PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TERPADU DAN PENILAIAN BERBASIS KELAS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN PADA SISWA KELAS IX A ( SEBUAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS DI MTsN NGUNTORONADI, WONOGIRI TAHUN AJARAN 2012/2013)
TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh: SURYANTI S841108029 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
S841108029
PERNYATAAN Nama
: Suryanti
NIM
: S841108029
Program Studi
: Pendidikan Bahasa Indonesia
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Terpadu dan Penilaian Berbasis Kelas untuk Meningkatkan Kemampuan menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX A (Sebuah Penelitian Tindakan Kelas di MTs Negeri Nguntoronadi, Wonogiri Tahun Ajaran 2012/2013)” adalah benar-benar karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar magister di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya, dalam tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, berupa pencabutan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.
Surakarta,
Januari 2013
Yang membuat pernyataan
Suryanti iv
Suryanti. S841108029. 2012. Penerapan Model PembelajaranTerpadu dan Penilaian Berbasis Kelas untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi Tahun Ajaran 2012/ 2013. TESIS.Pembimbing I: Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., II: Prof. Dr. RetnoWinarni, M.Pd. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis cerpen bagi siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi, dengan menerapkan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas dan (2) meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi melalui penerapan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas. Subjek penelitian ini adalah guru bahasa Indonesia dan siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi. Pelaksanaan penelitian berlangsung dari bulan Juni sampai Oktober 2012.Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengamatan, tes, dan wawancara.Teknik validitas data menggunakan teknik triangulasi yaitu sumber data dan metode pengumpulan data. Di samping itu, untuk memeriksa validitas data adalah review informan kunci.Teknik analisis data digunakan teknik deskriptif analitis kritis-komparatif dengan mendeskripsikan temuan data dan membandingkannya dengan indikator kinerja yang sudah ditentukan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dengan menerapkan tiga siklus. Setiap siklus meliputi empat tahapan yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa rerata hasil aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran selalu meningkat. Aktivitas siswa sebelum tindakan kategori kurang 26%, cukup 71,4% , baik 1%. Sesudah pelaksanaan tindakan siswa dengan kategori kurang 0%, cukup 5 %, dan baik 95 %. Aktivitas guru sebelum dilaksanakannya tindakan rata-rata perolehan skor yang dicapai adalah 1,93 dan setelah pelaksanaan tindakan skor rata-rata yang dicapai 3,60 dari perolehan skor maksimal berjumlah 4. Hasil rata-rata kemampuan menulis cerpen juga menunjukkan peningkatan dari pratindakan sampai siklus I, siklus II, dan siklus III. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebelum pelaksanaan tindakan adalah 67,60, siklus I adalah72,65, siklus II nilai rata-rata 76,85, dan siklus III nilai rata-rata yang diperoleh 81,50. Simpulan dari peneltian ini adalah bahwa penerapan model pembelajaran terpadu dan penerapan penilaian berbasis kelas dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan kemampuan menulis cerpen siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi.
Kata Kunci: menulis cerpen, pembelajaran bahasa Indonesia, model pembelajaran terpadu, penilaian berbasis kelas. v
Suryanti. S841108029. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Terpadu dan Penilaian Berbasis Kelas untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi Tahun Ajaran 2012/ 2013. TESIS.Pembimbing I: Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., II: Prof. Dr. RetnoWinarni, M.Pd. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. ABSTRACT The aims of this study were (1) improve the quality of the process of learning to write short stories for students of class IX A MTs Negeri Nguntoronadi, by applying the model of integrated learning and classroom-based assessment and (2) improve the ability to write short stories A class IX A student MTs Nguntoronadi through the application of learning models integrated classroom-based assessment. The subjects were Indonesian teacher and students class IX A MTs Negeri Nguntoronadi. Implementation of the research took place from June to October 2012. Data collection techniques in this study were the observation, tests, and interviews. Technique validity of data using triangulation techniques are data sources and data collection methods. In addition, to check the validity of the data is a review of the key informants. The data analysis technique used techniques of critical-comparative descriptive analysis by describing the findings of the data and compares it with the performance indicators specified. This study is an action research conducted by applying three cycles, each cycle held one meeting. Each cycle includes four stages of action planning, action, observation, and reflection. The results of data analysis showed that the average result of the students during the learning activities is increasing. Activities students before class action less than26%, just 71.4%, both 1%. After the implementation of the action, the category of students is less than0%, just 5%, and agood95%. Activities teachers before implementation measures average score achieved gain sare 1,93 and after the implementation of themeasures the average score achieveda score of 3.60 from the acquisition ofa maximum of 4.Average yield the ability to write short stories also showed an increase from pre-actionto the first cycle, second cycle and third cycle. The mean value obtained by the student prior to the implementation of the actionis 67.60, the first cycle is 72, 65,second cycle average value of 76.85, and the third cycle the average value obtained 81.50. Conclusion from this research is that the implementation of an integrated learning model and application of classroom-based assessment can improve the quality of the learning process and the ability to write short stories class IX A student MTs Negeri Nguntoronadi. Keywords: writing stories, learning Indonesian, integrated learning model, classroom-based assessments.
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan rasa syukur Alhamdulillah atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga dapat terselesaikan penyusunan tesis yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Terpadu dan Penilaian Berbasis Kelas untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi Tahun Ajaran 2012/ 2013”. Mengingat
keterbatasan
pengetahuan
peneliti,
terbatasnya
bahan
penunjang, peralatan yang digunakan dalam penelitian, maka untuk memperdalam isi tulisan laporan penelitian ini, peneliti menganjurkan agar para pembaca juga mempelajari bacaan atau sumber pustaka lain guna kesempurnaan pemahaman isi dan maksud penelitian. Berbagai hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan tesis ini, berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan itu dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tiada lupa peneliti sampaikan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 3. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan sebagai pembimbing pertama yang telah memberikan vii
bimbingan dan pengarahan dengan kesabaran dalam penyelesaian tesis ini, 4. Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh ketulusan dalam penyelesaian tesis ini, 5. Staf pengajar Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta yang penuh kasih saying telah memberikan dorongan dalam penyelesaian tesis ini, 6. Drs. Sunar, M. Ag. Selaku kepala MTs Negeri Nguntoronadi yang telah memberikan izin melanjutkan studi pada Program Pascasarjana UNS dan telah member izin untuk mengadakan penelitian dan pengambilan data di sekolah tersebut, 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu selesainya tesis ini. Atas jasa beliau tersebut di atas, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Allah Swt melimpahkan balas amal kebaikannya. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini memenuhi syarat pencapaian gelar Magister Pendidikan dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Penyusun viii
2013
MOTTO DAN PERSEMBAHAN Allah akan mengangkat derajad orang-orang yang berilmu dan beriman (Al Qur’an)
PERSEMBAHAN Tesis ini kupersembahkan kepada 1. Ayah dan ibu tercinta, yang selalu membimbing dan berdoa untuk meraih kesuksesan 2. Suamiku tercinta, Drs. Supriyanto, M.Pd. yang selalu menginspirasiku dan membuat hidupku bermakna 3. Anak-anakku tercinta, Khairu, Akhmad, dan Salim yang menjadi penyemangat hidupku 4. Almamaterku yang berjasa
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………..
i
PERSETUJUAN ………………………………………………………..
ii
PENGESAHAN TESIS ………………………………………………..
iii
PERNYATAAN ……………………………………………………….
iv
ABSTRAK …………………………………………………………….
v
ABSTRACT ……………………………………………………………
vi
KATA PENGANTAR …………………………………………………
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………….
viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………….
ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………….
x
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………
xi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………..
1
B. Rumusan Masalah ………………………………………...
8
C. Tujuan Penelitian ………………………………………….
9
D. Manfaat Penelitian ………………………………………...
9
x
BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Hakikat Kemampuan Menulis Cerpen a. Pengertian Kemampuan ………………………….
13
b. Pengertian Menulis ………………………………
14
c. Tujuan Menulis …………………………………..
16
d. Bentuk Tulisan ……………………………………
18
e. Tahapan Menulis …………………………………
22
f. Proses Menulis ……………………………………
25
g. Pengertian Cerpen ………………………………..
29
h. Menulis Cerpen …………………………………..
30
i. Cara Memberi Penilaian Kemampuan Menulis Cerpen ……………………………………………..
37
2. Hakikat Model Pembelajaran Terpadu a. Pengertian Model Pembelajaran …………………..
40
b. Konsep Dasar Model Pembelajaran Terpadu ……..
43
c. Berbagai Model Pembelajaran Terpadu …………..
45
d. Karakteristik Pembelajaran Terpadu ………………
48
e. Langkah-langkah Pembelajaran Terpadu ………….
49
f. Implementasi Model Pembelajaran Terpadu dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ……….
50
g. Penerapan Model Pembelajaran Terpadu dalam Menulis Cerpen ………………………………….
xi
51
3. Hakikat Penilaian Berbasis Kelas a. Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia …………………………………………
52
b. Konsep Dasar dan Pengertian Penilaian Berbasis Kelas …………………………………………….
53
c. Tujuan Penilaian dan Manfaat Penilaian Berbasis Kelas …………………………………………….
56
d. Prinsip-prinsip Penilaian Berbasis Kelas …………………………………………….
58
4. Penerapan Model Pembelajaran Terpadu dan dan Penilaian Berbasis Kelas dalam Pembelajaran Menulis Cerpen 1. Organisasi Pembelajaran ………………………….
60
2. Pemilihan Metode, Teknik dan Media ……………
62
3. Evaluasi Pembelajaran ……………………………
64
B. Penelitian yang Relevan ………………………………….
66
C. Kerangka Berpikir ………………………………………..
67
D. Hipotesis ………………………………………………….
70
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………
71
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ………………………… ..
73
C. Subjek Penelitian …………………………………………
74
D. Sumber Data Penelitian …………………………………..
74
E. Teknik Pengumpulan Data ………………………………
74
F. Teknik Validasi Data …………………………………….
76
xii
G. Teknik Analisis Data …………………………………….
76
H. Prosedur Penelitian ………………………………………
77
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kondisi Awal …………………………………
82
B. Pelaksanaan Penelitian 1. Deskripsi Siklus I ……………………………………
97
2. Deskripsi Siklus II …………………………………..
118
3. Deskripsi Siklus III …………………………………
142
C. Pembahasan Tiap Siklus 1. Pembahasan Kondisi Awal …………………………
162
2. Pembahasan Tiap Siklus a. Siklus I …………………………………………
165
b. Siklus II ………………………………………..
167
c. Siklus III ……………………………………….
169
D. Hasil Penelitian 1. Kualitas Proses Pembelajaran ……………………
168
2. Kemampuan Menulis Cerpen …………………….
176
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan ………………………………………………...
179
B. Implikasi …………………………………………………
181
C. Saran ……………………………………………………..
185
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………
187
LAMPIRAN ………………………………………………………..
190
xiii
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1. Jadwal Kegiatan Penelitian ……………………………..
72
2. Hasil pengamatan Aktivitas Siswa Kelas IX A Saat Survei Awal ………………………………………………
88
3. Nilai kemampuan menulis Cerpen Siswa kelas IX A Pada Survei Awal ……………………………………………………..
95
4. Distribusi Frekuensi Data Bergolong Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas IX A ………………………
95
5. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa pada Siklus I ……….
108
6. Nilai Kemampuan menulis Cerpen kelas IX A pada Siklus I …..
113
7. Tabel Distribusi Frekuensi Data Bergolong Nilai kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas IX pada Siklus I ………………...
114
8. Kualitas Proses belajar Mengajar Siswa kelas IX A pada Siklus II ……………………………………………………
131
9. Nilai kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas IX A pada Siklus II .. 136 10. Tabel Distribusi Frekuensi Data Bergolong Nilai Kemampuan Kemampuan menulis cerpen Siswa kelas IX A pada Siklus II ……
137
11. Kualitas Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas IX A pada Siklus III … 153 12. Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas IX A Siklus III …
157
13. Tabel Distribusi Frekuensi Data Bergolong Nilai Kemampuan Menulis Cerpen pada Siklus III …………………………………………… xiv
157
14. Hasil Observasi Kualitas Pembelajaran dari Segi Siswa …………
169
15. Hasil Observasi Rata-rata Aktivitas Guru ………………………
174
16. Skor Aktivitas Siswa dan Guru Sebelum dan Sesudah Menerapkan Model Pembelajaran Terpadu dan PBK ………………………… 17. Hasil Kemampuan Menulis Cerpen pada Siklus I, II, dan III …..
xv
175 176
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Alur Kerangka Berpikir ……………………………..
69
2. Gedung MTs Negeri Nguntoronadi …………………
71
3. Alur Penelitian Tindakan Kelas ……………………..
78
4. Penataan Ruang kelas IX A saat Survei Awal ………
83
5. Proses Belajar Mengajar Saat Survei Awal ………….
85
6. Aktivitas Menulis Cerpen Siswa Saat Survei Awal …
87
7. Salah Satu Siswa Membaca Cerpen, Siswa yang lain Menyimak . 105 8. Grafik Histogram Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Siklus I …
115
9. Grafik Histogram Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Siklus II …. 139 10. Siswa-siswa Antusias Menulis Cerpen ,Guru Memantau ………… 151 11. Grafik Histogram Nilai kemampuan Menulis Cerpen Siklus III …. 159 12. Grafik Histogram Rata-rata Aktivitas Siswa dari Siklus I Sampai Siklus III ……………………………………………….
xvi
173
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1. Silabus ……………………………………………………
190
2. RPP PraTindakan…………………………………………
193
3. Rekapitulasi Hasil pengamatan Proses Belajar Siswa Survei Awal ……………………………………………...
198
4. Lembar Penilaian RPP Prasiklus ……………………….
199
5. Lembar Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran Prasiklus …
209
6. Lembar Penilaian Keterampilan Pelaksanaan Hubungan Pribadi Prasiklus …………………………………………
216
7. Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah Prasiklus ……
217
8. Hasil Wawancara dengan Guru Kelas IX A Prasiklus ….
218
9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ……………
216
10. Panduan Topik Kompetensi Dasar ……………………...
223
11. Instrumen Tes Kemampuan Menulis Cerpen ……………
225
12. Rekapitulasi Hasil pengamatan Proses Belajar Siswa Siklus I ………………………………………………….
226
13. Lembar Penilaian RPP Siklus I …………………………..
227
14. Lembar Penilaian PBM Siklus I …………………………
230
15. Lembar Penilaian Keterampilan Pelaksanaan Hubungan Pribadi Siklus I ………………………………………….
23
16. Hasil Wawancara dengan Guru Kelas IX A Siklus I ……
245
17. Catatan Lapangan Siklus I ………………………………
248
18. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II …………..
243
xvii
19. Instrumen Tes Kemampuan Menulis Cerpen Siklus II ……
254
20. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Proses Belajar Siswa Siklus II …………………………………………………….
251
21. Lembar Penilaian RPP Siklus II ……………………………
252
22. Lembar Penilaian PBM Siklus II …………………………...
256
23. Lembar Penilaian keterampilan Pelaksanaan Hubungan Pribadi Siklus II …………………………………………….
260
24. Catatan Lapangan Pelaksanaan Siklus II …………………..
263
25. Rencana Pelaksaan Pembelajaran Siklus III ……………….
272
26. Instrumen Tes kemampuan Menulis Cerpen Siklus III ……
274
27. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Proses Belajar Siswa Siklus III …………………………………………………..
275
28. Lembar Penilaian Pelaksanaan PBM Siklus III …………..
284
29. Lembar Penilaian Pelaksanaan Hubungan Pribadi Siklus III .. 282 30. Catatan Lapangan Siklus III ………………………………..
285
31. Rubrik Penilaian Kemampuan Menulis Cerpen ……………. 294 32. Rekapitulasi Nilai Kemampuan Menulis Cerpen …………… 295 33. Lembar Pengamatan Siswa Selama PBM …………………… 296 34. Foto Kegiatan Penelitian …………………………………….. 298 35. Hasil Karya Siswa Berupa Tulisan Cerpen …………………. 302
xviii
Gb. 13. Penulis sedang berwawancara dengan guru bahasa Indonesia Kelas IX A
Gb. 14. Aktivitas siswa ketika menyampaikan hasil diskusi kelompok
.
Gb. 15 Aktivitas penulis sedang melakukan wawancara dengan kepala sekolah
Gb. 16 Aktivitas siswa ketika sedang berdiskusi
Gambar 17 Arsip Portofolio Siswa
Gambar 18 Loker Tempat Portofolio siswa
Gambar 19 Kumpulan Cerpen Siswa dari Media Massa Secara Kelompok
1
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu faktor yang menentukan kualitas pendidikan dan pengajaran di suatu sekolah adalah hasil belajar. Keberhasilan kualitas dan pengajaran pendidikan formal secara umum dapat diindikasikan apabila kegiatan belajar mampu membentuk pola tingkah laku peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan, serta dapat dievaluasi melalui pengukuran dengan menggunakan tes dan nontes. Proses pembelajaran akan efektif apabila dilakukan melalui persiapan yang cukup dan terencana dengan baik. Hal itu perlu dilakukan untuk menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat di era globalisasi sekarang ini. Untk dapat bersaing dalam kancah persaingan global, suatu bangsa harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Berdasarkan alasan tersebut, maka sekolah/ madrasah merasa perlu untuk melakukan inovasi pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diimplementasikan dalam bentuk inovasi kegiatan pembelajaran dan penilaian. Inovasi pembelajaran dan penilaian yang dilakukan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas pendidikan dan pengajaran di suatu sekolah yang berujud hasil belajar. Hasil belajar atau keberhasilan proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh proses belajar mengajar. Hasil belajar yang sudah dicapai suatu sekolah, tinggirendahnya atau baik-buruknya sangat bergantung pada proses belajar, yakni 1
2
pengalaman belajar apa saja dan proses penilaian yang dilakukan. Proses belajarmengajar dan penilaian yang berlangsung dengan baik dan berkualitas, dengan sendirinya akan mencetak hasil belajar yang baik; sebaliknya proses belajar-mengajar dan penilaian yang berjalan tidak baik akan menghasilkan hasil belajar yang tidak baik pula. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam peningkatan kualitas pendidikan dimaksud adalah proses pembelajaran yang selama ini dilakukan, yaitu kurangnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Masih banyak guru dalam proses pembelajaran, pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered learning) dan belum pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning). Proses pembelajaran yang mengidolakan penerapan metode ceramah, dengan alasan kepraktisan dan efisien pada kenyataannya hanya sebatas penyampaian konsep-konsep verbal, pengertian, dan teori-teori saja. Penerapan metode ceramah dalam pengajaran menghasilkan pembelajaran dengan karakteristik sebagai berikut: guru sangat dominan di dalam kelas sedangkan siswa dianggap sebagai pihak yang tidak tahu apa-apa. Oleh karena itu, siswa hanya menerima apa yang diberikan guru tanpa mengetahui bagaimana memperoleh hal itu. Hal yang demikian mengakibatkan situasi kelas menjadi pasif. Kondisi yang demikian apabila dibiarkan akan mereduksi potensi siswa, kreativitas siswa, serta meniadakan pengalaman belajar, keterampilan
3
belajar dan keterampilan akademis atau bahkan keterampilan hidup yang sebenarnya menjadi ujung tombak implementasi KBK. Proses pembelajaran bahasa Indonesia, seharusnya menggunakan cara-cara pembelajaran untuk mampu menguasai keterampilan berbahasa (language arts, language skills) seperti yang tercantum dalam kurikulum di sekolah yang mencakup empat segi, yaitu: keterampilan menyimak/ mendengarkan; keterampilan berbicara; keterampilan membaca, keterampilan menulis (Tarigan, 2008:1). Keempat aspek keterampilan berbahasa inilah yang merupakan tujuan pengajaran bahasa Indonesia. Tujuan pengajaran bahasa Indonesia, tidaklah penguasaan teori kebahasaan tetapi terampil berbahasa yang mencakup empat aspek tersebut. Aktif dan pasifnya proses pembelajaran banyak ditentukan seberapa jauh peran guru dalam mengelola kelas dan melaksanakan proses penilaian. Aktif dan pasifnya siswa sangat bergantung antara lain pada pendekatan atau metode mengajar yang digunakan. Pendekatan atau metode mengajar yang digunakan akan mempengaruhi terhadap cara penyampaian materi pelajaran. Demikian juga halnya dengan penilaian yang digunakan oleh guru untuk mengukur keberhasilan siswa juga sangat menentukan terhadap proses pembelajaran yang dilakukan. Di samping itu, penerapan metode dan model penilaian yang dilakukan guru menentukan corak pembelajaran yang dihayati siswa. Siswa akan lebih menghayati model pembelajaran guru yang kreatif, inovatif, menarik, dan menantang siswa untuk menemukan sesuatu yang baru dan menyenangkan.
4
Potret pembelajaran sastra yang demikian dan proses penilaian yang tidak menyeluruh seperti uraian di atas menarik untuk diterapkan penggunaan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas. Pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas digunakan untuk mengoptimalkan kualitas pembelajaran sastra di SMP/MTs. Model pembelajaran terpadu dan penerapan penilaian berbasis kelas tersebut diharapkan bisa mengatasi proses pembelajaran dan pencapaian kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Pembelajaran sastra khususnya pada kompetensi dasar menulis cerpen dengan menerapkan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas diharapkan dapat membangkitkan motivasi siswa dalam menulis cerpen. Digunakan model pembelajaran terpadu karena model tersebut menerapkan empat keterampilan berbahasa secara menyatu dan bersama-sama dalam satu kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi disebutkan tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk siswa Kelas IX khususnya untuk semester satu yang berbunyi sebagai berikut: “Salah satu standar kompetensi untuk siswa kelas IX semester satu, khususnya aspek menulis adalah mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam bentuk cerita pendek. Kompetensi dasarnya adalah menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami”.
5
Handayani (2008: 325) mengungkapkan bahwa hasil pembelajaran bahasa Indonesia khususnya untuk keterampilan menulis sekarang ini masih rendah. Kekurangberhasilan pembelajaran menulis tersebut disebabkan banyak faktor, khususnya yang menyangkut siswa dan guru. Penemuan sebab-sebab merupakan langkah awal yang perlu ditemukan setelah ditemukan penyebabnya, dicari solusinya sehingga siswa mencapai hasil belajar sesuai harapan. Pencapaian kompetensi dasar pada aspek menulis siswa kelas IX A masih rendah. Hal tersebut bisa dilihat dari rerata yang dicapai siswa masih di bawah KKM. Pada penelitian ini, siswa yang diteliti adalah siswa kelas IX A. Nilai rerata yang diperoleh siswa dengan kompetensi dasar masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ideal yaitu 75. Hal tersebut mencerminkan bahwa kompetensi dasar yang terkait dengan aspek menulis, khususnya menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami masih rendah. Hal tersebut dapat diketahui dari kondisi awal yang berasal dari hasil wawancara dengan guru bahasa Indonesia kelas IX A dan observasi. Proses pembelajaran yang dilakukan guru masih konvensional. Guru dalam proses pembelajaran menggunakan metode ceramah, tanpa menggunakan media pembelajaran. Guru hanya menunjukkan contoh-contoh yang bersumber dari LKS dan buku paket. Guru belum menyentuh potensi yang terdapat pada diri siswa agar bisa menulis cerpen dengan menggunakan kemampuan yang dipunyai siswa dengan memanfatkan berbagai sumber yang bisa mengasah kemampuan siswa. Kondisi
6
belajar yang demikian menyebabkan siswa tidak tertantang untuk dapat menghasilkan tulisan cerpen seperti yang diharapkan. Pencapaian kompetensi dasar belum dapat memotivasi peserta didik untuk lebih berprestasi, meraih tingkat dan level setinggitingginya sesuai dengan potensi peserta didik. Untuk itulah proses pembelajaran yang masih bersifat konvensional perlu diubah dengan pembelajaran yang inovatif. Jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, pendekatan terpadu jika diterapkan di dalam pembelajaran akan lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam belajar, membuat siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan pembuatan keputusan. Pendekatan ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh John Dewey dengan konsep Learning by Doing. Andayani (2009:44) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran
bahasa
Indonesia berdasarkan pendekatan terpadu ialah agar siswa menguasai kemahiran berbahasa Indonesia secara terpadu, dan agar dapat memenuhi tuntutan kebutuhan kemampuan berbahasa siswa di masyarakat yang bersifat alamiah dan terpadu. Pembelajaran sastra dengan menerapkan strategi pembelajaran terpadu diharapkan dapat membangkitkan motivasi siswa dalam menulis cerpen. Digunakan strategi pembelajaran terpadu karena metode tersebut menerapkan empat keterampilan berbahasa secara menyatu dan bersama-sama dalam satu kegiatan belajar mengajar di kelas. Penerapan empat keterampilan berbahasa yang dilaksanakan secara terpadu di dalam kelas merupakan cara yang paling efektif untuk dapat meningkatkan kemampuan penguasaan keterampilan berbahasa siswa.
7
Pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan terpadu, keberhasilannya juga sangat ditentukan oleh penilaian yang dilakukan. Penilaian yang dipilih dan digunakan harus memperhatikan hal-hal yang meliputi: dapat mengukur secara langsung kemahiran berbahasa siswa, dapat mendorong siswa untuk secara aktif berlatih berbahasa Indonesia dan bertolak dari wacana. Penilaian yang dilakukan daharapkan dapat mengukur secara langsung kemahiran berbahasa siswa secara menyeluruh dan terpadu. Penilaian yang dapat mengukur kemahiran secara menyeluruh adalah penilaian berbasis kelas. Penilaian ini dilakukan secara terusmenerus, selama proses pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Dengan demikian, kegiatan penilaian bukanlah merupakan kegiatan yang terpisah dari pembelajaran. Penelitian yang fokus pada peningkatan kemampuan menulis cerpen, didasarkan pada alasan bahwa siswa-siswa kelas IX A di MTs Negeri Nguntoronadi belum mampu menulis cerpen. Proses kreatif menulis cerpen siswa dalam menuangkan ide, gagasan dan emosi jiwa secara imajinatif belum terasah. Siswa hanya sekadar menulis cerpen belum bisa menghasilkan cerpen yang enak untuk dibaca dan bisa menyentuh pembaca. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa menulis cerpen di kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi dengan penerapan strategi pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas karena dengan pendekatan terpadu dan penilaian berbasis kelas tersebut pembelajaran menulis cerpen akan lebih
8
menarik dan tidak menjemukan siswa. Dengan penerapan strategi pembelajaran terpadu proses pembelajaran tidak akan terlepas dari organisasi pembelajaran, pemilihan metode, teknik, dan media, serta evaluasi pembelajaran yang dilaksanakan secara terencana dan terpadu dalam proses pembelajaran. Penilaian berbasis kelas diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa melalui upaya pemahaman akan kekuatan dan kelemahan guru maupun siswa. Penilaian tidak semata-mata memberikan angka sebagai hasil proses pengukuran tetapi memberikan arti akan nilai yang dicapai siswa. Pada tahap refleksi, guru dapat memotivasi siswa untuk perbaikan proses pembelajaran selanjutnya. Berdasarkan faktor-faktor penyebab rendahnya keterampilan menulis, khususnya menulis cerpen siswa kelas IX A tersebut, penelitian ini akan memfokuskan pada peningkatan kemampuan menulis cerpen. Alasan yang lebih mendasar adanya kenyataan bahwa siswa-siswa kelas IX A di MTsN Nguntoronadi belum mampu menulis cerpen dengan baik. Ketika menulis cerpen ide siswa macet sebelum cerpen tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
9
1. Apakah penerapan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis cerpen bagi siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi tahun ajaran 2012/ 2013? 2. Apakah penerapan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi tahun ajaran 2012/ 2013?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis cerpen bagi siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi, dengan menerapkan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas. 2. Meningkatkan kemampuan siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi dalam menulis cerpen melalui model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis, hasil penelitian ini dimanfaatkan sebagai bahan masukan/informasi untuk memperdalam pemahaman dan wawasan teori tentang
10
langkah-langkah penggunaan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP/MTs, khususnya menulis cerpen. Dengan penggunaan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas tersebut diharapkan hambatan dalam penggunaan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas dapat diatasi. Hambatan-hambatan yang dimaksud adalah hambatan yang berasal dari guru maupun yang berasal dari murid. Penggunaan metode dan cara mengajar guru yang tidak kreatif dan inovatif akan mengakibatkan proses pembelajaran menjemukan dan tidak bisa memotivasi siswa untuk belajar lebih baik lagi. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak khususnya yang terkait dalam bidang pendidikan dan pembelajaran. Pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut. a. Manfaat bagi Siswa 1. Siswa akan lebih saksama dalam mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya tentang menulis cerpen. 2. Siswa akan semakin bersemangat dalam belajar, melalui strategi pembelajaran terpadu, karena mendorong siswa agar selalu aktif untuk mengikuti pembelajaran yang berasal dari materi yang bersifat nyata dan
11
alamiah. Artinya, materi pembelajaran itu berupa peristiwa berbahasa langsung atau fakta pemakaian bahasa. 3. Penguasaan keempat keterampilan berbahasa akan didapat siswa, karena keterampilan berbahasa menyimak, berbicara, membaca, dan menulis diberikan secara bersama-sama dalam setiap pembelajaran dan bervariasi antara siklus pertama sampai terakhir. 4. Siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, karena selama pembelajaran berlangsung siswa terlibat secara aktif dalam penilaian, baik menilai hasil karya sendiri maupun menilai hasil karya teman. 5. Minat
menulis
siswa
meningkat,
sehingga
siswa
akan
lebih
mengembangkan keterampilan menulis yang dimilikinya. 6. Hasil belajar lebih bermakna karena siswa lebih banyak melakukan praktek menulis dan menilai kelemahan atas tulisan-tulisannya. b. Manfaat bagi Guru 1. Guru mendapatkan pengetahuan yang lebih konkret mengenai penerapan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas dalam meningkatkan kemampuan menulis. 2. Guru dapat mengefektifkan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan bersastra siswa, khususnya kegiatan menulis cerpen dengan menerapkan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas.
12
BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Teori Pada Bab II ini akan dideskripsikan konsep-konsep atau teori-teori yang relevan dengan variabel yang diteliti,yaitu (1) teori yang berkaitan dengan hakikat kemampuan menulis cerpen meliputi a. pengertian kemampuan, b. pengertian menulis, c. tujuan menulis, d. bentuk tulisan, e. tahapan menulis, f. proses menulis cerpen, g. pengertian cerpen, h. menulis cerpen, dan i. cara memberi penilaian kemampuan menulis cerpen. Selain itu, dideskripsikan konsep-konsep atau teoriteori yang relevan dengan variabel tindakan yang diteliti, yaitu (2) teori yang berkaitan dengan hakikat model pembelajaran terpadu meliputi a. pengertian model pembelajaran, b. konsep dasar pembelajaran terpadu, c. berbagai model pembelajaran terpadu, d. karakteristik pembelajaran terpadu, e. langkah-langkah pembelajaran terpadu, f. implementasi model pembelajaran terpadu dalam pembelajaran bahasa Indonesia. (3) teori yang berkaitan dengan hakikat penilaian berbasis kelas meliputi a. penilaian dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, b. konsep dasar dan pengertian penilaian berbasis kelas, c. tujuan penilaian dan manfaat penilaian berbasis kelas, d. ciri-ciri dan prinsip penilaian
12
13
berbasis kelas. (3) Penerapan model pembelajaan terpadu dan penilaian berbasis kelas dalam pembelajaran menulis cerpen. 1. Hakikat Kemampuan Menulis Cerpen a. Pengertian Kemampuan Kridalaksana
(2008:117)
mengemukakan
Kemampuan
adalah
pengetahuan tentang bahasa yang bersifat abstrak dan bersifat tidak sadar. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat diketahui oleh orang lain setelah seseorang tersebut mengimplementasikan dalam aktivitas sehari-hari. Baik aktivitas yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan. Tugas yang menggunakan kemampuan yang
tinggi dibandingkan dengan tugas yang
berada di tingkat bawahnya. Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:707) kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita berusaha dengan diri sendiri. Chaplin (2000:1) mengungkapkan bahwa kemampuan diartikan sebagai kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan, tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan.
Kecakapan, ketangkasan, bakat,dan
kesanggupan tenaga memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktik. Kemampuan memegang peranan yang sangat penting bagi bekal hidup seseorang.
