PENERAPAN NILAI KEMANDIRIAN ANAK DI TAMAN BALITA (TB) CERIA TIMOHO YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Theodora Denis Haria Dewani NIM 12111241046
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA DESEMBER 2016
i
ii
iii
iv
MOTTO Ketika anda memiliki kepercayaan diri, anda dapat banyak kesenangan. Dan ketika anda senang, anda dapat melakukan hal-hal yang luar biasa (Joe Namath)
Kemandirian adalah titik yang harus dilewati untuk sampai pada kesuksesan (NN)
Jika kita berkata bisa, maka kita akan bisa. Jika kita berkata tidak bisa, maka kita tidak bisa (Theodora Denis HD)
v
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Babe, Ibu, dan Budhe yang selalu mendoakan, membimbing, dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Almamaterku, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan bekal ilmu dan pengalaman yang bermanfaat bagi masa depan saya. 3. Agama, Nusa, dan Bangsa.
vi
PENERAPAN NILAI KEMANDIRIAN DI TAMAN BALITA (TB) CERIA TIMOHO YOGYAKARTA Oleh: Theodora Denis Haria Dewani NIM : 12111241046 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan nilai kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta. Mengetahui proses penerapan nilai kemandirian, faktor pendukung, faktor penghambat dalam penerapan nilai kemandirian. Subyek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, dan anak di Taman Balita Ceria Timoho. Fokus penelitian ini adalah penerapan nilai kemandirian. Tempat penelitian dilakukan di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif naratif dengan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara, observasi, dan dokumentasi yang kemudian dianalisis menggunakan model analisis menurut Miles dan Huberman dan diuji keabsahannya dengan menggunakan perpanjangan kehadiran dan triangulasi data. Hasil penelitian menunjukan: 1) penerapan nilai kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta dilakukan dengan cara membiasakan anak untuk menaruh tas dan sepatu pada tempatnya, melepas sepatu sendiri, mengambil dan memasukkan daily book sendiri, mampu menyerahkan daily book ke pendidik, menyelesaikan dan mengumpulkan tugas yang diberikan secara mandiri, antri ketika mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, antri ketika menaruh piring dan gelas yang telah dipakai kedalam ember, mengucapkan kata maaf jika berbuat kesalahan, mengucap kata keberatan jika merasa tidak nyaman, mengenakan sepatu sendiri, mengenali sepatu dan tasnya sendiri. Bimbingan educator untuk mengurus dirinya sendiri, menyelesaikan masalah yang dihadapi, bertanggung jawab atas barang yang dimiliki. Arahan educator dan assistaint secara verbal untuk membiasakan kemandirian anak; 2) faktor pendukung kemandirian anak yaitu adanya konsistensi pendidik dan dukungan sarana prasarana disekitar anak; 3) faktor penghambat adalah adanya perbedaan pembiasaan yang dilakukan dirumah dan disekolah, dan terdapat discontinuitas antara educator dengan orang tua Kata Kunci: penerapan nilai kemandirian anak, taman balita.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Nilai Kemandirian di Taman Balita (TB) Ceria Timoho
Yogyakarta”.
Penulisan
skripsi ini dimaksudkan
untuk
memenuhi
sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.) di Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan yang ada sehingga dalam menyelesaikan skripsi ini memperoleh bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakrta.
2.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
3.
Ketua Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin dalam pelaksanaan penelitian.
4.
Ibu Nelva Rolina, M.Si., selaku dosen pembimbing I dan Ibu Eka Sapti C, M.M,
M.Pd.,
selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
pengarahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 5.
Babe Albertus Edi Ispriyanto dan Ibu Benedikta Iin Winarsih serta adik Chatarina Dinda Dewi Dewani tercinta yang selalu memberikan motivasi, doa serta dukungan moril dan materiil untuk terselesaikannya skripsi ini.
6.
Budhe MF. Endang Iriani yang selalu mendukung dan memberi semangat.
7.
Kepala sekolah, guru, staf karyawan dan peserta didik Taman Balita (TB) Ceria
Timoho
Yogyakarta
yang
telah
memberikan kesempatan dan
kemudahan dalam penelitian ini. 8.
Sahabat-sahabat saya di Program Studi PG PAUD angkatan 2012 tercinta.
9.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. viii
Penulisan skripsi ini tentunya masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi materi maupun isi penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua.
Yogyakarta,8 Desember 2016 Penulis
Theodora Denis HD
ix
DAFTAR ISI
hal HALAMAN JUDUL............................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv HALAMAN MOTTO ......................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................... vi ABSTRAK ........................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii DAFTAR ISI ....................................................................................................... x DAFTAR TABEL................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.................................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ........................................................................................ 8 C. Batasan Masalah.............................................................................................. 8 D. Rumusan Masalah ........................................................................................... 8 E. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 9 F. Manfaat Penelitian............................................................................................ 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Kemandirian .................................................................................................... 10 1. Pengertian Kemandirian .............................................................................. 10 2. Macam-macam Kemandirian ...................................................................... 11 3. Karakteristik Kemandirian........................................................................... 12 4. Aspek Kemandirian ..................................................................................... 13 5. Ciri Kemandirian ......................................................................................... 14 B. Karakteristik Kemandirian Anak Usia Playgroup ........................................... 15 x
1. Pengertian Anak Usia Playgroup................................................................. 15 2. Kemandirian Anak Usia Playgroup atau Taman Balita (2-4) .................... 17 C. Penelitian Yang Relevan.................................................................................. 19 D. Kerangka Pikir ................................................................................................ 20 E.Pertanyaan Penelitian........................................................................................ 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ...................................................................... 22 B. Definisi Operasional ........................................................................................ 22 C. Subyek dan Fokus Penelitian........................................................................... 23 D. Tempat Penelitian ............................................................................................ 24 E. Metode Pengumpulan Data ............................................................................. 24 1. Wawancara .................................................................................................. 24 2. Observasi..................................................................................................... 24 3. Dokumentasi ................................................................................................ 25 F. Instrumen Penelitian......................................................................................... 25 1. Pedoman Wawancara .................................................................................. 25 2. Pedoman Observasi..................................................................................... 26 3. Pedoman Dokumentasi ................................................................................ 27 G. Teknik Analisis Data ...................................................................................... 28 1. Pengumpulan Data ...................................................................................... 28 2. Reduksi Data ............................................................................................... 29 3. Penyajian Data ............................................................................................ 29 4. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi ......................................................... 30 G. Uji Keabsahan Data ........................................................................................ 30 1. Perpanjangan Kehadiran.............................................................................. 31 2. Triangulasi Data .......................................................................................... 31 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sejarah dan Identitas Lembaga ....................................................................... 32 1. Sejarah (CD-1)............................................................................................ 32 2. Identitas Lembaga ....................................................................................... 34 3. Visi Misi Taman Balita Ceria Timoho (CD-2)........................................... 37 xi
B. Hasil Penelitian ................................................................................................ 38 1. Sarana dan Prasarana Lembaga (CD-3) ...................................................... 38 a. Deskripsi Kegiatan Anak (CD-4)................................................................ 40 2. Penerapan Nilai Kemandirian Di Taman Balita Ceria Timoho ................. 43 3. Faktor Pendukung Dalam Penerapan Nilai Kemandirian Anak ................. 51 4. Faktor Penghambat Dalam Penerapan Nilai Kemandirian Anak................ 51 C. Pembahasan ..................................................................................................... 52 1. Penerapan Nilai Kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho .................... 52 2. Faktor Pendukung Dalam Penerapan Nilai Kemandirian Anak ................. 56 3. Faktor Penghambat Dalam Penerapan Nilai Kemandirian Anak................ 57 D. Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 58 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...................................................................................................... 59 B. Saran ............................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 62 LAMPIRAN ....................................................................................................... 64
xii
DAFTAR TABEL hal Tabel 1. Pedoman Wawancara ......................................................................... 26 Tabel 2. Pedoman Observasi.............................................................................. 27 Tabel 3. Pedoman Dokumentasi......................................................................... 27
xiii
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 1. Logo Ceria ........................................................................................ 32
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
hal Lampiran 1. Surat Izin Penelitian......................................................................... 65 Lampiran 2. Pedoman Penyusunan Catatan Observasi (CO).............................. 67 Lampiran 3. Hasil Wawancara Guru (CW-1) ..................................................... 71 Lampiran 4. Hasil Wawancara Kepala Sekolah (CW-2) .................................... 74 Lampiran 5. Rencana Kegiatan Anak (CD-4) ..................................................... 78 Lampiran 6. Checklist Penilaian terkait kemandirian happy class...................... 100 Lampiran 7. Checklist Penilaian terkait kemandirian smiley class ..................... 102 Lampiran 8. Foto Kegiatan Anak ........................................................................ 104
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan saat ini. Dimana banyak orang berlomba-lomba untuk mendapatkan pendidikan setinggi mungkin sehingga harapannya orang tersebut akan bekerja dan mendapatkan penghidupan yang layak. Dan untuk mendapat penghidupan yang layak, tentu saja masyarakat pun juga harus dapat memanfaatkan peluang yang ada supaya dapat bertahan hidup. Untuk bertahan hidup pada saat ini, tentu saja banyak tuntutan dalam berbagai macam hal yang berhubungan untuk pengembangan pendidikan anak kedepannya. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) belakangan ini sudah diketahui oleh banyak orang dan masyarakat. Masyarakat juga sudah menganggap bahwa pendidikan untuk anak usia dini menjadi hal yang penting. Namun sayangnya dalam penerapan pentingnya pendidikan anak tersebut, masih banyak orang tua yang hanya tertuju pada pengembangan kognitif anak saja. Padahal pendidikan anak tidak hanya tertuju pada aspek kognitif namun juga aspek sosial, emosional, seni, bahasa, fisik motorik, dan nilai agama moralnya. Contohnya saja banyak orang tua yang menuntut anaknya untuk mendapat nilai bagus di sekolahnya, kemudian ketika mereka tidak puas dengan hasil yang diperoleh anak mereka, mereka cenderung untuk mendaftarkan anak mereka di bimbingan belajar yang ada disekitar mereka. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh orang tua yang memiliki anak usia 8 (delapan) tahun keatas namun juga dilakukan oleh orang tua yang
1
memiliki anak usia playgroup sekitar usia 3-4 tahun yang cenderung bangga ketika anak mereka sudah mahir dalam hal membaca ataupun menulis, sehingga banyak orang tua yang memiliki anak usia dini dan mendaftarkan anak mereka ke lembaga bimbingan belajar membaca dan menulis. Hal ini terbukti ketika peneliti melakukan observasi awal terdapat anak usia 3 tahun yang sudah bisa mengurutkan angka hingga angka 80 (delapan puluh).
Ketika
peneliti bertanya,
pendidik
yang
mendidik
anak
tersebut
membenarkan bahwa anak tersebut di leskan disalah satu bimbingan belajar. Tujuannya adalah supaya saat masuk ke sekolah dasar anak sudah dapat membaca dan menulis dan dapat masuk ke sekolah favorit. Hal tersebut tentu saja hanya membuat anak
akan unggul dalam hal kognitifnya,
namun tidak
dengan
kemampuan spiritual maupun sosial emosionalnya. Dalam hal ini tentu saja diperlukan adanya suatu pendidikan yang tidak hanya mengedepankan aspek kognitif anak
tetapi juga mengoptimalkan beberapa aspek
seperti sosial,
emosional, seni, bahasa, dan nilai agama dan moral anak. Pendidikan yang mengoptimalkan aspek sosial, emosional, seni, bahasa, dan nilai agama dan moral ini disebut dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter sendiri merupakan hal yang penting bagi kehidupan dimasa sekarang ini. Di Indonesia sendiri sebenarnya juga sedang digalakkan dari pendidikan karakter itu sendiri, hal ini terbukti dari Amanah UU SISDIKNAS tahun 2003 (dalam Tim Pustaka Merah Putih:2007) sendiri yang bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter. Menurut Martin Luther (Jamal 2011: 29) menyatakan bahwa
2
kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru untuk mempengaruhi karakter peserta didik. Pembentukan pendidikan karakter anak tentu saja tidak dapat instan terbentuk ketika anak dewasa, sehingga pendidikan karakter ini seharusnya sudah dimulai sejak dini. Pendidikan karakter bagi anak usia dini sendiri tentu saja juga membutuhkan peran pendidik dan orang tua anak guna membentuk karakter yang baik pada anak. Dan tentu saja terdapat banyak hal yang termasuk pendidikan karakter tersebut antara lain jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, percaya diri, ingin tahu, dan mandiri. Dalam bukunya yang berjudul Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, Jamal (2011: 29) mengungkapkan bahwa guru diharapkan mampu memegang peran sentral dalam pendidikan karakter agar anak didik bisa cepat menemukan bakat terbesarnya, kemudian mengasahnya secara tekun, kreatif, inovatif, dan produktif. Salah satu bentuk dari pendidikan karakter ini adalah kemandirian. Kemandirian sendiri berasal dari kata mandiri dalam Jamal (2011: 38) yang berarti sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Dalam hal ini tentu saja kemandirian tidak dapat muncul dengan sendirinya melainkan harus dibiasakan agar anak dapat mandiri. Misalnya, anak dibiasakan untuk menggunakan sepatu sendiri, mengambil buku didalam tas, dan lain sebagainya. Selain itu, ketika anak datang ke sekolah untuk pertama kali, orang tua juga dapat melatih kemandirian anak ketika disekolah dengan cara sedikit demi sedikit meninggalkan anak dengan cara pada awalnya
3
menemani anak didalam kelas, kemudian orang tua dapat melihat anak dari luar jendela kelas sehingga anak masih merasa aman, dan semakin lama anak dapat terbiasa untuk tidak ditunggui oleh orangtuanya. Tentu saja dalam pembiasaan tersebut, kita sebagai orang terdekat anak juga harus sering mengelola perilaku anak agar anak kedepannya dapat mengelola perilakunya menuju ke perilaku yang positif. Menurut Muhammad Fadillah (2013: 173) Pembiasaan sendiri adalah inti dari pengulangan. Dalam pembinaan sikap, metode pembiasaan sangat efektif digunakan karena akan melatih kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada anak sejak dini. Dalam membentuk perilaku anak yang positif tersebut, kita dapat mengenalkan anak pada keterkaitan sebab-akibat ke anak misalnya ketika anak tidak dapat mandiri dalam menggunakan sepatu, maka nantinya ketika besar anak tidak mungkin meminta tolong orang disekitarnya untuk memakaikan sepatu untuknya. Dalam hal ini Muhammad Fadillah (2013: 174) memaparkan bahwa pola pengasuhan berperan penting dalam membentuk perilaku anak tersebut, ketika pola pengasuhan yang diberikan oleh orang tua atau pendidik ke anak tersebut terlalu keras maka yang ada justru menimbulkan pengaruh negatif. Namun, menurut Janet Kay (2013: 41) pola pengasuhan sendiri bukanlah hal yang steril dari berbagai pengaruh. Karakter orang tua, karakter anak, dan kualitas lingkungan
tempat
keluarga
tinggal
merupakan
faktor-faktor
yang
akan
menentukan pola relasi antara orang tua dan anak. Dalam hal ini, kemandirian anak juga akan dibentuk oleh adanya karakter orang tua dan lingkungan keluarga anak.
