Minat Membeli Jika Terjadi Kenaikan Harga Sepuluh Persen Responden Jus Jambu Merah Karakteristik Responden No 1 2
Kenaikan Harga 10 % Tetap Membeli Tidak Membeli Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 12 60 8 40 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 10 50 10 50 20 100
5.2.11. Penilaian Terhadap Kualitas Jus Jambu Merah 1. Rasa Sebanyak 14 orang (70 persen) konsumen aktual dan sebanyak 16 orang (80 persen) konsumen potensial menilai rasa dari JJM enak, karena memang pembuatan JJM ini tidak menggunakan bahan pengawet, dan menggunakan buah jambu yang masih segar. Sebaran responden dalam menilai rasa jus jambu merah dapat di lihat pada Tabel 21. Tabel 21. Sebaran Responden dalam Menilai Rasa Jus Jambu Merah Karakteristik Responden No 1 2 3 4
Rasa Enak Sekali Enak Kurang Enak Tidak Enak Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 4 20 14 70 1 5 1 5 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 2 10 16 80 2 10 0 0 20 100
2. Warna Mayoritas responden menilai warna dari produk JJM baik, karena JJM sama sekali tidak menggunakan pewarna tambahan dalam pembuatannya. Penilaian terhadap kurang baiknya warna JJM mungkin dikarenakan informasi mengenai pembuatan JJM belum diketahui oleh masing- masing konsumen. 57
Sebaran responden dalam menilai warna jus jambu merah dapat di lihat pada Tabel 22. Tabel 22. Sebaran Responden dalam Menilai Warna Jus Jambu Merah Karakteristik Responden No 1 2 3
Warna Baik Sekali Baik Kurang Baik Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 2 10 14 70 4 20 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 2 10 14 70 4 20 20 100
3. Struktur Jus Jambu Merah Struktur JJM memiliki butiran serat dari buah jambunya, memang pembuatan JJM ini menggunakan biji jambu merahnya, namun dalam produksinya untuk memperoleh jus dari buah jambu digunakan saringan guna memisahkan pecahan biji yang tidak ikut hancur. Struktur JJM dinilai baik oleh empat orang (20 persen) konsumen aktual dan konsumen potensial dan sebanyak 16 orang (80 persen) konsumen aktual dan konsumen potensial menilai baik sekali. Sebaran responden dalam menilai struktur jus jambu merah dapat di lihat pada Tabel 23. Tabel 23. Sebaran Responden dalam Menilai Struktur Jus Jambu Merah Karakteristik Responden No 1 2
Struktur Baik Sekali Baik Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 16 80 4 20 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 16 80 4 20 20 100
4. Ketahanan Produk Saat ini JJM belum menggunakan bahan pengawet agar produk menjadi tahan lama masa penyimpanannya. Hal tersebut dilakukan JJM diproduksi berdasarkan pesanan, sehingga apabila konsumen memesan JJM, maka KWT TURI akan segera memproduksi JJM berdsarkan pesanan, sehingga produk masih dalam keadaan segar. Responden yang menilai ketahanan produk JJM tahan lama pada konsumen aktual sebanyak sembilan orang (45 persen). Sedangkan pada konsumen potensial yang menilai produk JJM tahan lama sekali sebanyak dua 58
orang (5 persen). Sebaran responden dalam menilai ketahanan jus jambu merah dapat di lihat pada Tabel 24. Tabel 24. Sebaran Responden dalam Menilai Ketahanan Produk Karakteristik Responden No 1 2 3 4
Ketahanan Tahan Lama Sekali Tahan Lama Kurang Tahan Lama Tidak Tahan Lama Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 0 0 9 45 9 45 2 10 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 1 5 8 40 9 45 2 10 20 100
5.2.12. Penilaian Terhadap Harga Jus Jambu Merah Harga jual produk JJM di pasar kemasan cup 200 mililiter adalah Rp 2.000 per cup dan untuk kemasan botol 300 mililiter adalah Rp 4.500 per botol. Konsumen aktual menilai harga tersebut murah sebanyak 16 orang (80 persen). Sedangkan pada konsumen potensial sebanyak 15 orang (75 persen) yang menilai harga JJM murah dan sebanyak lima orang (25 persen) menilai harga JJM mahal. Penilaian harga mahal terhadap JJM sebenarnya tidaklah tepat jika konsmen mengetahui bahan yang digunakan untuk pembuatan jus tersebut. Penilaian harga mahal oleh konsumen dikarenakan pembandingnya adalah jus kemasan yang menggunakan bahan pengawet dan pewarna yang dijual di pasaran. Sebaran responden dalam menilai harga jus jambu merah dapat di lihat pada Tabel 25. Tabel 25. Sebaran Responden Terhadap Harga Jus Jambu Merah Karakteristik Responden No 1 2
Harga Murah Mahal Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 16 80 4 20 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 15 75 5 25 20 100
5.2.13. Penilaian Terhadap Ke masan Jus Jambu Merah Kemasan yang digunakan produk JJM adalah kemasan cup plastik ukuran 200 mililiter, dan ukuran botol plastik 300 mililiter. Kemasan JJM masih mengalami kendala, yaitu dalam penggunaan expired date yang masih dilakukan secara manual, dan label pada kemasan cup memiliki warna yang tidak menarik, 59
sehingga sekitar 40 persen masing- masing konsumen mengeluhkan kemasan JJM kurang baik. Sebaran responden dalam menilai kemasan jus jambu merah dapat di lihat pada Tabel 26. Tabel 26. Sebaran Responden Terhadap Kemasan Jus Jambu Merah Karakteristik Responden No 1 2
Kemasan Baik Kurang Baik Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 12 60 8 40 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 11 55 9 45 20 100
5.2.14. Penilaian Setelah Mengkonsumsi Jus Jambu Merah 1. Manfaat Sebagian besar responden JJM pada konsumen aktual sebanyak sembilan orang (45 persen) mengkonsumsi JJM mencari manfaat sebagai minuman kesehatan. Sedangkan pada konsumen potensial mengkonsumsi JJM untuk mencari manfaat sebagai minuman kesehatan sebanyak 10 orang (50 persen). Responden mengkonsumsi JJM karena mengetahui banyaknya kandungan vitamin yang terdapat didalam JJM sehingga mampu menilai manfaat minuman untuk kesehatan. Sebaran responden dalam menilai manfaat jus jambu merah dapat di lihat pada Tabel 27. Tabel 27. Sebaran Responden dalam Menilai Manfaat Produk Karakteristik Responden No 1 2 3
Manfaat Minuman Kesehatan Mencegah DBD Kaya Vitamin A dan C Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 9 45 2 10 9 45 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 10 50 4 20 6 30 20 100
2. Tingkat Kepuasan Tingkatan kepuasaan menunjukkan adanya kesesuaian antara harapan responden dengan kenyataan produk JJM yang dikonsumsi terhadap atribut JJM yang disukainya seperti rasa, warna, struktur JJM. Berdasarkan Tabel 28 responden pada konsumen aktual sebanyak 11 orang (55 persen) menyatakan puas 60
setelah mengkonsumsi JJM. Sedangkan pada konsumen potensial yang menyatakan sangat puas setelah mengkonsumsi JJM sebanyak satu orang (5 persen), sebanyak 10 orang (50 persen) menyatakan puas setelah mengkonsumsi JJM. Sebaran tingkat kepuasan responden jus jambu merah dapat di lihat pada Tabel 28. Tabel 28. Sebaran Tingkat Kepuasan Responden Jus Jambu Merah Karakteristik Responden No 1 2 3 4
Tingkat Kepuasan Sangat Puas Puas Biasa Saja Kurang Puas Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 0 0 11 55 5 25 4 20 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 1 5 10 50 5 25 4 20 20 100
3. Rekomendasi Produk Responden pada konsumen aktual yang pernah merekomendasikan produk JJM kepada orang lain adalah sebanyak sembilan orang (45 persen). Sedangkan pada konsumen potensial masing- masing sebanyak 10 orang (50 persen) yang akan merekomendasikan dan tidak akan merekomendasikan produk JJM.. Sebaran responden dalam merekomendasikan jus jambu merah dapat di lihat pada Tabel 29. Tabel 29. Sebaran Responden dalam Merekomendasikan Produk Karakteristik Responden No 1 2
Rekomendasi Pernah (akan) Tidak Jumlah
Konsume n Aktual Jumlah % (orang) 9 45 11 55 20 100
Konsume n Potensial Jumlah % (orang) 10 50 10 50 20 100
Dari keseluruhan karakteristik responden JJM yang dianalisis maka dapat dikatakan bahwa usia, status perkawinan, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan tingkat pengeluaran konsumsi makanan berpengaruh terhadap minat atau tidaknya responden untuk mengkonsumsi atau membeli JJM. Terkait dengan zona fleksibilitas harga produk, konsumen yang menjadi parameter nilai CP (max) dilihat dari karakteristik tingkat pengeluaran konsumsi makanan, pada 61
konsumen aktual dengan pengeluaran < Rp 1.888.000,00 per bulan mendominasi dengan persentase sebesar 55 persen, artinya respoden masih mendahulukan kebutuhan lain dalam memenuhi konsumsi makanannya. Pada konsumen potensial dengan sebaran tingkat pengeluaran konsumsi makanan diselang harga Rp 1.720.000,00 per bulan – Rp 2.570.000,00 per bulan mendominasi dengan persentase sebesar 35 persen, artinya responden menganggap pengeluaran konsumsi makanan seperti mengkonsumsi produk JJM tidak ada permasalahan. Selain itu, dilihat dari penilaian responden terhadap harga JJM masing- masing konsumen aktual dan potensial menganggap bahwa harga JJM masih dalam kategori murah. Namun demikian untuk mencari nilai CP (max) diperlukan analisis sensitivitas harga. 5.3. Gambaran Umum LPPM PKBT 5.3.1. Latar Belakang Pusat Kajian Buah tropika (PKBT) IPB merupakan salah satu pusat kajian sdi bawah Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Lembaga ini d idirikan sebagai peran serta IPB dalam mendukung perkembangan buah-buahan Indonesia melalui kegiatan-kegiatan riset yang terpadu, intensif dan terintregatif. PKBT didirikan tanggal 3 mei 1996 berdasarkan SK Rektor IPB No. 027/Um/1996 yang disahkan kembali dalam SK Rektor No 061/K13/OT/2005 tentang penataan pusat di lingkungan LPPM IPB. Laboratorium Percontohan Pabrik Mini (LPPM) PKBT Tajur didirikan pada bulan April 2008 dan masih berada dibawah pengawasan PKBT IPB yang pada mulanya PKBT hanya menjual benih atau bibit buah tropika. Menristek mencanangkan PKBT agar kelebihan panen yang melimpah dan buah segar tidak habis dipasaran maka buah tersebut diolah menjadi produk turunan untuk memperoleh nilai tambah. Buah tersebut dapat di olah menjadi soft cand, jus buah, dodol buah, manisan buah, dan lain- lain. LPPM PKBT Tajur mempunyai ide untuk mengolah buah nanas dan pepaya menjadi cemilan sehat berupa Fruit Talk Soft Candy buah nanas dan pepaya. Tujuan dari mengolah buah menjadi Fruit Talk Soft Candy untuk memberi nilai tambah dan memperpanjang masa simpan buah. LPPM PKBT terletak di Jl. Raya Tajur KM 6 Bogor. Lokasi ini merupakan kebun 62
pembudidayaan buah-buahan tropis PKBT. Adapun luas kebun pembudidayaan PKBT yaitu 4 ha. LPPM PKBT Tajur belum memiliki pelanggan tetap sehingga proses produksi tidak berlangsung secara kontinu. Pada tahun 2007, LPPM PKBT Tajur mendapatkan SIUP dari dinas perindustrian, perdagangan dan koperasi yaitu No. S17/196/PK/Disperindagkop. Sedangkan tahun 2009, LPPM PKBT Tajur mendapatkan sertifikasi dari Dinas Kesehatan dan MUI yaitu Dinkes P-IRT No.6143271021020 dan LP POM MUI No. 0111 5.3.2. Visi, Misi dan Tujuan Usaha Pada dasarnya LPPM PKBT Tajur belum memiliki pernyataan secara tertulis mengenai visi, misi, dan tujuan perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan orang yang bertanggung jawab terhadap LPPM PKBT Tajur dapat dinyatakan bahwa visi LPPM PKBT Tajur adalah ingin menciptakan cemilan sehat dari buah berupa Fruit Talk Soft Candy ke pasar lokal dan pasar internasional. Misi LPPM PKBT meningkatkan loyalitas konsumen serta memberdayakan masyarakat yang ada di lingkungan sekitar. Adapun tujuan dari usaha LPPM PKBT adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, sehingga produk baru berupa Fruit Talk Soft Candy dapat diterima masyarakat luas. 5.3.3. Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi suatu perusahaan menggambarkan suatu hubungan tanggung jawab dan wewenang yang ada pada suatu perusahaan. Selain itu, struktur organisasi juga menggambarkan pembagian kerja dari suatu aktifitas tertentu guna kelancaran usaha yang sedang dijalankan oleh suatu perusahaan. Gambaran umum mengenai struktur organisasi LPPM PKBT dapat dilihat pada Gambar 12.