14
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disintesiskan bahwa kemampuan adalah kesanggupan intelektual dan kesanggupan fisik yang merupakan bawaan sejak lahir atau hasil latihan/ praktik dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakan. b. Pengertian Menulis Pengertian menulis adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca seperti yang dimaksud oleh pengarang. (Widyamartaya ,1990:9). Sementara itu, Nurgiyantoro (2010:423) mengemukakan, agar komunikassi lewat lambang tulis dapat seperti yang diharapkan, penulis haruslah menuangkan gagasannya ke dalam bahasa yang tepat, teratur, dan lengkap. Dengan demikian bahasa yang dipergunakan dalam menulis dapat menggambarkan suasana hati atau pikiran penulis. Sehingga dengan bahasa tulis seseorang akan dapat menuangkan isi hati dan pikiran. Menulis merupakan salah satu perwujudan terjadinya proses komunikasi. Proses komunikasi memegang peranan yang sangat penting. Proses komunikasi dalam menulis berlangsung melalui tiga media. Tarigan (2008:19) menyebutkan tiga media tersebut adalah a) visual (nonverbal), b) oral (lisan), dan c) written (tulis).
15
Pembahasan tentang media komunikasi sebagai referensi untuk melangkah ke pengertian menulis, Tarigan (2008:22) mengemukakan pengertian menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik tersebut. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan proses maksudnya lebih memfokuskan pada proses lahirnya tulisan. Contoh, latar belakang munculnya tulisan, sarana, dan komponen-komponen yang tersedia. Proses lahirnya tulisan mengacu bagaimana ide atau gagasan tesebut ditransformasikan menjadi bentuk tulisan. Tulisan tersebut diperbaiki kembali jika perlu ditulis ulang untuk mendapatkan hasil yang cukup memuaskan. Hal tersebut adalah penting dalam pendekatan proses. Para ahli, seperti Sommers dan Perl membedakan bahwa ada perbedaan mendasar antara penulis yang terampil dan penulis yang kurang terampil (Nunan cit, Satrio 2008). Bagi penulis yang kurang terampil, dapat melakukan aktivitas membaca sebagai referensi bagi tulisannya. Seperti yang dikemukakan Lorreta Kasper (1995: 45-53) The reading and writing activities help ESL, students first, to acquire information in a meaningful context and then, to that information through various forms of writing. Menurut Lorreta Kasper kegiatan membaca dan menulis membantu siswa untuk memperoleh
16
informasi dalam konteks yang bermakna, kemudian untuk mendapatkan informasi lebih lanjut melalui berbagai bentuk tulisan. Berpijak dari pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa menulis merupakan komunikasi tidak langsung yang berupa pemindahan pemikiran atau perasaan dengan memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata dengan menggunakan simbol-simbol sehingga dapat dibaca seperti apa yang diwakili dalam simbol tersebut. c. Tujuan Menulis Menulis merupakan salah satu aspek berbahasa. Setiap aspek berbahasa mempunyai tujuan. Demikian juga dengan aspek menulis. Sehubungan dengan tujuan menulis Tarigan (2008:24) menyatakan bahwa empat kategori tulisan bagi penulis yang belum berpengalaman yaitu (a) memberitahukan atau mengajar, (b) meyakinkan atau mendesak, (c) menghibur atau menyenangkan, dan (d) mengutarakan/ mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-rapi. D’Angelo (1980:20) mengatakan bahwa menulis memiliki berbagai tujuan. Pertama, dari segi penulis tujuan menulis untuk memberi tahu atau mengajar, meyakinkan, atau mendesak, menghibur atau menyenangkan , dan mengekspresikan perasaan atau emosi yang kuat. Kedua, dari segi pembaca tujuan menulis tidak hanya memilih satu pokok pembicaraan yang cocok,
17
tetapi juga harus menentukan pembacanya, pertimbangan usia, jenis kelamin, tempat tinggal, minat, budaya, agama, politik, dan sebagainya. Ketiga, dari segi waktu, tujuan menulis mencakup masalah keadaan yang melibatkan berlangsungnya suatu kegiatan tertentu, waktu, dan tempat. Kenneth Chastain (1976:364) mengemukakan, “The goal in writing is two. The immediate goal is at develop the student,s ability to write to the point at which written homework assignment can be written and handed in than by those that are to by learned”. Menurut Kenneth Chastain tujuan menulis ada dua, yang pertama mengembangkan kemampuan siswa dalam menulis untuk membuat tugas sekolah yang bisa dipakai untuk buku pegangan bagi siapa saja yang sedang belajar. Lie (2005:111) menyampaikan bahwa terdapat tujuh tujuan menulis sebagai berikut. Pertama, memberi (menjual) informasi artinya sebagian besar tulisan dihasilkan dengan tujuan memberi informasi, teristimewa bila hasil karya tulis tersebut diperjualbelikan. Kedua, mencerahkan jiwa artinya bacaan sudah menjadi salah satu kebutuhan manusia modern, sehingga karya tulis selain sebagai komoditi juga layak dipandang sebagai salah satu sarana pencerahan pikiran dan jiwa. Ketiga, mengabadikan sejarah artinya sejarah harus dituliskan agar abadi sampai ke generasi selanjutnya. Keempat, ekspresi diri artinya tulisan juga merupakan sarana mengespresikan diri, baik bagi perorangan maupun kelompok. Kelima, mengedepankan idealisme artinya
18
idealisme umumnya dituangkan dalam bentuk tertulis supaya memiliki daya sebar lebih cepat dan merata. Keenam, mengemukakan opini dan teori artinya buah pikiran pun hampir selalu diabadikan dalam bentuk tulisan. Ketujuh, ”menghibur” artinya baik temanya humor atau bukan, tulisan umumnya juga bersifat ”menghibur”. Bertolak dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa menulis bertujuan untuk mengekspresikan perasaan dan emosi , merangsang imajinasi dan daya pikir, memberi informasi kepada pembaca, meyakinkan pembaca, dan untuk memberikan hiburan serta melatih untuk terampil menulis kreatif. d. Bentuk Tulisan Sehubungan dengan bentuk atau cara penyajian suatu tulisan seperti yang dikemukakan oleh Slamet (2009:103) kenyataan masing-masing bentuk itu tidak selalu dapat berdiri sendiri. Misalnya, dalam sebuah karangan narasi mungkin saja terdapat bentuk deskripsi atau eksposisi. Dalam karangan eksposisi bisa saja terkandung bentuk deskripsi dan narasi. Penamaan ragam suatu karangan didasarkan atas corak yang paling dominan pada karangan tersebut. Sebelum praktik menulis, seorang penulis sebaiknya mengetahui teori bentuk-bentuk
tulisan
terlebih
dahulu.
Bekal
pengetahuan
tersebut
19
dipraktikkan dalam bentuk tulisan. Bagi penulis awal bekal pengetahuan tersebut
sangat
penting dimiliki.
Dengan
bekal
pengetahuan
akan
memudahkan bagi penulis pemula untuk menuangkan ide dan gagasannya ke dalam bentuk tulisan yang diinginkan. Slamet (2009:103) mengatakan bahwa bentuk-bentuk tulisan adalah seperti berikut ini. (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Deskripsi (pemerian) adalah ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya. Sasarannya adalah menciptakan atau memungkinkan terciptanya imajinasi (daya khayal) pembaca sehingga dia seolah-olah melihat, mengalami, dan merasakan sendiri apa yang dialami penulisnya. Narasi (penceritaan atau pengisahan) adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, urutan, langkah, atau rangkaian terjadinya sesuatu hal. Eksposisi (paparan) adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk menerangkan, menyampaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan pandangan pembacanya. Sasarannya adalah menginformasikan sesuatu tanpa ada maksud mempengaruhi pikiran, perasaan, dan sikap pembacanya. Fakta dan ilustrasi yang disampaikan penulis sekadar memperjelas apa yang disampaikan. Argumentasi (pembahasan atau pembuktian) adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya. Karena tujuan meyakinkan pendapat atau pemikiran pembaca, maka penulis akan menyajikan secara logis, kritis, dan sistematis bukti-bukti yang dapat memperkuat keobjektifan dan kebenaran yang disampaikannya sehingga dapat menghapus konflik dan keraguan pembaca terhadap pendapat penulis. Corak karangan seperti ini adalah hasil penilaian, pembelaan, dan timbangan buku. Persuasi adalah ragam wacana yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan
20
penulisnya. Berbeda dengan argumentasi yang pendekatannya bersifat rasional dan diarahkan untuk mencapai kebenaran, sedangkan persuasi lebih menggunakan pendekatan emosional. Persuasi juga menggunakan fakta. Hanya saja, dalam persuasi buktibukti itu digunakan seperlunya atau kadang-kadang dimanipulasi untuk menimbulkan kepercayaan pada diri pembaca bahwa apa yang disampaikan si penulis itu benar. Contohnya propaganda, iklan, selebaran, dan kampanye. Syarif et al (2010:7) mengemukakan bahwa eksposisi adalah biasa juga disebut pemaparan, yakni salah satu bentuk karangan yang berusaha menerangkan, menguraikan, atau menganalisis suatu pokok pikiran yang dapat memperluas pengetahuan dan pandangan seseorang. Penulis berusaha memaparkan kejadian atau masalah secara analisis dan terperinci memberikan interpretasi terhadap fakta yang dikemukakan. Dalam tulisan eksposisi, teramat dipentingkan informasi yang akurat dan lengkap. Eksposisi merupakan tulisan yang sering digunakan untuk menyampaikan uraian ilmiah, seperti makalah, skripsi, tesis, desertasi, atau artikel pada surat kabar atau majalah. Tulisan deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan katakata suatu benda, tempat, suasana, atau keadaan. Seorang penulis deskripsi mengharapkan pembacanya, melalui tulisannya, dapat ‘melihat’ apa yang dilihatnya, dapat ‘mendengar’ apa yang didengarnya, ‘merasakan’ apa yang dirasakannya, serta sampai kepada ‘kesimpulan’ yang sama dengannya Marahimin cit Elina Syarif et al (2010:7). Dari sini dapat disimpulkan bahwa
21
deskripsi merupakan hasil dari observasi melalui panca indera, yang disampaikan dengan kata-kata. Narasi atau kisahan merupakan corak tulisan yang bertujuan menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Paragraf narasi dimaksudkan untuk memberi tahu pembaca atau pendengar tentang apa yang telah diketahui atau apa yang dialami oleh penulisnya. Narasi lebih menekankan pada dimensi waktu dan adanya konflik ( Pusat Bahasa 2003:46). Argumentasi merupakan corak tulisan yang bertujuan membaktikan pendapat penulis, meyakinkan atau mempengaruhi pembaca agar menerima pendapatnya. Argumentasi berusaha meyakinkan pembaca. Cara meyakinkan pembaca itu dapat dilakukan dengan jalan menyajikan data, bukti, atau hasilhasil penalaran (Pusat Bahasa 2001: 45). Persuasi adalah karangan yang berisi paparan berdaya ajuk, ataupun berdaya himbau yang dapat membangkitkan ketergiuran pembaca untuk meyakini dan menuruti himbauan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis (Syarif et al. 2010:9). Dengan kata lain, persuasi berurusan dengan masalah mempengaruhi orang lain melalui bahasa. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dari segi bentuk atau cara penyajiannya,
22
tulisan disajikan secara narasi, eksposisi, argumentasi, persuasi, atau deskripsi. e. Tahapan Menulis Sebagai salah satu keterampilan berbahasa, menulis merupakan kegiatan yang paling kompleks. Kompleksitas menulis terdapat pada pengetahuan menulis, menyusun, dan mengorganisasikan tulisan serta menuangkan dalam ragam bahasa tulis. Hal tersebut senada dengan pendapat yang mengatakan bahwa menulis adalah kegiatan yang benar-benar sangat komplek dari sudut pandang kognisi. Pada level di atas kalimat misalnya, penulis harus mampu membentuk suatu teks yang koheren dan kohesi (Bell dan Burnaby 1984 cit, Nunan 1989:36). Adeline (2001:1) berpendapat, “Collaborative writing has been used in composition research and pedagogy in U.S. educational institutes since the 1970s. Collaborative writing encourages social interaction among writers and their peers through activities such as peer respons”. Menurut Adeline menulis kolaboratif telah digunakan dalam penelitian komposisi dan pedagogi di lembaga pendidikan Amerika Serikat sejak tahun 1970 an. Kegiatan ini mampu mendorong interaksi sosial di antara penulis dan teman-temannya melalui kegiatan peer response (tanggapan dari teman). Melalui kegiatan menulis berpasangan akan memberikan respon yang baik bagi siswa.
23
Suparno dan Yunus (2011: 15-25) mengemukakan tentang tahap-tahap menulis sebagai berikut. (1) Tahap prapenulisan, tahap ini merupakan fase persiapan menulis, seperti halnya pemanasan (waming up) bagi orang yang berolah raga. Pada fase prapenulisan ini terdapat aktivitas memi;ih topik, menetapkan tujuan dan sasaran, mengumpulkan bahan atau informasi yang diperlukan, serta mengorganisasikan ide atau gagasan dalam bentuk kerangka karangan. (2) Tahap penulisan, pada tahap ini tahap tahap yang sudah dipersiapkan dalam tahap prapenulisan dikembangkan butir demi butir, ide yang terdapat dalam karangan , dengan memanfaatkan bahan atau informasi yang telah dipilih dan dikumpulkan. (3) Tahap pascapenulisan, fase ini merupakan penghalusan dan penyempurnaan buram yang sudah dihasilkan. Kegiatannya terdiri atas penyuntingan dan perbaikan (revisi). Kegiatan ini bisa terjadi beberapa kali. Sabarti cit Syarif et al. (2010:11) mengungkapkan secara teoretis proses penulisan meliputi tiga tahap utama, yaitu prapenulisan, penulisan dan revisi. Ini tidak berarti bahwa kegiatan menulis dilakukan secara terpisahpisah. Agar kegiatan menulis dapat berlangsung secara efektif, efisien dan berhasil guna sesuai yang diharapkan, seorang penulis hendaknya memiliki bekal berupa pengetahuan tentang teknik-teknik atau cara-cara menulis sehingga harapan berupa tulisan yang baik dan berkualitas akan dapat terwujud dengan baik.
24
Bekal diantaranya berupa konsep bahwa tema atau topik berperan penting dalam sebuah tulisan karena menjiwai seluruh tulisan dan sebagai pedoman dalam menyusun tulisan. Selain tema atau topik yang menarik, penulis juga harus menguasaii sepenuhnya bahan-bahan yang berkaitan dengan topik tulisan. Penulis juga harus menentukan spesifik tulisannya agar tidak terlalu luas atau terlalu sempit. Pemilihan topik dapat dipengaruhi pengalaman pribadi, pengamatan, atau pendapat. Selain pemilihan topik yang menarik, penulis juga harus dapat mengorganisasikan pikirannya secara sistematis. Pengorganisasian pikiran tersebut akan membantu membuat tulisan lebih terarah dan terkontrol. Untuk maksud tersebut, penulis harus membuat kerangka tulisan terlebih dahulu yang nantinya akan berfungsi sebagai pedoman pokok dalam mengembangkan tulisan. Pengembangan tulisan tersebut caranya dengan mencatat semua ide, menyeleksi ide, dan menggeneralisasikan ide. Dalam praktiknya ketiga tahap penulisan itu tidak dapat dipisahkan secara jelas, melainkan sering bertumpang tindih. Pada saat membuat rencana, mungkin kita sudah mulai menulis, sedangkan pada waktu menulis, mungkin sudah sekaligus melaksanakan revisi. Biasanya tumpang tindih tersebut terjadi jika yang ditulis berupa karangan pendek berdasarkan sesuatu yang telah diketahui, misalnya jika mendapat tugas mendadak dari guru berupa mengarang di kelas.
25
Agar siswa dapat menulis dengan baik, dalam melaksanakan proses pembelajaran menulis guru perlu melakukan pendekatan proses. Hal ini seperti dikemukakan oleh Jiajing Gao (2007:4) “Teacher in the process writing classroom plan aktivies which help students understand that writing by its nature is aprocess, They also need to guide students through the writing process and help them develop effective writing strategies. Maksudnya guru dalam proses kegiatan menulis yang membantu siswa memahami bahwa menulis itu proses alamiah. Mereka juga butuh untuk membiasakan muridmuridnya menulis dan membantunya mengembangkan tulisan dengan strategi yang efektif. Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tahapan menulis merupakan langkah-langkah yang harus dilalui siswa untuk dapat menghasilkan tulisan dengan baik. Untuk dapat menghasilkan tulisan yang baik siswa perlu dilatih oleh guru salah satunya dengan melakukan pendekatan proses. Siswa dibiasakan secara alamiah untuk dapat menulis secara alamiah melalui proses latihan-latihan yang diberikan oleh guru. f. Proses Menulis Cerpen Pertama-tama siswa menentukan tema bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa. Tema adalah pokok pikiran yang menjadi dasar cerita Apa yang hendak kita sampaikan dalam cerita, itulah tema (Aksan, 2011:33).
26
Meskipun agak kabur perbedaannya, tema lebih luas daripada topik. Topik suatu karangan bisa saja misalnya tentang “konflik batin seseorang yang ditawari suap”. Temanya bisa saja “akal sehat mengalahkan keinginan untuk menerima suap”. Pada umumnya pengarang menyusun karangan setelah mempunyai tema. Kalau belum ada tema, sama saja seperti berjalan di tempat gelap, tak tahu arah dan tujuan. Untuk itulah sebelum menulis cerpen tema harus ditentukan terlebih dahulu. Tema tersebut dikembangkan menjadi kerangka cerpen. Kerangka yang disusun siswa mengacu urutan peristiwa. Siswa mulai menyusun cerpen bertolak dari kerangka yang disusun. Sebagai sebuah cerita tentu ada persoalan yang diceritakkan. Persoalan yang diceritakan yang ingin diungkapakan penulis disebut tema. Peristiwa-pristiwa yang sudah ditulis dalam bentuk kerangka dikembangkan oleh penulis cerpen. Berapa banyak peristiwa itu? Bagaimana hubungan peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain dijalin oleh
penulis? Membentuk peristiwa yang terjadi,
menghubungkan antarperistiwa tersebut dinamakan plot atau alur. Sebagai suatu peristiwa tentu ada yang berperan, siapa yang berperan atau tokoh yang diceritakan siswa. Masalah peran atau tokoh dalam peristiwaperistiwa dinamakan pelaku atau tokoh. Setiap tokoh dalam peristiwa cerita
27
mempunyai karakter atau watak yang berbeda-beda. Watak pelaku dilukiskan dengan dua cara yaitu secara langsung atau analitik dan secara tidak langsung atau secara dramatik. Secara langsung adalah cara penguraian watak secara langsung oleh penulis, baik sifatnya, sikapnya, dan wataknya. Secara tidak langsung atau secara dramatik adalah cara penguaraian watak melalui dalog antartokoh. Dengan dialog antartokoh dapat diketahui karakter tokoh. Sehubungan dengan cara melukiskan watak ( karakter) pelaku dalam cerita pendek, Waluyo (1990:219) menyebutkan lazimnya melalui 7 cara yaitu: Pengarang mungkin memilih salah satu cara, namun mungkin juga menggabungkan berbagai cara sekaligus. Cara-cara tersebut, adalah: a. Physical description, yakni melukiskan bentuk fisik pelaku. b. Portrayal of thought stream or of cincious thought, artinya melukiskan jalan pikiran pelaku-pelaku atau yang melintas dalam pikiran pelaku itu. c. Reaction to event, artinya meninjau bagaimana reaksi tokoh itu menghadapai suatu kejadian. d. Direct author analysis, artinya pengarang secara langsung menganalisis watak pelaku. e. Discussion of environment, artinya pengarang melukiskan keadaan sekitar pelaku. Remaja yang berpikiran mutakhir misalnya, kamarna penuh dengan gambar penyanyi rock dan petinju kelas dunia. Juga dapat diketahui jorok tidaknya pelaku itu, setelah membaca gambaran kamarnya. f. Reaction of other to character, artinya bagaimana pandangan pelaku-pelaku lain terhadap persebut dan sebaliknya. g. Conversation of other about character, artinya bagaimana perbincangan tokoh-tokoh lain terhadap peran tersebut. Selain pelukisan watak, unsur pembangun cerpen juga ditentukan oleh suspense and foreshadowing, immediacy and atmosphere, point of view, and limited focus and unity. Berkaitan dengan suspense and foreshadowing,
28
Waluyo (1990: 221) mendefinisikan suatu cerita harus terdapat ketegangan dan pembayangan. Pembaca saat melakukan aktivitas membaca cerpen hendaknya selalu berdebar-debar disertai pertanyaan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dengan demikian, dalam menyusun hendaknya tidak ditampilkan permasalahan-permasahan di awal cerita. Penyajian permasalahan secara sedikit demi sedikit dapat membawa pembaca ke alam cerita tersebut. Proses penyusunan cerpen memerlukan immediately and atmosphere berarti segala kejadian yang dialami. Suatu kejadian yang dialami sudah terbayang di muka atau sebelum kejadian terjadi. Point of view merupakan sudut pandang pengarang menyajikan ceritanya. Apakah sudut pandang orang I, orang III atau kedua-duanya tampil secara bersamaan. Tentang macam sudut pandang, Herman J. waluyo (1990: 222) memaparkan sebagai berikut. Ada 3 macam cara penceritaan. Ketiganya adalah (a) Dari sudut pandang orang pertama, bersifat”akuan”. Dalam cerita seakan-akan sipengarang yang bercerita tentang dirinya. Hal ini terlihat dari pemakaian kata saya, atau aku dalam uraian ceritanya. (b) Dari sudut pandang orang ketiga. Dalam cerita pengarang sakanakan mengamati tingkah laku, perbuatan orang ketiga dalam ceritanya. Ia sebagai seorang pengamat (observer) tetapi ia juga ikut hidup dalam jiwa pelakunya. Biasanya dalam cerita seperti ini pemakaian kata dia selalu terlihat. Dengan kata lain bersifat “diaan” (c) Campuran dari keduanya. Proses menulis cerpen harus memperhatikan limited focus an unity. Waluyo (1990: 223) mendefinisikan limited focus an unity adalah pembatasan fokus pembicaraan pada tokoh sentral, tokoh-tokoh lain hanya disinggung
29
saja. Pembatasan fokus pembicaraan dimaksudkan mengajak pembaca berpikir fokus pada tokoh sentral. g. Pengertian Cerpen Cerpen sebagai salah satu jenis genre sastra fiksi sangat menarik untuk ditulis dan dipelajari. Cerpen tergolong cerita rekaan. Waluyo (2001:1) mengatakan bahwa istilah rekaan terdapat kata ‘cerita’ dan ‘rekaan’ sebenarnya semua cerita mestinya adalah fiksi. Namun akhir-akhir ini banyak juga cerita yang bukan fiksi karena perkataan cerita itu berubah makna meluas yakni mengisahkan juga yang bukan fiksi sehingga timbul cerita yang bukan nonfiksi. Baik cerita fiksi maupun nonfiksi termasuk jenis prosa. Prosa ini pun sering juga diklasifikasikan menjadi prosa fiksi (prose fiction) dan prosa nonfiksi (prose nonfiction). Kata fiksi berarti bahwa cerita itu merupakan hasil khayalan atau hasil imajinasi dan bukan cerita yang nyata terjadi. Thahar (2008:9) mengemukakan sesuai dengan namanya, cerpen tentulah pendek. Jika dibaca, biasanya jalannya peristiwa dalam cerpen lebih padat. Sementara latar maupun kilas baliknya disinggung sambil lalu saja. Di dalam cerpen hanya ditemukan sebuah peristiwa yang didukung oleh peristiwa-peristiwa kecil. Jassin mengatakan bahwa yang disebut cerpen harus memiliki bagian perkenalan, pertikaian dan penyelesaian. Sedangakn menurut The Liang Gie dan Widyamartaya (dalam Kamus Seni Mengarang 1983:56) mengatakan
30
bahwa cerpen adalah cerita khayal yang berbentuk prosa yang pendek, biasanya di bawah 10.000 kata, bertujuan menghasilkan kesaan kuat dan mengandung unsure-unsur drama. Oleh sebab itu, alurnya pun disebut konflik dramatik. Hamid cit Rampan (1995:10) mengatakan bahwa yang disebut cerpen itu harus dilihat dari kualitas atau banyaknya perkataan yang dipakai, antara 500 sampai 20.000 ribu kata, adanya plot, adanya satu watak, dan adanya satu kesan. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa cepen adalah salah satu bentuk karya sastra prosa, hasil karya seni pengarang yang bersifat serba pendek, baik waktu membacanya, peristiwa yang diungkapkan singkat, informasi, ide, yang diungkapkan terbatas, tahapan cerita minimal mengandung perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian sehingga dapat dibaca dengan durasi satu kali duduk. h. Menulis Cerpen Aktivitas bersastra terutama menulis cerpen merupakan aktivitas mengangkat ajaran moral ke dalam bentuk karya sastra. Selain nilai moral juga sebagai penyedia tempat rekreatif. Nilai moral dan rekreatif diperoleh pembaca cerpen. Jiwa pembaca dapat berekreasi ke puncak penghayatan hidup maupun solusi problema hidup yang tepat. Menurut
Horace
cit
Nurgiyantoro
(2005:220)
sastra
adalah
mengemban fungsi dulce et utile, memberikan kenikmatan dan kemanfaatan.
31
Melalui pernyataan tersebut, tampak bahwa sastra bisa berfungsi untuk sarana rekreatif ataupun memberikan ajaran moral kepada manusia. Selain itu, dengan terlibatnya manusia ke dalam karya sastra dapat mewujudkan manusia memiliki nilai dan norma. Waluyo (2007:98) mengemukakan norma adalah kaidah yang dipakai untuk tolok ukur dalam menilai sesuatu. Cerpen adalah bagian dari karya sastra. Dengan terlibatnya manusia ke dalam cerpen maka terlibat aktif dalam hal nilai dan norma. Dengan nilai dan norma, manusia senantiasa mencari-cari nilai-nilai kebenaran. Agar dapat menulis cerpen dengan baik, berkualitas dan mengandung nilai moral maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut. 1) Bahan menulis cerpen Bahan menulis cerpen adalah tema. Tema adalah ide yang mendasari sebuah cerita. Secara umum, tema terbagi menjadi tiga (3) yaitu sebagai berikut. a) Estetis yaitu tema yang berisikan tentang keindahan, baik secara fisik maupun psikis, misalnya tema percintaan. Tema estetis ini cenderung mengarah pada pornografi dan kebanyakan melanggar norma.
32
b) Etis artinya tema yang berkaitan dengan idealisasi yang ada di suatu masyarakat, misalnya kepahlawanan. c) Religius yaitu tema yang berkaitan dengan Ketuhanan. 2) Bahasa dalam cerpen Bahasa yang digunakan dalam
karya sastra berupa cerpen,
menggunakan bahasa yang cenderung konotatif dan ambigu (bermakna lebih dari satu). Penggunaan bahasa yang ambigu menjadikan cerpen menjadi hidup, tidak kering, dan bersemi. 3) Psikologi, sosiologi, dan religi Guna menghasilkan ketajaman dalam menuls cerpen, sebaiknya membaca khasanah ilmu yang berkaitan dengan psikologi, supaya perwatakan tokoh-tokoh yang akan diciptakan dalam cerpen tersebut menjadi benar-benar hidup. Begitu juga dari segi sosial dan religi, upaya penggambaran sosal dan religi yang terdapat di dalam cerpen menjadi layak dan banyak diminati. 4) Beberapa cara menulis cerpen Ada berbagai cara menulis cerpen, mulai dari cara menulis pembuka, tokoh, alur, latar, dan penyelesaian. a) Cara menulis pembuka cerpen
33
Menulis pembukaan dalam cerpen, merupakan seni tersendiri. Pengetahuan penulis untuk menarik perhatian pembaca untuk masuk ke dunia imajinasi ditentukan oleh pembuka cerpen yang menarik. Cara menulis pembuka cerpen bisa melalui deskripsi orang, tempat ataupun suasana. Pelukisan pembuka cerpen yang baik akan menarik pembaca untuk menikmati cerpen yang didtulis. Seperti cuplikan cerpen karya penulis besar yang berjudul “Kebahagiaan” berikut ini. Tengah malam. Tiba-tiba Mitia Kuldaroff menyerbu rumah orang tuanya, dengan penampilan kusut namun gembira, dan lari seperti terbang dari kamar yang satu ke kamar yang lain. Ayah dan ibunya tengah bersiap hendak tidur; adik perempuannya di kasur baru saja menyelesaikan halamanhalaman akhir sebuah novel; dan dua adik laki-lakinya yang masih sekolah tengah terlelap ( Anton Chekov cit, Aksan 2011:59) b) Cara menulis tokoh yang hidup Menulis tokoh atau penokohan pada cerpen harus dilakukan dengan hati-hati. Tokoh ditentukan karakternya terlebih dahulu. Tokoh-tokoh yang dimunculkan harus yang sesuai dengan kenyataan, yakni antara lain dengan memunculkan gairah hidup tokoh yang berhubungan degan banyak hal di sekitarnya. Karakterisasi atau perwatakan merupakan gambaran tentang tokoh cerpen. Bisa tentang gambaran fisik (jenis kelamin, wajah, mata, rambut, pakaian, umur, pekerjaan, caranya berjalan, dsb), bisa juga gambaran
34
kejiwaan dan emosinya, perilaku kesedihan, dan kemarahan, Aksan (2011:34). “Perempuan itu, Mer namanya, belum lama datang. Tinggal di rumah seberang. Ia baru pindah seminggu yang lalu. Emang manis. Setidaknya di mata Tom: wajahnya telur ayam kampong: lonjong dan putih. Hidungnya lancip Dewi Supraba. Matanya tajam Srikandi. Katakanlah dia memang resultan istri? Istri Arjuna. Aha, perumpamaan yang jitu, pikir Tom”. Penggambaran perwatakan tokoh pada contoh cerpen di atas melalui narasi atau penceritaan. Penggambaran secara narasi atau penceritaan biasanya terdapat pada jenis cerpen klasik. Berbeda dengan penggamabara cerpen yang tergolong jenis cerpen-cerpen mutakhir, penggambara tokoh bisa masuk di bagian manapun; bisa di dalam narasi, bisa pula dalam dialog dan dapat terselip di semua paragraf. Nadanya agak datar. Tapi sorot matanya cemerlang. Rambutnya rapi. Lengan kemeja cokelat ia gulung hingga siku. Celana jins cokelat mudanya tampak masih tajam bekas seterika. Ketika berjalan melintas , makin tahu aku, yubuh Lyus memang tinggi. Aku, yang jadi andalan tim basket sekolah, hanya sebatas bawah telinganya. Atau, nak-anak sekarang memang tinggi daripada pendahulunya? Lyus duduk begitu saja, seperti biasanya. Kututup pintu, tapi tak kukunci. Papa dan mama tak lama lagi pasti pulang. Kutempati kursi semula, berhadapan dengan Lyus. Mukanya tertunduk. Tertunduk dalam. Aku semakin menahan rasa yang tiada menentu. Rasa yang aku sendiri tidak tahu. Antara kikuk, malu, berdebar bercampur aduk jadi satu.
35
Watak tokoh sudah tergambarkan pada alinea-alinea awal. Hal itu banyak dilakukan oleh penulis untuk memberikan gambaran secara konkrit terhadap karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Budi Darma adalah salah satu pengarang yang sangat kuat karakterisasinya. Buku-bukunya seperti Orang-orang Blomington, Olenka, Rafilus adalah buku-buku yang berhasil menggambarkan karakter tokohtokohnya secara kuat. Sosok Rafilus dalam salah satu buku karya Budi Darma tersebut berhasil digambarkan dengan kuat dan mudah diingat oleh pembaca sampai sekarang sebagai sosok lelaki yang sangat kuat sehingga dilukiskan kulitnya seperti tembaga dan seolah-olah akan terdengar bunyi seperti logam dipukul kalau kita memukul tubuh Rafilus. c) Cara menulis alur yang hidup Alur adalah rangkaian peristiwa yang terdapat dalam karya sastra. Alur dapat dibuat melalui jalinan waktu, maupun hubungan sebab-akibat. Alur secar garis besar terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian awal (perkenalan), tengah (konflik), dan akhir (penyelesaian). Ketiga hal trsebut adalah pilar utama yang selalu dihayati dalam setiap membuat cerpen. Penulisan alur yang hidup dapat menggambarkan cerita seperti kejadian yang sesungguhnya. Untuk itulah, sebagai seorang penulis cerpen harus mampu membuat rangkaian peristiwa secara baik.
