PENERAPAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI SEGITIGA KELAS VII-H SMP NEGERI 7 MALANG Sarismah (
[email protected]) Pembimbing (I) Santi Irawati Pembimbing (II) Susy Kuspambudi Andaini Universitas Negeri Malang
ABSTRAK. Prestasi belajar matematika siswa kelas VII-H SMP Negeri 7 Malang masih terbilang rendah. Guru perlu memilih strategi yang tepat dalam mencapai tujuan pembelajaran. Artikel ini membahas hasil penelitian tindakan kelas yang mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan Realistic Mathematics Education (RME) untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi segitiga. Hasil penelitian dari 2 siklus menunjukkan adanya peningkatan dari skor tes akhir siklus I (50%) ke skor tes akhir siklus II (87.5%). Kata kunci: Realistic Mathematics Education (RME), Segitiga, Prestasi Belajar. Matematika merupakan ilmu yang mempunyai peranan sangat penting dalam berbagai aktivitas yang dilakukan manusia di dalam kehidupannya. Aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari pemanfaatan dan penerapan konsep-konsep yang ada dalam matematika. Jenning dan Dunne (1999) mengemukakan bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Sementara Fauzan (2001) mengemukakan bahwa penggunaan pendekatan pembelajaran yang cenderung membuat siswa pasif dalam proses belajar mengajar dapat membuat siswa bosan sehingga tidak tertarik untuk mengikuti pelajaran tersebut. Berdasarkan hasil wawancara guru matematika kelas VII-H SMP Negeri 7 Malang disimpulkan bahwa 60% dari seluruh siswa masih belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk matematika yaitu 75. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai ulangan yang diberikan oleh guru kelas. Demikian juga guru itu mengatakan siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah geometri khususnya segitiga. Sedangkan segitiga sangatlah penting untuk dipahami dengan benar oleh siswa, karena segitiga erat kaitannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan menjadi salah satu indikator kelulusan dalam UN. Guru telah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi permasalahan pembelajaran matematika antara lain penggunaan media, memperbanyak pekerjaan rumah, memberikan remedial untuk siswa yang belum mencapai KKM. Walaupun usaha tersebut telah dilakukan oleh guru, namun siswa di kelas VII-H dalam pembelajaran matematika belum mampu mengembangkan aktivitas, melatih cara berfikir dan bernalar, memahami konsep dan memecahkan masalah
matematika siswa. Oleh karena itu perlu dikembangkan dan diterapkan suatu pembelajaran matematika yang tidak hanya mentrasfer pengetahuan guru kepada siswa. Pembelajaran juga hendaknya mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa dengan materi dan konsep matematika. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa adalah penerapan Realistic Mathematic Education (RME). Annisa (2008) menyimpulkan bahwa dari penelitian tindakan kelas yang dilakukannya, penerapan RME dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Sedangkan Afidah (2005) mengemukakan bahwa respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan RME adalah positif yaitu siswa tertarik, antusias, dan senang dalam mengikuti pembelajaran, menyelesaikan permasalahan dan soal-soal dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Heuvel-Panhuizen (dalam Inganah, 2003: 12) mengatakan bahwa RME merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan masalah kontekstual dan situasi kehidupan nyata untuk memperoleh dan mengaplikasikan konsep matematika. Freudenthal (dalam Hadi, 2003:21) merumuskan lima karakteristik RME yaitu penggunaan msalah kontekstual, penggunaan model, konstribusi siswa, interaktif, dan penjalinan/penguatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi segitiga kelas VII-H SMP Negeri 7 Malang. Sedangkan manfaat yang diharapkan yaitu dengan penerapan RME dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep matematika sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Menurut Arikunto (2010:3), yang dimaksud dengan PTK adalah pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa suatu tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam suatu kelas secara bersama. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 7 Malang yang beralamatkan di jalan Lembayung, Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang, Malang dengan subjek penelitiannya adalah 40 siswa kelas VII-H semester genap tahun ajaran 2012/2013. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 yaitu pada bulan Mei 2013. Data yang dikumpul dari penelitian ini adalah data dari : (1) Hasil pengamatan/observer terhadap aktivitas guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran, (2) hasil tes untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa yang dilakukan pada akhir siklus. Perangkat pembelajaran yang digunakan adalah silabus, RPP, dan LKS. Data hasil observasi yang dilakukan akan dianalisis dengan memberikan skor untuk penentuan kategori.
