PENERAPAN SANKSI HUKUM PIDANA BAGI PELAKU PRAKTIK PROSTITUSI ONLINE DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA
SKRIPSI
OLEH :
AHMAD HADI ALFAKIH NPM : 12120013
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2016
PENERAPAN SANKSI HUKUM PIDANA BAGI PELAKU PRAKTIK PROSTITUSI ONLINE DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya
OLEH :
AHMAD HADI ALFAKIH NPM : 12120013
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2016
i
PENERAPAN SANKSI HUKUM PIDANA BAGI PELAKU PRAKTIK PROSTITUSI ONLINE DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA
NAMA
: AHMAD HADI ALFAKIH
FAKULTAS
: HUKUM
JURUSAN
: ILMU HUKUM
NPM
: 12120013
DISETUJUI dan DITERIMA OLEH : DOSEN PEMBIMBING
Dr. H. TAUFIQURRAHMAN, S.H.,M.Hum
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diterima dan disetujui oleh Tim Penguji Skripsi serta dinyatakan LULUS. Dengan demikian skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya
Surabaya, 19 Agustus 2016
Tim Penguji Skripsi :
1. Ketua
: Andy Usmina Wijaya.SH.,MH
(
)
(
)
(
)
(
)
( Dekan Fakultas Hukum )
2. Sekretaris
: Dr.Taufiqurrahman.SH.,M.Hum ( Pembimbing )
3. Anggota
: 1. Djasim Siswojo.S.H.,MH ( Dosen Penguji I )
2. Andy Usmina Wijaya.SH.,MH ( Dosen Penguji II )
iii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Menjelang akhir studi ini saya ingin sekali, walaupun dengan cara yang amat tidak sempurna menyatakan apa yang terkandung dalam hari sanubari saya kepada : Kedua Orang Tuaku Tercinta Ayahanda Muhammad Mahsun dan Ibunda Tatik. Semoga dalam sepanjang hidupku aku bisa menjadi anak yang sholeh, berbakti dan membahagiakan kalian !!!
iv
MOTTO :
SYAHWAT ITU SEBENARNYA ADALAH ANUGRAH TUHAN, KARENA SYAHWAT MELAHIRKAN KEHIDUPAN TANPA SYAHWAT, MAKA MUNGKIN TIADA KEHIDUPAN DAN KETURUNAN. PROSTITUSI ONLINE ITU LAMBANG PRAKTIK SYAHWAT MENGANDUNG MAKNA TEMPAT DAN SARANA DILAKUKANNYA PENCABULAN PELACURAN YANG SAAT INI DIMODERNISASIKAN. HAKIKATNYA, SYAHWAT ITU BUKAN DOSA. APALAGI UNTUK CELAAN. AKAN TETAPI, SYAHWAT AKAN MENJADI CELAAN KETIKA DISALURKAN , KETIKA DITAMPAKKAN, KETIKA ORANG BANYAK BISA MELIHAT, KETIKA ORANG BANYAK BISA MENDENGAR, KETIKA ORANG BANYAK BISA DIRANGSANG UNTUK MELAKUKANNYA TANPA ADANYA IKATAN HUBUNGAN PERKAWINAN. PRAKTIK PROSTUSI DALAM BENTUK APAPUN ADALAH BENTUK NYATA PELANGGARAN MORAL KESUSILAAN, BENTUK NYATA PELANGGARAN NORMA AGAMA YANG PERCAYA AKAN ADANYA TUHAN. ADANYA PENGARUH MODERNISASI, GLOBALISASI DAN PERUBAHAN PERILAKU PERADABAN MANUSIA, TIDAK BISA BERTENTANGAN DENGAN NILAI-NILAI MORAL KESUSILAAN DAN KEPATUHAN PADA AJARAN TUHAN. BAGAIMANAPUN KEADAAN, HUKUM WAJIB DITEGAKKAN ... !!! ( AHMAD HADI ALFAKIH )
v
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan dan melimpahkan segala sesuatunya kepada penulis sehingga penulisan Skripsi dengan judul : “ Penerapan Sanksi Hukum Pidana Bagi Pelaku Praktik Prostitusi Online Dalam Perspektif Hukum Positif Di Indonesia ” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa tanpa bantuan dari semua pihak, baik dalam bentuk bantuan moril spritual maupun materiil, penulisan skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik dan sempurna. Pada kesempatan ini pula saya merasa wajib menyisihkan secara tersendiri ucapan terima kasih dan hormat saya kepada : 1. Bapak H. Budi Endarto, S.H.,M.Hum, selaku Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya ; 2. Bapak Dr. H. Taufiqurrahman, SH.,M.Hum, selaku Wakil Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya atas bantuan dan jasanya memberikan banyak Ilmu Pengetahuan
tentang
Ilmu
Hukum
sekaligus
juga
sebagai
Dosen
Pembimbing yang memberikan banyak dukungan, kritik dan saran untuk lebih memahami permasalahan-permasalahan hukum yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini ; 3. Ibu ( Alm) Tri Wahyu Andayani, S.H.,C.N.,M.H, selaku Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya. Kritik dan saran serta pelayanan akademik di Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya
vi
sangat dirasakan selama perkuliahan hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik dan tepat pada waktunya ; 4. Bapak Andy Usmina Wijaya, S.H.,M.H, selaku Dekan Fakultan Hukum sekaligus juga sebagai Ketua Program Studi Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya yang telah banyak membantu penulis dalam pelayanan akademik dalam rangka penyusunan skripsi ini agar bisa terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya ; 5. Seluruh Dosen Fakultas Hukum dan segenap staf pengajar di lingkungan Universitas Wijaya Putra Surabaya ; 6. Ayahanda Muhammad Mahsun dan Ibunda Tatik yang selalu memberikan doa dan dukungan semangat kepada penulis dalam menjalani kehidupan dan menyelesaikan pendidikan setinggi mungkin ; 7. Seluruh teman-teman Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya seperjuangan ; Selain itu, penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan sebagai bahan penelitian di masa yang akan datang nantinya. Akhir kata, semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya kepada penulis dalam rangka upaya pengembangan pengetahuan tentang Ilmu Hukum di Indonesia. Amin
Surabaya, 19 Agustus 2016
Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
HALAMAN PENGAJUAN ...........................................................................
ii
HALAMAN TIM PENGUJI ...........................................................................
iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................
iv
MOTTO ........................................................................................................
v
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vi
DAFTAR ISI .................................................................................................
viii
BAB I
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah .........................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................
9
1.3 Penjelasan Judul ....................................................................
10
1.4 Alasan Pemilihan Judul ..........................................................
12
1.5 Tujuan Penelitian ....................................................................
14
1.6 Manfaat Penelitian ..................................................................
15
1.7 Metode Penelitian ...................................................................
16
1.8 Sistematika Pertanggungjawaban ..........................................
19
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKEMBANGAN PRAKTIK PROSTITUSI ONLINE DI INDONESIA ……………………………..
21
2.1 Pengertian Prostitusi Online Di Indonesia ..............................
21
2.2 Ruang Lingkup Pengaturan Hukum Terhadap Praktik Prostitusi Online Di Indonesia ................................................
37
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Dan Akibat Praktik Prostitusi Online Di Indonesia …………….........................................................
48
viii
2.4 Pelaku Praktik Prostitusi Online Di Indonesia ……………......
55
BAB III PENERAPAN SANKSI HUKUM PIDANA BAGI PELAKU PRAKTIK PROSTITUSI ONLINE DI INDONESIA ........................
65
3.1 Penerapan Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Praktik Prostitusi Online Sebagai Wujud Kebijakan Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia …………....................................
65
3.2 Penerapan Sanksi Hukum Pidana Bagi Pelaku Praktik Prostitusi Online Sebagai Wujud Upaya Penegakan Hukum Di Indonesia ……………………………………………………...
75
BAB IV PENUTUP ......................................................................................
95
4.1 Kesimpulan ............................................................................
95
3.2 Saran ......................................................................................
96
DAFTAR BACAAN .....................................................................................
99
ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya perkembangan arus globalisasi yang bergerak dengan cepat, besar, kuat dan sering kali juga radikal dalam berbagai bidang kehidupan seperti yang terjadi saat ini, telah menimbulkan perubahan paradigma bagi banyak masyarakat dunia dan dapat dikatakan bahwa perkembangan Teknologi Informasi, Media dan Komunikasi adalah merupakan inti dari globalisasi. Dapat disaksikan sendiri, bahwa apa yang terjadi di suatu negara bisa membawa banyak pengaruh, minimal beritanya dapat menjalar ke seluruh penjuru dunia dalam waktu sekejap saja dan sebagai suatu negara, tentunya bangsa Indonesia juga tidak bisa melepaskan diri dari globalisasi serta segala perubahannya. Era global yang terjadi pada masa kini, banyak ditandai dengan munculnya masyarakat dunia dengan nilai-nilai universal yang dianutnya masing-masing dan terdapat banyak isu pada masa global saat ini seperti Demokratisasi, Hak Asasi Manusia (HAM), Lingkungan Hidup, Penggunaan Standar Internasional, Terorisme, Narkotika dan Hukum yang
sering
diperbincangkan
baik
pada
tingkat
Nasional
maupun
Internasional. Melihat hal ini, tentunya dapat diasumsikan bahwa globalisasi telah membawa dampak, pengaruh dan makna yang positif dan negatif dalam perkembangannya.
Perkembangan
Teknologi
Informasi,
Media
dan
Komunikasi telah menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi dan budaya secara signifikan dan berlangsung demikian pesat dan telah menimbulkan
1
2
kontribusi positif yaitu peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia. Akan tetapi pada sisi lain, adanya perkembangan Teknologi Informasi, Media dan Komunikasi juga telah membawa dampak negatif akibat adanya penyalahgunaan yang menimbulkan kejahatan dan perbuatan melawan hukum. Indonesia sebagai Negara Hukum (rechtstaat), dalam pelaksanaan pembangunan nasional pada kenyataannya memiliki konsekuensi bahwa pemerintah Indonesia harus menerapkan hukum sebagai ujung tombak untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan dan kesejahteraan yang memiliki kekuatan mengikat serta harus dilaksanakan dengan menggunakan berbagai
strategi.
Dalam
usaha
mewujudkannya,
maka
pemerintah
memberikan jaminan kepastian hukum bagi setiap warga negaranya untuk berhak mempertahankan hidup dalam kepada rakyatnya untuk menentukan kehidupannya yang ditandai dengan jaminan kepastian hukum untuk berhak mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja dalam memenuhi setiap kebutuhan hidupnya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 28 A dan Pasal 28 D ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Melihat hal ini, tentunya ada hal positif yang didapatkan dari adanya pengaturan ini, yaitu bahwa pemerintah telah memberikan kebebasan untuk melakukan aktivitas atau pekerjaan kepada setiap warga negaranya dengan tetap mewujudkan penghormatan atas HAM. Akan tetapi di satu sisi, ketentuan pasal ini juga memiliki dampak yang negatif yaitu menyangkut karena adanya kebebasan yang diberikan oleh pemerintah sebagaimana yang dimaksud diatas, ternyata dalam perkembanganya telah menimbulkan
3
berbagai permasalahan baru, dan hal ini dapat terlihat dari adanya pemahaman yang terkesan keliru dari sebagian kalangan masyarakat di Indonesia bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, pekerjaan apa
saja
dapat
dilakukan
walaupun
itu
kenyataannya
merupakan
pelanggaran hukum dan norma-norma kesusilaan dalam masyarakat Indonesia. Pemahaman masyarakat yang terkesan keliru tersebut, dalam hal ini dapat dilihat dari adanya usaha-usaha yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia yang membuka tempat atau ruang untuk melakukan praktik-praktik
prostitusi
secara
terang-terangan
maupun
sembunyi-
sembunyi di berbagai daerah di Indonesia yang menyediakan jasa layanan seks khususnya dari kaum perempuan berupa jasa layanan seksual kepada kaum laki-laki yang ingin memuaskan hasrat seksualnya dan telah menjelma menjadi komersialisasi seks yang banyak berkembang di Indonesia seiring perkembangan hubungan interaksi sosial di kalangan masyarakat yang semakin maju dan berkembang demikian pesat pada saat ini akibat pengaruh interaksi sosial yang demikian bebas dan tanpa batas pada era globalisasi saat ini. Praktik prostitusi yang ada selama ini di Indonesia, pada umum disebabkan oleh banyak faktor-faktor penyebab dan penyebab intinya adalah karena di latar belakangi oleh pengaruh perlakuan interaksi sosial yang salah dan negatif termasuk masalah ekonomi yang dialami yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat. Suatu sistem sosial, pada dasarnya tidak lain adalah suatu sistem dari tindakan-tindakan. Ia terbentuk dari dari interaksi sosial yang terjadi di antara berbagai individu, yang tumbuh dan berkembang
4
tidak secara kebetulan, melainkan tumbuh dan berkembang di atas standar penilaian umum yang di sepakati bersama oleh para anggota masyarakat. Hal ini jelas menunjukkan bahwa, praktik prostitusi adalah merupakan gejala sosial yang tumbuh dan berkembang berdasarkan hasil interaksi sosial berdasarkan adanya kepentingan dan kebutuhan yang terdapat pada masyarakat Indonesia di berbagai daerah yang berdasarkan kesepakatan dan komitmen masyarakat yang mengadakannya. Pada awalnya, praktik prostitusi lebih dikenal dengan penyebutan pelacuran yang dipandang sebagai suatu profesi seseorang yang pada umumnya dilakukan oleh kaum perempuan walaupun tidak sedikit dalam perkembangannya kaum laki-laki juga terlibat dalam praktik prostitusi di Indonesia. Nasikun1 dalam bukunya menyebutkan bahwa, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik. Secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan sukubangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Prostitusi adalah merupakan salah satu praktik bisnis tertua di dunia di samping bisnis lainnya seperti barter barang maupun kebutuhan pokok hidup lainnya sehingga bukan lagi merupakan fenomena yang asing di mata dan telinga masyarakat luas. Adanya tempat berupa lokalisasi praktik prostitusi adalah merupakan bentuk nyata kegiatan prostitusi yaitu dengan cara melakukan dan melokalisir suatu tempat untuk bisa dijadikan tempat 1
Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, Cetakan Kesembilan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, Hal. 28
5
mengadakan aktivitas dan kegiatan layanan seksual yang diperjualbelikan dengan bebas oleh banyak kalangan masyarakat dan tentunya hal ini telah jelas-jelas melanggar norma-norma sosial, agama dan kepercayaan di lingkungan masyarakat sekitarnya. Jika diperhatikan dengan cermat, terjadinya praktik prostitusi sesuai hukum yang berlaku di Indonesia tidak terlepas dari tindakan seseorang yang melanggar norma agama dan kesusilaan. Menurut pendapat Adami Chazawi2 dalam bukunya, bahwa sebagaimana diketahui bahwa setiap individu
tidak
saja
harus
menegakkan
hukum
dalam
sikap
dan
perbuatannya, tetapi juga perlu menegakkan norma-norma lain seperti kesusilaan dan agama. Meskipun terhadap isi bagian tertentu norma kesusilaan dan norma agama belum diadopsi ke dalam norma hukum. belum teradopsi menjadi norma hukum tidak menjadi alasan bagi setiap individu untuk tidak menjalankan dan mematuhi norma-norma kesusilaan dan norma agama. Banyak norma agama yang tanpa disadari telah diadopsi ke dalam norma-norma kesusilaan. Oleh karena itu, melanggar kesusilaan dapat dinilai sekaligus melanggar norma agama misalnya, perbuatan bersetubuh di luar nikah. Tidak terlepas dari itu, seiring terjadinya berbagai aksi penutupan lokalisasi yang menjadi tempat dilakukannya praktik prostitusi di berbagai daerah di Indonesia, pada kenyataannya hanya bisa untuk mengurangi kegiatan praktik prostitusi karena adanya program kerja pemerintah bahwa praktik prostitusi merupakan salah satu faktor yang merusak moral anak
2 Adami Chazawi, Tindak Pidana Pornografi Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Mengenai Tegaknya Tatanan Kehidupan Akhlak Dan Moral Kesusilaan Yang Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa Dan Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Cetakan Pertama, Putra Media Nusantara, Surabaya, 2009, Hal. 5
6
bangsa, meresahkan masyarakat dan membuat meningkatnya penyakitpenyakit kelamin yang banyak diderita oleh kalangan pelaku prostitusi baik itu kaum perempuan selaku penyedia layanan seks maupun kaum pria yang menggunakan layanan jasa seksual. Akan tetapi dalam perkembangannya, adanya era globalisasi dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti yang terjadi pada saat ini, kegiatan praktik prostitusi telah berubah menjadi suatu kegiatan yang lebih maju untuk mendapatkan informasi dan pemenuhan pelaksanaan dilakukannya transaksi pemasaran dan penawaran akan layanan seks karena menggunakan media teknologi informasi dan komunikasi dan saat ini sering disebut sebagai praktik “Prostitusi Online” pada saat ini di Indonesia. Dalam perkembangannya, secara kongkret tujuan hukum pidana adalah untuk menakut-nakuti setiap orang agar jangan sampai melakukan perbuatan tidak baik dan untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali lagi dalam kehidupan lingkungannya. Permasalahan hukum yang sering kali terjadi adalah bahwa pada kenyataanya pembuktian dan penjatuhan sanksi hukum pidana berkaitan dengan praktik prostitusi online yang terjadi akibat adanya penyampaian informasi, komunikasi dan transaksi yang dilakukan hingga saat ini masih mengalami banyak kesulitan dimana sangat dibutuhkannya pengetahuan dan pemahaman dari aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan penegakan hukum dalam rangka menciptakan ketertiban umum, keamanan dan kepastian hukum terkait dengan adanya kegiatan praktik prostitusi online di Indonesia.
7
Terjadinya praktik prostitusi online tidak terlepas dari gejala sosial sehingga dapat dikatakan sebagai kejahatan yang merusak kehidupan noma sosial, norma kesusilaan dan norma agama akibat dilakukannya praktik tersebut. Untuk itu, praktik prostitusi online perlu di atur dalam kaidah hukum di Indonesia mengingat dampaknya yang merusak masa depan moral bangsa nantinya. Pemberian sanksi hukum pidana bagi para pelaku praktik prostitusi online sangat diperlukan karena untuk mencapai tujuan hukum pidana dan pertanggungjawaban dari pelaku praktik prostitusi online serta upaya pencegahannya dan hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Abdoel Djamali3 dalam bukunya, bahwa adapun tujuan pidana sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat. Di samping itu juga, pengobatan bagi yang telah terlanjur berbuat tidak baik. Jadi, hukum pidana ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi
tingkah
laku
manusia
dalam
meniadakan
pelanggaran
kepentingan umum. Praktik prostitusi online dapat terlihat dari banyaknya pemberitaan pada berbagai media-media nasional yang ada di Indonesia baik cetak maupun elektronik hingga saat ini cenderung masih diramaikan dengan adanya fokus pada berita (headline) mengenai praktik prostitusi online. Kegiatan praktik prostitusi online telah menjadi suatu kegiatan yang wajar bagi sebagian kalangan masyarakat dan sudah tidak menjadi hal yang baru dan asing lagi untuk dilihat dan didengar oleh masyarakat luas serta dalam perkembangannya, telah menyebar dengan cepat dan terus berkembang dalam setiap modus operandinya seiring dengan adanya kemajuan teknologi 3
Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan Keempat, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, Hal. 173
8
informasi dan komunikasi dan kebutuhan hidup yang terus meningkat yang dilakukan oleh sebagian masyarakat sebagai pelaku langsung atau tidak langsung (penghubung/penyedia) yang terlibat dan memiliki kepentingan untuk mendapatkan keuntungan finansial atas kegiatan praktik prostitusi tersebut. Sebagai suatu produk teknologi ciptaan manusia yang semakin canggih, jaringan Internet sebenarnya memiliki peran dan fungsi yang sangat positif yaitu dengan adanya aplikasi Email, Facebook, Twitter, E-Learning, EBangking, E-Government dan aplikasi-aplikasi lainnya. Akan tetapi, yang tak kalah penting adalah hal-hal negatif yang ditimbulkan akibat adanya penyalahgunaan jaringan Internet yang banyak berkembang di masyarakat Indonesia pada saat ini dan hal ini bukanlah menjadi hal yang baru dan asing yaitu dengan adanya praktik kejahatan yang dikenal dengan istilah cybercrime yang termasuk dalam kategori kejahatan yang melanggar kesusilaan seperti cyberporn, cyber prostitution, sex online dan cybersex yang dapat diakses dengan mudah dan tersebar banyak terdapat dalam layanan aplikasi jaringan Internet. Istilah-istilah tersebut diatas lahir akibat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer, informasi dan komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global secara virtual (kelihatan). Seperti pepatah kuno mengatakan bahwa : “dimana ada gula, disitu pasti ada semut”, begitu juga dengan kondisi kegiatan praktik prostitusi di Indonesia. Keberadaan praktik prostitusi hingga saat ini akan sangat sulit diberantas dan hanya bisa dicegah oleh pemerintah dan sebagian masyarakat yang memiliki kepedulian untuk menegakkan norma-norma sosial, budaya, agama dan hukum. Dan
9
hal ini, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Abdul Wahid dan Mohammad Labib4 yang menyebutkan bahwa, munculnya kejahatan bernama “cyberspace” atau dengan nama lain “cybercrime” merupakan suatu pembenaran, bahwa era global ini identik dengan era ranjau ganas. Sebuah ruang imajiner dan maya, area atau zona bagi setiap orang untuk melakukan aktivitas yang bisa dilakukan dalam kehidupan sosial sehari-hari dengan cara artificial. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa dengan adanya Internet, para pelaku praktik prostitusi online tidak perlu lagi kuatir dan bisa menjangkau lebih luas untuk mendapatkan pelanggan layanan seksual karena bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat. Adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terus berkembang saat ini, selayaknya dilakukan untuk pemanfaatan yang positif dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia sehingga tidak mengubah perkembangan perilaku dan peradaban moral kehidupan manusia secara global khususnya dalam hal penegakan sanksi hukum pidana bagi para pelaku praktik prostitusi online di Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan tersebut di atas, maka dapat diambil rumusan masalah yaitu sebagai berikut : a. Bagaimakah pengaturan hukum tentang praktik prostitusi online dalam perspektif hukum positif yang berlaku di Indonesia ?
