Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Penerapan Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kompetensi Fisika Siswa SMK Negeri 1 Padang Usmeldi Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang, Jln. Hamka Air Tawar Padang
[email protected] Abstrak. Pendidikan karakter seharusnya mengenalkan siswa pada nilai-nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya mengamalkan nilai sehingga menjadi karakternya. Kenyataan menunjukkan bahwa siswa belum memiliki karakter posiitif yang diharapkan, seperti sikap jujur dalam ujian, disiplin belajar di sekolah, ketaatan pada tata tertib sekolah dan sebagainya. Oleh karena itu dalam pembelajaran Fisika, guru harus mengintegrasikan karakter positif dengan metode pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa pembelajaran Fisika di SMK Negeri 1 Padang cenderung berpusat pada guru sehingga berdampak terhadap rendahnya hasil belajar siswa dan karakter siswa belum banyak dapat dikembangkan. Siswa kurang menguasai materi pelajaran fisika, sehingga siswa sulit menerapkan konsep fisika ke dalam mata pelajaran produktif. Salah satu metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan mengembangkan karakter siswa adalah metode pembelajaran berbasis masalah yang terintegrasi dengan pendidikan karakter. Tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan karakter siswa dan meningkatkan hasil belajarnya. Jenis penelitian adalah eksperimen kuasi dengan subyek penelitian siswa kelas X program keahlian Teknik Ketenagalistrikan di SMK Negeri 1 Padang. Instrumen penelitian adalah panduan wawancara, lembar observasi, lembaran penilaian karakter, dan tes. Data dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui ketuntasan belajar, peningkatan hasil belajar, perbedaan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kontrol, dan karakter positif siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa secara klasikal sudah dicapai. Peningkatan hasil belajar siswa termasuk kategori sedang. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Karakter positif sebagian besar siswa dalam kategori mulai terlihat dan mulai berkembang. Saran diajukan pada guru Fisika supaya dapat melaksanakan pendidikan karakter melalui metode pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran Fisika, mengingat pembentukan karakter membutuhkan waktu yang lama. Kata kunci: karakter positif, hasil belajar fisika siswa.
PENDAHULUAN Pendidikan karakter saat ini menjadi penting mengingat banyaknya permasalahan bangsa dan negara. Hal ini terlihat dari kenakalan remaja yang terus meningkat mulai dari tawuran antar pelajar, narkoba, bahkan seks bebas seolah membuat pendidikan di Indonesia tidak berarti sama sekali dan telah meruntuhkan karakter bangsa yang berfalsafah pancasila (Muslich, 2011). Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi
pekerti, moral, yang tujuannya mengembangkan kemampuan siswa untuk mewujudkan karakter positif dalam kehidupan sehari-hari (Puskur, 2010a). Oleh karena itu muatan pendidikan karakter difokuskan pada attitudes, behavior, emotions, dan cognitions (Berkowitz, 2005). Pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, diharapkan siswa memiliki karakter positif. Sekolah yang menerapkan pendidikan karakter secara komprehensif menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku
Semirata 2013 FMIPA Unila |43
Usman Malik dkk: PENGARUH LAMA AKTIVASI TERHADAP KOMPOSISI DAN STRUKTUR KIMIA DAN MUTU ARANG AKTIF SERBUK GERGAJI JELUTUNG
negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan belajar (Berkowitz, 2005). Penerapan pendidikan karakter yang terintegrasi dalam mata pelajaran yang ada menjadi urgen untuk dilakukan daripada penambahan mata pelajaran pendidikan karakter sebagai mata pelajaran baru. Pengintegrasian pendidikan karakter pada mata pelajaran selain agama dan pendidikan kewarganegaraan harus mengembangkan kegiatan yang memiliki dampak pengiring (nurturant effects) berkembangnya karakter positif siswa (Puskur: 2010b). Dalam pembelajaran fisika banyak karakter postif yang diperoleh siswa, di antaranya adalah sikap mencintai kebenaran, sikap tidak purbasangka, menyadari kebenaran ilmu tidak mutlak, keyakinan bahwa tatanan alam teratur, bersifat toleran terhadap orang lain, bersikap ulet, sikap teliti dan hati-hati, sikap ingin tahu, dan sikap optimis Puskur (2010b). Dengan demikian dapat dilihat bahwa fisika memberikan kontribusi yang besar dalam membentuk karakter positif pada siswa. Pembelajaran fisika yang dilakukan di sekolah seolah-olah mengabaikan makna karakter yang terkandung dalam pembelajaran fisika itu sendiri. Hal ini terlihat dari observasi yang dilakukan pada pembelajaran fisika di SMK Negeri 1 Padang ditemukan bahwa pembelajaran fisika lebih menekankan pada ranah kognitif seperti menjabarkan rumus-rumus dan latihan menyelesaikan soal. Penilaian dilakukan pada ranah kognitif dan psikomotor siswa. Guru kurang memperhatikan afektif siswa dalam pembelajaran. Siswa menunjukkan perilaku yang tidak terpuji seperti menyalin karya orang lain untuk membuat tugas atau pekerjaan rumah, mencontek dan memberikan contekan pada saat ujian. Fenomena mencontek ini menunjukkan karakter tidak jujur, tidak percaya diri dan tidak bertanggung jawab dari siswa yang bersangkutan. Hal ini akan berdampak pada menurunnya mutu pendidikan.