36
Aksan (2011:34) mengungkapkan bahwa alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin sedemikian rupa sehingga menggerakkan jalan cerita, dari awal, tengah, hingga mencapai klimaks dan akhir cerita. Aksan juga mengungkapkan bahwa kesemua cara itu umumnya bisa dikelompokkan ke dalam dua cara. Pertama, cara kronologis, yakni merangkai peristiwa demi peristiwa dari awal sampai akhir berdasarkan urutan waktu. Kedua, cara flashback, yaitu menceritakan lagi peristiwa masa lalu di tengah-tengah cerita. Biasanya flashback dipakai kalau pengarang memerlukan latar belakang yang mendalam. d) Cara menulis latar Latar adalah sarana yang utama karena latarlah kemudian muncul konflik sehingga terciptalah alur (cerita). Oleh karena itu, pengetahuan latar melalui nila-nilai informative (informasi mengenai banyak tempat), emotif (menghayatinya), dan ekspresif (mengungkapkan kembali demi kepentingan cerita) sangatlah penting. Penulis cerita tidak akan dapat menulis kalau dalam imajinasinya tidak ada gambaran latar cerita. Baik yang bersifat geografis, budaya, atau yang sangat abstrak sekalipun. e) Cara menulis penyelesaian Cerpen-cerpen sekarang ini kebanyakan menggunakan penyelesaian yang menggantung. Sebenarnya, secara garis besar, penyelesaian itu ada tiga
37
jenis yaitu senang, sedih, dan menggantung. Permainan emosi dalam akhir cerpen tergantung pada kehendak penulis, atau tekanan teks yang sudah menggejala kuat selama proses menulisnya. Penyelesaian atau penutup cerpen merupakan bagian akhir dari suatu cerpen. Penutup biasanya berisi tentang pemecahan konflik atau pemecahan masalah. Misalnya, apakah penjahat itu akhirnya bertaubat, apakah dua orang yang berselisih akhirnya menemui tokoh agama, apakah anak yang terpisah dari orang tuanya akibat bencana alam akhirnya bertemu, apakah si jahat akhirnya tertembak, dan lain sebagainya. Kalimat akhir dari suatu tulisan cerita pendek biasanya berisi pesan-pesan yang mengesankan. i. Cara Memberi Penilaian Kemampuan Menulis Cerpen Kemampuan menulis cerpen merupakan aspek menulis. Adapun standar kompetensi dari kemampuan menulis cerpen tersebut adalah mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam cerita pendek. Kompetensi dasar adalah menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Peristiwa yang dialami siswa merupakan rangsang untuk bahan menulis cerpen yang dilakukan siswa. Jenis tulisan yang ditulis siswa ditentukan oleh guru yaitu tulisan berupa fiksi berwujud cerpen. Siswa diberi kebebasan guru untuk menentukan tema. Siswa diberi kebebasan menentukan judul sepanjang mencerminkan
38
tema yang dimaksud. Penyediaan tema yang bebas memberi kesempatan siswa untuk memilih tema yang menarik dan dikuasai siswa. Tema dikembangkan siswa sehingga menjadi cerpen yang menarik. Penilaian yang dilakukan terhadap tulisan siswa secara holistik artinya menyeluruh dari judul sampai akhir penulisan. Dimulai dari unsur ekstrinsik sampai unsur intrinsik. Dimulai ejaan sampai tata bahasa. (Machmoed, 1983:11) menyatakan bahwa penilaian yang bersifat holistik memang diperlukan. Akan tetapi, agar guru dapat menilai secara lebih objektif dan dapat memperoleh informasi yang lebih terinci tentang kemampuan siswa untuk keperluan diagnostik-edukatif, penilaian hendaknya sekaligus disertai dengan penilaian yang bersifat analitis. Menurut Machmoed (1983:11) penilaian dengan pendekatan analisis merinci karangan ke dalam aspek-aspek tertentu. Perincian karangan ke dalam aspek-aspek tersebut antara karangan yang satu dengan dengan yang lain dapat bebeda tergantung jenis karangan itu sendiri. Karangan dapat berbentuk fiksi dan nonfiksi. Karangan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah karangan fiksi berbentuk cerpen. Sehubungan dengan pengkategorian, Machmoed (1983:11) mengemukakan bahwa pengkategorian itu dapat bervariasi. Namun demikian, ada kategori-kategori pokok yang hendaknya meliputi: (1) kualitas dan ruang lingkup isi, (2) organisasi dan penyajian isi, (3) gaya dan bentuk
39
bahasa, (4) mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda baca, keapian tulisan, dan kebersihan, dan (5) respon afektif guru terhadap karya tulis. Penilaian yang dilakukan terhadap tulisan siswa secara holistik artinya menyeluruh dari judul sampai akhir penulisan. Tes yang digunakan untuk mengukur keterampilan siswa adalah tes subjektif. Tes ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan keterampilan menulis cerpen siswa. Aspek-aspek yang dinilai meliputi 1) penggunaan alur atau plot, 2) penggambaran tokoh dan penokohan, 3) pendeskripsian latar, 4) penggunaan gaya bahasa, 5) penggunaan sudut pandang dan, 6) kesesuaian tema dengan ceritanya. Dalam penilaian setiap aspeknya, ditentukan skor maksimum. Skor maksimum setiap aspek berbeda-beda tergantung pada peran pentingnya unsur-unsur tersebut pada sebuah cerpen. Penerapan model penilaian analisis terhadap hasil karya siswa berupa cerpen karya siswa dapat dilakukan dengan mempergunakan pembobotan untuk masing-masing kategori. Bobot yang diberikan setiap kategori tidaklah sama. Dengan alasan, pembobotan tidak sama tersebut mencerminkan pentingnya kategori atau unsur tersebut. Unsur yang dianggap mempunyai kepentingan yang pokok diberi bobot lebih tinggi daripada unsur yang yang tingkat kepentingannya lebih rendah. Dengan demikian, unsur yang lebih penting diberi bobot yang lebih tinggi. Skor maksimum untuk semua unsur adalah 100.
40
Aktivitas penilaian yang dilakukan guru dilakukan secara teliti sehingga dapat diketahui hal-hal yang belum dikuasai siswa. Beberapa hal yang belum dikuasai siswa dapat digunakan sebagai materi pembahasan pelajaran berikutnya. 2. Hakikat Model Pembelajaran Terpadu a. Pengertian Model Pembelajaran Trianto (2012:51) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial. Arends cit, Trianto (2012:51) mengungkapkan bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuantujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Joice cit, Trianto (2012:51) mengatakan bahwa “Each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives”. Maksud kutipan tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Joyce dan Weil cit, Trianto ( 2012:51) menyatakan bahwa : Models of teaching are really models of learning. As we help student acquire information, ideas, skills, value, ways of thinking and means of expressing
41
themselves, we are also teaching them how to learn”. Hal ini berarti bahwa model mengajar merupakan model belajar dengan model tersebut guru dapat membantu siswa untuk mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri. Selain itu, juga mengajarkan bagaimana bisa belajar dengan baik. Joyce dan Weil (2011:30) mengatakan bahwa suatu model pengajaran merupakan gambaran suatu lingkungan pembelajaran , yang juga meliputi perilaku guru saat model diterapkan. Model-model pembelajaran memiliki banyak kegunaan yang menjangkau segala bidang pendidikan, mulai dari materi perencanaan dan kurikulum hingga materi perancangan instruksional termasuk program-program multimedia. Kardi, S. dan Nur cit, Trianto (2012:52) mengemukakan bahwa model pembelajaran terpadu mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Joice cit, Trianto (2012:52) bahwa “Each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives”. Maksud dari kutipan tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
42
Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Arends cit, Triyanto (2012:53) menyeleksi enam macam model pengajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam mengajar, masingmasing adalah: presentasi, pengajaran langsung (direct instruction), pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah (problem base instruction), dan diskusi kelas. Dalam mengajarkan suatu konsep atau materi tertentu, tidak ada satu model pembelajaran yang lebih baik daripada model pembelajaran lainnya. Hal ini mengandung maksud untuk setiap model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang lebih cocok dan dapat dipadukan dengan model pembelajaran yang lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan, seperti materi pelajaran, jam pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, lingkungan belajar, dan fasilitas penunjang yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran
yang
ditetapkan
pembelajaran
tersebut
dapat
merupakan
tercapai.
bukti
melaksanakan proses pembelajaran itu sendiri.
Ketercapaian
keberhasilan
guru
tujuan dalam
43
b. Konsep Dasar Model Pembelajaran Terpadu Model pembelajaran terpadu kembali memperoleh proporsinya ketika diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan kemasan lain yang juga dikenal dengan nama model pembelajaran tematik. Collins dan Dixon (1991:7) menyatakan bahwa “Integrated learning is based on an inquiry approach with students involved in the planning, exploration and sharing if ideas. Students are often encouraged to work in cooperative groups and to reflect on their own learning”. Pembelajaran terpadu adalah didasarkan pada pendekatan inquiry dengan siswa termasuk dalam perencanaan, eksplorasi dan berbagai ide. Siswa sering dimotivasi/ didorong untuk bekerja kelompok dan menggambarkan pembelajaran mereka sendiri. Kurniawan (2011:48) berpendapat bahwa integrated model, yaitu suatu sistem pengorganisasian materi yang memadukan berbagai materi mata pelajaran ke dalam satu fokus perhatian. Batas-batas mata pelajaran sudah tidak tampak (terjadi fusi), karena yang diambil dari setiap mata pelajaran bukan strukturnya tapi substansi bahasannya yang diperlukan untuk membahas suatu topik. Kardi, S. dan Nur cit, Trianto (2012:52) mengatakan bahwa model pembelajaran terpadu mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap
44
kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Joice cit, Trianto (2012:52) bahwa “Each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives”. Maksud dari kutipan tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Menurut Joni cit, Trianto (2012:56) pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi topik/ tema menjadi pengendali di dalam kegiatan pembelajaran. Dengan berpartisipasi di dalam eksplorasi tema/ peristiwa tersebut siswa belajar sekaligus proses isi beberapa mata pelajaran secara serempak. Senada dengan pendapat di atas menurut Hadisubroto cit, Trianto (2012:56) mengemukakan bahwa pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar anak, maka pembelajaran menjadi lebih bermakna.
45
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang menyatukan berbagai aspek dalam satu keutuhan yang memerhatikan dan menyesuaikan pemberian konsep sesuai dengan tingkat perkembangan anak. c. Berbagai Model Pembelajaran Tepadu Berbagai model pembelajaran terpadu dalam tulisan ini diintisarikan dari”The Mindful School How to Integrate the Curricula” karya Robin Fogarty. Forgarty mengemukakan 10 (sepuluh) model pendekatan terpadu dalam pembelajaran, Yaitu: fragmented, connected, nested,sequenced, shared, webbed, threaded, integrated, immersed dan networked. Pertama, fragmented adalah organisasi kurikulum yang secara tegas memisahkan mata pelajaran sebagai entitas dirinya sendiri. Kedua, connected. Pada model ini, mata pelajaran masih terpisah, akan tetapi sudah ada upaya khusus untuk membuat hubungan secara eksplisit dalam mata pelajaran. Ketiga, nested model. Dalam organisasi kurikulum model tersarang (nested) in, yaitu integrasi multi target kemampuan yang inigin dicapai disajikan dalam satu topik yang ada pada satu mata pelajaran tertentu. Keempat, sequence model, yaitu upaya pengaturan dan pengurutan kembali materi yang memiliki ide yang sama dari dua mata pelajaran, di mana terjadi penyatuan materi dari satu materi pelajaran ke mata pelajaran lainnya. Kelima, shared model adalah
46
organisasi kurikulum dan pembelajaran yang melibatkan dua mata pelajaran. Keenam, webbed model atau jejaring tema (webbed) ini adalah pendekatan tematik dalam pengintegrasian mata pelajaran. Ketujuh, threaded model adalah pendekatan pengembangan kemampuan belajar berkelanjutan tentang kemampuan yang sangat mendasar melalui semua mata pelajaran. Kedelapan, integrated model, adalah pengorganisasian kurikulum yang menggunakan pendekatan interdisipliner, mencocokpadukan beberapa mata pelajaran dengan berlandaskan pada konsep dan topik yang saling tumpang tindih di antara keempat mata pelajaran tersebut. Kesembilan, immerse model adalah pengintegrasian yang dilakukan secara internal dan intrinsik oleh siswa secara personal dengan sedikit atau bahkan tanpa intervensi dari luar. Kesepuluh, networked model yaitu adanya proses penyaringan informasi yang dibutuhkan melalui lensa kaca mata keahlian dan permintaan. Terjadi pemasukan sumber infomasi yang berkelanjutan dari luar, yang menyediakan, memperluas, dan memperbaiki ide. Menurut Forgaty, kesepuluh model yang telah diteliti secara empiris tersebut dapat mengembangkan multiple intelligence pada siswa. Dikatakan demikian, karena kajiannya menghasilkan siswa yang observable dalam kemampuan-kemampuan yang terdiri atas: (1) logika matematika yang ditunjukkan dengan kemampuan siswa berpikir induktif dan deduktif berkenaan dengan angka yang abstrak hingga operasi hitung; (2) kecerdasan
47
visual-Spasial yang ditunjukkan pada kemampuan mengkhayalkan perasaan, penglihatan dan mampu menolak segala sesuatu yang negatif yang meliputi kemampuannya itu, untuk menciptakan perkembangan mental internalnya; (3) intelegensi kinesik, yang dipresentasikan dalam bentuk pergerakan phisik yang dihubungkan dengan dan perilaku menguasai badan, termasuk gerak motorik otak dan kemampuan mengendalikan isyarat terhadap gerak badannya; (4) inteligensi rithmik yang ditandai dengan pengenalan tentang pola suara dengan mempergunakan gaya suara yang mencakup berbagai kepekaan dan bunyi, keserasian bunyi dengan irama ke ritmik; (5) intelegensi interpersonal, yang ditandai dengan kemampuan berhubungan dengan orang lain dalam bentuk komunikasi; (6) intelegensi intrapersonal, yang dapat diobservasi dalam bentuk penguasaan
terhadap
mencerminkan
mengemukakan
dirinya
dalam
bentuk
diri sendiri,
dapat
pmikirannya,
metakognisi, dan menjalani kegiatan rohaniah; dan (7) intelegensi verbal, yaitu yang berhubungan dengan kata-kata dan bahasa, dalam bentuk kemampuan menulis dan berbicara yang dominan yang mendukung kemajuan pendidikan.
48
d. Karakteristik Pembelajaran Terpadu Menurut Depdikbud (1996:3), pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri, yaitu: holistik, bermakna, otentik, dan aktif. 1. Holistik Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Pada gilirannya nanti, hal ini akan membuat siswa menjadi lebih arif dan bijaksana di dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada di depan mereka. Siswa akan terbiasa dan tidak mengalami kesulitan ketika mereka menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupannya. 2. Bermakna Rujukan yang nyata dari segala konsep yang diperoleh, dan keterkaitannya
dengan
konsep-konsep
lainnya
akan
menambah
kebermaknaan konsep yang dipelajari. Selanjutnya hal ini akan mengakibatkan pembelajaran yang fungsional. Siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Masalah-masalah yang mereka hadapi baik yang berat maupun yang ringan dalam kehidupan dengan sendirinya akan mampu mereka hadapi. Hal tersebut dikarenakan mereka telah terbiasa
49
dapat menyelesaikan berbagai persoalan yang mereka hadapi ketika mereka mengikuiti proses pembelajaran. Kemampuan tersebut akan bermanfaat bagi kehidupan mereka. 3. Otentik Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung, Mereka memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekadar pemberitahuan dari guru. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi lebih otentik. 4. Aktif Pembelajaran
terpadu
menekankan
keaktifan
siswa
dalam
pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terus-menerus belajar. e. Langkah-langkah Pembelajaran Terpadu Prabowo cit, Trianto, (2012:63) Mengemukakan pada dasarnya langkah-langkah (sintak) pembelajaran terpadu mengikuti tahap-tahap yang dilalui dalam setiap model pembelajaran yang meliputi tiga tahap yaitu tahap
50
perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Berkaitan dengan itu maka sintak
model pembelajaran terpadu dapat direduksi
dari berbagai
model pembelajaran seperti model kooperatif (cooperative learning), maupun model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based instruction). Dengan demikian, sintaks pembelajaran terpadu dapat bersifat luwes dan fleksibel. Artinya, bahwa sintak dalam pembelajaran terpadu dapat diakomodasi dari berbagai model pembelajaran yang dikenal dengan istilah setting atau merekontruksi. Pembelajaran terpadu tidak terikat pada satu model pembelajaran melainkan dapat menggunakan berbagai model pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Menurut Hadisubroto cit, Trianto (2012:63) dalam merancang pembelajaran terpadu sedikitnya ada empat hal yang perlu di perhatikan sebagai berikut: (1) menentukan tujuan, (2) menentukan materi/media, (3) menyusun skenario KBM, (4) menentukan evaluasi. f. Implementasi Model Pembelajaran Terpadu dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Andayani (2009:72) mengemukakan bahwa implementasi model pembelajaran terpadu di dalam pembelajaran bahasa Indonesia, tidak berbeda dengan implementasi berbagai pendekatan lain, yaitu menyangkut sejumlah komponen yang diperlukan. Hanya saja penentuan komponen-komponen yang
51
diperlukan memiliki ciri khusus. Komponen-komponen tersebut meliputi: organisasi pembelajaran, pemilihan metode, teknik, dan media, serta evaluasi pembelajaran. Komponen-komponen tesebut diperlukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia agar tuntutan kebutuhan berbahasa siswa terpenuhi. Hal penting dalam model pembelajaran terpadu adalah efisiensi dan evektifitas pembelajaran dengan mempertimbangkan hakikat pelajaran bahasa Indonesia dalam hal ini pengajaran sastra sebagai karya seni dan fungsinya sebagai media komunikasi estetik. Teknik apresiasi sastra harus diarahkan kepada pengembangan imajinasi, keterlibatan kebudayaan, dan kehidupan. Pengembangan ini dilakukan melalui kegiatan membaca berpikir bebas (freedom reading, thinking activity) berdasarkan respon dan analisis (response and analysis) untuk mengembangkan faktor-faktor yang mampu menumbuhkan kecintaan dan penghargaan pada diri siswa terhadap karya sastra dan nilai-nilai yang dikandungnya (Gani, 1988:105). g. Penerapan Model Pembelajaran Terpadu dalam Menulis Cerpen Penerapan
model
pembelajaran
terpadu
untuk
meningkatkan
kemampuan menulis cerpen, dalam paktek pelaksanaannya tidak berbeda jauh dengan implementasi pendekatan terpadu dalam di dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada umumnya. Hanya saja penentuan komponenkomponen yang diperlukan memiliki ciri khusus. Komponen-komponen
52
tersebut meliputi; organisasi pembelajaran, pemilihan metode, teknik dan media, serta evaluasi pembelajaran (Hamalik, 2001: 46). 3. Hakikat Penilaian Berbasis Kelas a. Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Penilaian dalam kegiatan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah suatu kegiatan untuk mengetahui perkembangan, kemajuan, dan hasil belajar
siswa
selama
program
pendidikan.
Nurgiantoro
(2001:163)
mengungkapkan penilaian dalam kegiatan pembelajaran Bahasa dan Sastra harus disesuaikan dengan penekanan tujuan pembelajaran kebahasaan dan kesastraan yang hendak dicapai. Pengajaran bahasa Indonesia di sekolah meliputi keterampilan berbahasa yang berkaitan dengan tindak tutur berbahasa (performance), pengajaran tentang bahasa yang berkaitan dengan kompetensi linguistik dan kesusastraan. Penilaian dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah mempunyai peanan yang sangat penting untuk mengetahui tingkat ketercapaian proses pembelajaran yang dilakukan. Khusus untuk pembelajaran sastra seperti yang akan diungkapkan dalam penelitian ini, pembelajaran sastra dimaknai sebagai membelajarkan dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memeroleh berbagai pengalaman hidup, pengetahuan, kesadaran, dan hiburan yang menyenangkan lewat berbagai tes kesastraan. Nurgiantoro (2010:456) mengemukakan bahwa
53
tes yang dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak mereka belajar, mestinya berupa tagihan atau tugas untuk mengungkap dan mengekspresikan seberapa banyak peserta didik memeroleh hal-hal tersebut. Jika pembelajaran sastra berangkat dan lebih berpusat pada berbagai teks kesastaan, tes dan tugas yang dimaksudkan untuk mengukur capaian kompetensi bersastra juga harus berdasarkan teks-teks kesastraan. Dengan demikian, terjadi kesejajaran antara tujuan pembelajaran dan penilaian capaian kompetensi hasil pembelajaran. Penilaian berbasis kelas merupakan penilaian internal yang harus dilakukan pendidik terhadap proses dan hasil belajar peserta didik, dalam hal ini guru di kelas atas nama satuan pendidikan untuk menilai kompetensi peserta didik pada saat dan akhir pembelajaran. Komponen-komponen pokok penilaian meliputi pengumpulan informasi, interpretasi terhadap informasi yang telah dikumpulkan, dan pengambilan keputusan. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan sebelum melakukan penilaian, guru harus menentukan atau merumuskan tujuan penilaian. Persepsi guru terhadap kurikulum dan sistem penilaian yang baik, akan berpengaruh terhadap tingkat ketercapaian pembelajaran. b. Konsep Dasar dan Pengertian Penilaian Berbasis Kelas Evaluasi pembelajaran menjadi bagian yang tak terpisahkan pada proses belajar mengajar (PBM). Dalam konteks KBK (Kurikulum Berbasis
54
Kompetensi) evaluasi berfungsi: (1) untuk menilai keberhasilan siswa dalam pencapaian kompetensi, (2) sebagai umpan balik untuk perbaikan dalam proses pembelajaran (Sanjaya, 2005:183). Dalam konteks penilaian kelas digunakan pendekatan penilaian yang disebut dengan Penilaian Berbasis Kelas. Penilaian Berbasis Kelas adalah pendekatan penilaian yang menitikberatkan pada penilaian sebagai “alat pembelajaran” dan bukan sekadar sebagai tujuan pembelajaran. Proses penilaian dikembalikan pada konsep awal atau prosedur yang sebenarnya, yaitu “menilai apa yang dinilai.” Suwandi (2005:2) mengatakan bahwa penilaian berbasis kelas merupakan penilaian yang dilaksanakan secara inheren dan terpadu dengan kegiatan belajar mengajar, dan karena itulah disebut Penilaian Berbasis kelas. Penilaian berbasis kelas dapat dilakukan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, baik secara formal maupun informal. Penilaian ini dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung dan dapat dikumpulkan melalui prosedur dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi atau hasil belajar yang akan dinilai. Harris, Judy R (2011: 178) mengemukakan “Peer Assesment has been defined as “an arrangement for peers to consider the level, value, worth, quality, or successfulness of the products or outcomes of learning of others of similar status. It can be a valuable educational process, providing students with insight into criteria against which their work is assessed and clarifying the requirements for producing work of a particular standard. It also provides students with a degree of ownership of the assessment process and encourages them to reflect on the quality of their work through providing
55
oppurtunities for good practice to be shared and reinforced as well as deterring poor practices that may be more apparent to a marker than original writer”. Maksud dari kutipan tersebut adalah tugas yang diberikan kepada siswa untuk mengoreksi pekerjaan sesama siswa dengan tujuan akhir agar siswa mengetahui dan dapat belajar dari kesalahan yang mereka buat. Penilaian yang dilakukan dengan saling mengoreksi pekerjaan siswa yang lain. Penilaian yang dilakukan dengan melibatkan siswa akan membuat siswa aktif dan saling belajar mengoreksi dan menilai kekurangan dan kelebihan pekerjaan siswa yang satu dengan yang lain. Apabila siswa ikut terlibat dalam proses penilaian, siswa akan lebih memahami akan kekurangan dan kesalahan hasil tulisan siswa itu sendiri. Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik . Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai teknik/ cara, seperti penilaian unjuk kerja, (performance), penilaian tertulis (paper and pencil test) atau lisan, penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/ karya peserta didik ( portofolio) dan penilaian diri (Depdiknas, 2006:5). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian berbasis kelas adalah segala bentuk kegiatan guru dalam rangka pengambilan
56
keputusan terhadap hasil belajar siswa berdasarkan tahapan (proses) kemajuan belajarnya. Penilaian Berbasis Kelas pada khususnya lebih berorientasi pada pencapaian kompetensi peserta didik yang menekankan bahwa proses dan hasil pembelajaran adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka mengukur peta kemajuan belajar siswa. c. Tujuan Penilaian dan Manfaat Penilaian Berbasis Kelas Tujuan dari penilaian adalah untuk mengukur seberapa jauh tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, dikembangkan, dan ditanamkan di sekolah, serta dapat dihayati, diterapkan, dan dipertahankan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, penilaian juga bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Suwandi (2011:18) mengemukakan secara umum semua jenis penilaian berbasis kelas bertujuan untuk menilai hasil belajar peserta didik di sekolah, mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat, dan untuk mengetahui ketercapaian mutu pendidikan secara umum. Penilaian berbasis kelas bertujuan untuk mengetahui kemajuan hasil belajar peserta didik , mendiagnosis kesulitan belajar, memberikan umpan balik/ perbaikan proses pembelajaran, menentukan kenaikan kelas, dan memotivasi belajar peserta didik, dengan cara mengenal dan memahami diri serta merangsang untuk melakukan usaha perbaikan.
57
Penerapan penilaian berbasis kelas dalam pembelajaran bahasa dan Sastra Indonesa memiliki beberapa manfaat. Menurut Depdiknas (2006:5) ada beberapa manfaat penilaian berbasis kelas, (1) untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi, (2) untuk memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami siswa, (3) untuk umpan balik bagi pendidik dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan, (4) untuk masukan bagi pendidik guna merancang kegiatan belajar, (5) untuk memberikan informasi kepada orang tua dan komite satuan pendidikan tentang efektivitas pendidikan, dan (6) untuk member umpan balik bagi pengambil kebijakan ( Diknas daerah) dalam mempertimbangkan konsep penilaian kelas yang digunakan. Penilaian Berbasis Kelas memiliki sejumlah keunggulan. Pertama, pengumpulan informasi dilaksanakan secara terpadu, dalam suasana yang menyenangkan, serta memungkinkan ada kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan apa yang diketahui, dipahami, dan mampu dikerjakannya. Kedua, pencapaian hasil belajar siswa tidak dibandingkan dengan prestasi kelompok (norm reference assessment), tetapi dibandingkan dengan kemampuan yang dimiliki sebelumnya, criteria pencapaian kompetensi dalam rangka membantu anak mencapai apa yang ingin dan harus dicapai dan bukan menghakimi. Ketiga, pengumpulan informasi menggunakan berbagai cara
58
agar kemajuan belajar dapat terdeteksi secara lengkap. Keempat, siswa dituntut agar dapat mengerahkan semua potensi dalam menaggapi, mengatasi semua masalah yang dihadapi dengan caranya sendiri, bukan sekadar melatih sisa memilih jawaban yang tersedia. Kelima, hasil penilaian berbasis kelas dapat menentukan ada tidaknya kemajuan belajar dan perlu tidaknya bantuan secara berencana, bertahap, dan berkesinambungan berdasarkan fakta dan bukti yang cukup akurat. (Depdiknas, 2002: 2). d. Prinsip-prinsip Penilaian Berbasis Kelas Penilaian berbasis kelas mempunyai prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru. Hal ini seperti yang disebutkan oleh Suwandi (2011:25). Prinsip umum Penilaian Berbasis Kelas meliputi: (1) valid (penilaian berbasis kelas harus mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan alat yang dapat dipercaya dan sahih); (2) mendidik (penilaian harus member sumbangan yang positif terhadap pencapaian hasil belajar siswa; dirasakan sebagai penghargaan yang memotivasi bagi siswa yang berhasil dan sebagai pemicu semangat untuk meningkatkan hasil belajar bagi yang kurang berhasil);
59
(3) berorientasi pada kompetensi (mampu menilai pencapaian kompetensi yang dimaksud dalam kurikulum); (4) adil dan objektif (penilaian harus adil terhadap semua siswa dan tidak membeda-bedakan latar belakang siswa); (5) terbuka (criteria penilaian hendaknya terbuka bagi semua kalangan, sehingga keputusan tentang keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan); (6) berkesinambungan
(penilaian
dilakukan
secara
berencana,
bertahap, teratur, terus-menerus, dan berkesinambungan untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan kemajuan belajar siswa); (7) menyeluruh (penilaian terhadap hasil belajar siswwa hendaknya dilaksanakan secara menyeluruh, utuh, dan tuntas yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta berdasarkan berbagai teknik dan prosedur penilaian dengan berbagai bukti hasil belajar siswa); dan (8) bermakna (penilaian hendaknya mudah dipahami dan mudah ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepeentingan). Selain prinsip-prinsip umum seperti yang telah dikemukakan di atas, penilaian harus senantiasa memegang prinsip-prinsip khusus, yaitu: 1) Jenis penilaian harus memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa
60
untuk menunjukkan apa yang mereka ketahui, serta mendemonstrasikan kemampuannya, 2) Setiap guru harus mampu melaksanakan prosedur Penilaian Berbasis Kelas dan pencatatan secara tepat (Suwandi, 2005:33). Jadi dalam pelaksanaan PBK hendaknya dalam suasana yang menyenangkan, bersahabat dan tidak mengancam. Di samping itu PBK harus menggunakan prosedur yang harus dapat diterima oleh guru dan dipahami secara jelas. 4. Penerapan Model Pembelajaran Terpadu dan Penilaian Berbasis Kelas dalam Pembelajaran Menulis Cerpen Penerapan
model
pembelajaran
terpadu
untuk
meningkatkan
kemampuan menulis cerpen, dalam paktik pelaksanaannya tidak berbeda jauh dengan implementasi pendekatan terpadu dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada umumnya. Hanya saja penentuan komponen-komponen yang diperlukan memiliki ciri khusus. Komponen-komponen tersebut meliputi; organisasi pembelajaran, pemilihan metode, teknik dan media, serta evaluasi pembelajaran (Hamalik, 2001:46). 1. Organisasi Pembelajaran Pembelajaran menulis cerpen berdasarkan model pembelajaran terpadu hendaknya diusahakan agar senantiasa berorientasi kepada hal-hal seperti; (1) ketepatan penulisan, untuk memaksimalkan ketepatan penulisan siswa diperlukan seperangkat pembiasaan dan pelatihan yang dilakukan secara
61
terus-menerus (2) kedalaman penulisan, dalam rangka menumbuhkan kemampuan menulis cerpen secara mendalam, fungsi guru tetap sama dengan kegiatan sebelumnya yaitu melatih ketepatan (3) keluasan menulis tema cerpen, setelah siswa mampu menulis cerpen secara tepat dan mendalam, fungsi guru dalam pembelajaran ditingkatkan lagi dengan mendorong dan mengarahkan siswa pada hubungan antara cerpen dengan berbagai kehidupan nyata yang dalam kehidupan di sekitar siswa yang bersifat mendidik dan dapat dijadikan teladan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, kepada siswa hendaknya disajikan materi yang dipilih dan diprogramkan dengan mempertimbangkan: Pertama, materi pembelajaran harus membentuk keutuhan. Dalam hal ini unit dasar (basic unit) untuk setiap kali pelatihan paling tidak berupa teks cerpen, pembacaan cerpen, dengan kata lain materi yang disajikan bukanlah kalimat-kalimat lepas atau bunyi-bunyi lepas, tetapi berupa suatu wacana yang memungkinkan siswa mengaktualisasikan pemakaian empat keterampilan berbahasa. Kedua, unsur-unsur (kosa kata, lafal, intonasi, struktur dan ejaan) disajikan secara terpadu dengan keterampilan berbahasa. Artinya penguasaan unsur bahasa diharapkan agar diperoleh melalui upaya penemuan sendiri oleh siswa dengan bimbingan guru, jadi siswa menemukan pembelajaran itu melalui peristiwa bahasa. Ketiga, materi pembelajaran menulis cerpen hendaknya bermakna bagi kehidupan
62
siswa baik di rumah maupun di masyarakat. Kebermaknaan materi pembelajaran menulis cerpen dapat tercapai apabila siswa mampu menuangkan ide dan gagasan dalam menulis cerpen yang mereka ambil dari peristiwa-peristiwa nyata yang mereka dapatkan di lingkungannya. Penataan materi pembelajaran menulis cerpen dengan model pembelajaran terpadu dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini (1) penataan materi pembelajaran memperhatikan keutuhan pengalaman belajar bahasa siswa, (2) penataan materi pembelajaran bersifat berurutan dan berkesinambungan, dan (3) penataan materi pembelajaran melibatkan pengembangan seluruh aspek kejiwaan siswa. 2. Pemilihan Metode, Teknik dan Media Untuk menunjang peningkatan kemampuan menulis cerpen dengan menggunakan model pembelajaran terpadu, perlu mempertimbangkan prinsipprinsip antara lain; Pertama, metode yang dipilih hendaknya membawa siswa untuk berapresiasi dan berbahasa dalam situasi alamiah. Melalui situasi pembelajaran yang demikian, siswa akan mendekatkan pengalaman belajarnya dengan pengalaman aktivitas kehidupan sehari-hari di masyarakat. Kedua, metode yang dipilih hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat menulis puisi secara terpadu. Untuk itu pembelajaran hendaknya dirancang sedemikian rupa agar dalam satuan waktu pembelajaran dapat
63
dibinakan sekaligus dua atau lebih keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa yang diberikan tidak secara terpisah tetapi dalam satu kegiatan dan satu kesatuan waktu. Ketiga, metode dan teknik yang dipilih hendaknya memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk berlatih mengembangkan kepekaan emosinya, daya imajinasinya, dan daya nalarnya atau kemampuan berpikirnya. Metode pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Shah, et al (2012:36) mengemukakan “Theaching methodology is as important in a language classroom as curriculum. It is the stage where teachers employ a particular strategy to deliver their knowledge according to the objectives of their curriculum”. Maksud dari kutipan tersebut adalah metode pembelajaran penting dalam sebuah kurikulum. Siswa mentransfer sebuah bahasa kelas sebagai ilmu berdasarkan tujuan dari kurikulum. Dalam hal pemilihan media untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran, guru hendaknya memilih dan menggunakan media dan sumber pembelajaran yang tepat. Seperti dikemukakan oleh Sanjaya (2008:169) bahwa media pembelajaran memiliki fungsi dan berperan untuk; (1) menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu, (2) memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu, dan (3) menambah gairah dan motivasi belajar siswa.
