JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
1
Penerapan Tema Teh pada Rancang Resor Wonosari Achmad Maksum, dan Annisa B. Tribhuwaneswari Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrak— Kebun Teh Wonosari di Lawang, Malang memiliki potensi yang sangat tinggi sebagai kawasan wisata agro. Namun hal ini kurang didukung dengan penataan kawasan wisata yang baik. Rancangan pada penginapan maupun obyek arsitektural yang sudah ada terkesan sekedar dimunculkan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pengunjung, tanpa adanya pertimbangan desain yang baik serta belum ada integrasi dengan kebun teh Wonosari. Masalah utama yang terdapat pada objek rancang adalah penataan eksisting kawasan yang kurang baik serta rancang arsitektur yang ada tidak memiliki acuan desain yang sesuai dengan kesan kebun teh maupun teh itu sendiri. Oleh karena itu dibuatlah penyelesaian untuk mengatasi masalah – masalah yang ada dengan sebuah rancangan resor bagi kawasan ini, sehingga sekuen view yang baik akan tercipta dengan mengeksplorasi potensi pemandangan dari Kebun Teh Wonosari. Resor Wonosari memiliki tujuan utama yaitu, memberikan penataan dan desain resor yang berintegrasi dengan kebun teh serta mampu menciptakan pengalaman, eksplorasi yang maksimal maupun pencitraan yang baik pada pengunjung terhadap kawasan wisata agro kebun teh Wonosari Lawang, Malang. Sasaran Resor Wonosari adalah resor bintang tiga dengan ketentuan yang ada pada SK Dirjen Pariwisata no.14/U/II/88 tgl 25 Februari 1988. Sesuai dengan pokok permasalahan dan tujuan, maka pendekatan tema dari Resor Wonosari adalah teh, dimana teh diterjemahkan dengan cara metafora menilik unsur tangible maupun intangible-nya, yang kemudian menjadi pertimbangan dalam desain sirkulasi, programming, konstruksi dan material, serta lansekapnya. Kata Kunci— Kebun Teh, Resor, Teh
KEBUN TEH WONOSARI
KOTA LAWANG
gambar 1 Akses menuju Kebun Teh Wonosari
gambar 2 Peta eksisting kawasan wisata agro Kebun Teh Wonosari
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kebun Teh Wonosari di Lawang (gambar 1), Malang memiliki potensi yang sangat tinggi sebagai kawasan wisata agro. Namun hal ini kurang didukung dengan penataan kawasan wisata yang baik(gambar 2). Rancangan pada penginapan (gambar 3) maupun obyek arsitektural yang sudah ada terkesan sekedar dimunculkan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pengunjung, tanpa adanya pertimbangan desain yang baik maupun integrasi terhadap kebun teh Wonosari. Dibanding dengan atraksi – atraksi wisata lain seperti kebun binatang mini, rumah kaca, dan sebagainya; pabrik dan kebun teh pada kawasan terlihat tenggelam dari sasaran utama obyek wisata yaitu wisata kebun teh. Ditambah lagi dengan lokasi obyek wisata tambahan tersebut tertata secara acak dan kurang teratur, sehingga wisatawan dengan mudah kehilangan
gambar 3 Contoh penginapan yang ada (eksisting) di wisata agro Wonosari
U gambar 4 Pemandangan yang disajikan pada kawasan Resor Wonosari
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 orientasinya terhadap kawasan agro. Padahal keberadaan kebun teh dan wisata pabrik inilah yang seharusnya sudah cukup untuk melingkupi sasaran wisata rekreasional maupun edukatif untuk para wisatawan. Oleh karena itu perlu dibuat penyelesaian untuk mengatasi masalah – masalah yang ada dengan sebuah rancangan resor bagi kawasan, sehingga sekuen view yang akan tercipta dengan baik melalui eksplorasi potensi pemandangan (gambar 4) dari Kebun Teh Wonosari. Resor Wonosari memiliki tujuan utama yaitu, memberikan penataan dan desain resor yang berintegrasi dengan kebun teh serta mampu menciptakan pengalaman, eksplorasi yang maksimal maupun pencitraan yang baik pada pengunjung terhadap kawasan wisata agro kebun teh Wonosari Lawang, Malang. