I-MHERE B.1 Batch II UNLAM
LAPORAN HIBAH PENELITIAN
Penerapan Pertanian Organik Yang Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Melalui Aplikasi Pupuk Organik yang Indigenos.
Ir. Muhammad Mahbub, MP Ir. Zuraida Titin Mariana, M.Si Ir. Meldia Septiana, M.Si Kegiatan Dibiayai Oleh IMHERE B.1 Batch II UNLAM Tahun 2009
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI ILMU TANAH BANJARBARU 2009
RINGKASAN PENELITIAN Penelitian ini mencoba untuk mengkaji bahan-bahan yang mudah didapat di lahan pasang surut yang bisa dijadikan kompos sebagai pupuk organik melalui : Pembuatan kompos yang berasal dari tanaman air di lahan pasang surut yaitu kompos eceng gondok (Eichornia Crassipes), kayapu (Salvinia Cucullata) dan paku-pakuan/kalakai (Stenochlaena palustris) dan pengujian hara kompos tersebut; Pengaplikasian kompos tersebut pada tanah pasang surut untuk perbaikan kesuburan tanah; Pengaplikasian kompos tersebut pada tanah pasang surut untuk budidaya tanaman palawija (jagung). Penelitian ini dibagi 3 tahap, dimana kegiatan-kegiatan penelitiannya adalah : 1. Penelitian pertama berjudul “Pengaruh Komposisi Bahan Pembuatan Kompos Tumbuhan Air terhadap Kandungan Hara (N, P dan K)”. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan untuk menentukan jenis bahan pembuatan kompos yang tinggi kandungan haranya. Faktor yang dicobakan adalah jenis tanaman air untuk pembuatan kompos seperti pada tabel berikut: No Bahan Kompos A 1 Eceng gondok (Eichornia Crassipes) 2 Dedak 3 Larutan gula pasir 4 EM-4 5 Kapur Pertanian No 1 2 3 4 5
2.
Bahan Kompos B Kayapu (Salvinia Cucullata) Dedak Larutan gula pasir EM-4 Kapur Pertanian
Bahan Kompos D Eceng gondok, kayapu dan kelakai Dedak Larutan gula pasir EM-4 Kapur Pertanian
Bahan Kompos C Kelakai (Stenochlaena palustris) Dedak Larutan gula pasir EM-4 Kapur Pertanian
Dosis 500 gram
45 gram 0,5 gram 12,5 ml 20 gr
Dosis Masing-masing 150 gram 45 gram 0,5 gram 12,5 ml 20 gr
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan yaitu bahan kompos A, B, C dan D dengan 5 ulangan. Penelitian kedua berjudul “Pengaruh Dosis Kompos Tumbuhan Air terhadap Sifat Kimia Tanah Pasang Surut” menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal. Adapun kompos tanaman air yang digunakan adalah kompos yang memberikan nilai kandungan hara N, P dan K yang tertinggi yang telah dibuat pada penelitian pertama. Faktor dosis yang dicobakan adalah 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 ton/ha , dengan 4 ulangan dengan masa inkubasi 1 bulan.
Parameter yang diamati pada penelitian kedua ini adalah pH tanah, N-total dan N- tersedia, P-total dan P- tersedia, K-total dan K- tersedia, basa tukar dan KTK. 3. Penelitian ketiga berjudul “Pengaruh Dosis Kompos Tumbuhan Air terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Pasang Surut” menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal. Adapun kompos tanaman air yang digunakan adalah kompos yang memberikan nilai kandungan hara N, P dan K yang tertinggi yang telah dibuat pada penelitian pertama. Faktor dosis yang dicobakan adalah 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 ton/ha , dengan 4 ulangan. Parameter yang diamati pada penelitian kedua ini adalah tinggi tanaman jagung setiap minggu selama 2 bulan, berat kering tanaman jagung, Njaringan, P-jaringan dan K-jaringan setelah tanaman berumur 2 bulan. Berdasarkan hasil penelitian pertama, pengaruh perlakuan bahan pembuatan kompos tumbuhan air menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap kandungan hara kompos (%N, %P, dan %K) yang terdapat di dalam kompos tersebut. Komposisi kandungan hara kompos pada eceng gondok (4,05% N; 1,13% P dan 2,68% K) memberikan kontribusi hara yang cukup baik dibandingkan kompos dari kayapu dan kalakai. Oleh karena itu kompos eceng gondok dengan berbagai dosis menjadi perlakuan untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian kedua menunjukkan, pemberian dosis kompos eceng gondok memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pH, N-Total, P-Total, KTotal, N-Tersedia, K-dd, Ca-dd, Mg-dd dan KTK dalam tanah, sedangkan terhadap Na-dd berpengaruh nyata. Pemberian kompos eceng gondok dengan dosis 10 ton/ha mempunyai kemampuan yang paling besar dalam meningkatkan pH, N-Total, P-Total, KTotal, N-Tersedia, K-dd, Na-dd, Ca-dd, Mg-dd dan KTK dalam tanah jika dbandingkan dengan perlakuan dosis kompos eceng gondok 0, 2, 3, 4, 6, 8 ton/ha. Pemberian dosis kompos eceng gondok hingga 10 ton/ha belum bisa meningkatkan P-tersedia dalam tanah. Hasil penelitian ketiga menunjukkan, pemberian dosis kompos eceng gondok berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tanaman jagung (tinggi dan berat kering tanaman jagung) dan P jaringan tanaman, berpengaruh nyata terhadap kalium jaringan tanaman jagung. namun tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan N jaringan tanaman jagung. Pemberian dosis kompos eceng gondok 8 dan 10 ton/ha memberikan hasil yang terbaik dalam meningkatkan pertumbuahan tanaman jagung (tinggi dan berat kering tanaman jagung). Pemberian dosis kompos eceng gondok 10 ton/ha memberikan hasil yang terbaik dalam meningkatkan kandungan P dalam jaringan dan K dalam jaringan tanaman jagung. Pemberian perlakuan dosis kompos eceng gondok berpengaruh sangat nyata terhadap pH, N-tersedia dan K-tersedia (K-dd) dalam tanah setelah masa vegetatif tanaman berakhir (2 bulan).
KATA PENGANTAR Penelitian
yang
berjudul
“Penerapan
Pertanian
Organik
Yang
Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Melalui Aplikasi Pupuk Organik yang Indigenos”, adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk pengembangan penelitian di lahan basah melalui Proyek I-MHERE B.1 Batch II UNLAM. Ucapan terimakasih disampaikan kepada : 1.
I-MHERE B.1 Batch II Universitas Lambung Mangkurat.
2.
Rektor Universitas Lambung Mangkurat.
3.
Direktur Ekskutif I-MHERE B.1 Batch II Universitas Lambung Mangkurat .
4.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat.
5.
Ketua Program Studi Ilmu Tanah Faperta Universitas Lambung Mangkurat.
6.
Koordinator Penguatan dan Task Force Program Studi Ilmu Tanah UNLAM
7.
Mahasiswa-mahasiswi yang terlibat dalam penelitian ini. Semoga
penelitian ini dapat berguna dan mendukung kegiatan
“Community Development” I-MHERE B.1 Batch II UNLAM . Banjarbaru, Desember 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii KATA PENGANTAR ....................................................................................
iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
vi
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
PERUMUSAN MASALAH ...........................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
3
Lahan Pasang Surut .................................................................................. Sifat Kimia Tanah Pasang Surut ………………………………………. Bahan Organik dan Humus ……………………………………………. Peranan Bahan Organik dalam Mengikat Aluminium dan Meningkatkan pH ………………………………………………...... Kompos ………………………………………………………………….
3 5 7 9 11
TUJUAN PENELITIAN .................................................................................
13
KONTRIBUSI PENELITIAN ........................................................................
14
METODA PENELITIAN ...............................................................................
15
JADWAL PELAKSANAAN .........................................................................
17
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………...................
18
Pengaruh Bahan Pembuatan Kompos Tumbuhan Air terhadap Kandungan Hara (N, P dan K) Kompos .................................................. Pengaruh Dosis Kompos Eceng Gondok terhadap Sifat Kimia Tanah Pasang Surut ............................................................................................ Pengaruh Dosis Kompos Eceng Gondok terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Pasang Surut .............................................
18 20 27
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
35
Kesimpulan .............................................................................................. Saran .........................................................................................................
35 36
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
37
DAFTAR TABEL Halaman 1. Sistem usaha tani di lahan pasang surut pada berbagai tipologi lahan dan tipe luapan air ................................................................................ 5 2. Sifat humus dan pengaruhnya terhadap tanah (Stevenson, 1994) …… 7 3. Peranan bahan organik eceng gondok terhadap Al-tukar dan pH tanah ……………………………………………………………... 10 4. Pengaruh perlakuan kompos tumbuhan air terhadap kandungan N, P 19 dan K dalam kompos tersebut......................................................
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Mekanisme pembentukan senyawa humat ……………………………
8
2.
Pembentukan senyawa kompleks organometal ……………………..
9
3.
Skema pembuatan kompos padat ……………………………………
12
4.
Pengaruh bahan pembuatan kompos tanaman air terhadap kandungan hara nitrogen, fosfor dan kalium ..........................................................