63
Kepala PKBT
Kantor Kepala Kebun Tajur Bagian pemasaran
Bagian Penyediaan benih
Bagian Penyediaan Bibit
Bagian pengolahan & Bagian Administrasi Soft Candy
Bagian Pemeliharaan Kebun
Gambar 12. Struktur Organisasi LPPM PKBT Sumber : LPPM PKBT (2010)
LPPM PKBT berada di bawah pengawasan PKBT IPB yang bertugas sebagai pengelola dan bertanggung jawab terhadap LPPM PKBT Tajur. Bapak Ibramsyah selaku kepala kebun Tajur yang menangani seluruh kegiatan di LPPM PKBT Tajur. Untuk bagian penyediaan benih dan penyediaan bibit pihak yang bertanggung jawab adalah Bapak Awang dan Bapak Hidayat. Pengolahan dan administrasi pihak yang bertanggung jawab adalah Dede. Kegiatan pengolahan dilakukan dua kali dalam seminggu dan hanya berdasarkan pesanan dari konsumen. Untuk kegiatan pemasaran pihak yang bertanggung jawab adalah Bapak Ubay. Bapak Ubay bertanggung jawab dalam memasarkan bibit, benih dan soft candy. 5.3.3.1. Waktu Kerja dan Sistem Upah Adapun jam kerja untuk tenaga kerja bagian produksi adalah tetap yaitu senin sampai sabtu. Waktu kerja untuk hari senin sampai dengan hari jumat dimulai dari pukul 08.00 - 16.00 WIB sedangkan waktu kerja pada hari sabtu dimulai dari pukul 08.00 - 12.00 WIB. Sistem pemberian upah dilakukan setiap bulan sebesar Rp. 500.000,00 per orang. Selain upah tenaga kerja LPPM PKBT juga diberi biaya transportasi. 64
5.3.4 Identifikasi Produk Produk LPPM PKBT adalah cemilan sehat berupa soft candy buah dalam kemasan alumunium foil ukuran 50 gram. Soft candy dijual kepada pelanggan dengan harga Rp 7.500,00 per unitnya. Untuk harga ditingkat konsumen diserahkan langsung kepada penjual atau pengecer untuk menentukan harga jualnya. 5.3.5 Aktivitas Perusahaan LPPM PKBT merupakan salah satu perusahaan yang mengolah nanas dan pepaya menjadi buah olahan berupa soft candy. Aktivitas LPPM PKBT utama yang dilakukan terdiri dari tiga, yaitu aktivitas pembelian bahan baku, aktivitas produksi dan aktivitas penjualan. 5.3.5.1 Aktivitas Pe mbelian Bahan Baku Bahan baku utama pembuatan soft candy adalah nanas dan pepaya. Ketersediaan bahan baku tersebut sangat penting untuk menjaga kelancaran dan kontinuitas perusahaan dalam produksi. Untuk memperoleh nanas dan pepaya tidak terlalu sulit karena bahan baku diperoleh dari kebun PKBT Tajur sehingga keberadaan bahan baku hampir selalu ada. Harga bahan baku dari kebun PKBT yang dijual kepada LPPM PKBT tidak sama dengan harga bahan baku yang ada dipasaran. Sumber bahan baku lainnya, seperti gula dan bahan pengental dibeli langsung oleh bagian produksi dari toko dan pasar tradisional di Pasar Bogor. 5.3.5.2. Aktivitas Produksi Pada proses produksi Soft Candy Nanas tahapan pertama yang dilakukan dalam proses pembuatan adalah buah nanas dibersihkan dari mahkota buah, kulit dan mata buahnya hingga bersih. Buah nanas yang digunakan harus dipastikan benar-benar telah bersih dari mata nanas, kemudian buah nanas diparut menjadi bubur nanas. Sebelum diparut, buah nanas yang telah dibersihkan dicuci dengan air bersih yang mengalir dan direndam dengan garam. Perendaman denga n garam bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang terdapat dalam buah nanas. Pada tahap pemasakan, adonan bubur nanas ditambahkan gula dan ekstrak rumput laut sebagai pengental. Adonan diaduk hingga merata dengan api sedang, sampai adonan tersebut mendidih. Setelah adonan tersebut mendidih, adonan langsung 65
dicetak dalam nampan plastik. Kemudian diamkan sebentar hingga dingin. Setelah
adonan
dalam cetakan
dingin,
adonan
dapat
dipotong-potong
menggunakan pisau gerigi dengan panjang potongan kurang lebih 2 sentimeter. Adonan yang telah dibentuk persegi siap untuk dikeringkan didalam oven. Pengeringan berlangsung selama kurang lebih delapan jam dengan suhu pengeringan 80o C. Tahap terakhir dari proses ini adalah tahap packaging (pengemasan). Soft Candy Nanas yang telah kering dapat langsung dikemas. Kemasan yang digunakan, yaitu standing pouch yang terbuat dari alumunium. Soft Candy Pepaya merupakan olahan buah yang terbuat dari campuran sari alami buah pepaya dan nanas. Tahapan proses produksi Soft Candy Pepaya sama halnya dengan pembuatan Soft Candy Nanas. 5.3.5.3. Aktivitas Penjualan Sistem pembayaran yang diterapkan oleh LPPM PKBT adalah sistem pembayaran secara tunai untuk konsumen yang datang langsung ke lokasi produksi LPPM PKBT. Sedangkan sistem pembayaran kosinyasi diterapkan oleh LPPM PKBT untuk pengecer. Seluruh pendistribusian produk LPPM PKBT dilakukan secara langsung pada pelanggan. Umumnya konsumen yang ingin melakukan pembelian produk-produk LPPM PKBT dan melakukan pemesanan biasanya menghubungi langsung kantor PKBT maupun datang langsung ke LPPM PKBT. Secara umum, pihak LPPM PKBT dalam mendistribusikan produk Fruit Talk Soft Candy melalui dua pola saluran. Pola saluran yang pertama adalah pihak LPPM PKBT menyalurkannya produknya kepada pengecer. Pengecer yang dimaksud adalah Serambi Botani yang berada di Kota Bogor. LPPM PKBT merupakan suplier tetap di Serambi Botani yang terdapat di Botani Square. Serambi Botani telah melakukan kerjasama dengan LPPM PKBT selama dua tahun. Untuk pendistribusian produk dari LPPM PKBT ke lokasi para pengecer biasanya pihak LPPM PKBT sendiri yang mengantarkan sampai ke lokasi pengecer. Pola saluran yang kedua adalah LPPM PKBT melakukan penjualan langsung kepada konsumen. Biasanya para konsumen ini langsung datang ke lokasi produksi LPPM PKBT maupun datang ke kantor PKBT.
66
5.4 Gambaran Umum Karakteristik Responden Fruit Talk Soft Candy 5.4.1. Usia Pada umumnya responden yang mengkonsumsi Fruit Talk Soft Candy terbagi menjadi beberapa kelompok usia, yaitu kelompok usia 21 – 30 tahun, 31 – 40 tahun, dan kelompok usia 41 – 50 tahun. Soft Candy dikalangan orang dewasa
sangat
digemari
karena
dari kelompok
usia
tersebut
sangat
memperhatikan pentingnya kesehatan dan pangsa pasar Soft Candy saat ini memang berada pada karakteristik usia tersebut. Sebaran usia responden Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 30. Tabel 30. Sebaran Usia Responden Fruit Talk Soft Candy No 1 2 3
Karakteristik Responden Usia (Tahun) 21 – 30 31 – 40 41 – 50 Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 3 5 2 10
30 50 20 100
5.4.2. Status Perkawinan Sebaran responden Fruit Talk Soft Candy menurut status perkawinan didominasi oleh status perkawinan yang sudah menikah. Jumlah responden potensial yang mendominasi (sudah menikah) sebanyak enam orang (60 persen). Dengan karakteristik perkawinan ternyata Soft Candy lebih digemari yang sudah menikah, artinya bagi keluarga yang mempunyai anak-anak, cenderung berperilaku konsumtif terhadap produk permen. Sedangkan status perkawinan belum menikah masih memiliki prioritas lain untuk dikonsumsi. Sebaran status perkawinan responden Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 31. Tabel 31. Sebaran Status Perkawinan Responden Fruit Talk Soft Candy No 1 2
Karakteristik Responden Status Pe rkawinan Belum Menikah Sudah Menikah Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 4 6 20
60 40 100
67
5.4.3. Pekerjaan Pada responden Fruit Talk Soft Candy di dominasi oleh pekerjaan sebagai pegawai negeri, yaitu sebanyak lima orang (50 persen). Hal ini berarti kalangan pegawai negeri lebih menggemari produk Fruit Talk Soft Candy. Sebaran jenis pekerjaan responden Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 32. Tabel 32. Sebaran Pekerjaan Responden Fruit Talk Soft Candy No 1 2 3 4 5 6 7 8
Karakteristik Responden Pekerjaan Pelajar Mahasiswa Pegawai Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Pedagang Ibu Rumah Tangga Lainnya (Pegawai BUMN) Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 0 0 5 1 3 0 0 1 10
0 0 50 10 30 0 0 1 100
5.4.4. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan para responden Fruit Talk Soft Candy pada umumnya cukup baik. Seperti yang terlihat pada Tabel 33 yang menunjukan bahwa responden Fruit Talk Soft Candy konsumen potensial dengan latar belakang pendidikan Sarjana memiliki persentase paling besar yaitu sebanyak lima orang (50 persen). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai- nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan cara persepsinya terhadap suatu produk. Responden yang tergolong berpendidikan tinggi aka n lebih bersikap kritis terhadap produk yang akan dibeli. Tabel 33. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Fruit Talk Soft Candy No 1 2 3 4
Karakteristik Responden Tingkat Pendidikan SMA/STM Diploma Sarjana Pasca Sarjana Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 2 2 5 1 10
20 20 50 10 100
68
5.4.5. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan responden Fruit Talk Soft Candy konsumen potensial didominasi pada kategori pendapatan > Rp 2.100.000,00 sebesar 80 persen (delapan orang). Harga bukan suatu halangan untuk mengkonsumsi JJM, hal ini terbukti dengan pendapatan responden yang relatif tinggi. Sebaran tingkat pendapatan responden dapat di lihat pada Tabel 34. Tabel 34. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Fruit Talk Soft Candy No 1 2 3 4
Karakteristik Responden Tingkat Pendapatan (Rp)
<700.000,00 700.000,00 – 1.390.000,00 1.400.000,00 – 2.090.000,00 >2.100.000,00 Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 0 0 2 8 10
0 0 20 80 100
5.4.6. Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Tingkat pengeluaran konsumsi makanan merupakan alokasi biaya yang dikeluarkan responden untuk biaya konsumsi makanan disetiap bulannya. Konsumen