44| Semirata 2013 FMIPA Unila
Pada ranah kognitif, hasil belajar fisika siswa masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimum yaitu 70. Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu pembelajaran fisika belum menyenangkan, belum menarik, dan belum menantang bagi siswa. Dalam proses pembelajaran, siswa belum dilibatkan secara aktif dalam menemukan fakta, konsep, dan prinsip yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah dalam pelajaran produktif dan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran fisika, pengembangan pendidikan karakter dapat dilakukan misalnya pembahasan materi fisika diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami fenomena alam dari sudut pandang teori fisika, menggali berbagai sumber informasi menganalisis, dan mengkomunikasikannya pada orang lain. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan internalisasi karakter positif dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai. Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal mana yang baik sehingga siswa menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilainilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), merasakan dengan baik (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada kebiasaan yang terus-menerus dilakukan. Dalam pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran yang ada, hal yang perlu diperhatikan adalah memilih metode pembelajaran yang tepat. Misalnya, untuk mengembangkan kecakapan berkomunikasi, guru dapat memilih metode diskusi atau siswa diminta presentasi.
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Untuk mengembangkan kecakapan bekerja sama, kerja kelompok dalam belajar dapat diterapkan. Metode pembelajaran mempunyai karakteristik masing-masing. Oleh sebab itu pemilihan metode yang tepat dalam pembelajaran perlu dilakukan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat diintegrasikan dengan pendidikan karakter adalah metode pembelajaran berbasis masalah. Dalam metode pembelajaran berbasis masalah konsep fisika dipelajari oleh siswa melalui pemecahan masalah. Siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan masalah yang diberikan guru. Dengan demikian siswa terbiasa bersikap teliti, tekun, jujur, kreatif, dan menghormati pendapat orang lain. Pembelajaran berbasis masalah (problem based instruction, PBI) merupakan pembelajaran berdasarkan masalah yang terdiri atas lima langkah yaitu; (1) mengorientasikan siswa pada masalah, (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Trianto, 2007). Masalah yang dimunculkan pada awal pembelajaran merupakan karakteristik PBI. Dalam PBI guru bertindak sebagai fasilitator, bukan sebagai penyampai informasi. Siswa diharapkan dapat berperan aktif dalam memecahkan masalah. Karakteristik masalah yang disajikan dalam PBI harus menarik dan menantang siswa untuk menganalisis dan memecahkannya. Pembelajaran berbasis masalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi, mengumpulkan dan menganalisis data untuk memecahkan masalah. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran berbasis masalah adalah melatih kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah. Untuk menyelesaikan masalahan, siswa
terlebih dahulu memahami masalah kemudian menyelesaikan masalah berdasarkan pengetahuan awal yang telah mereka miliki. Beacham (2007) menyatakan beberapa karakteristik PBI, yaitu; pembelajaran berpusat pada siswa, pembelajaran dalam kelompok kecil, guru sebagai fasilitator atau pemandu, masalah otentik disajikan di awal pembelajaran, masalah yang dihadapi digunakan sebagai alat untuk mencapai pengetahuan yang diperlukan dan keterampilan pemecahan masalah diperlukan untuk memecahkan masalah, informasi baru diperoleh melalui pembelajaran langsung secara mandiri, pembelajaran dicapai dengan menganalisis dan memecahkan masalah. Berdasarkan pada kondisi pembelajaran fisika dan perilaku siswa yang telah diuraikan di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran fisika berbasis masalah. Masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana efektivitas pendidikan karakter melalui pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kompetensi fisika dan mengembangkan karakter positif siswa? Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan efektivitas pendidikan karakter melalui pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kompetensi fisika dan mengembangkan karakter positif siswa. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi dengan desain pretestposttest grup kontrol (Creswell, 1994). Pretest dan post-test diberikan pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan soal yang sama. Penelitian dilaksanakan pada siswa siswa kelas X program keahlian Teknik Ketenagalistrikan di SMK Negeri 1 Padang. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan penelitian adalah; (1) melakukan survei pendahuluan, (2) menyusun rencana Semirata 2013 FMIPA Unila |45
Usman Malik dkk: PENGARUH LAMA AKTIVASI TERHADAP KOMPOSISI DAN STRUKTUR KIMIA DAN MUTU ARANG AKTIF SERBUK GERGAJI JELUTUNG
pelaksanaan pembelajaran, lembaran kerja siswa, dan instrumen penelitian, (3) melakukan uji coba instrumen, (4) menganalisis data ujicoba, (5) memberikan pre-test pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, (6) memberikan perlakuan dengan melaksanakan pembelajaran fisika berbasis masalah dan mengintegrasikan pendidikan karakter pada siswa kelas eksperimen, sedangkan siswa kelas kontrol melaksanakan pembelajaran konvensional, (7) mengevaluasi karakter siswa pada saat pembelajaran berlangsung, (8) memberikan post-test pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, (9) menganalisis data dan menginterpretasi hasil yang diperoleh. Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa; lembar observasi, panduan wawancara, lembar penilaian karakter, tes penguasaan konsep fisika. Data penguasaan konsep fisika dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui penguasaan konsep fisika siswa dalam pembelajaran berbasis masalah. Peningkatan penguasaan konsep fisika siswa dianalisis dengan menghitung ratarata skor gain dinormalisasi dari skor pretest dan post-test. Perbedaan rata-rata skor penguasaan konsep fisika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dianalisis dengan menggunakan uji-t. Efektivitas penerapan pembelajaran ditinjau dari kompetensi siswa yang mencakup ranah, kognitif, dan afektif. Hasil belajar pada ranah kognitif dan psikomotor dilihat dari persentase siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimum (70). Secara klasikal persentase siswa yang tuntas dalam belajar diharapkan sebesar 85%. Untuk ranah afektif dilihat dari perkembangan karakter siswa. Diharapkan 85% siswa menunjukkan karakter sudah mulai terlihat (MT) dan mulai berkembang (MB) pada setiap indikator. Pencapaian nilai-nilai karakter dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut: (1) BT: Belum Terlihat (apabila siswa belum memperlihatkan
46| Semirata 2013 FMIPA Unila
tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator). (2) MT: Mulai Terlihat (apabila siswa sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten). (3) MB: Mulai Berkembang (apabila siswa sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten). (4) MK: Membudaya (apabila siswa terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten). HASIL DAN PEMBAHASAN Efektivitas pendidikan karakter melalui pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan hasil belajar dan karakter positif siswa ditinjau dari: (1) ketuntasan belajar siswa kelas eksperimen, (2) peningkatan hasil belajar siswa kelas eksperimen, (3) perbedaan rata-rata skor hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, (4) karakter positif siswa. Ketuntasan Belajar Siswa Penilaian terhadap kompetensi siswa kelas eksperimen pada ranah kognitif, diperoleh rata-rata nilai post-test sebesar 76,88 dengan persentase jumlah siswa yang tuntas belajarnya adalah 87,5%. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal sudah dicapai. Kompetensi siswa pada ranah kognitif dapat meningkat karena siswa dapat memahami konsep-konsep fisika dengan baik. Siswa dapat berpikir kritis dan kreatif karena permasalahan fisika yang ditampilkan berkaitan dengan bidang keahlian teknik ketenagalistrikan dan lingkungan sekitar siswa. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Rata-rata pre-test fisika siswa kelas eksperimen diperoleh 65,71 dengan standar deviasi 8,25. Rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol diperoleh 64,50 dengan standar deviasi 4,53. Rata-rata post-test fisika siswa kelas eksperimen diperoleh