4
Dalam penerapannya, tentu saja pola asuh orang tua dapat terlibat aktif dalam membentuk kepribadian anak. Maccoby dan Martin (dalam Janet Kay 2013: 41) menyebutkan bahwa terdapat empat model praktik pengasuhan tersebut antara lain, yang pertama adalah orang tua menekankan kehangatan dan kedekatan dengan ciri-ciri yaitu responsive (tanggap), sensitive, dan mesra, yang kedua adalah orang tua menekankan komunikasi dan percakapan dengan ciri-ciri yaitu kaya dengan percakapan dan saling mendengarkan, yang ketiga adalah orang tua menekankan kontrol dengan ciri-ciri yaitu ada batasan-batasan perilaku yang jelas dan menekankan kedisiplinan, yang keempat adalah orang tua menekankan terpenuhinya harapan perilaku dengan ciri-ciri yaitu menekankan kemandirian dan kematangan perilaku. Berdasarkan keempat model pola pengasuhan yang sudah dipaparkan tersebut, model pengasuhan yang keempat merupakan model pengasuhan yang dapat
mengembangkan
kemandirian
anak.
Dalam
hal
mengembangkan
kemandirian anak, tentu saja tidak hanya fokus pada orang tua atau pendidik saja, namun juga dapat melibatkan anak dalam perumusan standar perilaku. Dalam hal ini, anak akan menjadi partisipan aktif dalam proses belajar yang diikuti dan biasanya pada tahap ini anak akan cenderung mengimitasi, karena proses imitasi sendiri biasanya dapat membantu anak untuk belajar meniru perilaku yang harus dilakukan (Janet Kay 2013: 93). Selain dengan adanya proses imitasi, sebagai pendidik kita juga dapat membiarkan anak dalam upaya mengembangkan kemandirian anak sendiri. Misalnya saja, anak diberi kesempatan untuk mencoba makan sendiri, dan mencoba untuk mengerjakan tugas yang diberikan sendiri.
5
Salah satu prasekolah yang menerapkan kemandirian anak dalam setiap pembelajarannya adalah Taman Balita (TB), Taman Kanak-kanak (TK), dan Daycare Ceria Timoho. TB dan TK, Daycare Ceria Timoho merupakan Taman Balita dan Taman Kanak-kanak yang berada di Jalan Polisi Istimewa no 2 Yogyakarta. Taman Balita dan Taman Kanak-kanak ini memiliki 2 kelas Playgroup 2 kelas untuk TK A, dan 2 kelas untuk TK B, dan kelas daycare. Berdasarkan informasi awal dari kepala Taman Balita, Taman Balita (TB) Ceria Timoho memiliki 17 (tujuh belas) anak yang terbagi dalam 2 (dua) kelas sesuai tahapan usia anak, usia 2 (dua) hingga 3 (tiga) tahun yang memiliki 12 (dua belas) anak berada di happy class, dan anak dengan usia 3 (tiga) hingga 4 (empat) tahun dengan 5 (lima) anak berada di smiley class pada periode caturwulan I ini, di taman balita ini tentu saja memiliki cara tersendiri dalam membentuk karakter anak salah satunya membentuk kemandirian anak. Menurut pengamatan peneliti, didapatkan informasi bahwa penerapan nilai-nilai kemandirian anak sangat tampak di Taman Balita Ceria Timoho. Selain itu, menumbuhkan rasa percaya diri pada anak juga merupakan hal yang tampak di TB dan TK Ceria Timoho. Selain itu, terdapat beberapa kegiatan yang dapat meningkatkan rasa percaya diri anak misalnya, adalah ketika anak pertama kali datang ke sekolah, terdapat 3 (tiga) anak yang belum bisa berpisah dan ditinggal dari orang tua mereka, maka secara perlahan, guru menggunakan kata “wah sudah hebat dek A, sudah mau bermain sendiri di kelas lho bersama teman teman.” Di Taman Balita Ceria Timoho, proses ini disebut dengan proses pelepasan. Di Ceria, peneliti juga menjumpai istilah atau ungkapan berupa kata tertentu seperti maaf,
6
keberatan, terimakasih, hebat yang mungkin jarang digunakan sehari-hari secara umum pada anak usia dini. Namun tampaknya, menjadi kata yang menguatkan pada proses ini yaitu kata keberatan, hebat, maaf, dan terimakasih. Hal ini juga terlihat salah satunya pada saat kegiatan snack time terdapat 3 (tiga) anak yang selalu minta disuapi oleh pendidik dan biasanya pendidik akan mendukung anak tersebut untuk belajar makan sendiri dengan cara dibantu dipegangkan piringnya. Setelah selesai makan, anak juga dibiasakan untuk membereskan piring dan gelas dengan cara memasukkannya kedalam ember yang telah disediakan. Jika anak menolak untuk melakukan hal tersebut tanpa alasan yang jelas (misalnya tangan sakit atau kotor) maka pendidik biasanya akan mengatakan “keberatan”, misalnya “maaf dek, keberatan kemarin sudah hebat lho bisa menaruh piring sendiri ke ember, yuk sekarang menaruh piring sendiri lagi.” Pendidik juga terus mendukung anak untuk mencoba sendiri. Selain itu, saat berangkat dan pulang sekolah ada beberapa anak yang menunggu untuk dipakaikan sepatunya oleh pendidik dan belum mau menaruh sepatu di rak yang telah disediakan secara mandiri. Hal-hal tersebut
merupakan
sebagian kecil contoh bagaimana penerapan nilai-nilai
kemandirian anak di Taman Balita (TB) Ceria Timoho Yogyakarta menurut hasil observasi peneliti. Maka,
dengan
adanya
penelitian
mengenai
penerapan
nilai-nilai
kemandirian anak di Taman Balita Timoho ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan bagaimanakah penerapan nilai-nilai kemandirian anak di TB Ceria Timoho Yogyakarta.
7
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Ada orang tua yang cenderung lebih mengutamakan kemampuan berhitung pada anak dibandingkan dengan pembentukan karakter anak 2. Kemandirian anak merupakan salah satu aspek yang menjadi unggulan di TB Ceria Timoho, namun belum ada kajian mendalam mengenai penerapan nilainilai keandirian di TB Ceria Timoho ini 3. Terdapat 3 (tiga) anak yang masih belum bisa ditinggal orang tua pada saat masuk ke dalam kelas 4. Penggunaan kata maaf, keberatan, hebat, dan terimakasih yang belum secara jelas digunakan untuk membentuk kemandirian anak 5. Terdapat 3 (tiga) anak ketika kegiatan snack time meminta untuk disuapi oleh pendidik meskipun pendidik sudah menggunakan kata keberatan. C. Batasan Masalah Fokus dalam penelitian ini adalah meneliti mengenai penerapan nilainilai kemandirian yang dilakukan di TB Ceria Timoho Yogyakarta. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi, dan batasan masalah pokok maka dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah penerapan nilainilai kemandirian di TB Ceria Timoho Yogyakarta?”
8
E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah: untuk menggambarkan bagaimana penerapan nilai-nilai kemandirian di TB Ceria Timoho Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian Hasil yang di dapat dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan maupun manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat yang yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Praktis a) Bagi sekolah Dapat memberikan informasi dan dapat menjadi bahan evaluasi dalam penerapan dan pembiasaan kemandirian anak b) Bagi guru Dapat
memberikan
masukkan
dan
sebagai koreksi kepada guru
pendidikan anak usia dini supaya dapat membiasakan kemandirian anak melalui pembiasaan, bimbingan, serta arahan dari pendidik c) Bagi Peneliti Mengaplikasikan teori dan praktek yang diperoleh dari bangku kuliah.
9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kemandirian 1.
Pengertian Kemandirian Kemandirian berasal dari kata mandiri, mandiri menurut Agus Wibowo
(2012: 72) adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Mandiri bagi anak sangat penting karena dengan memiliki sikap mandiri anak tidak muda bergantung terhadap orang lain dan dapat menyelesaikan tugasnya sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dalam Depdiknas (2002) kemandirian (ke-man-di-ri-an) berasal dari kata mandiri (man-di-ri) yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung kepada orang lain. Sedangkan kata kemandirian (ke-man-di-rian) berarti hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Kemandirian juga merupakan salah satu karakter atau kepribadian seorang manusia yang tidak dapat berdiri sendiri. Kemandirian juga terkait dengan aspek kepribadian lainnya seperti percaya diri dan berani (Novan 2015: 35). Muhammad Fadillah dan Lilif Mualifatu (2013: 119) mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis kemandirian sangat penting diajarkan kepada anak sejak kecil. Tujuannya adalah supaya saat dewasa nanti anak akan dapat melakukan aktivitas dengan mandiri tanpa bergantung terhadap orang lain. Pada anak usia dini, kemandirian merupakan kemampuan yang disesuaikan dengan tugas
perkembangannya,
seperti
belajar
berjalan,
belajar
makan,
berlatih
berbicara, koordinasi tubuh, kontak perasaan dengan lingkungan, interaksi dengan
10
orang lain (Novan 2015: 89). Membentuk karakter mandiri pada anak usia dini sangat penting, karena kemandirian sendiri akan memiliki peran untuk kehidupan kedepan anak, dimana nantinya anak akan hidup mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Pengertian kemandirian dalam penelitian ini adalah dimana anak akan berusaha untuk melakukan aktivitasnya sendiri dengan sedikit bantuan dari orang dewasa atau teman sebaya yang ada disekitar anak. 2. Macam-Macam Kemandirian Menurut
Sternberg
(dalam
Desmita
2011:
186)
membedakan
kemandirian menjadi 3 (tiga) bentuk, antara lain: a. Kemandirian emosi Kemandirian
emosi
adalah
aspek
kemandirian
yang
berhubungan
perubahan kedekatan atau keterikatan hubungan emosional individu, terutama sekali dengan orang tua atau orang dewasa lainnya yang banyak melakukan interaksi dengannya. Contoh kemandirian emosi diantaranya yaitu hubungan antara anak dengan orangtua berubah sangat cepat, terlebih setelah anak memasuki masa
remaja.
Seiring dengan semakin mandirinya anak
dalam
mengurus diri sendiri pada pertengahan masa kanak-kanak, maka perhatian orang tua dan orang dewasa lainnya terhadap anak semakin berkurang. b. Kemandirian Kognitif Kemandirian
kognitif
adalah
suatu
kemampuan
untuk
membuat
keputusan-keputusan secara bebas dan menindaklanjutinya. Kemandirian kognitif yaitu mandiri dalam bertindak sendiri tanpa terlalu bergantung pada bimbingan
11
orang lain. Kemandirian bertindak dimulai sejak usia anak dan berkembang dengan sangat tajam sepanjang usianya. c. Kemandirian Nilai Kemandirian nilai, yakni kebebasan untuk memaknai seperangkat benarsalah, baik-buruk apa yang berguna dan sia-sia bagi dirinya sendiri. Diantara ketiga komponen kemandirian, kemandirian nilai merupakan proses yang paling kompleks, tidak jelas bagaimana proses berlangsung dan pencapaiannya terjadi melalui proses internalisasi yang pada lazimnya tidak disadari, dan umumnya berkembang paling akhir dan paling sulit dicapai secara sempurna dibanding kedua tipe kemandirian lainnya. Kemandirian nilai semakin berkembang setelah sebagian besar cita-cita pendidikan, rencana pekerjaan, pernikahan, dan identitas diri tercapai. Beberapa ahli juga mengakui keluarga dan lingkungan sekolah menjadi sumber utama bagi perkembangan kemandirian nilai. Macam kemandirian dalam penelitian ini adalah anak akan berusaha untuk bisa mengambil keputusan sendiri, misalnya anak berusaha untuk meminta maaf kepada temannya dan menyatakan rasa tidak nyamannya terhadap orang lain secara sendiri, dimana hal ini termasuk dalam kemandirian kognitif. 3. Karakteristik Kemandiran Anak Usia Dini Menurut Anita Lie dan Sarah Prasasti (2004: 4-5) Karakteristik anak usia dini adalah: a. Mampu mengurus diri sendiri, artinya anak tidak bergantung pada pelayanan yang diberikan oleh orang tuanya untuk mengurus diri sendiri dan tidak selalu meminta bantuan
12
b. Mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi, artinya anak ketika melakukan kesalahan dengan orang tuanya anak mampu meminta maaf dengan kesadaran anak sendiri tanpa diminta dan diingatkan oleh orangtuanya untuk meminta maaf c. Mampu bertanggung jawab atas barang-barang yang dimiliki, artinya anak ketika mempersiapkan diri sebelum sekolah dengan mengambil tas sendiri dan memilih perlengkapan sendiri yang akan dibawa ke sekolah Melalui penjelasan di atas, maka ketiga karakteristik ini sangat cocok untuk anak usia playgroup, dimana nantinya anak akan memiliki kemampuan untuk mengurus diri sendiri, menyelesaikan masalah sendiri, dan bertanggung jawab atas barang yang dimiliki. 4. Aspek-aspek kemandirian Aspek aspek kemandirian menurut Kartono (dalam Novan Ardy 2015: 32) antara lain: a. Emosi yang ditunjukan dengan kemampuan anak mengontrol dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua b. Ekonomi yang ditunjukkan dengan kemampuan anak mengatur dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi dari orang tuanya c. Intelektual yang ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi, sosial yang ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung pada orang lain.