potensial
dengan
tingkat
pengeluaran
konsumsi
makanan
> Rp 1.200.000,00 per bulan memiliki persentase terbesar yaitu 90 persen. Responden yang memiliki tingkat pengeluaran konsumsi yang tinggi, cenderung untuk lebih mengutamakan membeli produk pangan yang berkualitas. Sebaran tingkat pengeluaran konsumsi makanan responden dapat di lihat pada Tabel 35. Tabel 35. Sebaran Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Responden Fruit Talk Soft Candy No 1 2 3 4
Karakteristik Responden Pengeluaran (Rp/Bulan)
< 400.000,00 400.000,00 – 790.000,00 800.000,00 – 1.190.000,00 > 1.200.000,00 Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah % 0 0 1 9 10
0 0 10 90 100
5.4.7. Sumber Informasi Produk Fruit Talk Soft Candy Pada umumnya responden Fruit Talk Soft Candy mengetahui informasi mengenai produk Fruit Talk Soft Candy berasal dari teman, pada konsumen 69
potensial teman mendominasi yaitu sebesar 80 persen, karena produk secara sengaja di promosikan kepada konsumen potensial, kemudian sumber informasi melalui penjual sebesar 20 persen. Sebaran sumber informasi responden dapat di lihat pada Tabel 36. Tabel 36. Sebaran Sumber Informasi Responden Fruit Talk Soft Candy No 1 2 3 4
Karakteristik Responden Sumber Informasi Keluarga Media Promosi Teman Penjual Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 0 0 8 2 10
0 0 80 20 100
5.4.8. Minat Membeli Jika Te rjadi Kenaikan Harga Sepuluh Pe rsen Responden yang masih tetap bertahan untuk membeli produk Fruit Talk Soft Candy jika terjadi kenaikan harga sebesar 10 persen sebanyak empat orang responden. Hal ini disebabkan oleh masa perkenalan produk ke konsumen, sehingga konsumen masih belum loyal terhadap Fruit Talk Soft Candy. Sebaran minat membeli jika terjadi kenaikan harga sepuluh persen responden dapat di lihat pada Tabel 37. Tabel 37. Sebaran Minat Membeli Jika Terjadi Kenaikan Harga Sepuluh Persen Responden Fruit Talk Soft Candy No 1 2
Karakteristik Responden Kenaikan Harga 10 % Tetap Membeli Tidak Membeli Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 4 6 10
40 60 100
5.4.9. Penilaian Terhadap Kualitas Fruit Talk Soft Candy 1. Rasa Rasa Fruit Talk Soft Candy berasal dari campuran buah segar dan jelly. Sebanyak 20 persen konsumen yang menyatakan kurang enak kemungkinan mereka tidak menyukai citarasa dari Fruit Talk Soft Candy tersebut. Sebaran responden dalam menilai rasa Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 40. 70
Tabel 38. Sebaran Responden dalam Menilai Rasa Fruit Talk Soft Candy No 1 2
Karakteristik Responden Rasa Enak Kurang Enak Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 8 2 10
80 20 100
2. Warna Mayoritas responden Fruit Talk Soft Candy menilai warna dari produk Fruit Talk Soft Candy baik sebanyak tiga orang (30 persen). Warna dari Fruit Talk Soft Candy sangatlah alami, sehingga tampak tidak segar, karena Fruit Talk Soft Candy tidak menggunakan bahan tambahan pewarna. Sebanyak 70 persen konsumen menilai tidak baik warna dari Fruit Talk Soft Candy dikarenakan belum mengetahui komposisi Fruit Talk Soft Candy sebenarnya. Sebaran responden dalam menilai warna Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 39. Tabel 39. Sebaran Responden dalam Menilai Warna Fruit Talk Soft Candy No 1 2 3
Karakteristik Responden Warna Baik Sekali Baik Kurang Baik Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 0 3 7 10
0 30 70 100
3. Struktur Fruit Talk Soft Candy Struktur Fruit Talk Soft Candy dinilai baik sekali oleh enam orang responden (60 persen) dan sebanyak empat orang (40 persen) konsumen menilai baik sekali. Struktur Fruit Talk Soft Candy kenyal, lembut dan berserat. Sehingga baik untuk cemilan sekaligus melancarkan pencernaan. Sebaran responden dalam menilai struktur Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 40. Tabel 40. Sebaran Responden dalam Menilai Struktur Fruit Talk Soft Candy No 1 2
Karakteristik Responden Struktur Baik Sekali Baik Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 6 4 10
60 40 100 71
4. Ketahanan Produk Responden yang menilai ketahanan produk Fruit Talk Soft Candy tahan lama dan kurang tahan lama pada konsumen potensial masing- masing sebanyak enam orang (60 persen). Fruit Talk Soft Candy merupakan produk kering, sehingga mayoritas dan kenyataannya produk ini bisa bertahan sampai empat bulan dalam lemari es, dan masih enak dikonsumi karena tanpa bahan pengawet. Sebaran responden dalam menilai ketahanan Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 41. Tabel 41. Sebaran Responden dalam Menilai Ketahanan Produk No 1 2 3 4
Karakteristik Responden Ketahanan Tahan Lama Sekali Tahan Lama Kurang Tahan Lama Tidak Tahan Lama Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 1 6 3 0 10
10 60 30 0 100
5.4.10. Penilaian Terhadap Harga Fruit Talk Soft Candy Harga jual produk Fruit Talk Soft Candy di pasar kemasan 50 gram adalah Rp 10.000,00 per bungkus Konsumen potensial sebanyak tiga orang (30 persen). Harga dari Fruit Talk Soft Candy
masih belum bersaing jika dibandingkan
dengan permen lunak lainnya. Karena Fruit Talk Soft Candy merupakan barang substitusi dari permen lunak import yang juga memiliki kandungan gizi yang baik, sehingga apabila dibandingkan dengan produk lokal, Fruit Talk Soft Candy masih terbilang mahal. Sebaran responden dalam menilai harga Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 42. Tabel 42. Sebaran Responden Terhadap Harga Fruit Talk Soft Candy No 1 2
Karakteristik Responden Harga Murah Mahal Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 3 7 10
30 70 100
72
5.4.11. Penilaian Terhadap Ke masan Fruit Talk Soft Candy Kemasan yang digunakan produk Fruit Talk Soft Candy adalah aluminium foil ukuran 50 gram. Konsumen yang menilai kemasan Fruit Talk Soft Candy baik sebanyak lima orang (50 persen) menilai kemasan Fruit Talk Soft Candy baik sekali. Aluminium foil sebenarnya adalah kemasan yang baik untuk melindungi produk dari kelembaban, sehingga tidak memudahkan produk rusak, namun sebagian konsumen menilai bahwa desain kemasan Fruit Talk Soft Candy yang masih perlu diperbaiki. Sebaran responden dalam menilai kemasan Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 43. Tabel 43. Sebaran Responden Terhadap Kemasan Fruit Talk Soft Candy No 1 2 3
Karakteristik Responden Kemasan Baik Sekali Baik Kurang Baik Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 1 5 4 10
10 50 40 100
5.4.12. Penilaian Setelah Mengkonsumsi Fruit Talk Soft Candy 1. Manfaat Sebagian besar responden Fruit Talk Soft Candy sebanyak tujuh orang (70 persen) mengkonsumsi Fruit Talk Soft Candy sebagai cemilan sehat. Hal tersebut berarti konsumen seudah mengetahui manfaat dari buah pepaya dan nanas, yang diolah menjadi Fruit Talk Soft Candy. Sebaran responden dalam menilai manfaat Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 44. Tabel 44. Sebaran Responden dalam Menilai Manfaat Produk No 1 2
Karakteristik Responden Manfaat Cemilan Sehat Ikut- ikutan Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 7 3 10
70 30 100
2. Tingkat Kepuasan Berdasarkan Tabel 45 sebanyak responden enam orang (60 persen) menyatakan puas setelah mengkonsumsi Fruit Talk Soft Candy. Hal ini berarti 73
konsumen yang loyal untuk tetap mengkonsumsi merupakan konsumen yang menilai bahwa atribut Fruit Talk Soft Candy yang diharapkan sesuai dengan kenyataanya. Sebaran Tingkat Kepuasan Responden Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 45. Tabel 45. Sebaran Tingkat Kepuasan Responden Fruit Talk Soft Candy No 1 2 3 4
Karakteristik Responden Tingkat Kepuasan Sangat Puas Puas Biasa Saja Kurang Puas Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 0 6 1 3 10
5 60 10 30 100
3. Rekomendasi Produk Responden yang pernah merekomendasikan produk Fruit Talk Soft Candy kepada orang lain adalah sebanyak empat orang (40 persen). Tingkatan kepuasaan menunjukkan adanya kesesuaian antara harapan responden dengan kenyataa n produk Fruit Talk Soft Candy yang dikonsumsi terhadap atribut Fruit Talk Soft Candy yang disukainya seperti rasa, warna, dan struktur Fruit Talk Soft Candy. Sebaran responden dalam merekomendasikan Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 46. Tabel 46. Sebaran Responden dalam Merekomendasikan Produk No 1 2
Karakteristik Responden Rekomendasi Pernah (akan) Tidak Jumlah
Konsume n Potensial Jumlah (orang) % 4 6 10
40 60 100
Dari karakteristik responden Fruit Talk Soft Candy penilaian terhadap produk Fruit Talk Soft Candy masih terbilang mahal, karena responden masih dalam tahap pengenalan terhadap produk tersebut. Responden menilai harga Fruit Talk Soft Candy mahal sebesar 70 %. Tingkat pengeluaran konsumsi makanan responden berpengaruh terhadap penjualan Fruit Talk Soft Candy, dilihat dari Tabel 35 tingkat pengeluaran konsumsi makanan mendominasi pada responden 74
dengan > Rp 1.200.000 per bulan, artinya responden dalam memenuhi kebutuhan makanan masih mampu untuk mengkonsumsi Fruit Talk Soft Candy. Penilaian responden setelah mengkonsumsi Fruit Talk Soft Candy untuk merekomendasikan Fruit Talk Soft Candy ternyata hanya 40 % saja, artinya dalam penilaian Fruit Talk Soft Candy responden masih menganggap produk tersebut belum menunjukkan kesesuaian dengan harapan yang mereka inginkan, misalnya responden masih menganggap produk Fruit Talk Soft Candy mahal, sehingga produk tersebut tidak akan direkomendasikan.