4
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cybercrime), Cetakan Kesatu, Refika Aditama, Bandung, Hal. 13
10
b. Bagaimanakah bentuk dan proses penerapan sanksi hukum pidana bagi para pelaku praktik prostitusi online dalam rangka upaya mewujudkan penegakan hukum di Indonesia ?
1.3 Penjelasan Judul Hukum dalam perkembangannya tidak hanya dipergunakan untuk mengatur perilaku yang sudah ada dalam masyarakat dan mempertahankan pola-pola kebiasaan yang telah ada, melainkan lebih dari itu bahwa hukum harus menjurus sebagai suatu sarana dalam penggunaanya dalam kehidupan di Indonesia dan menjadikan hukum sebagai sarana untuk mengatur ketertiban umum dan keamanan masyarakat dengan membentuk berbagai peraturan perundang-undangan. Hal ini sangat diperlukan karena dalam pelaksanaannya, hukum harus terus mengikuti perkembangan pelanggaran atau kejahatan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dari waktu ke waktu terlebih pada era globalisasi dan perkembangan teknologi saat ini. Sejalan dengan itu semua, bahwa pada era globalisasi ini tak bisa dipungkiri bahwa perkembangan teknologi yang demikian pesat dewasa ini, kenyataannya telah menimbulkan problema baru bagi pembentuk undangundang tentang bagaimana caranya melindungi masyarakat secara efektif dan efisien terhadap adanya budaya demoralisasi sebagai akibat dari masuknya
pandangan
dan
kebiasaan
orang-orang
asing
mengenai
kehidupan seksual di negaranya masing-masing khususnya di Indonesia. Di samping itu, apabila dalam waktu yang sesingkat-singkatnya ternyata tidak dapat diduga bahwa masuknya pandangan dan kebiasaan orang-orang
11
asing ke Indonesia, dapat menimbulkan masalah yang tidak mudah untuk di selesaikan kemudian dalam rangka mempertahankan dan memelihara ketertiban umum, keamanan dan ketahanan nasional di Indonesia. Pada masa kini, adanya berbagai wacana dan pelaksanaan penutupan tempat praktik prostitusi (lokalisasi prostitusi) yang telah sukses dan berhasil dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia adalah merupakan suatu langkah terobosan baru dalam rangka membentuk adanya aksi nyata pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam upaya memberantas praktik-praktik prostitusi di Indonesia sesuai dengan program kerja pemerintah yang berkuasa seperti penutupan kawasan lokalisasi Dolly di Surabaya dan Kalijodo di Jakarta. Praktik prostitusi (prostitusi online) yang banyak terjadi di tengahtengah masyarakat seperti yang banyak ditemui saat ini di berbagai daerah di Indonesia adalah merupakan suatu kejahatan karena bertentangan dengan pandangan setiap orang tentang kepatutan di bidang kehidupan seksual baik itu ditinjau dari segi pandangan masyarakat setempat tentang buruk dan rusaknya moral seseorang dalam setiap kebiasaan pada saat menjalankan kehidupan seksualnya yang sesungguhnya telah melanggar rasa kesusilaan terkait adanya praktik-praktik prostitusi yang terjadi. Adanya pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah merupakan upaya pemerintah untuk mengimbangi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada bidang informasi dan transaksi elektronik agar tidak terjadi kekosongan hukum jika terjadi tindakan perbuatan melawan atau melanggar hukum di Indonesia dan salah satunya adalah
12
untuk mengatur tentang penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi seperti semakin maraknya prostitusi online yang dilakukan dengan menggunakan media Internet dalam hal pemasaran dan penawarannya yang kini telah menjadi suatu “trend bisnis prostitusi” untuk menggantikan lokalisasi prostitusi
yang
terkesan
tradisional
di tengah
kehidupan
masyarakat Indonesia dalam hal melakukan dan mendapatkan informasi mengenai pemasaran dan penawaran layanan seks melalui jaringan Internet.
1.4 Alasan Pemilihan Judul Masalah kejahatan adalah merupakan salah satu masalah sosial dan hukum yang selalu menarik dan menuntut perhatian yang serius dari waktu ke waktu semua pihak khususnya masalah praktik prostitusi online di Indonesia. Kegiatan prostitusi atau praktik pelacuran adalah merupakan salah
satu
bentuk
penyakit
masyarakat
yang
harus
dihentikan
penyebarannya serta tanpa mengabaikan upaya-upaya pencegahan dan pemulihannya. Prostitusi mungkin begitu menyebalkan bagi sebagian masyarakat Indonesia pada saat ini, karena adanya budaya dan agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang menentang kegiatan ini karena termasuk perbuatan maksiat. Akan tetapi kenyataannya, praktik prostitusi tetap saja terus berlangsung dan mengalami perkembangan dan terus terjadi peningkatan baik secara kuantitas dan kualitas dalam praktiknya. Dengan demikian, maka tidak bisa diabaikan lagi bahwa faktanya walaupun kegiatan prostitusi dilarang oleh pemerintah karena merusak moral masyarakat Indonesia, kegiatan prostitusi tetap saja terjadi dan menjadi
13
kegiatan ajang bisnis yang menjanjikan keuntungan dan menjadi salah satu bisnis gelap yang memiliki nilai ekonomis di Indonesia. Adanya berbagai ketentuan yang terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang banyak mengatur tentang ketentuan praktik prostitusi seperti yang telah ada saat ini, ternyata pada praktiknya masih banyak mengalami kendala-kendala akibat tidak adanya aturan yang jelas dan tegas yang diberikan oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan mengenai sanksi hukum pidana bagi para pelaku prostitusi di Indonesia. Praktik prostitusi yang sebelumnya banyak dilakukan dengan cara menempatkan dan mengisolasi suatu tempat/kawasan menjadi fokus dan disediakannya tempat untuk lokasi kawasan praktik prostitusi dan tidak menyebar ke semua lingkungan masyarakat seperti di jalanan yang sering terlihat, pada saat ini justru telah mengalami perubahan yang signifikan dan cenderung modern dari pada praktik prostitusi sebelumnya yaitu bahwa para pelaku praktik prostitusi telah menggunakan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi untuk melakukan kegiatan pemasaran dan penawaran untuk melakukan praktik prostitusi dengan cara menggunakan jaringan Internet. Aplikasi-aplikasi yang terdapat di Internet seperti : Facebook, Twitter, Chatting, Email, Yahoo Massenger dan situs-situs online lainnya yang banyak sekali tersedia adalah merupakan sarana dan prasarana untuk melakukan pemasaran dan penawaran jasa layanan seksual yang dapat lebih mudah, cepat dan efektif serta tidak diketahui oleh orang lain karena bersifat lebih privasi dan dapat diakses kapanpun ketika dibutuhkan oleh pengguna jasa layanan seksual dengan cara mempergunakan aplikasiaplikasi yang tersedia di jaringan Internet. Dengan demikian, adanya
14
penerapan sanksi hukum pidana sangat penting dilakukan oleh semua pihak khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum dalam hal ini karena mengingat akibat buruk yang ditimbulkan oleh keberadaan praktik prostitusi online dalam rangka memberikan efek jera kepada para pelaku praktik prostitusi dan penegakan hukum yang seutuhnya dan yang terpenting lagi adalah mengenai upaya semua pihak dalam hal pencegahan dan penanggulangan praktik prostitusi online di Indonesia. Berdasarkan hal-hal sebagaimana telah diuraikan di atas, maka berangkat dari sinilah pada kesempatan ini peneliti merasa tertarik untuk melakukan dan mengambil penelitian yang diberi dengan judul yaitu : “ Penerapan Sanksi Hukum Pidana Bagi Para Pelaku Praktik Prostitusi Online Dalam Perspektif Hukum Positif Di Indonesia ”.
1.5 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah yaitu sebagai berikut : a. Untuk mengetahui pengertian dan pengaturan hukum tentang praktik prostitusi online yang banyak terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat dalam preskriptif hukum positif yaitu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. b. Untuk mengetahui bentuk dan proses penerapan sanksi hukum pidana bagi para pelaku praktik prostitusi online berdasarkan hukum positif di Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan penegakan hukum yang seutuhnya di Indonesia.
15
1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang akan diharapkan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis, yaitu untuk memenuhi salah satu persyaratan pada studi tahap akhir guna untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya. b. Manfaat Praktis, yaitu penulis berupaya untuk menggali dan memahami mengenai definisi dan pengertian praktik prostitusi online, pelaku praktik prostitusi online, faktor-faktor penyebab dan akibat yang di timbulkan dari terjadinya praktik prostitusi online dan pengaturan hukum tentang pemberian sanksi hukum pidana yang tepat bagi para pelaku praktik prostitusi online kemudian dapat menganalisa dengan cermat mengenai apa fungsi dan tujuan hukum yang sebenarnya dalam rangka upaya memberikan penegakan hukum di Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Sebagai bahan masukkan bagi mahasiswa/peneliti lainnya yang ingin melakukan penelitian yang berhubungan dengan masalah yang sama dan sebagai alat/bahan pelengkap informasi dan bahan acuan bagi semua pihak. Baik itu sebagai pelengkap informasi dan bahan acuan bagi masyarakat luas di Indonesia yang sedang mengalami atau menghadapi permasalahan-permasalahan hukum yang timbul
di tengah kehidupan
masyarakat yang sehubungan dan berkaitan dengan praktik prostitusi online serta sebagai bahan referensi bagi pihak aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Advokat dan Hakim) yang sering terlibat dalam penyelesaian masalah ini serta bagi pihak pemerintah baik pemerintah
16
pusat maupun pemerintah daerah selaku pengambil kebijakan mengenai upaya melakukan pencegahan dan penanggulangan terjadinya praktik prostitusi online di Indonesia.
1.7 Metode Penelitian Ilmu Hukum adalah merupakan satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang lebih bersifat perspektif dan terapan. Sifat–sifat perspektif dan terapan dalam Ilmu Hukum merupakan suatu yang substansial. Hal ini tidak akan mungkin dapat dipelajari oleh ilmu–ilmu yang bukan ilmu hukum. Oleh sebab itu, jenis penelitian hukum ini pun jelas sangat berbeda dengan jenis penelitian non–hukum lainnya. a. Tipe Penelitian Pemilihan metode penelitian disesuaikan dengan batasan ilmu hukum yang akan dicari jawabannya yaitu tentang isu hukum mengenai praktik prostitusi online dan pengaturan hukum bagi para pelaku praktik prostitusi online melalui penerapan sanksi hukum pidana bagi para pelaku praktik prostitusi online di Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia. Untuk dapat memberikan jawaban isu hukum yang dicari tersebut, maka digunakan tipe “Penelitian Hukum Normatif”, yaitu suatu penelitian yang bertumpu pada telaah-telaah penelitian yuridis normatif atas hukum positif dan peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia yang berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
17
b. Pendekatan Masalah Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan perundang– undangan (statute approach), yaitu pendekatan dengan melakukan kajian-kajian terhadap peraturan perundang–undangan yang berlaku dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Di samping itu, dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan-pendekatan pada doktrin/konsep para ahli hukum yaitu dengan memperhatikan, mempelajari dan memahami pendapat dari para ahli hukum dalam karya–karya tulis ilmiah misalnya, buku–buku literatur, jurnal hukum, makalah–makalah dalam seminar, surat kabar, Internet dan sebagainya yang berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas dalam memberikan analisa atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam penelitian ini. c. Bahan Hukum Sebagai sumber dalam penelitian hukum normatif, terdiri atas bahan hukum Primer dan bahan hukum Sekunder. Bahan hukum primer terdiri atas
ketentuan
peraturan
peraturan–peraturan
lainnya
perundang–undangan yang
berlaku
(Hukum
dan
ketentuan
Positif)
yang
pembahasannya berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas dengan tidak membatasi adanya ketentuan peraturan-peraturan hukum lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa buku-buku literatur, karyakarya tulis ilmiah para ahli hukum, makalah, jurnal hukum, surat kabar, Internet dan sebagainya yang berkaitan dan berhubungan dengan pokok masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
18
d. Langkah-langkah Penelitian Langkah–langkah yang digunakan dalam penelitian ini melalui beberapa tahap, yaitu : 1) Tahap Pertama Pada tahap pertama ini, peneliti memulai penelitian dengan mulai menggumpulkan bahan–bahan hukum dan mengiventarisasi bahan hukum yang terkait dengan menggunakan studi kepustakaan dan media lainnya seperti surat kabar, Internet dan lain–lain. Kemudian bahan hukum diklasifikasikan dengan cara memilih bahan hukum dan disusun secara sistematis agar dapat dengan mudah dibaca, dimengerti dan dipahami yang kemudian akan dilanjutkan dengan berbagai penyempurnaan. 2) Tahap Kedua Dalam tahap kedua ini, akan dilakukan pemahaman dan mempelajari bahan-bahan hukum dengan menggunakan metode deduksi yaitu suatu metode penelitian yang di awali dengan cara menemukan pemikiran-pemikiran atau ketentuan yang bersifat umum, kemudian selanjutnya untuk dapat diterapkan pada pokok-pokok masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yang lebih bersifat khusus. 3) Tahap Ketiga Untuk sampai pada
jawaban
permasalahan,
maka
digunakan
penafsiran sistematis, yaitu penafsiran yang mendasarkan hubungan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan peraturanperaturan yang lainya, pasal yang satu dengan pasal yang lainnya dari
19
peraturan
perundang-undangan
yang
berkaitan
dengan
pokok
bahasan dalam penelitian ini. 1.8 Sistematika Pertanggung Jawaban Untuk dapat memberikan gambaran secara garis besar masalah– masalah dalam penelitian ini, memudahkan pembahasan dan dapat memahami permasalahan secara jelas dan menyeluruh, maka penelitian ini ditulis secara sistematis yakni dibagi dalam 4 (empat) Bab dan Sub–Sub Bab yaitu sebagai berikut : Bab I adalah Pendahuluan. Bab ini merupakan gambaran tentang mengapa, bagaimana dan untuk apa penelitian ini disusun. Oleh karena itu, dalam bab ini dipaparkan tentang latar belakang masalah yang menjadi alasan penting mengapa kajian ini dilakukan dan kemudian dilanjutkan dengan merumuskan permasalahan sebagai titik tolak kajian hukum, penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, manfaat penelitian, uraian tentang metode penelitian sebagai instrument kajian apakah langkah–langkah dalam penelitian
ini
nantinya
dapat
dan
bisa
di
pertanggungjawabkan
kebenarannya. Sistematika pertanggungjawaban memberikan gambaran secara utuh tentang penelitian. Bab II adalah Tinjauan Umum Tentang Perkembangan Praktik Prostitusi Online Di Indonesia. Bab ini membahas tentang pengertian praktik prostitusi online Indonesia, ruang lingkup pengaturan praktik prostitusi online di Indonesia, faktor-faktor penyebab dan akibat terjadinya praktik prostitusi online serta pelaku praktik prostutusi online di Indonesia dalam preskriptif hukum positif yaitu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
20
Bab III adalah Penerapan Sanksi Hukum Pidana Bagi Para Pelaku Praktik Prostitusi Online Di Indonesia. Bab ini membahas apa itu hukum, fungsi hukum, tujuan hukum serta bagaimana fungsi, tujuan hukum dan manfaat hukum dalam hal penerapan sanksi hukum pidana bagi pelaku praktik prostitusi online yang tepat dan memiliki kepastian hukum dalam preskriptif hukum positif yaitu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai wujud penegakan hukum yang seutuhnya di Indonesia. Bab IV adalah Penutup. Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang terdiri atas bagian kesimpulan, kritik dan saran sebagai jawaban singkat dan lengkap atas rumusan masalah, bagian dari saran peneliti sebagai suatu sumbangan pemikiran dan masukan dalam khasanah hukum sehingga melalui ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu bahan pertimbangan kedepan atau wacana yang positif terhadap penjelasan tentang masalah penerapan sanksi hukum pidana bagi pelaku praktik prostitusi online di Indonesia yang seharusnya dilakukan oleh semua pihak khususnya bagi aparat penegak hukum baik seperti pihak Kepolisian, Kejaksaan, Hakim dan Advokat serta pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan penegakan hukum yang seutuhnya di Indonesia.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKEMBANGAN PRAKTIK PROSTITUSI ONLINE DI INDONESIA
2.1 Pengertian Prostitusi Online Di Indonesia Seks pada umumnya dianggap oleh masyarakat (manusia) sebagai suatu kebutuhan vital untuk meneruskan keturunan (anak) manusia dan juga sekaligus dibutuhkan sebagai pelepas hasrat seksualitas yang terjadi dalam kehidupan biologis manusia. Akan tetapi, pada saat ini bagi sebagian kalangan masyarakat, seks tidak hanya dianggap sebagai sekedar formalitas meneruskan keturunan dalam pasangan suami isteri yang terikat dalam hubungan perkawinan lagi, namun telah berubah menjadi suatu hiburan seks bagi sebagian kalangan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia. Tentunya, hiburan seks tersebut seperti yang dapat terlihat pada saat ini tak ubahnya roda komoditas yang berputar sekaligus komedi putar yang memabukkan dan tak pernah usai dalam kehidupan manusia. Tidak terlepas dari itu, pada saat ini susah untuk hidup jika tidak terkoneksi dengan Internet. Internet merupakan teknologi yang perlu dikuasai oleh banyak orang di dunia khususnya di Indonesia karena pengaruhnya sangat terasa dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dalam hal ini, jika berbicara mengenai praktik prostitusi online, maka tidak bisa terlepas dari perkembangan Internet di Indonesia yang menjadikan prostitusi sebagai suatu kegiatan dan tak lupa bahwa uang adalah merupakan alasan utama dalam dunia pelacuran pada umumnya, sekalipun juga ada alasan-alasan lain yang menjadi alasan pembenar seperti kepuasan untuk memenuhi kepentingan kebutuhan biologis seksual pada
21
22