64
Penerapan model pembelajaran terpadu menuntut pemilihan dan penggunaan media dan sumber belajar yang memiliki karakteristik antara lain; (1) memberikan pengalaman langsung bagi siswa untuk belajar berbahasa baik reseptif maupun produktif, baik lisan maupun tulis secara terpadu, (2) berupa peristiwa berbahasa aktual dan rekamannya ( fakta berbahasa) yang ditemukan siswa, diadakan atau diciptakan guru, (3) memungkinkan tuntutan kegiatan atau kebutuhan berbahasa siswa baik di dalam maupun di luar kelas, (4) bervariasi baik wujud (tulis atau lisan) maupun ragamnya (majalah, koran, radio, rekaman kaset video, film dan lain-lain, (5) memberikan kemudahan bagi pengembangan performansi komunikatif siswa yang andal, (6) membantu secara efektif pengembangan kemampuan berfikir atau bernalar, daya imajinasi dan kepekaan emosi siswa. Pemilihan media ini sangat penting untuk menjadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna. 3. Evaluasi Pembelajaran Penilaian yang digunakan untuk melakukan evaluasi pembelajaran menulis cerpen adalah penilaian berbasis kelas. Sebagaimana dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi bahwa penerapan penilaian berbasis kelas sebagai suatu sistem yang harus diterapkan guru dalam proses pembelajaran. Penilaian yang dilakukan dalam pembelajaran menulis cerpen dengan pendekatan terpadu dan penilaian berbasis kelas, hendaknya dipilih dan
65
digunakan dengan memperhatikan hal-hal yang meliputi; Pertama, penilaian yang dilakukan diharapkan dapat mengukur secara langsung kemahiran menulis cerpen secara menyeluruh dan terpadu. Kedua, untuk mengukur penggunaan yang bersifat utuh dan padu, tes yang bersifat diskrit terpisahpisah tidak cocok maka perlu menggunakan tes bahasa yang bersifat integrated.
Seperti dikemukakan Nurgiyantoro (2010:289) bahwa tes
kebahasaan integratif tidak secara khusus mengeteskan salah satu aspek atau kemampuan tertentu, melainkan sebuah tes dalam satu waktu meliputi beberapa aspek kebahasaan sekaligus. Ketiga, tes atau alat ukur yang juga ideal untuk mengukur kemahiran menulis cerpen dan kebahasaan siswa secara utuh dan terpadu adalah tes pragmatis. Tes pragmatik pasti integratif, tetapi tes integratif belum tentu pragmatik. Oleh karena itu, penamaan tes integratif lebih ditekankan pada adanya minimal dua aspek kebahasaan atau kemampuan berbahasa yang diujikan pada saat yang bersamaan. Keempat, penilaian yang dilakukan diharapkan dapat mendorong siswa untuk secara aktif berlatih menulis cerpen dan berbahasa secara tulis dan lisan, baik produktif maupun reseptif. Keempat aspek tes kebahasaan integratif tersebut harus dilaksanakan guru dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan keempat aspek tersebut dilaksanakan secara terpadu agar tujuan akhir dapat tercapai. Ketercapaian keempat aspek kebasaan tersebut menjadi tolok ukur keberhasilan bagi guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
66
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Tri Andayani tahun 2010, berjudul “Penerapan Model pembelajaran Sinektik untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX B SMP Negeri 2 Boyolali Tahun Ajaran 2010/ 2011” Adapun simpulan penelitian Tri Andayani tersebut adalah penerapan model pembelajaran sinektik dapat menigkatkan mutu proses pembelajaran dan kemampuan siswa dalam menulis cerpen. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah samasama meneliti kemampuan menulis cerpen. Perbedaannya adalah penelitian ini adalah menggunakan menggunakan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen sedangkan penelitian Tri Andayani menggunakan metode sinektik. Penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Muhammad Ichwan Effendi tahun 2007 membahas tentang hubungan antara minat membaca karya sastra dan penguasaan diksi dengan pengetahuan teknik menulis cerpen survai di SMP Negeri 1 Purwantoro Wonogiri. Simpulan penelitian tersebut adalah 1) ada hubungan positif antara minat membaca karya sastra dan pengetahuan teknik menulis cerita pendek, 2) ada hubungan positif antara penguasaan diksi dan pengetahuan teknik menulis cerpen, 3) ada hubungan positif minat membaca karya sastra dan penguasaan diksi secara bersama-sama (simultan) dengan pengetahuan teknik menulis cerpen. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti menulis cerita pendek. Perbedaannya adalah penelitian ini adalah penelitian kualitatif
67
sedangkan penelitian Muhammad Ichwan Efendi adalah penelitian kuantitatif. Perbedaan yang lain adalah penelitian Ichwan menggunakan tiga variabel yaitu variabel X1 adalah penguasaan diksi dan minat membaca karya sastra adalah X2, variabel Y adalah pengetahuan teknik menulis cerpen. Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu variabel tindakan adalah model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas sedangkan masalah adalah kemampuan menulis cerpen. C. Kerangka Berpikir Aspek menulis merupakan aspek yang dianggap sulit bagi siswa dibandingkan ketiga aspek berbahasa yaitu menyimak, membaca, dan berbicara. Anggapan tersebut timbul karena kegiatan menulis memerlukan tenaga, pikiran, dan perhatian. Di samping itu, kegiatan menulis menuntut keterampilan yang kadang-kadang tidak dimiliki siswa. Contoh, keterampilan mengorganisasi tulisan secara sistematis. Proses pembelajaran bahasa Indonesia mencerminkan situasi dan kondisi yang menjenuhkan siswa. Hal tersebut berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Hasil pembelajaran bahasa Indonesia khususnya untuk keterampilan menulis selama ini masih rendah. Kekurangberhasilan pembelajaran menulis tersebut disebabkan banyak factor, khususnya yang menyangkut siswa dan guru. Penemuan sebab-sebab merupakan langkah awal yang perlu ditemukan. Setelah ditemukan penyebabnya, dicari solusinya sehingga siswa mencapai hasil belajar yang diharapkan. Hasil belajar dapat tercapai berarti proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai yang diharapkan.
68
Pengajaran yang dilakukan guru masih konvensional adalah salah satu penyebabnya. Guru menggunakan metode ceramah dilanjutkan member tugas untuk siswa (hasil wawancara dengan guru mata pelajarran bahasa Indonesia kelas IX A). Kondisi tersebut diperparah dengan guru tidak menggunakan media pembelajaran. Penilaian yang dilakukan guru masih asal-asalan. Penilaian yang dilakukan guru belum menggunakan sistem penilaian yang baik sehingga hasil yang dicapai siswa tidak maksimal. Siswa merasa cukup dengan apa yang mereka dapat, tanpa pernah melakukan perbaikan terhadap hasil yang telah mereka capai. Dengan penerapan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas diharapkan terjadi peningkatan baik peningkatan kualitas proses pembelajaran menulis cerpen bagi siswa dan dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi, Wonogiri. Untuk lebih jelasnya , kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti di bawah ini.
69
Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir Kondisi awal sebelum tindakan (Sebelum menggunakan dan PBK)
Kualitas proses pembelajaran menulis
MPT
Kemampuan menulis cerpen rendah
cerpen rendah
Kolaborasi peneliti dan guru perencanaan
Tindakan Pengamatan refleksi Kondisi akhir setelah tindakan terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam menulis cerpen
Terjadi
peningkatan
mutu
proses
pembelajaran dalam menulis cerpen
70
D. Hipotesis Tindakan Dengan menggunakan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas dalam pembelajaran menulis cerpen, 1. Penerapan Model Pembelajaran Terpadu dan Penilaian Berbasis Kelas dapat meningkatkan kualitas pembelajaran menulis cerpen bagi siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi Tahun Ajaran 2012/ 2013. 2. Penerapan Model Pembelajaran Terpadu dan Penilaian berbasis Kelas dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi Tahun Ajaran 2012/ 2013.
71
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian MTs Negeri Nguntoronadi adalah tempat pelaksanaan penelitian ini. Adapun alasan dipilihnya sekolah ini sebagai tempat penelitian karena (1) Sekolah tersebut merupakan sekolah negeri bercirikan Islam yang berstatus negeri dan sedang berkembang. Dengan berkembangnya sekolah tersebut menuntut kemampuan guru untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran yang baik,
inovatif
dan
menyenangkan; (2) Lokasi penelitian tersebut merupakan tempat bekerja peneliti mengabdikan diri sebagai pendidik; dan (3) kepala sekolah berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah tersebut.
Gambar 2. Gedung MTs Negeri Nguntoronadi
71
72
Adapun kelas IX A dipilih sebagai objek penelitian karena beberapa alasan (1) kelas tersebut berasal dari kelas VIII A yang kompetensi dasar menulisnya masih rendah, (2) terdapat kompetensi dasar menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa. Kelas IX A dipilih sebagai objek penelitian karena di kelas tersebut terdapat permasalahan pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran menulis cerpen. Penelitian ini direncanakan dan terlaksana selama lima sampai delapan bulan diawali bulan Juni 2012 – Januari 2013 dengan durasi seperti dipaparkan dalam tabel berikut ini. Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Kegiatan
Juli -12
Juni -12
No 1
1
2
Persiapan Penelitian a.Pengajuan Judul b.Penyusunan Proposal c.Seminar Proposal d.Revisi Proposal e.Pengajuan izin f.Persiapan Penelitian Pelaksanaan Penelitian a.Siklus I b.Siklus II
2
3
4
1
2
Agt -12
3
3
4
Sep12
Okt -12
1
1
2
2
Nov12 1
2
Des12
3
4
Jan13 1
2
73
c.Siklus III
3
Penyelesaian a.Penyusunan Laporan b.Revisi draf laporan c.Penyelesaian Akhir d.Pelaksanaan Ujian Tesis e.Revisi Ujian Tesis
B. Bentuk dan Strategi Penelitian Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yaitu sebuah penelitian kolaboratif antara peneliti, guru, siswa, dan staf sekolah yang lain untuk menciptakan kinerja sekolah yang lebih meningkat sehingga terciptalah peningkatan hasil belajar. Adapun strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan serta menjelaskan kenyataan di lapangan. Kenyataan di lapangan yang di maksud adalah proses pembelajaran menulis cerpen sebelum dan sesudah menggunakan penerapan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas. Proses pembelajaran menulis cerpen sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas diamati kemudian dideskripsikan.
74
C. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah guru pengajar bahasa Indonesia dan siswa kelas IX A MTs negeri Nguntoronadi sejumlah 20 siswa. Terdiri dari 6 siswa putra dan 14 siswa putri. D. Sumber Data Penelitian Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Peristiwa, yaitu peristiwa terjadinya kegiatan belajar mengajar guru di kelas IX A dengan materi menulis cerpen sebelum tindakan dilaksanakan (survei awal) serta saat dikenai tindakan, (2) Informan yaitu guru pengajar mata pelajaran bahasa Indonesia, data yang dikumpulkan yaitu data tentang pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen yang dilakukan guru dan kreativitas siswa saat proses pembelajaran berlangsung, hambatan-hambatan yang dihadapi guru serta solusi yang ditempuh guru tersebut untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), hasil wawancara observer dengan guru, dan hasil tes tertulis berupa menulis cerpen oleh siswa. E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Observasi dilakukan untuk mengetahui peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran yang dicapai siswa. Observasi dilakukan sejak sebelum tindakan diberikan hingga akhir tindakan. Peneliti bertindak sebagai partisipan pasif saat
75
observasi. Artinya peneliti tidak melakukan aktivitas yang dapat mempengaruhi pembelajaran yang sedang berlangsung. Peneliti mengamati proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru maupun siswa serta mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran sedang berlangsung. Peneliti dapat menempatkan diri di belakang siswa. 2. Wawancara Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh masukan dari guru tentang kendala-kendala yang dihadapi
guru dalam rangka menumbuhkan
kreativitas siswa untuk membuat sesuatu yang baru dan membuat sesuatu yang asing menjadi familiar untuk diimplementasikan dalam menulis cerpen. Sesuatu yang baru di sini bermaksud pemikiran yang baru. Selain guru, wawancara juga dilakukan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai metode yang digunakan guru tersebut serta kesulitan yang dihadapi siswa dalam menulis cerpen. 3. Analisis Dokumen Dokumen yang dianalisis adalah hasil tes tertulis siswa berupa tulisan cerpen. Hasil analisis dokumen tiap siklus dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui tindakan yang efektif.
76
F. Teknik Validasi Data Data-data dalam penelitian ini diuji validitasnya dengan teknik triangulasi yaitu sumber data dan triangulasi metode pengumpulan data. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam kegiatan menulis cerpen dan faktorfaktor penyebabnya, peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) memberikan tes menulis cerpen dan selanjutnya menganalisis hasil tulisan cerpen tersebut untuk mengidentifikasi kesalahan yang masih mereka buat, dan (2) melakukan wawancara dengan guru untuk mengetahui pandangan guru tentang hambatan-hambatan yang dialami siswa dalam menulis cerpen, kegiatan pembelajaran menulis cerpen di kelas, penilaian yang dilakukan guru, atau fasilitas yang digunakan guru dalam mengajar. Selain triangulasi data, teknik lain yang digunakan untuk memeriksa validitas data adalah review informan kunci. Konfirmasi data atau interpretasi temuan kepada informan kunci sehingga diperoleh kesepakatan antara peneliti dan informan tentang data atau interpretasi temuan tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara diskusi peneliti dengan guru setelah kegiatan pengamatan maupun kajian dokumen. G. Teknik Analisis Data Teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data-data yang telah berhasil dikumpulkan menggunakan teknik analisis kritis yang berkaitan dengan data kualitatif. Teknik analisis kritis mencakup kegiatan untuk mengungkap kelemahan dan kelebihan kinerja siswa dan guru dalam proses belajar mengajar bedasarkan
77
kriteria normatif yang diturunkan dari kajian teoretis. Hasil analisis kritis digunakan sebagai dasar dalam penyusunan perencanaan tindakan untuk tahap berikutnya sesuai dengan siklus yang ada. H. Prosedur Penelitian Penelitian ini mencakup rangkaian kegiatan tahapan penelitian dari awal hingga akhir penelitian. Penelitian dalaksanakan dalam bentuk 4 tahapan yaitu (1) persiapan, (2) studi/survei awal. (3) pelaksanaan siklus, dan (4) penyusunan laporan. Pelaksanaan siklus meliputi (i) perencanaan tindakan (planning), (ii) pelaksanaan tindakan (acting), (iii) pengamatan(observing), dan (iv) refleksi (reflecting). Jumlah siklus yang digunakan adalah minimal dua siklus. Pelaksanaan minimal dua siklus dianggap sudah cukup untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Berikut ini adalah bagan prosedur tindakan kelas yang akan dilaksanakan.
78
KONDISI AWAL
GURU: Belum menggunakan MPT dan PBK
SISWA: kemampuan menulis cerpen rendah
SIKLUS I: Menulis cerpen dengan MPT dan PBK
TINDAKAN
Menggunakan MPT dan PBK
SIKLUS II: Menulis cerpen dengan MPT dan PBK
SIKLUS SETERUSNYA Menulis cerpen dengan MPT dan PBK KONDISI
Kemampuan menulis cerpen meningkat
AKHIR
Gambar 3. Alur Penelitian Tindakan Kelas
79
1. Persiapan Penjelasan bagan di atas adalah seperti disenarakan berikut ini. Kondisi awal adalah berupa persiapan. Persiapan dimulai dengan melakukan konsultasi dengan kepala MTs Negeri Nguntoronadi yakni permohonan izin untuk melakukan penelitian di MTs Negeri Nguntoronadi. Setelah mendapatkan izin, kemudian mengadakan pertemuan dengan guru pengampu bahasa Indonesia kelas IX A untuk menentukan kesulitankompetensi dasar yang dihadapi siswa. Guru tersebut menyatakan kesulitan yang sering dihadapi siswa, yakni pada aspek menulis terutama menulis cerpen. 2. Survei Awal Setelah mengetahui kesulitan tersebut terjadilah koordinasi persiapan survei awal. Koordinasi tersebut diantaranya berisi penentuan kelas yang akan digunakan penelitian dan waktu mengamati proses pembelajaran menulis cerpen, melihat kondisi awal berupa hasil pekerjaan siswa berupa cerpen, dan wawancara untuk mendapat masukan baik dari guru maupun siswa. Kondisi awal menunjukkan bahwa kemampuan menulis cerpen masih rendah. Dikatakan rendah karena siswa belum maksimal memberdayakan dirinya untuk berkreatif menulis cerpen. 3. Pelaksanaan Siklus Satu siklus ada empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Empat komponen tersebut dijabarkan dalam desain penelitian tindakan kelas. Adapun empat komponen tersebut adalah sebagai berikut.
80
1. Perencanaan,
yaitu tindakan yang akan dilakukan bertujuan untuk
memperbaiki, meningkatkan, atau perubahan sebagai solusi. 2. Tindakan, yaitu tindakan apa yang dilakukan guru sebagai upaya perbaikan, peningkatan, atau perubahan sebagai solusi. Maksudnya melakukan perbaikan terhadap siswa agar terwujud menulis cerpen sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. 3. Observasi atau pengamatan, yaitu mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan siswa. Kesulitan yang dihadapi siswa, kesalahan siswa, motivasi siswa, dan tanggapan siswa, kita jadikan agenda sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan pada siklus berikutnya. 4. Refleksi, adalah kegiatan yang mengulas secara kritis tentang sejumlah perubahan-peerubahan yang terjadi baik siswa, suasana kelas, maupun guru. Pada tahapan ini dilakukan diskusi dengan kolaborator, untuk mengungkap kekurangan dan kelebihan selama pelaksanaan tindakan untuk selanjutnya bertujuan menentukan perencanaan pada siklus berikutnya. Tindakan penelitian ini akan dilaksanakan minimal dua siklus, yaitu proses tindakan siklus I dan proses tindakan siklus berikutnya. Tiap-tiap siklus terdiri atas empat langkah yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. I. Indikator keberhasilan Indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatnya kualitas proses pembelajaran dan kemampuan menulis cerpen siswa kelas IX A MTs
81
Negeri Nguntoronadi, Wonogiri. Keberhasilan pembelajaran tersebut digunakan indikator seperti di bawah ini. 1. Keaktifan siswa dalam berpikir kreatif untuk bisa menulis cerpen. 2. Atensi siswa terhadap pembelajaran. 3. Minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. 4. Kemampuan siswa untuk melakukan berbagai bentuk pengkajian untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman. 5. Kemampuan guru mengelola kelas. 6. Kemampuan menulis cerpen siswa ditandai dengan kemampuan siswa menulis cerpen setelah berlatih berbagai keterampilan kognitif, personal social, dan psikomotorik, baik yang berbentuk efek langsung pengajaran maupun sebagai dampak pengiring pelaksanaan berbagai kegiatan belajar mengajar. 7. Ketuntasan hasil belajar mencapai minimal 75.
82
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kondisi Awal Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Siswa dalam kelas tersebut berjumlah 20 siswa. Siswa berkelamin laki-laki berjumlah 6 siswa sedangkan siswa perempuan berjumlah 14 siswa. Dilihat dari kompetensi akademik, para siswa tersebut dapat dikategorikan mempunyai akademik yang tinggi dibandingkan dengan siswa-siswa di kelas lain dari sekolah tersebut. MTs Negeri Nguntoronadi merupakan sekolah berstatus negeri di bawah naungan Kementerian Agama. Kelas IX A merupakan kelas pilihan di antara kelaskelas sembilan yang lain di MTs Negeri Nguntoronadi. Di antara mereka memiliki sejumlah prestasi yang menonjol. Tetapi, hubungannya dengan kemampuan menulis cerpen, siswa kelas IX A yang berjumlah 20 tersebut mengalami kesulitan. Siswa belum mampu menentukan sumber atau rangsangan untuk menulis cerpen. Demikian juga dalam menyusun kerangka cerpen dan kerangka dasar yang dibuat, siswa merasa kesulitan. Pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar atau proses pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung tenang dan tertib. Masing-masing siswa mengikuti proses pembelajaran dengan tenang, tertib, dan rapi. Siswa menyiapkan buku-buku dan 82
83
peralatan tulis-menulis di atas meja masing-masing. Selain itu, disiapkan LKS (Lembar Kegiatan Siswa). Tidak terdapat buku paket yang sudah mereka pinjam dari sekolah.sebagai bahan referensi di atas meja para siswa. Hanya ada beberapa siswa yang mengeluarkan buku paket sebagai referensi. Siswa duduk dengan posisi berbanjar. Satu meja ditempati satu siswa. Tempat duduk diatur bersifat tradisional, belum dikondisikan posisi tempat duduk yang memudahkan siswa untuk melaksananakan pembelajaran yang kooperatif. Ruang yang ditempati siswa tersebut adalah ruang kelas mereka sendiri yang sudah dilengkapi dengan peralatan multimedia berupa LCD. Di bawah ini gambar posisi penataan kondisi awal pelaksanaan tindakan.
Papan Tulis
Guru
Siswa
Siswa
siswa
siswa
Siswa
Siswa
siswa
siswa
Siswa
Siswa
siswa
siswa
Siswa
Siswa
siswa
siswa
Siswa
Siswa
siswa
siswa
Gambar 4. Penataan ruang kelas IX A saat survei awal
84
Dengan penataan ruang seperti yang tertera pada gambar di atas ditemukan kekurangan. Adapun kekurangannya adalah siswa terkesan pasif, tidak bisa saling berdiskusi dengan teman-teman yang lain. Meskipun siswa bisa langsung melihat penjelasan guru dalam proses pembelajaran akan tetapi, pelaksanaan kegiatan belajarmengajar dari awal sampai akhir terkesan pasif dan monoton. Kekurangan tersebut dapat dibenahi dengan tindakan berikutnya dengan cara mengubah posisi tempat duduk siswa. Posisi tempat duduk siswa bisa diubah dalam bentuk yang memudahkan siswa untuk dapat saling berkolaborasi dengan teman-teman mereka di kelas tersebut. Selama proses pembelajaran berrlangsung siswa tampak percaya diri. Kondisi siswa tenang dan siap menerima materi pelajaran. Siswa menyiapkan alat tulismenulis, buku, dan LKS ( Lembar Kegiatan Siswa). Di kelas tersebut tidak tampak pemajangan hasil karya siswa. Majalah dinding kelas sebagai tempat untuk memajang hasil karya siswa juga tidak tampak. Pelaksanaan proses pembelajaran menulis cerpen pada kondisi awal dikemas guru dalam durasi 2 X 40 menit, terprogram satu kali pertemuan. Proses kegiatan pembelajaran dimulai guru dengan memimpin berdo’a dilanjutkan dengan ucapan salam yang disamput secara serentak oleh siswa. Guru melanjutkan dengan mempresensi, menanyakan kabar para siswa. Guru menampilkan apersepsi dengan memberi motivasi siswa bahwa dengan menulis cerpen siswa dapat menjadi penulis terkenal seperti Andrea Hirata penulis novel Laskar Pelangi, Tere Liye penulis novel
85
Moga Bunda Disayang Allah, dan Habiburrahman El Shirazy penulis novel AyatAyat Cinta, dan lain-lain.
Gambar 5. Proses belajar mengajar di kelas IX A saat survei awal Materi pembelajaran cerpen disampaikan dengan menggunakan metode ceramah. Secara rinci guru menjelaskan teori yang berhubungan dengan cerpen. Meskipun sudah menggunakan media berupa LCD, namun pembelajaran terkesan pasif dan guru mendominasi proses pembelajaran. Guru menunjukkan contoh cerpen yang terdapat dalam media. Guru menunjukkan siswa tentang contoh-contoh peristiwa yang menarik yang terdapat dapat dalam media. Selam poses pembelajaran tersebut siswa dengan tenang menyimak penjelasan guru. Meskipun sudah menggunakan media berupa LCD, tetapi guru tidak pernah menggunakan papan tulis yang tersedia untuk memperjelas penjelasannya tersebut. Siswa tidak diberi kesempatan untuk menanyakan atau diberi pertanyaan tentang materi pembelajaran yang sedang diberikan.
86
Materi pembelajaran dijelaskan oleh guru lebih kurang lebih berdurasi 20 menit. Semua siswa memperhatikan keterangan guru. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapai terhadap materi pembelajaran yang disampaikan. Namun, tak ada satu siswa pun yang bertanya terhadap materi menulis cerpen tersebut. Siswa terlihat tidak antusias terhadap kesempatan bertanya yang diberikan guru. Siswa terkesan pasif dan hanya sebagai pendengar saja. Waktu yang tersisa digunakan untuk praktik menulis peristiwa-peristiwa mengesankan yang pernah dialami siswa. Peristiwa-peristiwa yang sudah dipilih siswa tersebut kemudian disuruh mengembangkan menjadi sebuah cerpen. Siswa mendapat satu lembar kertas dari dari guru untuk menulis peristiwa mengesankan yang pernah dialami dan mengembangkannya menjadi sebuah cerpen. Tugas tersebut dilaksanakan secara mandiri oleh siswa. Ada beberapa siswa yang merasa kesulitan setelah diberi tugas tersebut. Mereka mulai agak gaduh karena merasa kebingungan terhadap hal-hal yang akan mereka tulis. Ada beberapa siswa yang bertanya kepada guru tentang hal-hal yang harus mereka tulis, tetapi menyuruh mereka mencoba menulis sebisanya. Dari pengamatan peneliti selama proses menulis peristiwa yang mengesankan dan menulis cerpen ada beberapa siswa yang tidak segera menulis, siswa tersebut kelihatan kebingungan. Selama proses menulis cerpen tersebut, guru tidak mengelilingi siswa untuk memantau aktivitas siswa saat menulis. Guru hanya duduk di kursi guru. Hampir semua siswa dalam kelas tersebut pada menit-menit
87
awal tidak melakukan kegiatan apa-apa. Hanya ada satu siswa yang melakukan kegiatan menulis pada menit awal saat survei awal tersebut.
Gambar 6. Aktivitas menulis cerpen siswa saat survei awal Adapun deskripsi secara konkret tentang kualitas proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil pengamatan baik pengamatan untuk guru maupun pengamatan yang dilakukan terhadap aktivitas siswa. Hasil pengamatan tentang kualitas proses belajar mengajar dari aktivitas siswa saat survei awal dapat diketahui sebagai berikut. (1) Aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang pengetahuan cerpen adalah 90% berkategori kurang, 18 siswa memperoleh skor 1. Skor 1 berkategori kurang. Sedangkan 2% siswa berskor 2 menunjukkan kategori cukup. (2) aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang pelaksanaan pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis
88
kelas 10% siswa berskor 1 menunjukkan kategori kurang dan 90% siswa berkategori cukup. (3) Aktivitas siswa ketika menentukan tema cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa adalah 15% siswa berkategori kurang dan 85% siswa berkategori cukup. (4) Aktivitas siswa ketika menyusun kerangka cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa adalah 5% siswa berkategori kurang, 90% berkategori cukup dan 5% siswa berkategori baik. (5) Aktivitas siswa ketika menyusun cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa adalah adalah 10 % siswa berkategori kurang dan 90% siswa berkategori cukup. ( lihat lampiran 3 halaman 198) Tabel 2. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi Survei Awal Skor dalam % No
Aspek Kurang Cukup
1
Aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang
Baik
90
10
-
10
90
-
15
85
-
5
90
5
pengetahuan cerpen Aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang 2
pelaksanaan pembelajaran terpadu dan proses penilaian berbasis kelas Aktivitas siswa ketika menentukan tema
3
cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami
4
Aktivitas siswa ketika menyusun kerangka cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah
89
dialami
5
Aktivitas siswa ketika menyusun cerpen
10
90
-
130
357
5
26
73
1
bertolak dari peristiwa yang pernah dialami Total Rerata
Hasil pengamatan tentang mutu proses belajar mengajar dari segi aktivitas guru meliputi penilaian terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaan, dan keterampilan pelaksanaan hubungan pribadi. Lembar penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat guru meliputi (1) Merencanakan pengelolaan pembelajaran memperoleh nilai rata-rata 2,22. Kegiatan Guru dalam merencanakan pengelolaan pembelajaran belum menggunakan metode, model dan kegiatan pembelajaran yang menantang, sehingga skor rata-rata yang diperoleh guru adalah 2. (2) Membacakan pengorganisasian materi pembelajaran memperoleh nilai rata-rata 3,5. Guru sudah memberikan materi pembelajaran sesuai dengan kurikulum meskipun
dalam
pengembangannya
guru
belum
melakukakannya
secara
maksimal.(3) Merencanakan pengelolaan kelas memperoleh nilai rata-rata 1,5. Guru belum melakukan penataan ruang kelas yang bisa menimbulkan keaktifan dan kegairahan peserta didik dalam melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar. (4) Merencanakan penggunaan sumber media pembelajaran memperoleh nilai rata-rata 2. Sumber media pembelajaran yang dipilih guru sudah cukup bagus, hanya sayang
90
media pembelajaran yang dipilih guru hanya berupa ringkasan materi pada LCD. Bahkan guru tidak menggunakan alat pembelajaran berupa papan tulis. Pada prapembelajaran bahkan keberadaan papan tulis sama sekali tidak digunakan oleh guru. Guru hanya menayangkan media berupa LCD tanpa menggunakan media papan tulis untuk memperjelas proses pembelajaran.(5) Merencanakan penilaian skor ratarata yang diperoleh guru adalah 2. Guru dalam menentukan bentuk-bentuk prosedur dan teknik penilaian belum maksimal. Dalam menyusun alat penilaian guru belum menggunakan standar penilaian yang diharapkan dalam KTSP. Hal ini dapat terlihat dalam proses pembelajaran tersebut guru tidak melakukan penilaian proses. Guru hanya memberikan tes lisan tanpa melakukan pembahasan secara bersama-sama dengan siswa terhadap prosedur penialain yang dilakukan. (6) Penampilan fisik rencana pembelajaran memperoleh skor rata-rata 4. Guru sudah menggunakan bahasa tulis secara baik serta kerapian dan kebersihan RPP yang digunakan cukup terjaga. Kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru pada survei awal masih banyak kekurangan-kekurangan. Kegiatan tersebut mencakup enam hal yaitu pembuka
kegiatan
pembelajaran,
mengelola
kegiatan
pembelajaran
inti,
mengorganisasikan waktu, peserta didik, sumber dan alat media pembelajaran, melaksanakan penilaian, menutup kegiatan, dan penampilan pendidik. Berdasarkan hasil pengamatan, secara keseluruhan aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran ini masih banyak kekurangan-kekurangannya. Kekurangan-kekurangan tersebut seperti disajikan dalam uraian berikut ini.