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu: a. Penataan eksisting kawasan kurang baik, sirkulasi antara pabrik-obyek wisata-kawasan hunian inap saling bertabrakan tanpa adanya orientasi maupun zoning yang jelas. b. Rancang arsitektur yang ada tidak memiliki acuan desain yang sesuai dengan kesan kebun teh maupun teh itu sendiri. Dari dua faktor itulah menyebabkan masalah yaitu eksplorasi pengunjung terhadap kawasan wisata kebun teh kurang maksimal, pengunjung tidak mendapat memori yang cukup kuat akan kunjungannya ke kawasan wisata kebun teh Wonosari tersebut. Tujuan Memberikan penataan dan desain resort yang berintegrasi dengan kebun teh serta mampu menciptakan pengalaman maupun pencitraan yang baik pada pengunjung terhadap kawasan wisata agro kebun teh Wonosari Lawang, Malang. Menjadikan kawasan wisata agro kebun teh Wonosari Lawang, Malang sebagai obyek tujuan wisata terpadu yang mampu dikenal oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. II. METODA PENELITIAN Metode penelitian menggunakan tahapan – tahapan diantaranya adalah melalui analisa lokasi, pendekatan tema (gambar 5), dan analisa isu – isu yang ada. Tahapan perancangan pada resor dilakukan melalui pendekatan tema teh dan analisa isu – isu utama yang ada pada kawasan agrowisata Wonosari ini. Sehingga konsep terkait rancangan mampu diterapkan dalam pertimbangannya kepada sirkulasi, programming, konstruksi dan material, serta lansekap di rancang resor Wonosari Pendekatan tema dilakukan secara metafora dimana penafsirannya dilakukan secara tangible maupun intangible, yaitu: Resor harus mampu menunjukkan tema “Teh” secara visual melalui olah bentuk, fasade, maupun material Dimana dalam teh terdapat pola atau pattern, yaitu bentuk/model (suatu setting peraturan) yang bisa dipakai
2
gambar 5 Proses Pembentukan Tema
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 untuk menghasilkan bagian maupun keseluruhan rancangan, khususnya apabila yang timbul memiliki sesuatu yang sejenis sebagai pola dasar, dimana terdapat perulangan. Elemen bentuk dan pola ini dapat terlihat di bentuk tanaman teh maupun pola kebun tanaman teh yangberulang, saling terhubung dan linier. Bila tanaman teh (gambar 6) terlihat mungil dan bercabang serta memiliki pola ruas – -ruas dalam daunnya, maka bunga teh berkesan simpel dan sederhana, hal ini terlihat langsung secara visual. Pola kebun teh yang berulang selalu membentuk garis linier yang teratur. Resor harus mampu menunjukkan tema “Teh” secara intangible, dalam hal ini merupakan penelahaan dari filosfi – filosofi terkait teh, seperti filosofi teh poci, pemahaman Budha, maupun Confucius. Dimana teh dalam pemahamannya merupakan sesuatu yang sederhana, alami, dan merupakan suatu proses/ritual. Adapula latar belakang dari konsep yang ada adalah menilik kepada kajian pada bab – bab sebelumnya, yaitu dengan diketahuinya tujuan dan permasalahan di kebun teh Wonosari. Diperlukan sebuah upaya pengembalian identitas wisata teh ini untuk menjadi wisata agro yang sesungguhnya. Salah satu upayanya adalah melakukan penataan pada linkage antar objek rekreasinya dan pada kualitas penginapannya, dalam hal ini yaitu resor. Tujuan dalam pengembalian identitas ini tentu terkait dengan tema yang telah dipilih yaitu teh, melalui penataan massa, olah bentuk, dan sebagainya. Masalah lain yang tidak kalah penting adalah penataan sirkulasi. Hal ini didasarkan oleh fakta peta eksisting dimana wisata kebun teh-penginapan-rumah pegawai-area produksi bercampur menjadi satu tanpa ada kejelasan penataan. Lokasi wisata agro yang bercampur dengan pabrik industri teh PTPN XII memerlukan batas – batas yang jelas antara zonasi produksi dan wisata. Sehingga keberadaan objek rancang tidak mengganggu produktifitas pabrik. Diperlukan pula perancangan pada sekuen objek rekreasional wisata agro kebun teh, maka rancangannya memusatkan/merelokasi kawasan wisata dan memisahkannya dari zona produksi. Tujuan dari desain resor di kebun teh Wonosari tidak lain adalah menciptakan pengalaman yang mampu memberikan memori wisatawan terhadap kebun teh Wonosari. Oleh karena itu perlu diciptakan sebuah setting yang mampu mempengaruhi suasana/mood/ambience di area resor. Resor ini juga merupakan sebuah ‘pelarian’ dari hiruk pikuk kota, sehingga suasana yang tenang dan damai perlu dimunculkan pada desain objek rancang tersebut. III. HASIL DAN EKSPLORASI Konsep Ruang Luar Tapak dengan luas kurang lebih dua hektar ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu area penginapan, area pengelola dan area rekreasi. Pada dasarnya pola pada site mengikuti pergerakan kontur asli (gambar 7), hal ini berprinsip sama dengan pola tanam pada kebun teh yang tersegmen linier mengikuti kontur asli pada tapak. Salah satu pendekatan dari tema teh adalah