Kriteria keberhasilan tindakan ditentukan sebagai berikut:
85% SR 100%
:Sangat baik
70% SR 85%
: Baik
55% SR 70%
:Cukup baik
0% SR 55%
:Kurang baik
Persentase ketuntasan belajar secara klasikal dihitung dengan cara membandingkan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dengan jumlah siswa secara keseluruhan (siswa maksimal) kemudian dikalikan 100%. Persentase ketuntasan dapat dihitung dengan rumus: Siswa yang tuntas X 100% Persentase ketuntasan belajar klasikal = Siswa maksimal Prestasi belajar dikatakan meningkat apabila secara klasikal minimal 85% siswa telah mencapai KKM yang ditetapkan di sekolah yaitu 75. Hasil Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data hasil observasi dan data hasil tes. Pada tindakan I diperoleh hasil observasi, yaitu yang pertama hasil observasi aktivitas guru seperti yang dirinci pada tabel berikut. Tabel 1. Hasil Observasi Aktivitas Guru Pada Tindakan I Skor Tindakan 1 Persentase No Obsever Pertm. Pertm. Pertm. I Pertm. II 1 II 1 Observer 1 28 30 77.78% 83.33% 2 Observer 2 27 29 75% 80.56%
Rata-rata 80.56% 77.78%
Berdasarkan Table 1 tersebut dapat diketahui bahwa menurut observer 1 rata-rata aktivitas guru dalam menerapkan rencana pembelajaran pada siklus I sebesar 80.56% sehingga keterlaksanaan pembelajaran dikategorikan “baik”. Sama halnya menurut observer 2, rata-rata aktivitas guru dalam menerapkan rencana pembelajaran pada siklus I sebesar 77.78% dimana skor tersebut masuk dalam kategori “baik”. Sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas guru dalam menerapkan rencana pembelajaran pada siklus I dikategorikan “baik”. Yang kedua data hasil observasi aktivitas siswa yang sudah dianalisis dirinci pada tabel berikut. Tabel 2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pada Tindakan I
1
Observer 1
Skor siklus I Prtm.I Pert.II 26 29
2
Observer 2
27
No
Observer
30
Persentase Prtm.I Prtm.II 72.22 80.56% % 75% 83.33%
Rata-rata 76.39% 79.165%
Berdasarkan Tabel tersebut dapat dikatakan bahwa menurut observer 1 persentase nilai rata-rata aktivitas siswa dalam penerapan rencana pembelajaran pada siklus I sebesar 76.39%, dimana skor ini masuk dalam kategori “baik”. Observer 2 memberikan persentase nilai rata-rata sebesar 79.165% dimana skor ini juga masuk dalam kategori baik. Sehingga dapat diartikan bahwa persentase nilai rata-rata aktivitas siswa dikategorikan “baik”. Data ketuntasan belajar siswa selama pembelajaran tindakan I dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 3. Ketuntasan belajar siswa siklus I Jumlah Tuntas belajar Belum tuntas siswa belajar 40 20 20
Ketuntasan belajar (%) 50%
Berdasarkan Table 3 tersebut, hanya 50% siswa kelas VII-H yang mencapai KKM. Karena kurang dari 75% siswa mencapai KKM, maka dapat diartikan bahwa ketuntasan belajar belum tercapai. Untuk itu diperlukan perbaikan pada siklus II. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I ditemukan beberapa kekurangan atau kendala dalam proses pembelajaran, yaitu siswa belum terbiasa memecahkan soal realistik. Hal ini terlihat pada saat pemberian kuis, sebagian besar siswa bertanya mengenai maksud soal. Hal ini juga didukung oleh hasil kuis tersebut yaitu, hanya 50% siswa yang mencapai KKM. Cara mengatasinya yaitu dengan membiasakan siswa dengan soal-soal realistik pada LKS. Beberapa siswa kurang percaya diri untuk menyampaikan pendapatnya di depan kelas. Hal ini terlihat pada