75
VI ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUK DAN RENTANG HARGA 6.1. Perhitungan OP (min) Perhitungan OP (min) dilakukan melalui beberapa tahapan, diantaranya yaitu identifikasi seluruh biaya produksi dan non produksi baik yang bersifat tetap maupun variabel. Menganalisis harga pokok produksi melalui pendekatan full costing
untuk
mendapatkan
nilai harga pokok
produk
per
unit dan
mengidentifikasi OP (min). 6.2. Identifikasi Biaya-Biaya Produksi dan Non Produksi KWT Turi Proses produksi Jus Jambu Merah (JJM) yang dilakukan KWT Turi secara umum bersifat berkelanjutan dan dilakukan dalam jumlah yang kecil sehingga pengelompokan biaya dilakukan dengan metode proses produksi. Dalam melakukan metode proses produksi, biaya dikelompokkan menjadi biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja baik tenaga langsung dan tenaga kerja tidak langsung serta biaya overhead pabrik. 6.2.1. Biaya Bahan Baku Utama Biaya bahan baku utama yang digunakan untuk produk JJM yaitu biaya pembelian buah jambu, gula, bahan tambahan pangan (natrium benzoat, kalium sorbat, CMC, asam sitrat), dan air. Untuk memperoleh jambu biji tidak terlalu sulit karena daerah Sukaresmi merupakan sentra produksi jambu biji sehingga keberadaan bahan baku melimpah dan hampir selalu ada. Jambu biji dibeli langsung dari kelompok tani yang membudidayakan jambu biji di daerah Sukaresmi. Harga jambu biji dari petani yang dijual kepada KWT Turi adalah Rp 5.000,00 per kg. Sumber bahan baku lainnya, seperti gula dan bahan pangan lain dibeli langsung oleh bagian produksi dari toko dan pasar tradisional di Pasar Bogor. Biaya bahan baku utama JJM adalah sebesar Rp 179.000,00 untuk produksi 10 Kg JJM. 6.2.2. Biaya Bahan Pendukung Bahan pendukung yang digunakan untuk memproduksi JJM antara lain biaya botol, cup, sedotan, karton dan lakban. Total biaya bahan pe ndukung untuk
menghasilkan 10 Kg JJM cup sebesar Rp 73.500,00 sedangkan untuk total biaya pendukung 10 Kg JJM Botol sebesar Rp 339.000,00. 6.2.3. Biaya Tenaga Ke rja Langs ung Biaya tenaga langsung di KWT Turi adalah biaya pekerja yang langsung menangani proses produksi JJM. Tenaga kerja yang dimiliki KWT Turi berjumlah lima orang yang terdiri dari satu orang pimpinan kelompok, satu orang bagian administrasi, dua orang bagian produksi dan satu orang bagian pemasaran. Sistem pemberian upah didasarkan atas jumlah hari kerja tenaga kerja atau berapa kali tenaga kerja melakukan pekerjaan produksi selama satu bulan. Pembayaran upah dilakukan setiap kali produksi. Jika ada pekerjaan tambahan atau ada order tambahan maka tenaga kerja akan diberikan bonus atau insentif. Biaya tenaga kerja langsung untuk produksi 10 Kg JJM sebesar Rp 29.000,00. 6.2.4. Biaya Produksi Tidak Langsung (Biaya Overhead Pabrik) Biaya Overhead Pabrik merupakan biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya yang termasuk ke dalam biaya overhead pabrik yaitu, biaya penyusutan mesin dan peralatan, biaya penyusutan bangunan, pemakaian listrik, pemakaian air dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Namun di KWT Turi saat ini hanya memperhitungkan biaya listrik saja, untuk memproduksi 10 Kg JJM maka biaya listrik yang dibebankan sebesar Rp 7.250,00. 6.2.5. Perhitungan Harga Pokok Metode KWT Turi Metode penetapan harga pokok produksi yang digunakan oleh KWT Turi selama ini yaitu dengan menjumlahkan biaya bahan baku dengan biaya non bahan baku per 10 Kg JJM. Biaya bahan baku merupakan biaya atas pembelian bahan baku JJM yang terdiri dari buah jambu, gula, bahan tambahan pangan (natrium benzoat, kalium sorbat, CMC, asam sitrat), dan air. Biaya non bahan baku terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Bia ya langsung merupakan penjumlahan dari biaya tenaga kerja langsung dan biaya bahan penolong. Biaya tidak langsung yang digunakan dalam perhitungan harga pokok yaitu biaya pemakaian listrik. Biaya bahan baku kemudian dijumlahkan dengan biaya non bahan baku sehingga didiperoleh harga pokok produksi JJM per 10 Kg. Setelah 77
itu, harga pokok JJM per cup atau per botolnya dibagi berdasarkan jumlah kemasan yang dihasilkan per 10 Kg JJM, untuk kemasan cup jumlah JJM yang dihasilkan sebanyak 290 cup, sedangkan untuk kemasan botol sebanyak 180 botol. Untuk lebih jelasnya perhitungan harga pokok metode yang digunakan KWT Turi selama ini dapat dilihat pada Tabel 47. Tabel 47. Perhitungan Harga Pokok JJM Metode KWT Turi Item
Satuan
Harga (Rp)
Total (Rp)
Juml ah
% Biaya Cup
% Biaya Botol
A. Bahan-Bahan Jambu Merah
Kg
5.000,00
15
75.000,00
25,97
13, 53
Gu la
Kg
12.000,00
5
60.000,00
20,78
10,83
Air
Ltr
300,00
50
15.000,00
5,20
2,70
> Benzoat
mg
2500
5.000,00
1,73
0,90
> Kaliu m Sorbat
mg
2500
7.500,00
2,60
1,36
> CM C
mg
3000
15.000,00
5,20
2,70
> Asam Sit rat
mg
1000
1.500,00
0,52
0,27
179.000,00
62,00
32,30
B. Sub Total C. Produksi Cup Cup
Pcs
125,00
290
36.250,00
12,55
Straw
Pcs
25,00
290
7.250,00
2,51
2.500,00
12
30.000,00
10,39
Listrik
7.250,00
2,51
Upah
29.000,00
10,04
D. Sub Total
109.750,00
38,00
HPP Total (B + D)
288.750,00
100
Karton
HPP JJ M C up 10 Kg Produksi/Jumlah Produksi Cup
996,00
E. Produksi Botol 1.800,00
180
324.000,00
58,46
2.500,00
6
15.000,00
2,70
Listrik
7.250,00
1,31
Upah
29.000,00
5,23
Sub Total
375.250,00
67,70
HPP Total (B + F)
554.250,00
100
Botol
Pcs
Karton
F.
HPP JJ M B otol 10 Kg Produksi /Jumlah Produksi Botol
3.079,00
6.2.6. Perhitungan Harga Pokok Metode Full Costing Metode full costing
membebankan harga pokok produk dengan
menjumlahkan biaya produksi dan biaya non produksi. Penetapan harga pokok 78
produksi JJM metode full costing yaitu dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik baik yang bersifat tetap maupun variabel. Penetapan harga pokok produksi per unit diperoleh dengan cara membagi biaya produksi dengan jumlah produksi. Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam Tabel 48. Tabel 48. Harga Pokok Produksi Menurut Metode Full Costing
Jambu Merah
Kg
5.000,00
15
75.000,00
21,72
% Biaya Botol 12,28
Gu la
Kg
12.000,00
5
60.000,00
17,38
9,82
Air
Ltr
300,00
50
15.000,00
4,34
2,46
> Benzoat
mg
2500
5.000,00
1,45
0,82
> Kaliu m Sorbat
mg
2500
7.500,00
2,17
1,23
> CM C
mg
3000
15.000,00
4,34
2,46
> Asam Sit rat
mg
1000
1.500,00
0,43
0,25
179.000,00
51,85
29,30
Item
Satuan
Harga (Rp)
Juml ah
A. Bi aya B ahan Baku Cup
% Biaya Cup
Total (Rp)
Pcs
125,00
290
36.250,00
10,50
Pcs
25,00
290
7.250,00
2,10
2.500,00
12
30.000,00
8,69
B. Biaya Bahan Pendukung Cup
73.500,00
21,29
C. Bi ayaTenaga Kerja
29.000,00
8,40
4,75
7.250,00
2,10
1,19
Penyusutan Peralatan
36.486,00
10,57
5,97
Biaya Bahan Bakar
20.000,00
5,79
3,27
18,46
10,44 53,05
Straw Karton
Listrik
D. Bi aya Overhead Pabrik Botol Pcs
1.800,00
180
63.736,00 324.000,00
Karton
2.500,00
6
15.000,00
2,46
339.000,00
55,51
E. Biaya Bahan Pendukung Botol
JJM CUP TOTAL B IAYA C UP (A+B +C+D) TOTAL PRODUKS I
345.236,00 290 1.190,00
HPP
JJM B OTOL TOTAL B IAYA B OTOL (A+B+D+E) TOTAL PRODUKS I HPP
610.376,00 180 3.392,00
Selama ini mesin dan peralatan pengolahan produksi JJM masih dalam status pinjaman dari Dinas Pertanian Departemen Agribisnis Bogor, sehingga 79
untuk biaya penyusutan mesin dan peralatan tidak dilakukan dalam perhitungan metode full costing. Penetapan harga pokok produksi per unit diperoleh dengan cara membagi biaya produksi dengan jumlah produksi. Harga pokok produk JJM metode full costing untuk produksi 10 kg JJM kemasan cup Rp 1.190,00 per cup dan untuk kemasan botol Rp 3.392,00 per botol. Dari hasil perhitungan di atas, biaya bahan penolong pada produksi JJM botol terlalu besar melebihi biaya bahan baku yaitu sebesar 55,51 persen dari total biaya produksi, sehingga terjadi pembengkakan biaya produksinya. Efisiensi biaya atas biaya bahan pendukung pada produksi JJM botol bisa saja di minimalisir asalkan perusahaan mampu memproduksi dalam skala yang besar, namun saat ini KWT Turi hanya mampu memproduksi berdasarkan pesanan. Dalam hal pembelian bahan pendukung pada produksi JJM botol harga botol dalam pembelian partai kecil (kurang dari 5.000 botol) adalah Rp 1.000,00 per botol sedangkan untuk pembelian dalam partai besar (> 5.000 boto l) harga botol Rp 700,00 per botol. 6.2.7. Perbandingan Perhitungan Harga Pokok Berdasarkan Metode Perusahaan dan Metode Full Costing Harga pokok JJM dengan menggunakan metode full costing lebih tinggi dibandingkan dengan harga pokok metode perusahaan. Selisih tersebut adalah Rp 194,00 untuk kemasan cup dan Rp 313,00 untuk kemasan botol. Selisih ini terjadi karena dalam perhitungan harga pokok yang dilakukan oleh KWT Turi tidak mengakumulasikan seluruh biaya yang menjadi bagian dari biaya produksi dan non produksi seperti biaya penyusutan peralatan, dan biaya bahan bakar untuk pemasaran. KWT Turi hanya mengakumulasikan biaya yang sifatnya variabel saja. Perhitungan harga pokok menggunakan metode perusahaan sebenasrnya masih memperoleh laba, karena harga jual masing- masing produk masih berada diatas harga pokok berdasarkan penggunaan metode full costing, namun margin harga yang diterima oleh perusahaan menjadi berkurang. Selama ini perusahaan sebenarnya hanya memperoleh laba sebesar Rp 310,00 kemasan cup dan Rp 108,00 untuk kemasan botol.
80
6.2.8. OP (min) Nilai OP (min) untuk JJM terbentuk dari nilai harga pokok produk berdasarkan metode full costing ditambah dengan persentase laba minimum yang diharapkan perusahaan. Nilai harga pokok produk per kemasan berdasarkan metode full costing sebesar Rp 3.392,00 per botol dan sebesar Rp 1.190,00 per cup sedangkan persentase laba yang diharapkan oleh KWT Turi selama ini adalah 50 persen untuk kemasan cup dan 12 persen untuk kemasan botol sehingga nilai OP (min) sebesar Rp 1.785,00 per cup dan Rp 3.800,00 per botol. 6.3. Perhitungan CP (Max) Perhitungan CP (max) dapat dilakukan melalui analisis sensitivitas harga untuk mendapatkan tingkat harga tertinggi/maksimum dari sisi konsumen terhadap JJM. Kemasan cup dijual dengan harga Rp 1.500,00 per unitnya dan kemasan botol dijual kepada pelanggan dengan harga Rp 3.500,00 per botol. Untuk harga ditingkat konsumen diserahkan langsung kepada penjual atau pengecer untuk menentukan harga jualnya. 6.3.1. Analisis Sensitivitas Harga Data tabulasi Price Sensitivity Metres yang ada pada Lampiran 1 sampai dengan 4 dibuat kurva untuk masing- masing kelompok harga sangat murah, murah, mahal dan sangat mahal. Selain itu di buat kurva untuk kelompok harga tidak murah dan tidak mahal. Dari kurva-kurva yang terbentuk, maka akan diperoleh titik PMC, PME, OPP dan IPP. Hasil survei yang dilakukan terhadap 20 responden aktual yang merupakan pelanggan KWT Turi yang berada di Bogor yang membeli JJM, dan 20 responden potensial yang merupakan konsumen yang dipilih dengan teknik non-probability sampling yaitu judgement sampling dengan pertimbangan variasi kelas pendapatan, yaitu rendah dan menengah ke atas. Masing- masing responden potensial diberikan tester JJM, kemudian mengisi kuesioner yang berhubungan dengan karakteristik responden dan penilaian responden terhadap JJM.