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
76,88 dengan standar deviasi 6,85. Ratarata hasil belajar siswa kelas kontrol diperoleh 69,45 dengan standar deviasi 5,64. Peningkatan hasil belajar siswa dapat diketahui dengan menghitung rata-rata skor gain dinormalisasi (NG) dari skor pre-test dan post-test. Setelah melalui proses analisis data skor pre-test dan post-test, diperoleh rata-rata skor NG untuk hasil belajar siswa kelas eksperimen sebesar 0,43 dan standar deviasi sebesar 0,29. Berdasarkan kategori skor gain dinormalisasi, peningkatan hasil belajar siswa kelas eksperimen dalam pelajaran fisika termasuk kategori sedang. Untuk siswa kelas kontrol diperoleh rata-rata skor NG sebesar 0,25 dan standar deviasi sebesar 0,13. Peningkatan hasil belajar siswa kelas kontrol termasuk kategori rendah. Perbedaan Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Sebelum menganalisis data untuk mengetahui perbedaan rata-rata skor hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, dengan menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas data. Uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas data merupakan uji persyaratan analisis data untuk menentukan rumus uji-t yang digunakan. Hasil uji normalitas distribusi data menunjukkan bahwa data pre-test dan post-test fisika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal pada taraf signifikansi α = 0,05 (Tabel 1). Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Pre-test dan Post-test Fisika 2 Kelompok X 2 dk KesimX tabel hitung Uji pulan Pre-test 14,53 38,89 26 Data eksp normal Post-test 13,79 38,89 26 Data eksp normal Pre-test 12,36 36,42 24 Data kontrol normal
Post-test kontrol
13,25
36,42
24
Data normal
Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas Data Pre-test dan Post-test Fisika Kelompok Uji Fhitung Ftabel Dk Kesimpulan Pre-test 0,30 1,95 24,26 Homogen Post-test 0,68 1,95 24,26 Homogen
Hasil uji homogenitas data menunjukkan bahwa data pre-test fisika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen (α = 0,05), demikian juga data post-test fisika (Tabel 2). Berdasarkan hasil uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas data hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kontrol maka dapat ditetapkan bahwa uji beda rata-rata skor hasil belajar siswa dapat menggunakan uji-t (dengan rumus untuk data normal dan homogen). Setelah dilakukan uji beda rata-rata terhadap data hasil belajar siswa diperoleh hasil bahwa rata-rata skor pre-test fisika bagi siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda secara signifikan (α = 0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil belajar fisika siswa sebelum belajaar fisika dimulai adalah sama dalam kedua kelas tersebut. Uji beda rata-rata skor posttest fisika menunjukkan bahwa rata-rata skor post-test fisika bagi siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda secara signifikan (α = 0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa sesudah belajar fisika menjadi berbeda dalam kedua kelas tersebut. Ratarata skor hasil belajar fisika bagi siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hasil uji beda rata-rata skor hasil belajar fisika bagi siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk kelompok uji pre-test dan post-test dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Beda Rata-rata Skor Hasil Belajar Fisika bagi Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelompok Kelompok Rata- Nilai Ket Uji Perlakuan rata t hitung Pre-test Eksperimen 65,71 0,801 Tidak
Semirata 2013 FMIPA Unila |47
Usman Malik dkk: PENGARUH LAMA AKTIVASI TERHADAP KOMPOSISI DAN STRUKTUR KIMIA DAN MUTU ARANG AKTIF SERBUK GERGAJI JELUTUNG
Rata-rata Skor
Kontrol 64,50 Sign Eksperimen 76,88 Post-test 5,326 Sign Kontrol 69,45 Nilai t tabel = 2,000
100 80 60 40 20 0 Pretest
Posttest
Gambar 1. Perbedaan Hasil Belajar Fisika Siswa (Hitam=kelas eksperimen, abu-abu=kelas kontrol)