91
Aktivitas guru saat membuka kegiatan pembelajaran sudah dilakukan guru dengan baik sehingga skor rata-rata yang diperoleh guru adalah 3. Maksud aktivitas guru dalam pembuka kegiatan pembelajaran tersebut adalah kegiatan menyampaikan materi pengait atau persepsi sudah guru lakukan sehingga berskor 3. Guru sudah memberikan motivasi kepada peserta didik untuk memulai pembelajaran sehingga skor yang diperoleh 3. Kompetensi dasar sudah guru sampaikan kepada siswa saat membuka kegiatan pembelajaran. Kompetensi dasar penting disampaikan guru pembelajaran lebih terarah dan terfokus. Aktivitas guru ketika mengelola kegiatan pembelajaran inti meliputi (1) penguasaan materi pembelajaran inti, (2) memberi contoh/ ilustrasi/ analogi, (3) menggunakan sumber, alat, media pembelajaran, (4) mengarahkan peserta didik untuk aktif berpartisipasi, (5) memberi penguatan, (6) melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan urutan yang logis/ teratur, (7) merespon secara positif keingintahuan peserta didik, (8) menunjukkan antusiasme/ gairah mengajar. Secara keseluruhan skor rata-rata yang diperoleh saat aktivitas ini adalah 2,125. Skor ini belum memuaskan sehingga perlu peningkatan aktivitas guru saat mengelola pembelajaran inti pada hampir semua aspek kecuali untuk aspek penguasaan materi pembelajaran yang berskor 3. Untuk aspek yang lain masing-masing masih berskor 2, sehingga perlu peningkatan lagi pada aktivitas kegiatan pembelajaran inti tersebut. Aktivitas guru yang ketiga adalah mengorganisasi waktu, peserta didik, sumber dan alat media pembelajaran. Ketika mengatur penggunaan waktu guru belum
92
melakukannya dengan baik sehingga skor yang diperoleh 2. Guru terlalu lama pada kegiatan menjelaskan materi cerpen sehingga saat tes kompetensi dasar menulis cerpen waktu yang digunakan siswa tidak cukup. Aktivitas guru dalam melaksanakan pengorganisasian peserta didik dan menyiapkan sumber dan alat bantu media pembelajaran juga berskor 2. Guru kurang terampil menggunakan media LCD dan terlalu lama mencari file yang akan digunakan sebagai media pembelajaran. Papan tulis yang ada dalam kelas tersebut sama sekali tidak disentuh guru. Guru masih banyak menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi. Aktivitas guru yang ketiga ini skor rata-rata yang diperolehnya adalah 2. Kegiatan melaksanakan penilaian yang dilakukan guru meliputi dua hal yaitu melaksanakan penilaian proses dan melaksanakan penilaian hasil akhir. Penilaian proses yang dilakukan guru berskor dua. Penilaian proses dan hasil belajar telah dilaksanakan guru tetapi belum maksimal. Saat siswa melakukan aktivitas menulis cerpen, guru tidak memantau kemajuan hasil menulis siswa justru guru hanya duduk di kursi guru. Meskipun sudah melaksanakan penilaian hasil akhir tetapi aktivitas tersebut belum dilaksanakan secara maksimal sehingga skor yang diperoleh guru adalah dua. Perolehan rata-rata skor pada kegiatan penilaian ini adalah 2. Pengamatan yang dilakukan terakhir kali adalah menutup kegiatan dan penampilan pendidik. Ketika melakukan aktivitas menutup kegiatan pembelajaran guru belum memberikan rangkuman materi dan melakukan tindak lanjut secara jelas sehingga skor rata-rata yang diperoleh adalah 2. Saat melakukan proses pembelajaran
93
penampilan dan sikap pendidik sudah cukup baik sehingga skor rata-rata yang diperileh adalah 3. Hasil pengamatan pada pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru secara keseluruhan belum maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari perolehan skor masingmasing aspek penilaian dari enam aspek rata-rata masih berskor dua. Sedangkan secara keseluruhan hasil perolehan rata-rata aktivitas pelaksanaan pembelajaran ini adalah 1,76. Hasil tersebut termasuk dalam kategori D atau kurang memuaskan. (Lihat lampiran 5 halaman 202). Hasil pengamatan aktivitas guru yang terakhir adalah keterampilan pelaksanaan hubungan pribadi. Aktivitas ini dibagi menjadi tiga kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari hal-hal sebagai berikut. Aktivitas pertama, pembuka kegiatan pembelajaran yakni (1) membantu peserta didik untuk menyadari kekuatan dan kelemahan diri, (2) membantu peserta didik untuk menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri, (3) membantu peserta didik dapat mengekspresikan perasaan dan pikiran, (4) menunjukkan simpati, dan (5) menunjukkan keramahan dan menghargai orang lain. Hasil pengamatan dari aktivitas tersebut memperoleh jumlah skor rata-rata 1,8. Skor tersebut menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran guru belum bisa secara maksimal dalam hal pembuka kegiatan pembelajaran dalam aktivitas hubungan bribadi. Utamanya guru belum bisa membantu peserta didik untuk menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta belum mampu menumbuhkan kepercayaan pada diri murid dengan ditandai perolehan skor yang hanya satu.
94
Aktivitas yang kedua dari keterampilan hubungan pribadi adalah mengelola kegiatan pembelajaran inti. Aktivitas ini terdiri dari tiga hal yakni (1) menunjukkan kegairahan dalam pembelajaran, (3) memberikan kesan menguasai materi, (3) menunjukkan kesempatan dalam kegiatan pembelajaran. Pada aktivitas ini kegairahan dalam pembelajaran berskor satu, kesan menguasai materi berskor 3, menunjukkan kesempatan dalam kegiatan pembelajaran berskor dua. Melihat jumlah hasil rata-rata skor yang hanya menunjukkan angka 2 dapat dikatakan hasil yang dicapai belum maksimal. Aktivitas yang ketiga adalah mengelola interaksi dalam kelas. Aktivitas ini terdiri dari dua hal yakni (1) mengembangkan hubungan antarpribadi yang sehat dan serasi, dan (2) menciptakan iklim belajar yang kondusif. Untuk aktivitas ini skor ratarata yang diperoleh guru hanya 1. Hasil
pengamatan
penilaian
keterampilan
hubungan
pribadi
secara
keseluruhan belum maksimal. Hal tersebut ditunjukkan oleh perolehan nilai masingmasing skor masih rendah, bahkan ada yang mendapat skor satu. Keseluruhan ratarata skor yang diperoleh adalah 1,66. Hasil tersebut dalam kategori D atau kurang memuaskan. (Lihat lampiran 6 halaman 205). Hasil pembelajaran oleh siswa berupa hasil karya siswa yaitu cerpen pada survei awal dinilai oleh guru berdasarkan rubrik penilaian dapat dibaca pada tabel berikut.
95
Tabel 3. Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada Survei Awal No
Uraian Pencapaian Hasil
Jumlah/ Nilai
1
Siswa yang memperoleh nilai di bawah 75
15
2
Siswa yang memperoleh nilai sama dengan atau lebih dari 75
5
3
Nilai rata-rata
4
Ketuntasan klasikal
67, 6 33, 33%
Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan sebanyak 15 siswa memperoleh nilai di bawah 75. Lima siswa memperoleh nilai 75 atau lebih. Nilai rerata 67,6 dengan tingkat ketuntasan secara klasikal sebesar 33,33% (lihat lampiran 32 halaman 295). Tabel 4. Tabel Distribusi Frekuensi Data Bergolong Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada Kondisi Awal. Nilai
Tally (Turus)
Frekuensi
60 - 65
IIIII IIII
9
66 - 71
IIIII I
6
72 - 77
IIIII
5
96
78 - 83
-
0
84 - 89
-
0
Jumlah
20
Tabel 8 yaitu tabel distribusi frekuensi dan bergolong nilai kemampuan menulis cerpen siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada kondisi awal menggunakan lebar masing-masing kelas adalah 6. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai 60 – 65 berjumlah 9 siswa. Siswa yang memperoleh nilai 66 – 71 berjumlah 6 siswa. Siswa yang memperoleh nilai 72 – 77 berjumlah 5. Pemerolehan nilai 78 – 83 dan 84 – 89 tidak ada. Data tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang dialami siswa belum memenuhi batas tuntas yang ditetapkan yaitu 75 (baca indikator keberhasilan pada bab III halaman 78). Berdasarkan data tersebut, pada kondisi awal pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang dialami siswa dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang diharapkan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai ketuntasan minimal belum dapat dicapai siswa.
97
B. Pelaksanaan Penelitian 1. Deskripsi Siklus I Kegiatan penelitian tindakan pada siklus I dapat dideskripsikan sebagai alur meliputi perencanaan, mempersiapkan fasilitas dan sarana pendidikan, dan menyiapkan lembar pengamatan, .Secara rinci dalam Siklus I berlangsung seperti dalam uraian di bawah ini. a. Perencanaan Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi kegiatankegiatan-kegiatan sebagai berikut. 1. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP)
adalah
rencana
yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup rencana pembelajaran paling sedikit mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) indikator atau lebih. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ini perlu dilakukan secara matang, karena perencanaan yang matang, terprogram akan membantu guru memudahkan pelaksaan proses pembelajaran. Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang dialami siswa dalam satu siklus dirancang berdurasi 2 X
98
40 menit. Perencanaan RPP mencakup penentuan: identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran (pendahuluan ,inti, penutup), sumber belajar, penilaian hasil belajar, dan rambu-rambu jawaban. Langkah-langkah atau skenario pembelajaran pada siklus I mencakup kegiatankegiatan sebagai berikut. a. Tahap Pendahuluan: (1) Guru memasuki kelas, mengucapkan salam, mengondisikan kelas (presensi, cek kesiapan siswa, dll) (2) Guru mengaitkan pengalaman siswa dengan materi pembelajaran tentang menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. (3) Siswa dan guru melakukan tanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan menulis cerpen. (4) Guru memberikan motivasi kepada siswa agar membiasakan diri menulis cerpen sebagai sarana kreatifitas dan refleksi diri. (5) Guru menyampaikan KD dan tujuan pembelajaran. (6) Guru menyampaikan materi umum dan kegiatan pembelajaran secara sekilas dan jelas. b. Kegiatan Inti (1) Eksplorasi
99
a) Secara klasikal siswa memerhatikan contoh cerpen yang diberikan guru. b) Secara klasikal siswa bertanya jawab dengan guru tentang peristiwa-peristiwa menarik yang pernah dialami. c) Siswa mendata peristiwa-peristiwa menarik yang pernah dialami. (2) Elaborasi a) Siswa menyimak contoh cerpen dari pembacaan guru. b) Siswa menentukan peristiwa atau pengalaman yang akan dijadikan cerpen. c) Siswa membaca contoh cerpen yang layak muat dalam media massa yang telah dibawa dari rumah. d) Siswa bertanya jawab dengan guru tentang seputar penulisan cerpen. e) Siswa menulis singkat tentang peristiwa yang pernah dialami dan dianggap paling mengesankan. Salah satu jawaban siswa dikembangkan. f) Secara berkelompok siswa mendiskusikan jawaban siswa yang telah dikembangkan tersebut berdasarkan ada tidaknya konflik, keruntutan alur cerita, pelukisan seting, bahasa yang digunakan, dan kaidah penulisan cerpen yang digunakan. (3) Konfirmasi
100
a) Guru memberikan feedback dan penegasan/ penguatan tentang cara menulis cerpen sesuai peristiwa yang pernah dialami. b) Siswa dan guru melakukan refleksi. c) Siswa menerima tugas rumah. c. Tahap Penutup (a) Siswa menyimpulkan hasil pembelajaran dalam bentuk rangkuman (b) Siswa dan guru melakukan refleksi pembelajaran, dalam wujud: 1. Siswa
menyampaian
kesulitan-kesulitan
dalam
mencapai
kompetensi. 2. Siswa
menyampaikan
saran-saran/
harapan-harapan
dari
kekurangan pembelajaran. 3.
Siswa mengungkapkan kompetensi yang sudah dicapai.
4. Siswa menerima umpan balik proses dan hasil pembelajaran dari guru. 5. Siswa mendapatkan life skill dan karakter budi pekerti dari guru. 6. Siswa menerima tindak lanjut penilaian. 7. Siswa menerima tugas terstruktur dan mandiri tidak terstruktur dari guru berkaitan dengan kompetensi dasar yang telah dicapai.
8. Siswa menerima informasi rencana pembelajaran berikutnya. 2. Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendidikan Beberapa fasilitas yang perlu disiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut:
101
a) Ruang kelas Pelaksanaan pembelajaran menggunakan ruang kelas umum, yakni ruang kelas yang digunakan dalam pembelajaran sehari-hari. Dalam proses pembelajran setiap siswa menempati satu meja satu kursi,dengan kata lain tiap-tiap siswa duduk sendiri-sendiri. Pada awal proses pembelajaran masing-masing siswa duduk secara berurutan dari depan hingga baris belakang. Siswa yang duduk di baris depan membelakangi siswa di baris kedua. Siswa yang duduk di baris kedua membelakangi siswa yang duduk di baris ketiga. Dengan posisi duduk yang demikian tidak menimbulkan permasalahan. Di ruang tersebut tersedia LCD yang terpasang secara permanen sehingga guru tidak perlu membawa sendiri, dan menyita waktu untuk mempersiapkan alat bantu pembelajaran berupa LCD tersebut. Setelah proses inti memasuki proses elaborasi siswa mulai berkelompok untuk mengerjakan tugas-tugas dan mendiskusikan materi pembelajaran bersamasama. b) Media pembelajaran kaitannya dengan cerpen disiapkan oleh guru Guru menyiapkan media pembelajaran berupa tulisan-tulisan di LCD tentang teori-teori cerpen, bahan baku cerpen, bagan peristiwa yang dialami yang dapat dibuat cerpen, contoh kisah nyata yang dapat dikembangkan menjadi cerpen, menyusun kerangka cerpen, pengembangan kerangka menjadi sebuah paragraf. Di samping media dalam bentuk LCD guru juga memberikan tugas
102
kepada siswa membawa cerpen yang mereka bawa dari rumah berupa contoh cerpen yang dijadikan sebagai media pembelajaran. 3. Menyiapkan Lembar Pengamatan Lembar pengamatan digunakan untuk merekam segala aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran.
Lembar pengamatan ini berfungsi untuk
mengobservasi dan mengukur tingkat keberhasilan dan ketercapaian tujuan pembalajaran pada kegiatan belajar-mengajar di kelas. Aktivitas siswa yang diamati tersebut adalah: (a) aktivitas siswa ketika menjawab pengetahuan tentang cerpen, (b) aktivitas siswa tentang tanya jawab tentang pelaksanaan pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas, (c) aktivitas siswa ketika menentukan tema cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, (d) aktivitas siswa ketika menyusun kerangka cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, dan (d) aktivitas siswa ketika menyusun cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa. (Lembar pengamatan ini dapat dilihat pada lampiran 33 halaman 296). b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan sebagaimana telah diuraikan pada RPP (lihat lampiran 9 halaman 216), kegiatan pembelajaran pada siklus I dirancang dalam satu kali pertemuan dengan durasi waktu 2 X 40 menit. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan pada Kamis, 6 September 2012 diawali dengan menyiapkan tempat
103
belajar. Tempat belajar pelaksanaan siklus I berada di ruang kelas yang biasa siswa gunakan dalam proses belajar-mengajar. Posisi tempat duduk ada perbedaan dengan posisi tempat duduk pada survei awal. Adapun posisi tempat duduk dibuat secara berkelompok berdasarkan kelompok belajar yang sudah terbentuk dalam kelas tersebut. Meskipun demikian sebelum pelaksanaan proses pembelajaran pada tahap elaborasi siswa duduk dalam posisi semua siswa menghadap ke arah depan. Langkah selanjutnya adalah mengondisikan siswa untuk siap mengikuti proses pembelajaran dengan cara presensi dan cek kesiapan siswa. Guru mengaitkan pengalaman siswa dengan materi pembelajaran, melakukan tanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang berkaitan dengan menulis cerpen. Setelah melakukan tanya jawab, guru memotivasi siswa untuk membiasakan diri menulis cerpen sebagai sarana untuk refleksi diri. Langkah selanjutnya adalah penyampaian KD dan tujuan pembelajaran serta materi pembelajaran secara sekilas. Guru meminta siswa untuk memerhatikan contoh cerpen yang ditampilkan melalui LCD. Setelah itu, secara klasikal melakukan kegiatan tanya jawab tentang
peristiwa
dalam
kehidupan
sehari-hari
yang
menyenangkan,
membahagiakan, dan menakutkan. Siswa mendata beberapa peristiwa-peristiwa yang menarik yang dapat dijadikan sebagai tema cerpen, kemudian siswa
104
menuliskan tema cerpen berdasarkan peristiwa yang paling menarik yang pernah mereka alami untuk dituliskan dalam buku latihan. Salah satu siswa menulis peristiwa menarik yang pernah dialami ke papan tulis. Jawaban siswa tersebut dikembangkan secara bersama-sama kemudian siswa dan guru mengadakan tanya jawab. Setelah melakukan kegiatan tanya jawab, siswa berkelompok untuk mendiskusikan jawaban siswa yang telah dikembangkan tersebut berdasarkan ada tidaknya konflik, keruntutan alur cerita, pelukisan seting, bahasa yang digunakan, dan kaidah penulisan cerpen yang digunakan. Langkah pembelajaran berikutnya adalah melatih kembali tugas awal. siswa menyusun kerangka cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa. Setelah kerangka selesai dibuat, langkah berikutnya adalah menyusun cerpen berdasarkan pengetahuan siswa setelah melaksanakan pembacaan cerpen yang siswa bawa dari rumah, hasil diskusi dengan teman teman tentang penulisan cerpen, hasil tanya jawab dengan guru, dan hasil menyimak dan membaca contoh-contoh cerpen. Selama proses penulisan kerangka, dan pengembangan cerpen guru melakukan pembimbingan. Waktu yang digunakan untuk menulis cerpen adalah 40 menit. Berikut ini salah satu gambar foto suasana proses pembelajaran menulis cerpen pada siklus I.
105
Gambar 7. Salah satu siswa membaca contoh cerpen siswa yang lain menyimak. Proses pembelajaran pada siklus I ini masih berlanjut dengan tindakan guru memberikan
feedback dan penegasan/ penguatan tentang
cara menulis cerpen
bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Pembelajaran pada pertemuan siklus I ini diakhiri dengan refleksi dalam wujud: (1) siswa menyampaikan kesulitan-kesulitan dalam mencapai kompetensi, (2) siswa menyampaikan saran-saran/ harapan-harapan dari kekurangan pembelajaran, (3) siswa mengungkapkan kompetensi yang sudah dicapai, (4) Siswa menerima umpan balik proses dan hasil pembelajaran dari guru, (5) Siswa mendapatkan life skill dan karakter budi pekerti dari guru, (6) Siswa menerima tindak lanjut penilaian, (7) Siswa menerima tugas terstruktur dan mandiri tidak terstruktur dari guru berkaitan dengan kompetensi dasar yang sudah dicapai, dan (8) siswa menerima informasi rencana pembelajaran berikutnya. Kegiatan refleksi tersebut menggunakan waktu 10 menit. Sebelum pertemuan pembelajaran tersebut berakhir, siswa
106
diberi tugas rumah berupa latihan menyusun cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa. Jika kesulitan menulis cerpen, siswa dapat membaca-baca cerpen terlebih dahulu sebagai referensi.
c. Observasi – Interpretasi Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan di siklus I dapat dideskripsikan bahwa siswa belum maksimal melakukan aktivitas tanya jawab tentang pengetahuan cerpen. Dalam proses pembelajaran kemampuan siswa dalam memahami proses penulisan cerpen melalui model pembelajaran terpadu belum tercapai dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan materi penulisan cerpen belum maksimal. Penggunaan media pembelajaran dan pemanfaatan papan tulis juga belum maksimal digunakan oleh guru. Hal ini terlihat siswa yang aktif hanya ada beberapa saja dan terlihat mendominasi pertanyaan dan jawaban sedangkan siswa yang tidak aktif hanya diam saja. Pelaksanaan proses pembelajaran terpadu masih belum terlihat dengan jelas. Hal ini dapat dilihat dari guru pada saat melaksanakan proses belajar mengajar belum memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menantang yang dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Kesempatan untuk membaca belum diberikan guru kepada siswa secara merata. Guru hanya menunjuk siswa tertentu tanpa memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran utamanya
kesempatan
membaca
cerpen.
Kesempatan
untuk
menunjukkan
107
kemampuan menulis siswa juga belum diberikan guru secara maksimal. Siswa belum diberi kesempatan secara merata untuk dapat mengembangkan salah satu pokok peristiwa yang menarik untuk dikembangkan menjadi sebuah paragraf cerpen. Pada waktu mendiskusikan jawaban siswa yang telah dikembangkan berdasarkan ada tidaknya konflik, keruntutan alur cerita, pelukisan seting, bahasa yang digunakan, dan kaidah penulisan cerpen terlihat sudah berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat diketahui saat pengamat sedang mengamati aktivitas siswa melakukan diskusi dengan temannya. Hanya ada beberapa siswa yang tidak aktif ikut berbicara mendiskusikan tentang pengembangan cerpen tersebut. Ketika diberi tugas secara individu untuk menuliskan peristiwa-peristiwa menarik yang pernah dialami masih ada beberapa siswa menggunakan waktu lama untuk menghasilkan ide ke dalam bentuk tulisan. Bahkan ada siswa yang bertanya tentang peristiwa yang ditulis ketika membuat laporan perjalanan dengan peristiwa ketika lebaran tiba dibelikan baju baru. Menyikapi keadaan tersebut guru menyampaikan kepada siswa lain untuk menjawab. Ada satu siswa yang menjawab dan jawaban siswa tersebut benar. Guru menegaskan lagi tentang peristiwa-peristiwa yang dapat dikembangkan menjadi sebuah cerpen yaitu peristiwa yang dapat menimbulkan surprise bagi pembaca. Data secara konkret tentang kualitas proses belajar mengajar dapat diketahui dari hasil pengamatan baik pengamatan terhadap guru maupun pengamatan yang dilakukan terhadap aktivitas siswa. Hasil pengamatan tentang mutu proses belajar mengajar dari segi siswa saat siklus I dapat diketahui dari uraian sebagai berikut. (1)
108
Aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang pengetahuan cerpen adalah 20 % berkategori kurang, 4 siswa memperoleh skor 1. Skor 1 berkategori kurang. Sedangkan 80 % siswa berskor 2 menunjukkan kategori cukup. (2) Aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang pelaksanaan pembelajaran terpadu dan proses penilaian berbasis kelas adalah 100 %
berkategori cukup. (3) Aktivitas siswa ketika
menentukan tema cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami adalah 5 % kurang atau siswa yang memperoleh skor 1 berjumlah 1 siswa. (4) Aktivitas siswa ketika menyusun kerangka cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa adalah 15% kurang ,80 % adalah cukup, dan 5 % baik. (5) aktivitas siswa ketika menyusun cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami adalah 10 % kurang dan 90% cukup. Sedangkan untuk aktivitas siswa kategori baik adalah 0% (lihat lampiran 12 halaman 226). Tabel 5. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada Siklus I. Skor dalam % No
Aspek Kurang Cukup
1
Aktivitas siswa ketika tanya jawab
Baik
20
80
-
-
100
-
tentang pengetahuan cerpen Aktivitas siswa ketika tanya jawab 2
tentang
pelaksanaan
pembelajaran
terpadu dan proses penilaian berbasis kelas
109
Aktivitas siswa ketika menentukan tema 3
cerpen bertolak dari peristiwa yang
5
95
-
15
80
5
10
90
-
50
445
5
10
89
1
pernah dialami Aktivitas 4
siswa
ketika
menyusun
kerangka cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami Aktivitas siswa ketika menyusun cerpen
5
bertolak dari peristiwa yang pernah dialami Total Rerata
Hasil pengamatan tentang mutu proses belajar mengajar dari aktivitas guru adalah sebagai berikut. Aktivitas guru saat pelaksanaan pembelajaran dalam hal menyusun RPP memperoleh skor rata-rata untuk kelompok merencanakan pembelajaran 3,1 Sedangkan untuk kelompok pengorganisasian materi pembelajaran rata-rata skor yang diperoleh 3. Merencanakan pengelolaan kelas rata-rata skor yang diperoleh 3, merencanakan penggunaan media 4, merencanakan penilaian 3 dan penampilan fisik rencana pembelajaran rata-rata skor yang diperoleh adalah 4. Secara keseluruhan Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran pada siklus pertama ini sudah ada peningkatan bila dibandingkan dari prasiklus. Hal tersebut ditandai adanya perolehan rata-rata skor dari tiap-tiap kegiatan yang dilakukan. Jumlah nilai
110
akhir dari Rencana Pelaksanaan pembelajaran ini adalah 3,30 dengan kategori memuaskan. (Lihat lampiran 13 halaman 227). Aktivitas guru saat pelaksanaan pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut. Kegiatan membuka pembelajaran skor rata-rata yang diperoleh guru adalah 3. Saat menyampaikan materi pengait/ persepsi sudah disampaikan dengan baik. Guru juga sudah bisa memotivasi siswa sebelum memulai materi pembelajaran dan menyampaiakn kompetensi yang harus dicapai siswa. Hal tersebut perlu dilakukan oleh guru supaya proses pembelajaran lebih terfokus dan menumbuhkan gairah siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas guru ketika mengelola kegiatan pembelajaran inti adalah sebagai berikut. Guru sudah dapat menguasai materi pembelajaran, memberi contoh/ ilustrasi/ analogi, dan menggunakan sumber, alat, media pembelajaran meskipun belum maksimal sehingga skor yang diperoleh untuk hal ini masing-masing mendapat skor 3. Aktivitas guru ketika mengarah peserta didik untuk aktif berpartisipasi aktif dan memberi penguatan belum dilaksanakan dengan baik oleh guru sehingga skor yang diperoleh masing-masing adalah 2. Skor rata-rata yang diperoleh guru pada aktivitas mengelola kegiatan pembelajaran inti ini adalah 2,25. Sementara itu, dalam hal mengorganisasi waktu, peserta didik, sumber dan alat media pembelajaran adalah sebagai berikut. Guru sudah dapat mengatur waktu
111
dengan baik. Demikian juga dalam menyiapkan sumber dan alat bantu media pembelajaran sehingga masing-masing berskor 3. Aktivitas guru dalam hal pengorganisasian peserta didik belum berjalan dengan baik. Ketika pelaksanaan diskusi kelompok masih banyak siswa yang pasif, tidak ikut beraktivitas dalam kelompok tersebut sehingga skor yang diperoleh guru adalah 2. Rata-rata perolehan skor pada aktivitas seperti uraian di atas adalah 2, 66. Penilaian proses dan hasil belajar sudah dilaksanakan oleh guru tetapi belum maksimal. Saat siswa melakukan aktivitas menulis cerpen, guru tidak memantau kemajuan hasil menulis siswa. Siswa tidak diajak untuk saling memberi penilaian terhadap hasil pekerjaan temannya. Dengan demikian indikator guru memantau kemajuan siswa saat proses pembelajaran berskor satu. Setelah hasil karya siswa berupa cerpen dikumpulkan guru telah melakukan penilaian sesuai dengan rubrik penilaian yang disusun di RPP pada siklus I. Dengan demikian guru mendapat skor 3. Jumlah rata-rata skor untuk aspek ini adalah 2. Aktivitas terakhir yang dilakukan pada kegiatan ini adalah penutup kegiatan dan penampilan pendidik. Penutup pembelajaran mencakup guru merangkum materi dan memberi tindak lanjut. Guru belum melakukan refleksi secara maksimal tetapi masih samar-samar sehingga skor yang diperoleh guru adalah 2. Guru sudah melakukan rangkuman terhadap materi pembelajaran tetapi masih belum jelas dan tegas sehingga skor yang diperoleh guru adalah 2. Guru melakukan tindak lanjut menyuruh siswa untuk membaca dan menulis cerpen di rumah sehingga skor yang
112
diperoleh siswa adalah 3. Skor rata-rata yang diperoleh guru dalam aktivitas menutup kegiatan ini adalah 2. 5. Kesan umum penampilan pendidik dan penampilan sikap pendidik dalam pembelajaran mempunyai nilai rata-rata 2, 5. Secara keseluruhan skor yang diperoleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus satu sudah ada peningkatan bila dibandingkan dengan prapembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan, dari kegiatan membuka pembelajaran, mengelola kegiatan pembelajaran inti, mengorganisasikan waktu, peserta didik, sumber dan alat media pembelajaran, melaksanakan penilaian, menutup kegiatan dan penampilan pendidik mempunyai skor rata-rata 2, 58. Skor tersebut termasuk kategori C atau cukup memuaskan. (Lihat lampiran 14 halaman 230). Kegiatan keterampilan pelaksanaan hubungan pribadi pada siklus I mencakup tiga hal yaitu membuka kegiatan pembelajaran, mengelola kegiatan pembelajaran inti, dan mengelola interaksi di dalam kelas. Aktivitas guru ketika membuka kegiatan pembelajaran berskor rata-rata 2,8. Guru belum menunjukkan kegairahan dalam pembelajaran dan memberikan kesempatan dalam kegiatan pembelajaran meskipun sudah memberikan kesan umum menguasai materi sehingga skor rata-rata yang diperoleh adalah 2,3. Sementara itu dalam mengelola interaksi dalam kelas guru sudah menunjukkan hubungan antar pribadi yang sehat dan serasi dan menciptakan iklim belajar yang kondusif sehingga skor rata-rata yang diperoleh guru adalah 3. Bedasarkan hasil pengamatan dari kegiatan hubungan pribadi pada siklus I tersebut
113
mempunyai skor rata-rata 2,70 berkategori C atau kurang memuaskan. Untuk lebih konkret dapat dilihat lampiran 15 halaman 233). Sementara itu, hasil pembelajaran menulis cerpen pada siklus I disajikan dalam tabel berikut. Tabel 6. Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada Siklus I Jumlah/ No
Uraian Pencapaian Hasil Nilai
1
Siswa yang memperoleh nilai di bawah 75
9
Siswa yang memperoleh nilai nilai sama dengan 2
11 atau lebih dari 75
3
Nilai rata-rata
72. 65
4
Ketuntasan klasikal
70 %
Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan sebanyak 9 siswa memperoleh nilai di bawah 75. Sebelas siswa memperoleh nilai sama dengan atau lebih dari 75. Nilai rerata 72, 65 dengan tingkat ketuntasan secara klasikal sebesar 70 % (lihat lampiran 32 halaman 295). Tabel 7. Tabel Distribusi Frekuensi Data Bergolong Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada Siklus I
114
Nilai
Tally (Turus)
Frekuensi
61 - 66
I
1
67 - 72
IIIII III
8
73 - 78
IIIII IIIII I
11
79 - 84
-
-
85 - 90
-
20
Tabel 7 yaitu tabel distribusi frekuensi data bergolong nilai kemampuan menulis cerpen siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada kondisi siklus I menggunakan lebar masing-masing kelas enam. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai 61 – 66 berjumlah satu siswa. Siswa yang memperoleh nilai 67 – 72 berjumlah 8 siswa. Siswa yang mendapat nilai 73 – 78 berjumlah 11 siswa. Pemerolehan nilai 79 – 84 dan 85 – 90 tidak ada. Data tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang dialami siswa belum memenuhi batas tuntas yang ditetapkan yaitu 75 ( baca indikator kinerja pada bab III halaman 78). Dengan demikian, pada kondisi siklus I ini pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang dialami siswa dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang diharapkan.