saat presentasi kelompok. Sebagian besar kelompok tidak berani maju sampai peneliti menunjuk salah satu siswa dari kelompok tersebut untuk mewakili kelompoknya. Cara mengatasinya yaitu peneliti memotivasi siswa untuk berani menyampaikan pendapatnya di depan kelas. Beberapa siswa kurang aktif dalam kelompoknya. Hal ini terlihat pada saat diskusi kelompok. Ada beberapa siswa yang kurang aktif bahkan tidak berusaha menyelesaikan LKSnya. Cara mengatasinya yaitu peneliti memberikan perhatian lebih dan memotivasi siswa untuk aktif belajar. Siswa belum terbiasa belajar dengan menggunakan RME sehingga alokasi waktu yang digunakan kurang efektif. Cara mengatasinya peneliti perlu meningkatkan pengelolaan kelas. Pada siklus II diperoleh hasil observasi aktivitas guru yang dirinci pada tabel berikut. Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Guru Pada Siklus II No. Observer Skor Persentase nilai Kategori rata-rata 1 1 34 94.44% Sangat baik 2 2 33 91.67% Sangat baik Dari Tabel 4 tersebut dapat diketahui bahwa menurut observer 1 rata-rata keberhasilan aktivitas guru dalam menerapkan rencana pembelajaran pada Siklus II sebesar 94.44%, sehingga kriteria keberhasilan dapat diklasifikasikan sangat
baik. Menurut observer 2, rata-rata keberhasilan aktivitas guru dalam menerapkan rencana pembelajaran pada Siklus II sebesar 91.67%, sehingga kriteria keberhasilan dapat diklasifikasikan sangat baik. Sehingga dapat diartikan bahwa kriteria keberhasilan aktifitas guru dalam menerapkan rencana pembelajaran pada Siklus II dapat dikategorikan sangat baik. Data hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II dirinci pada tabel berikut. Tabel 5. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pada Siklus II No. Observer Skor Persentase nilai rata-rata Kategori 1 1 34 94.44% Sangat baik 2 2 34 94.44% Sangat baik Berdasarkan Tabel 5 tersebut dapat diketahui bahwa menurut observer I dan observer II rata-rata keberhasilan aktivitas siswa dalam menerapkan rencana pembelajaran pada siklus II sebesar 94.44%, sehingga kriteria keberhasilan aktivitas siswa dalam menerapkan rencana pembelajaran pada siklus II dapat diklasifikasikan sangat baik. Data ketuntasan belajar siswa selama pembelajaran siklus II dirinci pada tabel berikut: Tabel 6. Ketuntasan belajar siswa Siklus II Jumlah siswa 40
Tuntas belajar 35
Belum tuntas belajar 5
Ketuntasan belajar (%) 87.5%
Berdasarkan Tabel 6 tersebut, 87.5% siswa kelas VII-H telah mencapai KKM. Karena lebih dari 75% siswa mencapai KKM maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa telah meningkat . Pembahasan Pembelajaran Segitiga dalam penelitian ini dilaksanakan melalui setting belajar kelompok. Dengan belajar kelompok siswa mampu menyelesaikan masalah yang diajukan dengan cepat, lebih aktif dalam belajar, dan meningkatkan keterampilan sosial. Sesuai dengan pendapat Slameto (1995: 38) bahwa bekerja di dalam kelompok dapat juga meningkatkan cara berpikir mereka sehingga dapat memecahkan masalah dengan lebih baik dan lancar. Pelaksanaan pembelajaran terbagi dalam empat tahap. Yaitu memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan dan mendiskusikan jawaban, menyimpulkan Pertama yaitu memahami masalah kontekstual. Pada kegiatan ini siswa memahami masalah kontekstual yang didiskusikan dalam kelompok masingmasing. Materi disajikan dalam bentuk masalah mampu memotivasi siswa untuk memecahkannya.