Visualisasi dari perbedaan rata-rata skor pre-test dan post-test fisika siswa dalam Tabel 3 dapat dilihat pada Gambar 1. Karakter Positif Siswa Dalam pembelajaran berbasis masalah dikembangkan karakter: rasa ingin tahu, kreatif, kritis, bertanggung jawab, kerja sama, disiplin, jujur. Pada tabel 4 ditunjukkan bahwa 14,7% siswa belum terlihat karakter positifnya, 59,6% siswa sudah mulai terlihat, dan 25,7% siswa sudah mulai berkembang karakter positifnya. Belum ada siswa yang karekter positifnya sudah menjadi kebiasaan atau membudaya. Hal ini dapat dipahami karena pembentukan dan pengembangan karakter positif membutuhkan waktu yang lama. Pembelajaran berbasis masalah membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa dan menjadi siswa yang mandiri (Arends, 2008). Pembelajaran Tabel 4. Karakter Positif Siswa Kelas Eksperimen Persentase Karakter No. positif BT MT MB MK 1 Rasa ingin 24,5 41 34,5 0 tahu 2 Kreatif 22 34,9 43,1 0 3 Kritis 25 75 0 0 4 Bertanggung 3,8 64,3 31,9 0
48| Semirata 2013 FMIPA Unila
5 6 7
jawab Kerja sama Disiplin Jujur Rata-rata
7,4 16 4,1 14,7
77 71,4 53,6 59,6
15,6 12,6 42,3 25,7
0 0 0 0
berbasis masalah merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, siswa menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam mencari pemecahan (Djamarah (2006). Redhana (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa pembelajaran berbasis masalah lebih efektif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan di atas ditemukan bahwa: (1) terdapat peningkatan yang signifikan pada hasil belajar siswa kelas eksperimen dalam mata pelajaran fisika, (2) terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, (3) rata-rata skor hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata skor hasil belajar siswa kelas kontrol, (4) karakter positif siswa kelas eksperimen termasuk kategori mulai terlihat dan mulai berkembang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter melalui pembelajaran berbasis masalah efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran fisika dan mengembangkan karakter positif siswa. Menurut Torrance (2006) model pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah seperti pada pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan potensi yang dimiliki oleh siswa, salah satunya adalah kreativitas siswa. Proses pembentukan karakter dinilai dari mulai terlihatnya indikator karakter dilakukan oleh siswa. Dari proses ini dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah siswa yang menunjukkan mulai terlihatnya indikator karakter. Proses pembentukan karakter pada dasarnya memerlukan waktu yang lama, sebagaimana dikatakan oleh
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Nugroho (2011) bahwa pembentukan karakter terjadi dengan beberapa tahapan untuk mengubah karakter personal yakni dimulai dari ketidakpuasan, dilanjutkan dengan memiliki visi yang logis dan rasional, berani mengambil resiko, bertanggungjawab hingga sampai pada tahap konsisten. Pada tahap konsisten sudah dapat dikatakan adanya perubahan karakter pada diri seseorang. Hal ini tentu tidak mudah mengingat berbagai tantangan yang dihadapi siswa setiap harinya. Oleh karena itu dalam waktu beberapa kali pertemuan dalam pembelajaran, karakter siswa sulit diketahui tingkat konsistensinya. Pengintegrasian pendidikan karakter dalam proses pembelajaran dilakukan dengan pengenalan nilai-nilai, memfasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternali-sasian nilainilai ke dalam tingkah laku sehari-hari. Diharapkan kegiatan pembelajaran dapat menjadikan siswa menguasai kompetensi fisika secara utuh yaitu tidak hanya menguasai pengetahuan tetapi juga menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi karakter mereka. Beberapa cara mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran juga diungkapkan oleh Prayitno (2010) yaitu integrasi nilai-nilai karakter dalam materi pembelajaran fisika dapat dikembangkan dari aspek lima-i yang meliputi pokok-pokok berikut: (1) Materi pembelajaran fisika dalam konstelasi kealaman ciptaan Tuhan Yang Mahaesa. Kaidah-kaidah yang tertuang dalam materi pembelajaran fisika tidak lain adalah hukum sebab akibat yang secara nyata dan pasti merupakan ke-tentuan Tuhan Yang Mahaesa. Dalam hal ini, menjadi keimanan bahwa hukum sebab akibat tidak lain adalah ciptaan Tuhan Yang Mahaesa. (2) Substansi materi pembelajaran fisika berupa kaidahkaidah secara objektif, konkrit, dan konstektual mendorong tumbuhnya perhatian siswa untuk memanfaatkan