umumnya yang dimiliki oleh setiap manusia normal yang hidup di dunia ini. Dalam hal ini, prostitusi online adalah merupakan gabungan 2 (dua) unsur kata yaitu “Prostitusi” dan “Online”. Dalam bukunya, Paisol Burhain 5 menyebutkan bahwa Prostitusi atau juga bisa disebut pelacuran berasal dari bahasa Latin yaitu prosituere yang berarti membiarkan diri berbuat zina. Dalam bahasa Inggris, prostitusi disebut prostitution yang juga berarti pelacuran. Orang yang melakukan perbuatan prostitusi disebut pelacur yang dikenal juga dengan PSK. Pelacuran dalam kamus Bahasa Indonesia dijelaskan berasal dari kata lacur yang berarti malang, celaka, sial, dan buruk laku. Pelacuran merupakan perihal menjual diri sebagai pelacur. Terkait pandangan
pengertian
tersebut
masyarakat
luas,
diatas, prostitusi
pada
umumnya
merupakan
menurut hubungan
persenggamaan antara pria dan wanita tanpa terikat piagam pernikahan yang sah. Perbuatan ini dipandang rendah dari sudut moral dan akhlak, dosa menurut agama, tercela dan tidak pantas menurut penilaian budaya masyarakat di Indonesia. Akan tetapi dalam hal ini, pelacuran atau prostitusi adalah salah satu suatu mata pencaharian dan bisa menjadi pekerjaan (profesi) dan menjadi lahan bisnis untuk tujuan ekonomi yang sangat menjanjikan. Akan tetapi dalam hal ini, praktik prostitusi tidak hanya fokus pada hubungan persenggamaan antara seorang manusia yang berjenis kelamin laki-laki dengan wanita tetapi juga termasuk adanya kelainan seksual seperti homoseksual, lesbian dan biseksual serta permainan seksual lainnya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa paling tidak terdapat ciri-ciri dalam prostitusi yaitu berkaitan dengan adanya imbalan
5
Paisol Burhain, Patalogi Sosial, Cetakan Pertama, Bumi Aksara, Jakarta, 2016, Hal. 202
23
bayaran
berupa
uang/barang/layanan,
perselingkuhan,
ketidakacuhan
emosional dan mata pencaharian. Sedangkan kata “Online” berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari 2 (dua) unsur kata yaitu “On” dan “Line”. Kasir Ibrahim6 dalam Kamus Lengkap 1 Milyard Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris, menyebutkan bahwa “On” artinya sedang berlangsung ; terus menerus. Sedangkan “Line” memiliki pengertian yaitu yang berkaitan dengan garis harus. Dari pengertian dalam kamus tersebut, maka jika dihubungkan dalam pengertian dalam bahasa Indonesia artinya terhubung atau terkoneksi dengan sesuatu pada garis tertentu. Sesuatu dalam hal ini adalah mengenai penggunaan teknologi Internet yang saling terhubung, terkoneksi secara terus menerus. Internet adalah singkatan dari kata Interconnected Networking. Networking artinya jaringan dan Interconnected berarti saling berkaitan/terkoneksi. Dengan demikian, Internet adalah jaringan komputer yang saling terkoneksi. Praktik prostitusi online adalah merupakan bagian dari dampak negatif adanya perkembangan teknologi Internet yang disalahgunakan. Sedangkan orang yang melakukan kegiatan prostitusi sering disebut oleh masyarakat pada umumnya dengan sebutan Pelacur, Pekerja Seks Komersial (PSK), Wanita Tuna Susila (WTS) atau istilah-istilah lain yang berkaitan dengan pelaku yang terlibat dalam kegiatan pelacuran. Akan tetapi dalam pembahasan ini ada baiknya cukup menggunakan istilah “PSK” saja, karena sangat berkaitan dengan suatu pekerjaan yang menjadi profesi baik tetap maupun tidak tetap yaitu sekedar sebatas mata pencaharian sampingan saja. 6
Kasir Ibrahim, Kamus Lengkap 1 Milyard Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris Untuk SLTP – SMU & Umum Disertai Cara Membacanya, Cetakan Tahun 2005, Bintang Usaha Jaya, Surabaya, 2005, Hal. 182
24
Secara garis besar dilihat dari sejarah peradaban manusia, maka keberadaan praktik prostitusi di Indonesia sebenarnya adalah merupakan suatu kebiasaan atau budaya nenek moyang manusia yang kelam pada masa lalu yang masih banyak diterapkan sebagai suatu kebiasaan dan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat khususnya kaum perempuan hingga saat ini di berbagai dunia termasuk di Indonesia yang dikondisikan baik secara legal maupun ilegal di berbagai daerah-daerah. Sebenarnya, jika diamati secara sepintas, maka praktik prostitusi tidak terlepas dari keterkaitan masa lalu sebagaimana disebutkan diatas dan rentannya kaum perempuan sebagai obyek yang lemah yang bisa dimanfaatkan oleh kaum laki-laki dengan alasan-alasan tertentu termasuk untuk menjadikan kaum perempuan sebagai pemuas nafsu seksual mereka dan juga digunakan atau ditempatkan pada tempat-tempat lokalisasi prostitusi bahkan menjadi barang yang dapat dikomersialkan seperti yang terjadi sekarang ini. Praktik prostitusi di Indonesia dapat dikatakan terjadi karena perempuan pada zaman dahulu tidak memiliki kepentingan yang otonom. Kepentingan kaum perempuan sangat ditentukan oleh kaum laki-laki bahkan dapat dikatakan bahwa melalui perspektif laki-laki dalam kaitannya dengan kepentingan laki-laki karena merekalah yang memformulasikan hukum ketika itu. Sundari dan Endang Sumiarni7 dalam bukunya menyebutkan bahwa, sampai menjelang Abad XX, dalam beberapa hal perempuan tidak dianggap memiliki kepentingan atau pandangan yang berasal dari mereka sendiri. Perempuan tidaklah merdeka atau bebas. Dalam kasus-kasus tertentu, seorang 7
perempuan
tidak
dapat
memiliki
kepentingan
yang
bisa
Sundari dan Endang Sumiarni, Hukum Yang Netral Bagi Masyarakat Plural Studi Pada Situasi Di Indonesia, Cetakan Kesatu, Karya Putra Darwati, Bandung, 2010, Hal. 31
25
dipertentangkan dengan kepentingan suaminya atau ayahnya. Suami bertanggung jawab sekaligus menguasai isteri. Dalam paradigma demikian tidak mengejutkan bahwa pemukulan terhadap isteri dianggap tindakan yang dapat diterima, untuk menegakkan disiplin. Juga tidak mengejutkan bahwa sampai sekarang ini pelecehan seksual secara sederhana dianggap bukan kejahatan dan kegiatan proreaksi (dalam dua bidang, kontrasepsi dan aborsi) lebih dikontrol oleh pemerintah ketimbang perempuan sendiri. Di Indonesia sendiri, masalah praktik prostitusi pada kenyataannya telah ada sejak lama sekali yaitu semenjak sebelum zaman penjajahan Hindia Belanda atau sebelum Negara Indonesia menjadi sebuah suatu Negara dan hal ini dapat dilihat karena adanya kerajaan-kerajaan yang ada pada waktu itu yang memerintah secara monarki dan otoriter kepada masyarakatnya. Pada masa itu, tentunya seorang Raja memiliki kekuasaan yang penuh atas segalanya termasuk mengenai kebutuhan seksualitas seorang raja yang memerintah yaitu dengan adanya istilah “selir-selir raja” selain dari isteri atau permaisuri raja. Keberadaan selir-selir itu tidak terlepas dari penyerahan secara sukarela oleh sebagian golongan masyarakat sebagai tanda kesetiaan, upeti dan persembahan yang diberikan kepada raja atau dengan maksud agar keluarganya mempunyai keterkaitan dengan keluarga istana kerajaan karena konsep kekuasaan seorang raja yang bersifat agung, mulia dan tidak terbatas. Selain itu, memasuki pada zaman penjajahan Belanda di Indonesia, praktik prostitusi mulai banyak terjadi di daerah kota-kota besar seperti di Batavia, Surabaya, Bandung dan Semarang dan berkembang menjadi bentuk suatu Industri seks yang lebih terorganisir dan berkembang pesat
26
pada masa itu dan perlakuan terhadap kaum perempuan menjadi sebuah bagian dari barang dagangan yang dapat diperjual-belikan oleh banyak kalangan termasuk oleh masyarakat pribumi maupun non pribumi. Kondisi tersebut dapat terlihat dengan adanya fakta-fakta adanya sistem perbudakan tradisional dan perseliran yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan seks para serdadu/tentara Belanda, pedagang-pedagang bangsa lain dan masyarakat luar daerah yang umumnya aktivitas prostitusi banyak terjadi di daerah sekitar pelabuhan sebagai tempat singgah/sandar kapal-kapal pada waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, kaum perempuan banyak dijadikan sebagai budak seks selain perlakuan Romusha (kerja paksa) bagi masyarakat Indonesia yang dijadikan sebagai wanita penghibur bagi tentara Jepang dan dilakukan secara paksaan maupun dengan cara tipuan terhadap kaum perempuan-perempuan pribumi dan selanjutnya kemudian pada masa awal kemerdekaan bangsa Indonesia, praktik pelacuran tetap masih ada tersisa yaitu ditemukannya rumah-rumah bordir di berbagai daerah-daerah di wilayah Indonesia yang dikenal kemudian dengan istilah daerah “lokalisasi prostitusi”, yang ditinggalkan oleh kaum penjajah dan pada akhirnya kemudian justru dikelola dan dikembangkan oleh warga pribumi sendiri. Pada masa awal kemerdekaan dan hingga pada masa sekarang ini dikenal adanya istilah praktik prostitusi online di Indonesia yang sebenarnya dipengaruhi
akibat
adanya
perkembangan
teknologi
informasi
dan
komunikasi (Internet). Berkaitan dengan perkembangan teknologi Internet,
27
dalam bukunya Edy Winarno dan Ali Zaki8 menyebutkan bahwa cikal bakal Internet adalah jaringan komputer militer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1969, melalui proyek ARPA. Nama resminya ketika itu adalah ARPANET (Advanced Research Project Agency Network). ARPANET ketika itu dibuat dengan menggunakan hardware dan software komputer yang berbasis UNIX. Tujuannya agar militer Amerika Serikat bisa melakukan komunikasi dalam jarak yang tidak terhingga melalui saluran telepon. ARPANET adalah spesifikasi berupa desain dan rancangan bentuk jaringan, termasuk pengukuran tingkat kehandalan, jumlah informasi yang dapat dipindahkan, hingga mencakup semua standar yang biasa dianggap sebagai cikal bakal pembangunan protokol yang sekarang dikenal sebagai TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol). Tujuan awal dibangun proyek ini adalah untuk keperluan militer. Pada saat itu, Departemen Pertahanan Amerika Serikat (US Departement Of Defense) membuat sistem jaringan komputer yang tersebar dengan menghubungkan komputer di daerah-daerah vital untuk mengatasi masalah bila terjadi serangan nuklir dan untuk menghindari terjadinya informasi terpusat yang apabila terjadi perang dapat mudah dihancurkan. Awalnya ARPANET hanya menghubungkan 4 (empat) situs saja yaitu Stanford Research Institute, University Of California, Santa Barbara dan University Of Utah, dimana mereka membentuk satu jaringan terpadu pada tahun 1969 hingga kemudian secara umum ARPANET diperkenalkan pada bulan Oktober 1972. Tidak menunggu lama, proyek ini berkembang pesat di seluruh daerah dan semua universitas di negara tersebut ingin bergabung 8
Edy Winarno dan Ali Zaki, Panduan Lengkap BerInternet, Cetakan Pertama, Elek Media Komputindo, Jakarta, 2015, Hal. 2
28
sehingga
membuat
ARPANET
kesulitan
untuk
mengaturnya.
Maka
ARPANET dipecah menjadi 2 (dua), MILNET untuk keperluan militer dan ARPANET baru yang lebih kecil untuk keperluan non militer seperti universitas-universitas. Gabungan kedua jaringan akhirnya dikenal dengan nama DARPA Internet yang kemudian terus berkembang menjadi Internet sekarang ini. Sekarang ini, jaringan Internet berkembang dan dilindungi oleh berbagai perjanjian Internasional. Sementara spesifikasi teknikal atau protokol yang menerangkan tentang perpindahan data antar rangkaian diatur secara
terpisah.
Protokol-protokol
di
Internet
dibentuk
berdasarkan
persetujuan badan yang disebut Internet Engineering Task Force (IEFT) yang terbuka kepada umum. Badan ini mengeluarkan dokumen yang diberi nama RFC (Request For Comments). Sebagian RFC dijadikan Standar Internet (Internet Standard) oleh organisasi yang disebut Badan Arsitektur Internet (Internet Architecture Board). Adapun protokol-protokol Internet yang terkenal antara lain : IP, TCP, UDP, DNS, PPP, SLIP, ICMP, POP3, IMAP, SMTP, HTTP, HTTPS, SSH, Telnet, FTP, LDAP dan SSL. Protokol-protokol tersebutlah yang mendukung berbagai layanan Internet. Ada juga layanan lain seperti Usenet, File Sharing, WWW (World Wide Web), Gopher, Akses Sesi (Session Access), WAIS, Finger, IRC, MUD dan lain sebagainya. Dari semua layanan Internet, proses berkirim email/surat elektronik dan WWW lebih banyak digunakan oleh masyarakat di berbagai dunia termasuk di Indonesia dan kedua layanan ini juga menjadi platform untuk aplikasi ini seperti Milis
(Mailing List) dan Weblog. Itu semua bisa
diakomodasi melalui program pengirim pesan instan seperti Google
29
Hangout,
Pidgin
(Gaim),
Trilian,
Kopete,
Yahoo
Massenger,
MSN
Masssenger Windows Live Massenger, Twitter, Whatshap, Facebook dan lain sebagainya. Internet menyimpan banyak manfaat yang memungkinkan manusia bisa memetiknya jika menguasainya dengan baik. Selanjutnya menurut pendapat yang dikemukakan oleh Edy Winarno dan Ali Zaki9 dalam bukunya, di antara beberapa manfaat Internet yang bisa dirasakan seperti berikut : 1) Bisa berkomunikasi dengan menggunakan Email. Fasilitas email ini memungkinkan seseorang mengirim pesan kepada orang lain di seluruh dunia secara langsung (real time). Proses pengiriman via email ini kini telah menggantikan peran surat-menyurat. Email bahkan bisa diberi Attachment File untuk mempermudah transfer media digital ; 2) Fasilitas komunikasi dengan media video dan suara di Internet. Ada banyak media yang bisa dipakai, seperti melalui media chatting, video conferencing dan lainnya ; 3) Halaman web yang dapat diakses di seluruh dunia adalah sarana ampuh yang dapat digunakan untuk memperluas bidang bisnis sebuah perusahaan ; 4) Kemajuan teknologi Internet menyebabkan dunia bisnis tidak hanya dapat memanfaatkan Internet untuk proses jual beli saja, akan tetapi juga dapat digunakan untuk mengefisienkan proses manufaktur ; 5) Untuk bergaul secara online dengan memakai layanan sosial media seperti Facebook, Twitter dan lainnya ;
9
Edy Winarno dan Ali Zaki, Ibid., Hal. 4
30
Oleh karena itu, maka dengan Internet, komputer di seluruh dunia bisa terkoneksi (terhubung) termasuk juga melalui perangkat telepon seluler yang menggunakan layanan data paket Internet yang tergabung dengan jasa sebuah perusahaan yang disebut Internet Service Provider (ISP). ISP adalah Penyedia Layanan Internet yang biasanya jasa ISP harus dibayar dalam bentuk iuran atau tagihan bulanan. Contoh ISP di Indonesia yang ada cabangnya di tiap kota misalnya Telkom yang memiliki brand Indihome atau MNC Play yang memiliki brand Play dan ada juga Fastmedia di beberapa kota besar di Indonesia. Selain itu, ada juga ISP lokal di kotakota tertentu yang memudahkan pengguna (user) untuk bisa terkoneksi dengan Internet. Dalam hal ini, Telkom Indihome dan MNC Play termasuk koneksi yang cepat dan sering disebut sebagai koneksi Broadband yang harganya bervariasi, paling murah ada dari sekitar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) hingga Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) untuk setiap bulannya. Di samping itu juga, pada saat ini tiap-tiap telepon seluler juga banyak menyediakan paket data yang memudahkan user untuk bisa terkoneksi dengan Internet sambil tetap mobile. Akan tetapi, paket data operator jaringan telepon seluler biasanya memiliki batasan bandwidth tertentu, dimana jika bandwidth sudah dilewati akan menyebabkan kecepatan koneksi menjadi lambat. Untuk harga bervariasi yaitu dapat memilih provider seluler seperti misalnya Telkomsel, Indosat, XL, Smartfren dan lainnya dengan harga mulai sekitar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) hingga Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk setiap bulannya. Secara garis besar, ada 3 (tiga) metode koneksi yaitu sebagai berikut :
31
1. Wireless yaitu dipilih jika memiliki router atau jaringan wireless yang memiliki broadband yang bisa terkoneksi dengan hotspot ; 2. Broadband (PPPoE) yaitu jika komputer terkoneksi secara langsung ke broadband modem yang sering disebut Digital Subscriber Line (DSL) atau Modem Kabel ; 3. Dial-Up yaitu jika memiliki modem tapi bukan DSL atau Modem Kabel yang mengintegenerasikan Integrated Services Digital Network (ISDN) untuk mengoneksikan komputer ke Internet seperti Home Internet, Mobile Internet, Broadband ADSL dan Broadband 4G ; Akan tetapi dalam hal ini, layanan jaringan
Internet yang cukup
multikompleks sebagaimana disebutkan diatas, maka praktik prostitusi lebih cenderung banyak digunakan oleh pelaku praktik prostitusi dengan menggunakan Internet sebagai media dan sarana untuk melakukan penawaran dan transaksi melalui layanan media sosial yang banyak terdapat pada layanan jaringan Internet pada saat ini. Sementara itu Abdul Wahid dan Mohammad Labib10 dalam bukunya menyebutkan bahwa, Internet telah menghadirkan realitas kehidupan baru kepada umat manusia. Internet telah mengubah jarak dan waktu menjadi tidak terbatas. Dengan medium internet orang dapat melakukan berbagai aktivitas yang dalam dunia nyata (real) sulit dilakukan, karena terpisah oleh jarak, menjadi lebih mudah. Suatu realitas yang berjarak berkilo-kilo meter dari tempat kita berada, dengan medium internet dapat dihadirkan dihadapan kita. Kita dapat melakukan transaksi bisnis, ngobrol, belanja, belajar dan berbagai aktivitas lainnya layaknya dalam kehidupan nyata.
10
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Op.Cit., Hal. 31
32
Internet telah membuat manusia-manusia (sebagai pengguna) mampu menjelajah ruang maya kemana-mana, berkomunikasi dengan beragam informasi global, memasuki jagad perbedaan dan lintas etnis, agama, politik, budaya dan lain sebagainya. Manusia diajak bercengkrama, berdialog dan mengasah ketajaman nalar dan psikologisnya dengan alam yang hanya tampak di layar, namun sebenarnya mendeksripsikan realitas kehidupan manusia. Secara teknologi, media sosial merupakan bagian dari Interaksi sosial antara manusia dalam memproduksi, berbagi dan bertukar informasi, hal ini mencakup gagasan dan berbagai konten dalam komunitas virtual. Media social adalah kelompok dari aplikasi berbasiskan Internet yang dibangun atas dasar ideology dan teknologi web versi 2.0 yang memungkinkan terciptanya website yang interaktif. Feri Sulianta11 menyebutkan bahwa, berikut karakteristik yang dijumpai pada media sosial modern : Transparansi : keterbukaan informasi karena konten media sosial ditujukan untuk komsumsi publik atau sekelompok orang. Dialog dan komunikasi : terjalin hubungan dan komunikasi interaktif menggunakan ragam fitur, misalnya antara “Brand Bisnis” dengan para “fans”nya. Jejaring relasi : hubungan antara pengguna layaknya jaring-jaring yang terhubung satu sama lain dan semakin kompleks seraya mereka menjalin komunikasi dan terus membangun pertemanan. Komunitas jejaring sosial memiliki peranan kuat yang akan memengaruhi (influencer).