115
Skor kemampuan menulis cerpen siswa MTs Negeri Nguntoronadi pada distribusi frekuensi data bergolong pada siklus I dapat digambarkan dengan grafik histogram frekuensi skor sebagai berikut. 12 10
Freku ensi
8 6 4 2 0 61-66
67-72
73-78
Nilai
79-84
85-90
Gambar 8. Grafik Histogram Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada Siklus I yang Diajar dengan Model Pembelajaran Terpadu dan Penilaian Berbasis Kelas. d. Refleksi Berdasarkan hasil pengamatan atau observasi di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas dapat menumbuhkan semangat siswa untuk menyampaikan ide dan pendapat tentang pengetahuan cerpen. Siswa lebih antusias bila dibandingkan dengan proses pembelajaran ketika prapenelitian. Ketika pelaksanaan di siklus I sudah ada beberapa siswa yang antusias mengikuti proses pembelajaran. Beberapa
116
siswa mengacungkan tangannya untuk menyampaikan ide dan jawabannya. Meskipun ada beberapa siswa yang pasif tidak mengemukakan ide dan menjawab pertanyaan, secara keseluruhan proses pembelajaran pada siklus I ini menunjukkan tingkat kemajuan yang cukup baik. Pembelajaran menulis cerpen dengan model pembelajaran terpadu dan penilaian
berbasis
kelas
memiliki
pengaruh
yang
positif,
yaitu
mampu
memperkenalkan kerja kolaboratif, mampu melatih keberanian siswa berbicara mengemukakan ide di depan teman-temannya dan mampu memupuk rasa persahabatan di antara siswa.
Siswa dibiasakan untuk membaca, mendengar,
berbicara, dan menulis dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan kemampuan siswa dalam penguasaan empat keterampilan berbahasa dapat terwujud. Aktivitas siswa dan guru dengan penerapan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas memiliki pengaruh yang positif terhadap guru dan siswa. Guru dibiasakan untuk melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan. Kemampuan guru untuk mengembangkan materi, menggunakan sumber, alat, media pembelajaran dan penilaian secara terpadu diharapkan menjadi model pembelajaran guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan atau observasi di atas, diketahui bahwa siswa pada
umumnya
belum
maksimal
mengikuti
proses
pembelajaran.
Untuk
menindaklanjutinya, pembelajaran menulis cerpen pada siklus II perlu ditekankan
117
keaktifan siswa untuk melakukan kegiatan membaca, menulis, berbicara, dan melakukan kerjasama untuk saling member penilaian terhadap cerpen yang ditulis temannya baik secara individu maupun kelompok. Kurang maksimal siswa dalam mengikuti proses pembelajaran disebabkan oleh pola pikir siswa yang sudah terbiasa statis. Siswa hanya sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan gurulah yang paling dominan dalam proses pembelajaran tersebut. Jika disuruh membaca cerpen kemudian mendiskusikan dan mempresentasikan ke depan siswa-siswa merasa enggan. Kemampuan siswa untuk bisa menemukan kekurangan-kekurangan sendiri melalui hasil karyanya tidak dibiasakan guru. Oleh sebab itu, pada pembelajaran berikutnya ( pada siklus II) perlu ditekankan kepada siswa agar lebih mempersiapkan diri dengan pola pikir yang kreatif. Guru belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide dan gagasannya baik ke dalam bentuk tulisan maupun secara lisan. Guru masih mendominasi dalam proses pembelajaran. Ide-ide yang disampaiakan siswa tidak ditanggapi dengan baik. Ide-ide yang dikemukakan siswa seharusnya ditampung dengan baik, didiskusikan, dibuat sebagai contoh untuk dikembangkan ke dalam bentuk paragraf cerpen, dianalisis bersama-sama dan ditanggapi oleh siswa yang lain baik secara individu maupun kelompok. Ketika siswa praktik menulis cerpen, siswa serius serius menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan tersebut. Akan tetapi, guru tidak memantau kemajuan siswa ketika menulis cerpen. Guru hanya duduk di meja dengan sesekali menanyakan
118
kepada siswa apakah mengalami kesulitan apa tidak. Aktivitas guru yang demikian menyebabkan beberapa siswa tidak melakukan apa-apa. Beberapa siswa tersebut akhirnya tidak dapat menyelesaikan evaluasi membuat kerangka cerpen dan mengembangkannya ketika waktu yang ditentukan sudah habis. Kelebihan-kelebihan yang terjadi pada siklus I tersebut perlu dipertahankan sedangkan kekurangan-kekurangan yang ditemukan saat proses pembelajaran pada siklus I dapat diperbaiki saat pelaksanaan siklus II. Pada pembelajaran berikutnya (pada siklus II) perlu ditekankan keaktifan siswa. Keaktifan siswa untuk menyimak guru tentang konsep-konsep menulis cerpen, membaca kembali cerpen yang sudah diperbaiki gurunya untuk mengetahui letak kekurangan, melakukan tanya jawab dengan guru tentang kesulitan-kesulitan saat menulis cerpen dan keaktifan siswa untuk berdiskusi dengan kelompoknya tentang cerpen-cerpen yang telah mereka buat. Guru tidak perlu lagi memaparkan materi dengan ceramah atau mendominasi proses pembelajaran. Pada siklus II guru hendaknya memantau kemajuan kemampuan siswanya dalam hal menulis cerpen dan mengarahkan siswa yang masih melakukan kesalahan-kesalahan. 2. Deskripsi Siklus II Pembelajaran menulis cerpen pada siklus II masih ditujukan pada persoalan siswa tentang menulis peristiwa mengesankan yang pernah dialami, menyusun kerangka cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah dialami, dan menyusun cerpen
119
berdasarkan kerangka cerpen yang telah disusun siswa. Ketiga hal tersebut dapat terwujud karena faktor pola pikir siswa yang kreatif. Kreativitas siswa tersebut dapat terwujud dengan membiasakan siswa untuk terampil membaca cocntoh-contoh cerpen menganalisanya, mencari kelebihan dan kekurangan hasil karya sesama teman atau hasil karyanya sendiri. Siswa dilatih untuk mengemukakan ide dan gagasannya baik secara tertulis atau lisan dan menanggapi ide dan gagasan yang disampaikan teman yang lain untuk dibandingkan dengan ide dan gagasan siswa itu sendiri. Berdasarkan pertimbangan dalam refleksi I, perencanaan dan pelaksanaan dirancang sebagai berikut. a. Perencanaan Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus II meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut. 1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pada siklus II, dirancang sebagai berikut. Pada pertemuan siklus II siswa melakukan tanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan menulis cerpen. Guru menjelaskan konsep menulis cerpen yang terdiri dari pengertiaan cerpen, unsur-unsur intrinsik, ciri-cirinya, langkah-langkah penulisan cerpen, dan unsur-unsur kebahasaan (ejaan dan tanda baca). Siswa dilatih untuk berpikir kreatif melalaui kegiatan membaca cerpen yang telah diperbaiki, kemudian menanyakan kembali hal-hal yang kurang siswa pahami dari cerpen hasil perbaikan
120
tersebut. Satu persatu siswa bertanya secara bergantian untuk melatih kemampuan berbicara siswa. Tindakan yang mendapatkan penekanan dari guru dapa siklus II adalah mengarahkan siswa agar lebih aktif dan kreatif dalam bertanya jawab dan mengarahkan siswa agar kemampuan menulis cerpen ditingkatkan. Hal ini penting dilakukan karena dapat digunakan sebagai acuan terwujudnya hasil karya siswa berupa cerpen yang baik sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan. a) Tahap Pendahuluan (1)
Seperti pada siklus I guru memasuki kelas tepat waktu yaitu dimulai pukul 07.40 diakhiri pukul 09.00 yaitu jam ke-2 dan ke-3. Guru mengondisikan kelas dengan presensi dan cek kesiapan siswa. Siswa sudah siap mengikuti proses pembelajaran.
(2) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa yang mengarah kepada ulasan mengenai pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. (3) Guru mengarahkan siswa pada pembahasan materi yang berkaitan dengan menulis peristiwa mengesankan yang pernah dialami,, menyusun kerangka cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah dialami, dan menyusun cerpen berdasar kerangka cerpen yang telah disusun siswa. Waktu yang diguanakan adalah 10 menit. b) Tahap Inti (1) Siswa memperhatikan contoh cerpen yang ditampilkan melalui LCD.
121
(2) Siswa menyimak penjelasan guru tentang konsep menulis cerpen. (3) Guru membagikan cerpen hasil karya siswa pada siklus I yang sudah diperbaiki guru untuk didiskusikan dalam kelompok. (4) Guru menampilkan melalui LCD kriteria penialain cerpen yang baik sebagai bahan untuk memberikan penilaian terhadap cerpen terpilih dalam tiap kelompok oleh kelompok tersebut. (5) Secara kelompok siswa membaca cerpen hasil karya teman yang lain pada siklus I kemudian mengambil satu cerpen terbaik di antara cerpencerpen yang lain dalam kelompok tersebut kemudian memberikan penilaian terhadap cerpen tersebut. (6) Guru mengumpulkan empat cerpen terbaik yang sudah diberi nilai oleh siswa dalam kelompok tersebut, kemudian mengumumkan cerpen yang memperoleh skor tertinggi yang sudah dinilai siswa dalam masing-masing kelompok. (7) Siswa yang berhasil memperoleh skor tertinggi atau nilai tertinggi membacakan hasil karyanya ke depan untuk diberi tanggapan dan komentar dari siswa yang lain. (8) Secara individu siswa menulis peristiwa yang pernah dialami yang akan dijadikan sebagai bahan penulisan cerpen. (9) Siswa menyusun kerangka cerpen. (10) Siswa menyusun cerpen berdasar kerangka yang telah disusun.
122
Waktu yang dialokasikan untuk tahap inti ini adalah 60 menit. c)
Tahap Penutup (1) Siswa dan guru merefleksi kegiatan sejak siswa menyimak penjelasan guru, siswa menjawab tentang teori cerpen dan teori menulis cerpen, siswa menganalisis hasil cerpen yang telah mereka buat maupun cerpen temannya sudah diperbaiki guru dalam kelompok tersebut, hasil diskusi tentang cerpen terbaik, menulis tentang peristiwa yang paling mengesankan, membuat kerangka sampai dengan menyusun cerpen secara utuh berdasarkan kerangka yang sudah dibuat oleh siswa. (2) Siswa dan guru menyimpulkan langkah-langkah menulis cerpen dengan bekal model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas tersebut. (3) Guru menugasi siswa berlatih menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa agar dikerjakan di rumah. Waktu yang dialokasikan untuk tahap ini adalah 10 menit. 2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendidikan Beberapa fasilitas yang perlu disiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen pada siklus II sebagai berikut. a) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan adalah ruang kelas umum. Tidak menggunakan ruang bahasa. Posisi tempat duduk siswa sudah diubah dalam formasi kelompok. Ada empat kelompok dalam ruangan tersebut.
123
Masing-masing kelompok beranggotakan empat siswa. Kursi dan meja diatur sedemikian rupa sehingga siswa dapat berkolaborasi dengan siswa yang lain ketika mereka harus berdiskusi saat pembelajaran. Di ruang tersebut sudah dipasang LCD secara permanen sehingga guru tidak perlu membawa sendiri. Hanya saja pemasangannya terlalu tinggi sehingga agak mengganggu pandangan siswa. b) Media pembelajaran kaitannya dengan cerpen disiapkan oleh guru. Adapun media tersebut adalah sebagai berikut. Buku berisi kumpulan cerpen, satu buku Ejaan yang Disempurnakan dan Pembentukan Istilah sebagai hadiah bagi cerpen yang terbaik di siklus I dan siklus II. Tulisan-tulisan di LCD berupa teori cerpen, teori menulis cerpen, dan contoh penggalan cerpen yang ditayangkan di tampilan LCD. Adapun sepenggal cerpen karya AA Navis berjudul “Jadi Santri” adalah sebagai berikut. Jadi Santri Mendengar bunyi bedug berkepanjangan seperti malam ini aku ingat masa kecil ketika masih rajin mengaji di Surau Kyai Syafii di kampungku. Bagaimana aku bisa melupakan itu terlebih di senyap malam yang menggetarkan jiwa dan aku masih bisa merasakan kenikmatan yang terkandung di dalamnya. Rasa yang melonjak dan hati yang menyendat membawa aku selalu ingat pada Allah dan Nabi. Kebiasaan bunyi begini kudengar sejak kecil. Ia menggema siang malam. Di hati kecilku memudar dan meresap ke seluruh tubuh, mendarah daging dan takkan hilang-hilangnya sampai hari matiku. Kurasakan sesuatu ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan.
124
Dan dalam khayalanku tokoh-tokoh suci yang kukenal dalam kepercayaanku seolah menyerukan dengan suara gaibnya : besyukurlah kamu kepada Tuhanmu dan mengucap alhamdulillah. Surau Kyai Syafii tak jauh dari letak rumahku. Di sebuah perkampungan termasuk desa Kedungpring, Kecamatan Tanggulrejo dengan penduduknya yang damai adalah sebuah peseantren yang bahagia. Setelah aku khatam Qur’an yang tiga puluh juz itu aku dibawa ke Surabaya. Di sana aku disekolahkan di Madrasah Mufidah di Sawahan. Di sinilah pertamatama kukenal Kyai Mas Mansyur, seorang tokoh besar Muhammadiyah lulusan Al-Azhar yang menjadi guru besar kami. Aku kenal beliau dari dekat, seorang manusia berjiwa besar tapi hidup sederhana. Di sekolah ini pertama-tama aku menerima pelajaran membaca dan menulis. Tapi karena sebelumnya di rumah aku telah diajar sendiri oleh ayahku meski dalam taraf rendah. Maka pelajaran-pelajaran Tajwid, Fiqih, dan Bahasa Arab tak begitu sukar kuterima. Tujuh tahun lamanya aku tinggal di pondok Kyai Mansyur dengan suka dan duka. Selama di pondok itulah aku kenal dunia ramai. Dunia yang masyarakatnya bermacam-macam dengan segala tingkah dan kemajuan pikirannya. Sekembalinya dari pondok ke pesantren yang tercinta menimbulkan rasa asing dalam diriku. Kurasa segalanya jadi makin sempit. Tapi perasaan itu sebentar saja berlalu. menyesuaikan diriku kembali pada pesantren kami. Suatu kebiasaan di pesantren Kedungpring ialah kalau ada jejaka yang terpandang dan dikagumi, apa pula jejaka itu berwajah bagus.
125
3) Mempersiapkan Lembar Pengamatan (Observasi) Lembar pengamatan atau observasi yang digunakan untuk merekam segala aktivitas siswa selama pelaksanaan pembelajaran, yaitu: bagaimana aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang pengetahuan cerpen, pelaksanaan pembelajaran terpadu dan proses penilaian berbasis kelas, menentukan tema cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, menyusun kerangka cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, dan menyusun cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa (lihat lampiran 11 halaman 227 ) b. Pelaksanaan Tindakan Tindakan perbaikan pada siklus II dilakukan pada hari Senin, 17 September 2012 (lihat RPP Siklus II pada lampiran 18 halaman 243). Tindakan ini diawali dengan tanya jawab yang mengarah pada ulasan mengenai pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I ini tingkat keaktifan siswa kurang maksimal, maka pada siklus II siswa diarahkan untuk aktif mengemukakan ide, saling berdiskusi dengan teman dalam satu kelompok tersebut, dan berani mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan selama proses pembelajaran. Guru mengulas mengenai pentingnya menulis cerpen dan tujuan pembelajaran. Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang cerpennya menduduki tiga cerpen terbaik yang layak untuk ditampilkan dalam madding atau diusulkan untuk dimuat dalam media massa. Penghargaan ini diberikan untuk
126
cerpen yang dibuat siswa pada siklus II dan III. Alokasi waktu yang digunakan adalah 10 menit. Pada langkah berikutnya, siswa pun sangat aktif dan antusias mengikuti pembelajaran. Siswa menjawab dengan antusias pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru tentang teori cerpen, teori menulis cerpen dilanjutkan dengan kegiatan diskusi secara kelompok untuk membaca kembali masing-masing cerpen yang sudah dibuat siswa. Cerpen-cerpen tersebut sudah diberi masukan dan catatan oleh guru pada saat siklus pertama. Siswa secara kelompok saling mendiskusikan cerpen-cerpen hasil buatan mereka dan memilih satu cerpen terbaik dalam kelompok tersebut untuk ditampilkan ke depan kelas. Selama proses diskusi, guru juga menampilkan tayangan cerpen di LCD yang berjudul Jadi Santri. Cerpen tersebut ditampilkan dengan maksud agar siswa dapat membaca kemudian membandingkan cerpen hasil buatan mereka. Selama proses pembelajaran guru menugasi salah satu siswa untuk membaca cerpen tersebut dan siswa yang lain menyimak. Ternyata, siswa sangat antusias. Guru memberikan reward untuk siswa baik bagi pembaca maupun bagi siswa yang mengemukakan respond an kreativitasnya. Setelah menampilkan contoh cerpen tersebut guru menampilkan kriteria penilaian terhadap cerpen melalui tayangan LCD. Siswa secara kelompok memberikan penilaian terhadap cerpen yang dibuat temannya, kemudian memilih
127
satu cerpen dengan skor tertinggi. Selama proses penilaian tersebut siswa terlihat sangat antusias dan aktif bertanya pada guru kalau menghadapai kesulitan saat memberikan penilaian terhadap hasil karya siswa yang lain. Guru melakukan pembimbingan secara kelompok selama siswa memberikan penilaian dan mengoreksi cerpen karya siswa yang lain. Langkah yang ditempuh berikutnya dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas adalah siswa menanyakan kembali hal-hal yang kurang dipahami dari perbaikan cerpennya. Satu per satu mereka bertanya secara bergantian sehingga mereka benar-benar mengerti. Sebelum langkah tersebut siswa yang memperoleh skor tertinggi atau cerpen terbaik yang terpilih dalam siklus dua tersebut dibacakan ke depan untuk ditanggapi dan dikomentari siswa yang lain. Siswa menjadi antusias bertanya dan memberikan tanggapan ketika guru juga memberikan reward pada kegiatan ini. Setelah aktivitas tanya jawab selesai dilanjutkan guru dengan memberi tugas untuk siswa yaitu menulis peristiwa yang mengesankan yang pernah dialami siswa. Siswa semangat untuk menulis satu peristiwa mengesankan di lembar jawab berupa halaman kertas folio kosong yang sudah dipersiapkan oleh guru. Guru memantau kemajuan siswa dengan cara melihat tulisan siswa. Setelah semua siswa selesai menulis hal tersebut dilanjutkan menyusun kerangka cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah dialami tersebut. Siswa asyik dan sangat antusias menyusun kerangka sedangkan guru memantau kemajuan siswa. Ternyata kerangka yang disusun siswa
128
pada saat siklus II ini lebih terinci dibandingkan kerangka yang disusun siswa saat siklus I. Siswa melanjutkan aktivitas inti yaitu menulis cerpen berdasarkan kerangka cerpen sehingga menjadi cerpen yang utuh. Siswa tampak lebih bersemangat dan antusias dan berlomba-lomba menjadi penulis terbaik di antaranya teman-temannya. Guru mengelilingi siswa sambil memantau tingkat kemajuan belajar siswa. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk aktivitas ini adalah 60 menit. Pembelajaran pada siklus II diakhiri dengan refleksi. Siswa dan guru merefleksi terhadap kegiatan mulai dari tanya jawab, kegiatan siswa melakukan kolaborasi untuk mendiskusikan cerpen hasil siswa yang lain, melakukan penilaian, memilih cerpen terbaik, pembacaan cerpen terpilih, sampai kegiatan menanggapi cerpen hasil karya siswa yang lain. Demikian juga dengan kreativitas siswa untuk mengemukakan ide-ide membuat peristiwa-peristiwa menarik, pengembangan cerpen dari kerangka sampai dengan menyusun cerpen secara utuh. Siswa dan guru bersamasama menyimpulkan materi pembelajaran secara global. Siswa menerima tugas untuk membaca-baca cerpen agar menambah perbendaharaan pengalaman siswa. Adapun alokasi waktu yang diperlukan untuk kegiatan refleksi adalah 10 menit. Berikut ini salah satu cuplikan gambar foto kegiatan guru di kelas dan aktivitas siswa menulis cerpen pada tindakan siklus II.
129
Gambar 9. Siswa-siswa antusias, serius menulis cerpen dan guru memantau. c. Observasi – Interpretasi Hasil observasi pada siklus II ini dapat dideskripsikan bahwa sebagian besar siswa dapat beraktivitas tanya jawab. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide dan gagasannya. Siswa diberi kesempatan untuk menemukan kesalahan-kesalahan yang siswa buat dengan kegiatan membaca, bertanya jawab dan saling mengoreksi, membenarkan pekerjaan antarteman. Guru memberi kesempatan siswa untuk mengemukakan ide-ide dan gagasannya ke dalam bentuk tulisan, melalui kegiatan membaca, menulis, tanya jawab dan diskusi antarteman dalam kelompok tersebut. Ide-ide dan gagasan didapat siswa dari kegiatan membaca contoh-contoh cerpen dan menyimak contoh-contoh cerpen terbaik untuk dijadikan contoh dan inspirasi bagi cerpen yang siswa buat. Materi tanya jawab dan diskusi tersebut dapat memberi stimulus bagi siswa.
130
Tingkat mutu pembelajaran pada siklus II sudah menunjukkan kemajuan yang cukup menggembirakan bila dibandingkan dengan pelaksanaan pada siklus I. hal tersebut dapat diketahui dari hasil pengamatan (observasi) terhadap siswa pada siklus II. Adapun hasil observasi adalah sebagai berikut. Aktivitas siswa berkategori kurang pada siklus I hanya 1 yaitu pada kelompok ke-4. (1) Aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang pengetahuan cerpen adalah 75 % berkategori cukup dan 25% baik. (2) Aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang pelaksanaan pembelajaran terpadu dan proses penilaian berbasis kelas adalah 90 % berkategoi cukup, 18 siswa memperoleh skor 2. Siswa berkategori baik berjumlah 2 dengan prosentase 10 %, dengan skor 3. (3) Aktivitas siswa ketika menentukan tema cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami adalah 75 % berkategori cukup, 15 siswa memperoleh skor 2. Siswa dengan kategori baik sebanyak 25 % dengan perolehan skor 3 diraih oleh 5 siswa. (4) Aktivitas siswa ketika menyusun kerangka cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami adalah 5 % kurang, 65 % cukup, dan 30 % baik. (5) Aktivitas siswa ketika menyusun cerpen bertolak dari peristiwa yang dialami siswa adalah 90 % berkategori cukup dan 10 % berkategori baik. Jadi rerata aktivitas siswa dengan kategori kurang adalah 1 %, rerata aktivitas siswa kategori cukup adalah 79 %, sedangkan rerata aktivitas siswa kategori baik adalah 20 % (lihat lampiran 20 halaman 251). kualitas proses belajar – mengajar pada siklus II tersebut jika dibuat tabel menjadi seperti berikut.
131
Tabel 8. Kualitas Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada Siklus II. Skor No
1
Aspek Kurang
Cukup
Baik
-
75
25
-
90
10
-
75
25
5
65
30
-
90
10
Total
5
395
100
Rerata
1
79
20
Aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang pengetahuan cerpen Aktivitas siswa ketika tanya jawab
2
tentang pelaksanaan pembelajaran terpadu dan proses PBS Aktivitas siswa ketika menentukan
3
tema cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami Aktivitas siswa ketika menyusun
4
kerangka cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami Aktivitas siswa ketika menyusun kerangka cerpen bertolak dari peristiwa yang dialami
5
132
Hasil pengamatan tentang mutu proses belajar mengajar dari segi aktivitas guru terdiri dari tiga hal pokok yaitu, (1) Lembar Penilaian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, (2) Lembar Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran, (3) Lembar Penilaian Keterampilan Pelaksanaan Hubungan Pribadi. Ketiga hasil pengamatan tersebut dapat dilihat seperti uraian berikut ini. Hasil pengamatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mencakup enam hal yaitu merencanakan pengelolaan pembelajaran, pengorganisasian materi pembelajaran, merencanakan pengelolaan kelas, merencanakan penggunaan sumber media pembelajaran, merencanakan penilaian, dan penampilan fisik rencana pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan dari keenam hal tersebut dapat dibuktikan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau RPP sudah disusun guru dengan kriteria memuaskan. Jumlah nilai rata-rata yang diperoleh guru adalah 3,43. Kriteria ini termasuk kategori B atau memuaskan (lihat lampiran 21 halaman 252). Kegiatan pelaksanaan pembelajaran mencakup enam hal yaitu (1) membuka kegiatan pembelajaran, (2) mengelola kegiatan pembelajaran inti, (3) mengorganisasi waktu, peserta didik, sumber dan alat media pembelajaran, (4) melaksanaka penilaian, (5) menutup kegiatan, dan (6) penampilan pendidik. Berdasarkan hasil pengamatan keenam aspek dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut. Aktivitas guru dalam membuka kegiatan pembelajaran rata-rata skor yang diperoleh adalah 3,33. Guru sudah menyampaikan materi pengait, memotivasi siswa dan menyampaikan kompetensi yang harus dicapai peserta didik.
133
Kegiatan pembelajaran inti sudah berjalan dengan baik sehingga skor rata-rata yang diperoleh guru adalah 2,87. Dalam mengelola pembelajaran inti guru sudah menguasai materi pembelajaran, memberi contoh-contoh, dan menggunakan alat dan sumber media pembelajaran dengan baik. Guru menggunakan model pembelajaran terpadu merupakan model pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa. Pada saat kegiatan inti ini untuk aspek memberi penguatan kepada peserta didik belum dilakukan guru secara maksimal sehingga untuk aspek ini memperoleh skor 2. Skor ini untuk kegiatan inti pembelajaran skor paling rendah yang dicapai guru bila dibandingkan dengan skor-skor yang lain. Hal ini dapat dibuktikan ketika siswa menjawab pentingnya kata-kata bermakna konotasi untuk memperhidup jalan cerita cerpen guru tidak memberikan respon apa-apa. Berdasar hasil pengamatan guru belum maksimal dalam mengorganisasi waktu, peserta
didik,
sumber
dan
alat
media
pembelajaran
khususnya
dalam
mengorganisasian peserta didik. Ketika melaksanakan diskusi kelompok masih ada beberapa siswa yang bingung dalam kelompok tersebut, bahkan ada beberapa siswa yang tidak melakukan apa-apa dalam kelompoknya. Skor rata-rata yang diperoleh untuk aktivitas ini adalah 2,6. Selama kegiatan proses pembelajaran, guru sudah melaksanakan penilaian proses dan menerapkan penilaian berbasis kelas. Siswa menemukan sendiri kesalahankesalahan yang ia lakukan, saling mengoreksi pekerjaan teman, menilai pekerjaan teman setelah sebelumnya guru menyampaian kriteria penilaian tersebut dalam media
134
LCD. Hasil pekerjaan siswa didokumentasikan dalam portofolio sampai siswa benarbenar mengetahui kekukarangan-kekurangan yang ia lakukan dalam menyusun cerpen. Rata-rata skor yang diperoleh untuk aktivitas ini adalah 3. Aktivitas yang dilakukan guru yang terakhir untuk kegiatan pelaksanaan pembelajaran inti adalah menutup kegiatan dan penampilan pendidik. Untuk aktivitas ini guru sudah melakukannya dengan baik. Guru sudah merangkum materi meskipun belum sempurna dan memberi tindak lanjut dengan memberikan tugas kepada siswa untuk membaca cerpen di rumah dan menyusun cerpen sehingga skor yang diperoleh untuk aktivitas ini masing-masing adalah 3. Penampilan pendidik secara umum dan penampilan serta sikap pendidik dalam pembelajaran cukup menarik, sehingga skor yang diperoleh untuk masing-masing aspek adalah 3. Skor rata-rata yang diperoleh untuk kedua aspek di atas adalah 3. Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran pada siklus II menunjukkan bahwa guru sudah dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan perolehan rata-rata skor tiap aspek sudah dapat mencapai kriteria memuaskan dengan nilai akhir 2,96. Perolehan nilai rata-rata tersebut ke dalam kriteria memuaskan atau B (lihat lampiran 22 halaman 256). Hasil pengamatan keterampilan pelaksanaan hubungan pribadi pada siklus II meliputi tiga hal, yaitu (1) membuka kegiatan pemelajaran, (2) mengelola kegiatan pembelajaran inti, dan (3) mengelola interaksi di dalam kelas.
135
Kegiatan pembuka kegiatan pebelajaran guru memperoleh skor rata-rata 2,8. Ketika membuka pelajaran guru belum membantu secara maksimal terhadap peserta didik untuk menyadari kekuatan dan kelemahannya sehingga skor yang diperoleh siswa untuk aktivitas ini adalah 2. Guru saat membuka pembelajaran sudah membantu peserta didik untuk menumbuhkan kepercayaan, mengekspresikan diri, menunjukkan simpati, dan menunjukkan keramahan dan menghargai orang lain sehingga skor yang diperoleh untuk keempat aspek ini adalah 3. Aktivitas yang dilakukan guru untuk kegiatan pembelajaran inti pada penilaian pelaksanaan hubungan pribadi mempunyai nilai rata-rata 3 untuk tiga aspek. Guru sudah mampu menunjukkan kegairahan dalam pembelajaran. Hal tersebut ditandai proses pembelajaran siswa sudah mampu mengemukakan pendapat, bertanya, membaca contoh-contoh cerpen yang diberikan guru dengan senang hati. Guru juga sudah menunjukkan kesan menguasai materi dengan ditandai ketika siswa menanyakan beberapa materi yang berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan menulis cerpen sudah dijawab dengan baik. Selama proses pembelajaran guru sudah memberikan kesempatan kepada siswa untuk untuk menyampaiakan ide, pendapat dan membaca terhadap cerpen mereka sendiri maupun cerpen yang dibuat oleh siswasiswa yang lain. Selama mengelola interaksi didalam kelas guru sudah dapat mengembangkan hubungan antarpribadi yang sehat dan serasi, guru mampu menumbuhkan kerja sama dalam kelompok saat siswa berkolaborasi, membimbing selama pelaksanaan diskusi
136
sehingga berskor 3. Selama proses pembelajaran guru sudah mampu menciptakan iklim yang kondusif ditandai dengan situasi belajar yang menyenangkan, siswa saling membantu siswa yang lain, saling bertanya, mengemukakan pendapat tanpa terdapat kegaduhan seingga skor yang diperoleh juga 3. Pemerolehan skor rata-rata untuk aktivitas ketiga ini mempunyai nilai rata-rata 3. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dari penilaian keterampilan pelaksanaan hubungan pribadi berdasarkan hasil pengamatan juga menunjukkan hal yang menggembirakan. Berdasarkan ketiga hal yang dilakukan guru dari kegiatan membuka pelajaran, mengelola kegiatan pembelajaran inti, dan mengelola interaksi dalam kelas mempunyai nilai rata-rata 2,93. Nilai tersebut termasuk ke dalam kriteria memuaskan atau B (lihat lampiran 23 halaman 260). Selain hasil pengamatan proses belajar mengajar baik dari aspek siswa maupun aspek guru, peningkatan kemampuan menulis cerpen dapat diketahui dari perolehan skor menulis cerpen pada siklus II. Hasil pembelajaran menulis cerpen pada siklus II disajikan dalam tabel berikut. Tabel 9. Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada Siklus II No 1
Uraian Pencapaian Hasil Siswa yang memperoleh nilai di bawah 75
Jumlah/ NIlai 6
137
2
Siswa yang memperoleh nilai sama dengan
14
atau lebih dari 75 3
Nilai rata-rata
76.85
4
Ketuntasan klasikal
70 %
Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan sebanyak 6 siswa memperoleh nilai di bawah 75. Empat belas siswa memperoleh nilai 75 atau lebih. Nilai rerata 76, 85 dengan tingkat ketuntasan secara klasikal sebesar 70 % (lihat lampiran 32 halaman 295). Tabel 10. Tabel Distribusi Frekuensi Data Bergolong Nilai kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada Siklus II Nilai
Tally (Turus)
Frekuensi
61 – 66
-
0
67 – 72
I
1
73 – 78
IIIII IIIII III
13
79 – 84
IIIII I
6
85 – 90
-
0
Jumlah
20
138
Tabel 8 yaitu tabel distribusi frekuensi data bergolong nilai kemampuan menulis cerpen siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada kondisi siklus II menggunakan lebar masing-masing kelas adalah enam. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada siswa yang mendapat nilai 61 – 66. Siswa yang memperoleh nilai 67 -72 berjumlah 1 siswa. Siswa mendapat nilai 73 – 78 berjumlah 13 siswa. Siswa yang mendapat nilai 79 – 84 berjumlah 6 siswa. Pemerolehan nilai 85 – 90 tidak ada. Data tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerpen bertolak dari siswa belum memenuhi batas tuntas yang ditetapkan yaitu 75 (baca indikator kinerja pada bab III halaman 78). Dengan demikian, pada siklus II ini pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang dialami siswa dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang diharapkan. Skor kemampuan menulis cerpen siswa kelas IX A MTs Negeri pada distribusi frekuensi data bergolong pada siklus II dapat digambarkan dengan grafik histogram frekuensi di bawah ini.