6.3.1.1. Kons umen Aktual JJM Konsumen aktual merupakan responden yang melakukan pembelian JJM baik secara langsung ke KWT Turi maupun dengan cara memesan produk JJM. 81
Berdasarkan data pada Lampiran 1 dan 2, langkah selanjutnya adalah membuat kurva untuk masing- masing kelompok harga sangat murah, murah dan sangat mahal. Selain itu dibuat kurva untuk kelompok harga tidak murah dan tidak mahal sehingga diperoleh titik OPP, IPP, PME dan PMC. Kurva PMC, PME, OPP dan IPP terhadap responden aktual terdapat pada Gambar 13 dan 14. Titik PMC diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Murah dengan Tidak Murah jika ditarik ke sumbu X (harga). Berdasarkan analisis sensitivitas harga, titik PMC responden aktual berada pada tingkat harga Rp 1.580,00 per cup dan Rp 4.086,00 per botol. Titik PME diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Mahal dengan kurva Tidak Mahal. Berdasarkan analisis sensitivitas harga, titik PME untuk JJM berada pada harga Rp 2.409,00 per cup dan Rp 4.923,00 per botol. Rentang harga yang dapat diterima oleh konsumen (Range of Acceptable Price). RAP JJM berkisar antara Rp 1.580,00 sampai dengan Rp 2.409,00 per cup, dan untuk botol berkisar antara Rp 4.086,00 sampai dengan Rp 4.923,00 per botol. Dengan demikian sebaiknya, perusahaan tidak menetapkan harga dibawah Rp 1.580,00 per cup dan Rp 4.086,00 per botol karena menurut konsumen harga tersebut terlalu murah sehingga konsumen meragukan kualitas jus tersebut. Selanjutnya bila harga JJM melebihi Rp 2.409,00 per cup dan Rp 4.923,00 per botol maka konsumen tidak mau membelinya karena harga tersebut terlalu mahal dari nilai yang diperolehnya. Titik IPP diperoleh dari perpotongan antara kurva Murah dan Mahal. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas harga, titik IPP untuk responden aktual berada pada harga Rp 1.980,00 per cup dan Rp 4.464,00 per botol. Titik OPP diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Murah dengan Sangat Mahal. Titik ini merupakan tingkat harga yang optimum bagi perusahaan. Berdasarkan analisis sensitivitas harga, titik OPP untuk responden aktual berada pada harga Rp 1.950,00 per cup dan Rp 4.550,00 per botol. Daerah antara OPP dan IPP merupakan daerah harga yang ideal bagi perusahaan untuk menetapkan harga produk. Dengan demikian, harga Rp 1.965,00 per cup dan Rp 4.500,00 per botol merupakan harga ideal yang ditetapkan perusahaan untuk responden aktual.
82
PMC
IPP
PME
OPP
Gambar 13. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Aktual
PMC
IPP
OPP
PME
Gambar 14. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Aktual 6.3.1.2. Kons umen Potensial JJM Konsumen potensial adalah responden yang dipilih berdasarkan teknik non-probability sampling yaitu judgement sampling dengan pertimbangan variasi kelas pendapatan, yaitu rendah dan menengah ke atas. Setelah data di Lampiran 3 dan 4 diolah langkah selanjutnya membuat kurva untuk masing- masing kelompok harga sangat murah, murah dan sangat mahal. Selain itu dibuat kur va untuk kelompok harga tidak murah dan tidak mahal sehingga diperoleh titik OPP, IPP, PME dan PMC. Kurva PMC, PME, OPP dan IPP terhadap responden potensial terdapat pada Gambar 15 dan 16. Titik PMC diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Murah dengan Tidak Murah jika ditarik ke sumbu X (harga). Berdasarkan analisis sensitivitas 83
harga, titik PMC responden potensial berada pada tingkat harga Rp 1.595,00 per cup dan Rp 4.008,00 per botol. Titik PME diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Mahal dengan kurva Tidak Mahal. Berdasarkan analisis sensitivitas harga, titik PME untuk JJM berada pada harga Rp 2.416,00 per cup dan Rp 4.914,00 per botol. Rentang harga yang dapat diterima oleh konsumen (Range of Acceptable Price). Nilai RAP JJM berkisar antara Rp 1.595,00 sampai dengan Rp 2.416,00 per cup, dan untuk botol berkisar antara Rp 4.008,00 sampai dengan Rp 4.914,00 per botol. Dengan demikian sebaiknya, perusahaan tidak menetapkan harga dibawah Rp 1.595,00 per cup dan Rp 4.008,00 per botol karena menurut konsumen harga tersebut terlalu murah sehingga konsumen meragukan kualitas jus tersebut. Selanjutnya bila harga JJM melebihi Rp 2.416,00 per cup dan Rp 4.914,00 per botol maka konsumen tidak mau membelinya karena harga tersebut terlalu mahal dari nilai yang diperolehnya. Titik IPP diperoleh dari perpotongan antara kurva Murah dan Mahal. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas harga, titik IPP untuk responden potensial berada pada harga Rp 2.083,00 per cup dan Rp 4.428,00 per botol. Titik OPP diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Murah dengan Sangat Mahal. Titik ini merupakan tingkat harga yang optimum bagi perusahaan. Berdasarkan analisis sensitivitas harga, titik OPP untuk responden potensial berada pada harga yang berkisar dari Rp 1.800,00 sampai dengan Rp 1.900,00 per cup dan Rp 4.095,00 per botol. Daerah antara OPP dan IPP merupakan daerah harga yang ideal bagi perusahaan untuk menetapkan harga produk. Dengan demikian, harga Rp 1.966,00 per cup dan Rp 4.261,00 per botol merupakan harga ideal yang ditetapkan perusahaan untuk konsumen potensial.
84
PMC
OPP
IPP
PME
Gambar 15. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Potensial PMC
OPP
IPP
PME
Gambar 16. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Potensial Berikut ini merupakan Tabel perbandingan antara sensitivas harga untuk konsumen aktual dan konsumen potensial. Berdasarkan Tabel 49 dan Tabel 50 masing- masing nilai PMC dan PME pada konsumen potensial pada kemasan cup lebih kecil dibandingkan dengan nilai PMC dan PME, begitu juga pada kemasan botol nilai PMC, IPP, OPP dan PME lebih kecil dibandingkan dengan nilai PMC, IPP, OPP dan PME pada konsumen aktual.
85
Tabel 49. Hasil Analisis Sensitivas Harga JJM Kemasan Cup Analisis Sensitivitas Harga Konsumen Aktual Konsumen Potensial
PMC (Rp)
IPP (Rp)
1.580,00
1.980,00
1.595,00
1.800,00 1900,00
RAP (Rp) 1.580,00 2.409,00 1.595,002.416,00
OPP (RP) 1.950,0 0 2.083,0 0
PME (Rp) 2.409,00 2.416,00
Tabel 50. Hasil Analisis Sensitivas Harga JJM Kemasan Botol Analisis Sensitivitas Harga Konsumen Aktual Konsumen Potensial
PMC (Rp)
IPP (Rp)
4.086,00
4.464,00
4.008,00
4.095,00
RAP (Rp) 4.086,00 4.923,00 4.008,004.914,00
OPP (RP) 4.550,0 0 4.428,0 0
PME (Rp) 4.923,00 4.914,00
6.3.2. Identifikasi CP (Max) CP (Max) merupakan harga maksimum dari sisi konsumen yang mampu dibayarkan konsumen terhadap suatu produk. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas harga, tingkat harga maksimum untuk konsumen aktual yaitu Rp 2.409,00 per cup dan Rp 4.923,00 per botol, sedangkan pada konsumen potensial tingkat harga maksimumnya sebesar Rp 2.416,00 per cup dan Rp 4.914,00 per botol. 6.4. Perhitungan Zona Fleksibilitas Zona fleksibilitas merupakan suatu daerah yangg terbentuk diantara OP (min) dan CP (max) sebagai daerah fleksibilitas harga. Dengan kata lain, zona fleksibilitas dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan penetapan harga yang ditawarkan oleh produsen terhadap konsumen karena dengan adanya zona fleksibilitas produsen atau perusahaan dapat mengetahui harga jual minimum dari sisi perusahaan dan kemampuan membayar maksimum dari sisi konsumen terhadap produk yang ditawarkan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan baik untuk responden dengan kategori kelompok konsumen aktual maupun konsumen potensial, nilai OP (min) yang berasal dari harga jual minimum perusahaan terhadap JJM bernilai sebesar Rp 3.800,00 per botol dan Rp 1.785,00 per cup. 86
6.4.1. Zona Fleksibilitas Konsumen Aktual Zona fleksibilitas untuk konsumen aktual berkisar antara Rp 1.785,00 sampai dengan Rp 2.409,00 per cup dan berkisar antara Rp 3.800,00 sampai dengan Rp 4.923,00 per botol, artinya dari selang harga tersebut perusahaan dapat menentukan kebijakan dalam menaikan atau memberikan potongan harga. Berdasarkan analisis sensitivitas harga, harga ideal JJM adalah berkisar antara Rp 1.965,00 per cup dan Rp 4.500,00 per botol sehingga interaksi tawar menawar antara produsen dan konsumen terdapat posisi win-win. Posisi ini merupakan posisi yang paling ideal karena KWT Turi mendapatkan keuntungan sebesar 31 persen untuk JJM cup dan 18 persen untuk JJM botol dari harga awal dan konsumen membayar kurang dari Rp 2.409 per cup dan Rp 4.923 per botol. Gambar zona fleksibilitas KWT Turi terhadap produk JJM untuk konsumen aktual dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18. Zona Fleksibilitas
Murah
Mahal Rp 1.785 OP (min)
Rp 2.409 CP (max)
KWT Turi
Konsumen Aktual Harga (Rp) Gambar 17. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Cup Konsumen Aktual
Zona Fleksibilitas
Murah
Mahal Rp 3.800 OP (min) KWT Turi
Rp 4.923 CP (max) Konsumen Aktual
Harga (Rp) Gambar 18. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Botol Konsumen Aktual 6.4.2. Zona Fleksibilitas Konsumen Potensial 87
Zona fleksibilitas untuk konsumen potensial berkisar antara Rp 1.785,00 sampai dengan Rp 2.416,00 per cup dan berkisar antara Rp 3.800,00 sampai dengan Rp 4.914,00 per botol. Pada kisaran harga tersebut KWT Turi dapat menentukan kebijakan dalam menaikan atau memberikan potongan harga. Berdasarkan analisis sensitivitas harga, harga ideal JJM adalah berkisar antara Rp 1.966,00 per cup dan Rp 4.261,00 per botol sehingga interaksi tawar menawar antara produsen dan konsumen terdapat posisi win-win. Posisi ini merupakan posisi yang paling ideal karena KWT Turi mendapatkan keuntungan sebesar 38 persen untuk JJM cup dan 12 persen untuk JJM botol dari harga awal dan konsumen membayar kurang dari Rp 2.416,00 per cup dan Rp 4.914,00 per botol. Gambar zona fleksibilitas KWT Turi terhadap produk JJM untuk konsumen potensial dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20. Zona Fleksibilitas
Murah
Mahal Rp 1.785 OP (min)
Rp 2.416 CP (max)
KWT Turi
KonsumenPotensial
Harga (Rp) Gambar 19. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Cup Konsumen Potensial Zona Fleksibilitas
Murah
Mahal Rp 3.800 OP (min) KWT Turi
Rp 4.914 CP (max) KonsumenPotensial
Harga (Rp) Botol Konsumen Potensial Gambar 20. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Berdasarkan penggunaan metode full costing dalam penetapan harga pokok KWT Turi hanya memperoleh margin sebesar Rp 310,00 atau sektiar 31 persen untuk kemasan cup sedangkan pada kemasan botol KWT Turi hanya memperoleh margin sebesar 3 persen saja atau setara dengan Rp 108,00 per botol 88
nya, sedangkan selama ini KWT Turi mengharapkan margin sebesar sektar 50 persen untuk kemasan cup dan 12 persen untuk kemasan botol. Namun demikian, dalam zona fleksibilitas nilai OP (min) pada produk JJM masih di atas harga jual produk saat ini artinya perusahaan dapat mempertimbangkan untuk menaikkan harga produk dalam rentang harga yang ada di zona fleksibiltas harga. 6.4.3. Analisis R/C Analisis R/C digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usaha sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan perusahaan untuk menjalankan usahanya. Usaha akan efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp 1,00. Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C<1) maka dikatakan bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih kecil dari Rp 1,00 sehingga usaha dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C, semakin menguntungkan usaha tersebut.