13
Melalui penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa aspek kemandirian intelektual dapat dikembangkan sejak anak masih dalam usia dini. 5. Ciri-ciri kemandirian Ciri-ciri kemandirian anak usia dini menurut Novan (2015: 33), adalah sebagai berikut: a. Memiliki kepercayaan kepada diri sendiri Anak
yang memiliki rasa percaya diri memiliki keberanian untuk
melakukan sesuatu dan menentukan pilihan sesuai dengan kehendaknya sendiri dan bertanggung jawab terhadap konsekuensi yang dapat ditimbulkan karena pilihannya. Kepercayaan diri ini sangat terkait dengan kemandirian anak. b. Memiliki motivasi intrinsik yang tinggi Motivasi intrinsik merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri untuk melakukan suatu perilaku maupun perbuatan. Motivasi intrinsik ini pada umumnya
lebih
kuat
dan
abadi dibandingkan
dengan motivasi ekstrinsik
walaupun kedua jenis motivasi tersebut bisa juga berkurang dan bertambah. Motivasi yang datang dari dalam akan mampu menggerakkan anak untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya. c. Mampu dan berani menentukan pilihannya sendiri Anak yang berkarakter mandiri memiliki kemampuan dan keberanian dalam menentukan pilihannya sendiri. Contohnya seperti memilih makanan yang akan dimakan, memilih baju yang akan digunakan, dan dapat memilih mainan yang akan dimainkan, serta dapat memilih mana sandal untuk kaki kanan dan mana sandal untuk kaki kiri.
14
d. Kreatif dan inovatif Kreatif dan inovatif pada anak usia dini lebih mengarah kepada ingin melakukan segala sesuatu atas kehendak sendiri dan tanpa disuruh oleh orang lain, menyukai dan selalu ingin mencoba hal baru. e. Bertanggung jawab menerima konsekuensi yang menyertai pilihannya. Pada anak usia dini, bertanggung jawab menerima konsekuensi ini masih dlam sikap wajar. Misalnya saja, ketika anak tidak menangis ketika salah mengambil alat mainan. f.
Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya Ketika pertama kali masuk ke KB atau TK anak seringkali menangis,
bahkan tidak jarang kita mendapati anak yang ditunggui oleh orang tuanya. Bagi anak yang memiliki karakter mandiri, dia akan mudah dengan cepat beradaptasi dengan lingkungannya yang baru dan dapat belajar meskipun tidak ditungui oleh orang tuanya. g. Tidak bergantung pada orang lain Anak yang memiliki karakter mandiri akan berusaha untuk melakukan dan mencoba segala sesuatunya sendiri, dan anak itu tahu kapan harus meminta bantuan terhadap orang lain, misalnya saja ketika anak akan mengambil mainan yang jauh dari jangkauannya. B. Karakteristik Kemandirian Anak Usia Playgroup 1. Pengertian Anak Usia Playgroup Anak usia dini merupakan anak yang berada dalam tahapan usia 0-6 tahun. Anak usia dini, ketika berada di sekolahnya akan digolongkan menjadi dua
15
sesuai dengan tahapan usianya. Untuk usia 2-4 tahun biasanya anak akan berada di kelas playgroup atau taman bermain, sedangkan untuk anak usia 4-6 tahun akan berada di kelas Taman Kanak-kanak atau TK. Playgroup biasanya disebut dengan Taman bermain atau Taman Balita. Menurut Maimunah Hasan (2012: 348) disebutkan bahwa sebenarnya, playgroup hanyalah untuk ajang sosialisasi bagi anak, dan anak usia playgroup ini masih membutuhkan stimulasi untuk motorik halus dan kasarnya. Oleh karena itu, sangat diharapkan arena pendidikan anak usia playgroup ini memiliki sarana prasarana untuk menstimulasi anak balita, yakni tempat dan alat bermain, karena bermain bagi balita merupakan proses pembelajarannya. Menurut Maimunah Hasan (2012: 349) terdapat beberapa alasan mengapa anak sangat disarankan untuk masuk ke playgroup, antara lain: a. Menambah kemampuan sosialisasi anak Hal ini diperlukan jika anak kesepian dirumah, misalnya karena teman sebayanya sedikit. b. Menambah sarana bermain yang edukatif Playgroup biasanya menyediakan sarana bermain yang lebih lengkap dan edukatif, baik untuk kemampuan motorik kasar anak maupun motorik halusnya. Misalnya,
papan
seluncur,
mobil-mobilan
dan
motor-motoran
yang
bisa
dikendarai oleh anak, puzzle,buku-buku, dan sebagainya. c. Mendapatkan budi pekerti yang baik. Saat ini banyak anak sepanjang hari bersama pembantu dan televisi saja. Tontonan, obrolan, dan tingkah lakunya pun menyerupai pembantunya atau
16
televisi, maka dari itu orang tua yang bekerja, lebih cenderung menyekolahkan anaknya di playgroup dengan harapan anak akan memiliki budi pekerti yang lebih baik lagi. Dalam hal ini bukan berarti semua pembantu itu tidak baik, namun terkadang orang tua ingin supaya anaknya memiliki budi pekerti yang lebih baik dari sebelumnya. 2. Kemandirian Usia Playgroup atau Taman Balita (2-4 tahun) Kemandirian menurut Novan Ardy (2015: 35) sebenarnya merupakan hal yang tidak dapat berdiri sendiri, namun juga membutuhkan beberapa faktor seperti percaya diri dan berani.
Selain itu kemandirian bagi anak usia dini
hanyalah kemampuan yang disesuaikan dengan tugas perkembangannya, seperti belajar berjalan, belajar makan, berlatih berbicara, koordinasi tubuh, kontak perasaan
dengan
lingkungan,
interaksi
dengan
orang
lain,
pembentukan
pengertian serta belajar moral. Hal ini diperkuat dengan adanya anggapan bahwa ketika kita tidak berani mencoba maka kita tidak akan pernah bisa untuk melakukan sesuatu tersebut. Erickson (dalam Santrock 2011: 302) menekankan bahwa kemandirian merupakan hal penting di tahun kedua kehidupan anak. Erikson
juga
menggambarkan
perkembangan
tahap
kedua
sebagai tahap
kemandirian versus rasa malu dan ragu-ragu. Pada anak usia taman balita atau playgroup
sebenarnya harus dikembangkan dengan hal hal kecil, seperti
membiasakan anak untuk membantu dirinya sendiri. Kemampuan membantu diri sendiri inilah yang merupakan esensi dari karakter mandiri. Membentuk karakter mandiri pada anak usia dini sangatlah penting. Kemandirian akan mendukung anak belajar memahamai pilihan perilaku beserta
17
resiko yang harus dipertanggungjawabkan. Menurut Novan Ardy (2015: 90) dalam membentuk kemandirian anak usia dini, diperlukan rangsangan serta dorongan untuk bereksplorasi secara berulang ulang agar rasa tanggung jawab itu dapat terbentuk. Disinilah peran guru dan orang tua sangat penting untuk pembentukan kemandirian anak. Dalam hal ini orang tua dan guru hendaknya bersikap adil dengan memberi kepercayaan dengan anak. Biasanya orang tua cenderung memiliki rasa kurang percaya dengan anak sehingga orang tua cenderung membantu anak secara terus menerus dalam menyelesaikan tugasnya, dan yang terjadi justru anak akan menjadi anak yang manja dan cenderung susah untuk beradaptasi. Terdapat 10 (sepuluh) tanda anak manja yang dijelaskan dalam artikel oleh Nenden Novianti (2009) antara lain: 1. Anak sering menangis dan berteriak bila menginginkan sesuatu. 2. Anak suka merajuk sambil terlentang di lantai dan tak mau bangun. 3. Anak sering marah dan bahkan memukul orang tua ketika orang tua sedang menghukumnya 4. Mengabaikan pertanyaan orang tua. 5. Bersikap kasar pada orang dewasa dan anak-anak lainnya. 6. Menolak berbagi mainan atau perlakuan tertentu dengan anak lainnya. 7. Suka pamer, dan menjadi pusat perhatian diantara kelompoknya. 8. Selalu
menginginkan
yang
dimiliki
orang
lain.
Bila
memilikinya, mereka selalu menginginkan sesuatu yang baru.
18
telah
berhasil
9. Kamar anak cenderung berantakan dan tidak mau membereskannya, hingga biasanya orang disekitar anak mengalah dan melakukannya. 10. Menolak untuk tidur. Dengan adanya tanda tersebut hendaknya orang tua harus tegas supaya anak tidak secara terus menerus memunculkan tanda tanda tersebut. Setidaknya anak juga harus dibiasakan untuk dapat melakukan tugasnya sendiri sejak dini, karena anak yang cenderung dibantu terus menerus juga akan menjadi anak yang kurang mampu untuk mengatur dirinya sendiri dikehidupan mendatang (Novan Ardy 2015: 93). C. Penelitian yang Relevan Hasil penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Prabandari (2016) tentang penanaman
kemandirian
pada
anak
kelompok
bermain
di
Kinderstation
Maguwoharjo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif studi kasus. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penanaman kemandirian pada anak kelompok bermain di kinderstation Maguwoharjo. Dari hasil penelitian tersebut dapat direalisasikan bahwa penanaman kemandirian anak dimulai saat anak memiliki kemampuan untuk bergabung dengan lingkungannya dan dengan adanya kesiapan fisik anak serta pembiasaan, sehingga peran pendidik sangat berpengaruh. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah
mengkaji kemandirian
anak
usia
19
playgroup/Taman
Balita/Kelompok
Bermain dengan rentang usia 2-4 tahun. Metode yang digunakan dalam penelitian sama-sama menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada pendekatan dan jenis penelitian.
Pada penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif
dengan jenis penelitian studi kasus. Sedangkan, penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif naratif. Selain itu, perbedaan juga terdapat pada lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini adalah di Kinderstation Maguwoharjo, sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini berada di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta. D. Kerangka Pikir Kemandirian
merupakan
hal
yang
terpenting
untuk
kehidupan
sseseorang. Kemandirian juga dapat dibentuk ketika anak masih dalam usia dini, karena tanpa adanya kemandirian, anak akan terus bergantung kepada orang lain dalam
menyelesaikan
tugas-tugasnya.
Menurut
Gerungan
(2004:
194)
kemandirian anak juga dapat dikembangkan di pendidikan formal (Pendidikan Anak Usia Dini). Pada penerapan kemandirian anak ini tentu saja setiap orang atau
instansi
pendidikan
memiliki
caranya
tersendiri
dalam
membentuk
kemandirian anak. Taman Balita (TB) Ceria Timoho Yogyakarta juga memiliki cara tersendiri dalam menerapkan kemandirian anak. Dalam penerapannya, cara yang digunakan TB Ceria Timoho ini belum diketahui apakah sama dengan instansi lain atau memiliki cara tersendiri dalam penerapan kemandirian tersebut. Selain itu, penerapan nilai kemandirian anak sendiri juga masih belum diketahui bagaimana peran guru dalam mengembangkan
20
nilai kemandirian anak tersebut. Oleh karenanya, peneliti akan menggali lebih mendalam mengenai bagaimana cara untuk menerapkan nilai kemandirian anak di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta. Dalam penerapan nilai kemandirian anak, tentu saja terdapat faktor pendukung dan penghambat. Dimana faktor pendukung ini yang nantinya akan mendukung dan membantu penerapan nilai kemandirian untuk anak, sedangkan faktor penghambat adalah faktor yang mengganggu dalam penerapan nilai kemandirian anak di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta. Sehingga, untuk penerapan nilai kemandirian anak di TB Ceria Timoho Yogyakarta ini perlu digali lebih dalam mengenai faktor pendukung dan faktor penghambat dalam penerapan nilai kemandirian di TB Ceria Timoho Yogyakarta. E. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana
penerapan
nilai
kemandirian
anak
di
TB
Ceria
Timoho
Yogyakarta? 2. Faktor apa yang
mendukung penerapan nilai-nilai kemandirian anak di TB
Ceria Timoho Yogyakarta? 3. Faktor apa yang menghambat penerapan nilai-nilai kemandirian anak di TB Ceria Timoho Yogyakarta?
21
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Berdasarkan fokus masalah serta tujuan dari penelitian maka peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif naratif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Lexy J. Moleong 2007: 6). Metode penelitian deskriptif menurut Nazir (dalam Andi Prastowo 2012: 186) adalah metode yang digunakan untuk meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Peneliti berharap bahwa penelitian ini mampu untuk menggambarkan bagaimana Yogyakarta.
penerapan Dan
nilai
kemandirian
penggunaan
penelitian
di
Taman
kualitatif
Balita ini
Ceria
dimaksudkan
Timoho untuk
memperoleh informasi mengenai bagaimana penerapan nilai kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta. B. Definisi Operasional Menurut Sugiyono (2012: 31) definisi operasional adalah penentuan konstrak atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional variabel adalah pengertian variabel (yang diungkap dalam definisi konsep) tersebut, secara operasional, praktik, secara nyata dalam
22
lingkup obyek penelitian/obyek yang diteliti. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai kemandirian anak. Kemandirian sendiri merupakan dimana dapat melakukan sesuatu tanpa harus bergantung pada orang lain. Pada anak usia dini, kemandirian merupakan kemampuan yang disesuaikan dengan tugas
perkembangannya,
seperti
belajar
berjalan,
belajar
makan,
berlatih
berbicara, koordinasi tubuh, kontak perasaan dengan lingkungan, interaksi dengan orang lain (Novan Ardy 2015: 89). Dalam definisi operasional kali ini, nilai kemandirian anak akan dilihat berdasarkan karakteristik kemandirian anak usia dini, antara lain: a. Mampu mengurus dirinya sendiri, b. Mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi, c. Mampu bertanggung jawab atas barang-barang yang dimiliki. C. Subyek dan Fokus Penelitian Subyek
penelitian
adalah
informan.