11
Feri Sulianta, Keajaiban Media Sosial Fantastis Menumbuhkan Visitor, Circle, Likes, Koneksi, Retwet Dan Follower, Cetakan Pertama, Elek Media Komputindo, Jakarta, 2015, Hal. 7
33
Multi opini : setiap orang dengan mudahnya berargumen dan mengutarakan pendapatnya. Multi form : informasi disajikan dalam ragam konten dan ragam channel, wujudnya dapat berupa : social media press release, video news release, portal web, dan elemen lain. Kekuatan promosi online : media sosial dapat dipandang sebagai tool yang memunculkan peluang-peluang guna mewujudkan visi misi organisasi. Melihat pendapat tersebut diatas, maka pada umumnya di tengah-tengah masyarakat yang sering menggunakan teknologi Internet (media sosial), fiitur-fitur tersebut di atas pada saat ini diberdayakan oleh pengguna Internet (netizen) banyak untuk kegiatan iklan atau melakukan promosi-promosi produk-produk tertentu dan lain-lain sebagainya. Pengertian praktik prostitusi online itu sendiri adalah merupakan gejala kemasyarakatan dimana wanita/perempuan pada umumnya menjual diri, melakukan perbuatan asusila sebagai mata pencaharian dan media sosial sebagai alat untuk membantu bernegoisasi harga dan tempat dilakukannya prostitusi tersebut melalui kesepakatan. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa, salah satu killer apps dari Internet adalah sosial media atau dalam bahasa Indonesia sering disingkat Sosmed. Sosial media ini sangat mempengaruhi banyak aspek di kehidupan termasuk timbulnya praktik prostitusi online khususnya di Indonesia dan juga dapat terlihat bahwa betapa banyak berita di media mainstream berangkat dari isu yang sedang hangat di media sosial. Di antara sekian banyak media sosial yang ada pada layanan jaringan Internet, terdapat 2 (dua) aplikasi sosial media yang cukup
34
populer di dunia termasuk di Indonesia pada saat ini adalah Facebook dan Twitter. Facebook adalah sosial media yang paling populer di dunia hingga sekarang ini dan kepopuleran domain Facebook.com pada saat ini hampir sama dengan search engine seperti Google dan Yahoo!. Facebook adalah sebuah layanan jejaring sosial yang diluncurkan pada bulan Februari 2004. Hingga bulan September 2012, Facebook telah memiliki lebih dari satu milyar pengguna aktif, di mana lebih dari separuhnya menggunakan telepon genggam. Keistimewaan dan keunggulan Facebook dapat terlihat dari penggelolaan akun yang dapat diatur sedemikian rupa oleh pengguna dengan menggunakan variasi-variasi yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan user (pengguna). Setelah terdaftar di Facebook, pengguna dapat membuat profil pribadi, menambahkan pengguna lain sebagai teman serta bertukar pesan dan gambar. Selain itu, pengguna dapat bergabung dengan grup pengguna dengan ketertarikan yang sama. Facebook pertama kali dikembangkan oleh Mark Zuckerberg beserta keempat temannya sebagai Cofounder pertama Facebook. Sedangkan Twiiter adalah layanan media sosial berjenis microblog, dimana user (pengguna) bisa menuliskan pesan dengan panjang terbatas dan bisa opsional dilengkapi dengan multimedia. Twitter bisa diakses dari alamat situs : twitter.com. Twitter memungkinkan user saling mengirim dan membaca pesan berbasis teks hingga 140 karakter yang dikenal dengan sebutan kicauan (tweet). Twitter didirikan pada bulan Maret 2006 oleh Jack Dorsey. Sejak diluncurkan, Twitter telah menjadi salah satu dari sepuluh situs yang paling sering digunakan dan dikunjungi di Internet, dan dijuluki dengan “pesan singkat dari Internet”. Tingginya popularitas Twitter pada saat
35
ini, menyebabkan layanan ini telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai hal misalnya, sebagai sarana protes, kampanye politik, sarana pembelajaran dan sebagai media komunikasi darurat. Akan tetapi, Twitter juga banyak dihadapkan pada berbagai masalah dan kontroversi seperti masalah keamanan dan privasi pengguna, gugatan hukum dan penyensoran. Menyikapi hal ini, sebagaimana dikemukan oleh Feri Sulianta12 lebih lanjut dalam bukunya, maka facebook adalah andalan brand besar dan para pebisnis online. Faktanya facebook merupakan jejaring sosial nomor 1 dengan jumlah akun facebook mencapai 1 milliar di tahun 2013, dan diindentifikasi terdapat 522 juta netizen facebook yang aktif perharinya. Para netizen disinyalir menghabiskan 6,27 jam per bulannya dalam mengakses jejaring facebook. Perilaku ini memperlihatkan bahwa facebook tidak terkalahkan
jika dibandingkan dengan
jejaring
lain.
Netizen
hanya
menghabiskan waktu 1,5 jam bahkan 20 menit per bulannya untuk mengakses Google, Twitter atau Pinterest. Dengan demikian, pengaruh perkembangan teknologi berupa informasi dan komunikasi seperti yang dapat terlihat sekarang ini telah menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat dan begitu juga dengan fenomena praktik prostitusi online adalah merupakan salah satu bentuk reaksi cepat adanya bentuk kriminalitas yang sangat sulit untuk ditangani dan jenis kejahatan ini terjadi karena banyak didukung oleh alasan faktor ekonomi dalam kehidupan masyarakat, dimana dalam masyarakat itu sendiri dalam pemenuhan keinginan akan kebutuhan hidup
12
Feri Sulianta, Ibid., Hal 37
36
secara layak dan manusiawi. Keinginan yang timbul ini merupakan akibat dari nasfu biologis setiap manusia yaitu ketika semua sumber pemenuhan kebutuhan tidak tercukupi, maka praktik prostitusi bisa dianggap sebagai pilihan alternatif untuk mempertahankan dan memperoleh kebutuhan hidupnya. Dalam masyarakat luas, prostitusi adalah persenggamaan antara pria dan wanita tanpa terikat pernikahan atau perkawinan yang sah. Perbuatan ini dipandang sangat rendah dari sudut moral dan akhlak, dosa menurut agama, tercela dan kejijikan dalam masyarakat khususnya di Indonesia. Akan tetapi, disisi lain juga bahwa prostitusi adalah juga merupakan salah satu lahan komersial untuk tujuan ekonomi bagi para pelaku praktik prostitusi termasuk
di
dalamnya
mengenai
praktik-praktik
prostitusi
yang
menggunakan aplikasi media sosial secara online seiring perkembangan teknologi jaringan Internet di Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam hal ini. Tak dapat dipungkiri lagi memang harus diakui bahwa, pengertian dan pengaturan tentang praktik prostitusi online di Indonesia hingga sekarang ini masih belum jelas termuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat dan pengambil kebijakan dalam upaya penegakan hukum di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya suatu pemahaman bersama dalam hal ini terkait dengan pemetaan kata yang menjadikan rumusan pengertian praktik prostitusi online di Indonesia dalam kerangka batasan penggunaan istilahnya. Akan tetapi dalam hal ini, pembahasan mengenai praktik prostitusi online adalah mengenai suatu kegiatan prostitusi atau pelacuran yang menggunakan media jaringan Internet atau online (terhubung/terkoneksi)
37
sebagai sarana transaksi bagi PSK yang ingin menggunakan jasa layanan seks bagi para penggunanya. Jadi jaringan Internet dipergunakan sebagai penunjang atau sarana penghubung saja dan tidak seperti praktik prostitusi pada umumnya seperti di lokalisasi prostitusi maupun pelacuran yang terdapat di pinggir-pinggir jalan untuk menjajakan diri dengan memberikan pelayanan seks.
2.2 Ruang Lingkup Pengaturan Hukum Terhadap Praktik Prostitusi Online Di Indonesia Seperti tak ada habisnya, kebutuhan seks yang telah menjelma menjadi hiburan seks pada saat ini di dunia khususnya di Indonesia semakin menjadi-jadi dan bergerak begitu dinamis mengikuti arus perkembangan global. Ternyata, tak hanya dunia fashion atau otomotif saja yang berkembang melakukan terobosan dan inovasi dari hari ke hari, akan tetapi seks juga mengalami hal yang sama. Masalah praktik prostitusi adalah merupakan masalah struktural yaitu permasalahan mendasar yang terjadi dalam masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan moral dan norma kesusilaan yang ada hidup di tengah-tengah masyarakat. Pada dasarnya, fenomena prostitusi atau pelacuran yang lebih dikenal oleh masyarakat di daerah-daerah Indonesia adalah merupakan salah satu bentuk kriminalitas yang sangat sulit ditangani dan jenis kriminalitas ini banyak didukung oleh banyak faktor ekonomi dalam masyarakat, dimana dalam masyarakat itu sendiri mendapat pemenuhan akan kebutuhan secara manusiawi.
38
Dalam bukunya, Moammar Emka13 menyebutkan bahwa, dalam praktiknya di industri seks yang notabene berlaku hukum jual-beli, fantasi seks ditempatkan sebagai suatu hal yang vital. Karena di sinilah magnet untuk menarik tamu sebanyak-banyaknya. Tak heran kalau menu-menu seks yang tersaji di industri seks selalu menampilkan sesuatu dan tantangan baru. Sederhananya, di industri seks semua orang bisa “membeli” fantasi seks. Tak perlu repot dan pusing lagi berkutat dalam fantasi tapi langsung bisa ditemukan di lapangan. Keberadaan praktik prostitusi online di Indonesia dapat terlihat dari maraknya berita di media elektronik dan media cetak yang banyak melibatkan artis yang dijadikan sebagai obyek yang ditawarkan dalam bisnis prostitusi online serta anak-anak remaja yang terperangkap di dalamnya sebagai pelaku praktik prostitusi dan ditandai dengan para pengguna layanan seks dapat dengan mudah melihat dan memilih melalui gambargambar dan iklan yang sedemikian rupa yang berpakaian minim bahkan tanpa busana yang banyak tersedia di dalam jaringan Internet antara lain menggunakan jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook dan lain sebagainya. Kehadiran peraturan perundang-undangan dalam suatu negara pada umumnya berfungsi untuk mengatur dan melindungi masyarakatnya. Idealnya suatu undang-undang tersebut lahir sebelum suatu permasalahan muncul, akan tetapi untuk memprediksikan suatu permasalahan yang akan terjadi di masa depan tidaklah mudah karena perkembangan hidup di masyarakat 13
sangatlah
dinamis.
Seperti
pengaturan
mengenai
Moammar Emka, Jakarta Under Cover 4 In 1 Pesta Yang Tak Pernah Usai, Cetakan Pertama, Gagas Media, Jakarta, 2015, Hal. 35
39
perkembangan teknologi yang selalu mengalami kemajuan yang pesat, pengaturan mengenai praktik prostitusi online hingga saat ini di Indonesia tidak secara jelas diatur dalam berbagai ketentuan peraturan perundangundangan yang ada di Indonesia baik itu secara tegas melarang, akan tetapi hanya sebatas ancaman pidana bagi para penyedia jasa atau bagi mereka yang menyebarluaskan tulisan, gambar, ajakan dan lainnya untuk berbuat asusila. Kejahatan prostitusi online di Indonesia merupakan salah satu kejahatan yang berkembang semenjak adanya teknologi Internet, dalam hal ini terjadi penyalahgunaan teknologi Internet tersebut untuk sarana pemasaran dan penawaran PSK. Untuk itu, maka diperlukan peran aktif dari semua pihak khususnya pemerintah dengan segala kekuatan aparat penegak hukum untuk membendung dan menumpas kejahatan ini. Memperhatikan adanya berbagai ketentuan dalam peraturan-peraturan yang ada di Indonesia hingga saat ini, maka sebenarnya telah ada payung hukum yang digunakan dalam upaya penegakan hukum praktik prostitusi online walaupun belum secara tegas dan rinci mengaturnya akan tetapi memiliki keterkaitan dengan pengaturan hukum praktik prostitusi online yaitu antara lain sebagai berikut : 1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) KUHP tidak memuat ketentuan yang khusus atau tuntas mengenai praktik prostitusi terlebih lagi praktik prostitusi online di Indonesia. Hanya beberapa ketentuan pasal saja yang dapat dijeratkan pada praktik prostitusi tersebut sebagai delik umum, karena peraturan mengenai praktik prostitusi online secara spesifik sampai saat ini di Indonesia masih
40
belum ada sama sekali. Adapun ketentuan pasal-pasal dalam KUHP yang bersentuhan dan sedikit ada relevansinya menyangkut praktik prostitusi adalah antara lain sebagai berikut : A. Pasal 284 ayat (1) KUHP Dalam ketentuan pasal ini, disebutkan bahwa : “Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan : 1. a.seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya ; b.seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya ; 2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa ia turut bersalah telah kawin ; b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya ;”. B. Pasal 286 KUHP Dalam ketentuan pasal ini, disebutkan bahwa : “Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan padahal diketahuinya bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan”. C. Pasal 295 KUHP Dalam ketentuan pasal ini, disebutkan bahwa : ”(1) Diancam : 1. dengan pidana penjara paling lama lima tahun barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikannya atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang lain. 2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1 di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya
41
belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain. (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu sebagai pencarian atau kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga”. D. Pasal 296 KUHP Dalam ketentuan Pasal 296 KUHP disebutkan bahwa : “barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah”. E. Pasal 506 KUHP Dalam ketentuan Pasal 506 KUHP disebutkan bahwa : “barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya
sebagai
pencaharian,
diancam
dengan
pidana
kurungan paling lama satu tahun”. 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) A. Pasal 78 UU Perlindungan Anak Dalam ketentuan 78 UU Perlindungan Anak, disebutkan bahwa : “Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah)”. B. Pasal 81 UU Perlindungan Anak
42
Dalam ketentuan Pasal 81 UU ayat (1) Perlindungan Anak, disebutkan bahwa : “Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah)”. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 81 ayat (2) UU Perlindungan Anak disebutkan bahwa : “Ketentuan pidana sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak dengannya atau dengan orang lain”. C. Pasal 88 UU Perlindungan Anak Dalam ketentuan Pasal 88 UU Perlindungan Anak, disebutkan bahwa : “setiap orang yang mengeskploitasi ekonomi dan/atau seksual anak dengan maksud untuk keuntungan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)”.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) A. Pasal 5 UU PKDRT Dalam ketentuan Pasal 5 UU PKDRT, disebutkan bahwa : “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara : a. kekerasan fisik ; b. kekerasan psikis ; c. kekerasan seksual ; d. penelantaran rumah tangga ;”. B. Pasal 8 UU PKDRT Dalam ketentuan Pasal 8 UU PKDRT, disebutkan bahwa : “kekerasan seksual yang dimaksud dalam Pasal 5, huruf c meliputi : pemaksaan
43
hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang hidup menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut ;”. C. Pasal 47 UU PKDRT Dalam ketentuan Pasal 47 UU PKDRT, disebutkan bahwa : “Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b đipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah)”.
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Perdagangan Orang (UU Perdagangan Orang) A. Pasal 2 UU Perdagangan Orang Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Perdagangan Orang, disebutkan bahwa : “Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah)”. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Perdagangan Orang, disebutkan bahwa : “Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”. B. Pasal 3 UU Perdagangan Orang Dalam ketentuan Pasal 3 UU Perdagangan Orang, disebutkan bahwa :
44
“Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah)”. C. Pasal 4 UU Perdagangan Orang Dalam ketentuan Pasal 4 UU Perdagangan Orang, disebutkan bahwa : “Setiap orang yang membawa Warga Negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah)”. D. Pasal 5 UU Perdagangan Orang Dalam ketentuan Pasal 5 UU Perdagangan Orang, disebutkan bahwa : “Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah)”. E. Pasal 6 UU Perdagangan Orang Dalam ketentuan Pasal 6 UU Perdagangan Orang, disebutkan bahwa : “Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000.- (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah)”.
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi (UU Pornografi) Dalam ketentuan UU Pornografi ini, mengenai praktik prostitusi diatur dalam beberapa ketentuan pasal yaitu sebagai berikut :
45
A. Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi Dalam ketentuan pasal ini disebutkan bahwa : “Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengespor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat : a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang ; b. kekerasan seksual ; c. masturbasi atau onani ; d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan ; e. alat kelamin ; atau f. pornografi anak ;”. B. Pasal 4 ayat (2) UU Pornografi Dalam ketentuan pasal ini, disebutkan bahwa : “Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang ; a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan ; b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin ; c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual ; atau d. menawarkan atau mengiklankan, baik secara langsung maupun tidak langsung layanan seksual ;”. C. Pasal 29 UU Pornografi Dalam ketentuan pasal ini, disebutkan bahwa : “Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengeskpor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan atau menyediakan pornografi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah)”. D. Pasal 30 UU Pornografi Dalam ketentuan pasal ini, menyebutkan bahwa : “Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 3. 000.000.000,- (tiga milyar rupiah)”.
46
6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Dalam ketentuan UU ITE ini, pengaturan mengenai praktik prostitusi (prostitusi online) hanya sebatas pada konten atau muatan yang dilarang. Diatur dalam Bab VII Perbuatan Yang Dilarang yaitu dalam ketentuanketentuan pasal sebagai berikut : A. Pasal 27 ayat (1) UU ITE Dalam ketentuan pasal ini, disebutkan bahwa : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik
yang
memiliki
muatan
yang
melanggar
kesusilaan”. B. Pasal 45 ayat (1) UU ITE Dalam ketentuan pasal ini, disebutkan bahwa : “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”. Sebagai suatu kejahatan, praktik prostitusi online yang dilakukan oleh para pelaku dalam bidang kejahatan ini dalam perkembangannya lebih tepat jika disebut sebagai bagian dari kejahatan maya (cyber crime) karena melibatkan jaringan Internet dalam melakukan aktivitas kejahatannya. Adapun bentuk-bentuk praktik prostitusi online didasarkan pada media yang digunakan yaitu sebagai berikut : 1. Website
47
Adanya beberapa layanan website gratis ataupun berbayar akan mempermudah pekerja prostitusi untuk mempromosikan dirinya. Website disini biasanya dibuat oleh orang lain. Website biasanya digunakan untuk menampilkan PSK dengan data-data yang lengkap seperti photo, umur, postur tubuh, harga dan lain-lainnya. Dalam bertransaksi, prostitusi online melalui media website tersebut pada umumnya terdapat nomor telepon yang dapat dihubungi baik itu nomor langsung PSK maupun nomor Germo atau Mucikari yang berhubungan dengan website tersebut. 2. Forum Forum sebenarnya berwujud website akan tetapi website yang digunakan lebih berbasis pada website satu arah yang dapat melakukan interaksi dengan banyak orang dengan terlebih dahulu mendaftar sebelum bergabung. Media ini sangat banyak digunakan oleh para pelaku praktik prostitusi online yang ingin mencari keuntungan dari bisnis prostitusi. 3. Jejaring Sosial Jejaring sosial adalah merupakan struktur sosial yang terdiri dari elemenelemen individual dan organisasi yang menunjukkan kesamaan sosialitas yang dapat berhubungan satu sama lainnya seperti Facebook, Twitter, Instagram dan lain sebagainya. 4. Aplikasi Media yang digunakan oleh para pekerja praktik prostitusi online banyak menggunakan dan memanfaatkan aplikasi-aplikasi atau program-program yang umumnya adalah program interaksi antar pengguna, misalkan program untuk berbincang-bincang seperti Chat, Voice Call (telepon
48
suara) ataupun Video Call (video telepon) dan contohnya adalah aplikasi Yahoo Massanger, CamFrog, mIRC, Skype dan lain sebagainya. Dengan demikian, maka pada saat ini, tidak tertutup kemungkinan lagi bahwa setiap orang bisa saling berkomunikasi, menikmati hiburan, dan mengakses apa saja yang menurutnya bisa mendatangkan kesenangan atau barangkali kepuasan dari jaringan Internet. Ada beragam tawaran di ruang maya sesuai dengan informasi global yang dijual oleh kapitalis-kapitalis yang rela menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan. Bahkan ironisnya, mereka juga bermaksud meruntuhkan ketahanan moral, ideologi, dan agama bangsa-bangsa lain di muka bumi yang berbeda dengan dirinya dan salah satunya ditandai dengan praktik prostitusi online yang melanda Indonesia seperti saat ini marak terjadi.