Gambar 21. Grafik Penjualan Jus Jambu Merah Juni 2009 – 2010 Su mber : KWT Tu ri 2010 (dio lah)
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa penerimaan hasil penjualan JJM tidak terjadi pada setiap bulannya, hal ini karena KWT Turi masih menghadapi kendala dalam pemasaran produknya, sehingga produksi hanya dilakukan ketika ada pemesanan dari pelanggan. Penerimaan penjulan JJM kemasan Cup selama periode bulan Juni 2009 - Juni 2010 sebesar Rp 2.910.000,00 sedangkan 89
penerimaan penjualan JJM kemasan Botol selama bulan Juni 2009 – Mei 2010 adalah sebesar Rp 1.851.000,00. Tabel 51. Rata-rata Penerimaan Biaya, Pendapatan dan R/C rasio Jus Jambu Merah Cup (Juni 2009 – Juni 2010) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Komponen Penerimaan Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Biay Total Pendapatan atas biaya Tunai Pendapatan atas biaya Total R/C atas biaya Tunai R/C atas biaya Total
Nilai (Rp) 2.910.000,00 1.931.738,00 36.846,00 1.968.584,00 978.263,00 941.417,00 1,51 1,20
Sumber : KWT Turi 2010 (d iolah)
Tabel 52. Rata-rata Penerimaan Biaya, Pendapatan dan R/C rasio Jus Jambu Merah Botol (Juni 2009 – Mei 2010) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Komponen Penerimaan Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Biay Total Pendapatan atas biaya Tunai Pendapatan atas biaya Total R/C atas biaya Tunai R/C atas biaya Total
Nilai (Rp) 1.851.000,00 1.539.583,00 36.846,00 1.576.429,00 311.417,00 274.571,00 1,20 1,17
Sumber : KWT Turi 2010 (d iolah)
Hasil perhitungan analsis R/C atas biaya tunai untuk JJM kemasan cup adalah 1,51 dan JJM kemasan botol sebesar 1,20. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00 menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,51 untuk JJM kemasan cup dan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,20 untuk JJM kemasan botol. Nilai R/C lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usaha JJM di KWT Turi mampu memberikan keuntungan karena penerimaannya lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
6.5. Identifikasi Biaya-Biaya Produksi dan Non Produksi LPPM PKBT Proses produksi Fruit Talk Soft Candy yang dilakukan LPPM PKBT secara umum bersifat berkelanjutan dan dilakukan dalam jumlah yang kecil 90
dengan sifat produk yang sehingga pengelompokan biaya dilakukan dengan metode proses produksi. Ketersediaan bahan baku secara kontinu, merupakan salah satu faktor utama yang harus diperhatikan dalam pembuatan produk tertentu. Dalam proses produksi pembuatan Fruit Talk Soft Candy, bahan baku yang digunakan adalah buah pepaya dan nanas. Sedangkan bahan penujang dalam pembuatan Fruit Talk Soft Candy adalah gula dan ekstrak rumput laut. Dalam pembuatan bubur pepaya dan nanas tidak menggunakan bahan bakar minyak tanah, melainkan menggunakan gas elpiji ukuran 12 kg. Untuk kemasan yang digunakan yaitu alumunium foil, pada kemasan tercantum nama merek, nomor PIRT, nomor BP POM, nomor SIUP, komposisi bahan baku dan lokasi produksi. Kelengkapan peralatan dari LPPM PKBT adalah memiliki alat produksi yang lengkap dan modern. Sehingga dalam proses produksi pembuatan Fruit Talk Soft Candy, tidak dikerjakan secara manual. Peralatan modern yang digunakan dalam produksi soft candy, misalnya tungku dan pengaduk otomatis serta oven listrik. Selain itu peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan Fruit Talk Soft Candy adalah blender, panci, pisau, pisau bergerigi, loyang, timbangan, alat pengepres, show case, dan cooler. Dalam melakukan metode proses produksi, biaya dikelompokkan menjadi biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja baik tenaga langsung dan tenaga kerja tidak langsung serta biaya overhead pabrik. 6.5.1. Biaya Bahan Baku Utama Biaya bahan baku utama yang digunakan untuk Fruit Talk Soft Candy yaitu biaya pembelian buah pepaya, buah nanas, rumput laut, dan gula. Untuk memperoleh nanas dan pepaya tidak sulit karena bahan baku diperoleh dari kebun PKBT Tajur. Harga nanas dan pepaya yang dijadikan untuk bahan baku produksi Fruit Talk Soft Candy tidak sama dengan harga nanas dan pepaya yang ada di pasar. Sumber bahan baku lainnya, seperti gula dan rumput laut dibeli langsung oleh bagian produksi dari toko dan pasar tradisional di Pasar Bogor. Biaya bahan baku utama Fruit Talk Soft Candy adalah sebesar Rp 3.340.000,00 per bulan.
91
6.5.2. Biaya Bahan Pendukung Bahan pendukung yang digunakan untuk memproduksi Fruit Talk Soft Candy antara lain biaya kemasan alumunium foil, stiker, dan tinta permanen. Total biaya bahan penolong sebesar Rp 1.500.000,00 per bulan. 6.5.3. Biaya Tenaga Ke rja Langs ung Tenaga kerja yang dimiliki LPPM PKBT berjumlah enam orang. Namun untuk pelaksanaan kegiatan produksi tenaga kerja yang terlibat secara langsung adalah dua orang. Sistem pembayaran upah atau kompensasi yang diterapkan oleh pihak LPPM PKBT adalah sebulan sekali, dimana pembayaran upah diberikan setiap diawal bulan sebesar Rp. 500.000,00. Biaya tenaga kerja langsung untuk produksi sebesar Rp 1.000.000,00 per bulan. 6.5.4. Biaya Produksi Tidak Langsung (Biaya Overhead Pabrik) Biaya Overhead Pabrik merupakan biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya yang termasuk ke dalam biaya overhead pabrik yaitu, biaya penyusutan mesin dan peralatan, biaya penyusutan bangunan, pemakaian listrik, pemakaian air dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Biaya overhead pabrik untuk produksi Fruit Talk Soft Candy sebesar Rp 1.425.000,00 per bulan. 6.5.5. Perhitungan Harga Pokok Metode LLPM PKBT Metode penetapan harga pokok produksi yang digunakan oleh LPPM PKBT selama ini yaitu dengan menjumlahkan biaya bahan baku dengan biaya non bahan baku. Biaya bahan baku merupakan biaya atas pembelian bahan baku Fruit Talk Soft Candy. Biaya non bahan baku terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung merupakan penjumlahan dari biaya tenaga kerja langsung dan biaya bahan penolong. Biaya tidak langsung yang digunakan dalam perhitungan harga pokok yaitu biaya pemakaian listrik. Biaya bahan baku kemudian dijumlahkan dengan biaya non bahan baku sehingga didiperoleh harga pokok produksi Fruit Talk Soft Candy. Setelah itu, harga pokok Fruit Talk Soft Candy dibagi berdasarkan jumlah produksi yang dihasilkan. Jumlah produksi Fruit Talk Soft Candy yang dihasilkan sebanyak 60 92
Kg Fruit Talk Soft Candy. Untuk lebih jelasnya perhitungan harga pokok metode yang digunakan KWT Turi selama ini dapat dilihat pada Tabel 53. Tabel 53. Perhitungan Harga Pokok Fruit Talk Soft Candy Metode LPPM PKBT Item
Satuan
Harga (Rp)
Juml ah
Total (Rp)
% Biaya
Biaya per hari Nanas/Pepaya
kg
6.000,00
22
132.000,00
79,04
Pengental
kg
125.000,00
0,12
15.000,00
8,98
Gu la
kg
10.000,00
2
20.000,00
11,98
Sub Total
167.000,00
Biaya per bul an Bahan per hari
kg
167.000,00
20
3.340.000,00
57,94
Listrik
Kwh
150.000,00
2,60
Air
Liter
150.000,00
2,60
Gas Elpiji Bahan Bakar Minyak
kg
6.667,00
12
80.000,00
1,39
Liter
4.5000,00
10
45.000,00
0,78
1.000.000,00
17,35
1.000.000,00
17,35
Penyusutan Alat dan Bangunan Biaya Tenaga Kerja
500.000,00
2
Sub Total Rendemen 30% Soft Candy = 60 kg
5.765.000,00
Biaya Poko k Produksi
=Rp 5.765.000,00/60 kg
96.083,00
= 0,3 x Rp 96.083,00
28.825,00
=Rp 96.083,00 + Rp 28.825,00
124.908,00
Laba yang diharapkan 30 % Harga Soft Candy per kg Harga Soft Candy per gram
125,00
Harga Pok ok Soft Candy 50 gram Soft Candy
Gram
125,00
50
6.250,00
Kemasan (Aluminium Foil)
Sachet
1,00
500
500,00
Striker
Sachet
1,00
700
700,00
Tinta Exp ired Permanen
50,00
Harga Pok ok Produksi/50 gram
7.500
6.5.6. Perhitungan Harga Pokok Metode Full Costing Metode full costing
membebankan harga pokok produk dengan
menjumlahkan biaya produksi dan biaya non produksi. Penetapan harga pokok produksi Fruit Talk Soft Candy metode full costing yaitu dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik baik yang bersifat tetap maupun variabel. Sedangkan penetapan harga pokok produksi per unit diperoleh dengan cara membagi biaya produksi dengan jumlah produksi. Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam Tabel 54. 93
Harga pokok produk Fruit Talk Soft Candy metode full costing sebesar Rp 8.100,00 per kemasan 50 gram. Tabel 54. Harga Pokok Produksi Menurut Metode Full Costing Item
Satuan
Harga (Rp)
Juml ah
Total (Rp)
% Biaya
A. Biaya B ahan B aku Buah Nanas dan Pepaya
Kg
6.000,00
440
2.640.000,00
35,31
Pengental
Kg
125.000,00
2,4
300.000,00
4,01
Gu la
Kg
10.000,00
40
400.000,00
5,35
3.340.000,00
44,67
150.000,00
2,01
Sub Total B. Biaya Overhead Biaya Listrik
kwh
Biaya Bahan Bakar M inyak
Liter
4.500,00
10
45.000,00
0,60
Biaya Kemasan
Sachet
500,00
1.200
600.000,00
8,02
Biaya Stiker
Sachet
700,00
1.200
840.000,00
11,23
50,00
1.200
60.000,00
0,80
150.000,00
2,01
6.667,00
12
80.000,00
1,07
Biaya Penyusutan
1.212.121,00
16,21
Sub Total
3.137.121,00
41,96
1.000.000,00
13,37
7.477.121,00
100
Biaya Tinta Biaya PDAM Biaya Elp iji
Liter Kg
C. Biaya Tenaga Kerja Tenaga Kerja
500.000,00
2
TOTAL B IAYA (A+B +C) Total Produksi HP Produk/ Kg
Kg
60 124.619,00
HP Produk/50 gram
6.231,00
HPP + Laba 30%
8.100,00
Biaya penyusutan merupakan akumulasi dari biaya penyusutan peralatan, mesin dan bangunan pabrik. Biaya bahan bakar minyak diperhitungkan dalam biaya variabel untuk biaya pemasaran. Persentase biaya bahan baku memiliki nilai yang tinggi, artinya jika salah satu harga bahan baku berfluktuatif seperti harga gula dunia pada saat ini masih tinggi dan adanya isu penggunaan bio fuel dari tanaman tebu, maka harga gula akan terus mengalami fluktuasi, sehingga akan berpengaruh terhadap harga pokok produk. Berdasarkan harga pokok dengan menggunakan metode full costing LPPM PKBT sebenarnya memperoleh margin sebesar Rp 1.269,00 per bungkus dari harga jual yang diterapkan oleh LPPM PKBT. 94