19
5. Pengaruh kompos eceng gondok dengan berbagai dosis yang berbeda terhadap pH tanah pasang surut (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5%) ....................................................................................
20
6. Pengaruh pemberian kompos eceng gondok dengan berbagai dosis terhadap N-Total dan N-tanah pasang surut (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5%) .........................................................
21
7. Pengaruh kompos eceng gondok dengan berbagai dosis terhadap Ptotal tanah pasang surut (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5%) ............................................................................................
23
8. Pengaruh kompos eceng gondok dengan berbagai dosis terhadap Ktotal tanah pasang surut (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5%) ..............................................................................................
24
9. Pengaruh kompos eceng gondok dengan berbagai dosis terhadap Kdd, Na-dd, Ca-dd dan Mg-dd dalam tanah pasang surut (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5%) ...............................
25
10. Pengaruh kompos eceng gondok dengan berbagai dosis terhadap KTK tanah pasang surut Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5%) ............................................................................................ 11. Pengaruh berbagai dosis kompos eceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap tinggi tanaman jagung setiap minggu sampai umur 8 minggu (2 bulan) ........................................................................
27
28
12. Pengaruh berbagai dosis kompos eceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap tinggi dan berat kering tanaman jagung umur 2 bulan (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5 %) ........
29
13. Pengaruh berbagai dosis kompos eceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap kandungan N, P, K jaringan tanaman pada umur 2 bulan (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5 %)..........
31
14. Pengaruh berbagai dosis kompos eceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap pH, N-tersedia dan K-tersedia tanah pasang surut setelah tanaman berumur 2 bulan (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5 %) ....................................................................................
33
1
PENDAHULUAN Lahan rawa pasang surut di Indonesia diperkirakan sekitar 20,1 juta hektar, sebagian besar tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya (Widjaja Adhi, Nugroho, Ardhi dan Karama, 1992). Luas propinsi Kalimantan Selatan adalah 3,766 juta hektar dan sekitar 200.000 hektar diantaranya merupakan dataran pasang surut (Ismangun dan Karama, 1994).
Daerah pasang
surut adalah daerah yang berawa-rawa sepanjang pantai sampai jauh ke pedalaman yang dipengaruhi secara langsung atau tak langsung oleh gerakan pasang surutnya air laut (Kertosastro, Karim dan Arijadi, 1973). Produktivitas tanah di lahan pasang surut dapat ditingkatkan melalui pengelolaan lahan, tanah dan tanaman secara terpadu.
Dengan demikian
pemahaman serbacakup (comprehensive) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tanah sangat diperlukan petani untuk meningkatkan produktivitas tanah . Petani di daerah pasang surut mengoptimalkan lahannya dengan cara menanam tanaman padi tanah tergenang dan menanam palawija, sayur-sayuran dan hortikultura di tanah tukungan. Dalam mengoptimalkan tingkat produksi, petani selalu disarankan kepada penggunaaan pupuk anorganik maupun pupuk organik.
Namun sekarang terjadi kelangkaan pupuk anorganik, sementara di
lahan pasang surut banyak tersedia sumber bahan organik seperti eceng gondok, azolla, kayapu, kumpai minyak, limbah pertanaman (jerami), sekam padi dan lainlain yang bisa dijadikan bahan untuk pembuatan pupuk organik sehingga sistem pertanian organik yang berkelanjutan di lahan pasang surut, khususnya di Kalimantan Selatan bisa terwujud. Sistem Pertanian organik merupakan “hukum pengembalian (low of return) yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman.
Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan
prinsip-prinsip
memberi
makanan
pada
tanah
yang
selanjutnya
tanah
menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plant), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.
2
PERUMUSAN MASALAH Penyusunan strategi pengembangan pertanian yang berkelanjutan dan yang bijaksana (wise use) tentunya harus memperhitungkan semua aspek yang menunjang
pengembangan
pertanian
yang
berkelanjutan.
Pengembangan
pertanian di lahan pasang surut untuk usaha pertanian tanaman pangan sudah banyak dikembangkan. Lahan pasang surut tidak hanya ditanami padi sawah, namun di daerah tukungan ataupun surjan telah banyak ditanami tanaman sayuran dan hortikultura. Dalam penanaman tersebut tidak terlepas dari pemberian pupuk, baik pupuk anorganik maupun pupuk organik. Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah kelangkaan pupuk anorganik, mahalnya pupuk anorganik, dan penyediaan pupuk organik. Oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk mengkaji bahan-bahan yang mudah didapat di lahan pasang surut yang bisa dijadikan kompos sebagai pupuk organik melalui : 1.
Pembuatan kompos yang berasal dari tanaman air di lahan pasang surut yaitu kompos eceng gondok (Eichornia Crassipes), kayapu (Salvinia Cucullata) dan paku-pakuan/kalakai (Stenochlaena palustris) dan pengujian hara kompos tersebut.
2.
Pengaplikasian kompos tersebut pada tanah pasang surut untuk perbaikan kesuburan tanah.
3.
Pengaplikasian kompos tersebut pada tanah pasang surut untuk budidaya tanaman palawija (jagung).
3
TINJAUAN PUSTAKA Lahan Pasang Surut Kawasan pasang surut di Kalimantan Selatan merupakan daerah muda yang berkembang dari bahan endapan kuarter. Bahan-bahan tersebut berupa endapan laut dan endapan sungai, baik yang bertekstur halus (fraksi liat) sampai kasar (fraksi pasir) (Juhrie Antap, 1983). Lahan pasang surut adalah daerah yang berawa-rawa sepanjang pantai sampai jauh ke pedalaman yang dipengaruhi secara langsung atau tak langsung oleh gerakan pasang surutnya air laut (Kertosastro, Karim dan Arijadi, 1973). Lahan yang dekat dengan sungai akan dipengaruhi langsung oleh gerakan pasang surut air (Noorsyamsi dan Syarwani, 1984). Perubahan ketinggian pasang surut diakibatkan oleh perubahan relatif letak bulan terhadap bumi dalam orbitnya mengelilingi bumi. Karena orbit bulan tidak bulat melainkan ellips, maka ada waktu-waktu tertentu dimana bulan lebih dekat ke bumi (perigee) dan waktu lainya bulan lebih jauh dari bumi (apogee). Pasang surut lebih besar pada perigee dan berkurang pada apogee. Di bagian sungai pasang surut (tidal reach) ini selalu terjadi perubahan periodik ketinggian muka airnya karena pengaruh pasang surut. Air laut akan memasukinya pada saat pasang naik (flood tide) dan mengalir kembali ke laut pada waktu surut (ebb tide). Bagian sungai pasang surut ini mempunyai panjang yang berubah-ubah sesuai musim dan sangat ditentukan oleh debit air tawar dari hulu dan periode pasang surut astronomis yaitu pasang surut air laut yang disebabkan oleh gaya-gaya surya dan bulan yang saling bekerja sama dengan gravitasi bumi. Karena jaraknya antara bumi dan bulan lebih dekat maka gaya tarik bulan lebih berpengaruh. Fenomena pembangkitan pasut (pasang surut) menyebabkan perbedaan tinggi permukaan air laut pada kondisi kedudukan tertentu dari bumi, bulan dan matahari. Dalam konteks lahan rawa dikenal istilah spring tide dan neap tide berdasarkan ketinggian pasang.
Saat spring yaitu saat kedudukan matahari
segaris dengan sumbu bumi-bulan maka terjadi pasang maksimum pada titik dipermukaan bumi yang berada di sumbu kedudukan relatif bumi, bulan dan matahari. Pasang purnama atau pasang tunggal (spring tide) adalah yang paling
4
tinggi yang terjadi hanya dua kali dalam satu bulan, yaitu pada bulan mati (hari ke-1 menurut kalender qomariah) dan bulan purnama (hari ke-14).