Masalah yang diberikan adalah masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan disajikan dalam bentuk soal cerita atau masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa. Akan tetapi siswa membutuhkan waktu yang lama dalam memahami maksud permasalahan. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa dalam menghadapi dan memecahkan masalah realistik. Dalam memahami masalah kontekstual, siswa diminta untuk bertanya kepada teman kelompoknya akan tetapi siswa diberi kesempatan untuk bertanya kepada peneliti jika siswa mengalami kesulitan. Peneliti tidak langsung memberikan jawaban terhadap pertanyaan siswa tetapi membimbing siswa dengan pertanyaan yang dapat memancing siswa untuk menemukan jawaban yang benar melalui pengetahuan yang telah mereka miliki. Sesuai dengan pendapat konstruktivisme (Yuwono, 2005: 8) bahwa guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya secara aktif dengan memperhatikan pengetahuan awal siswa. Dalam memahami masalah kontekstual pada siklus I siswa masih cenderung bingung, sebagian besar siswa tidak mengerti tugas masing-masing kelompok dan maksud soal. Hal ini dikarenakan siswa manja dan kurang terbiasa memecahkan masalah. Namun, pada siklus II siswa lebih mandiri dibanding siklus I. Pada tahap menyelesaikan masalah kontekstual, siswa berdiskusi bersama teman kelompoknya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Terjadi pertukaran pikiran, menyumbangkan gagasan masing-masing untuk menyelesaikan permasalahan realistik pada lembar kerja siswa. Pada kegiatan diskusi siklus I, ada beberapa siswa kurang aktif dalam kelompoknya. Peneliti memberikan perhatian lebih pada siswa tersebut dengan cara mendekati dan memotivasi siswa tersebut agar bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran. Dalam mendiskusikan dan membandingkan jawaban terjadi diskusi kelas. Peneliti meminta beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Pada tahap ini terjadi interaksi siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Guru sebagai fasilitator hanya mengarahkan, mengendalikan jalannya diskusi hingga siswa tetap terarah sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian besar siswa pada kegiatan ini mampu berperan aktif meskipun ada beberapa siswa yang masih tidak percaya diri untuk mengemukakan pendapatnya. Tahap akhir yaitu menyimpulkan. Pada tahap ini, siswa diminta membuat kesimpulan tentang apa yang telah dikerjakan pada masalah sebelumnya. Guru mengarahkan dan membimbing siswa dalam membuat kesimpulan. Selanjutnya guru mengadakan evaluasi melalui tanya jawab lisan untuk mengecek kembali pemahaman siswa. Evaluasi ini dilakukan guru pada beberapa siswa yang dipilih secara acak. Perbandingan data prestasi belajar siswa diperoleh selama pelaksanaan siklus I dan siklus II dirinci pada tabel berikut.