2.3 Faktor Penyebab Dan Akibat Terjadinya Praktik Prostitusi Online Di Indonesia Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa seks pada akhirnya menjelma menjadi komoditas yang tidak saja menjadi hiburan, tetapi juga lading uang bagi pelakunya untuk memenuhi kebutuhan penikmat layanan seks. Sebagai komoditas, dagangan atau layanan seks sekarang ini bisa dengan mudah didapatkan seperti layaknya Supermarket, berbagai macam menu seks ditawarkan dengan terbuka dan transparan di berbagai daerah di Indonesia. Suka tidak suka, seks bermetamorfosis menjadi bagian dari gaya hidup yang dianut oleh sebagian masyarakat, terutama yang hidup di daerah perkotaan berlabel metropolitan. Pada dasarnya, penyebab utama terjadinya prostitusi adalah karena adanya keterpurukan kondisi ekonomi di Indonesia yang membuat banyak
49
masyarakat Indonesia juga terkena dampak baik secara langsung maupun tidak langsung yang membuat tingginya angka kemiskinan di Indonesia dan akhirnya memanfaatkan peluang dan kesempatan untuk bekerja sebagai pelaku praktik prostitusi online untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seharihari. Pada umumnya, praktik prostitusi online semakin marak terjadi disebabkan oleh faktor penyebab yaitu lemahnya tingkat keimanan seseorang terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kemiskinan dan keterpurukan ekonomi, keinginan cepat kaya (materialistis) untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup yang mewah, faktor budaya yang tidak malu lagi dan secara terang-terangan menawarkan diri sebagai pemberi layanan seks dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Menurut pendapat yang disampaikan oleh Paisol Burhain14, apapun faktor-faktor penyebab prostitusi antara lain sebagai berikut : a. Faktor moral atau akhlak 1) Adanya demoralisasi atau rendahnya faktor moral, ketakwaan individu dan masyarakat, serta ketidaktakwaan terhadap ajaran agamanya. 2) Standar pendidikan dalam keluarga mereka pada umumnya rendah. 3) Berkembangnya pornografi secara bebas dan liar. b. Faktor ekonomi Adanya kemiskinan dan keinginan untuk meraih kemewahan hidup, khususnya dengan jalan pintas dan mudah. Tanpa harus memiliki keahlian khusus, meskipun kenyataannya mereka buta huruf, pendidikan rendah, berpikiran pendek sehingga menghalalkan pelacuran. c. Faktor sosiologis
14
Paisol Burhain, Op.Cit., Hal. 208
50
Ajakan dari teman-teman sedaerahnya yang sudah lebih dahulu terjun ke dunia pelacuran. Pengalaman da pendidikan yang sangat minim, akhirnya dengan
mudah
terbujuk
dan
terkena
tipuan.
Terutama
dengan
menjanjikan pekerjaan terhormat dengan gaji tinggi yang akhirnya dijebloskan ke tempat-tempat pelacuran. d. Faktor psikologis Hubungan keluarga yang berantakan, terlalu menekan, dan mengalami kekerasan seksual dalam keluarga, serta adanya pengalaman traumatis (luka jiwa) dan rasa ingin balas dendam yang diakibatkan oleh hal-hal, seperti kegagalan dalam perkawinan, dimadu, dinodai oleh kekasihnya yang kemudian ditinggalkan begitu saja. e. Faktor kemalasan Faktor kemalasan biasanya diakibatkan oleh psikis serta mental yang rendah, tidak memiliki norma agama dan susila menghadapi persaingan hidup. Hanya dengan modal fisik, kecantikan sehingga dengan mudah mengumpulkan uang. f. Faktor biologis Adanya nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian yang tidak merasa puas mengadakan hubungan seks dengan satu isteri/suami. g. Faktor yuridis Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran, serta tidak ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan hubungan seks sebelum pernikahan atau di luar pernikahan sedangkan yang dilarang dalam undang-undang adalah mucikari dan germo.
51
h. Faktor pendukung Adanya media atau alat pendukung dalam melakukan kegiatan prostitusi sangat mempengaruhi mereka yang bekerja dalam bidang ini. Dengan adanya teknologi pendukung, seperti internet maupun ponsel membuat seseorang dengan mudah dapat bertransaksi. Faktor yang disebutkan di atas adalah yang secara umum dijadikan alasan oleh seorang pekerja prostitusi sehingga ia mau untuk melakukan pekerjaan yang di dalam masyarakat sangat dianggap miring dan menggangu struktur sosial. Peran media komunikasi merupakan hal yang sering digunakan dalam transaksi-transaksi prostitusi. Sedangkan praktik prostitusi online saat ini sedang menjamur dan semakin banyak ditekuni oleh para wanita muda dari berbagai kalangan di Indonesia. Perkembangan praktik prostitusi online tidak bisa dipisahkan oleh beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
dan
turut
ikut
andil
dalam
perkembangannya. Jika dulu praktik prostitusi langsung ke tempat prostitusi/lokalisasi prostitusi yang khusus disediakan bagi pengguna layanan seksual (laki-laki) dengan perantaraan germo atau mucikari secara langsung, maka kini tidaklah demikian lagi. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi melalui jaringan Internet (media online) kini lebih dominan digunakan oleh para pelaku praktik prostitusi yang akhirnya sering disebut sebagai praktik prostitusi online oleh banyak kalangan masyarakat di Indonesia. Memperhatikan berbagai faktor-faktor penyebab terjadinya praktik prostitusi sebagaimana disebutkan oleh pendapat sebelumnya, maka
52
adapun secara khusus yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya praktik prostitusi online adalah sebagai berikut : 1) Praktik prostitusi online digunakan karena memudahkan para pelaku yang menyediakan jasa layanan seks maupun pengguna layanan seks untuk melakukan proses transaksi secara langsung secara pribadi yaitu berkaitan dengan kemudahan untuk melakukan pemasaran, memasang tarif bayaran dan melakukan penawaran harga terhadap jasa layanan seksual tersebut ; 2) Praktik prostitusi online tanpa melalui dan melibatkan Germo atau Mucikari sebagai perantara praktik prostitusi yang dapat dilakukan melalui aplikasi-aplikasi pada Internet, telepon maupun media sosial lainnya yang tentunya memudahkan pelaku penyedia jasa layanan seksual untuk melakukan transaksi sendiri tanpa ada biaya-biaya potongan untuk germo atau mucikari ; 3) Transaksi jasa layanan seks yang dilakukan lebih praktis dan efisien yaitu penyedia jasa layanan seks cukup hanya memasang photo/gambar, data pribadi dan keterangan pendukung lainnya yang dapat diketahui oleh pengguna layanan seks melalui aplikasi Internet dan mengajukan permintaannya ; 4) Praktik prostitusi lebih terjamin kerahasiaannya yang bisa dilakukan dengan melakukan chek in secara langsung dan bertemu pada hotelhotel yang telah disetujui sehingga tidak bisa di indentifikasi oleh masyarakat maupun aparat penegak hukum ; Kehidupan para pelaku praktik prostitusi pada umumnya adalah primitif. Dari aspek kehidupan bermasyarakat, banyak sekali masyarakat sekitarnya yang
53
memandang rendah para pelaku praktik prostitusi termasuk praktik prostitusi online khususnya perempuan yang menjajakan dirinya sebagai pekerja seks komersial. Tidak terlepas dari faktor penyebab yang telah disebutkan di atas, maka dalam hal akibat yang ditimbulkan oleh adanya praktik prostitusi pada umumnya, pada kenyataannya pelaku praktik prostitusi baik di lokasilasi maupun
menggunakan
layanan
jaringan
Internet
(prostitusi
online)
kebanyakan mereka sering dicemooh, dihina, diusir dari tempat tinggalnya dan tidak dianggap dalam kehidupan bermasyarakat oleh sebagian kalangan masyarakat walaupun sebenarnya ada sebagian masyarakat yang justru mendukung atau tidak sama sekali mempersoalkan keberadaan praktik prostitusi khususnya praktik prostitusi online di Indonesia. Pada kalangan yang menolak praktik prostitusi, maka tampaknya setiap orang yang melakukan praktik prostitusi, mereka seakan-akan dianggap oleh banyak masyarakat sebagai makhluk yang tidak bermoral dan meresahkan warga sekitar serta mencemarkan nama baik daerah tempat mereka berasal. Dapat dikatakan bahwa praktik prostitusi merupakan kegiatan demoralisasi yang merendahkan martabat perempuan sebagai manusia mahluk ciptaan Tuhan. Akan tetapi dalam praktiknya, kegiatan prostitusi termasuk praktik prostitusi online di Indonesia sering kali juga berimplikasi pada kegiatan pemerasan tenaga kerja seperti praktik perdagangan manusia sebagai barang komersial yang diperjual belikan, praktik prostitusi juga adalah merupakan penyebab maraknya penyakit kelamin menular seperti HIV dan AIDS yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
54
Paisol
Burhain15
selanjutnya
dalam
buku
yang
sama
juga
menyebutkan bahwa, semua kegiatan perilaku memiliki efek dibelakangnya, baik itu efek positif dan negatif. Begitu pun pelacuran, karena kegiatan prostitusi merupakan kegiatan perilaku menyimpang dari norma kesusilaan masyarakat dan norma agama, maka pelacuran hanya akan mengakibatkan efek negatif sebagai berikut : 1) Menimbulkan dan menyebabkan penyebarluasan penyakit kelamin dan kulit, terutama sifilis dan gonore (kencing nanah). 2) Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda oleh pelacur (PSK) biasanya melupakan fungsinya sebagai Kepala Keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan. 3) Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan
khususnya
anak-anak
muda
pada
masa
puber
dan
adolesensi. 4) Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan obat-obatan/narkotika. 5) Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama. 6) Dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual misalnya impotensi, anorgasme, nimfomania, satyriasis dan ejakulasi dini. Atas hal ini, tentunya pendapat tersebut dapat dibenarkan karena telah merangkum hal-hal yang berkaitan dengan dampak negatif akibat timbulnya penyalahgunaan
yang
dilakukan
oleh
seseorang
berkaitan
dengan
penggunaan jaringan Internet melalui berbagai aplikasi layanan media-media sosial termasuk didalamnya melakukan ajang kegiatan praktik-praktik
15
Paisol Burhain, Ibid., Hal. 210
55
prostitusi online di dunia khususnya di Indonesia seperti yang terlihat semakin bertumbuh dan berkembang dengan demikian pesat selama ini.
2.4 Pelaku Praktik Prostitusi Online Di Indonesia Fenomena praktik prostitusi online yang ada pada saat ini adalah merupakan inovasi baru bagi para penyedia jasa tersebut yang secara konvensional praktik prostitusi biasa dilakukan di lokalisasi melalui perantara induk semang para pelacur atau dikenal dengan istilah Germo atau Mucikari yang menghubungkan para pekerja seks komersial dengan orang yang memakai jasanya. Penggunaan media online sebagai penghubung lebih jelas memudahkan baik bagi induk semang para pelacur tersebut, pekerja seks komersial dan juga para pemakai atau pengguna jasa layanan seks (pelacuran) karena melalui media online tersebut lebih banyak kemudahan yang didapatkan. Tak melupakan dan menghindari perkembangan teknologi Internet, maka yang tak kala penting perlu diketahui dalam hal ini adalah bahwa kaitan antara praktik prostitusi dan teknologi Internet melalui berbagai media sosial yang semakin populer dan dijadikan untuk ajang berpromosi dan sarana untuk merangkul fans atau calon konsumen (dalam hal ini pengguna layanan seksual praktik prostitusi online) pada saat ini di seluruh dunia termasuk di Indonesia sebagaimana dirangkum menurut pendapat yang disebutkan dalam bukunya oleh Feri Sulianta16, antara lain yaitu sebagai berikut :
16
Feri Sulianta, Op.Cit., Hal. 117
56
1) Facebook : Jejaring sosial yang didirikan oleh Mark Zuckerberg dan kemudian menjadi salah satu jejaring terbesar di dunia. Brand ternama atau artis umumnya memiliki akun facebook fage di jejaring ini. Di Indonesia, jejaring ini sangat populer digunakan sebagai sarana berjualan online. URL : http://www.facebook.com 2) Flickr : Jejaring untuk berbagai gambar serta foto digital. Jejaring ini dapat digunakan untuk memajang foto produk dan sebagai sarana dalam meningkatkan akses ke website produk. Melalui flickr, netizen akan dituntun untuk mengunjungi website. URL : http://flickr.com 3) FourSquare : Jejaring untuk berbagi lokasi, mencakup berbagai tempattempat menarik, termasuk restaurant untuk dikunjungi dan membernya dapat saling berkomentar serta memberikan testimoni. URL : https://foursquare.com 4) Goodreads : Jejaring sosial khusus para pecinta buku, para penulis dan penerbit. Penulis dan penerbit wajib memiliki akun goodreads dalam memantau “feedback” para pecinta buku. URL : www.goodreads.com 5) Google : Situs jejaring sosial milik Google dengan konsep lingkaran pertemanan. Situs ini dirancang sedemikian sederhana dan relatif mudah digunakan. URL : https://plus.google.com
57
6) hi5 : Jejaring sosial ini dirancang dengan konsep yang memungkinkan penggunaanya bermain game, saling member hadiah dan menonton video. Komunitas penggunanya umumnya remaja. URL : http://www.hi5.com 7) Instagram : Layanan berbasis internet sekaligus jejaring sosial untuk berbagi cerita via gambar digital. Para pengguna gadget kerap kali menggunakan jejaring ini untuk berbagi hasil jepretan mereka. Tidak jarang orang-orang menggunakannya sebagai sarana berjualan online. URL : http://www.instagram.com/ 8) Kaskus : Jejaring sosial terbesar Indonesia ini dapat difungsikan untuk banyak hal, mulai dari forum diskusi hingga berjual beli yang disediakan khusus dalam forum jual beli kaskus (fjb kaskus). URL : http://www.kaskus.co.id/ 9) LinkedIn
:
Merupakan
jejaring
sosial
sekaligus
layanan
dalam
membangun profil informasi bisnis, atau dapat pula diibaratkan sebagai curriculum vitae online. Orang-orang yang tergabung pada jejaring ini umumnya adalah pekerja profesional dan angkatan siap kerja. URL : http://www.linkedin.com 10) MyLife : Jejaring ini memiliki tampilan dan fitur sederhana. Banyak pengguna
menjadikannya
sarana
bersosialisasi dengan anggota
keluarganya, teman lama juga pertemanan lainnya. URL : http://www.mylife.com/ 11) MySpace : Jejaring sosial yang cukup populer dan dihuni oleh kawula muda. Jejaring ini populer di negara barat. URL : http://www.myspace.com/
58
12) Ning : Situs yang menghubungkan orang-orang yang memiliki ketertarikan atau hobi terspesifikasi. URL : http://www.ning.com/ 13) Path : Jejaring sosial yang memungkinkan anggotanya berbagi informasi berbasis lokasi. Jejaring pertemanan ini berbagi informasi menggunakan foto, musik, pernyataan atau pengalaman dan cerita. URL : http://www.path.com/ 14) Picasa : Situs layanan berbagi foto yang dimiliki oleh Google. Pengguna dapat melakukan “tag” pada orang-orang yang terelasi dalam jejaring ini. Keunggulan layanan ini, yakni mampu menyajikan gambar dengan cepat. URL : http://www.picasa.com/ 15) Pinterest : Jejaring yang menyajikan gambar digital sebagai basis berbagi informasi dengan para “Follower”. URL : http://www.pinterest.com 16) Plaxo : Layanan dengan puluhan juta alamat netizen. URL : http://www.plaxo.com/ 17) Quora : Ingin berkomunikasi atau bertanya dengan para ahli dibidangnya ? Quora layak dicoba, cukup dengan mengetikkan pertanyaan untuk topic apapun maka tunggu saja, member yang tergabung dengan jejaring Quora akan segera memberikan jawab yang memuaskan. URL : http://www.quora.com 18) Reddit : Layanan ini memperbincangkan hal-hal yang sedang populer di internet. Para pengguna dilibatkan untuk menyatakan pendapatnya
59
perihal informasi yang sedang hangat. Beberapa situs yang memiliki layanan yang serupa, misalnya Stumbleupon.com, Digg.com juga Delicious.com. URL : http://www.reddit.com 19) Scribd : Merupakan jejaring publikasi sosial terbesar di internet. Di dalamnya dapat ditemukan berbagai dokumen, seperti e-book, material slide dan berbagai dokumen dari para profesional dengan ragam keahlian. URL : http://www.scribd.com 20) SlideShare : Jika ingin berbagi konten presentasi e-book atau berbagai material dokumen digital lainnya, maka slideshare adalah pilihannya. Umumnya pendistribusian konten menggunakan format ppt (power point) dan pdf (portable document format). Tidak jarang brand bisnis pun berbagi materialnya menggunakan layanan ini. URL : http://www.slideshare.net 21) Twitter : Jejaring sosial mikroblogging yang ditujukan untuk berbagi informasi (tweet) yang ringkas. Tidak jarang berbagai bisnis atau produk baru, akhirnya menjadi sangat popular setelah membuat “kicauan” di twitter. URL : http://www.twitter.com 22) Vimeo : Vimeo dapat dikatakan sebagai Youtube beresolusi tinggi. Layanan ini cocok untuk berbagi konten video bagi komunitas profesional dengan kualitas konten video yang sangat baik. URL : http://www.vimeo.com/
60
23) Wikipedia : meskipun pada dasarnya konten disajikan dan dibangun untuk encyclopedia, tetapi banyak orang yang terlibat di dalamnya dan membentuk komunitas tersendiri. Layaknya jejaring sosial bagi para penggiat konten Wikipedia, mereka berasal dari berbagai profesi dan latar belakang. Umumnya orang-orang yang bergabung adalah usia dewasa dan profesional. URL : http://www.wikipedia.com/ 24) XING : Jejaring ini memberikan batasan perihal perilaku dalam berbagi informasi penggunanya, motonya yakni “XING lets you choose which details you want to share with other people”. URL : http://www.xing.com 25) Yahoo : Meskipun pada dasarnya Yahoo memiliki ragam layanan dan dikenal sebagai mesin pencari atau portal berita, banyaknya orang yang memiliki akun di yahoo, otomatis akan tergabung dengan jejaring Yahoo. Salah satunya yahoo answer yang memberikan layanan tanya/jawab pada komunitas Yahoo. Tidak jarang pebisnis online berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan dari komunitas yang sekaligus dijadikan ajang berpromosi. URL : https://www.id.answers.yahoo.com 26) Yelp : Adalah sarana informasi yang dibuat orang-orang yang terkoneksi ke jejaring yelp untuk memberikan ulasan perihal tempat “hang out”, took, tempat atau taman bermain dan sebagainya. URL : http://www.yelp.com/ 27) YouTube : Sebuah layanan video ini menjelma menjadi jejaring sosial sekaligus sarana promosi luar biasa yang menyita perhatian banyak
61
orang. Berbagai brand papan atas kerap kali mendistribusikan iklaniklannya via Youtube. URL : http://www.youtube.com Dengan memperhatikan dan mencermati hal-hal sebagaimana tersebut di atas, tampaknya layanan jejaring sosial media yang jumlahnya sangat banyak
tersebut
dan
akan
cenderung
semakin
meningkat
seiring
perkembangannya teknologi informasi dan komunikasi di dunia dan memberikan peluang besar berkaitan dengan kemudahan-kemudahan kepada para netizen (pengguna Internet) sebagai pelaku yang terlibat dalam praktik prostitusi dengan menggunakan layanan media sosial dalam melakukan kegiatannya di berbagai lokasi di dunia termasuk di Indonesia. Seperti diketahui pada umumnya, berbagai pelanggaran kesusilaan di Indonesia adalah merupakan termasuk masalah yang tidak hanya melibatkan pelacurnya atau PSK saja, akan tetapi lebih dari itu yaitu merupakan suatu kegiatan yang melibatkan banyak pihak seperti Germo, Mucikari, Para Calo dan Konsumen Pengguna Layanan Seks yang sebagian besar pelakunya merupakan kaum laki-laki terlebih lagi dalam praktik prostitusi online yang tarap layanannya kerap menggunakan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melalui jaringan Internet yang sering luput dari aparat penegak hukum selama ini. Adapun beberapa pelaku praktik prostitusi khususnya praktik prostitusi online yang dikenal dalam masyarakat yang juga sering berhasil dilakukan proses pengungkapan kasus oleh aparat penegak hukum di Indonesia, yaitu antara lain sebagai berikut : 1. Mucikari/Germo
62
Mucikari adalah merupakan induk semang bagi perempuan/wanita yang menjadi pekerja praktik prostitusi atau sering disebut dengan istilah Germo. Pada umumnya, mucikari/germo berperan sebagai penghubung antara PSK dengan pengguna PSK dan akan mendapatkan bagian komisi dari PSK yang dipersentaseikan dan dibagi berdasarkan kesepakatan maupun perjanjian. Selain itu juga, pada kenyataanya banyak juga mucikari/germo yang terlibat sebagai pengasuh, perantara dan pemilik PSK yang diakibatkan adanya suatu tindakan tekanan maupun tidak seperti adanya balas budi karena PSK telah diberikan bantuan pinjaman uang atau justru karena PSK terperangkap dan terus dipaksa untuk melayani pelanggan mucikari/germo dalam jaringan mafia perdagangan manusia yang banyak terjadi di Indonesia. 2. Pekerja Seks Komersial (PSK) PSK adalah merupakan seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk uang atau sering disebut dengan istilah dalam masyarakat Pelacur. Pada umumnya, PSK dominan adalah kaum perempuan/wanita walaupun dalam kenyataanya tidak sedikit kaum laki-laki/pria yang menjadi pekerja seks komersial yang disebut dengan Gigolo. Dalam hal ini, praktik prostitusi online menjadikan PSK sebagai obyek eksploitasi yang utama dari mata rantai praktik prostitusi karena adanya jasa yang diberikan oleh PSK kepada pengguna yaitu layanan seksual. 3. Pihak – Pihak Lain Yang dimaksud dalam hal ini adalah adanya pihak-pihak lain yang terlibat sebagai pelaku praktik prostitusi online yang secara langsung maupun
63
tidak langsung mendukung terjadinya praktik prostitusi online tersebut. Dapat dikatakan bahwa, pihak-pihak lain tersebut adalah setiap orang yang menyediakan media-media yang digunakan sebagaimana yang disebutkan sebelumnya yang digunakan oleh PSK untuk mempromosikan dirinya. Karena menggunakan media online seperti website, forum, jejaring sosial dan aplikasi, maka para pemilik website, forum, jejaring sosial dan aplikasi sebagaimana yang dimaksud maka para pemiliknya inilah yang menjadi secara tidak langsung mendukung adanya praktik prostitusi online di Indonesia. Tidak sampai disitu, pemilik server tempat pemilik website, forum, jejaring sosial dan aplikasi tersebut menempatkan data-data mereka agar dapat diakses oleh siapapun yang membutuhkan layanan seksual dari seorang PSK. 4. Pengguna Jasa Pekerja Seks Komersial Dari semua pihak yang disebutkan diatas, pihak pengguna jasa PSK ini adalah merupakan inti dari titik bagaimana transaksi prostitusi online bisa terjadi dan sering dilakukan. Walaupun tentu pihak lain juga memberikan dorongan hingga terjadi praktik prostitusi online karena pengguna jasa PSK ini adalah merupakan sasaran dan menjadi target dari pemilik website, forum, jejaring sosial dan aplikasi prostitusi online untuk menggunakan jasa PSK darinya. Dengan demikian, maka keempat pelaku praktik prostitusi sebagaimana yang dimaksud di atas adalah merupakan ibarat mata rantai yang tidak bisa putus, saling membutuhkan dan saling berhubungan dalam menjalankan aktivitas dan melakukan praktik prostitusi online di Indonesia dan sewajarnya dapat dijadikan sebagai subyek hukum sebagai pelaku praktik prostitusi
64
yang
dapat
diberikan
sanksi
hukum
pidana
sebagai
bentuk
pertanggungjawabannya dalam menegakkan hukum pidana yang seutuhnya dan memenuhi rasa keadilan di tengah-tengah kehidupan masyarakat akibat perbuatan yang dilakukannya di Indonesia.