Pasang
purnama ini terjadi karena superposisi gaya gravitasi bumi dan bulan pada saat purnama terhadap air laut sebagai ketinggian pasang maksimum. Pasang ganda atau perbani (neap tide) adalah pasang kecil yang terjadi dua kali dalam 1 x 24 jam dengan ketinggian dari hari ke hari berfluktuasi berdasarkan gaya tarik bulan terhadap bumi. Pasang perbani terjadi karena superposisi gaya gravitasi bumi dan bulan terhadap air laut pada kedudukan bulan perbani ketinggian pasang minimum (Noor, 2004; Poerbandono dan Djunasjah, 2005) Tipologi lahan yang terdapat pada zona pasang surut dapat dibagi dalam empat kategori berdasarkan tipe luapan (Widjaja Adhi dan Sudjadi, 1987) : 1. Tipe A, yaitu lahan yang selalu terluapi oleh air pasang besar ataupun oleh pasang kecil. Tipe lahan ini biasanya ditemui dekat pantai atau sepanjang sungai. 2. Tipe B, yaitu lahan yang hanya terluapi oleh air pasang besar, sedang pada pasang kecil air tidak dapat meluap ke permukaan. Tipe lahan ini hanya digenangi oleh pasang besar secara tidak langsung. 3. Tipe C, yaitu lahan yang tidak terluapi oleh air pasang besar. Air pasang hanya mempengaruhi secara tidak langsung dan kedalaman muka air tanah kurang dari 50 cm di permukaan tanah. 4. Tipe D, yaitu lahan yang sama sekali tidak dipengaruhi oleh air pasang dan kedalaman muka air tanah lebih dari 50 cm dari permukaan tanah. Tipe luapan A dan B disebut juga sebagai pasang surut langsung sedang tipe C dan D sebagai pasang surut tidak langsung. Selain berdasarkan tipe luapan air, lahan pasang surut juga dibedakan berdasarkan jenis/sifat tanah, yaitu tipologi potensial (bukan sulfat masam atau sulfat masam potensial), sulfat masam, gambut dan salin (Husni Thamrin D, 1995). Sistem usaha tani di lahan pasang surut pada berbagai tipologi lahan dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Sistem usaha tani dilahan pasang surut pada berbagai tipologi lahan dan tipe luapan air Tipe Luapan Air B C sawah/surjan Surjan
No
Tipologi Lahan
1
Potensial
A Sawah
2
Sulfat masam
Sawah
sawah/surjan bertahap
3
Gambut dangkal
Sawah
sawah/surjan bertahap
4
Gambut dalam
-
-
surjan bertahap/ tegalan * surjan bertahap/ tegalan ** -
D Tegalan Tegalan
Tegalan
Perkebunan
Keterangan : * = bila kedalaman air tanah 15 cm = surjan bertahap 15 cm = tegalan ** = bila kedalaman air tanah 30 cm = surjan bertahap 30 cm = tegalan Sumber : Balitbang Pertanian 1993 dalam Husni Thamrin D, 1995 Sifat Kimia Tanah Pasang Surut Di daerah pasang surut yang selalu tergenang dan tereduksi mengandung sulfida berlebihan terutama dalam bentuk pirit. Dalam suasana anaerob pirit tidak berbahaya bagi tanaman, tetapi dalam kondisi aerob pirit akan segera dirubah menjadi H2SO4 dan Fe(OH)3 yang menyebabkan kemasaman yang sangat tinggi (Konsten dan Sarwani, 1992) : FeS2 + 15/4 O2 + 7/2 H2O Fe (OH)3 + 2 SO42- + 4 H+ Reaksi ini menunjukkan bahwa jika pirit teroksidasi sempurna maka setiap mol pirit akan membebaskan 4 mol ion H+. Kemasaman yang ditimbulkan karena teroksidasinya pirit dari rangkaian reaksi di atas
akan mencapai puncaknya
apabila seluruh Fe (II) teroksidasi dan terhidrolisis menjadi Fe (III)-hidroksida. Tan (1997) menjelaskan bahwa tingginya konsentrasi ion H+ dalam tanah dapat menyebabkan pelapukan mineral liat yang membebaskan ion-ion Al dan Fe, kemudian melalui proses hidrolisis akan terbentuk hidroksida-hidroksida Al dan Fe. Berdasarkan penelitian Zuraida Titin Mariana et al (2004), proses teroksidasinya besi (II) menjadi besi (III) di lahan Pasang Surut Kalimantan Selatan oleh bakteri pengoksidasi besi Thiobacillus ferrooxidans ditunjukkan oleh
6
perubahan warna dari bening menjadi kuning kecoklatan (warna karat) dengan waktu inkubasi 6 minggu pada media cair Thiobacillus ferooxidans.
Dari
penelitian tersebut juga diperoleh data bahwa pertumbuhan isolat bakteri Thiobacillus yang paling cepat umur tumbuhnya adalah pada lokasi Kolam Kiri Barambai dengan pH 2,77 dan Pinang Habang (Mandastana) dengan pH 2,79 dari 26 contoh tanah di lahan pasang surut, namun pengukuran aktivitas mengoksidasi senyawa sulfur ditunjukkan oleh isolat dari lokasi Kolam Kanan Barambai. Agar proses oksidasi besi oleh Thiobacillus ferrooxidans terhambat maka perlu sistem pengelolaan air yang tepat. Kemasaman tanah di kenal dua macam pengertian yaitu kemasaman aktif (aktual) dan kemasaman cadangan (potensial).
Kemasaman aktif adalah
konsentrasi ion dalam larutan tanah , dan kemasaman cadangan biasanya dimaksudkan kandungan ion H+ yang terjerap pada kompleks pertukaran (Buckman and Brady, 1982; Nurhayati Hakim et al, 1986; Yulius et al , 1985). Pada tanah yang mengandung pirit kemasaman potensial meliputi pula jumlah hidrogen yang dapat berkembang dari oksidasi pirit. Besarnya kemasaman potensial biasanya jauh melebihi dari kemasaman aktif. Menurut brady, 1974 dalam Tan, 1982 bahwa pada tanah pasir, kemasaman potensial mencapai 1000 kali lebih besar dari kemasaman aktif, sedangkan pada tanah liat yang mengandung bahan organik tinggi dapat mencapai 50.000 – 10.000 kali lebih besar dari kemasaman aktif. Zuraida Titin Mariana (1991) menyimpulkan kemasaman kemasaman potensial tanah di daerah pasang surut Berangas pada kedalaman 0 – 60 cm dari 31,935 sampai 40,325 mmol H+/ 100 gr tanah dengan pH (H2O) 3,05 hingga 2,95 dan kemasaman potensial di daerah Penggalaman pada kedalaman 0 – 60 cm dari 16,615 sampai 18,990 mmol H+/ 100 gr tanah dengan pH (H2O) 3,91 hingga 3,78. Kemasaman potensial banyak terdapat pada tanah kaolinit, sedimen yang tidak mengandung kapur pada tanah pasang surut, dengan vegetasi mangrove yang padat. Kemasaman potensial dapat terbentuk dengan cepat dalam suasana drainase yang buruk di daerah lembah pedalaman, daerah payau sepanjang pantai, laut dan danau serta daerah pasang surut ( Breemen and Pons, 1982)
7
Bahan Organik dan Humus Kononova (1996) membedakan keseluruhan senyawa organik dalam 2 golongan yaitu : 1.
Senyawa non spesifik yang mencapai 10 hingga 15 persen dari bahan organik tanah terdiri dari senyawa organik nitrogen dan non nitrogen seperti protein dan hasil uraiannya, karbohidrat, asam organik, alkohol, aldehid, lemak, lilin dan resin.
2.
Senyawa organik yang karena sifat-sifatnya berlainan dan belum diketahui seluruhnya, tidak dapat digolongkan dalam senyawa organic biasa tetapi digolongkan terpisah dan disebut humus. Hasil perombakan bahan organik yang memegang peranan penting pada
sifat tanah adalah humus. Humus merupakan senyawa amorf yang berwarna gelap, agak resisten terhadap pelapukan dan bersifat koloidal (Buckman & Brady, 1982; Hakim et al, 1986; Yulius et al., 1985). Sifat humus dan pengaruhnya terhadap tanah dapat dilihat pada table 2. Tabel 2. Sifat humus dan pengaruhnya terhadap tanah (Stevenson, 1994) Sifat Warna Kapasitas menahan air Kemampuan mengikat partikel tanah Pengkelatan
Keterangan
Pengaruh Terhadap Tanah
Gelap Menghangatkan Sekitar 20 kali dari massanya Membantu tanah berpasir sendiri dalam menahan air Sebagai semen dalam Stabilitas agregat dan pembentukan agregat meningkatkan permeabilitas Membentuk kompleks yang stabil Meningkatkan dengan Cu2+, Mn2+, Zn2+ dan ketersediaan unsur hara kation divalent dan polivalen bagi tanaman menyebabkan tidak larut Kelarutan dalam Berasosiasi dengan liat, garam Mengurangi bahaya air dari kation divalent dan polivalen pencucian menyebabkan tidak larut Kapasitas Mempertunjukkan daya sangga Stabilitas pH Penyangga dalam batas-batas asam lemak, (buffering) netral dan alkali Kapasitas Tukar 300 – 1400 me/100 gr humus Meningkatkan KTK tanah Kation (KTK) Mineralisasi Dekomposisinya menghasilkan Sumber hara bagi + 32CO2, NH4 , PO4 , dan SO4 pertumbuhan tanaman
8
Bahan organik tanah sering digolongkan menjadi bahan terhumifikasi dan tak terhumifikasi.
Bahan tak terhumifikasi adalah senyawa-senyawa dalam
tanaman dan organisme lain seperti karbohidrat, asam amino, protein, lipid, asam nukleat, lignin, dan asam-asam organik. Fraksi terhumifikasi dikenal sebagai humus atau senyawa humat, dan dianggap sebagai hasil akhir dekomposisi bahan tanaman dan organisme lain di dalam tanah. Proses pembentukan senyawa humat terjadi selama perombakan sisa-sisa tanaman dan hewan di dalam tanah yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Mekanisme pembentukan senyawa humat (Stevenson, 1994)
Follet et al (1981) menyatakan bahwa bahan organik dalam bentuk humus dari tanaman dan hewan yg diberikan ke dalam tanah akan dapat meningkatkan kemampuan infiltrasi, menurunkankan aliran permukaan, menaikkan kapasitas menahan air tanah dan air tersedia, serta sebagai sumber hara bagi tanaman. Selanjutnya Kohnke (1968) mengemukakan bahwa tanah yang banyak mengandung bahan organik bersifat hidrofobik menurunkan kapasitas infiltrasi, sedangkan tanah yang banyak mengandung bahan organik yang bersifat hidrofilik menaikkan kapasitas infiltrasi.