6.5.7. Perbandingan Perhitungan Harga Pokok Berdasarkan Metode Perusahaan dan Metode Full Costing Harga pokok Fruit Talk Soft Candy dengan menggunakan metode full costing lebih tinggi dibandingkan dengan harga pokok metode perusahaan. Selisih tersebut adalah Rp 600,00 per kemasan. Selisih ini terjadi karena dalam perhitungan harga pokok yang dilakukan oleh Fruit Talk Soft Candy tidak mengakumulasikan seluruh biaya yang menjadi bagian dari biaya produksi dan non produksi seperti biaya penyusutan peralatan, dan biaya bahan bakar untuk pemasaran. 6.5.8. OP (min) Nilai OP (min) untuk Fruit Talk Soft Candy terbentuk dari nilai harga pokok produk berdasarkan metode full costing ditambah dengan persentase laba minimum yang diharapkan perusahaan. Nilai harga pokok produk per kemasan berdasarkan metode full costing sebesar Rp 8.100,00 per kemasan 50 gram. 6.6. Perhitungan CP (Max) Perhitungan CP (max) dapat dilakukan melalui ana lisis sensitivitas harga untuk mendapatkan tingkat harga tertinggi/maksimum dari sisi konsumen terhadap Fruit Talk Soft Candy. Satuan unit Fruit Talk Soft Candy yang dijual oleh LPPM PKBT yaitu ukuran 50 gram yang dikemas dalam kemasan aluminium foil. Harga produk Fruit Talk Soft Candy yang dijual oleh LPPM PKBT, yaitu Rp 7.500,00. Untuk harga ditingkat konsumen diserahkan langsung kepada penjual atau pengecer untuk menentukan harga jualnya. 6.6.1 Analisis Sensitivitas Harga Data tabulasi Price Sensitivity Metres yang ada pada Lampiran 5 dan 6 dibuat kurva untuk masing- masing kelompok harga sangat murah, murah, mahal dan sangat mahal. Selain itu di buat pula kurva untuk kelompok harga tidak murah dan tidak mahal. Dari kurva-kurva yang terbentuk, maka akan diperoleh titik PMC, PME, OPP dan IPP. Hasil survei yang dilakukan terhadap 20 responden potensial yang merupakan konsumen yang dipilih dengan teknik non-probability sampling yaitu judgement sampling dengan pertimbangan variasi kelas pendapatan, yaitu rendah dan menengah ke atas. 95
Setelah data di Lampiran 5 dan 6 diolah langkah selanjutnya membuat kurva untuk masing- masing kelompok harga sangat murah, murah dan sangat mahal. Selain itu dibuat kurva untuk kelompok harga tidak murah dan tidak mahal sehingga diperoleh titik OPP, IPP, PME dan PMC. Kurva PMC, PME, OPP dan IPP terhadap responden potensial terdapat pada Gambar 22 dan 23. Titik PMC diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Murah dengan Tidak Murah jika ditarik ke sumbu X (harga). Berdasarkan analisis sensitivitas harga, titik PMC Soft Candy Pepaya berada pada tingkat harga Rp 7.875,00 per bungkus dan titik PMC Soft Candy Nanas Rp 8.300,00 per bungkus. Titik PME diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Mahal dengan kurva Tidak Mahal. Berdasarkan analisis sensitivitas harga, titik PME untuk Soft Candy Peyaya berada pada harga Rp 12.416,00 per bungkus dan titik PME untuk Soft Candy Nanas berada pada harga Rp 11.166,00 per bungkus. Rentang harga Soft Candy Pepaya berkisar antara Rp 7.875,00 sampai dengan Rp 12.416,00 per bungkus, dan untuk Soft Candy Nanas berkisar antara Rp 8.300,00 sampai dengan Rp 11.166,00 per bungkus. Dengan demikian sebaiknya, perusahaan tidak menetapkan Soft Candy Pepaya dibawah harga Rp 7.875,00 per bungkus dan Soft Candy Nanas dibawah harga Rp 8.300,00 per bungkus karena menurut konsumen harga tersebut terlalu murah sehingga konsumen meragukan kualitas Fruit Talk Soft Candy tersebut. Selanjutnya bila harga Soft Candy Pepaya diatas Rp 12.416,00 per bungkus dan Soft Candy Nanas diatas harga Rp 11.166,00 per bungkus maka konsumen tidak mau membelinya karena harga tersebut terlalu mahal dari nilai yang diperolehnya. Titik IPP diperoleh dari perpotongan antara kurva Murah dan Mahal. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas harga, titik IPP untuk Soft Candy Pepaya berada pada harga Rp 9.333,00 per bungkus dan untuk Soft Candy Nanas berada pada harga Rp 9.426,00 per bungkus. Titik OPP diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Murah dengan Sangat Mahal. Titik ini merupakan tingkat harga yang optimum bagi perusahaan. Berdasarkan analisis sensitivitas harga, titik OPP untuk Soft Candy Pepaya berada pada harga Rp 8.500,00 per bungkus dan titik OPP Soft Candy Nanas berada pada harga yang berkisar antara Rp 8.500,00 per bungkus sampai dengan Rp 9.500,00 per bungkus. Daerah antara OPP dan IPP 96
merupakan daerah harga yang ideal bagi perusahaan untuk menetapkan harga produk. Dengan demikian, Soft Candy Pepaya dengan harga Rp 8.916,00 per bungkus dan Soft Candy Nanas dengan harga Rp 9.213,00 per bungkus merupakan harga ideal yang ditetapkan perusahaan untuk konsumen potensial.
PMC
OPP
IPP
PME
Gambar 22. Kurva Sensitivitas Harga Soft Candy Pepaya Terhadap Konsumen Potensial PMC
OPP
IPP
PME
Gambar 23. Kurva Sensitivitas Harga Soft Candy Nanas Terhadap Konsumen Potensial
97
6.6.2. Identifikasi CP (Max) CP (Max) merupakan harga maksimum dari sisi konsumen yang mampu dibayarkan konsumen terhadap suatu produk. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas harga, tingkat harga maksimum Soft Candy Pepaya sebesar Rp 12.416,00 per bungkus dan untuk Soft Candy Nanas tingkat harga maksimumnya sebesar Rp 11.166,00 per bungkus. 6.7. Perhitungan Zona Fleksibilitas LPPM PKBT Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, nilai OP (min) yang berasal dari harga jual minimum perusahaan terhadap untuk Fruit Talk Soft Candy Rp 8.100,00 per bungkus. Zona fleksibilitas untuk konsumen potensial Soft Candy Pepaya berkisar antara Rp 8.100,00 sampai dengan Rp 12.416,00 per bungkus, sedangkan untuk Soft Candy Nanas berkisar antara Rp 8.100,00 sampai dengan Rp 11.166,00 per bungkus.
Pada kisaran harga tersebut LPPM PKBT dapat
menentukan kebijakan dalam menaikan atau memberikan potongan harga. Berdasarkan analisis sensitivitas harga, harga ideal Fruit Talk Soft Candy adalah Rp 8.500,00 per bungkus sehingga interaksi tawar menawar antara produsen dan konsumen terdapat posisi win-win. Zona Fleksibilitas
Murah
Mahal Rp 8.100 OP (min) LPPM PKBT
Rp 12.416 CP (max) KonsumenPotensial
Harga (Rp)
Gambar 24. Zona Fleksibilitas Soft Candy Pepaya Konsumen Potensial
98
Zona Fleksibilitas
Murah
Mahal Rp 8.100 OP (min) LPPM PKBT
Rp. 11.166 CP (max) KonsumenPotensial
Harga (Rp)
Gambar 25. Zona Fleksibilitas Soft Candy Nanas Konsumen Potensial Berdasarkan penggunaan metode full costing dalam penetapan harga pokok LPPM PKBT hanya memperoleh margin sebesar 20 persen per kemasan. sedangkan selama ini LPPM PKBT mengharapkan margin sebesar sektar 30 persen per kemasan Fruit Talk Soft Candy. Namun demikian, dalam zona fleksibilitas nilai OP (min) pada Fruit Talk Soft Candy masih di atas harga jual produk saat ini artinya perusahaan dapat mempertimbangkan untuk menaikkan harga produk dalam rentang harga yang ada di zona fleksibiltas harga. Nilai CP (max) di zona fleksibilitas pada produk Fruit Talk Soft Candy masing- masing bernilai Rp 12.416,00 per bungkus untuk kemasan Fruit Talk Soft Candy Papaya dan bernilai Rp 11.166,00 per bungkus untuk kemasan Fruit Talk Soft Candy Pineapple artinya di atas harga tersebut konsumen akan menilai harga Fruit Talk Soft Candy mahal karena tidak berada pada kisaran harga yang dapat diterima konsumen. Harga jual Fruit Talk Soft Candy yang dipasarkan oleh Manajemen Serambi Botani adalah Rp 12.500,00 per bungkus, harga tersebut di nilai konsumen mahal karena berada di atas nilai CP (max). Persepsi konsumen tersebut mengakibatkan perlu dipertimbangkan jalur pemasaran yang lain, karena jalur pemasaran yang ada saat ini belum tepat.
99
6.7.1. Analisis R/C Salah satu cara untuk mengetahui perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan oleh LPPM PKBT adalah menggunakan analisa R/C. Analisa R/C bisa digunakan untuk mengetahui efesiensi usaha Soft Candy pada LPPM PKBT. Perbandingan penerimaan dan pengeluaran biaya produksi Soft Candy dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Grafik Penerimaan dan Pengeluaran Soft Candy Desember 2008 – Desember 2009 Sumber : LPPM PKBT 2010 (dio lah)
Dari grafik di atas dapat di lihat perbandingan penerimaan dan pengeluaran Soft Candy, rata-rata penerimaan penjualan produk masih berada di atas biaya produksi artinya perusahaan masih memiliki laba walaupun masih belum optimal. Hasil perhitungan analsis R/C atas biaya tunai untuk Soft Candy adalah 1,38. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00 menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,38. Nilai R/C rasio lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usaha Soft Candy di LPPM PKBT mampu memberikan keuntungan karena penerimaannya lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Tabel 55. Rata-rata Penerimaan. Biaya, Pendapatan dan R/C rasio Fruit Talk Soft Candy (Desember 2008 – Desember 2009) No 1 2 3 4
Komponen Penerimaan Biaya Tunai Pendapatan atas biaya Tunai R/C atas biaya Tunai
Nilai (Rp) 11.426.300,00 8.311.375,00 3.114.925,00 1,38
Sumber : LPPM PKBT (dio lah)
100
VII KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada KWT Turi dan LPPM PKBT, maka diperoleh beberapa kesimpulan yaitu : 1. Harga Pokok dengan menggunakan metode full costing lebih tinggi dari pada harga pokok produk dengan metode perusahaan. Hal ini disebabkan karena metode full costing mengakumulasikan seluruh biaya termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Hasil perhitungan harga pokok produk JJM dengan menggunakan metode full costing yaitu lebih besar 0,90 persen untuk JJM kemasan botol dan lebih besar 0,84 persen untuk kemasan cup. Hasil perhitungan harga pokok produk Soft Candy dengan menggunakan metode full costing yaitu lebih besar 1,08 persen. 2. Persentase margin dari harga jual saat ini pada LPPM PKBT setelah menggunakan metode full costing adalah sebesar 20,37 persen, sedangkan persentase margin dari harga jual saat ini pada KWT Turi setelah menggunakan metode full costing adalah sebesar 26,05 persen pada kemasan cup dan sebesar 3,18 persen untuk kemasan botol. 3. Produk JJM pada konsumen aktual dan konsumen potensial, rentang harga masih berada dibawah harga produk JJM pada saat ini. Adapun harga ideal untuk produk JJM pada konsumen aktual adalah sebesar Rp 1.965,00 per cup dan Rp 4.500,00 per botol. Sedangkan harga ideal untuk konsumen potensial sebesar Rp 1.966,00 per cup dan Rp 4.261,00 per botol. Sementara itu untuk produk Fruit Talk Soft Candy, rentang harga yang dapat diterima konsumen masih dibawah harga produk Fruit Talk Soft Candy saat ini. Adapun harga ideal untuk produk soft candy tersebut adalah Rp 8.916,00 per bungkus (soft candy Pepaya) dan Rp 9.213,00 per bungkus (soft candy Nanas). Zona fleksibilitas harga produk Fruit Talk Soft Candy lebih besar dibandingkan dengan zona fleksibilitas produk Jus Jambu Merah.