berbagai kondisi yang dijumpai itu dalam kehidupan untuk dipelajari dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. (3) Contoh-contoh kejadian nyata yang terkait dengan materi pembelajaran fisika dipelajari, diambil hikmahnya dan manfaat nyatanya bagi kehidupan dan kemaslahatan untuk membuat siswa pintar, tegar dan tangguh. Kuasai hukum-hukum alam yang adalah kekuasaan Tuhan untuk membuat hidup ini semakin tegar, lancar, segar menyejahterakan dan membahagiakan. (4) Pengalaman dan minat pribadi siswa berkenaan dengan materi pembelajaran fisika. Pelajari sisi positif dan negatifnya untuk memperkuat diri sendiri menjadi pribadi yang teliti, berkreasi, menjadi praktisi yang peduli, berdedikasi dan mengabdi. (5) Kemungkinan implementasi kaidah-kaidah materi pembelajaran fisika dalam berbagai segi kehidupan dan pekerjaan, yang berimplikasi kepada orang lain atau dapat dilakukan bersama orang lain. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan karakter melalui pembelajaran berbasis masalah efektif dalam meningkatkan hasil belajar fisika, yang ditinjau dari: (1) ketuntasan belajar siswa kelas eksperimen mencapai 87,5%. (2) peningkatan hasil belajar fisika siswa kelas eksperimen termasuk kategori sedang, (3) rata-rata skor hasil belajar fisika siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol, (4) Karakter positif sebagian besar siswa termasuk kategori mulai terlihat (59,6%) dan mulai berkembang (25,7%). Karakter positif yang dikembangkan dalam pembelajaran berbasis masalah adalah; rasa ingin tahu, kreatif, kritis, bertanggung jawab, kerja sama, disiplin, jujur. Sebagian besar siswa menunjukkan karakter pada kategori mulai terlihat. Hal ini karena pengembangan karakter memerlukan waktu yang lama.
Semirata 2013 FMIPA Unila |49
Usman Malik dkk: PENGARUH LAMA AKTIVASI TERHADAP KOMPOSISI DAN STRUKTUR KIMIA DAN MUTU ARANG AKTIF SERBUK GERGAJI JELUTUNG
Pendidikan karakter melalui pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan mengembangkan karakter positif siswa. Oleh karena itu guru fisika diharapkan dapat menggunakan metode ini dalam pembelajaran. Guru fisika diharapkan dapat melatih kemampuan siswa dalam berdiskusi, menganalisis dan memecahkan masalah sehingga pelaksanaan pembelajaran menjadi lebih optimal. DAFTAR PUSTAKA Amir, Taufik (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana. Arends, Richard I. (2008). Learning to Teach. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Beacham, Cindy V. and Shambaugh, Neal (2007). Advocacy a Problem-Based Learning Teaching Strategy. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education. 19(3). p315-324. http://www.isctl.org/ijtlhc/ [diaskes pada 4 Januari 2013]. Berkowitz, Marvin W dan Melinda C Bier (2005). What Works in Character Education: A Research-Driven Guide for Educators. Washinton: Character Education Partnership. Creswell, J.W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. New Delhi: SAGE Publications. Djamarah, S. B. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Koesoema, Doni (2007). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.
50| Semirata 2013 FMIPA Unila
Mulyasa, E. (2011). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. Muslich, Masnur (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multi-dimensional. Jakarta: Bumi Aksara Nugroho, Widyo Sulasdi (2011). ―Integrasi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum MIPA dan Pendidikan MIPA‖. Seminar Nasional FMIPA UNP. Padang: 19 November 2011. Nur, Mohammad (2011). Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA. Prayitno dan Khaidir, Afriva (2010). Model Pendidikan Karakter-Cerdas. Padang: Universitas Negeri Padang Press. Puskur (2010a). Grand Design Pendidikan Karakter. Jakarta: Kemdiknas. Puskur (2010b). Panduan Guru Mata Pelajaran, Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kemdiknas. Redhana, I Wayan (2012).Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Cakrawala Pendidikan. Th. XXXI, No. 3. p. 351-365 Torrance, E.P & Khatena, J. (2006). Khatena-Torrance Creative Perception Inventory. Chicago: Stoelting Company. Trianto (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berbasis Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.