Bahan organik yang bersifat hidrofobik
9
menyebabkan terjadinya dehidratasi sehingga komponen organik liat berkurang afinitasnya terhadap air (Hillel, 1980). Fraksi terhumifikasi dikenal sebagai humus yang disebut senyawa humat. Fraksi humat ini terdiri dari : (1) asam humat yaitu fraksi yang larut dalam basa (2) asam fulvik yaitu fraksi yang larut dalam air, dan (3) humin yaitu bagian yang tidak dapat larut dan lembam (inert). Senyawa-senyawa humat ini didefinisikan sebagai bahan koloidal terpolidispersi yang bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat hitam dan mempunyai berat molekul relative tinggi (Tan, 1995). Peranan Bahan Organik dalam Mengikat Aluminium dan Meningkatkan pH Tanah Jumlah gugus-gugus karboksil dan fenolik dinyatakan sebagai kemasaman total bahan humus yang mengindikasikan reaktivitas bahan humus seperti kemampuan pertukaran kation dan kapasitas mengkompleks ion logam (Tan, 1995). Menurut Aleksandrova dalam Orlov (1992), interaksi ion logam dengan humus membentuk kompleks atau khelat organometal, dimana ion logam (Al) berikatan dengan anion molekul organik yang digambarkan dalam reaksi pada Gambar 2, dimana M adalah ion logam dan R adalah alkil organik. Molekul-molekul air disekitar ion logam dapat digantikan oleh molekul atau anion organik dalam bentuk komponen koordinasi. Molekul atau anion organik yang berkombinasi dengan ion logam disebut ligan, hasilnya disebut komplek organometal atau khelat bila dua atau lebih posisi koordinasi disekitar ion logam digantikan oleh gugus donor ligan tunggal membentuk struktur cincin internal (COOH) n R
+ x M+
(OH) m
CO2 H
R
C O O O H
CO2H
+ Al
CO2 H
(COOH) n-x M
OHCO O
CO2H
CO2 OH HGambar 2.
(OH) m y
OH
Al
O H-
H2 O
H2 O
Pembentukan senyawa kompleks organometal
10
Ion logam membentuk komplek dengan ligan organik dengan konstanta stabilitas reaksi sebagai berikut : M + L K=
[
ML
]
[ ][ ]
dimana K adalah konstanta stabilitas, [M] adalah konsentrasi ion logam, [L] adalah ligan organik dan [ML] adalah konsentrasi komplek ligan-logam. Semakin banyak ikatan ligan dan ion logam umumnya meningkatkan stabilitas khelat. Stabilitas khelat ion logam juga dipengaruhi oleh sifat ion logam dan ligan, jumlah cincin yang dibentuk, dan pH larutan tanah. Ion Al berada di pusat ikatan komplek atau khelat (ion pusat), sehingga aluminium tidak aktif dalam reaksi pertukaran kation dan tidak meracun bagi tanaman. Dengan tidak aktifnya ion aluminium, maka ion H+ hasil hidrolisis aluminium berkurang dalam larutan tanah sehingga pH tanah meningkat. Besarnya peningkatan pH tanah berbeda tergantung pada jenis bahan organik, dosis pemberian, dan kapasitas penyangga tanah. Berdasarkan penelitian
Adrian (1990),
eceng gondok dapat meningkatkan pH
pemberian bahan organik
dari
tanah dan menurunkan kandungan
aluminium dapat tukar (Tabel 3). Tabel 3. Peranan bahan organik eceng gondok terhadap Al-tukar dan pH tanah
Perlakuan Eceng Gondok 3% berat tanah Ink 4 mg 6 mg Kot Sapi 4 mg 6 mg
pH Kontrol
b.org
5.23 5.14
5.45 5.83
5.23 5.14
5.46 5.40
Al tukar Kontrol
b.org
Al tukar
0.22 0.69
1.99 1.99
0.37 0.24
1.62 1.75
0.23 0.26
1.99 1.99
0.80 0.88
1.19 0.11
pH
11
Kompos Kompos dan humus merupakan pupuk organik dari hasil pelapukan jaringan atau bahan-bahan tanaman atau limbah organik. Penampilan atau sifat fisik kompos dan humus tidak berbeda. Perbedaanya hanya terletak pada proses terbentuknya.
Kompos terbentuk dengan adanya campur tangan manusia,
sedangkan humus terbentuk secara alami (Musnamar, 2003) Pengomposan
merupakan
kegiatan
menyiapkan
pupuk
organik.
Pengomposan ditakrifkan sebagai proses biologi oleh kegiatan mikroorganisme dalam mengurai bahan organik menjadi bahan semacam humus. Kompos dibuat dari bahan organic yang dapat berasal dari bermacam-macam sumber sehingga kompos merupakan sumber bahan organik dan nutrisi tanaman. Bahan dasar kompos mengandung selulose 15% - 60%, hemiselulose 10% - 30%, lignin 5% 30%, protein 5% - 40%, bahan mineral 3% - 5%, disamping itu terdapat bahan larut air panas dan dingin (gula, pati, asam amino, urea, garam ammonium) sebanyak 2% - 30%, dan 1% - 15% lemak larut eter dan alkohol, minyak dan lilin. Komponen organik ini mengalami proses dekomposisi dibawah kondisi mesofilik dan termofilik (Sutanto, 2002). Didalam pengomposan, akan terjadi perubahan yang dilakukan oleh mikroorganisme, yaitu berupa penguraian selulose, hemiselulose, lemak, lilin dan lain-lain menjadi karbondioksida dan air, pengikatan unsur hara oleh mikroorganisme yang akan dilepaskan kembali bila mikroorganisme mati, serta pembebasan unsur hara senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang akan tersedia bagi tanaman. Dengan adanya perubahan tersebut maka bobot dan isi bahan dasar kompos akan menjadi sangat berkurang (40 – 60%), tergantung bahan dasar kompos dan proses pengomposan. kompos padat dapat dilihat pada Gambar 3.
Adapun skema pembuatan
12
Gambar 3. Skema pembuatan kompos padat
13
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini melibatkan tiga orang mahasiswa, dimana masing-masing judul penelitian mahasiswa bertujuan ingin mengetahui : 1.
Pengaruh komposisi bahan pembuatan kompos yang berasal dari tanaman air di lahan pasang surut yaitu kompos eceng gondok (Eichornia Crassipes), kayapu
(Salvinia Cucullata) dan paku-pakuan/kalakai (Stenochlaena
palustris) terhadap kandungan hara (N, P dan K) kompos tersebut. 2.
Pengaruh dosis kompos yang berasal dari tanaman air di lahan pasang surut terhadap sifat kimia tanah pasang surut
3.
Pengaruh dosis kompos yang berasal dari tanaman air di lahan pasang surut terhadap pertumbuhan tanaman jagung
14
KONTRIBUSI PENELITIAN 1.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang komposisi bahan yang tepat untuk pembuatan kompos yang berasal dari tanaman air di lahan pasang surut (eceng gondok, kayapu dan paku-pakuan) yang dapat
memperbaiki
tingkat
kesuburan tanah dan menunjang
pertumbuhan tanaman jagung di lahan pasang surut. 2.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran bagi perkembangan bidang ilmu kesuburan tanah khususnya di lingkungan Fakultas Pertanian UNLAM.
3.
Dengan pemanfaatan tanaman air yang berasal dari lahan pasang surut sebagai pupuk organik yang indigenos maka pertanian organik terpadu yang berkelanjutan dapat tercapai.
4.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman bagi dosen dan mahasiswa dalam melaksanakan penelitian bersama.
15
METODA PENELITIAN Penelitian ini merupakan percobaan
rumah kaca dan di laboratorium
untuk menentukan komposisi dan dosis yang tepat untuk meningkatkan hasil tanaman jagung di lahan pasang surut dengan aplikasi pupuk organik indigenous. Penelitian dilaksanakan dengan mengambil tanah di lokasi Comunity Development (Comdev) I-MHERE yaitu Desa Tinggiran II Luar Kecamatan Tamban.
Sebelum dilaksanakan penelitian diperlukan analisa pendahuluan
sampel tanah yang meliputi : pH, kandungan hara N, P dan K, kation tukar (Nadd, K-dd, Ca-dd dan Mg-dd, KTK dan tekstur tanah. Penelitian ini dibagi 3 tahap, dimana kegiatan-kegiatan penelitiannya adalah : 1.
Penelitian pertama berjudul “Pengaruh Komposisi Bahan Pembuatan Kompos Tumbuhan Air terhadap Kandungan Hara (N, P dan K)”.