Saran Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat di ajukan: 1. KWT Turi dan LPPM PKBT sebaiknya mempertimbangkan penggunaan metode full costing untuk penetapan harga pokok produknya, sehingga dapat lebih cermat mengidentifikasi setiap jenis biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk perusahaan. 2. KWT Turi sebaiknya mempertimbangkan untuk meningkatkan harga jual produk JJM karena nilai OP (min) masih berada di atas harga jual yang diterapkan oleh KWT Turi saat ini. 3. LPPM PKBT sebaiknya mempertimbangkan jalur pemasaran yang lain terkait dengan persepsi produk di mata konsumen saat ini yang menilai bahwa produk Fruit Talk Soft Candy mahal.
102
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi Buah-buahan di Indonesia. Jakarta. http: //www.bps.go.id. Cartwright R. 2002. Mastering Marketing Management. Palgrave. New York. Garrisson RH, Noreen EW. 2000. Managerial Accounting. Edition. Graw-Hill. Boston Burridge.
International
Horngren CT, G Foster. 1994. Akuntansi Biaya Suatu Pendekatan Manajerial. Jilid I. Edisi keenam. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hammer LH, MF Usry, A Matzs. 1994. Publishing Co. Cincinnati Ohio
Cost Accounting. South Western
Haposan E. 2006. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Pepaya (Carica papaya) Dengan Metode Activity Based Costing Pada PT. Cipta Daya Agri Jaya Di Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Program sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Indriani S. 2010. Aktivitas antioksida ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.). Bogor. Ivana E.
2004. Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Menggunakan Metode Full Costing, Variable Fosting, dan Activity Based Costing (Studi Kasus Rumah Potong Ayam (RPA) Asia Frika, Bogor, Jawa Barat) [skripsi]. Departemen Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kotler P. 2001. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian. Jilid II. Edisi Bahasa Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta. Lipsey RG, DD. Purvis, PO Steiner, PN Courant. 1991. Pengantar Mikroekonomi. Jilid I. Edisi Kesembilan. Binarupa Aksara. Jakarta. Nicholson W. 2002. Mikroekonomi Intermediate. Edisi kedelapan. Penerbit Erlangga. Jakarata. Parimin. 2005. Jambu Biji: Budidaya dan Ragam Pemanfaatnya. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Prihatman K, editor. 2000. Nenas (Ananas comosus).BAPPENAS. Jakarta. Samsurrijal K. 2009. Sesitivitas Harga dan Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Pembelian Jus Belimbing Picco Kasus PT. Tonsu Wahana Tirta, Kota Depok, Jawa Barat [skripsi]. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sari Y. 2009. Strategi Pemasaran Produk Jus Jambu Merah “JJM” Kelompok Wanita Tani Turi, Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan tanah Sareal, Kota
Bogor [skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sinaga F. 2006. Analisis Sensitivitas Harga dan Faktor-faktor yang mempengaruhi Penilaian Konsumen Terhadap Harga Ayam Panggang dan Steak Di Restoran MP Bogor [skripsi]. Program Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sundari A. 2006. Analisis Harga Komoditas Pisang, Pepaya dan Nenas di Indonesia [skripsi]. Program sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tari AT. 2007. Produk Keripik Nanas Sebagai Alternatif Produk Olahan Sari Buah Nanas (Ananas Comasus L.Merr) Di Daerah Palangka Raya [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yulianti H. 2007. Penetapan Harga Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga Meises Cokelat, Kasus PT G di Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Program sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
104
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Aktual Harga (Rp)
1.500 1.600 1.700 1.800 1.900 2.000 2.100 2.200 2.300 2.400 2.500 Total
Harga Sangat Murah Jumlah (orang)
%
16 80 2 10 0 0 0 0 0 0 2 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 100
Harga Murah
Ku mulatif
100 20 10 10 10 10 0 0 0 0 0
Jumlah (orang)
%
9 45 0 0 0 0 2 10 0 0 6 30 0 0 0 0 1 5 0 0 2 10 20 100
Harga Mahal
Ku mulatif
100 55 55 45 45 45 15 15 15 10 10
Jumlah (orang)
%
0 0 0 0 1 5 0 0 0 0 10 50 1 5 0 0 0 0 1 5 7 35 20 100
Tidak Murah
Tidak Mahal
Ku mulatif
Ku mulatif
Ku mulatif
0 0 5 5 5 15 20 20 25 25 100
0 45 45 55 55 55 85 85 85 90 90
100 100 95 95 95 45 40 40 40 35 0
Harga Sangat Mahal
Ku mulatif
0 0 5 5 5 55 60 60 60 65 100
Jumlah (orang)
%
0 0 0 0 1 5 0 0 0 0 2 10 1 5 0 0 1 5 0 0 15 75 20 100
106
Lampiran 2. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Aktual Harga (Rp)
4.000 4.100 4.200 4.300 4.400 4.500 4.600 4.700 4.800 4.900 5.000 Total
Harga Sangat Murah Jumlah (orang)
%
19 95 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 100
Harga Murah
Ku mulatif
100 5 5 5 5 5 0 0 0 0 0
Jumlah (orang)
%
4 20 1 5 2 10 4 20 0 0 5 25 0 0 0 0 0 0 0 0 4 20 20 100
Harga Mahal
Ku mulatif
100 80 75 65 45 45 20 20 20 20 20
Jumlah (orang)
%
0 0 2 10 0 0 0 0 0 0 11 55 0 0 0 0 0 0 0 0 7 35 20 100
Tidak Murah
Tidak Mahal
Ku mulatif
Ku mulatif
Ku mulatif
0 0 0 0 0 0 5 5 5 5 100
0 20 25 35 55 55 80 80 80 80 80
100 90 90 90 90 35 35 35 35 35 0
Harga Sangat Mahal
Ku mulatif
0 10 10 10 10 65 65 65 65 65 100
Jumlah (orang)
0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 19 20
%
0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 95 10
107
Lampiran 3. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Potensial Harga (Rp)
1.500 1.600 1.700 1.800 1.900 2.000 2.100 2.200 2.300 2.400 2.500 Total
Harga Sangat Murah Jumlah (orang)
%
19 95 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 100
Harga Murah
Ku mulatif
100 5 5 5 5 5 0 0 0 0 0
Jumlah (orang)
%
2 10 0 0 3 15 3 15 1 5 6 30 0 0 1 5 1 5 0 0 3 15 20 100
Harga Mahal
Ku mulatif
100 90 90 75 60 55 25 25 20 15 15
Jumlah (orang)
%
0 0 0 0 0 0 1 5 0 0 5 25 0 0 0 0 7 35 1 5 6 30 20 100
Tidak Murah
Tidak Mahal
Ku mulatif
Ku mulatif
Ku mulatif
0 0 0 5 5 10 10 10 10 10 100
0 10 10 25 40 35 75 75 80 85 85
100 100 100 95 95 70 70 70 35 30 0
Harga Sangat Mahal
Ku mulatif
0 0 0 5 5 30 30 30 65 70 100
Jumlah (orang)
%
0 0 0 0 0 0 1 5 0 0 1 5 0 0 0 0 0 0 0 0 18 90 20 100
108
Lampiran 4. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Potensial Harga (Rp)
4.000 4.100 4.200 4.300 4.400 4.500 4.600 4.700 4.800 4.900 5.000 Total
Harga Sangat Murah Jumlah (orang)
%
20 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 100
Harga Murah
Ku mulatif
100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah (orang)
%
4 20 5 25 5 25 0 0 0 0 6 30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 100
Harga Mahal
Ku mulatif
100 80 55 30 30 30 0 0 0 0 0
Jumlah (orang)
%
2 10 0 0 2 10 0 0 0 0 7 35 1 5 1 5 3 15 1 5 3 15 20 100
Tidak Murah
Tidak Mahal
Ku mulatif
Ku mulatif
Ku mulatif
5 5 5 5 5 10 10 10 10 10 100
0 20 45 70 70 70 100 100 100 100 100
90 90 80 80 80 45 40 35 20 15 0
Harga Sangat Mahal
Ku mulatif
10 10 20 20 20 55 60 65 80 85 100
Jumlah (orang)
%
1 5 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5 0 0 0 0 0 0 0 0 18 90 20 100
109
Lampiran 5. Tabulasi Price Sensitivity Meters Fruit Talk Soft Candy Pepaya Terhadap Konsumen Potensial. Harga (Rp)
7.500 8.000 8.500 9.000 9.500 10.000 10.500 11.000 11.500 12.000 12.500 Total
Harga Sangat Murah Jumlah (orang)
%
9 90 1 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100
Harga Murah
Ku mulatif
100 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah (orang)
%
0 0 3 30 4 40 3 30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100
Harga Mahal
Ku mulatif
100 100 70 30 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah (orang)
%
0 0 0 0 1 10 0 0 0 0 0 0 0 0 1 10 1 10 1 10 6 60 10 100
Tidak Murah
Tidak Mahal
Ku mulatif
Ku mulatif
Ku mulatif
0 0 0 10 10 10 10 20 30 40 100
0 0 30 70 100 100 100 100 100 100 100
100 100 90 90 90 90 90 80 70 60 0
Harga Sangat Mahal
Ku mulatif
0 0 10 10 10 10 10 20 30 40 100
Jumlah (orang)
%
0 0 0 0 0 0 1 10 0 0 0 0 0 0 1 10 1 10 1 10 6 60 10 100
110
Lampiran 6. Tabulasi Price Sensitivity Meters Fruit Talk Soft Candy Nanas Terhadap Konsumen Potensial. Harga (Rp)
7.500 8.000 8.500 9.000 9.500 10.000 10.500 11.000 11.500 12.000 12.500 Total
Harga Sangat Murah Jumlah (orang)
%
9 90 1 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100
Harga Murah
Ku mulatif
100 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah (orang)
%
0 0 3 30 4 40 3 30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100
Harga Mahal
Ku mulatif
100 100 70 30 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah (orang)
%
0 0 0 0 1 10 0 0 0 0 0 0 0 0 1 10 1 10 1 10 6 60 10 100
Tidak Murah
Tidak Mahal
Ku mulatif
Ku mulatif
Ku mulatif
0 0 0 10 10 10 10 20 30 40 100
0 0 30 70 100 100 100 100 100 100 100
100 100 90 90 90 90 90 80 70 60 0
Harga Sangat Mahal
Ku mulatif
0 0 10 10 10 10 10 20 30 40 100
Jumlah (orang)
%
0 0 0 0 0 0 1 10 0 0 0 0 0 0 1 10 1 10 1 10 6 60 10 100
111
Lampiran 7. Gambar Peralatan Produksi KWT Turi
(a) Alat Pemanas Air
(c) Alat Pasteurisasi
e) Show Case
(b) Blender
(d) Alat Pengepresan
(f) Ultra Violet
112
Lampiran 7. (Lanjutan)
(g) Timbangan
(i) JJM Kemasan cup
(h) JJM Kemasan Botol
(j) Anggota KWT Turi
113
Lampiran 8. Gambar Peralatan Produksi LPPM PKBT
(a) Timbangan
(c) Oven
(e) Cooler
(b)Tungku Pengaduk Otomatis
(d) Cooler
(f) Loyang dan Blender
114
Lampiran 8. (Lanjutan)
(g) Fruit Talk Pineapple Soft Candy
(h) Fruit Talk Papaya Soft Candy
115