3
gambar 6Tanaman Teh dan Pola Kebun Teh
II III IV I
U
gambar 7 Penataan tapak pada rancangan dengan ‘berproses’ dan adaptasi pola kebun teh
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 adanya ruang ruang transisi sebelum memasuki bangunan berupa pelataran maupun plaza, dalam artian kantong – kantong ini difungsikan bagi pengunjung untuk ‘berproses’ terlebih dahulu sebelum benar – benar menikmati bagian yang paling indah. Perletakan massa juga demikian, yaitu, bagian zona penginapan dianggap bagian yang paling indah/pucuk teratassehingga diletakkan di lokasi paling strategis dan ‘proses’ yang lebih lama. Adapula beberapa aspek krusial yang perlu diperhatikan yaitu area rancang pada objek desain berbagi dengan lokasi pabrik kebun teh milik PTPN XII (Persero) oleh karena itu adapula beberapa penyesuaian yang perlu diperhatikan yaitu, − Pemisahan jalur sirkulasi produksi teh dengan jalur sirkulasi wisata. Hal tersebut dilakukan agar produktivitas pabrik PTPN XII tidak terganggu oleh aktivitas areal rekreasi maupun penginapan. Dalam hal ini area resor dan rekreasi hanya menyediakan akses untuk menuju kawasan pabrik apabila ingin melakukan kunjungan, namun areal maupun sirkulasinya benar – benar terpisah dari aktivitas produksi PTPN XII (Persero) − Relokasi sebagian perumahan pegawai PTP XII dengan metode swapping (gambar 8) dengan lahan yang tidak terpakai maupun pemusatan objek rekreasional wisata agro yang pada kenyataan lapangan terpisah dan menyebar. Penataan dilakukan sehingga terjadi efektifitas lahan dan meningkatnya kualitas sebuah wisata agro Organisasi Ruang Penataan massa menerapkan prinsip – prinsip ‘proses’ pada dengan tema teh dengan turut mempertimbangkan aspek view yang ingin ‘ditangkap’. Pola bangunan yang ada menggunakan pola linier, sehingga sirkulasi yang tercipta juga menjadi sirkulasi linier. Susunan ruang diambil berdasarkan tata urutan tingkat kebutuhan dengan pertimbangan tingkat ketenangan dan view. Semakin ke Barat (gambar 9) maka tingkat ketinggian semakin rendah hal ini menciptakan view ke luar tidak terhalangi. Tingkat privasi dan tuntutan ketenangan juga ikut dicapai melalui organisasi ruang, misalnya, ruang rapat harus jauh dengan area publik yang ramai seperti kolam renang maupun restoran pada resor sehingga diletakkan di lantai dua bangunan penunjang resor, namun tetap mendapatkan view spektakuler melalui bukaan – bukaan pada bangunan. Sirkulasi yang ada juga turut mempertimbangkan faktor kenyamanan maupun sekuen view yang ingin ditangkap, dengan mengusung sifat universal dari teh maka desainnya menggunakan ram dengan perbandingan 10 : 1, yaitu dengan ketinggian 1 m maka dibutuhkan jarak 10 m untuk mendapatkan persen kemiringan yang memberi kenyamanan dan memfasilitasi diffable maupun troli utilitas. Terdapat penerapan pada prinsip proses (gambar 10 dan gambar 11) pada tiap – tiap organisasi ruang bangunan dalam kompleks resor, hal ini bisa berupa plaza maupun sekedear ruang transisi. Penciptaanya difungsikan agar pengunjung bisa ‘jeda’ sejenak untuk sekedar menikmati pemandangan yang tersedia pada area resor Konsep Gubahan Massa Kompleks Resor Wonosari menggunakan filosofi teh
4
gambar 8 Ilustrasi Penukaran Fungsi Lahan pada Kawasan
gambar 9 Potongan pada Tapak
II III
I
gambar 10 Lay Out Bangunan Penunjang Resort
gambar 11 Area Lesehan pada Resor