Penelitian ini
merupakan penelitian pendahuluan untuk menentukan jenis bahan pembuatan kompos yang tinggi kandungan haranya. Faktor yang dicobakan adalah jenis tanaman air untuk pembuatan kompos seperti pada tabel berikut:
No
Bahan Kompos A
1
Bahan Kompos B
Bahan Kompos C
Dosis
Kelakai (Stenochlaena palustris) Dedak
500 gram
2
Eceng gondok Kayapu (Salvinia (Eichornia Cucullata) Crassipes) Dedak Dedak
3
Larutan gula pasir Larutan gula pasir
Larutan gula pasir
0,5 gram
4
EM-4
EM-4
EM-4
12,5 ml
5
Kapur Pertanian
Kapur Pertanian
Kapur Pertanian
20 gr
45 gram
No
Bahan Kompos D
Dosis
1
Eceng gondok, kayapu dan kelakai
Masing-masing 150 gram
2
Dedak
45 gram
3
Larutan gula pasir
0,5 gram
4
EM-4
12,5 ml
5
Kapur Pertanian
20 gr
16
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan yaitu bahan kompos A, B, C dan D dengan 5 ulangan. 2.
Penelitian kedua berjudul “Pengaruh Dosis Kompos Tumbuhan Air terhadap Sifat Kimia Tanah Pasang Surut” menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal. Adapun kompos tanaman air yang digunakan adalah kompos yang memberikan nilai kandungan hara N, P dan K yang tertinggi yang telah dibuat pada penelitian pertama. Faktor dosis yang dicobakan adalah 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 ton/ha , dengan 4 ulangan dengan masa inkubasi 1 bulan. Parameter yang diamati pada penelitian kedua ini adalah pH tanah, N-total dan N- tersedia, P-total dan P- tersedia, K-total dan K- tersedia, basa tukar dan KTK.
3.
Penelitian ketiga berjudul “Pengaruh Dosis Kompos Tumbuhan Air terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Pasang Surut” menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal. Adapun kompos tanaman air yang digunakan adalah kompos yang memberikan nilai kandungan hara N, P dan K yang tertinggi yang telah dibuat pada penelitian pertama. Faktor dosis yang dicobakan adalah 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 ton/ha , dengan 4 ulangan. Parameter yang diamati pada penelitian kedua ini adalah tinggi tanaman jagung setiap minggu selama 2 bulan, berat kering tanaman jagung, Njaringan, P-jaringan dan K-jaringan setelah tanaman berumur 2 bulan.
17
JADWAL PELAKSANAAN No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kegiatan PERSIAPAN Pengurusan perijinan Persiapan bahan dan alat PELAKSANAAN penelitian Pengambilan contoh tanah & tanaman air Pembuatan kompos & Analisa Kompos Percobaan rumah kaca Percobaan lapanga PELAPORAN Analisis data Penyusunan draft laporan Seminar tingkat Program Studi Perbaikan laporan Penggandaan dan distribusi
1
2
Bulan ke3 4
5
6
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Bahan Pembuatan Kompos Tumbuhan Air terhadap Kandungan Hara (N, P dan K) Kompos Kompos dan humus merupakan pupuk organik dari hasil pelapukan jaringan atau bahan-bahan tanaman atau limbah organik. Penampilan atau sifat fisik kompos dan humus tidak berbeda. Perbedaanya hanya terletak pada proses terbentuknya.
Kompos terbentuk dengan adanya campur tangan manusia,
sedangkan humus terbentuk secara alami (Musnamar, 2003). Pengomposan
merupakan
kegiatan
menyiapkan
pupuk
organik.
Pengomposan ditakrifkan sebagai proses biologi oleh kegiatan mikroorganisme dalam mengurai bahan organik menjadi bahan semacam humus.
Di dalam
pengomposan, akan terjadi perubahan yang dilakukan oleh mikroorganisme, yaitu berupa penguraian selulose, hemiselulose, lemak, lilin dan lain-lain menjadi karbondioksida dan air, pengikatan unsur hara oleh mikroorganisme yang akan dilepaskan kembali bila mikroorganisme mati, serta pembebasan unsur hara senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang akan tersedia bagi tanaman. Tumbuhan lahan basah (hidrofita) adalah vegetasi yang mampu beradaptasi dan bertahan hidup dalam kondisi lahan yang sering atau senantiasa jenuh (tergenang) air, termasuk pada kondisi fluktuasi air pasang dan surut. Tumbuhan eceng gondok (Eichornia Crassipes), kayapu (Salvinia Cucullata) dan kalakai ((Stenochlaena palustris) merupakan tumbuhan lahan basah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan kompos. Berdasarkan penelitian bahwa pengaruh perlakuan bahan pembuatan kompos tumbuhan air menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap kandungan hara kompos (%N, %P, dan %K) yang terdapat di dalam kompos tersebut.
Kandungan nitrogen (%N) dan kalium (%) dalam kompos kalakai
menunjukkan nilai yang paling tinggi dibandingkan kompos eceng gondok, kayapu dan campuran ketiganya, namun kandungan fosfor (%P) dalam kompos kalakai menunjukkan nilai yang paling rendah dibandingkan bahan kompos lainnya (Tabel 4). Komposisi kandungan hara yang seimbang ditunjukkan oleh kompos tanaman eceng gondok (Gambar 4).
19
Tabel 4. Pengaruh perlakuan kompos tumbuhan air terhadap kandungan N, P dan K dalam kompos tersebut. Kompos Tanaman
% N-total
% P-total % K-total
Eceng gondok (Eichornia Crassipes)
4,05 a
1,13 b
2,68 a
Kayapu (Salvinia cucullata)
2,93 ab
0,19 ab
1,78 a
Kalakai (Stenochlaena palustris)
5,22 b
0,16 ab
2,85 b
Campuran ketiganya
2,57 c
0,67 a
2,46 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5 %
6.00
Peesentasi
5.00 4.00 3.00
% N-total
2.00
% P-total
1.00
% K-total
0.00 Eceng gondok
Kayapu
Kalakai
Campuran ketiganya
Perlakuan
Gambar 4. Pengaruh bahan pembuatan kompos tanaman air terhadap kandungan hara nitrogen, fosfor dan kalium Berdasarkan tabel 4 dan gambar 4, komposisi kandungan hara kompos (N, P dan K) pada eceng gondok memberikan kontribusi hara yang cukup baik dibandingkan kompos dari tumbuhan air yang lain. Oleh karena itu kompos eceng gondok dengan berbagai dosis menjadi perlakuan untuk penelitian selanjutnya.
20
Pengaruh Dosis Kompos Eceng Gondok terhadap Sifat Kimia Tanah Pasang Surut Pemberian dosis kompos eceng gondok memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pH, N-Total, P-Total, K-Total, N-Tersedia, K-dd, Ca-dd, Mg-dd dan KTK dalam tanah, sedangkan terhadap Na-dd berpengaruh nyata. Semakin besar pemberian kompos eceng gondok semakin meningkatkan pH tanah. Pemberian dosis eceng gondok 10 ton/ha mampu meningkatkan pH tanah sampai 4,98 (Gambar 5). 5.50 pH tanah
5.00 4.50
a
b
b
2
4
bc
cd
d
4.00 3.50 3.00 0
6
8
10
Dosis kompos eceng gondok (ton/ha)
Gambar 5. Pengaruh kompos eceng gondok dengan berbagai dosis yang berbeda terhadap pH tanah pasang surut (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5%). Tanah yang telah diberi perlakuan kompos eceng gondok mengalami penurunan kemasaman tanah
dari kriteria sangat masam
berjalan ke arah netral.
menjadi masam yang artinya
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kompos
berpengaruh terhadap kenaikan pH tanah walaupun sampai dosis 10 ton/ha baru dapat mencapai nilai pH sebesar 4,98. Peningkatan tanah ke arah mendekati netral merupakan salah satu faktor dalan memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman, sehingga unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman lebih tersedia. Kompos mempunyai kemampuan meningkatkan pH tanah karena humus yang terdapat dalam kompos dapat mengkhelat Al dan Fe yang merupakan sumber kemasaman tanah di lahan pasang surut sehingga Al dan Fe tidak terhidrolisis lagi.
Humus dalam tanah sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik
merupakan sumber muatan negatif tanah, sehingga humus dianggap mempunyai
21
susunan koloid seperti liat, namun humus tidak semantap koloid liat
yang
bersifat dinamik, mudah dihancurkan dan dibentuk. Sumber utama muatan negatif humus sebagian besar berasal dari gugus karboksil (-COOH) dan fenolik (-OH) nya. Peningkatan pH tanah juga akan terjadi apabila bahan organik yang kita tambahkan telah terdekomposisi lanjut (matang), karena bahan organik yang telah termineralisasi akan melepaskan mineralnya, berupa kation-kation basa. Hasil hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian dosis eceng gondok berpengaruh sangat nyata terhadap N-Total tanah dan N-tersedia dalam tanah. Semakin besar pemberian kompos eceng gondok semakin meningkatkan N-Total dan N-tersedia (N-NO3-) di dalam tanah. Perlakuan pemberian 2 ton/ha belum mampu meningkatkan N-total dalam tanah. Pemberian dosis eceng gondok dengan dosis 8 dan 10 ton/ha mempunyai kemampuan meningkatkat N-Total yang sama di dalam tanah, dan merupakan perlakuan yang paling tinggi dalam meningkatkan N-total tanah (Gambar 6). N-total (%)
1.500 1.000
a
ab
0
2
bc
cd
d
d
4
6
8
10
0.500 0.000
N-tersedia (ppm)
Dosis kompos eceng gondok (ton/ha) 600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00
c a 0
a
d
e
b
2 4 6 8 Dosis kompos eceng gondok (ton/ha)
10
Gambar 6. Pengaruh pemberian kompos eceng gondok dengan berbagai dosis terhadap N-Total dan N-tanah pasang surut (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5%).