139
Frekuensi
14 12 10 8 6 4
Frekuensi
2 0 61-66
67-72
73-78
79-84
85-90
Nilai
Gambar 9. Grafik Histogram Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Kelas IX A MTs negeri Nguntoronadi pada Siklus II yang Diajar dengan Model Pembelajaran Terpadu dan Penilaian Berbasis Kelas. d. Refleksi Siswa bersemangat mengikuti proses pembelajaran karena guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat, gagasan dan membaca cerpen baik hasil karya siswa sendiri yang sudah diperbaiki, hasil karya siswa yang lain maupun contoh cerpen yang diberikan guru melalui media LCD. Melaui kegiatan membaca ide-ide siswa muncul sehingga menumbuhkan kreativitas siswa untuk menyusun cerpen dengan mudah. Kegiatan membaca kembali cerpen yang sudah diperbaiki, menanyakan kembali kekurangan dan kelebihan cerpen yang telah dibuat siswa dapat menambah
140
kemampuan siswa menambah kemampuan berbahasanya baik kemampuan bahasa lisan maupun tertulis. Siswa dapat mengetahui contoh cerpen yang baik, menarik, dan menimbulkan kesan yang mendalam melalui diskusi yang dilakukan dalam kelompok. Kemampuan siswa dalam menulis peristiwa yang mengesankan menjadi tema tampak adanya kreasi pola piker siswa dan siswa lebih cepat dalam menuliskan idenya. Demikian juga, penyusunan kerangka cerpen. Siswa menyusun kerangka cerpen lebih cepat karena sudah banyak membaca, bertanya, dan berdiskusi dengan sesama siswa saat proses kolaborasi. Penyusunan cerpen berdasarkan kerangka dikembangkan siswa menjadi cerita yang menarik. Pada aktivitas ini hanya ada beberapa siswa yang masih merasa kesulitan mengembangkan kerangka cerpen tersebut. Penyusunan cerpen pada siklus II ini hampir semua siswa melakukannya dengan lancar. Siswa tidak lagi kesulitan menulis karena kehabisan ide. Siswa mulai bergairah untuk menulis cerpen karena mereka banyak membaca contoh-contoh cerpen yang bagus dan sudah bisa menemukan kelebihan dan kekurangan dari cerpen-cerpen yang sudah mereka diskusikan dalam kelompok saat siswa berkolaborasi. Aktivitas penilaian terhadap cerpen hasil karya siswa yang lain membuat siswa bersemangat untuk dapat menemukan kekurangan dan kelebihan cerpen-cerpen yang mereka diskusikan dalam kelompok tersebut. Aspek penilaian dan penskoran yang diberikan guru melalui media LCD dapat merangsang siswa untuk dapat
141
memperbaiki kekurangan-kekurangan cerpen yang siswa susun. Melalui penilaian berbasis kelas yang dilakukan guru selama proses pembelajaran tersebut siswa dapat menulis cerpen dengan baik. Siswa memahami alur cerpen yang runtut, bagaimana menggambarkan tokoh dan penokohan, mendeskripsikan latar, menggunakan gaya bahasa, sudut pandang, dan menentukan kesesuaian antara tema dengan ceritanya. Saat terjadi tanya jawab di siklus II masih ditemukan beberapa siswa belum maksimal mengemukakan ide. Ada beberapa siswa yang mengemuka ide dengan baik, tetapi ada juga yang mengemukakan ide masih terkesan kea rah kelakar. Solusi baru untuk menyelesaikan pembahasan belum tampak jelas. Hal tersebut perlu diperbaiki saat pelaksanaan siklus III. Pada akhir pembelajaran, siswa merasakan bahwa pembelajaran menulis cerpen adalah pembelajaran yang menyenangkan dan bisa memberikan kepuasan tersendiri. Anggapan bahwa menulis cerpen sulit, tidak menarik dan membosankan berubah menjadi pelajaran yang mengasyikkan dan menyenangkan dengan menerapkan model pembelajaran terpadu dan menerapkan penilaian berbasis kelas. Bahkan siswa merasakan adanya ketertarikan untuk saling berlomba menjadi yang terbaik dan menginginkan cerpen yang mereka buat dapat dibaca oleh orang lain melalui media majalah dinding bahkan ada yang berkeinginan cerpen mereka sustu saat dapat dimuat di media masa. Untuk itu, kepada siswa perlu diberi keleluasan untuk dapat berpikir secara kreatif dan inovatif dengan menuangkan gagasan-gasannya ke dalam bentuk cerpen.
142
3. Deskripsi Siklus III Pembelajaran menulis cerpen untuk siklus III ditujukan pada kegiatan penulisan satu peristiwa yang dianggap mengesankan yang pernah dialami siswa, penyusunan kerangka cerpen berdasar peristiwa yang ditulis, dan menulis cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah dialami siswa. Berdasarkan pertimbangan dalam refleksi II, perencanaan dan pelaksanaan dirancang sebagai berikut. a. Perencanaan Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus III meliputi kegiatan sebagai berikut. 1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pada siklus II, dirancang sebagai berikut. Pada siklus II siswa melaksanakan tanya jawab tentang teori cerpen dan teori menulis cerpen dilanjutkan dengan membaca contoh penggalan cerpen yang ditayangkan guru melalui media pembelajaran LCD. Cerpen yang ditayangkan guru untuk memantapkan siswa tentang cerpen yang menarik dan untuk memotivasi siswa menulis cerpen merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Pemantapan tersebut sebagai bekal siswa paktik menulis cerpen berdasarkan peristiwa menarik yang pernah dialami siswa, menyusun kerangka cerpen berdasarkan peristiwa nyata yang dialami, dan menyusun kerangka cerpen berdasarkan kerangka cerpen yang telah disusun siswa.
143
Tindakan yang mendapat penekanan dari guru dari siklus III adalah mengarahkan siswa agar lebih aktif dan kreatif dalam bertanya jawab dan terjadi peningkatan kemampuan menulis cerpen. Hal ini sangat penting karena hasil karya siswa berupa cerpen yang baik merupakan wujud nyata dari keberhasilan proses pembelajaan kompetensi dasar kemampuan menulis cerpen bertolak dai peristiwa yang pernah dialami. Langkah-langkah atau skenario pembelajaran pada siklus III meliputi kegiatankegiatan sebagai berikut. a) Tahap Pendahuluan (1) Guru memasuki kelas tepat waktu yaitu hari Kamis, 27 September 2012, kemudian memulai pelajaran pukul 7.00 diakhiri pukul 8.20 yaitu jam ke-1 dan ke-2. Guru mengondisikan kelas dengan presensi, cek kesiapan siswa, dan lainlain. (2) Guru melaksanakan apersepsi dengan cara melakukan tanya jawab dengan siswa yang mengarah pada ulasan mengenai pelaksanaan pembelajaran pada siklus II. (3) Guru memotivasi siswa dengan dengan cara memberi semacam penguatan atau penghargaan (reinforcement) kepada siswa sebagai penulis terbaik di kelas saat siklus I dan siklus II. Waktu yang digunakan adalah 10 menit. b) Tahap Inti (1) Siswa memperhatikan contoh cerpen yang diberikan guru.
144
(2) Siswa menyimak penjelasan guru tentang peristiwa-peristia yang menarik dari cerpen yang diberikan guru. (3) Siswa berkolaborasi dengan kelompoknya untuk mendiskusikan hal-hal menarik dari cerpen yang dibacanya. (4) Siswa membaca hasil cerpen yang telah diperbaiki pada tahap kedua secara bergantian untuk melihat penataan alur dan diksinya. (5) Siswa melakukan kegiatan menyimak dengan saksama pembacaan cerpen yang dilakukan temannya. (6) Secara kelompok siswa mendiskusikan masing-masing cerpen yang siswa buat, saling memberi masukan dan memberikan penilaian terhadap cerpen yang dibuat siswa yang lain. Selama kegiatan berlangsung guru melakukan pembimbingan dari kelompok satu ke kelompok yang lain. (7) Masing-masing
kelompok
memilih
satu
cerpen
terbaik,
untuk
dibandingkan dengan cerpen terbaik dari kelompok siswa yang lain kemudian dipih cerpen terbaik dalam kelompok tersebut dibacakan dan ditanggapi oleh siswa yang lain. (8) Siswa melakukan kegiatan berbicara dengan memberikan komentar terhadap pembacaan cerpen yang disampaikan siswa yang lain dari penataan alur dan penggunaan diksinya. (9) Siswa menulis peristiwa menarik yang pernah dialami yang akan dijadikan sebagai bahan penulisan cerpen. (10)
Siswa menyusun kerangka cerpen.
145
(11)
Siswa menyusun cerpen berdasar kerangka yang telah disusun. Waktu
yang dialokasikan untuk tahap inti adalah 60 menit. c) Tahap Penutup (1)
Siswa dan guru merefleksi kegiatan sejak siswa menyimak
penjelasan guru, menjawab tentang teori cerpen dan teori menulis cerpen, membaca contoh-contoh cerpen, menanggapai, memberi komentar, menilai, dan memperbaiki cerpen yang sudah direvisi. (2) Siswa menyampaikan kesulitan-kesulitan mencapai kompetensi, menyampaikan harapan, dan saran terhadap kekukarangan proses pembelajaran. (3) Siswa dan guru menyimpulkan langkah-langkah menulis cerpen dengan menggunakan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas. (4) Guru menindaklanjuti pembelajaran agar siswa berlatih menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa. Waktu yang dialokasikan untuk tahap penutup adalah 10 menit. 2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendidikan Beberapa fasilitas yang yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen pada siklus III adalah sebagai berikut.
146
(1) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan adalah ruangan umum. Kursi dan meja sudah diatur dalam formasi diskusi kelompok sehingga memudahkan siswa untuk berkolaborasi dengan siswa yang lain. (2) Media pembelajaran kaitannya dengan cerpen disiapkan oleh guru. Adapun media tersebut adalah sebagai berikut. Tulisan-tulisan di LCD berupa teori cerpen, teori menulis cerpen, dan contoh penggalan cerpen yang ditayangkan di tampilan LCD. Adapun sepenggal cerpen yang ditayangkan ditampilan LCD adalah sepenggal kutipan novel berjudul Sang Pemimpi karya Andrea Hirata halaman 1.
147
Mozaik I Beginikah Seorang Pemimpi Melihat Dunia? Daratan ini memcuat dari perut bumi laksana tanah yang dilantakkan tenaga dahsyat kataklismik. Menggelegak sebab lahar meluap-luap di bawahnya. Membubung di atasnya, langit-langit terbelah dua. Di satu bagian langit , matahari rendah memantulkan uap lengket yang terjebak ditudungi cendawan gelap gulita, menjerang pesisir sejak pagi. Di belahan lain, semburan ultraviolet menari-nari di atas permukaan laut yang bisu bertapis minyak, jingga serupa kaca-kaca gereja, mengelilingi dermaga yang menjulur ke laut seperti reign of fire: lingkaran api. Lalu di sini, di sudut dermaga ini, aku terkurung, mati kutu. Jantungku berayun-rayun seumpama punchbag yang dihantam beruntun seorang petinju. Aku berjingkat-jingkat di balik tumpukan es, kedua kakiku tak teguh, gemetar.
3) Mempersiapkan Lembar Pengamatan (Observasi) Lembar pengamatan atau observasi yang digunakan untuk merekam segala aktivitas siswa selama pelaksanaan pembelajaran, yaitu: bagaimana aktivitas siswa
148
ketika tanya jawab tentang pengetahuan cerpen, tanya jawab tentang pelaksanaan pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas, menentukan tema cerpen, menyusun kerangka cerpen dan menyusun cerpen bertolak dari peristiwa yang dialami siswa (lihat lampiran 33 halaman 296). Selain itu, juga menyiapkan lembar observasi terhadap guru yang meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan pelaksanaan hubungan pribadi. b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan perbaikan pada siklus III dilaksanakan pada hari Kamis, 27 September 2012 (lihat RPP Siklus III pada lampiran 25 halaman 267). Tindakan ini diawali pengelolaan kelas tentang kesiapan siswa mengikuti proses pembelajaran. Guru mengondisikan siswa untuk siap mengikuti proses pembelajaran. Setelah siswa siap melaksanakan proses pembelajaran, guru mengadakan tanya jawab sebagai apersepsi yang mengarah kepada ulasan mengenai pelaksanaan pembelajaran pada siklus II. Mengingat pada siklus II masih ada beberapa siswa yang kurang aktif mengikuti proses pembelajaran berupa mengemukakan ide, maka pada siklus III ini siswa diarahkan untuk aktif mengemukakan ide secara serius. Di samping itu, dalam proses diskusi juga masih ada beberapa siswa yang kurang aktif, maka tindakan yang dilakukan
adalah
mengaktifkan
siswa
dalam
proses
diskusi
untk
dapat
mengemukakan pendapat, bertukar pikiran dengan sesamateman dalam kelompok diskusi siswa.
149
Guru mengulas mengenai pentingnya menulis cerpen dan tujuan pembelajaran. Motivasi untuk siswa dilakukan guru dengan cara mengumumkan peraih penulis cerpen terbaik di kelas tersebut. Alokasi waktu yang digunakan untuk kegiatan ini adalah 10 menit. Langkah pembelajaran berikutnya, siswa pun aktif dan antusias bertanya jawab dengan guru, Siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan guru tentang teori cerpen, teori menulis cerpen. Siswa berlomba-lomba tunjuk jari untuk menjawab pertanyaan guru. Saat aktivitas ini guru benar-benar memberikan kebebasan kepada siswa untuk menyampaikan ide dan gagasannya. Guru menanggapi jawaban siswa dengan memberikan penguatan. Siswa tampak senang, antusias, dan tak ada yang mengantuk ketika guru membawa novel-novel karya Andrea Hirata sebagai motivasi bagi siswa untuk lebih bersemangat menulis. Guru tidak lagi ceramah menyampaikan materi. Guru menampilkan penggalan novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata yang berjudul “Beginikah Seorang Pemimpi Melihat Dunia?”. Salah satu siswa membaca penggalan novel tersebut, siswa yang lain menyimak dan menanggapinya. Beberapa siswa menanggapi penggalan novel tersebut dari segi penggunaan bahasa dan penggambaran latarnya yang digunakan dalam novel tersebut. Siswa sangat antusias, karena guru member reward untuk siswa baik bagi pembaca maupun bagi siswa yang mengemukakan tanggapan maupun komentar terhadap penggalan novel yang dibacakan.
150
Setelah
aktivitas
tanya jawab
selesai
dilanjutkan
dengan
kegiatan
membacakan hasil cerpen yang telah diperbaiki pada tahap kedua secara bergantian untuk melihat penataan alur dan penggunaan diksi. Ketika kegiatan pembacaan berlangsung, siswa yang lain menyimak dengan saksama kemudian memberikan komentar tentang penataan alur dan penggunaan diksinya. Melalui kegiatan ini siswa benar-benar mengerti kekurangan dari cerpen-cerpen yang siswa buat. Kegiatan berikutnya guru memberi tugas siswa untuk menulis peristiwa mengesankan yang pernah siswa alami. Siswa semangat untuk menulis satu peristiwa mengesankan di lembar jawab berupa halaman folio kosong. Guru memantau kemajuan siswa dengan cara melihat tulisan siswa secara bergantian. Setelah semua siswa selesai menulis satu peristiwa yang mengesankan dilanjutkan menyusun kerangka cerpen berdasarkan peristiwa mengesankan tersebut. Siswa asyik menyusun kerangka cerpen. Ternyata kerangka yang disusun siswa pada saat siklus III lebih terinci dan kreatif dibandingkan dengan siklus I dan II. Siswa melanjutkan aktivitas inti yaitu menulis cerpen berdasarkan kerangka cerpen sehingga menjadi cerpen yang utuh. Siswa tampak lebih antusias dan berlomba-lomba menjadi penulis cerpen yang terbaik di antara teman-temannya. Guru memantau siswa dengan cara berkeliling dari siswa yang satu ke siswa yang lain. Kegiatan ini dilakukan untuk memantau tingkat kemajuan belajar siswa. Alokasi waktu yang digunakan untuk kegiatan ini adalah 60 menit.
151
Pembelajaran pada siklus III diakhiri dengan refleksi. Siswa dan guru merefleksi terhadap kegiatan mulai dari tanya jawab, membaca contoh penggalan novel, membaca cerpen yang sudah diperbaiki, kesempatan siswa untuk memberikan komentar dan tanggapan terhadap siswa yang lain. Demikian juga aktivitas menyusun satu peristiwa menarik, kerangka cerpen sampai dengan menyusun cerpen secara utuh. Siswa dan guru bersama-sam menyimpulkan materi secara garis besar. Siswa menerima tugas untuk membaca-baca cerpen sebagai perbendaharaan pengalaman siswa. Adapun alokasi waktu yang yang diperlukan untuk refleksi adalah 10 menit. Berikut ini salah satu foto kegiatan aktivitas siswa ketika menulis cerpen pada tindakan siklus III.
Gambar 10. Siswa antusias, serius menulis cerpen, dan guru memantau.
152
c. Observasi – Interpretasi Hasil observasi pada siklus III ini dapat dideskripsikan bahwa sebagian besar siswa sudah beraktivitas tanya jawab secara maksimal. Aktivitas menentukan tema, menyusun kerangka, sampai mengembangkan kerangka menjadi cerpen yang utuh sudah dapat dilakukan siswa dengan cepat dan lancar. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya, membaca cerpen siswa yang lain, bahkan memberikan penilaian dan saling memberikan masukan terhadap cerpen yang dibuat siswa yang lain sehingga suasana benar-benar menyenangkan. Tingkat kualitas proses pembelajaran pada siklus III sudah terlaksana dengan maksimal. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil pengamatan (observasi) terhadap siswa pada siklus III. Adapun hasil observasi adalah sebagai berikut. (1) Aktivitas siswa berkategori kurang tidak didapatkan pada siklus III. Aktivitas siswa berkategori cukup adalah 15 % atau ada 3 siswa, dan aktivitas siswa berkategori baik adalah 85 % untuk aktivitas tanya jawab tentang pengetahuan cerpen. (2) Aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang pelaksanaan pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas adalah 90 % berkategori baik. (3) Aktivitas siswa ketika menyusun tema cerpen adalah 100 % siswa berkategori baik. (4) Aktivitas siswa ketika menyusun kerangka cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa adalah 100 % baik. (5) Aktivitas siswa ketika menyusun cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa adalah 100 % baik (lihat lampiran 27 halaman 275). Kualitas proses belajar
153
mengajar ditinjau dari segi aktivitas siswa pada siklus III tersebut jika dibuat tabel menjadi sebagai berikut. Tabel 11. Kualitas Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada Siklus III Skor No
Aspek Kurang Cukup
1
Aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang -
Baik
15
85
10
90
-
100
-
100
-
100
pengetahuan cerpen 2
Aktivitas siswa ketika menyusun tanya jawab tentang pelaksanaan pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas
3
Aktivitas siswa ketika menentukan tema cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa
4
Aktivitas siswa ketika menyusun kerangka cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa
5
Aktivitas siswa ketika menyusun cerpen bertolak dari peristiwa yang dialami siswa Total
-
25
475
Rerata
-
5
95
154
Hasil pengamatan tentang kualitas proses belajar mengajar dari segi aktivitas guru adalah sebagai berikut. Aktivitas guru dalam merencanakan pelaksanaan pembelajaran memperoleh skor rata-rata 3,75. Skor tersebut diperoleh dari aktivitas guru merencanakan pengelolaan pembelajaran dengan skor 3.5, pengorganisasian materi pembelajaran dan pengelolaan kelas skor rata-rata yang diperoleh untuk masing-masing adalah 4, merencanakan penggunaan sumber media dan penilaian skor rata-rata yang diperoleh 3,5, serta penampilan fisik rencana pembelajaran memperoleh skor rata-rata 4. Guru sudah mampu merencanakan pelaksanaan pembelajaran dengan sangat memuaskan karena skor akhir rata-rata yang diperoleh 3.75 termasuk kategori A atau sangat memuaskan (lihat lampiran 28 halaman 276). Kegiatan pelaksanaan pembelajaran mencakup aktivitas membuka kegiatan pembelajaran, pembelajaran inti, mengorganisasi waktu, peserta didik, sumber dan alat media pembelajaran, melaksanakan penilaian menutup kegiatan, dan penampilan pendidik berjalan dengan maksimal. Guru ketika melakukan aktivitas pembelajaran sudah menyampaikan materi pengait, memotivasi siswa dan menyampaikan kompetensi dasar dengan baik sehingga memperoleh skor rata-rata 3,33. Ketika mengelola kegiatan pembelajaran inti guru sudah menguasai materi dengan baik, memberi contoh berupa cerpen atau penggalan novel dari penulis terkenal maupun cerpen terbaik hasil karya siswa, menggunakan media pembelajaran dengan baik, menyampaikan materi dengan urutan yang logis serta mampu merespon secara positif keingintahuan peserta didik sehingga untuk aktivitas ini skor rata-rata yang
155
diperoleh guru adalah 4. Guru juga sudah mampu mengarahkan peerta didik untuk aktif dan menunjukkan antusiasme atau gairah mengajar. Siswa selalu dilibatkan dalam proses pembelajaran dengan mengoreksi cerpen buatan cerpen, membaca kembali cerpen yang sudah diperbaiki. Ketika aktivitas tersebut guru selalu berkeliling ke dalam kelompok siswa untuk memantau dan membantu kesulitan dan kekurangan siswa ketika menyusun cerpen. Aktivitas guru ketika mengorganisasi waktu, peserta didik, sumber dan alat media pembelajaran sudah dilakukan guru dengan maksimal. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan penggunaan waktu secara tepat dari awal sampai akhir kegiatan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik, siswa dalam proses pembelajaran saat diskusi kelompok maupun mengikuti proses pembelajaran tidak ada yang tidak aktif semua menyelesaikan tugas dengan tertib. Dengan demikian skor yang diperoleh siswa untuk kegiatan ini rata-rata 3,66 sedangkan skor maksimal adalah 4. Ketika melaksanakan aktivitas penilaian baik penilaian proses maupun penilaian hasil akhir dapat terlaksana dengan baik. Keberhasilan aktivitas ini ditandai dengan kemampuan siswa dengan bimbingan guru dapat memberikan penilaian terhadap kekebihan dan kekurangan cerpen hasil buatan siswa yang lain dengan bimbingan guru yang sebelumnya memberikan kriteria penilain melalui tampilan LCD sebagai alat peraga. Untuk aktivitas ini, skor rata-rata yang diperoleh adalah 3, 5 dari skor maksimal 4.
156
Guru sudah melaksanakan menutup kegiatan dengan dengan memuaskan. Kegiatan merangkum materi dan memberi tindak lanjut dilakukan guru dengan baik. Ketika merangkum materi guru tidak lagi membuat rangkuman sendiri, tetapi melibatkan siswa dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk saling tunjuk jari yang bisa mengemukakan pendapatnya tentang materi yang disampaikan pada pembelajaran tersebut. Tindak lanjut yang dilakukan guru dengan menugasi siswa membaca cerpen-cerpen terpilih yang dimuat di media masa sebagai sarana untuk memotivasi siswa. Skor rata-rata yang diperoleh guru untuk aktivitas ini adalah 4 atau perolehan skor maksimal. Penampilan pendidik kesan secara umum baik. Sikap pendidik dalam proses pembelajaran ramah, menyenangkan dan dapat merespon apa yang dikehendaki siswa sehingga rata-rata skor yang diperoleh guru adalah skor maksimal yaitu 4. Keterampilan pelaksanaan hubungan pribadi pada siklus III dilaksanakan oleh guru secara maksimal. Saat membuka pelajaran, mengelola kegiatan pembelajaran inti, dan mengelola interaksi dalam kelas guru sudah menunjukkan kegairahan, kepercayaan pada peserta didik, serta keramahan sehingga nilai rata-rata yang diperoleh guru adalah 3,9 sedangkan skor atau nilai maksimal yang diperoleh guru adalah 4 (lihat lampiran 30 halaman 282). Selain hasil pengamatan proses belajar mengajar baik dari aspek siswa maupun aspek guru, peningkatan kemampuan menulis cerpen dapat diketahui dari
157
perolehan skor menulis cerpen pada siklus III. Hasil pembelajaran menulis cerpen pada siklus III disajikan dalam tabel berikut. Tabel 12. Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada Siklus III
No 1 2
Uraian Pencapaian Hasil
Jumlah/ Nilai
Siswa yang memperoleh nilai di bawah 75
1
Siswa yang memperoleh nilai sama dengan atau lebih
19
dari 75
3
Nilai rata-rata
81,5
4
Ketuntasan Klasikal
95 %
Nilai siswa pada tabel di atas menunjukkan sebanyak 1 siswa memperoleh nilai di bawah 75. Sembilas belas siswa memperoleh nilai 75 atau lebih. Nilai rerata 81,5 dengan tingkat ketuntasan secara klasikal sebesar 95% (lihat lampiran 32 halaman 295). Tabel 13. Tabel Distribusi Frekuensi Data Bergolong Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada Siklus III Nilai
Tally (Turus)
Frekuensi
66 - 71
-
0
72 - 77
I
1
158
78 - 83
IIIII IIIII I
11
84 - 89
IIIII II
7
90 - 95
I
1
Jumlah
20
Tabel 13 yaitu tabel distribusi frekuensi data bergolong nilai kemampuan menulis cerpen siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada pelaksanaan siklus II menggunakan lebar masing-masing kelas adalah enam. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada siswa yang mendapat nilai 66 – 71. Siswa yang mendapat nilai 72 – 77 berjumlah 1 siswa. Pemerolehan nilai 78 – 83 ada 11 siswa. Untuk nilai 84 – 89 ada 7 siswa dan nilai 90 – 95 ada 1 siswa. Data tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang dialami siswa sudah memenuhi batas tuntas yang ditetapkan yaitu 75 meskipun masih ada satu siswa yang belum mencapai batas tuntas ( baca indikator kinerja pada bab III halaman 78). Berdasar tingkat ketuntasan secara klasikal sebesar 95 % dapat dikatakan sudah mencapai ketuntasan. Dengan demikian, pada kondisi siklus III ini pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang dialami siswa dapat dikatakan sudah mencapai tujuan yang diharapkan.
159
Skor kemampuan menulis cerpen siswa MTs Negeri Nguntoronadi pada distribusi frekuensi data bergolong pada siklus III dapat digambarkan dengan grafik histogram frekuensi skor sebagai berikut. 12 10 8 6 Frekuensi
4 2 0 66-71
72-77
78-83
84-89
90-95
Nilai
Gambar 11. Grafik Histogram Nilai Kemampuan Menulis Cerpen Kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi pada Siklus III yang Diajar dengan Model Pembelajaran Terpadu dan Penilaian Berbasis Kelas Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa siswa mendapatkan nilai 71 ke atas. Dengan demikian terjadi peningkatan pemerolehan nilai. d. Refleksi Potret pembelajaran pada siklus III yang menerapkan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas dapat mengoptimalkan proses pembelajaran. Hal
160
tersebut dapat dibuktikan dengan semangat siswa ketika mengikuti proses pembelajaran baik ketika melakukan tanya jawab tentang teori cerpen, teori menulis cerpen maupun saat menentukan tema, membuat kerangka maupun mengembangkan cerpen. Siswa mulai berpikir kreatif dan penuh percaya diri setelah diberi contoh-contoh cerpen, membacanya, mendiskusikannya, memberi komentar, bahkan memberikan penilaian dan menemukan sendiri dari kesalahan terhadap cerpen-cerrpen yang telah dibuat sebelumnya. Melalui kegiatan membaca cerpen tersebut siswa mampu menumbuhkan kecintaan dan penghargaan pada diri siswa terhadap karya sastra dan nilai-nilai yang dikandungnya. Kemampuan siswa dalam menulis peristiwa yang mengesankan menjadi tema mulai tampak adanya kesiapan siswa. Hal ini ditandai dengan kreasi pola pikir dari tema yang dibuat oleh siswa. Demikian juga penyusunan kerangka cerpen. Siswa menyusun kerangka cerpen lebih cepat dari siklus-siklus sebelumnya dikarenakan ide-ide siswa sudah terasah dengan baik melalui kegiatan banyak membaca cerpen dan saling mengoreksi untuk dapat menemukan kesalahan dan kekurangan siswa dalam menyusun cerpen. Penyusunan cerpen berdasarkan kerangka dikembangkan siswa menjadi cerita yang menarik. Aktivitas-aktivitas menyimak pembacaan cerpen siswa
yang
lain
dapat
menumbuhkan
kreativitas
siswa
dan
menambah
berbendaharaan ide-ide segar yang akan dikembangkan dalam cerita. Penyusunan cerpen dilakukan siswa dengan lancar. Siswa tidak lagi kehabisan ide ketika
161
mengembangkan cerpen karena terangsang oleh ide-ide kreatif yang disampaikan oleh siswa-siswa yang lain. Aktivitas tanya jawab dilakukan dengan lancar dan maksimal. Siswa mempunyai keberanian dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan secara serius. Tidak ditemukan lagi siswa yang mengemukakan jawaban dengan seenaknya. Mereka berlomba-lomba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang teori cerpen, teori menulis cerpen dan cara mengembangkan ide-ide cerita secara menarik. Solusi baru untuk menyelesaikan masalah sudah tampak jelas. Siswa merasakan bahwa pembelajaran menulis cerpen merupakan pembelajaran yang mengasyikkan dan menyenangkan. Pembelajaran cerpen yang semula dianggap sebagai pembelajaran yang sulit, paksaan ternyata dengan menerapkan model pembelajaran terpadu menjadi sesuatu yang menyenangkan. Bahkan, pada akhir pembelajaran siswa merasakan adanya ketertarikan untuk dapat menjadi penulis terkenal dan bisa menghasilkan uang. Untuk itu kepada siswa perlu dibiasakan untuk membudayakan kebiasaan membaca dalam hal ini cerpen, berdiskusi menyampaikan ide dan gagasan, menyampaikan tanggapan dan komentar terhadap siswa yang lain, mencermati pekerjaan sendiri, menulis dan memberikan penilaian terhadap hasil karya siswa yang lain. Keleluasan berpikir yang diberikan guru sebagai bekal siswa untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen.