Tabel 7. Perbandingan Data Hasil Belajar Siswa pada siklus I dan II Ketuntasan belajar Kriteria Keterangan Siklus kasikal Klasifikasi Siklus I 50% Cukup baik Meningkat Siklus II
87.5%
Sangat baik
37.5%
Berdasarkan tabel 7 tersebut terlihat bahwa siswa yang mencapai KKM pada siklus I sebanyak 20 siswa (50%). Sedangkan pada siklus II siswa yang mencapai KKM sudah mencapai 35 siswa (87.5%) sehingga dapat dikatakan sudah mencapai ketuntasan belajar klasikal. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 37.5%. Dengan adanya peningkatan prestasi belajar siswa belajar maka dapat dikatakan bahwa nilai yang diperoleh siswa selama mengikuti pembelajaran RME mengalami peningkatan. Begitu pula dengan jumlah siswa yang tuntas belajar mengalami peningkatan yang cukup berarti. Kesimpulan Berdasarkan keterlaksanaan RME yang telah dideskripsikan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan yaitu, penerapan RME dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi segitiga. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes pada siklus I dan siklus II dimana banyaknya siswa yang mencapai KKM berturut-turut adalah 50% dan 87.5%. Adapun langkah-langkah pembelajaran RME yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi segitiga adalah sebagai berikut. 1. Memahami masalah kontekstual. Pada tahap ini siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dan memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi masalah kontekstual. Sebelum menyelesaikan masalah kontekstual siswa harus memahami masalah terlebih dahulu. Siswa bertanya kepada teman kelompoknya jika mengalami kesulitan. 2. menyelesaikan masalah kontekstual. Pada tahap ini siswa bersama kelompoknya menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan. Jika mengalami kesulitan peneliti hanya memberi bimbingan untuk memancing pemahaman siswa agar memperoleh jawaban yang benar melalui pengetahuan yang dimilikinya. 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Pada tahap ini, siswa membandingkan dan mendiskusikan jawabannya dengan kelompok lain melalui diskusi kelas. Beberapa kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya sedangkan kelompok lain mengamati dan mengomentari jika ada perbedaan jawaban dengan kelompoknya.Pada tahap ini juga peneliti mengarahkan ke jawaban yang benar jika terjadi kesalahan konsep atau melengkapi jawaban siswa jika kurang sempurna. 4. Meyimpulkan. Pada tahap akhir, peneliti mengarahkan siswa membuat kesimpulan dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Saran 1. Guru dapat menggunakan Realistic Mathematic Education (RME) sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran. 2. Waktu yang digunakan dalam pembelajaran Segitiga melalui pembelajaran matematika realistik cukup lama untuk itu guru perlu merencanakan dengan tepat, agar upaya pemecahan masalah terselesaikan dan tidak mengganggu jam pelajaran yang lain. 3. Penelitian ini hanya dilaksanakan pada materi segitiga, bagi peneliti lain yang berminat menerapkan pembelajaran realistik, sebaiknya mengadakan penelitian pada materi matematika lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Afidah, Vivin Nur. 2005. Implementasi Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Pada Pembelajaran Topik Perbandingan Bagi Siswa MTs Surya Buana Malang. Skripsi: Tidak diterbitkan. Annisa, Siti. 2008. Penerapan Problem Based Learning (Pbl) pada Subpokok Bahasan Garis Singgung Lingkaran di Smp Negeri 9 Malang. Skripsi: Tidak diterbitkan. Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara: Jakarta. Fauzan, Ahmad. 2001. Pengembangan dan Implementasi Prototipe I & II PerangkatPembelajaran geometri untuk siswa kelas 4 SD Menggunakan PendekatanRME. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional: Surabaya. Hadi. 2003. Pembelajaran Dengan Pendekatan Realistik Untuk Meningkatkan Pemahaman Sistem Persamaan Linier Dua Peubah Kelas II SLTP. Tesis tidak diterbitkan. Malang:Pogram Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang. Inganah, Siti. 2003. Model Pembelajaran Segi Empat Dengan Pendekatan Realistik pada Siswa kelas 2 SLTP. Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: Pogram Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang. Jennings, Sue dan R, Dunne.1999. Math Stories,Real Stories, Real-life Stories, (Online), (www.ex.ac.uk/telematics/T3/maths/mathfram.htm). Diakses 15 Maret 2013. Slameto, 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Yuwono, Ipung. (2005). Pembelajaran Matematika Secara Membumi. Disertasi, tidak dipublikasikan.UM Malang.
PENERAPAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI SEGITIGA KELAS VII-H SMP NEGERI 7 MALANG
ARTIKEL
Oleh: SARISMAH 608311454748
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA 2013
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ARTIKEL Artikel oleh Sarismah yang berjudul “Penerapan Realistic Mathematic Education (RME) untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Materi Segitiga Kelas VII-H SMP Negeri 7 Malang” ini telah diperiksa dan disetujui oleh:
Malang, ... Agustus 2013 Pembimbing I,
Dra. Santi Irawati, M.Si, Ph.D NIP 19650729 199103 2 002
Malang, ... Agustus 2013 Pembimbing II,
Dra. Susy Kuspambudi Andaini, M. Kom NIP 19590419 198812 2 001