Informan
adalah
orang
yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Lexy J. Moleong 2006: 132). Dalam hal ini, subyek penelitian ini adalah 1 (satu) orang kepala sekolah, dan 1 (satu) orang guru di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta. Sedangkan fokus penelitian adalah apa yang akan diselidiki dalam kegiatan penelitian (Andi Prastowo 2012: 199). Dalam hal ini, fokus penelitian adalah penerapan nilai kemandirian pada anak di Taman Balita (TB) Ceria Timoho Yogyakarta.
23
D. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Taman Balita, Daycare, dan TK Ceria Timoho Yogyakarta. Taman Balita, Daycare, dan TK ini beralamatkan di Jl. Polisi Istimewa no 2 Timoho, Yogyakarta. Taman Balita, Daycare, dan TK Ceria Timoho
ini dipilih sebagai tempat penelitian karena (a) sekolah tersebut
menyediakan layanan pendidikan bagi anak yang berusia 2-4 tahun, dan (b) sekolah tersebut memiliki salah satu misi yaitu menumbuhkan motivasi, rasa percaya diri anak yang merupakan ciri-ciri kemandirian anak sebagai salah satu keungggulan atau nilai lebih dari sekolah. Fokus dari penelitian ini adalah pada penerapan nilai kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta. E. Metode Pengumpulan Data Sumber data dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, dan anak, kegiatan penerapan nilai kemandirian,catatan wawancara, dan foto. Sedangkan, metode pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain: 1. Wawancara Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono 2007: 72). Dalam penelitian ini, wawancara akan dilakukan antara peneliti dengan kepala sekolah, dan guru di Taman Balita Ceria Timoho. 2. Observasi Pada penelitian ini, teknik observasi yang dilakukan adalah observasi langsung
(participant
observation).
Observasi
langsung
artinya
peneliti
melakukan pengamatan langsung terhadap penerapan nilai kemandirian anak di
24
Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta dengan menggunakan panduan observasi tentang proses penerapan awal nilai kemandirian anak,
pembiasaan yang
dilakukan oleh pendidik, dan kondisi anak sebelum dan sesudah pendidik melakukan pembiasaan nilai kemandirian anak. 3. Dokumentasi Dokumen menurut Sugiyono (2007: 240) merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen yang digunakan peneliti disini berupa Sejarah berdirinya lembaga, Visi, misi, dan tujuan lembaga, Sarana prasarana, dan Arsip kegiatan anak terkait penerapan nilai kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta. F. Instrumen Penelitian Pada penelitian kualitatif peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, penganalisis, penafsir data, dan pada akhirnya berperan sebagai pelapor hasil penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan peneliti meliputi pedoman wawancara, pedoman observasi, dan pedoman dokumentasi. 1.
Pedoman Wawancara Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam dan
tidak terstruktur kepada subyek penelitian yang telah ditentukan dan dibuat. Teknik wawancara digunakan untuk menjawab pertanyaan pertanyaan terkait penerapan nilai kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta dan dibuat berdasarkan teori karakteristik kemandirian anak usia dini menurut Anita Lie (2004: 4). Dan berikut merupakan pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti
25
Tabel 1. Pedoman Wawancara Guru (CW-1) No. Pertanyaan Wawancara 1.
Aspek yang dinilai
Penerapan nilai kemandirian anak di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta
1a
a. Mengurus diri sendiri
1b
b. Penyelesaian masalah
1c
c. Bertanggung jawab atas barang-barang pribadi
1d
2.
Faktor pendukung kemandirian anak
dalam
menerapkan
nilai 1e
3.
Faktor penghambat kemandirian anak
dalam menerapkan
nilai 1f
Tabel 2. Pedoman Wawancara Kepala Sekolah (CW-2) No. Pertanyaan Wawancara Aspek yang dinilai 1. Penerapan nilai kemandirian anak di Taman 2a Balita Ceria Timoho Yogyakarta a. Mengurus diri sendiri
2b
b. Penyelesaian masalah
2c
c. Bertanggung jawab atas barang-barang pribadi
2d
2.
Faktor pendukung kemandirian anak
dalam
menerapkan
nilai 2e
3.
Faktor penghambat kemandirian anak
dalam menerapkan
nilai 2f
2. Pedoman Observasi Pedoman Observasi ini disusun dengan melihat teori yang ada pada Anita Lie (2004: 4) mengenai karakteristik anak usia dini, dan penjelasan tentang
26
pentingnya anak untuk masuk playgroup menurut Maimunnah Hasan (2012: 347). Pedoman Observasi ini, nantinya akan disusun tiap hari observasi. Hari pertama observasi memiliki kode CO-1, hari kedua observasi memiliki kode CO-2, hari ketiga obsevasi memiliki kode CO-3, hari keempat observasi memiliki kode CO4, hari kelima observasi memiliki kode CO-5, dan hari keenam observasi memiliki kode CO-6. Berikut ini adalah Pedoman Observasi yang telah dirancang oleh peneliti: Tabel 2. Pedoman Observasi (CO) No Objek Observasi 1. Karakteristik kemandirian yang diterapkan Taman Balita Ceria Timoho 2.
Pelaksanaan pembiasaan kemandirian anak pembelajaran di Taman Balita Ceria Timoho
3.
Sarana dan prasarana
di
non
3. Pedoman Dokumentasi Berikut merupakan pedoman dokumentasi berupa catatan pengamatan peneliti mengenai arsip sekolah yang mendukung penerapan nilai kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta Tabel 3. Pedoman Dokumentasi No Obyek observasi Aspek yang dilihat 1.
Sejarah berdirinya lembaga
2.
Visi, misi, lembaga
3.
Sarana Prasarana
CD-3
4.
Deskripsi Kegiatan Anak
CD-4
dan
CD-1
tujuan CD-2
27
5.
Checklist Penilaian
CD-5
G. Teknik Analisis Data Analisis data adalah cara untuk mencari data dan mendata secara sistematis catatan hasil dari penelitian. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif,
dan lebih banyak uraian dari hasil wawancara dan hasil studi
dokumentasi. Sehingga data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif dan diuraikan secara deskriptif naratif. Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 3) mengungkapkan bahwa metode analisis
deskriptif
merupakan
penelitian
bukan
eksperimen,
karena
tidak
dimaksudkan untuk melihat akibat dari suatu perlakuan. Sehingga, penelitian deskriptif ini hanya untuk menyelidiki keadaan, dan menggambarkan gejala yang terjadi.
Metode kualitatif ini juga dapat digunakan untuk menggambarkan
bagaimana proses penerapan nilai kemandirian anak di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta. Berdasarkan paparan di atas maka peneliti menggunakan model analisis menurut Miles dan Huberman untuk menganalisis data hasil penelitian. Adapun prosedur menurut Miles dan Huberman (1992: 16) antara lain: 1. Pengumpulan data Pengumpulan data adalah cara seseorang untuk mencari berbagai informasi yang diperlukan dalam penelitian melalui berbagai sumber. Informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi seluruh hal atau kegiatan yang berkaitan dengan proses penerapan nilai kemandirian anak di Taman Balita Ceria
28
Timoho Yogyakarta. Data-data tersebut akan dikumpulkan
melalui teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi. 2. Reduksi Data Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Menurut Miles dan Huberman (1992: 16), reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, mengelompokkan,
mengarahkan,
membuang
yang
tidak
perlu,
dan
mengorganisasi data dengan sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan verifikasikan. Pada tahap reduksi data dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung. Tahap reduksi data dimaksudkan bahwa setelah data-data diperoleh kemudian diketik kedalam bentuk uraian rinci, lalu uraianuraian tersebut direduksi dan diberi kode lalu dipilih dan difokuskan sesuai dengan masalah. Pada penelitian ini segala data atau informasi yang didapatkan melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi akan direduksikan dengan melakukan pemilahan terhadap data-data yang telah diperoleh. Dan data yang tidak diperlukan akan dibuang, sehingga kesimpulan final dapat ditarik dan diverifikasi. 3. Penyajian Data Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang paling sering dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah dengan dengan teks yang bersifat naratif. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan
29
disajikan dalam bentuk Catatan Wawancara (CW), Catatan Observasi (CO) dan Catatan Dokumentasi (CD). Data-data yang berupa catatan lapangan, catatan dokumentasi, dan catatan wawancara diberi kode untuk menganalisis data sehingga peneliti dapat dengan mudah dan cepat dalam menganalisis data. Peneliti membuat daftar kode yang sesuai dengan pedoman wawancara, dan dokumentasi. Data-data yang telah diberi kode kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk teks deskriptif. 4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi Pada
dasarnya
kesimpulan-kesimpulan
final mungkin
tidak
muncul
sampai pengumpulan data berakhir. Oleh karenanya, kesimpulan awal bersifat sementara dan belum pasti. Kesimpulan yang sudah final inilah yang akan menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan dari awal oleh peneliti. Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi. Pada penelitian ini peneliti akan menarik kesimpulan
berdasarkan
data
yang
berupa wawancara,
dokumentasi,
dan
observasi. H. Uji Keabsahan Data Uji keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif merupakan hal yang
sangat
penting
untuk
dilakukan
30
karena
penelitian
kualitatif
harus
mengungkap kebenaran yang obyektif. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan keabsahan data, peneliti menggunakan beberapa teknik antara lain: 1. Perpanjangan Kehadiran Perpanjangan
kehadiran
yang
dimaksud
adalah peneliti tinggal di
lapangan penelitian hingga pengumpulan data dapat tercapai. Perpanjangan kehadiran dilakukan peneliti dengan mengikuti pembelajaran yang berlangsung dari pukul 08.00-10.00 (kelas pagi) dan 10.00-12.00 (kelas siang) WIB. 3. Triangulasi Triangulasi
merupakan
teknik
pemeriksaan
keabsahan
data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Menurut Moleong (2006: 330) Triangulasi data ini merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memandatkan sesuatu yang
lain diluar data tersebut guna keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut. Triangulasi data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan triangulasi metode. Burhan Bungin (2003: 203) menyebutkan
bahwa
triangulasi
metode
ini
dilakukan
untuk
melakukan
pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data, apakah informasi saat wawancara sama dengan metode observasi, atau apakah hasil observasi sesuai dengan informasi yang diberikan ketika wawancara. Begitu pula teknik ini dilakukan untuk menguji sumber data, apakah sumber data ketika interview dan observasi akan memberi informasi yang sama atau berbeda. Apabila berbeda maka peneliti harus dapat menjelaskan perbedaan itu, tujuannya adalah untuk mencari kesamaan data dengan metode yang berbeda.