BAB III PENERAPAN SANKSI HUKUM PIDANA BAGI PELAKU PRAKTIK PROSTITUSI ONLINE DI INDONESIA 3.1 Penerapan Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Praktik Prostitusi Online Sebagai Wujud Kebijakan Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia Sejalan dengan proses pembangunan dan era globalisasi serta meningkatnya kualitas perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang terjadi saat ini khususnya di Indonesia, telah menjadikan masyarakat Indonesia
mengalami
banyak
perubahan
dan
tentunya
pemikiran
masyarakat juga telah dipengaruhi oleh banyak hal baik hal positif maupun negatif. Media Elektronik telah memberikan pengaruh yang besar bagi masyarakat, karena adanya sesuatu yang baru pasti menimbulkan dampak yang berpengaruh terhadap perilaku masyarakat pada umumnya. Dampak positif memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam melaksanakan aktivitasnya, dan dampak negatifnya, dapat berupa merosotnya moral masyarakat yang diakibatkan adanya praktik-praktik prostitusi online yang bisa ditemukan pada teknologi jaringan Internet. Membahas mengenai prostitusi memang tidak ada habisnya dan para pelaku praktik prostitusi saat ini semakin canggih dan modern dalam melakukan kegiatannya. Zaman yang serba digital yang terjadi pada saat ini, para pelaku praktik prostitusi juga mau tidak mau beradaptasi dan tidak mau ketinggalan dalam memanfaatkan teknologi yang berkembang pada saat ini. Secara umum, harapan mereka kebanyakan dengan memanfaatkan ketersediaan teknologi (Internet), dapat mempermudah pekerjaan mereka dalam hal melakukan penawaran dan tansaksi prostitusi kepada masyarakat luas khususnya kepada pengguna jasa layanan seksual.
65
66
Pada umumnya, prostitusi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan terhadap moral atau kesusilaan dan kegiatan tersebut termasuk sebuah kegiatan yang ilegal dan bersifat melawan hukum. Prostitusi juga bisa disebut sebagai perdagangan perempuan dan prostitusi dimasukkan sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Akan tetapi, prostitusi online lebih menjurus pada tindakan persundalan yang dilakukan oleh seseorang khususnya dalam melakukan praktik prostitusi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 298 KUHP. Hal yang sama tentang hal ini juga dikemukakan
oleh
Wirjono
Prodjodikoro17
dalam
bukunya
yang
menyebutkan bahwa, tindak pidana mengenai ini termuat dalam pasal 298 yang mengancam dengan hukuman penjara maksimum satu tahun empat bulan atau denda seribu rupiah barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang ketiga (koppelarij, prostitusi). Seorang koppelaar atau “penggandeng” ini juga dinamakan “germo”, sedangkan rumah persundalan yang khusus disediakan untuk prostitusi ini juga dinamakan “bordil”, berasal dari kata bordeel dalam bahasa Belanda. Berkembangnya kegiatan prostitusi di Indonesia merupakan bukti bahwa kegiatan prostitusi masih menjadi momok untuk moral masyarakat bangsa Indonesia sehingga sulit untuk pemerintah dalam menghapus kegiatan prostitusi khususnya terkait praktik prostitusi online yang terjadi selama ini. Praktik prostitusi online didasarkan pada sarana dan prasarana yang digunakan oleh pelaku yaitu jaringan Internet yang tersedia dalam batasan-batasan untuk memperlancar aksinya dan akan merasa lebih aman Wirjono Prodjodikoro, Tindak – Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Cetakan Kelima, Refika Aditama, Bandung, 2002, Hal. 122 17
67
dari razia petugas (Satpol PP, TNI maupun Kepolisian) karena pada umumnya biasa menjajakan dirinya di lokalisasi dan di pinggir-pinggir jalan pada malam hari. Perilaku seks di Indonesia menunjukkan perubahan pada masyarakat yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu dinamika penduduk, ekonomi, industrialisasi dan aspresiasi masyrakat melalui media.
Hasil penelitian
memberikan gambaran pengaruh iklan obat kuat menstimulasi persepsi masyarakat terhadap seks, selain beberapa faktor tadi. Secara nyata, dunia seks di perkotaan Pulau Jawa berkembang melampaui batas-batas normatif. Pada sisi lain, aborsi dan penyakit kelamin mewarnai kehidupan masyarakat Jawa masa itu, yang semuanya membuktikan perilaku seks semakin terbuka menjelang akhir colonial Belanda di Jawa. Bentuk dan perilaku prostitusi menurut berbagai pendapat meningkat drastis pada abad ke-19 terutama setelah 1870 sampai menjelang awal abad ke-20 ketika ekonomi kolonial di buka untuk modal swasta. Selanjutnya, penerapan sistem pendidikan Barat yang telah merebak di perkotaan semakin mempercepat lajunya proses modernisasi yang mengubah struktur lapisan sosial tertentu di masyarakat Jawa pada awal abad ke-20. Tentu saja hal ini membawa implikasi secara tidak langsung pada gaya hidup, termasuk perubahan perilaku seksualitas. Kenyataannya, rangkaian proses perubahan-perubahan yang berkembang telah mereduksi struktur masyarakat agraris, feodalisme, serta tradisional menuju masyarakat perkotaan yang bersifat modern. Suatu kejahatan yang dilakukan oleh seorang manusia didalam kehidupannya, akan selalu membawa akibat dalam kehidupannya, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Tidak ada manusia yang hidup di dunia ini tidak
68
bergantung atau tidak membutuhkan bantuan dari orang lain. Semua orang untuk memenuhi segala keperluannya harus selalu membutuhkan orang lain. Di dalam masyarakat seseorang harus menaati segala peraturan yang ada dan berlaku didalam masyarakat termasuk juga norma-norma hukum yang berlaku. Di tengah-tengah masyarakat itu pula, terdapat ada orang-orang yang menghormati dan mematuhi hukum dan ada juga di sekelilingnya orang-orang yang sama sekali tidak menghormati dan mematuhi hukum. Sebagaimana dikemukakan oleh Paisol Burhain18 dalam bukunya, perubahan masyarakat sudah berlangsung sebelum abad ke-20. Hanya yang membedakan adalah perilaku ini semakin terbuka di tengah masyarakat yang sedang mengalami transisi secara demografis akibat dari ekonomi liberal, industrialisasi dan modernisasi. Transisi masyarakat juga dikarenakan populasi dan tingkat kelahiran. Mengindikasikan bahwa perilaku seksual sudah semakin terbuka dalam kehidupan masyarakat. Makna seks semula bersifat privat menjadi perbincangan publik, karena adanya iklan yang setidaknya mengarah pada pergeseran makna dan fungsi seks itu sendiri. Melihat berbagai pengaturan mengenai praktik prostitusi di Indonesia, khususnya mengenai praktik prostitusi online yang kurang mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dalam hal memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat, maka sangat diperlukan kajian yang lebih mendalam mengenai bagaimana menciptakan seperangkat peraturan yang dapat memberikan kepastian hukum dengan pengaturan yang lebih spesifik mengenai praktik prostitusi online di Indonesia.
18
Paisol Burhain, Op.Cit., Hal. 211
69
Pada hakikatnya, praktik prostitusi online maupun praktik prostitusi konvensional di lokalisasi dan pinggir-pinggir jalan sebenarnya adalah sama yaitu sebagai suatu bentuk perzinahan yang melanggar kesusilaan dalam masyarakat. Hanya saja, terdapat perbedaan mengenai media yang digunakan dalam praktik prostitusi tersebut. Mengingat bahwa pembangunan hukum nasional Indonesia yang tengah dijalankan saat ini, mencakup pembaharuan hukum pidana, maka kajian mengenai praktik prostitusi online menjadi sangat menarik untuk terus dikaji dan harus dikaitkan dengan kebudayaan dan sosial masyarakat Indonesia yang sangat beragam dan sangat dominan ditentukan oleh kearifan hukum lokal (adat) dan norma agama yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat selama ini. Sebagaimana diketahui bahwa pertama kali kemunculannya, modernitas telah menawarkan janji-janji yang sangat menarik umat manusia. Hal ini dikarenakan modernitas telah melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi yan sebenarnya sangat membantu umat manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan sarana dan prasarana, piranti-piranti dan alat-alat yang mempermudah manusia dalam berbagai aktivitasnya begitu juga dengan keberadaan jaringan Internet yang membantu para pelaku kejahatan dalam bidang praktik prostitusi di Indonesia. Selanjutnya Abdul Wahid dan Mohammad Labib19 mengemukakan bahwa, kejahatan dunia maya (mayantara) yang sangat erat dengan pornografi dan prostitusi, terdapat 5 (lima) hal yang dapat dipahami sebagai ruang lingkup bentuk praktik prostitusi yaitu sebagai berikut :
19
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Op.Cit., Hal. 134
70
1. Kejahatan (crime) merupakan potret realitas kongkrit dan perkembangan kehidupan masyarakat, yang secara langsung maupun tidak telah atau sedang menggugat kondisi masyarakat, bahwa di dalam kehidupan masyarakat niscaya ada celah kerawanan yang potensial melahirkan individu-individu berprilaku menyimpang. Di dalam diri masyarakat ada pergulatan kepentingan yang tidak selalu dipenuhi dengan jalan yang benar, artinya ada cara-cara tidak benar dan melanggar hukum yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang guna memenuhi kepentingannya ; 2. Cyber crime dapat disebut sebagai kejahatan yang berelasi dengan kepentingan seseorang atau sekelompok orang. Ada seseorang yang memanfaatkan dan dimanfaatkan untuk memperluas daya jangkauan cyber crime. Kepentingan bisnis, politik, budaya, agama dan lain sebagainya dapat saja menjadi motif, alasan dan dalil yang membuat seseorang dan sekelompok orang terjerumus pada cyber crime ; 3. Cyber crime merupakan salah satu jenis kejahatan yang membahayakan kehidupan individu, masyarakat dan negara. Jenis kejahatan ini (cyber crime) tidak tepat jika disebut sebagai “crime without victim”, tetapi dapat dikategorikan sebagai kejahatan yang dapat menimbulkan korban berlapis-lapis baik secara privat maupun publik. Hak privat dapat terancam, terganggu bahkan hilang/rusak akibat ulah segelintir orang atau beberapa orang yang memanfaatkan kelebihan ilmunya dan teknologi dengan modus operandi yang tergolong dalam cyber crime ; 4. Cyber crime telah menjadi kejahatan serius yang bisa membahayakan keamanan individu, masyarakat, negara dan tatanan kehidupan global,
71
karena pelaku-pelaku cyber crime secara umum adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan keilmuan dan teknologi. Siapapun orangnya yang punya kemampuan menggunakan internet bisa terjebak menjadi korban kejahatan ini. Namun sebaliknya, seseorang juga dapat dengan mudah menjadi penjahat-penjahat akibat terkondisikan secara terus menerus atau dipaksa secara psikologis dan budaya untuk mengikuti serta berkiblat kepada pengaruh kriminalitas dan disnormatifitas yang dipenetrasikan masyarakat global ; 5. Korban dari kejahatan ruang maya (cyber crime) semakin hari semakin beragam. Kegiatan-kegiatan kenegaraan yang tentu saja sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat dan negara tidak selalu bisa dijamin aman dari ancaman penjaga-penjahat di jagad maya ini. Hal ini menjadi suatu bukti, bahwa kemammpuan intelektualitas dan teknologi pelaku kejahatan tidak bisa dianggap ringan oleh aparat penegak hukum. dalam realitasnya, tindak kejahatan ini sudah demikian maju, yang tentu saja sulit disejajarkan dengan kemampuan aparat untuk menanganinya, apalagi bila aparat-aparatnya tidak selalu mendapatkan pelatihanpelatihan yang memadai untuk mengimbangi dan mangantisipasi gerak kejahatan bergaya kontemporer ; Dalam perkembangannya, hukum pidana di Indonesia sudah menjadi keharusan untuk terus tetap ada di era globalisasi dan digital karena dapat menjadi sarana perubahan sosial, sarana kontrol dan sarana pelindung masyarakat
dalam
upaya
kesejahteraan masyarakat.
menciptakan
ketertiban,
keamanan
dan
72
Praktik prostitusi khususnya praktik prostitusi online yang ada dan semakin berkembang pada saat ini di Indonesia, haruslah mendapatkan perhatian dan keseriusan dari semua pihak termasuk dalam upaya pencegahannya. Selayaknya setiap orang yang melakukan praktik prostitusi haruslah mendapatkan sanksi hukum yang tegas dan bisa dipertanggung jawabkan dalam hukum pidana untuk mengembalikan keseimbangan kehidupan masyarakat yang baik, maka pelaksanaan hukuman itu sebagai tujuan hukum pidana. R. Abdoel Djamali20 menyebutkan bahwa, tujuan hukum pidana itu sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang telah terlanjur berbuat tidak baik. Jadi hukum pidana, ialah ketentuanketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. Dengan
demikian,
untuk
memberikan
kepastian
hukum
dan
perlindungan kepada masyarakat, maka sangat diperlukan kajian yang lebih mendalam bagaimana menciptakan seperangkat peraturan yang dapat memberikan kepastian dengan hadirnya peraturan yang lebih spesifik terhadap praktik prostitusi online di Indonesia. Adanya ketentuan-ketentuan mengenai pemberlakuan hukum yang hidup di masyarakat, mengisyaratkan bahwa pembangunan hukum nasional termasuk pembaharuan hukum pidana menghendaki masuknya hukum adat dan norma agama berupa hukum tertulis menjadi bagian hukum pidana di Indonesia. Upaya penanggulangan praktik prostitusi online yang selama ini banyak terjadi di Indonesia memang sudah menjadi keharusan untuk segera dilakukan yaitu 20
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan Kedelapan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, Hal. 157
73
dengan cara merevisi peraturan perundang-undangan yang sudah ada atau menerbitkan undang-undang yang baru dengan semangat pembaharuan hukum pidana dengan pendekatan kebijakan, yaitu misalnya kebijakan sosial untuk mengatasi masalah-masalah sosial termasuk masalah kemanusiaan dalam rangka mencapai tujuan nasional, kebijakan kriminal yang termasuk bagian dari upaya memberikan perlindungan kepada masyarakat khususnya upaya pencegahan dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia. Sampai pada saat ini memang belum ada formula ampuh untuk menyelesaikan masalah prostitusi. Bahkan menutup lokalisasi sekalipun tidak menjadi jalan keluar yang efektif karena justru akan menimbulkan persoalan baru. Namun beberapa pemikiran berikut ini mungkin bisa dipikirkan sebagai solusi di mana baik laki-laki maupun perempuan yang terlibat
dalam
prostitusi
mempunyai
kedudukan
yang
sama
untuk
‘disalahkan’, termasuk diberi label yang sama (tidak bermoral). Jika paradigmanya demikian bukan tidak mungkin jika para pengguna PSK liar juga harus ditangkap, diadili, bahkan jika perlu dikirim ke panti rehabilitasi. Ini mungkin akan berdampak secara psikologis kepada pengguna atau calon pengguna untuk berpikir ulang dalam melakukan tindak prostitusi. Pemerintah dalam menerapkan program penanggulangan prostitusi tidak menempatkan perempuan sebagai masalah, tetapi melihat secara proporsional sehingga pembinaan sosial, kesehatan, dan agama yang dilakukan tidak hanya disasarkan pada penjual, tetapi juga pembeli. Para pengguna PSK juga harus mendapatkan pantauan karena mereka juga berpeluang besar menularkan HIV/AIDS dan penyakit menular seksual lainnya pada istri dan calon anaknya. Pemerintah harus memiliki data yang
74
meliputi seluruh stakeholder di bisnis prostitusi, apakah pekerja, mucikari, makelar, centeng-centeng sampai pemakai jasa mereka. Dengan demikian pembinaan tidak hanya sasaran para PSK, tetapi seluruh stakeholder sehingga jika ada anggapan penting menyadarkan PSK untuk kembali ke jalan yang benar, lebih penting lagi adalah menyadarkan pengguna PSK untuk insyaf. Ibarat jual beli, jika tidak ada pembeli maka tidak ada penjual. Pendekatan terhadap permasalahan praktik prostitusi online yang banyak terjadi selama ini seharusnya menggunakan penyelesaian yang lebih holistis mengingat masalah yang ditimbulkanya yang begitu kompleks. Perlu ada kerja sama yang sinergi semua pihak dalam menyadarkan kesadaran hukum masyarakat secara luas di seluruh Indonesia termasuk didalamnya pengaturan agar konten-konten media sosial segera harus dilakukan pemblokiran-pemblokiran oleh pihak pemerintah jika situs-situs pada media sosial tersebut mengandung muatan seksual sehingga bisa dilakukan upaya pencegahan maupun pemulihan/penanggulangannya dengan segera agar tidak dipergunakan oleh masyarakat.