22
Perlakuan kompos eceng gondok sebesar 2 ton/ha masih memberikan respon yang sama dengan tanpa pemberian kompos dalam meningkatkan N-tersedia dalam tanah. Pemberian dosis eceng gondok 10 ton/ha mampu meningkatkan N-Tersedia tanah sampai 587,46 ppm. Bahan organik (kompos) merupakan sumber nitrogen (protein), pertama-tama akan mengalami peruraian menjadi asam-asam amino yang dikenal dengan proses aminisasi, yang selanjutnya oleh sejumlah besar mikrobia heterotrofik mengurai menjadi amonium yang dikenal sebagai proses amonifikasi. Amonifikasi ini dapat berlangsung hampir pada setiap keadaan, sehingga amonium dapat merupakan bentuk nitrogen anorganik (mineral) yang utama dalam tanah Amonium ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar tumbuhan (Stevenson, 1984; Rasmarkan dan Nasih, 2002 ). Adapun reaksinya sebagai berikut : 1.
Pembentukan amonium dari senyawa-senyawa amino oleh mikroorganisme (Amonifikasi) : R-NH2 + H2O → R-OH + NH3 + E NH3 + H2O → NH4+ + OH-
2.
Perubahan amonium (NH4+) menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas, kemudian menjadi nitrat oleh Nitrobacter (Nitrifikasi) : 2NH4+ + 3O2 2NO2 - + O2
Nitrosomonas Nitrobacter
2NO2- + 2H2O + 4H+ + E 2NO3- + E
Pemberian dosis eceng gondok berpengaruh sangat nyata terhadap P-Total tanah, namun pemberian kompos eceng gondok sampai 10 ton/ha tidak menunjukkan adanya penambahan P-tersedia dalam tanah. Semakin besar pemberian kompos eceng gondok semakin meningkatkan P-Total tanah, namun antara perlakuan 2, 4 dan 6 ton/ha memberikan respon yang sama dalam meningkatkan P-total dalam tanah. Pemberian dosis eceng gondok 10 ton/ha mampu meningkatkan P-Total tanah sampai 1,72 mg/100gr (Gambar 7).
23
P-Total (ppm P)
2.00
d
1.50
a
1.00
b
b
b
2
4
6
c
0.50 0.00 0
8
10
Dosis kompos eceng gondok (ton/ha)
Gambar 7. Pengaruh kompos eceng gondok dengan berbagai dosis terhadap Ptotal tanah pasang surut (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5%). Berdasarkan hasil analisa pendahuluan, total fosfor dan fosfor tersedia di dalam tanah sangat rendah. Hal ini terjadi karena tanah mempunyai nilai pH yang tergolong masam (<4,5). Pada pH rendah, fosfor dalam tanah diikat kuat oleh Al dan Fe membentuk senyawa P tidak tersedia ( Noor, 2004; Rasmarkan dan Nasih, 2002, Orlov. 1992). Reaksi kimianya sebagai berikut: Al3+ + H2PO4- + 2H2O ion terlarut
mudah larut
Al (OH)2 H2PO4 + 2H+ varisit sukar larut
OH Al
OH
OH + H2PO4 -
mudah larut
dalam kristal mineral liat
OH + OHH2PO4-
OH
(Al)
Al
sukar larut + H2PO4- + 2H2O mudah larut
2H+ + Al (OH)2 H2PO4 sukar larut
24
Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian dosis kompos eceng gondok berpengaruh sangat nyata terhadap K-total tanah.
Pemberian
kompos sebesar 2 ton/ha masih memberikan respon yang sama dengan tanpa perlakuan.
Semakin besar pemberian kompos eceng gondok semakin
meningkatkan K-total tanah. Pada dosis 4, 6 dan 8 ton/ha kemampuan kompos enceng gondok dalam meningkatkan K-total tanah relatif sama, sedangkan pada dosis 10 ton/ha mampu meningkatkan K-Total tanah sampai 38,9 mg/100gr
K-total (mg/100gr)
(Gambar 8). 45.00
c
35.00 25.00
a
ab
b
b
b
15.00 5.00 0
2 4 6 8 Dosis kompos eceng gondok (ton/ha)
10
Gambar 8. Pengaruh kompos eceng gondok dengan berbagai dosis terhadap K-total tanah pasang surut (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5%). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian dosis eceng gondok berpengaruh sangat nyata terhadap K-dd, Na-dd, Ca-dd dan Mg-dd. Perlakuan pemberian dosis eceng gondok sebesar 2, 4, dan 6 ton/ha masih memberikan respon yang sama dengan tanah tanpa perlakuan (kontrol) terhadap kandungan Kdd dalam tanah. Mulai pemberian dosis eceng gondok 8 ton/ha sudah mampu mampu meningkatkan K-dd dalam tanah. Pemberian dosis eceng gondok 10 ton/ha menunjukan K-dd yang paling tinggi yaitu 1,6 me/100gr (Gambar 9). Pemberian kompos eceng gondok 2 dan 4 ton/ha masih mempunyai pengaruh yang sama dengan tanah tanpa perlakuan (kontrol) terhadap nilai Na-dd dalam tanah. Pemberian dosis kompos eceng gondok sebesar 6 ton/ha mulai bisa meningkatkan kandungan Na-dd dalam tanah. Pemberian dosis eceng gondok 8 dan 10 ton/ha juga mempunyai kemampuan yang hampir sama dalam meningkatkan Na-dd dalam tanah, tapi dosis 10 ton/ha mempunyai nilai yang paling besar yaitu 3,92 me/100gr (Gambar 9).
Na-dd (me/100 gr)
K-dd (me/100gr)
25
1.90
c
1.40 0.90
a
a
a
b a
0.40 0
4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00
2 4 6 8 Dosis kompos eceng gondok (ton/ha)
a
a
0
2
a
ab
4
6
bc
8
10
c
10
Ca-dd (me/100gr)
Dosis kompos eceng gondok (ton/ha)
1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50
c ab
ab
2
4
a
0
bc
bc
6
8
10
Mg-dd (me/100gr)
Dosis kompos eceng gondok (ton/ha) c
0.050 0.040
b
0.030 0.020
a
a
0
2
b
b
6
8
0.010 0.000 4
10
Dosis kompos eceng gondok (ton/ha)
Gambar 9. Pengaruh kompos eceng gondok dengan berbagai dosis terhadap K-dd, Na-dd, Ca-dd dan Mg-dd dalam tanah pasang surut (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5%).
26
Pemberian kompos eceng gondok sebesar 2 dan 4 ton/ha memberikan respon yang sama dalam meningkatkan kandungan Ca-dd dalam tanah, begitu juga dengan dosis 6 ton/ha mempunyai kemampuan yang sama dengan dosis 8 ton/ha. Sedangkan pemberian dosis kompos eceng gondok 10 ton/ha merupakan dosis yang paling baik untuk meningkatkan Ca-dd di dalam tanah (Gambar 9). Pemberian dosis eceng gondok 2 ton/ha belum bisa meningkatkan nilai Mg-dd dalam tanah.
Kandungan Mg-dd dalam tanah mulai mengalami
peningkatan pada pemberian dosis eceng gondok 4 ton/ha. Pemberian dosis 4, 6 dan 8 ton/ha mempunyai kemampuan yang sama dalam meningkatkan kandungan Mg-dd dalam tanah. Pemberian dosis kompos eceng gondok 10 ton/ha mampu meningkatkan Mg-dd tanah sampai 0,169 me/100gr,
dan perlakuan tersebut
menunjukkan hasil yang paling tinggi dbandingkan perlakuan yang lain (Gambar 9). Tanah yang telah diberi perlakuan kompos eceng gondok mampu meningkatkan ketersediaan hara Ca,Mg, Na dan K. Hal ini terjadi karena dalam tanaman eceng gondok mengandung unsur-unsur tersebut. Berdasarkan penelitian Gopal, B. and K.P Sharman (1981), tanaman eceng gondok mulai dari akar, tangkai daun hingga psedolaminenya mengandung unsur N, P, Ca ,Mg, Na dan K yang relatif tinggi, sehingga dapat mensuplainya ke dalam tanah. Penambahan sejumlah basa tukar ke dalam tanah juga meningkatkan pH tanah. Humus dan koloid liat mampu menjerap K, Na, Ca, dan Mg hasil dari proses dekomposisi bahan organik eceng gondok. Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian dosis eceng gondok berpengaruh sangat nyata terhadap KTK tanah. Pemberian dosis eceng gondok 0, 2, 4, 6 dan 8 ton/ha memberikan respon yang sama terhadap KTK tanah, sedangkan pemberian dosis kompos eceng gondok 10 ton/ha mampu meningkatkan KTK tanah dengan nilai sebesar 14,18 me/100gr (Gambar 10).