31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Identitas Lembaga 1. Sejarah (CD-1) Pada awal pembentukan yayasan pendidikan Ceria pada tahun 2001 memiliki sejarah yang mendukung kemandirian anak, hal ini terlihat pada arti dalam logo ceria sebagi berikut :
Gambar 1. Logo CERIA
Cerdas, Ceria,Cemerlang
Didalam logo tersebut terdapat beberapa warna, seperti terdapat gambar anak laki laki dan perempuan, dimana gambar ini memiliki arti bahwa Ceria didirikan untuk melayani kebutuhan Taman Balita dan Taman Kanak-kanak di Yogyakarta,
selain
itu
terdapat
pula
wajah
anak-anak
yang
tersenyum
melambangkan rasa senang dan nyaman, dan slogannya yang berbunyi “Cerdas, Ceria, Cemerlang” yang harapannya anak-anak selain cerdas mereka tetap ceria, Cerdas dalam multi intelegen, tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi secara sosial dan emosi serta intra personalnya. Mereka cerdas dalam suasana yang ceria sehingga akan mencapai kemampuan yang optimal dan dapat mencapai prestasi yang cemerlang. Pada logo Ceria, terdapat pula warna dalam huruf yang berarti, huruf C dengan warna merah, huruf E dengan warna hitam, huruf 32
R dengan
warna kuning, huruf I dengan warna ungu, dan huruf A dengan warna hijau. Masing masing warna tersebut memiliki arti, dimana warna merah berarti percaya diri dimana percaya diri ini termasuk dalam ciri-ciri kemandirian anak, memiliki semangat dan kreativitas yang tinggi, juga meningkatkan daya hidup agar lebih kuat menerima cobaan
hidup. Warna merah juga diartikan sebagai perangsang
untuk pertumbuhan sesuatu yang baru atau menunjukan adanya hal baru, seperti kelahiran dan pengembangan, juga sebagai suatu keberanian melakukan hal baru, dimana keberanian melakukan sesuatu yang baru ini merupakan ciri kemandirian yaitu memiliki motivasi intrinsik yang tinggi yang berasal dari dalam diri sendiri. Warna hitam adalah warna yang gelap, menakutkan tetapi elegan, tetapi juga memiliki nilai ketegasan. Karena itu elemen apapun jika di taruh di atas background hitam akan terasa lebih bagus misalnya, pada waktu menampilkan foto, portfolio atau produk. Dalam hal ini, memiliki ketegasan berarti anak mampu dan berani menentukan pilihannya sendiri yang termasuk dalam ciri-ciri kemandirian. Warna Kuning dalam logo Ceria ini adalah warna yang memberi arti kehangatan dan rasa bahagia dan seolah ingin menimbulkan hasrat untuk bermain. Dengan kata lain warna ini juga mengandung makna optimis, semangat dan ceria, Dari sisi psikologi keberadaan warna kuning dapat merangsang aktivitas pikiran dan mental. Warna kuning sangat baik digunakan untuk membantu penalaran secara logis,
kritis dan analitis sehingga individu penyuka warna kuning
cenderung lebih bijaksana dan cerdas dari sisi akademis, mereka lebih kreatif dan pandai meciptakan ide yang original. Pada anak usia dini, kreatif merupakan ciri-
33
ciri kemandirian, dimana kreatif berarti ingin melakukan segala sesuatu secara sendiri dan selalu ingin mencoba hal baru. Warna ungu dalam huruf I berarti, menunjukan sesuatu yang mencari perkembangan yang lebih tinggi atau lebih senang akan hal spiritual. Dan Umumnya warna ini ada karena keinginan untuk memperbaiki diri. Pada anak usia dini, hal ini tentu saja akan mendukung nilai agama dan moral anak yang sesuai dengan pendidikan karakter anak. Terdapat pula warna hijau pada huruf A, dimana warna hijau ini dikaitkan dengan dunia alam. Karena hubungannya dengan alam, hijau dianggap sebagai warna menenangkan dan santai. Warna ini dapat membantu orang yang sering merasa tegang. Hijau akan menyeimbangkan emosi, menciptakan keterbukaan antara anda dan orang lain. Pada penerapan kemandirian untuk anak usia dini, termasuk dalam ciri-ciri kemandirian yaitu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Nilai kemandirian sangat tampak di yayasan pendidikan Ceria ini, namun tidak hanya kemandirian yang ditanamkan di yayasan pendidikan ini, Ceria memiliki keunggulan dalam
pengenalan multicultural baik dalam negeri dan luar
negeri, ceria ingin anak-anak mengenal berbagai budaya dan menghargai berbagai perbendaan. Ceria juga mengembangkan pengenalan nilai-nilai universal pada anak-anak. 2. Identitas Lembaga Taman
Balita
Taman
Kanak-Kanak
Ceria
merupakan
lembaga
pendidikan anak usia dini yang berdiri sejak tahun 2001 di bawah naungan Yayasan Pendidikan Ceria yang beralamat di jalan Demangan Baru no 28
34
(sebelumnya jalan Cik Di Tiro 19). Sebelumnya Yayasan Pendidikan Ceria telah memiliki Kelompok Bermain yang dinamakan Taman Balita Ceria, di mana pada awalnya berlokasi di jalan Cik Di Tiro no. 19, Yogyakarta. Namun seiring waktu dan kebutuhan akan pengembangan sekolah, maka dibukalah Taman kanak-Kanak Ceria yang beralamat di Jl. Polisi Istimewa No. 2, Timoho, Yogyakarta. Taman Kanak-kanak Ceria pada awalnya dibuka untuk kelas TK A dan TK B masingmasing 1 kelas di tahun 2001, kemudian rombongan kelas TK A dan TK B berkembang masing- masing menjadi 2 kelas, hingga sekarang. Kepala Taman Kanak-Kanak, selaku pengelola TK menyusun program kerja setiap awal tahun pelajaran, yang berfungsi sebagai pedoman kerja bagi para pengelola dan pelaksana pendidikan di sekolah yang setiap lengkahnya terlaksana sebagai penjabaran dari program sekolah. Pelaksana Pendidikan terdiri dari : 1. Kepala TB TK CERIA selaku pengelola, bertanggung jawab dalam manajemen dan administrasi sekolah. 2. Guru (educator) selaku pelaku proses pembelajaran. 3. Pihak yang mendukung dan menunjang proses pembelajaran. Pemberlakukan Undang-undang no 32 tahun 2004, tentang pemerintah daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan
pendidikan.
Desentralisasi
pengelolaan pendidikan dengan
diberikannya wewenang kepada satuan pendidikan untuk menyusun kurikulum mengacu pada Undang – undang no 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional dan pasal 35 mengenai standar nasional pendidikan. Pada pasal 36 ayat 2 dijelaskan bahwa
35
kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkakn dengan prinsip diversivikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. Dengan demikian maka perlu dikembangkan Kurikulum Taman KanakKanak. Kurikulum
TK
adalah
kurikulum
operasional
yang
disusun
dan
dilaksanakan oleh masing-masing TK. Kurikulum pada jenjang anak usia dini, mengacu pada Permendiknas no 58 Tahun 2009 dan berpedoman pada panduan penyusunan
KTP
dari
Badan
Standar
Nasional
Pendidikan.
Dalam
pelaksanaannya secara menyeluruh, mencakup aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, kesehatan, seni dan budaya, serta pengembangan kecakapan hidup yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi peserta didik. Pengembangan kurikulum ini berdasarkan pada: 1. Berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, 2. Beragam dan terpadu, 3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, 4. Relevan dengan kehidupan, 5. Menyeluruh dan berkesinambungan, 6. Belajar sepanjang hayat, 7. Seimbang antara kepentingan nasional dan daerah.
Visi dan Misi Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta (CD-2) Taman Balita Ceria Timoho juga memiliki visi, misi, dan tujuan untuk
mengembangkan aspek sosial emosional, bahasa, kognitif, fisik motorik, seni,
36
nilai agama dan moral anak. Adapun visi, misi, dan tujuan lembaga Ceria adalah sebagai berikut: 1. Visi Satuan PAUD Visi
Kelompok
Bermain
Taman
Balita
CERIA
Timoho
adalah
“Terwujudnya Sebuah Lembaga Pendidikan yang Mefasilitasi Anak Menjadi Cerdas, Ceria, Cemerlang untuk Bersama Membentuk Hari Depan yang Lebih Baik Indikator Visi : 1) Lembaga menghargai setiap kecerdasan anak yang khas ( kecerdasan majemuk) 2) Anak Ceria selalu Ceria dan dapat mengekspresikan perasaan dengan bebas dan wajar 3) Anak Ceria mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan minat dan bakatnya. 2. Misi Satuan PAUD a. Menanamkan nilai-nilai universal Ketuhanan yang maha Esa, serta nilai kebajikan dan kemanusiaan. b. Bersama menghormati dan menghargai keberagaman kepercayaan dan budaya yang ada (multiculture) c. Mengembangkan konsep pendidikan yang menghargai keunikan setiap anak d. Memberikan kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk bereksplorasi dalam mencapai dan mengembangkan potensi masing-masing sesuai dengan aspek-aspek perkembangan.
37
e. Menyediakan lingkungan dan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. f.
Menumbuhkan semangat, motivasi dan rasa percaya diri anak dalam mewujudkan kemampuannya.
3. Tujuan Satuan PAUD Tujuan
Kelompok
Bermain Taman Balita
CERIA Timoho
adalah
Memfasilitasi anak menjadi Cerdas, Ceria, Cemerlang melalui pendidikan yang menyenangkan dan menghargai keunikan anak, berdasar pada nilai-nilai universal KeTuhanan Yang Maha Esa dan keragaman budaya. B. Hasil Penelitian 1. Sarana dan Prasarana Lembaga (CD-3) Di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta terdapat sarana dan Prasarana yang mendukung proses belajar dan mengajar. Selain untuk mendukung proses belajar dan mengajar, tentu saja juga mendukung penerapan kemandirian anak yang juga merupakan tujuan dibentuknya sekolah. Sarana dan Prasarana yang mendukung proses penerapan kemandirian anak tersebut diantaranya adalah Ruang kelas dimana untuk ruang kelas playgroup happy dan smiley class ini, ruang kelas berbentuk bus, dan disetting supaya anak tetap bisa melakukan berbagai macam kegiatan sendiri. Hal ini didukung dengan adanya rak yang sesuai
dengan
tinggi
badan
anak
sehingga
anak
tidak
kesulitan
untuk
membereskan mainan setelah selesai bermain, lalu ada Snack Room dimana Snack room
juga didukung dengan adanya wastafel yang sesuai dengan tinggi badan
anak, dan juga didukung dengan adanya meja dan kursi yang sesuai dengan tinggi
38
badan anak. Ada juga kamar mandi anak yang juga didesign sesuai dengan tinggi badan anak. Dimana kamar mandi anak menggunakan kloset yang ditanam dibawah atau menggunakan kloset untuk anak. Sehingga memudahkan anak untuk bisa buang air kecil atau buang air besar dan tidak takut jatuh atau terpeleset, selain itu terdapat pula Play Hall dimana Play hall didukung dengan adanya permainan yag sesuai dengan tinggi badan anak playgroup. Namun, rak tempat mainan yang ada belum sesuai dengan tinggi badan anak sehingga anak masih cenderung
kesulitan
dan
meminta bantuan educator dan assistaint untuk
mengembalikan mainan. Ada pula Ruang Komputer dimana ruang komputer juga didesign untuk anak. Hal ini terbukti dengan adanya meja dan kursi yang digunakan sesuai dengan tinggi badan anak. Selain itu design ruang komputer juga menarik minat anak untuk berada diruang tersebut. Dan ada pula APE yang tersedia yang juga membantu anak dalam
menerapkan kemandirian, antara lain
adanya APE yang digunakan untuk melatih kemandirian adalah APE tali menali (biasa digunakan untuk lacing) dimana anak mencoba untuk belajar tali menali sederhana seperti menali tali sepatunya sendiri (yang memiliki sepatu bertali). Kantor kepala sekolah, sebanarnya kantor Kapala Sekolah didesign untuk orang dewasa, namun tidak membatasi anak ketika anak ingin bermain diruangan tersebut. Di ruangan kepala sekolah terdapat berbagai macam mainan yang juga dapat mengembangkan motorik halus anak dan kognitif anak seperti adanya mainan maze geometri, maupun puzzle busa. Selain itu, ada ruang
Library ,
dimana Ruang library juga didesign supaya anak betah saat membaca dan berada diruang library tersebut. Ruang library berbentuk bus dan berada di komplek
39
playgroup. Ruang library didukung dengan adanya rak buku yang sesuai dengan tinggi
badan
anak
sehingga
anak
sampai
saat
mengambil
buku
dan
mengembalikan bukunya sendiri. a. Deskripsi Kegiatan Anak (CD-4) Peneliti mengikuti kegiatan anak guna mengetahui penerapan
nilai
kemandirian anak di Taman Balita Ceria Timoho, penelitian dilangsungkan mulai tanggal 12 agustus 2016 hingga tanggal 2 september 2016. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut, pada hari pertama penelitian, kegiatan yang dilakukan pada tanggal 12 Agustus 2016 ini adalah program Audio Visual. Pada hari tersebut anak diajak untuk menonton film Barney, yaitu Lets Play School. Dalam Program tersebut anak diajak supaya anak mampu untuk menyesuaikan diri dengan teman, dan latihan memperhatikan, dan pada akhir program anak diajak untuk me-review apa yang telah mereka lihat. Mampu menyesuaikan diri juga merupakan salah satu ciri kemandirian yang diungkapkan oleh Novan Ardy (2015: 33). Pada hari kedua penelitian yaitu hari jumat tanggal 19 Agustus 2016, program
pertama dan kedua yang seharusnya dilakukan anak adalah beautifull
butterfly dan Paying Rope. Namun, karena educator memiliki alasan tertentu, educator mengganti program pertama dengan lompat katak, dan program kedua diganti dengan Library. Dalam program lompat katak, selain aspek motorik kasar yang dinilai, juga terdapat aspek sosial anak yang dinilai yaitu bergantian dengan temannya. Untuk program Library, selain motorik halus, dan kognitif anak yang dikembangkat terdapat pula aspek sosial anak seperti bertanggung jawab, disini bertanggung jawab berarti anak mampu mengembalikan buku ketempatnya seperti 40
semula,
dan menjaga buku supaya tidak rusak. Bertanggung jawab juga
merupakan ciri kemandirian anak yang diungkapkan oleh Novan Ardy (2015). Pada hari ketiga penelitian, peneliti melakukan obervasi di Smiley class tanggal 24 Agustus 2016. Program yang dilakukan adalah swimming. Dalam hal ini, aspek yang dinilai adalah
motorik kasar. Selain aspek motorik kasar,
educator juga menyisipkan latihan kemandirian anak dengan cara anak diajak untuk membawa tasnya sendiri dan berjalan menuju ke kolam renang. Selain itu, anak juga diajak untuk mengenali tasnya sendiri. Membawa tas sendiri, dan mengenali tasnya sendiri juga merupakan salah satu karakteristik kemandirian anak yang diungkapkan Anita Lie (2004: 5) yaitu mampu mengurus dirinya sendiri. Pada hari keempat penelitian yang dilakukan pada tanggal 26 Agustus 2016 di Smiley Class, Program yang seharusnya dibawakan adalah Go Picnic dan Story Telling. Namun, program diganti dengan Build a tower dan Dancing Time. Dalam kegiatan Build a tower anak diajak untuk menyusun balok hingga membentuk sebuah menara. Aspek yang dikembangkan adalah sosial anak yaitu bergantian, dan kognitif anak. Sedangkan untuk Dancing Time aspek yang dikembangkan adalah motorik kasar anak. Dalam hari ini, kemandirian anak disisipkan pada program kedua yaitu dancing time. Dimana anak memiliki kepercayaan diri dan mau untuk menari bersama teman temannya. Hari ke lima Penelitian, kembali meneliti
yaitu pada tanggal 31 Agustus 2016 peneliti
di happy class, dimana Program pertama dan kedua yang
seharusnya dilakukan anak adalah Heavy Light dan Baby Einstein. Namun, karena
41
educator memiliki alasan tertentu, educator mengganti program pertama dengan make a line, dan program kedua diganti dengan computer. Dalam program make a line, anak di ajak untuk menebalkan titik titik (tracing) yang membentuk garis lurus. Aspek yang dikembangkan adalah aspek pre-writing, selain itu anak juga mulai dibiasakan
untuk
mengerjakan
sendiri,
dan mengumpulkan tugasnya
sendiri. Mengerjakan sendiri, juga merupakan salah satu ciri kemandirian anak yaitu tidak bergantung pada orang lain yang diungkapkan oleh Novan Ardy (2015) dan karakteristik kemandirian anak yang diungkapkan Anita Lie (2004: 5) yaitu mampu mengurus diri sendiri. Selain itu terdapat program computer dimana dalam program ini, aspek yang dikembangkan adalah motorik halus anak. Untuk hari keenam penelitian yaitu tanggal 2 September 2016, peneliti kembali meneliti di smiley class. Dimana Program yang seharusnya dilaksanakan adalah Audio Visual, namun karena ada suartu hal, educator menggantu program pertama yaitu Library, dan
program
kedua adalah Throw the ball. Dan
kemandirian pada hari ini disisipkan di program
Library
yaitu anak mampu
bertanggung jawab dengan cara mejaga buku agar tidak sobek, dan anak mampu mengembalikan buku ketempatnya semula. 2. Penerapan nilai Kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta Penerapan nilai kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho ini dimulai ketika anak pertama kali masuk dan bergabung di Ceria. Awalnya, anak didukung untuk mau bergabung bersama teman, dan mau bermain didalam kelas. Pada hari selanjutnya, anak akan dibiasakan untuk berani bergabung dengan teman dan mau bermain dikelas tanpa ada pendampingan orang tua. Proses ini disebut
42
dengan proses pelepasan. Ketika pelepasan, biasanya educator akan berusaha untuk jujur dan tidak berbohong kepada anak, supaya anak dapat percaya kepada orang tua maupun pihak sekolah dan tetap nyaman ketika berada di sekolah. Hal ini dilakukan terus menerus sehingga anak merasa nyaman ketika berada di sekolah. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dalam catatan wawancara (CW2a) yang diungkapkan oleh kepala sekolah yaitu: “Pada awalnya, pendiri sekolah sudah memimpikan adanya pengenalan kemandirian pada anak sesuai dengan usianya, sehingga begitu anak bergabung bermain di ceria, maka mulai saat itu pula pengenalan tentang kemandirian diberikan, tentu sesuai dengan usia dan tugas belajar anak.” Selain dengan catatan wawancara (CW-2a), hal ini juga sesuai dengan catatan dokumentasi (CD-1) tentang sejarah berdirinya lembaga. Setelah dengan adanya pembiasaan, kemandirian anak juga dimulai saat anak paham instruksi sederhana, misalnya saja saat anak diminta untuk melepas sepatunya, biasanya educator dan assistaint akan mendukung anak dengan cara meminta anak untuk melepaskan sepatunya dan mendampingi anak untuk melepaskan sepatunya sendiri. Hal ini juga didukung dengan adanya catatan wawancara (CW-1a) yaitu wawancara dengan guru yang menyatakan bahwa: “Penerapan nilai kemandirian dimulai saat anak mampu untuk memahami instruksi sederhana dan mampu melakukan hal-hal sederhana melalui pembiasan” Setelah melepas sepatu, anak dibiasakan untuk menaruh sepatu atau sandalnya dirak yang telah disediakan. Tentu saja dengan arahan, dukungan, dan pembiasaan educator maupun assistaint.