3.2 Penerapan Sanksi Hukum Pidana Bagi Pelaku Praktik Prostitusi Online Sebagai Wujud Upaya Penegakan Hukum Di Indonesia Perkembangan teknologi yang demikian pesat dewasa ini, disadari atau tidak telah menimbulkan problema baru bagi pembentuk undangundang khususnya pemerintah tentang bagaimana caranya melindungi masyarakat secara efektif dan efisien terhadap bahaya demoralisasi yang sedang terjadi pada saat ini. Jika menghubungkan praktik prostitusi khususnya mengenai praktik prostitusi online di Indonesia adalah tidak terlepas dari adanya norma-norma kesusilaan, norma agama dan budaya
75
yang dianut oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa di dunia yang memiliki adab dan adat kebiasaan ketimuran yang cenderung menganggap bahwa praktik prostitusi adalah tindakan memalukan dan sangat tabu untuk dilakukan terlebih lagi untuk melakukan berbagai aksi-aksi pornografi termasuk praktik prostitusi yang dianggap sudah menjadi hal biasa di negara-negara sekuler dan bebas untuk melakukan tindakan yang mengarah pada hal-hal seksualitas yang terkadang bisa diperlihatkan, dipertontonkan bahkan
dikomsumsi
dengan
bebas
pada
khalayak
umum
yang
membutuhkan layanan seks. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa, praktik prostitusi adalah sebenarnya merupakan bagian dari delik kesusilaan yang kemudian dikembangkan dengan adanya berbagai peraturan-peraturan yang lebih khusus mengaturnya. Menurut pendapat Andi Hamzah21 dalam bukunya menyebutkan bahwa, delik kesusilaan termasuk bagian hukum pidana yang tidak netral, artinya berbeda misalnya dengan delik pembunuhan, pencurian, perkosaan dan lain-lainnya. Delik kesusilaan di setiap negara di dunia berbeda. Jika delik kesusilaan di Indonesia semakin kencang, maka di Nederland, Prancis, dan lain-lain peraturannya semakin melunak. Delik permukahan (Belanda : overspel ; Inggris : audeltery) sudah dicabut dari Ned. WvS sejak tahun 1971, karena dianggap kejahatan tanpa korban (victimless crime). Indonesia dalam Rancangan KUHP semakin berat ancaman pidananya. Bahkan KUHP RTT tidak memuat bab tentang kesusilaan. Perkosaan di dalam KUHP RRT misalnya, diancam dengan pidana sebagai perbuatan melanggar badan orang seperti penganiayaan. 21
Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) Di Dalam KUHP, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, Hal. 164
76
Hukum Pidana Indonesia bentuknya tertulis dikodifikasikan dalam sebuah kitab undang-undang dan dalam perkembangannya banyak yang tertulis tidak dikodifikasikan berupa undang-undang. Hukum Pidana yang tertulis dikodifikasikan itu tertera ketentuan-ketentuannya di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana
(KUHP) yang berasal dari zaman
pemerintah penjajahan Belanda. Di Indonesia sendiri mengenai delik kesusilaan diatur dalam BAB XIV yaitu dalam ketentuan Pasal 281 KUHP, 282 KUHP, Pasal 283 KUHP, Pasal 284 KUHP, Pasal 285 KUHP, Pasal 286 KUHP, Pasal 287 KUHP, Pasal 288 KUHP, Pasal 289 KUHP, Pasal 290 KUHP, 291 KUHP, Pasal 292 KUHP, Pasal 293 KUHP, Pasal 294 KUHP, Pasal 295 KUHP, Pasal 296 KUHP, Pasal 297 KUHP, Pasal 298 KUHP dan Pasal 299 KUHP. Akan tetapi, delik kesusilaan sangat berbeda dengan praktik prostitusi online. Mengarahkan praktik prostitusi online menjadi suatu kejahatan adalah merupakan bagian dari penegakan hukum di Indonesia yang kemudian dikenal dengan istilah tindak pidana. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yang disertai ancaman pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Dalam ketentuan KUHP, khususnya ketentuan-ketentuan yang ada pada Bab II KUHP memuat tindak pidana jenis kejahatan dan Buku III KUHP memuat tindak pidana jenis pelanggaran yang juga sekaligus tentunya memuat unsur-unsur normatif dan objektif tindak pidana dalam rumusannya. Dalam ketentuan KUHP misalnya, dapat ditemukan unsur-unsur tindak normatif tindak pidana seperti unsur tingkah laku atau perbuatan yang dilarang, unsur objek tindak pidana, unsur kualitas subjek hukum tindak pidana, unsur kesalahan, unsur sifat melawan hukum perbuatan, unsur
77
akibat konstitutif, unsur keadaan yang menyertai, unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana pembuat, unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana pembuat, unsur syarat tambahan untuk diperberatnya pidana pembuat dan unsur syarat tambahan untuk diperingannya pidana pembuat. Adami Chazawi22 dalam bukunya menyebutkan bahwa, ditinjau dari sudut normatif, tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang UU yang disertai ancaman pidana dan dapat ditimpakan kepada barang siapa yang melakukan perbuatan yang dilarang tersebut. Tiada tindak pidana tanpa dirumuskannya di dalam undang-undang. Oleh karena itu, perbuatan selalu disebutkan dalam rumusan tindak pidana. Perbuatan merupakan unsur mutlak tindak pidana. Perbuatan dalam rumusan tindak pidana dapat dibedakan berdasarkan kategorisasi tertentu, antara lain sebagai berikut : 1. Berdasarkan bentuknya, terdiri atas perbuatan yang abstrak dan perbuatan konkret. 2. Berdasarkan perlu ataukah tindak aktivitas tubuh, dibedakan antara perbuatan aktif atau positif dan perbuatan pasif atau negatif. 3. Berdasarkan syarat penyelesaian tindak pidana, dibedakan antara perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana dan perbuatan yang harus menimbulkan akibat sebagai syarat penyelesaian tindak pidana. Hukum sebenarnya adalah sebagai sarana rekayasa sosial. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo23, bahwa salah satu ciri yang menonjol dari hukum pada masyarakat modern adalah penggunaannya 22 23
Hal. 206
Adami Chazawi, Op.Cit., Hal. 23 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cetakan Keenam, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006,
78
secara sadar oleh masyarakatnya. Di sini hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandangnya tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Inilah yang disebut sebagai pandangan modern tentang hukum itu yang menjurus kepada penggunaan hukum sebagai instrument. Untuk menentukan bahwa praktik prostitusi online sebagai suatu tindak pidana, maka tidak terlepas asas hukumnya yang dicantumkan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP. Adapun bunyi Pasal 1 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa : “Tidak suatu perbuatan yang boleh dihukum melainkan atas kekuatan aturan pidana dalam undang-undang yang terdahulu dari perbuatan itu”. Ketentuan pasal ini memuat asas yang tercakup dalam rumusan “Nullum Delictum, Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali” yang artinya tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yang terlebih dahulu menyebut perbuatan yang bersangkutan, sebagai suatu delik dan yang memuat suatu hukuman yang dapat dijatuhkan atas delik itu. Jadi secara tegas, dapat dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang melarang perbuatan tertentu harus tertulis dalam ketentuan peraturan perundangan hukum pidana termasuk di Indonesia. Dalam hal ini, hal yang sama berkaitan dengan hal tersebut juga disampaikan oleh L. J. van Apeldoorn24 dalam bukunya yang menyebutkan bahwa, azas ini baru pada akhir abad ke 18 masuk dalam perundangundangan. Sebelumnya, hakim dapat menjatuhkan hukuman atau peristiwa 24
L. J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Keduapuluhlima, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, Hal. 324
79
yang oleh undang-undang tidak dengan tegas dinyatakan dapat dikenai hukuman (delik-delik arbitrair, yaitu peristiwa-peristiwa yang dijatuhi hukuman pidana oleh hakim menurut pandangannya sendiri). Azas pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berasal dari ajaran Montesquieu mengenai pemisahan kekuasaan, menurut ajaran mana tugas hakim hanya terbatas hingga menjalankan undang-undang, dan berasal dari teori-teori hukuman dari kriminalis Anselm von Feuerbach (1775-1833), yang meletakkan titik berat pada daya penakuti yang timbul dari ancaman hukuman. Kini azas dari pasal 1 itu dipandang sebagai jaminan yang perlu sekali bagi keamanan hukum para kaula (melindungi orang-orang terhadap perbuatan sewenang-wenang dari pihak hakim). Akibat dari azas tersebut ialah, bahwa suatu peristiwa tak dapat dikenai hukuman atas kekuatan hukum kebiasaan. Ia juga menutup kemungkinan pemakaian undangundang secara analogi, sepanjang mengenai pertanyaan dapatkah suatu peristiwa dikenai hukuman. Selanjutnya R. Abdoel Djamali25 mengemukakan bahwa, Pasal 1 ayat (1) KUHP yang memiliki asas legalitas itu mengandung beberapa pokok pemikiran sebagai berikut : 1) Hukum Pidana hanya berlaku terhadap perbuatan setelah adanya peraturan. Maksudnya, hukum pidana itu tidak dapat berlaku surut artinya kalau ada suatu perbuatan yang tidak diatur dalam undang-undang dan kemudian setelah suatu perbuatan terjadi baru dibuat undang-undang yang melarangnya, maka tetap perbuatan itu tidak dapat dikenakan berlakunya undang-undang baru tersebut. Pengertian hukum pidana tidak
25
R. Abdoel Djamali, Op.Cit., Hal. 164
80
dapat berlaku surut harus dianggap sebagai ketentuan umum, kecuali kalau ketertiban hukum atau kepentingan umum menghendakinya. 2) Dengan adanya sanksi pidana, maka hukum pidana bermanfaat bagi masyarakat yang bertujuan tidak akan ada tindakan pidana karena setiap orang harus mengetahui lebih dahulu peraturan dan ancaman hukuman pidananya. 3) Menganut adanya kesamaan kepentingan yaitu selain memuat ketentuan tentang perbuatan pidana juga mengatur ancaman hukumannya. 4) Kepentingan umum lebih diutamakan dari kepentingan individu. Adapun asas legalitas ini memiliki rancangan luas, yang artinya dalam mengembangkan hukum pidana, dapat disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Memperhatikan ketentuan yang ada pada Pasal 1 KUHP dan pandangan-pandangan tersebut diatas, maka dalam hal ini yang berkaitan dengan peristiwa pidana adalah bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman atas sesuatu peristiwa yang tidak dengan tegas disebut dan diuraikan dalam undang-undang, misalnya dengan menjalankan terhadap peristiwa itu sesuatu peraturan undang-undang yang dasarnya dilanggar oleh peristiwa tersebut atau dengan perkataan lain, sesuatu peraturan undang-undang yang memuat ancaman hukuman terhadap peristiwa yang serupa dengan itu. Dalam tindak pidana, selalu ada objek hukum dan hal ini merupakan unsur mutlak yang selalu ada dalam setiap tindak pidana. Apabila tidak disebut dalam rumusan tindak pidana, maka hal itu merupakan pengecualian. Dengan demikian, tidak berarti tidak mengandung unsur objek tindak pidana. Ada 2 (dua) kelompok besar objek tindak pidana. Pertama,
81
objek mengenai orang maupun badan hukum (subjek hukum). Kedua, benda-benda dan hak (objek hukum). bagi subjek hukum yang ditentukan sebagai objek tindak pidana, khususnya orang adalah mengenai fisiknya (misalnya
penganiayaan),
nyawanya
(misalnya
pembunuhan),
kebebasannya (misalnya penculikan dan pemerasan) dan perasaan atau rasa pribadi (misalnya kehormatan dan nama baik pada pencemaran). Berdasarkan harkat dan martabatnya, setiap orang memerlukan perlindungan hukum, baik yang berhubungan dengan fisik, nyawa, kebebasan maupun perasaan atau kedamaian hati. Hukum Pidana memberikan perlindungan hukum melalui rumusan tindak pidana dalam undang-undang. Oleh karena itu, dalam setiap rumusan tindak pidana selalu terkandung kepentingan hukum yang hendak dilindungi. Tidak terlepas dari hal ini, sebagaimana diketahui bahwa setiap individu tidak saja harus menegakkan hukum dalam sikap dan perbuatannya, tetapi juga perlu menegakkan norma-norma lain seperti kesusilaan dan agama. Meskipun terhadap isi bagian tertentu norma kesusilaan dan norma agama, belum diadopsi ke dalam norma hukum. Belum teradopsi menjadi norma hukum tidak menjadi alasan bagi setiap individu untuk tidak menjalankan dan mematuhi norma-norma kesusilaan dan norma agama. Sebenarnya banyak norma agama di Indonesia yang tanpa disadari telah teradopsi ke dalam norma-norma kesusilaan. Oleh karena itu, melanggar norma kesusilaan dapat dinilai sekaligus melanggar norma agama. Misalnya, perbuatan bersetubuh di luar nikah yang banyak diatur di Indonesia dengan menerapkan syarat-syarat tertentu dalam ketentuan norma agama dan hukum.
82
Pemidanaan merupakan bagian terpenting dalam hukum pidana, karena merupakan puncak dari seluruh proses mempertanggungjawabkan seseorang yang telah bersalah melakukan tindak pidana yang dalam hal ini yaitu kegiatan praktik prostitusi online yang merupakan salah satu bagian dari jenis tindak pidana (kejahatan) yang mendapat tempat pengaturan dalam sistem hukum sebagai suatu perbuatan yang dilarang di Indonesia. Berkaitan dengan ini, maka sangat perlu diperhatikan bahwa apa sebenarnya tujuan pemidanaan yang yang dianut dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Menurut pendapat Chairul Huda26 menyebutkan bahwa, hukum pidana tanpa pemidanaan berarti menyatakan seseorang bersalah tanpa ada akibat yang pasti terhadap kesalahan tersebut. Dengan demikian, konsepsi tentang kesalahan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengenaan pidana dan proses pelaksanaanya. Jika kesalahan dipahami sebagai ‘dapat dicela’, maka di sini pemidanaan merupakan ‘perwujudan dari celaan’ tersebut. Norma-norma kesusilaan berpijak pada tujuan menjaga keseimbangan batin dalam hal kesopanan setiap orang dalam pergaulan hidup sesamanya dalam masyarakat. Nilai-nilai kesusilaan yang hidup dan dijunjung tinggi oleh masyarakat dapat mencerminkan sifat dan karakter dari suatu lingkungan masyarakat bahkan suatu bangsa. Patokan patut atau tidak patutnya suatu perbuatan dianggap menyerang atau tidak terhadap kepentingan hukum mengenai rasa kesusilaan tidak semata-mata bersifat individual, tetapi ada juga nilai-nilai bersifat universal misalnya persetubuhan atau pemerkosaan.
26 Chairul Huda, “Dari ‘Tiada Pidana Tanpa Kesalahan’ Menuju Kepada ‘Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan’“ Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Cetakan Ketiga, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, Hal. 129
83
Penegakan hukum adalah merupakan proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada aturan norma hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subyeknya tersebut, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparat penegak hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum, apabila diperlukan aparat penegak hukum sebagaimana yang dimaksud dapat diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. Selain itu, pengertian penegakan hukum dapat pula ditinjau dari segi obyeknya yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pada nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalam bunyi aturan formal ataupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Akan tetapi dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Dengan demikian, telah jelas bahwa yang
dimaksud dengan penegakan hukum kurang lebih
merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materiil yang luas sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh subyek hukum
84
yang bersangkutan maupun oleh aparat penegak hukum yang resmi diberi tugas dan tanggung jawab serta kewenangan oleh peraturan perundangundangan untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Adanya penerapan sanksi hukum pidana baik itu pidana penjara maupun denda bagi pelaku praktik prostitusi khususnya pelaku praktik prostitusi online di Indonesia sebenarnya adalah merupakan bagian dari tujuan pemidanaan bagi pelaku agar bisa jera dan tidak mengulangi kejahatan serta mendapatkan sanksi hukuman yang dianggap setimpal dengan perbuatannya. Seperti diketahui bahwa hingga saat ini, pemerintah Indonesia masih belum secara tegas melarang adanya praktik-praktik pelacuran yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Ketidaktegasan pemerintah dalam hal ini dapat terlihat dalam ketentuan Pasal 296, Pasal 297 dan Pasal 506 KUHP yang hanya melarang para pelaku membantu dan menyediakan pelayanan seks secara ilegal. Artinya, larangan hanya diberikan untuk mucikari atau germo sedangkan pelacurnya sama sekali tidak ada ketentuan pasal dalam KUHP yang mengaturnya dan hal ini adalah merupakan sulitnya rumusan dalam menentukan penerapan tindak pidana materiil kepada pelaku praktik prostitusi selama ini di Indonesia. Atas hal ini, pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Adami Chazawi27 dalam bukunya yang menyebutkan bahwa, tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang berisi larangan menimbulkan akibat tertentu. Tindak pidana yang mengandung unsur akibat dari perbuatan yang menjadi satu-satunya syarat penyelesaian tindak pidana. Sering pula disebut dengan
27
Adami Chazawi, Op.Cit., Hal. 62
85
tindak pidana yang dirumuskan secara materiil. Akibat inilah yang dimaksud dengan unsur akibat konstitutif (constitutief gevolg) pada tindak pidana materiil. Dilihat dari cara perumusannya, tindak pidana materiil dibedakan menjadi dua sebagai berikut : Pertama, tindak pidana materiil yang dalam rumusannya mencantumkan perbuatan sekaligus mencantumkan juga akibat perbuatan. Misalnya, Pasal 285 KUHP perbuatannya : memaksa, dan akibat konstitutif, terjadinya persetubuhan/menyetubuhi. Pasal 289 KUHP perbuatannya : memaksa, dan akibat konstitutif : terjadinya perbuatan cabul. Pasal 368 dan 369KUHP perbuatannya : memaksa, dan akibat konstitutif : orang menyerahkan benda, membuat utang dan atau menghapuskan piutang. Pasal 378 perbuatan : menggerakkan, dan akibat konstitutif : orang menyerahkan benda, membuat hutang dan atau menghapuskan piutang. Kedua, tindak pidana materiil dimana akibat konstitutif tidak tegas dicantumkan dalam rumusan. Karena sifat perbuatan yang dicantumkan dalam rumusan tindak pidana dengan sendirinya telah mengandung akibat dalam perbuatan. Misalnya pada pembunuhan (Pasal 338 KUHP), Perbuatannya adalah menghilangkan nyawa orang lain. Unsur akibat konstitutif : “hilangnya nyawa orang lain” dengan sendirinya ada dan melekat pada unsur perbuatan “menghilangkan nyawa”. Begitu juga akibat rusak atau hancurnya benda sebagai syarat penyelesaian kejahatan perusakan benda (Pasal 406), dengan sendirinya ada dan melekat pada perbuatan merusak dan menghancurkan sebagai unsur perbuatan yang dilarang pada kejahatan perusakan benda.