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 sebagai dasar pemikiran sehingga bangunan yang menganut filosofi tersebut memiliki karakteristik sebagai sesuatu yang simpel maupun basic, sederhana, dan bersih. Oleh karena salah satu karakteristik teh adalah sesuatu yang alami maka perlu ada keterkaitan antara bangunan dengan alam. Dalam hal ini dapat dikaji melalui prinsip – prinsip arsitektur tropis, sehingga bangunan tidak merusak alam namun masih mampu menyediakan kenyamanan bagi penggunanya. Bangunan yang baik tidak terlalu banyak menancapkan ‘paku – paku’ ke dalam bumi, oleh karena itu konsepnya adalah rumah panggung dan materialnya sebisa mungkin mengambil material lokal yang tersedia di daerah ini, seperti batu – batuan, kayu, dan bambu laminasi. Tipikal bentuk (gambar 12) dapat diambil dalam kajian harfiah struktur daun teh (gambar 13), sehingga bentuknya tidak lurus – lurus saja, ada sedikit curve yang membentuk ke alamian dari daun, hal ini juga memiliki filosofi teh dimana teh adalah sesuatu yang apa adanya, dan mengalir sepertu kehidupan. Seperti yang sudah dikaji pada bab sebelumnya, tema teh memiliki beberapa aspek yaitu sederhana, alami, dan proses. Hal ini diwujudkan dalam desain yaitu, 1. Sederhana Sederhana dalam bentuk, misalnya dengan bentuk yang cukup simple (gambar 13 dan gambar 14) mampu memperlihatkan pemandangan alam secara lebih maksimal. Bentukan – bentukannya tercipta atas dasar fungsionalitas. 2. Alami Teh sebagai sesuatu yang alami, dimulai dengan beberapa prinsip, salah satunya adalah teori dari Fisher (1986) Bahwasanya Ecological begin in material, menggunakan bahan – bahan alami, dengan cara mengambilkan material lokal sehingga dalam proses maupun pada masa penggunaannya mampu meminimalisir polusi yang akan ditimbulkan. Pada rancangan material yang digunakan merupakan material – material alam, namun dengan basis rangka baja, sehingga perawatan akan lebih mudah namun tetap menjaga estetika. 3.Proses Proses disini dinilai sebagai sebuah harmonisasi, sehingga terlihar adanya irama – irama (gambar 16) yang terlihat pada tiap aspek rancangan pada Resor Wonosari. Terlihat adaya ritme maupun irama pada tiap aspek penyusun tampak resort, dari kolom maupun bentukan – bentukan jendela. Kesemuanya diekspos tanpa memperumit desain, sehingga teh yang menganut unsur jujur dapat terlihat pada rancangan bangunan.
5
gambar 12 Pengulangan/ritme pada bangunan
gambar 13 Welcome Sculpture. Salah satu contoh hasil rancangan berkonsep terhadap daun teh
gambar 14 Bangunan Penunjang Resor. Salah satu bentuk ‘pengulangan’ pada rancangan
gambar 15 Bentuk yang mengeksplorasi
IV. KESIMPULAN Penerapan tema teh pada rancang resor Wonosari mampu memperbaiki sekuen wisata yang ada pada kebun Teh Wonosari. Permasalahan utama pada objek rancang sendiri merupakan sirkulasi, suasana, dan identitas terselesaikan dengan penerapan tema teh yang aspek – aspeknya disarikan sebagai sesuatu yang sederhana, alami dan berproses. gambar 16 Penyeragaman satu tipe struktur
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis A.B.T mengucapkan terima kasih kepada Ir, A Maksum, M.T selaku dosen pembimbing dan Ir. M. Salatoen P, M.T selaku dosen koordinator mata kuliah tugas akhir. Penulis menyampaikan terimakasih atas semua doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan selama proses pengerjaan Tugas Akhir, dan penyelesaian jurnal ilmiah ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Arsyad, S. 1989. Konservasi tanah dan air. Penerbit IPB. Bogor. [2] Baskara, M, 1998, Perencanaan Lanskap Pengembangan Arboretum Sumber Brantas Sebagai Obyek Wisata Alam, Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan). [3] Damanik,J dan Weber,H.F. (2006) Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi. Penerbit Andi. Yogyakarta. [4] Douglass, R.W. 1982. Forest recreation. Pergamon press. New York. [5] Drumm,A dan Moore,A. (2002). Ecotorurism Development: An Introduction to Ecotourism Planing. The Nature Conservancy, Arlington, Virginia, USA. [6] Gold, S.M. 1980. Recreation planning and design. McGraw Hill Book Co. New York. [7] Hand Out Mata Kuliah Concept Resort And Leisure, Strategi Pengembangan Dan Pengelolaan Resort And Leisure, Gumelar S. Sastrayuda ( 2010) [8] Lindberg,K dan Hawkins,D.E. (1995). Ekowisata: Petunjuk untuk perencanaan dan pengelolaan. Yayasan Alami Mitra Indonesia. Jakarta. [9] Okazura, Kazuko. (1990). The Book of Tea. [10] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025 [11] Samingan, T. 1989. Metoda dan teknik analisis vegetasi alam. Makalah Kursus Penyusunan AMDAL Angkatan VII. Kerjasama Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB. Bogor [12] Yoeti, O.A. (2000). Ekowisata: Pariwisata berwawasan Lingkungan Hidup. PT Pertja.Jakarta.
6