Selain melepas sepatu, anak juga
dibiasakan untuk menaruh tas. Pada saat hari pertama penelitian dilaksanakan, ada
43
satu orang anak yang sudah paham untuk menaruh tasnya sendiri, karena anak tersebut memang sudah terbiasa karena sudah satu semester berada di Ceria. Namun, setelah adanya pembiasaan tersebut semua anak bisa menaruh tas ditempatnya. Hal ini juga terbukti dengan adanya catatan wawancara (CW-1.b) yang menyatakan bahwa: “untuk membiasakan anak mengurus dirinya sendiri adalah dengan mengajak anak untuk terlibat melakukan kegiatan sehari-hari” Untuk membiasakan anak untuk dapat menyelesaikan masalah sendiri, anak
didukung dan dibantu miss untuk menyelesaikan masalahnya sendiri,
misalnya saja saat anak terganggu dengan temannya, anak didukung untuk mengatakan kata “keberatan” dan saat ada temannya yang bilang keberatan, maka anak yang dituju tersebut didukung untuk meminta maaf. Hal ini tentu saja selain untuk mengenalkan bagaimana menyelesaikan masalah, anak juga belajar untuk menolak
sesuatu,
dan
mengungkapkan
pendapat.
Karena
menurut
cattan
wawancara (CW-1c), untuk membiasakan anak supaya anak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri adalah “biasanya kami memberikan pemahaman kepada anak akan masalah yang dihadapi dan mengajaknya untuk berdiskusi dengan bahasa sederhana, lalu kami akan memberikan dukungan kepada anak untuk menyelesaikan permasalahan”
Hal tersebut juga sesuai dengan catatan dokumentasi (CD-2) pada indikator visi dimana salah satu indikator tersebut diungkapkan bahwa Anak Ceria selalu Ceria dan dapat mengekspresikan perasaan dengan bebas dan wajar. Disini, berarti anak akan selalu didukung untuk mengungkapkan perasaannya. Jika anak merasa terganggu dan tidak nyaman, maka educator maupun assistaint akan 44
berusaha untuk mendukung anak supaya anak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri dan bisa mengungkapkan pendapatnya. Kemudian, untuk membiasakan anak untuk bertanggung jawab atas barang barang yang dimiliki, menurut catatan observasi (CO-1), anak akan diajak untuk mengenal barang barang yang dibawa dan dimiliki oleh anak. Sehingga tidak tertukar antara barang yang satu dengan yang lainnya. Anak dikenalkan dengan sepatunya sendiri, dengan tasnya, dan dengan bukunya. Bahkan, anak dibiasakan untuk memakai sepatu sendiri, dan memasukkan daily book sendiri kedalam tas. Pada saat awal penelitian, semua anak memang sudah kenal dengan barang barang yang dimiliki. Seperti sepatu, dan tas. Namun untuk latihan membuka tas, anak perlu dukungan educator maupun assistaint untuk belajar memasukkan buku kedalam tasnya sendiri. Setelah hari ke ketiga penelitian, untuk kelas happy, anak sudah bisa memasukkan daily book kedalam tasnya. Sedangkan untuk kelas smiley, sejak hari pertama penelitian anak sudah bisa memasukkan daily book sendiri kedalam tasnya. Hal ini juga didukung dengan adanya catatan wawancara (CW-2d) dimana kepala sekolah berpendapat bahwa “Untuk anak di bawah 4 tahun, pendidik akan membimbing untuk mendorong anak menyimpan benda miliknya dengan bantuan verbal dan melakukan aksi bersama dengan anak” Pelaksanaan pembiasaan kemandirian anak class Taman Balita Ceria Timoho pada hari pertama
non pembelajaran di happy catatan observasi (CO-1)
adalah dimulai dari anak datang ke sekolah dan sebelum masuk ke dalam kelas. Sebelum anak masuk kelas terdapat 3 anak dikelas pagi yang masih menangis hingga penelitian selesai dilaksanakan, sedangkan untuk kelas siang juga terdapat
45
1 anak yang masih menangis hingga penelitian selesai dilaksanakan. Untuk anak yang tidak menangis saat sebelum masuk kelas, nak didukung untuk bisa melepas sepatu sendiri, menaruh sepatu ke rak yang disediakan, menaruh dan menata tas ditempat yang telah dicontohkan oleh educator dan assistaint, dan mengambil buku daily
activity. Kegiatan snack time, Pada kegiatan snack time, dengan
bantuan dan arahan dari educator dan assistaint, anak dibiasakan untuk mengantri saat cuci tangan, mengambil makannya sendiri, dan menaruh peralatan makan yang telah dipakai ke dalam ember secara bergantian. Saat freeplay, anak dibiasakan untuk mengantri saat menggunakan alat permainan, dan juga anak didukung untuk menyelesaikan masalah sendiri ketika ada masalah dengan teman sebayanya. Saat pulang, anak didukung untuk mengenali sepatunya sendiri, mengenakan sepatunya, mengenali tasnya, dan mengantri saat keluar dari area playgroup. Pada hari kedua penelitian, menurut catatan observasi (CO-2) penelitian pelaksanaan pembiasaan kemandirian anak non pembelajaran di happy class Taman Balita Ceria Timoho, dimulai saat anak sebelum masuk kelas, Sebelum anak masuk kelas terdapat
anak dikelas pagi yang masih menangis hingga
penelitian selesai dilaksanakan, sedangkan untuk kelas siang juga terdapat 1 (satu) orang anak yang masih menangis hingga penelitian selesai dilaksanakan. Untuk anak yang tidak menangis saat sebelum
masuk kelas, nak didukung untuk bisa
melepas sepatu sendiri, menaruh sepatu ke rak yang disediakan, menaruh dan menata tas ditempat yang telah dicontohkan oleh educator dan assistaint, dan mengambil buku daily activity, Pada kegiatan snack time, dengan bantuan dan
46
arahan dari educator dan assistaint, anak dibiasakan untuk mengantri saat cuci tangan, mengambil makannya sendiri, dan menaruh peralatan makan yang telah dipakai ke dalam ember secara bergantian. Saat freeplay, anak dibiasakan untuk mengantri saat menggunakan alat permainan, dan juga anak didukung untuk menyelesaikan masalah sendiri ketika ada masalah dengan teman sebayanya. Saat pulang,
anak
didukung
untuk
mengenali
sepatunya
sendiri,
mengenakan
sepatunya, menegenali tasnya, dan mengantri saat keluar dari area playgroup Pada hari ketiga (CO-3), penelitian pelaksanaan pembiasaan kemandirian anak non pembelajaran di smiley class Taman Balita Ceria Timoho, dimulai sebelum anak masuk kelas. Sebelum anak masuk kelas terdapat 1 anak dikelas pagi yang masih menangis hingga penelitian selesai dilaksanakan, sedangkan untuk kelas siang juga terdapat 1 anak yang masih menangis hingga penelitian selesai dilaksanakan. Untuk anak yang tidak menangis saat sebelum masuk kelas, anak didukung untuk bisa melepas sepatu sendiri, menaruh sepatu ke rak yang disediakan, menaruh dan menata tas ditempat yang telah dicontohkan oleh educator dan assistaint, dan mengambil buku daily activity, Pada kegiatan snack time, dengan bantuan dan arahan dari educator dan assistaint, anak dibiasakan untuk mengantri saat cuci tangan, mengambil makannya sendiri, dan menaruh peralatan makan yang telah dipakai ke dalam ember secara bergantian. Saat freeplay, anak dibiasakan untuk mengantri saat menggunakan alat permainan, dan juga anak didukung untuk menyelesaikan masalah sendiri ketika ada masalah dengan teman sebayanya. Saat pulang, anak didukung untuk mengenali sepatunya
47
sendiri, mengenakan sepatunya, mengenali tasnya, dan mengantri saat keluar dari area playgroup. Pada
hari keempat
menurut
catatan observasi (CO-4) penelitian
pelaksanaan pembiasaan kemandirian anak
non pembelajaran di smiley class
Taman Balita Ceria Timoho. Dimulai saat pagi hari sebelum anak masuk kelas. Sebelum anak masuk kelas sudah tidak ada anak yang menangis pada kelas pagi maupun siang kemudian anak didukung untuk bisa melepas sepatu sendiri, menaruh sepatu ke rak yang disediakan, menaruh dan menata tas ditempat yang telah dicontohkan oleh educator dan assistaint, dan
mengambil buku daily
activity, Pada kegiatan snack time, dengan bantuan dan arahan dari educator dan assistaint,
anak
dibiasakan untuk
makannya sendiri, dan menaruh
mengantri saat cuci tangan, mengambil
peralatan makan yang telah dipakai ke dalam
ember secara bergantian. Saat freeplay, anak dibiasakan untuk mengantri saat menggunakan alat permainan, dan juga anak didukung untuk menyelesaikan masalah sendiri ketika ada masalah dengan teman sebayanya. Saat pulang, anak didukung untuk mengenali sepatunya sendiri, mengenakan sepatunya, menegenali tasnya, dan mengantri saat keluar dari area playgroup. Pada hari kelima (CO-5) pelaksanaan pembiasaan kemandirian anak non pembelajaran di Happy Class Taman Balita Ceria Timoho. Dimulai saat pagi hari sebelum anak masuk kelas. Sebelum anak masuk kelas terdapat 1 anak dikelas pagi yang masih menangis hingga penelitian selesai dilaksanakan, sedangkan untuk kelas siang juga terdapat 1 anak yang masih menangis hingga penelitian selesai dilaksanakan. Untuk anak yang tidak menangis saat sebelum masuk kelas,
48
anak didukung untuk bisa melepas sepatu sendiri, menaruh sepatu ke rak yang disediakan, menaruh dan menata tas ditempat yang telah dicontohkan oleh educator dan assistaint, dan mengambil buku daily activity, Pada kegiatan snack time, dengan bantuan dan arahan dari educator dan assistaint, anak dibiasakan untuk mengantri saat cuci tangan, mengambil makannya sendiri, dan menaruh peralatan makan yang telah dipakai ke dalam ember secara bergantian. Saat freeplay, anak dibiasakan untuk mengantri saat menggunakan alat permainan, dan juga anak didukung untuk menyelesaikan masalah sendiri ketika ada masalah dengan teman sebayanya. Saat pulang, anak didukung untuk mengenali sepatunya sendiri, mengenakan sepatunya, menegenali tasnya, dan mengantri saat keluar dari area playgroup. Pada hari keenam, menurut catatan observasi (CO-6) pelaksanaan pembiasaan kemandirian anak
non pembelajaran di Smiley Class Taman Balita
Ceria Timoho. Dimulai saat pagi hari sebelum anak masuk kelas. Sebelum anak masuk kelas sudah tidak ada anak yang menangis pada kelas pagi maupun siangkemudian anak didukung untuk bisa melepas sepatu sendiri, menaruh sepatu ke rak yang disediakan, menaruh dan menata tas ditempat yang telah dicontohkan oleh educator dan assistaint, dan mengambil buku daily activity. Pada kegiatan snack time, dengan bantuan dan arahan dari educator dan assistaint, anak dibiasakan untuk mengantri saat cuci tangan, mengambil makannya sendiri, dan menaruh peralatan makan yang telah dipakai ke dalam ember secara bergantian. Saat
freeplay,
anak
dibiasakan
untuk
mengantri saat
menggunakan alat
permainan, dan juga anak didukung untuk menyelesaikan masalah sendiri ketika
49
ada masalah dengan teman sebayanya. Saat pulang, anak didukung untuk mengenali sepatunya sendiri, mengenakan sepatunya, mengenali tasnya, dan mengantri saat keluar dari area playgroup. Pada hari keenam penelitian inilah anak sudah bisa melepas sepatu sendiri, antri ketika mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, antri ketika menaruh
piring
dan
gelas
yang
telah
dipakai kedalam ember,
mampu
menyelesaikan tugas yang diberikan secara mandiri, mampu mengumpulkan tugas secara mandiri, mampu mengenakan sepatu secara sendiri ketika pulang, mampu mengucapkan
kata maaf jika berbuat kesalahan,
mampu mengucap
kata
“keberatan” jika merasa tidak nyaman dan mampu menaruh tas ditempatnya, mampu menaruh sepatu kedalam rak yang telah disediakan, mampu mengambil daily book sendiri, mampu menyerahkan daily book ke pendidik, mampu mengenali
sepatunya
sendiri,
mampu
mengenali
tasnya
sendiri,
mampu
memasukkan daily book ke dalam tasnya sendiri, meskipun masih dengan arahan verbal dari educator dan assistaint. 3. Faktor pendukung dalam penerapan nilai kemandirian anak Faktor pendukung dalam penerapan nilai kemandirian anak pada saat penelitian
dilakukan
antara
lain
adanya
konsitensi dalam penerapan nilai
kemandirian anak. Educator selalu mengingatkan anak mengenai hal hal yang perlu dibawa, dan juga educator tidak berbohong kepada anak dengan mengatakan “nanti dijemput mama” ketika awal anak darang dan menangis. Sehingga anak tidak cemas dan mulai berani untuk berada di sekolah bersama
50
teman-teman.