KTK (me/100gr)
27
b
15.00 10.00
a
a
a
a
a
0
2
4
6
8
5.00 10
Dosis kompos eceng gondok (ton/ha)
Gambar 10. Pengaruh kompos eceng gondok dengan berbagai dosis terhadap KTK tanah pasang surut Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5%). Tanah yang telah diberi perlakuan kompos eceng gondok sebesar 10 ton/ha baru mampu meningkatkan nilai KTK tanah dari 9,54 me/100gr (kontrol) sampai mencapai 14,18 me/100gr (perlakuan kompos eceng gondok 10 ton/ha) . Hal ini terjadi karena bahan organik memberikan konstribusi yang nyata terhadap KTK tanah. Sekitar 20 – 70 % kapasitas pertukaran tanah pada umumnya bersumber pada koloid humus sehingga penambahan dosis kompos eceng gondok sebesar 10 ton/ha mampu meningkatkan KTK tanah. Pengaruh Dosis Kompos Eceng Gondok terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Pasang Surut Sistem Pertanian organik merupakan “hukum pengembalian (low of return) yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman.
Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan
prinsip-prinsip
memberi
makanan
pada
tanah
yang
selanjutnya
tanah
menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plant), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.
Pemberian kompos eceng
gondok ke tanah pasang surut juga berdasarkan filosufi tersebut di atas.
28
Pengarus kompos eceng gondok terhadap pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman) setiap minggu menunjukkan bahwa setelah berumur 4 minggu ( 1 bulan) respon tanaman terhadap perbedaan dosis kompos mulai terlihat (Gambar 11). Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian dosis kompos eceng gondok berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi dan berat kering tanaman jagung. Pemberian kompos eceng gondok sebesar 4 dan 6 ton/ha serta 8 dan 10 ton/ha menunjukkan pengaruh yang sama terhadap tinggi tanaman jagung. Perlakuan 8 dan 10 ton/ha memberikan pengaruh yang paling baik dalam meningkatkan hasil pertumbuhan (tinggi tanaman). Di samping itu semakin besar pemberian kompos eceng gondok semakin meningkatkan berat kering tanaman jagung sampai dosis 8 ton/ha. Pemberian kompos eceng gondok sebesar 8 dan 10 ton/ha menunjukkan pengaruh yang sama terhadap berat kering tanaman jagung dan perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang paling baik dalam meningkatkan berat kering tanaman (Gambar 12).
180
Tinggi Tanaman (cm)
160 140 120
0 ton/ha
100
2 ton/ha
80 60
4 ton/ha
40
6 ton/ha
20
8 ton/ha
0 ke-1
ke-2
ke-3
ke-4
ke-5
ke-6
ke-7
ke-8
10 ton/ha
Minggu
Gambar 11.
Pengaruh berbagai dosis kompos eceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap tinggi tanaman jagung setiap minggu sampai umur 8 minggu (2 bulan).
Tinggi tanaman (cm)
29 160 140 120 100
b
c
c
4
6
d
d
8
10
a
80 0
2
Berat kering (gr)
Dosis kompos eceng gondok (ton/ha) 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
c
e
e
8
10
d
b a
0
2
4
6
Dosis kompos eceng gondok (ton/ha)
Gambar 12.
Pengaruh berbagai dosis kompos eceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap tinggi dan berat kering tanaman jagung umur 2 bulan (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5 %)
Peningkatan tinggi dan berat kering tanaman jagung ini disebabkan oleh peningkatan pH tanah akibat pemberian kompos eceng gondok (Gambar 5). Peningkatan pH tanah disebabkan karena asam-asam organik hasil dekomposisi eceng gondok akan mengikat Al dan Fe membentuk senyawa komplek (khelat) sehingga Al dan Fe yang merupakan sumber kemasaman di lahan pasang surut tidak terhidrolisis lagi.
Peningkatan pH tanah juga disebabkan oleh hasil
dekomposisi bahan organik eceng gondok melepaskan kation-kation basa. Follet et al (1981) menyatakan bahwa bahan organik dalam bentuk humus dari tanaman dan hewan yg diberikan ke dalam tanah akan menjadi sumber hara bagi tanaman. Peningkatan pertumbuhan tanaman (tinggi dan berat kering tanaman) juga disebabkan oleh dekomposisi eceng gondok memberikan sejumlah besar unsur hara nitrogen, fosfor dan kalium ke dalam tanah yang diperlukan oleh tanaman (Gambar 7, 8 dan 9). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian dosis kompos eceng gondok tidak berpengaruh nyata terhadap N-jaringan tanaman,
30
namun pemberian dosis kompos eceng gondok berpengaruh sangat nyata terhadap P-jaringan dan K-jaringan. Semakin besar pemberian kompos eceng gondok semakin memperbesar kandungan
P jaringan tanaman, namun perlakuan
pemberian kompos eceng gondok sebesar 2 dan 4 ton/ha memberikan respon yang sama demikian juga antara 6 dan 8 ton/ha. Pemberian kompos eceng gondok sebesar 10 ton/ha memberikan pengaruh yang paling baik dalam meningkatkan kandungan fospor dalam jaringan (Gambar 13). Disamping itu, perlakuan dosis kompos eceng gondok 2 ton/ha masih memberikan respon yang sama dengan kontrol (tanah tanpa perlakuan) terhadap kalium dalam jaringan tanaman. Pemberian kompos eceng gondok sebesar 6, 8 dan 10 ton/ha menunjukkan pengaruh yang sama terhadap K-jaringan dan perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang paling baik dalam meningkatkan kandungan kalium dalam jaringan tanaman (Gambar 13). Pemberian dosis kompos eceng gondok 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap N-jaringan tanaman. Hal ini menunjukkan pada umur 2 bulan (masa vegetatif) tanaman jagung menyerap N yang sama, walaupun di dalam tanah kandungan nitrogen tersedia masing-masing perlakuan berbeda. Nitrogen berfungsi untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman, pembentukan klorofil dan protein. Nitrogen merupakan unsur hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman.
Bentuk ion yang diserap oleh tanaman umumnya
dalam bentuk NO3- dan NH4+ bagi tanaman. Nitrat merupakan ion yang mudah bergerak (mobil) di dalam tanah. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang mudah sekali larut dan tidak terjerap (adsorbsi) oleh koloid tanah. Pergerakan NO3secara difusi lebih besar karena besarnya nilai koefisien difusi molekul dan kecilnya faktor penghambat (NO3- tidak dijerap). Nitrat merupakan hasil proses mineralisasi yang banyak disukai atau diserap oleh sebagian besar tanaman budidaya. Namun nitrat ini mudah tercuci melalui air drainase dan menguap ke atmosfer dalam bentuk gas (pada drainase buruk dan aerasi terbatas).
P-jaringan (%)
N-jaringan (%)
31 a
a
0
2
a
a
a
a
1.00 0.50 0.00
0.30 0.25
4 6 8 Dosis kompos eceng gondok (ton/ha)
b
b
2
4
bc
bc
6
8
10
c
a
0.20 0.15 0
10
K-jaringan (%)
Dosis kompos eceng gondok (ton/ha) 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
Gambar 13.
b ab
b
a
a
0
2 4 6 8 Dosis kompos eceng gondok (ton/ha)
b
10
Pengaruh berbagai dosis kompos eceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap kandungan N, P, K jaringan tanaman pada umur 2 bulan (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5 %).
Penyerapan hara dipengaruhi oleh faktor genetis tanaman dan faktor lingkungan yang mempengaruhi serapan hara tanaman. Ketersediaan unsur hara didalam tanah yang belum optimal menyebabkan pergerakan hara masih sedikit dipermukaan akar. Hakim et al (1988), menyatakan bahwa salah satu peranan penting dari faktor genetis adalah kemampuan suatu tanaman hibrida dalam menyerap unsur hara di dalam tanah sesuai hara yang dibutuhkan tanaman tersebut, disamping dipengaruhi faktor lingkungan yaitu : suhu, ketersediaan air, energi matahari, mutu atmosfir, reaksi tanah, organisme, struktur dan komposisi udara tanah.
32
Pemberian kompos eceng gondok sebesar 10 ton/ha menunjukkan hasil yang paling baik dalam meningkatkan P-jaringan tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kompos eceng gondok 10 ton/ha sudah mampu memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap P-jaringan tanaman jagung berumur 2 bulan, walaupun P tersedia di dalam tanah tidak terdeteksi namun P-total di dalam tanah pada perlakuan 10 ton/ha memberikan hasil yang tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan P di dalam tanah yang diikat oleh bahan organik sedikit demi sedikit dilepaskan ke dalam tanah sehingga tanaman masih bisa mengambil unsur hara tersebut.