162
C. Pembahasan Tiap Siklus 1. Pembahasan Kondisi Awal Kondisi awal pembelajaran kemampuan menulis cerpen dilakukan dengan menggunakan pendekatan konvensional yaitu model pembelajaran ceramah dan guru berperan sebagai penguasa tunggal dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran hanya mengemukakan teori-teori tentang cerpen. Guru masih mendominasi ceramah tentang teori cerpen, siswa mencatat semua penjelasan guru sehingga pembelajaran hanya berjalan searah. Dengan kondisi yang demikian, tingkat partisipasi siswa dalam pembelajaran tidak ada. Siswa pasif selama proses pembelajara, hanya sebagai objek, bukan sebagai subjek pembelajaran. Ide-ide siswa tidak bisa tersalurkan karena siswa dibiasakan tidak mengemukan pendapat dan gagasan-gagasan selama proses pembelajaran. Guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisiapsi secara aktif dalam proses pembelajaran. Karena kebiasaa-kebiasaan seperti itulah, siswa mengalami kesulitan ketika mendapat tugas untuk menulis cerpen karena ide-ide siswa macet. Bahan penulisan cerpen pada kondisi awal didapat siswa hanya dari materi ceramah yang disampaikan oleh guru. Kemampuan siswa untuk mengeksplorasi potensi dalam diri siswa tidak tampak. Pembelajaran yang disampaikan oleh guru baru pada aspek kognitif tentang teori-teori cerpen. Kemampuan aspek psikomotorik, afektif tidak tersentuh selama proses pembelajaran.
163
Aktivitas penilaian yang dilakukan guru, hanya menekankan pada penilaian tertulis sebagai produk atau hasil berupa cerpen dan umumnya guru hanya menitikberatkan pada kuantitas tulisan, kualitas simbol-simbol bahasa secara tertulis. Aspek criteria penilaian keterampilan menulis cerpen belum disentuh oleh guru. Penggunaan alur, penggambaran tokoh, pendeskripsian latar, dan sudut pandang belum menjadi kriteria dalam penilaian. Penilaian aktivitas siswa maupun guru belum mendapatkan perhatian penuh dari guru. Guru belum dilibatkan sama sekali dalam mengeksplorasi kompetensi berupa ide-ide dari diri siswa. Siswa tidak melakukan usaha-usaha yang bisa membantu kelancaran mereka dalam menulis cerpen. Kegiatan membaca cerpen-cerpen karya pengarang-pengarang terkenal atau karya-karya sastra bentuk prosa belum dibiasakan dilakukan siswa. Usaha untuk mencari ide-ide atau kreativitas untuk menulis cerpen belum ditumbuhkan oleh guru. Guru hanya memberikan tugas menulis cerpen tanpa arahan, bagaimana siswa menulis satu peristiwa mengesankan yang pernah dialami, bagaimana menyusun kerangka cerpen berdasar peristiwa yang ditulis, dan bagaimana mengembangka kerangka cerpen tersebut menjadi cerpen yang utuh. Guru hanya memberi tugas kepada siswa untuk menyusun satu peristiwa, kerangka karangan, dan mengembangkannya menjadi cerpen. Guru tidak mengadakan tanya jawab untuk aktivitas ini. Hasil pekerjaan siswa dikumpulkan dan dibawa pulang oleh guru tanpa dilakukan pembahasan saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa tidak
164
diberi kesempatan untuk mengungkapkan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya ketika menulis cerpen. Siswa mengalami kesulitan menulis cerpen pada akhir pembelajaran. Kesulitan tersebut diakibatkan kehabisan ide, aktivitas menulis siswa macet, sehingga cerpen yang mereka tulis sedikit. Berdasarkan hasil tes menulis cerpen pada kondisi awal, nilai yang diperoleh siswa secara klasikal tidak tuntas. Siswa yang memperoleh nilai kurang dari atau di bawah 75 sebanyak 15 siswa. Sebanyak 5 siswa mendapat nilai sama dengan 75. Bahkan, dari 20 siswa dalam kelas tersebut tidak ada satu siswa pun yang memperoleh nilai di atas KKM (75). Nilai rata-rata kelas adalah 67,6. Ketuntasan secara klasikal sebesar 33,33 % (lihat lampiran 32 halaman 295) Pengamatan yang dilakukan penulis pada kondisi awal terhadap aktivitas siswa ternyata sangat memprihatinkan. Aktivitas siswa saat melakukan pembelajaran ternyata pasif. Siswa hanya menyimak penjelasan guru meskipun keadaan siswa saat pembelajaran terkesan tenang. Model pembelajaran ceramah digunakan guru untuk melakukan aktivitas pembelajaran. Aktivitas guru pada survei awal mempunyai skor rata-rata untuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2,77. Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran Inti adalah 1, 76. Kegiatan Keterampilan Hubungan pribadi skor ratarata yang diperoleh adalah 1,66. Ketiga aktivitas guru pada survei awal ini termasuk berkategori kurang.
165
2. Pembahasan Tiap Siklus a. Siklus I Deskripsi siklus I menunjukkan bahwa mutu proses pembelajaran belum maksimal. Mutu proses pembelajaran ditinjau dari dua segi yaitu segi yang pertama adalah siswa sedangkan segi yang kedua adalah guru. Pertama, dari segi siswa belum aktif melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan scenario pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Hal ini disebabkan oleh karena siswa sudah terbiasa diajarkan dengan metode ceramah dengan jalan hanya menyimak penjelasan guru. Keaktifan siswa sudah mulai tampak tetapi hanya sedikit. Ketika tanya jawab baru ada beberapa siswa yang menunjukkan keberaniannya untuk melakukan aktivitas tersebut. Siswa belum bersungguh-sungguh untuk melakukan aktivitas membaca, menyimak, berbicara, dan menulis selama proses pembelajaran. Kedua, dari segi guru belum maksimal untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Hal tersebut dapat dibuktikan guru belum membiasakan siswa menjawab pertanyaan berdasarkan ide yang berasal dari siswa sendiri. Untuk kegiatan kolaborasi guru kurang terampil mengatur siswa untuk selalu aktif dalam kelompok masing-masing. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan atau observasi menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan kriteria cukup. Adapun deskripsi aktivitas siswa adalah sebagai berikut: (1) rerata aktivitas siswa berkategori kurang adalah 20 %, (2) rerata aktivitas siswa berkategori cukup adalah 80, (3) rerata aktivitas siswa berkategori baik adalah 0. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas
166
siswa selama mengikuti proses pembelajaran belum sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Sedangkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan observasi terhadap guru menunjukkan bahwa guru memperoleh skor rata-rata untuk aktivitas rencana pelaksanaan pembelajaran sebesar 3,30. Adapun rata-rata skor maksimal adalah 4, sehingga untuk aktivitas ini masuk skor sangat memuaskan. Kegiatan pembelajaran inti yang dilakukan guru memperoleh rata-rata skor 2,58 termasuk kriteria kurang memuaskan. Aktivitas selanjutnya adalah kegiatan hubungan pribadi memperoleh skor rata-rata 2,70 kriteria kurang memuaskan. Berdasarkan hasil tes menulis cerpen diketahui rerata kelas sebesar 72,65. Sejumlah 9 siswa mendapat nilai kurang (di bawah) dari 75. Sebanyak 11 siswa mendapat nilai sama dengan atau lebih dari 75. Ketuntasan secara klasikal sbesar 55 % (lihat lampiran 32 halaman 295). Bedasarkan data tersebut, rerata kelas belum mencapai batas tuntas yang ditetapkan. Demikian pula, secara klasikal belum mencapai ketuntasan. Pada siklus II yang perlu mendapat perhatian sebagai tindak lanjut dari siklus I adalah keaktivan siswa untuk mengemukakan ide dan gagasan melalui kegiatan menyimak konsep menulis cerpen, membaca cerpen yang sudah diperbaiki oleh gurunya kemudian mendiskusikannya dalam kelompok untuk mengetahui letak kekurangan masing-masing cerpen, meningkatkan aktivitas siswa untuk bertanya secara bergantian tentang kekurangan-kekurangan cerpen yang siswa susun sehingga mereka benar-benar mngerti tentang membuat cerpen yang menarik.
167
Guru mengondisikan siswa untuk berpikir kreatif, menampung seluruh aspirasi siswa, memberi kesempatan untuk membaca, bertanya, dan menjawab sehingga keaktifan dan keberanian siswa untuk mengemukakan ide dan gagasannya benar-benar dapat terwujud. Guru tidak lagi menyalahkan ide dan jawaban siswa tetapi tugas guru adalah membimbing secara keseluruhan terutama ketika praktik menulis cerpen. b. Siklus II Pembelajaran pada siklus II telah diikuti siswa dengan dengan cukup baik. Keaktifan siswa untuk mengikuti pembelajaran terutama aktivitas tanya jawab sudah tampak. Siswa lebih termotivasi belajarnya, lebih bersemangat, lebih fokus pada pembelajaran dan antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Pengaruh yang tampak pada dari meningkatnya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah meningkatnya kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa. Tanya jawab tersebut berisi respon-respon dari hasil pembacaan contoh cerpen yang siswa baca dan hasil pembacaan dari cepen siswa yang lain maupun cerpen hasil buatan siswa sendiri yang sudah didiskusikan dalam kelompok. Ketika melakukan pemilihan terhadap cerpen terbaik dalam satu kelompok dan memberikan penilaian terhadap cerpen yang dibuat sendiri aktivitas siswa untuk saling berdiskusi dan bertanya kepada guru, menjawab masukan dan koreksi dari teman terkesan benar-benar mengasyikkan. Siswa terlihat bersungguh-sungguh untuk memberikan penilaian terhadap hasil karya siswa yang lain.
168
Mutu proses pembelajaran ditinjau dari dua segi yaitu segi yang pertama adalah dari siswa sedangkan segi yang kedua adalah dari guru. Dari segi siswa dapat dilihat saat aktivitas mengikuti pembelajaran. Aktivitas siswa saat proses pembelajaran mulai menunjukkan peningkatan. Namun, aktivitas tersebut masih perlu ditingkatkan. Aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran dengan kriteria baik dapat diketahui dari hasil observasi sebagai berikut, (1) rerata siswa berkategori kurang adalah 1%, (2) rerata aktivitas siswa berkategori cukup adalah 79%, (3) rerata aktivitas siswa berkategori baik adalah 20 % (lihat lampiran 20 halaman 251). Data yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap guru menunjukkan bahwa guru memperoleh skor rata-rata 3,023 dari rata-rata skor maksimal 4,00 dengan kriteria memuaskan. Dengan demikian, aktivitas guru sudah termasuk memuaskan. Meskipun demikian, perlu peningkatan lagi agar bisa masuk pada kriteria teratas yaitu sangat memuaskan. Berdasarkan hasil tes menulis cerpen dapat diketahui rerata kelas yang berhasil dicapai adalah 76,85. Sejumlah 6 siswa mendapat nilai kurang (dibawah) dari 75. Sebanyak 14 siswa mendapat nilai sama atau lebih dari 75. Ketuntasan secara klasikal sebesar 70% (lihat lampiran 32 halaman 295). Berdasar data tersebut, rerata kelas sudah mencapai batas tuntas yang ditetapkan. Tetapi, secara klasikal belum mencapai ketuntasan.
169
Berdasarkan data di atas, menunjukkan bahwa rerata nilai menulis sudah mencapai batas tuntas sesuai dengan indicator kinerja yang telah ditetapkan tetapi secara individual belum mencapai ketuntasan. Masih terdapat 6 siswa yang belum mencapai angka 75. c. Siklus III Pada siklus III, pembelajaran sudah diikuti siswa dengan baik. Siswa dan guru memperlihatkan aktivitas pembelajaran secara maksimal, bersemangat, terfokus, dan antusias. Aktivitas tanya jawab dilakukan siswa secara maksimal. Aktivitas guru ketika melaksanakan pembelajaran sudah memberikan kesempatan kepada siswa yang seluas-luasnya untuk membaca beberapa contoh novel, baik lewat media LCD, hasil karya mereka sendiri, menyimak pembacaan cerpen hasil karya siswa yang lain, dan mengoreksi terhadap cerpen hasil tulisan mereka sendiri maupun siswa yang lain. Ketika pelaksanaan proses pembelajaran guru sudah menanggapi ide-ide siswa secara terbuka. Ide-ide siswa pada siklus III lebih bervariasi. Hal itu mudah mereka dapatkan karena kemampuan mengemukakan ide dan menulis siswa dapatkan dari kegiatan banyak membaca cerpen. Kemampuan tersebut akan berkembang karena ditunjang dengan kegiatan membaca dan pengayaan kosa kata. Aktivitas guru dan siswa dalam proses belajar menulis cerpen sudah terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan proses belajar mengajar pada siklus sebelumnya. Peningkatan tersebut dapat dibuktikan jika diukur dengan indikator
170
kinerja. Kemampuan menulis cerpen siswa sudah mencapai batas tuntas secara klasikal meskipun ada satu siswa yang belum mencapai batas tuntas. Siswa sudah serius, aktif, dan kreatif mengikuti proses pembelajaran. Hanya pada pelaksanaan kegiatan menanggapi kegiatan pembacaan cerpen dan mendiskusikan kelebihan dan kekurangan cerpen yang dibuat siswa perlu peningkatan kemampuan berbicara dan kemampuan mengungkapkan ide dan gagasan dengan menggunakan bahasa yang baik. Hal tersebut dimaksudkan agar pengolahan bahasa dan kemampuan berbahasa siswa meningkat. Demikian juga dengan guru, sudah melaksanakan mengajar secara maksimal. Peningkatan aktivitas siswa sebagai indiktor mutu proses pembelajaran berkriteria baik dapat diketahui dari hasil pengamatan atau observasi sebagai berikut, (1) tidak ada aktivitas siswa berkategori kurang, (2) rerata siswa berkategori cukup adalah adalah 5%, (3) rerata aktivitas siswa berkategori baik adalah 95% . Data yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap guru menunjukkan bahwa guru memperoleh skor rata-rata 3,66 dari rata-rata skor maksimal 4,00. Dengan demikian, aktivitas guru saat proses pembelajaran termasuk criteria sangat memuaskan. Berdasarkan hasil tes menulis cerpen diketahui rerata kelas sebesar 81,50. Ada 1 siswa mendapat nilai kurang (dibawah) dari 75. Sebanyak 19 siswa mendapat nilai lebih dari 75. Ketuntasan secara klasikal sebesar 95% (lihat lampiran 32 halaman
171
292). Berdasarkan data tersebut, rerata kelas sudah mencapai batas tuntas yang ditetapkan. Secara klasikal sudah mencapai ketuntasan tetapi secara individual belum mencapai ketuntasan sebab masih terdapat 1 siswa mendapat nilai di bawah 75 padahal KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan di indicator kinerja adalah 75. Berdasarkan data di atas, apabila dilihat dari aspek aktivitas siswa dan kemampuan menulis cerpen siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi sudah mencapai batas tuntas secara klasikal tetapi secara individual masih terdapat 1 siswa yang belum mencapai batas tuntas. D. Hasil Penelitian Hasil penelitian tindakan kelas tentang pembelajaran menulis cerpen dengan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas yang dilakukan sebanyak tiga siklus dapat dideskripsikan sebagai berikut. 1. Kualitas Proses Pembelajaran Kualitas proses pembelajaran ditandai dua aktivitas yaitu dari guru dan siswa. Aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran menulis cerpen dengan model pembelajaran terpadu dan penerapan penilaian berbasis kelas dapat dilihat dari hasil pengamatan berikut ini. Adapun hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dapat disajikan pada tabel berikut ini.
172
Tabel 14. Hasil Observasi Kualitas Pembelajaran dari Segi Siswa Siklus Aspek yang Diamati
Aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang
I%
II %
III %
K
C
B
K
C
B
K
C
B
20
80
-
-
75
25
-
15
85
-
100
-
-
90
10
-
10
90
5
95
-
-
75
25
-
-
100
15
80
5
5
65
30
-
-
100
10
90
-
-
90
10
-
-
100
10
89
1
1
79
20
0
5
95
pengetahuan cerpen Aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang pelaksanaan pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas Aktivitas siswa ketika menentukan tema cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami Aktivitas siswa ketika menyusun kerangka cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami Aktivitas siswa ketika menyusun cerpen bertolak dari peristiwa yang dialami Rerata
Hasil observasi yang disajikan pada tabel di atas, dapat dideskripsikan bahwa aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran selalu meningkat. Peningkatan aktivitas tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil observasi yang meliputi kegiatankegiatan (1) aktivitas siswa ketika tanya jawab tentang pengetahuan cerpen, (2) aktivitas siswa ketika Tanya jawab tentang pemeblajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas, (3) aktivitas siswa ketika menentukan tema cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, (4) aktivitas siswa ketika menyusun kerangka cerpen
173
bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, dan (5) aktivitas siswa ketika menyusun cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa. Rerata hasil observasi dari segi aktivitas siswa pada siklus I kategori kurang sebesar 20%, kategori cukup sebesar 80% , dan kategori baik 0%. Rerata hasil observasi dari segi aktivitas siswa pada siklus II kategori kurang sebesar 5%, kategori cukup sebesar 79%, dan kategori baik sebesar 20%. Rerata hasil observasi dari segi aktivitas siswa pada siklus III kategori kurang sebesar 0%, kategori cukup sebesar 5%, dan kategori baik sebesar 95%. Hasil observasi tersebut dapat digambarkan dengan grafik histogram sebagai berikut.
100 90 80 70 60
Kurang
50
Cukup
40
Baik
30 20 10 0 Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
Gambar 12. Grafik Histogram Rata-rata Aktivitas Siswa dari Siklus 1 sampai Siklus 3
174
Aktifitas guru selama proses mengajar menulis cerpen dengan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas dapat dilihat dari hasil observasi. Adapun hasil observasi terhadap aktivitas guru pada siklus I, siklus II, dan siklus III dapat disajikan pada tabel berikut. Tabel 15. Hasil Observasi Rata-rata Aktivitas Guru Aspek yang Diamati
Siklus I
II
III
1. Aktivitas guru ketika merencanakan pembelajaran
3,18
3,43
3,75
2. Aktifitas guru ketika pelaksanaan pembelajaran
2,58
2,96
3,16
3. Aktivitas guru dalam keterampilan hubungan pribadi
2,70
2,93
3,90
Rerata
2,82
3,10
3,60
Hasil Observasi yang disajikan pada tabel di atas, dapat dideskripsikan bahwa aktivitas guru dalam proses pembelajaran selalu meningkat. Aktivitas guru tersebut diperoleh dari nilai rata-rata aktivitas guru yang meliputi, (1) penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran, (2) penilaian pelaksanaan pembelajaran, dan (3) penilaian keterampilan pelaksanaan hubungan pribadi. Nilai maksimal dari rata-rata perolehan aktivitas guru tersebut 4. Bedasarkan hasil observasi dari tabel di atas menunjukkan bahwa aktivitas guru siklus I paling rendah dibandingkan dengan siklus II. Aktivitas guru mencapai
175
Kriteria maksimal pada siklus III. Kriteria tersebut hampir mendekati skor criteria maksimal yaitu 4. Kualitas proses pembelajaran berdasar hasil observasi dapat disajikan pada tabel berikut. Tabel 16. Skor Aktivitas Siswa dan Guru Sebelum dan Sesudah Menerapkan Model Pembelajaran Terpadu dan Penilaian Berbasis Kelas Aktivitas Siswa
Guru
Sebelum
Sesudah
K
C
B
26 %
71,4% 1 %
K
C
B
0%
5%
95 %
Sebelum
Sesudah
1,93
3,60
Berdasarkan tabel di atas rerata aktivitas siswa sebelum menggunakan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas adalah 26 % berkategori kurang, 71,4 % berkategori cukup, dan 1 % berkategori baik. Sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas, rerata aktivitas meningkat menjadi kategori baik yaitu 95 % dan 5 % berkategori cukup. Tidak ada satu siswa pun yang berkategori kurang. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas siswa dan guru setelah menerapkan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas.
176
2. Kemampuan Menulis Cerpen Kemampuan menulis cerpen selama tiga siklus mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan, seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 17. Hasil Kemampuan Menulis Cerpen pada Siklus I, Siklus II, dan Siklus III. Siklus No
Aspek Pencapaian Hasil Belajar
Kondisi I
II
III
Awal 1
Rerata Kelas
67,60
72,65 76,85
81,5
2
Jumlah siswa mendapat < 75
15
9
6
1
3
Jumlah siswa mendapatnilai
5
11
14
19
4
Ketuntasan Klasikal (%)
33,33
55
70
95
75
Hasil rerata tes kemampuan menulis cerpen pada kondisi awal adalah 67,60. Setelah diberikan tindakan perbaikan pada siklus I, meningkat menjadi 72,65. Peningkatan dari rerata 67,60 menjadi 72,65 belum mencapai batas sesuai dengan indicator kinerja, yakni 75. Dari segi ketuntasan belajar, baik secara individual maupun secara klasikal, hasil tersebut belum mencapai tujuan yang diharapkan. Dari 20 siswa, tercatat 9 siswa belum mencapai batas tuntas, baru 11 siswa yang mencapai batas ketuntasan. Ketuntasan secara klasikal tercatat 55 %. Berdasarkan data tersebut
177
menunjukkan bahwa secara klasikal belum memenuhi batas ketuntasan yang telah ditetapkan. Penelitian tindakan kelas dilanjutkan pada siklus II. Hasil rerata tes kemampuan menulis cerpen pada siklus II sebesar 76,85. Dilihat dari batas minimal sudah sesuai dengan indicator kinerja, nilai rerata siswa tersebut sudah memenuhi criteria. Namun, secara individual dari tes pada siklus II tersebut masih terdapat 6 siswa memperoleh nilai kurang dari 75. Siswa yang mendapat nilai lebih besar atau sama dengan 75 sebanyak 14 siswa. Ketuntasan secara klasikal sebesar 70 %. Jadi hasil tes kemampuan menulis cerpen siswa pada siklus II, jika dilihat dari batas minimal sesuai dengan indikator kinerja, belum memenuhi kriteria baik secara klasikal maupun individual sehingga penelitian tindakan kelas perlu dilanjutkan pada siklus III. Kemampuan menulis cerpen siswa pada siklus III nilai reratanya sebesar 81,5. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa nilai rerata kemampuan menulis cerpen pada siklus III telah mencapai batas tuntas yang telah ditetapkan yaitu 75. Secara individual, dari 20 siswa masih ada satu siswa yang mendapat nilai di bawah 75. Sedangkan secara klasikal dan rerata kelas sudah mencapai batas tuntas yang telah ditetapkan dengan tingkat ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 95 %. Hasil penelitian tinadakan kelas untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen yang dilakukan sebanyak tiga siklus ini selalu mengalami peningkatan dan
178
telah mencapai batas tuntas sesuai dengan indicator kinerja yang telah ditetapkan. Dengan demikian, penelitian tinadakan kelas yang dilaksanakan tlah sesuai dengan tujuan yang diharapkan, yakni dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran menulis dan kemampuan menulis cerpen.
179
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebanyak tiga siklus dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Penerapan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis cerpen siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi Kualitas proses pembelajaran ditinjau dari dua sudut pandang. Sudut pandang yang pertama adalah dari siswa. Sebelum guru menggunakan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas siswa pasif, kesulitan mengemukakan ide-ide, tidak antusias dan bersemangat ketika mengikuti proses pembelajaran. Aktivitas siswa hanya menyimak penjelasan guru yang menyampaiakan materi pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah. Aktivitas siswa yang lain mencatat penjelasan-penjelasan kecil dari guru. Pembelajaran menulis cerpen bersifat satu arah. Para siswa hanya dibekali keterampilan tanpa pemahaman dan penghayatan. Berdasar hasil pengamatan, aktivitas siswa sebelum menggunakan model pembelajaran terpadu dan penerapan penilaian berbasis kelas, 26 % berkategori kurang, 71,4 % berkategori cukup, dan 1 % berkategori baik kemudian mengalami 179
180
peningkatan menuju perbaikan setelah guru menggunakan model pembelajaran terpadu dan penerapan penilaian berbasis kelas yaitu tidak ditemukan siswa berkategori kurang. Aktivitas siswa berkategori cukup adalah 5 %
sedangkan
aktivitas siswa berkategori baik adalah 95 %. Dengan kondisi yang demikian dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran terpadu dan penerapan penilaian berbasis kelas dapat meningkatkan aktivitas siswa. Sudut pandang kualitas proses pembelajaran yang kedua adalah guru. Sebelum menggunakan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas, guru menggunakan model pembelajaran ceramah. Guru menjelaskan konsep dan siswa mendengarkan sambil (kalau perlu) mencatat penjelasan guru. Model pembelajaran ceramah menimbulkan beberapa kekurangan diantaranya adalah penggunaan media pembelajaran kurang maksimal, guru lelah, siswa hanya menerima apa yang diberikan guru tanpa mengetahui bagaimana memperoleh hal itu akibatnya situasi kelas menjadi pasif. Dengan menggunakan model pembelajaran terpadu dan penerapan penilaian berbasis kelas aktivitas guru lebih bermakna bagi siswa. Aktivitas guru terjadi peningkatan. Sebelum menggunakan model pembelajaran terpadu dan penerapan penilaian berbasis kelas aktivitas guru mempunyai skor ratarata rendah yaitu 1,93 tetapi setelah menngunakanmodel pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas, aktivitas guru meningkat yaitu berskor 3,60. Rata-rata perolehan skor maksimal untuk aktivitas ini adalah 4.
181
2. Penerapan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi dalam menulis cerpen Peningkatan kemampuan menulis cerpen dapat dikatahui dari hasil karya siswa berupa karya siswa berbentuk cerpen. Sebelum mnggunakan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas perolehan nilai rata-rata karya siswa berupa cerpen adalah 67,50. Siswa yang mendapat nilai < 75 berjumlah 15 siswa, siswa mendapat nilai
tasan klasikal tercatat
33,33 %. Setelah model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas diterapkan pada siklus III, hasil karya siswa berupa cerpen
mencapai rerata 81,50. Siswa
mendapat nilai < 75 berjumlah 1 siswa, siswa mendapat nilai
umlah 19
siswa. Adapun ketuntasan klasikal adalah 95 %. Berdasar skor tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran terpadu dan penerapan penilaian berbasis kelas dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen. B. Implikasi Penelitian tindakan kelas berjudul “Penerapan Model pembelajaran Terpadu dan Penilaian Berbasis Kelas untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa kelas IX A MTs Negeri Nguntoronadi tahun Ajaran 2012/ 2013” yang dilakukan sebanyak tiga siklus dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan kemampuan siswa dalam menulis cerpen.
182
Kualitas proses pembelajaran dapat tercipta karena adanya beberapa upaya yang dilakukan guru maupun siswa. Upaya-upaya tersebut perlu dibangkitkan dan diwujudkan untuk terciptanya pembelajaran yang bermutu dan berkualitas. Pembelajaran yang berkualitas atau bermutu dapat diciptakan dengan memberikan kesempatan kepada siswa dan guru untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran untuk menyampaikan ide-ide, pola pikir yang kreatif, bahkan bisa mengoptimalkan keseimbangan empat keterampilan berbahasa dan aprisiasi sastra secara utuh (holistic) dalam mencapai kompetensi komunikatif dan tujuan yang lain. Pembelajaran yang digambarkan di atas tidaklah mudah untuk diciptakan dan dilaksanakan. Guru harus bisa memberikan kesempatan bagi siswa untuk kepentingan aktivitas siswa. Hal yang tidak dapat dianggap remeh untuk peningkatan aktivitas siswa adalah sikap guru yang menunjukkan adanya sikap yang mengarah pada peningkatan aktivitas guru itu sendiri. Hal ini dapat terwujud apabila ada tindakan dari guru untuk menunjukkan kerjasama yang mengarah kepada terciptanya aktivitas siswa. Contoh guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan keempat keterampilan berbahasa secara sekaligus dalam setiap kegiatan pembelajaran. Siswa diberi kebebasan untuk membaca contoh-contoh cerpen yang siswa bawa dari rumah, menyimak pembacaan cerpen yang dijadikan contoh, cerpen hasil karya teman, menilai kekurangan dan kelebihan cerpen hasil karya siswa yang lain, menanggapi, memberikan masukan dan menentukan cerpen terbaik yang dibuat siswa dalam kelas
183
tersebut. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan ide, kreativitas, gagasan dan respon-respon sehingga aktivitas siswa dan guru akan tecipta. Pembelajaran dengan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas juga menuntut keaktifan guru untuk melakukan pembimbingan secara intensif saat siswa sedang melakukan proses kreatif yaitu menulis cerpen. Pembimbingan itu dilakukan secara bertahap baik terhadap proses penulisan, perbaikan,maupun penilaian terhadap karya sastra berbentuk cerpen yang siswa buat sendiri maupun yang dibuat oleh siswa yang lain. Guru sesekali berkeliling ke bangku-bangku untuk memberikan motivasi, mengarahkan, dan merevisi setiap tahap cerpen yang disusun siswa. Guru mengondisikan siswa untuk bertanya jawab tentang cerpen dan secepatnya tanggap dan menjawab pertanyaan siswa tentang cerpen tersebut. Kriteria tentang penilaian juga ditampilkan guru melalui LCD agar siswa dapat menentukan kriteria yang tpat terhadap cerpen yang mereka buat atau dibuat oleh siswa yang lain. Hal-hal yang dapat diterapkan oleh guru untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran sebagai implikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengikuti pembelajaran secara aktif dan kreatif. Pembelajaran secara aktif dan kreatif tersebut dengan melibatkan siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk membaca berbagai contoh cerpen baik yang disajikan sebagai media pembelajaran, hasil karya siswa
184
yang lain maupun hasil karya siswa itu sendiri. Disamping itu keaktifan siswa dalam hal menyimak, menanggapi, memberikan penilaian terhadap karya siswa sendiri maupun siswa yang lain juga perlu dibiasakan untuk dapat membangkitkan motivasi siswa dalam menulis cerpen. Keempat keterampilan berbahasa tersebut perlu dilaksanakan secara menyatu dalam satu kegiatan belajar mengajar di kelas. b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan respon-respon dengan catatan respon siswa tersebut masih dalam topic pembelajaran. Respon-respon tersebut merupakan salah satu bentuk pemberdayaan potensi pola pikir siswa. Potensi siswa apabila tidak diberdayakan tidak akan berkembang. c. Memilih materi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa dan dunia siswa. Materi pembelajaran yang dipilih adalah materi pembelajaran yang bermakna, yakni materi yang bermanfaat bagi kehidupan siswa di dalam masyarakat.Materi yang bermanfaat tersebut dipilih berdasarkan kebutuhan siswa yang bersifat alamiah atau nyata artinya bukan hasil rekayasa guru atau ahli bahasa melainkan peristiwa berbahasa langsung atau fakta pemakaian bahasa.
185
C. Saran 1. Saran untuk Penelitian Lanjut Penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan yang perlu untuk disempurnakan. Oleh karena itu, kepada peneliti lain yang akan mengadakan penelitian sejenis lebih lanjut disarankan: a. Mencari referensi tentang model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas secara mendalam dan lengkap agar benar-benar dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. b. Menyusun perencanaan dan perancangan yang matang agar dapat dijadikan pedoman pembelajaran. 2. Saran untuk Penerapan Hasil Penelitian a. Saran untuk Guru 1) Bagi guru, khususnya guru mata pelajaran bahasa Indonesia dapat menerapkan model pembelajaran terpadu dan penilaian berbasis kelas dalam rangka peningkatan mutu proses pembelajaran dan kemampuan menulis cerpen. 2) Bagi guru, khususnya guru mata pelajaran bahasa Indonesia perlu lebih meningkatkan wawasan tentang model-model pembelajaran, teoro-teori pembelajaran, dan penerapan penilaian berbasis kelas serta yang melatarbelakangi teori tersebut. teori-teori tersebut
186
dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran. b. Saran untuk kepala Sekolah Kepala
sekolah
senantiasa
mengupayakan
pembinaan
dan
pengekfetifan kinerja guru dengan mengadakan pelatihan yang berkaitan dengan pembelajaran salah satunya dengan melakukan penelitian tindakan kelas bagi guru-guru.