Hal ini sesuai dengan
catatan
wawancara
(CW-1e)
yang
mengungkapkan bahwa: “Kami selalu konsisten dalam penerapan nilai kemandirian. Peran orang dewasa disekitar anak dalam membantu anak juga perlu konsisten” Dan yang diungkapkan oleh kepala sekolah dalam catatan wawancara (CW-2e) bahwa: “Tentu, faktor tersebut didukung oleh setiap person pendamping dan karyawan di Ceria, selain itu, kesamaan atau dukungan dari orang tua pada anak dalam menerapkan pembiasaan-pembiasaan dalam menumbuhkan kemandirian anak.” 4. Faktor penghambat dan cara untuk mengatasinya: Faktor penghambat dalam penerapan nilai kemandirian anak pada saat penelitian dilakukan antara lain adanya beberapa orang tua yang cenderung tidak tega ketika anaknya menangis dan cenderung berbohong kepada anak misalnya orang tua mengatakan bahwa orang tua menunggu didepan. Namun, ketika waktu pulang orang tua tidak ada didepan dan anak menunggu orang tua untuk dijemput. Hal ini menimbulkan kecemasan kepada anak dan membuat anak tidak percaya dan akan takut ke sekolah karena takut ditinggal lagi. Cara mengatasinya adalah educator dan assistaint memberikan pemahaman kepada anak dan anak mulai nyaman lagi ketika berada di sekolah. C. Pembahasan 1. Penerapan nilai kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta ini, dengan adanya arahan, dukungan, dan pembiasaan dari educator dan assistaint, terlihat ketika anak datang hingga pulang sekolah. Anak-
51
anak di Ceria mampu untuk mengurus dirinya sendiri, dalam hal ini anak mampu untuk melepas sepatu sendiri, antri ketika mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, antri ketika menaruh piring dan gelas yang telah dipakai kedalam ember, mampu
menyelesaikan
tugas
yang
diberikan
secara
mandiri,
mampu
mengumpulkan tugas secara mandiri, mampu mengenakan sepatu secara sendiri ketika pulang. Tentu saja, hal ini dapat dilakukan karena ada arahan, pembiasaan, serta dukungan dari educator maupun assistaint disana. Penerapan yang kedua dalam penerapan nilai kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho ini, anak terlihat mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi, seperti mampu mengucapkan kata maaf jika berbuat kesalahan, mampu mengucap kata “keberatan” jika merasa tidak nyaman, tentu saja karakteristik ini tidak muncul sendiri. Pada anak usia Taman Balita, karakteristik ini muncul dengan adanya imitasi dan dukungan dari educator maupun assistaint disana. Ketika anak merasa tidak nyaman, anak biasanya akan mengadu kepada pendidik karena
terganggu
oleh
temannya,
kemudian
anak
akan
didukung
untuk
mengucapkan kata keberatan kepada temannya, dan teman yang mengganggu juga didukung untuk meminta maaf karena sudah mengganggu temannya. Tentu saja karakteristik ini tidak dapat muncul sendiri dan tidak selalu muncul dalam setiap proses belajar anak di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta. Karakteristik yang ketiga yang muncul saat penerapan nilai kemandirian adalah anak mampu bertanggung jawab atas barang-barang yang dimilikinya seperti mampu menaruh tas ditempatnya, mampu menaruh sepatu kedalam rak yang
telah
disediakan,
mampu
mengambil
52
daily
book
sendiri,
mampu
menyerahkan daily book ke pendidik, mampu mengenali sepatunya sendiri, mampu mengenali tasnya sendiri, mampu memasukkan daily book kedalam tasnya sendiri. Hal ini tidak dapat muncul sendiri karena pada awalnya anak butuh arahan verbal maupun non verbal dari educator atau assistaint disana. Dengan adanya arahan, dukungan, dan pembiasaan educator dan assistaint inilah anak mampu untuk menjaga dan bertanggung jawab atas barang barang yang dimilikinya. Ketiga hal di atas sangat sesuai dengan karakteristik kemandirian anak usia dini menurut Anita Lie (2004: 4-5) yang menyebutkan karakteristik kemandirian anak usia dini, antara lain: a. Mampu
mengurus diri sendiri, artinya anak tidak bergantung pada pelayanan
yang diberikan oleh orang tuanya untuk mengurus diri sendiri dan tidak selalu meminta bantuan. b. Mampu
menyelesaikan masalah yang dihadapi, artinya anak ketika melakukan
kesalahan dengan orang tuanya anak mampu meminta maaf dengan kesadaran anak sendiri tanpa diminta dan diingatkan oleh orangtuanya untuk meminta maaf. c. Mampu bertanggung jawab atas barang-barang yang dimiliki, artinya anak ketika mempersiapkan diri sebelum sekolah dengan mengambil tas sendiri dan memilih perlengkapan sendiri yang akan dibawa ke sekolah. Anak mampu melakukan hal tersebut karena didukung dengan adanya peran
educator dan assistaint atau pendidik untuk membiasakan anak supaya
53
anak lebih mandiri. Hal ini juga diperkuat dengan adanya Catatan Wawancara (CW-1) dengan guru yang mengungkapkan bahwa: “biasanya kami memulai, saat anak memahami instruksi sederhana, kami pelan-pelan kami akan mencoba untuk mebiasakan anak. untuk membiasakan anak untuk mengurus dirinya sendiri, biasanya kami mengajak anak untuk terlibat melakukan kegiatan sehari-hari, mungkin di sekolah anak diajak untuk memasukkan buku dailynya sendiri. Selain itu, penerapan kemandirian anak di Taman Balita Ceria Timoho sendiri juga didukung dengan adanya kegiatan yang dilakukan, dimana kegiatan tersebut anak didukung untuk percaya diri dalam melakukan sesuatu sehingga anak berani mencoba. Misalnya saja, dalam kegiatan awal, untuk anak yang masih menangis, biasanya educator dan assistaint akan memberi pemahaman kepada anak bahwa pada hari itu, anak akan bermain bersama teman-teman dan anak akan dijemput ketika program selesai, hal ini adalah salah satu cara untuk membangun rasa percaya pada anak, sehingga anak tetap tenang dan tidak cemas ketika berada di sekolah. Hal ini, merupakan salah satu ciri-ciri kemandirian anak usia dini menurut Novan Ardy (2015: 33) Bagi anak yang sudah tidak menangis lagi, anak diajak untuk mengambil bukunya sendiri, memberikan
buku
ke educator dan
assistaint. Pada saat circle time anak di ajak untuk tampil entah itu bernyanyi, bercerita, memimpin doa, dan anak juga diperbolehkan untuk mengambil dan memainkan alat musik, dan juga mengembalikan alat musiknya setelah selesai digunakan. Hal ini merupakan latihan bertanggung jawab untuk anak dimana tanggung jawab juga merupakan ciri-ciri kemandirian anak menurut Novan Ardy (2015: 33).
54
Pada saat
program dimulai,
anak
juga diajak untuk mencoba
mengerjakan sendiri, ketika anak kesulitan, anak akan dibantu oleh educator dan assistaint, anak juga dibiasakan untuk mengumpulkan tugasnya ke educator dan assistaint. Selain itu, pada saat snack time anak diajak dan dibiasakan untuk antri saat cuci tangan, dan anak dibiasakan untuk menaruh gelas dan piringnya le dalam ember yang telah disediakan. Dan ketika pulang, anak juga diajak untuk mencoba mengenali barang-barang yang dimiliki, dan memasukkan buku daily nya sendiri dan memakai sandal atau sepatunya sendiri. Hal ini sesuai dengan karakteristik kemandirian anak usia dini menurut Anita Lie (2004: 5) yaitu bertanggung jawab dengan barang barang yang dimiliki. Pembiasan untuk bertanggung jawab ini dilakukan secara terus menerus, sehingga anak menjadi terbiasa dengan apa yang harus dilakukannya di sekolah. Taman Balita ini memiliki sejarah awal pembentukan sekolah dengan
catatan
dokumentasi (CD-1),
dimana
nantinya
membentuk anak menjadi anak yang percaya diri dan
sekolah
sesuai
ini akan
mandiri. Percaya diri
merupakan kemampuan individu untuk memahami dan meyakini seluruh potensi yang dimiliki agar dapat digunakan dalam menghadapi penyesuaian diri dengan lingkungan (Agoes Dariyo 2007: 206). Percaya diri juga merupakan salah satu ciri-ciri
kemandirian anak yang telah diungkapkan oleh Novan Ardy (2015: 33).
Penerapan nilai kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta ini merupakan
salah
satu
tujuan utama
berdirinya sekolah
ini. Hal ini juga
diperkuat dengan adanya Catatan Wawancara (CW-2) dengan kepala sekolah yang mengungkapkan bahwa:
55
“Sejak awal pendirian sekolah Ceria ini, pendiri sekolah sudah memimpikan adanya pengenalan kemandirian pada anak sesuai dengan usianya, sehingga begitu anak bergabung bermain di ceria, maka mulai saat itu pula pengenalan tentang kemandirian diberikan, tentu sesuai dengan usia dan tugas belajar anak” Dengan begitu, maka kemandirian
merupakan
salah satu hal yang
dikembangkan di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta. 2. Faktor pendukung dalam penerapan nilai kemandirian anak Faktor pendukung dalam
penerapan
nilai kemandirian anak usia dini
adalah adanya sejarah pendirian sekolah yang kemudian menjadi patokan dalam menjalankan program
pendidikan. Selain
itu, adanya
motivasi dan dukungan
dari educator maupun assisten serta karyawan juga mendukung anak untuk dapat menyelesaikan berbagai masalahnya sendiri. Dalam penerapan nilai kemandirian anak ini, juga didukung dengan adanya beberapa program sekolah seperti adanya parents meeting, parenting, dan adanya komunikasi dan sharing dengan orang tua saat terima raport demi mengetahui perkembangan anak. Dalam penulisan rapor misalnya juga terdapat beberapa checklist yang merujuk ke kemandirian anak, seperti pada aspek self help skill kelas happy yaitu anak bisa melepas dan menggunakan
sepatunya
dengan
sedikit bantuan educator dan assistaint.
Sedangkan untuk kelas smiley adalah anak bisa menggunakan kaos kaki dengan sedikit bantuan educator dan assistaint. Selain itu, konsisten adalah satu cara untuk menjalankan proses kemandirian tersebut. Selain dari lingkungan anak, penerapan nilai kemandirian anak ini juga didukung dengan adanya sarana prasarana yang ada di Taman Balita seperti, adanya wastafel yang sesuai dengan tinggi badan anak, adanya meja kursi yang
56
sesuai dengan tinggi badan anak, rak sepatu, rak mainan, permainan indoor dan outdoor yang juga sesuai dengan tinggi badan anak. Sehingga memudahkan anak ketika ingin melakukan sesuatu secara mandiri. 3. Faktor penghambat dan cara untuk mengatasinya Faktor yang menghambat kemandirian anak lambat terbentuk diantaranya adalah
saat melaksanakan nilai kemandirian, anatara di sekolah
maupun
di
rumah kadang berbeda. Ketika di sekolah sudah konsisten, pihak sekolah tidak mengetahui apa yang terjadi di rumah. Apakah
proses membentuk kemandirian
anak tersebut sama atau justru berbeda. Dalam hal ini, yang dapat dilakukan oleh pendidik adalah melakukan evaluasi dengan cara adanya tema parents meeting yang merujuk ke kemandirian anak, atau adanya diskusi kecil saat terima rapor untuk mengetahui perkembangan anak. Karena di Taman Balita ini masih menggunakan sistem catur wulan, maka dengan
mudah pendidik maupun orang
tua dapat berdiskusi tentang perkembangan anak. Selain hal tersebut, biasanya anak juga cenderung tahu dan bisa memposisikan diri, misal ketika anak berada di sekolah anak bisa melepas sepatunya sendiri, maupun menaruh piring ke ember sendiri. Sedangkan di rumah anak cenderung lebih tidak mau melakukan sendiri dan cenderung meminta orang tuanya untuk melakukannya, hal ini didukung dengan adanya wawancara dengan educator yang mengatakan bahwa: “ saya pernah berdiskusi dengan beberapa orang tua, jadi anak bisa membedakan antara di sekolah maupun di rumah. Jadi di sekolah sudah mandiri sedangkan di rumah anak beranggapan bahwa apa yang adek minta pasti mama kasih. Jadi memang harus ada kesepakatan dan konsisten untuk memebentuk kemandirian anak tersebut.”