Ketersediaan P di dalam tanah sangat
dipengaruhi oleh kemasaman tanah yaitu P paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar netral (pH 6-7). Posfor mempunyai fungsi dan peran penting untuk pertumbuhan tanaman yaitu, membantu pembentukan protein dan mineral yang sangat penting bagi tanaman, bertugas mengedarkan energi keseluruh bagian tanaman,
merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, mempercepat
pembungaan dan pembuahan tanaman, serta mempercepat pemasakan biji dan buah. Penelitian pengaruh dosis eceng gondok terhadap pertumbuhan tanaman jagung selama 2 bulan dilakukan dalam pot-pot percobaan di rumah kaca. Setelah tanaman dipanen untuk dianalisa berak kering dan kandungan hara N, P, dan K yang terkandung di dalam tanaman jagung, tanah bekas tanaman tumbuh dianalisa kembali pH; N, P dan K tersedia di dalam tanah untuk memastikan apakah dosis kompos eceng gondok yang diberikan ke dalam tanah masih mampu menyuplai unsur hara yang diperlukan tanaman untuk masa generatif sehingga dapat menjadi acuan buat penelitian di lapangan. Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian dosis kompos eceng gondok masih memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pH, N-tersedia, dan K-tersedia di dalam tanah setelah tanaman berumur 2 bulan (masa vegetatif). Pemberian kompos eceng gondok sebesar 8 dan 10 ton/ha menunjukkan pengaruh yang sama terhadap pH tanah dan N-tersedia di dalam tanah, dan perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang paling baik. Sebaliknya pengaruh kompos eceng gondok dosis 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 to/ha tidak menunjukkan adanya penambahan P tersedia dalam tanah, namun semakin besar pemberian dosis kompos eceng gondok semakin memperbesar kalium dalam
33
tanah. Pemberian kompos eceng gondok sebesar 10 ton/ha memberikan pengaruh yang paling baik terhadap kalium tersedia di dalam tanah setelah masa vegetatif
pH tanah
tanaman (Gambar 14).
4.7 4.6 4.5 4.4 4.3 4.2 4.1 4
a
0
b
b
2
4
bc
c
6
8
c
10
Dosis kompos eceng gondok (ton/ha) b
NO3- (ppm)
150
50
b
ab
100 a
a
a
0 0
2
4
6
8
10
K-dd (me/100 g)
Dosis kompos eceng gondok (ton/ha) 2 1.5 1
a
b
c
2
4
d
e
f
6
8
10
0.5 0 0
Dosis kompos eceng gondok (ton/ha)
Gambar 14.
Pengaruh berbagai dosis kompos eceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap pH, N-tersedia dan K-tersedia tanah pasang surut setelah tanaman berumur 2 bulan (Diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji LSD 5 %)
Kalium ditemukan dalam jumlah banyak di dalam tanah, tetapi hanya sebagian kecil yang digunakan oleh tanaman yaitu yang larut dalam air atau yang dapat dipertukarkan (dalam koloid tanah).
Kalium di dalam tanah ada yang
tersedia, lambat tersedia dan tidak tersedia bagi tanaman. Kalium di dalam tanah
34
diserap tanaman dalam bentuk K+, setelah masa vegetatif (umur tanaman jagung 2 bulan) pada perlakuan pemberian kompos eceng gondok pada setiap perlakuan masih menunjukkan ketersediannya. Semakin besar dosis eceng gondok semakin banyak ketersediaan kalium di dalam tanah setelah masa vegetatif tanaman berakhir.
Hal ini menunjukkan pemberian kompos eceng gondok mampu
menyuplai unsur hara kalium untuk masa generatif tanaman jagung. Kalium juga berfungsi untuk pembentukan pati, enzim, stomata dan perkembangan akar, membantu pengangkutan gula dari daun kebuah, memperkuat jaringan tanaman, serta meningkatkan daya tahan terhadap penyakit.
35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Komposisi kandungan hara kompos pada eceng gondok (4,05% N; 1,13% P dan 2,68% K) memberikan kontribusi hara yang cukup baik dibandingkan kompos dari kayapu dan kalakai.
2.
Pemberian dosis kompos eceng gondok memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pH, N-Total, P-Total, K-Total, N-Tersedia, K-dd, Ca-dd, Mg-dd dan KTK dalam tanah, sedangkan terhadap Na-dd berpengaruh nyata.
3.
Pemberian kompos eceng gondok dengan dosis 10 ton/ha mempunyai kemampuan yang paling besar dalam meningkatkan pH, N-Total, P-Total, K-Total, N-Tersedia, K-dd, Na-dd, Ca-dd, Mg-dd dan KTK dalam tanah jika dbandingkan dengan perlakuan dosis kompos eceng gondok 0, 2, 3, 4, 6, 8 ton/ha.
4.
Pemberian dosis kompos eceng gondok hingga 10 ton/ha belum bisa meningkatkan P-tersedia dalam tanah.
5.
Pemberian dosis kompos eceng gondok berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tanaman jagung (tinggi dan berat kering tanaman jagung) dan P jaringan tanaman, berpengaruh nyata terhadap kalium jaringan tanaman jagung. namun tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan N jaringan tanaman jagung.
6.
Pemberian dosis kompos eceng gondok 8 dan 10 ton/ha memberikan hasil yang terbaik dalam meningkatkan pertumbuahan tanaman jagung (tinggi dan berat kering tanaman jagung).
7.
Pemberian dosis kompos eceng gondok 10 ton/ha memberikan hasil yang terbaik dalam meningkatkan kandungan P dalam jaringan dan K dalam jaringan tanaman jagung.
8.
Pemberian perlakuan dosis kompos eceng gondok berpengaruh sangat nyata terhadap pH, N-tersedia dan K-tersedia (K-dd) dalam tanah setelah masa vegetatif tanaman berakhir (2 bulan).
36
Saran
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian lanjutan di lapangan tentang pertanian organik berkelanjutan.
37
DAFTAR PUSTAKA Adrian R. D. P. 1990. Hubungan Antara Susunan Asam Humat dan Asam Fulfat serta Kemasaman Total Bahan Organik Tanah dengan pH Tanah, Aluminium dan N tersedia. Skripsi. Fakultas Petanian Unlam. Banjarbaru Buckman, H.O. dan N.C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Trejemahan Soegiman. Bhrata Karya Aksara. Jakarta. Follet, R. H., L. S. Murphy and R. L. Donahue. 1981. Fertilizers and Soil Amandements. Eaglewood Cliffs. Prentice Hall. Inc. New Jersey. Hillel, D. 1980. Fundamental of Soil Physics. Academic Press, Inc, New York. Husni Thamrin D. 1995. Penanggulangan lahan bermasalah dalam menyongsong abad 21, prospek, tantangan dan kendalanya di Kalimantan Selatan. Makalah seminar Penaggulangan Lahan Basah Bermasalah Menyongsong Abad ke 21 di Kal-Sel dan Kal-Teng. Banjarbaru. Juhri Antap. 1983. Jenis dan sifat tanah di daerah pasang surut di Kalimantan Selatan. Bahan ceramah pada latihan PPL Daerah Transmigrasi Kalimantan Selatan. Kononova, M. M. 1966. Soil Organic Matter. Its Nature, Its Role in Soil Formation and in Soil Fertility. Pergamon Press; New York. Oxford, London, Paris. Konsten, C.J.M. and M. Sarwani. 1992. Actual and potensial acidity and related chemical characteristics of acid sulphate soils in Pulau Petak, Kalimantan. In Workshop on Acid Sulphate Soil in the Humid Tropic. Bogor. Indonesia. Musnamar, E. I. 2003. Pupuk Organik, Cair dan Padat, Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Depok. Noor, M. 2004. Lahan Rawa. Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Noorsyamsi dan Syarwani. 1984. Tidal Swamp Rice. Research Institute. Los Banos, Philiphines.
Internasional Rice
Nurhayati Hakim, M. yusuf Nyakpa, A.M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lmapung. Lampung. Orlov. 1992. Soil Chemistry. Russian Translation Series 92. A.A Balkema Publisher. Old Post Road, Brookfield. USA. Poerbondono dan Eka Djunasjah. 2005. Survei Hidrografi. PT Refika Aditama. Bandung Stevenson, F. J. 1984. Humus Chemistry ; Genesis, Composition, and Reaction (2nd Edition). John Wiley and Sons. New York. Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
38
Tan, K.H. 1982. Principle of Soil Chemistry. Marcel Dekker, INC. New York and Basel. Widjaja Adhi, I.P.G., K. Nugroho, D.S. Ardhi dan A.S. Karama. 1992. Sumber Daya Lahan Rawa. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Yulius, A.K.P., J.L. Naneri, Arifin, Solo S.R. Samosir, Romoaldus Tangkaisari, J.R.Lalopua MACE, Bahrul Ibrahim, Hariadji Asmadi. 1985. Dasar-dasar ilmu Tanah. Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur. Ujung Pandang. Zuraida Titin Mariana. 1991. Kemasaman Potensial Total dari Berbagai Kedalaman Tanah Rawa di Daerah Pasang Surut. Fakultas Pertanian Unlam. Banjarbaru. Zuraida Titin Mariana, Fakhrur Razie, Meldia Septiana. 2004. Perubahan Sifat Biokimia Tanah akibat Penggenangan dan Drainase pada Kualitas Air Tertentu Di lahan Pasang Surut Kalimantan Selatan