86
Atas pendapat yang dikemukan tersebut diatas, tentunya hal ini juga berlaku dalam pengaturan tindak pidana materiil praktik prostitusi online yaitu berkaitan dengan adanya suatu keharusan dalam hal adanya aturan larangan karena akan menimbulkan akibat tertentu termasuk juga cara-cara dilakukannya
perbuatan
tersebut
dalam
rangka
untuk
syarat-syarat
menjatuhkan pidana kepada setiap subjek hukum (pelaku kejahatan) dalam hal ini yaitu pelaku praktik prostitusi online di Indonesia. Dari
6
(enam)
ketentuan
undang-undang
yang
disebutkan
sebelumnya, maka dalam hal ini jika dikelompokkan berdasarkan ruang lingkup ketentuan-ketentuan yang diatur di berbagai peraturan hukum yang ada di Indonesia mengenai penerapan sanksi hukum pidana bagi pelaku praktik prostitusi online dapat dikelompokan yaitu sebagai berikut : 1) KUHP A. Pasal 284 ayat 1 KUHP, dapat diterapkan bagi pelaku praktik prostitusi, khususnya bagi pengguna jasa prostitusi, namun hanya dapat diterapkan dalam kondisi yang sangat khusus yakni pengguna jasa sudah memiliki isteri ataupun suami, sedangkan pengguna jasa yang belum memiliki isteri ataupun suami dapat bebas dari jeratan hukum dan selain itu, pasal ini termasuk dalam kategori delik aduan dimana diperlukan adanya laporan dari pihak korban maupun pihak lain yang memiliki hak atas pelaku maupun korban. B. Pasal 286 KUHP, dapat diterapkan bagi pelaku praktik prostitusi, yaitu pengguna jasa layanan seksual namun perlu dibuktikan bahwa korban benar-benar dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, serta tidak berdayanya korban dalam hal ini bukan diakibatkan oleh si pelakunya
87
dan tidak bisa melakukan perlawanan akibat hilang ingatan kesadaran ataupun tidak ada kekuatan tenaga untuk melakukan perlawanan dan/atau penolakan. Dalam hal ini, jika dikaitkan dengan praktik prostitusi, peran mucikari/germo memiliki kecenderungan untuk berperan untuk membuat korban pingsan dan tidak berdaya yang kemudian korban tersebut bisa ditawarkan kepada pelanggan atau dipaksa menjadi PSK. C. Pasal 295 ayat (1) dan ayat (2) KUHP, dapat diterapkan terhadap pelaku yang mata pencaharian dan kebiasaannya melakukan praktik prostitusi online yang menjual PSK dibawah umur ataupun menjadikan anak sebagai PSK. D. Pasal 296 KUHP, dapat diterapkan kepada mucikari/germo yang pada umumnya pekerjaan atau mata pencahariannya adalah mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lainya yaitu dengan cara menyediakan rumah atau tempat dengan kamar-kamar yang disewakan kepada pria dan wanita untuk melacur dan disediakan tempat tidur. E. Pasal 506 KUHP, dapat diterapkan hanya kepada mucikari/germo karena
mucikari/germo
ialah
orang
atau
pria/wanita
yang
penghasilannya diperoleh dari perbuatan cabul yang dilakukan dengan wanita-wanita (umumnya wanita muda) yang tinggal bersama-sama dengan dia serumah seatap dengan pria langganannya. 2) UU Perdagangan Orang A. Pasal 2 UU Perdagangan Orang, dapat diterapkan bagi pelaku yaitu setiap orang berkaitan dengan melakukan perekrutan, pengangkutan,
88
penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain. B. Pasal 3 UU Perdagangan Orang, dapat diterapkan bagi pelaku yaitu setiap orang yang melakukan memasukkan orang ke wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara Republik Indonesia atau dieksploitasi ke negara lain. C. Pasal 4 UU Perdagangan Orang, dapat diterapkan bagi pelaku yaitu setiap orang yang melakukan membawa warga negara Republik Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia. D. Pasal 5 UU Perdagangan Orang, dapat diterapkan bagi pelaku yaitu setiap orang yang melakukan tindakan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi. E. Pasal 6 UU Perdagangan Orang, dapat diterapkan bagi pelaku yaitu setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi. 3) UU Pornografi Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU Pornografi, yang dimaksud pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, tulisan, suara, bunyi, gambar
89
bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh atau pesan lainnya melalui berbagai media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang membuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Sedangkan jasa pornografi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) UU Pornografi pengertiannya adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau koorporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi terestial, radio, telepon, internet dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah dan barang cetakan lainnya. Dalam hal ini, pasal 30 UU Pornografi adalah merupakan ketentuan pasal yang tepat untuk dapat diterapkan kepada orang perseorangan atau koorporasi dalam praktik pornografi maupun praktik prostitusi online di Indonesia. 4) UU ITE Dalam hal ini, Pasal 45 UU ITE dapat diterapkan bagi pelaku yaitu setiap orang yang menggungah konten prostitusi online yaitu dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. 5) UU Perlindungan Anak A. Pasal 78 UU Perlindungan Anak, yang dapat diterapkan bagi pelaku yaitu setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 60 UU Perlindungan Anak yaitu secara khusus mencantumkan mengenai “anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual”.
90
Hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak anak serta memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan praktik prostitusi. B. Pasal 81 UU Perlindungan Anak, yang dapat diterapkan terhadap pelaku yaitu setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain. Dalam hal ini, seringkali anak menjadi pelacur karena seringkali didahului adanya pemaksaan dan ancaman atau kekerasan, tipu muslihat, serangkaian kebohongan maupun bujukan untuk dijadikan pelacur yang disebut sebagai prostitusi anak, walaupun tidak sedikit juga anak melacur karena keinginan dirinya sendiri. C. Pasal 88 UU Perlindungan Anak, yang dapat diterapkan bagi pelaku yaitu setiap orang yang melakukan mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Hal ini sangat berkaitan sekali dengan prostitusi online dimana seringkali yang menjadi korban adalah anak yang baik secara sadar maupun dipaksa untuk menjadi PSK dengan tujuan untuk keuntungan diri sendiri maupun orang lain dalam lingkaran praktik prostitusi online. 6) UU PKDRT Pasal 47 UU PKDRT, dapat diterapkan bagi pelaku yaitu setiap orang yang memaksa orang yang menetap dirumahnya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b UU PKDRT karena pada umumnya pelaku melakukan pemaksaan hubungan seksual
91
terhadap salah seorang anggota dalam lingkup rumah tangganya untuk tujuan komersial yaitu pelacuran atau praktik prostitusi oline. Dengan demikian, maka telah jelas terlihat bahwa dalam pengaturan hukum yang ada di Indonesia hingga saat ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis bagian yang mengatur berkaitan dengan praktik prostitusi online di Indonesia yaitu diatur dan terhadap pelaku praktik prostitusi online dapat diterapkan penjatuhan sanksi hukum pidana berdasarkan ancaman sanksi hukuman penjara dan denda sebagaimana termuat dalam ketentuan KUHP yang merupakan golongan jenis Tindak Pidana Umum. Sedangkan ketentuan dalam UU Perdagangan Orang, UU Perlindungan Anak, UU Pornografi, UU ITE dan UU PKDRT adalah merupakan golongan jenis Tindak Pidana Khusus. Penerapan sanksi hukum pidana sebagai wujud nyata adanya pengaturan tentang penegakan hukum bagi para pelaku praktik prostitusi online yang selama ini ada di Indonesia pada umumnya adalah berupa hukuman pidana penjara dan denda. Dalam ketentuan Pasal 10 KUHP telah dengan jelas menyebutkan bahwa : “Pidana terdiri atas : a. Pidana pokok ; 1. pidana mati ; 2. pidana penjara ; 3. pidana kurungan ; 4. pidana denda ; 5. pidana tutupan ; b. Pidana tambahan : 1. pencabutan hak-hak tertentu ; 2. perampasan barang-barang tertentu ; 3. pengumuman putusan ;”. Hal ini telah menunjukkan bahwa sanksi hukuman kepada para pelaku tindak pidana (kejahatan dan pelanggaran) secara umum telah diatur
92
sedemikian rupa dalam sistem hukum positif di Indonesia selama ini. Hal ini tidak terkecuali juga pada tindak pidana khusus lainnya dan dapat diberlakukan juga kepada para pelaku praktik prostitusi online di Indonesia. Terkait hal ini, menurut L. J. van Apeldoorn28 menyebutkan bahwasanya, makin lama makin banyak orang berkeyakinan, bahwa cara menjalankan hukuman penjara, sebanyak mungkin harus disesuaikan dengan kepribadian orang-orang yang dijatuhi hukuman. Karena itu maka Beginselenwet gevangeniswezen ttg. 21 Des. 1951 (Stbl. 596) menggantikan sistim uniform yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan sistem yang berdiferensiasi, yakni : 1. Hukuman penjara dijalankan di dalam lingkungan pergaulan selengkapnya, di dalam lingkungan terbatas dan di dalam pengasingan terpencil, semuanya itu masing-masing bergantung kepada kepribadian pesakitan ; 2. Tiap-tiap pesakitan sebanyak mungkin ditempatkan dalam rumah pemeliharaan (gesticht) yang sebanyak mungkin sesuai dengan kepribadiannya dan yang memberikan harapanharapan yang terbaik untuk reclassering dalam masyarakat. Hukuman tahanan (hechtenis) adalah hukuman kebebasan yang agak ringan (setinggitingginya satu tahun), yang berdasarkan fikiran, bahwa penahanan itu seharusnya merupakan perampasan kebebasan yang sederhana. Mereka yang dijatuhi hukuman tahanan itu, berada dalam keadaan yang lebih baik dari mereka yang menjalani hukuman penjara. Misalnya untuk mereka berlaku peraturan waktu bekerja dan upah yang lebih menguntungkan. Dengan demikian, maka penerapan sanksi hukum pidana bagi para pelaku praktik prostitusi online di Indonesia sangat perlu dilakukan
28
L. J. van Apeldoorn, Op.Cit., Hal. 333
93
mengingat adanya realitas imbas pesat dan majunya peradaban manusia serta perkembangan teknologi informasi dan teknologi khususnya jaringan Internet (media sosial) sebagai sarana untuk melakukan modus operandi para pelaku tindak pidana (pelaku praktik prostitusi online) dalam melakukan kegiatannya. Praktik prostitusi online adalah merupakan kejahatan yang diakibatkan oleh dampak negatif perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang disalahgunakan oleh pelaku kejahatan sebagai suatu kegiatan mata pencaharian (profesi) berupa layanan jasa yaitu memberikan jasa layanan seksual kepada setiap orang yang membutuhkan dan akan terus semakin berkembang dan tentunya hal ini akan menimbulkan persoalan-persoalan baru nantinya dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Berbagai bentuk-bentuk kejahatan maupun pelanggaran akibat adanya perkembangan
teknologi
informasi
dan
komunikasi
(internet)
yang
disalahgunakan oleh seseorang dalam perkembangannya saat ini dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan yang dilarang atau kejahatan (tindak pidana) maupun hanya sebatas sebagai pelanggaran yang diatur dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini sebagai bentuk nyata adanya upaya kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan upaya antisipasi/pencegahan, penanggulangan dan melakukan penyelesaian tindak pidana termasuk praktik prostitusi online untuk memberikan kepastian hukum, keadilan hukum dan kemamfaatan hukum kepada seluruh lapisan masyarakat di Indonesia walaupun praktik prostitusi online bukanlah bentuk kejahatan konvensional yang dapat dengan mudah dijerat oleh hukum akibat penerapan hukum
94
positif di Indonesia hingga saat ini masih kental dengan nuansa dirumitkannya beberapa aspek permasalahan yang terlihat selama ini di berbagai wilayah Indonesia seperti adanya benturan yurisdiksi, adanya praktik kolusi korupsi dan nepotisme yang semakin banyak terjadi, usang dan buruknya sistem hukum yang berlaku karena masih menggunakan adopsi peninggalan hukum kolonial Belanda, adanya proses peradilan sesat, kualitas kinerja dan pengetahuan aparat penegak hukum yang sangat rendah sekali dan minimnya tingkat kesadaran hukum masyarakat Indonesia.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Dari hasil analisa, uraian dan pembahasan mengenai penerapan sanksi hukum pidana bagi pelaku praktik prostitusi online dalam preskriptif hukum positif di Indonesia yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu sebagai berikut : a. Pengaturan hukum mengenai praktik prostitusi online dalam preskriptif hukum positif di Indonesia hingga saat ini belum ada diatur secara spesifik, khusus dan tuntas pengertiannya. Akan tetapi hingga saat ini terlihat masih terpencar-pencar antara satu dengan lainnya dan itupun hanya sebatas saling berkaitan saja diatur dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Pengaturan hukum tentang praktik prostitusi online di Indonesia dalam ketentuan KUHP dapat dikategorikan merupakan golongan jenis Tindak Pidana Umum. Sedangkan ketentuan dalam UU Perdagangan Orang, UU Perlindungan Anak, UU Pornografi, UU ITE dan UU PKDRT dapat dikategorikan adalah merupakan golongan jenis Tindak Pidana Khusus. b. Adapun mengenai bentuk dan proses penerapan sanksi hukum pidana bagi para pelaku praktik prostitusi online dalam rangka mewujudkan penegakan hukum yang seutuhnya di Indonesia hingga saat ini masih menunjukkan bahwa ketentuan-ketentuan sanksi hukuman yang dapat diterapkan kepada pelaku praktik prostitusi online di Indonesia masih mengikuti ketentuan yang ada dalam KUHP yang ditambah dengan adanya ketentuan dalam UU Perdagangan Orang, UU Perlindungan
95
96
Anak, UU Pornografi, UU ITE dan UU PKDRT. Penerapan sanksi hukum pidana bagi pelaku praktik prostitusi online dapat diberikan dengan menggunakan ketentuan yang ada pada ketentuan Pasal 284 ayat (1) KUHP, Pasal 286 KUHP, 295 ayat (1) KUHP, Pasal 295 ayat (2) KUHP, Pasal 296 KUHP, Pasal 506 KUHP, Pasal 78 UU Perlindungan Anak, Pasal 81 ayat (1) UU Perlindungan Anak, Pasal 81 ayat (2) UU Perlindungan Anak, Pasal 88 UU Perlindungan Anak, Pasal 47 UU PKDRT, Pasal 2 ayat (1) UU Perdagangan Orang, Pasal 2 ayat (2) UU Perdagangan Orang, Pasal 3 UU Perdagangan Orang, Pasal 4 UU Perdagangan Orang, Pasal 5 UU Perdagangan Orang, Pasal 6 UU Perdagangan Orang, Pasal 29 UU Pornografi, Pasal 30 UU Pornografi dan Pasal 45 ayat (1) UU ITE.
4.2 Saran Memperhatikan dari adanya pengaturan hukum dalam pembahasan mengenai penerapan sanksi hukum pidana bagi pelaku praktik prostitusi online dalam preskriptif hukum positif di Indonesia selama ini, maka bertolak belakang dari kesimpulan tersebut di atas penulis dalam kesempatan ini merumuskan saran-saran yang berhubungan langsung dan berkaitan dengan pokok permasalahan penelitian ini yaitu antara lain sebagai berikut : a. Setiap masyarakat di Indonesia dalam menyikapi adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terjadi pada era globalisasi yang tak bisa dipungkiri untuk dihindari seperti yang terlihat pada saat ini khususnya dalam hal penggunaan jaringan Internet (media sosial) yang tentunya banyak digunakan oleh oknum-oknum yang menjurus pada
97
orientasi kriminal dan pengaruh budaya negara-negara asing seharusnya hanya digunakan untuk kepentingan hal-hal yang bersifat positif yaitu dipergunakan
untuk
pengetahuan
dan
memberikan teknologi,
mamfaat
kebutuhan
dalam hidup,
bidang
ilmu
kesejahteraan,
kebahagiaan dan pengembangan bersama peradaban umat manusia menuju arah perbaikan diri layaknya manusia sebagai mahluk sosial dan tidak terlepas dari kodratnya yang mutlak adalah seutuhnya makhluk ciptaan Tuhan yang harus mempertanggungjawabkan setiap amal dan perbuatannya pada Akhir Zaman dengan cara saja dengan tetap memperhatikan, menjaga dan menjunjung tinggi kaidah nilai-nilai norma kesusilaan, agama dan hukum yang berlaku di Indonesia. b. Pemerintah sebaiknya melakukan revisi atau perubahan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang saat ini jumlahnya sangat banyak sekali. Wacana restorasi atau perubahan sistem hukum yang sudah sangat usang dan penegakan hukum yang selama ini banyak dikumandangkan selayaknya harus sesegera mungkin dilakukan melalui upaya kebijakan pencegahan dengan cara melakukan peningkatan pemblokiran terhadap situs-situs yang mengandung muatan konten seksual, penanggulangan melalui upaya rehabilitasi terhadap korban dan pelaku kejahatan dan penyelesaian akhir praktik prostitusi online di Indonesia melalui penerapan sanksi hukum pidana dengan pemberatan pidana penjara agar memberikan efek jera bagi semua lapisan masyarakat di Indonesia. Selain itu, kualitas pengetahuan hukum mengenai
perkembangan
teknologi
informasi
dan
komunikasi,
profesionalisme serta akhlak para aparat penegak hukum seperti
98
Kepolisian, Kejaksaan, Advokat dan Hakim sangat perlu ditingkatkan hingga titik maksimal karena pada saat ini sudah pada tahap yang sangat memprihatinkan. Secara khusus untuk para Hakim di Indonesia, yang merupakan suatu jabatan yang diamanatkan negara untuk mengambil keputusan akhir di peradilan dalam permasalahan ini yang tentunya dikatakan selaku pihak yang paling sering terlibat dalam proses penyelesaian akhir praktik prostitusi online dalam pengambilan keputusan terhadap praktik prostitusi online hendaknya dibuat secara kasuistik yaitu dengan lebih memperhatikan kekhususan dampak dan akibat yang ada dalam kasus praktik prostitusi online yang banyak terjadi bahkan menjamur pada saat ini di Indonesia sehingga dapat memberikan putusan yang adil sebagai “Wakil Tuhan” yang terlihat di muka bumi ini.
99
DAFTAR BACAAN Apeldoorn, L. J. van. 1993. Pengantar Ilmu Hukum. Cetakan Keduapuluhlima, Jakarta : Pradnya Paramita. Burhain, Paisol. 2016. Patalogi Sosial. Cetakan Pertama, Jakarta : Bumi Aksara. Chazawi, Adami. 2009. Tindak Pidana Pornografi Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Mengenai Tegaknya Tatanan Kehidupan Akhlak Dan Moral Kesusilaan Yang Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa Dan Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Cetakan Pertama, Surabaya : Putra Media Nusantara. Djamali, Abdoel. 2011. Pengantar Hukum Indonesia. Cetakan Keempat, Jakarta : Rajawali Pers. Djamali ,R. Abdoel. 2003. Pengantar Hukum Indonesia. Cetakan Kedelapan, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Emka, Moammar. 2015. Jakarta Under Cover 4 In 1 Pesta Yang Tak Pernah Usai. Cetakan Pertama, Jakarta : Gagas Media. Hamzah, Andi. 2015. Delik - Delik Tertentu (Speciale Delicten) Di Dalam KUHP. Cetakan Pertama, Jakarta: Sinar Grafika. Huda, Chairul. 2008. “Dari ‘Tiada Pidana Tanpa Kesalahan’ Menuju Kepada ‘Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan’“ Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana. Cetakan Ketiga, Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Ibrahim, Kasir. 2005. Kamus Lengkap 1 Milyard Inggris-Indonesia IndonesiaInggris Untuk SLTP – SMU & Umum Disertai Cara Membacanya. Cetakan Tahun 2005, Surabaya : Bintang Usaha Jaya. Nasikun, 1995. Sistem Sosial Indonesia. Cetakan Kesembilan, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Prodjodikoro, Wirjono. 2002. Tindak – Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Cetakan Kelima, Bandung : Refika Aditama. Rahardjo, Satjipto. 2006. Ilmu Hukum, Cetakan Keenam, Bandung : Citra Aditya Bakti. Sulianta, Feri. 2015. Keajaiban Media Sosial Fantastis Menumbuhkan Visitor, Circle, Likes, Koneksi, Retwet Dan Follower. Cetakan Pertama, Jakarta : Elek Media Komputindo.
100
Sundari dan Sumiarni Endang. 2010. Hukum Yang Netral Bagi Masyarakat Plural Studi Pada Situasi Di Indonesia, Cetakan Kesatu, Bandung : Karya Putra Darwati. Wahid, Abdul dan Mohammad Labib. 2010. Kejahatan (Cybercrime). Cetakan Kesatu, Bandung: Refika Aditama.
Mayantara
Winarno, Edy dan Ali Zaki. 2015. Panduan Lengkap BerInternet. Cetakan Pertama, Jakarta : Elek Media Komputindo. Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Republik Indonesia. 1974. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Perdagangan Orang. Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Internet: http://www.metrotvnews.com http://www.nasional.kompas.com