57
Selain itu, dengan adanya pemahaman ke anak dan contoh riil dari orang tua maupun pendidik juga dapat membantu untuk pembentukan kemandirian anak. D. Keterbatasan Penelitian Penelitan
ini telah dilakukan sesuai prosedur ilmiah,
akan tetapi
penelitian ini masih memiliki keterbatasan, keterbatasan penelitian ini antara lain: 1. Karena
kondisi
dan
situasi
yang
kurang
memungkinkan
untuk
mendokumentasikan setiap momen, ketika peneliti sedang berada didalam kelas dan ada anak yang terlambat sehingga peneliti tidak dapat mengamati kondisi diluar kelas, peneliti memilih untuk bertanya kepada assistaint yang menyambut anak diluar kelas. 2. Karena penelitian
ini tidak menyentuh kepada pemahaman orang tua tentang
penerapan kemandirian di sekolah anak, sehingga terdapat discontinouitas.
58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Penerapan
nilai kemandirian anak dimulai pada saat pertama kali anak
datang, anak didukung untuk mau bergabung bersama teman, dan mau bermain didalam
kelas. Setelah anak didukung untuk mau bergabung, penerapan
kemandirian juga dimulai ketika anak paham instruksi, setelah itu penerapan nilai kemandirian ini dilakukan dengan adanya pembiasaan, bimbingan, dan arahan dari educator dan assistaint. Ketika anak paham dengan instruksi, maka pendidik maupun orang tua akan dengan mudah memberikan pemahaman kepada anak mengenai apa
yang
seharusnya
anak
lakukan.
Selain
dengan pemberian
pemahaman pada anak, sebaiknya di sekolah maupun di rumah juga harus konsisten dalam membiasakan anak melakukan sesuatu. Dimulai dari anak bisa menaruh tasnya sendiri, hingga mengenali tasnya sendiri. Hal ini tentu akan terjadi ketika anak sudah paham akan instruksi. Faktor pendukung dalam adalah
adanya
sejarah
pendirian
dalam
menjalankan program
penerapan
nilai kemandirian anak usia dini
sekolah yang kemudian
pendidikan. Selain
menjadi patokan
itu, adanya
motivasi dan
dukungan dari educator maupun assistaint serta karyawan juga mendukung anak untuk dapat menyelesaikan berbagai masalahnya sendiri. Dalam penerapan nilai kemandirian anak ini, juga didukung dengan adanya beberapa program sekolah seperti adanya parents meeting, parenting, dan adanya komunikasi dan sharing dengan orang tua saat terima raport demi mengetahui perkembangan anak. Selain
59
itu, konsisten adalah satu cara untuk menjalankan proses kemandirian tersebut. Selain dari lingkungan anak, penerapan nilai kemandirian anak ini juga didukung dengan adanya sarana prasarana yang mendukung kemandirian anak. Faktor penghambat kemandirian anak lambat terbentuk diantaranya adalah
adanya perbedaan pembiasaan yang dilakukan di rumah dan di sekolah,
dan terdapat discontinuitas antara educator dengan orang tua. Ketika di sekolah sudah konsisten, pihak sekolah tidak mengetahui apa yang terjadi di rumah. Apakah proses membentuk kemandirian anak tersebut sama atau justru berbeda. Dalam hal ini, yang dapat dilakukan oleh pendidik adalah melakukan diskusi kecil saat
terima
rapor
untuk
mengetahui perkembangan
anak
supaya
terjadi
konsistensi. B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Taman Balita Ceria Timoho
Yogyakarta
mengenai penerapan nilai kemandirian anak,
terdapat
beberapa saran yang dapat dilakukan guna mengoptimalkan penerapan nilai kemadirian tersebut, diantaranya adalah 1. Taman Balita Ceria Timoho hendaknya menambah APE kemandirian seperti zipper (kancing tarik), kancing baju, sehingga APE yang digunakan tidak hanya
APE
tali
temali,
namun
anak
juga
bisa
memainkan
APE
mengancingkan baju atau memainkan kancing tarik untuk latihan menutup tas. 2. Taman Balita Ceria Timoho hendaknya juga mengadakan pertemuan diawal tahun pembelajaran, sehingga pihak sekolah bisa memaparkan apa yang
60
menjadi harapan sekolah, sehingga tujuan kemandirian anak bisa konsisten dilaksanakan
61
DAFTAR PUSTAKA Agus Wibowo. (2012). Pendidikan Karakter Usia Dini (Strategi Membangun Karakter di Usia Emas). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Andi Prastowo. (2012). Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: AR-RUZZ Media. Anita Lie., dan Sarah Prasasti. (2004). Menjadi orang tua Bijak 101 Cara Membina Kemandirian dan Tanggung Jawab Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Burhan Bungin. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Methodelogis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Depdiknas (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Gerungan, W.A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: Rafika Aditama. Jamal Ma’mur Asmani. (2011). Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: DIVA Press. Kay, Janet. (2013). Pendidikan Anak Usia Dini Mengelola perilaku anak mendampingi anak berkebutuhan khusus mengembangkan kebijakan di tempat PAUD. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Maimunah Hasan. (2012). Pendidikan Anak Usia Dini Panduan Lengkap Manajemen Mutu Pendidikan Anak untuk Para Guru dan Orang Tua. Yogyakarta: DIVA Press. M. B., Miles, and A. M, Huberman, (1992). Analisis Data Kualitatif. (Alih Bahasa: Tjetjep Rohidi). Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Muhammad Fadillah., dkk. (2013). Pendidikan Karakter Anak Usia Dini. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. Nenden Novianti. (2009). Sepuluh Tanda Anak Manja dan Cara Mengatasinya. Diaskses dari http://life.viva.co.id/news/read/2853710_tanda_anak_manja_dan_cara_mengatasinya. Pada tanggal 29 Maret 2016 pukul 20.00 WIB. Novan Ardy Wiyani. (2015). Bina Karakter Anak Usia Dini. Yogyakarta: ARRUZZ MEDIA. 62
Santrock, John W. (2009). Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA. ________. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA. Suharsimi Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta. Tim Pustaka Merah Putih. (2007). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Guru dan Dosen (disertai Pasal-Pasal Penjelas). Yogyakarta: Percetakan Galangpress.
63
LAMPIRAN
64
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 1
65
66
67
68
Lampiran 2. Pedoman Penyusunan Catatan Observasi (CO)
69
Lampiran 2
No 1.
Objek Observasi Karakteristik kemandirian yang diterapkan di Taman Balita Ceria Timoho
a. Mengurus dirinya sendiri
b. Menyelesaikan masalah yang dihadapi
c. Bertanggung jawab atas barang yang dimiliki
2.
3.
Pelaksanaan pembiasaan kemandirian anak Taman Balita Ceria Timoho
a. Sebelum masuk ke dalam kelas b. Kegiatan snack time c. Saat freeplay d. Saat pulang Sarana dan prasarana a. Ruang Kelas b. Snack room c. Kamar mandi anak d. Play Hall e. Ruang Komputer f.
APE
g. Kantor Kepala Sekolah h. Library
70
non pembelajaran di
Lampiran 3. Hasil Wawancara Guru (CW-1)
71
Lampiran 3 No. Pertanyaan 1. Kapan penerapan nilai kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta mulai dilaksakan?
Aspek 1a
Jawab: saat anak mampu untuk memahami instruksi sederhana dan mampu melakukan hal-hal sederhana melalui pembiasan 2.
Bagaimana cara pendidik di Taman Balita Ceria Timoho dalam membiasakan anak untuk mengurus dirinya sendiri?
1b
Jawab: dengan mengajak anak untuk terlibat melakukan kegiatan sehari-hari 3.
Bagaimana cara pendidik membiasakan anak untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri?
1c
Jawab: biasanya kami memberikan pemahaman kepada anak akan masalah yang dihadapi dan mengajaknya untuk berdiskusi dengan bahasa sederhana, lalu kami akan memberikan dukungan kepada anak untuk menyelesaikan permasalahan 4.
Bagaimana cara pendidik supaya anak bisa bertanggung jawab atas barang-barang yang dimilikinya sendiri?
1d
Jawab: mengajak anak untuk menghargai barang yang dibawa atau dimiliki, biasanya kami mengingatkan anak akan barang=barang yang dibawa 5.
Adakah faktor pendukung dalam 1e menerapkan nilai kemandirian
72
anak? Jawab: ada. Kami selalu konsisten dalam penerapan nilai kemandirian. Peran orang dewasa disekitar anak dalam membantu anak juga perlu konsisten 6.
Adakah faktor penghambat dalam 1f menerapkan nilai kemandirian anak? Jawab: tentu ada. Biasanya yang sering terjadi adalah kurangnya dukungan orang tua atau orang dewasa lain yang berada diluar sekolah (seperti di rumah)
73
Lampiran 4. Hasil Wawancara Kepala Sekolah (CW-2)
74
Lampiran 4 No. Pertanyaan 1. Kapan penerapan nilai kemandirian di Taman Balita Ceria Timoho Yogyakarta mulai dilaksakan?
2.
3.
Aspek 2a
Jawab: Sejak awal pendirian sekolah Ceria ini, pendiri sekolah sudah memimpikan adanya pengenalan kemandirian pada anak sesuai dengan usianya, sehingga begitu anak bergabung bermain di ceria, maka mulai saat itu pula pengenalan tentang kemandirian diberikan, tentu sesuai dengan usia dan tugas belajar anak. Bagaimana cara pendidik di Taman 2b Balita Ceria Timoho dalam membiasakan anak untuk mengurus dirinya sendiri? Jawab: Ceria sendiri memiliki aspek Self Help Skill sebagai salah satu aspek yang dilaporkan pada orang tua dalam pelaporan perkembangan anak, Ceria menggunakan Check List data yang berisi tugas kemandirian anak sesuai dengan usia kelasnya. Pendidik di Ceria mengacu pada check list tersebut untuk melakukan pembiasaan pada anak dalam menumbuhkan kemandiriannya. Bagaimana cara pendidik 2c membiasakan anak untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri? Jawab: Pendidik berusaha untuk mengurangi atau menunda untuk mengintervensi kegiatan anak, terlebih ketika anak bersosialisasi, bila terjadi persoalan atau permasalahan diantara anak didik, pendidik berusaha untuk 75
4.
5.
6.
mengamati terlebih dahulu, intervensi hanya dilakukan bila hal tersebut dirasa membahayakan anak. Dalam hal ini anak akan berusaha menyelesaikan permasalahannya secara mandiri, setelah itu, pendidik akan mengitervensi dan melakukan diskusi sederhana dengan anak didik untuk memahami permasalahan dan memberikan peneguhan pada anak tentang hal positif yang sudah mereka lakukan. Bagaimana cara pendidik supaya 2d anak bisa bertanggung jawab atas barang-barang yang dimilikinya sendiri? Jawab: Untuk anak di bawah 4 tahun, pendidik akan membimbing untuk mendorong anak menyimpan benda miliknya dengan bantuan verbal dan melakukakn aksi bersama dengan anak. Untuk di atas 4 tahun, pendidik membiasakan dengan memberikan dukungan secara verbal untuk meneliti barang-barang pribadi mereka setiap waktu tertentu, hingga terwujud pembiasaan pada diri anak. Adakah faktor pendukung dalam 2e menerapkan nilai kemandirian anak? Jawab: Tentu, faktor tersebut didukung oleh setiap person pendamping dan karyawan di Ceria, selain itu, kesamaan atau dukungan dari orang tua pada anak dalam menerapkan pembiasaan-pembiasaan dalam menumbuhkan kemandirian anak. Adakah faktor penghambat dalam 2f menerapkan nilai kemandirian anak? Jika ada, bagaimana
76
solusinya? Jawab: Faktor penghambat adalah lingkungan (person, keluarga, masyarakat, budaya) yang tidak mendukung atau belum paham tentang keuntungan positif untuk anak dan lingkungan mengenai pentingnya menumbuhkan dan membiasakan kemandirian pada anak sejak dini
77
Lampiran 5. Rencana Kegiatan Anak (CD-4)
78
Lampiran 5
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
Lampiran 6. Checklist Penilaian Happy Class
100
Lampiran 6
101
Lampiran 7. Checklist Penilaian Smiley Class
102
Lampiran 7
103
Lampiran 8. Foto kegiatan anak
Lampiran 8
104
Foto 1. Educator membantu anak melepaskan sepatu
Foto 2. Anak menaruh sepatu di rak
105
Foto 3. Anak menaruh tas sendiri
Foto 4. Anak mengambil daily book sendiri
106
Foto 5. Anak memberikan daily book ke educator atau assistaint
Foto 6. Anak mencoba mengerjakan tugas sendiri
107
Foto 7. Anak antri cuci tangan
Foto 8 . Anak meletakan piring kedalam ember
108
Foto 9. Educator membantu anak mengambil makanan sendiri
Foto 10. Anak memakai sepatu sendiri
109
Foto 11 . Anak memasukkan daily book sendiri
Foto 12. Anak membawa tasnya sendiri
110
Foto 13. Wastafel anak
Foto 14. Kamar mandi anak
111
Foto 15. Anak menggunakan komputer
Foto 16. APE Lacing
112