PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 6E UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VIII-H SMP NEGERI 1 NGASEM KEDIRI Dhiah Septiana Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang Ety Tejo Dwi Cahyowati Dosen Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan langkah-langkah penerapan model pembelajaran Learning Cycle 6E yang dapat meningkat kan aktivitas belajar siswa. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas.Langkah-langkah model pembelajaran Learning Cycle 6E yang dapat meningkatkan aktiv itas belajar siswa yaitu : (1) fase elicit, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, (2) fase engagement, guru mengajukan pertanyaan tentang materi sebelumnya yang berhubungan dengan materi yang akan d ipelajari, (3) fase exploration, siswa berdiskusi menyelesaikan LKS untuk mengkonstruksi konsep materi, (4) fase explanation, siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya, (5) fase elaboration, siswa menerapkan konsep yang telah dipelajari dengan mengerjakan lembar pemantapan, (6) fase evaluation, siswa mengerjakan ku is secara individu untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus. Persentase siswa yang aktif pada siklus I sebesar 55% atau sebanyak 22 siswa. Sedangkan pada siklus II sebesar 77,5% atau sebanyak 31 siswa. Kata kunci: Learning Cycle 6E, aktivitas belajar siswa
Pendidikan matematika diperlukan untukmempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien (Soedjadi, 2000:43). Oleh karena itu diperlukan perbaikan dalam proses pembelajaran yang nantinya dapat membantu siswa secara maksimal dalam menuntut ilmu terutama ilmu matematika. Pemilihan pengalaman belajar bagi siswa merupakan salah satu tugas guru sebagai fasilitator agar siswa dapat mengikuti pembelajaran secara maksimal dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Agar pembelajaran maksimal dan tujuan pembelajaran tercapai maka diperlukan aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar akan menyebabkan interaksi antara siswa dengan guru, antar siswa itu sendiri, serta antara siswa dengan materi yang dipelajari. Hamalik (2001) menyatakan bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Salah satu cara pembelajaran yang melibatkan siswasecara aktif adalah dengan menerapkan model Learning Cycleatau siklus belajar.Model Learning Cycle terbagi dalam beberapa macam, diantaranya adalah Learning Cycle 6E. Menurut Johnston (dalam Iskandar, 2004: 12), fase pembelajaran pada Learning Cycle6E antara lain fase identifikasi, fase undangan, fase eksplorasi, fase penjelasan, fase elaborasi, dan fase evaluasi. Model pembelajaran ini tepat bila diterapkan dalam proses pembelajaran di SMP Negeri 1 Ngasem Kab. Kediri kelas VIII-H, karena berdasarkan wawancara dengan guru di sekolah tersebut, ditemukan beberapa hal tentang pembelajaran yang diterapkan.Pembelajaran yang dilakukan cenderung masih menggunakan metode ceramah. Guru jarang menggunakan model pembelajaran
yang konstruktivistik karena pengetahuan mereka tentang model- model pembelajaran juga masih terbatas. Siswa dikhawatirkan tidak dapat belajar secara maksimal bila tidak menggunakan metode ceramah. Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMP Negeri 1 Ngasem, pembelajaran yang menggunakan metode ceramah atau berpusat pada guru, menyebabkan sebagian besar siswa menggantungkan pengetahuannya dari apa yang disampaikan oleh guru, mereka enggan untuk mempelajari materi terlebih dahulu. Selain itu, metode ceramah dan penugasan cenderung monoton sehingga menyebabkan siswa cepat bosan dan akhirnya konsentrasi mereka tidak lagi pada proses belajar, tetapi bercanda dengan teman-temannya. Hanya beberapa siswa yang tetap aktif mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti bertanya dan menanggapi penjelasan guru. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian di SMP Negeri 1 Ngasem Kab.Kediri dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 6E untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika pada Siswa Kelas VIII-H SMP Negeri 1 Ngasem Kediri”.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan langkah-langkah model pembelajaran Learning Cycle 6E yang dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas VIII-H SMP Negeri 1 Ngasem Kediri. Model pembelajaran Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang berbasis konstruktivistik dan berpusat pada siswa.Learning Cycle berkembang dari 3 fase menjadi 5 fase dan akhirnya 6 fase(Learning Cycle 6E). Menurut Johnston (dalam Iskandar 2004), fase-fase dalam Learning Cycle 6E yaitu fase elicit, fase engagement, fase exploration, fase explanation, fase elaboration, dan fase evaluation. Pada fase elicit guru menentukan tujuan pembelajaran. Hal ini bertujuan agar siswa lebih memahami kompetensi dasar yang harus dicapai serta dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Fase engagement, guru mengidentifikasi pengetahuan awal siswa dengan menarik perhatian siswa dan memotivasi untuk berpikir sehingga timbul rasa ingin tahu tentang topik yang akan dipelajari. Hal ini dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada siswa yang ada kaitannya dengan materi yang akan dipelajari. Siswa diberi kebebasan dalam mengemukakan gagasannya.Fase exploration, siswa diberi kesempatan untuk melakukan percobaan, mengumpulkan data, dan membuat kesimpulan berdasarkan percobaan yang telah dilakukan.Fase explanation, siswa berkesempatan untuk menjelaskan hasil eksplorasinya.Fase elaboration, siswa menerapkan konsep yang sudah dimiliki ke dalam situasi baru.Fase evaluation, guru melakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa. Aktivitas belajar siswa adalah kegiatan pembelajaran baik aktivitas kelompok, maupun aktivitas individu yang dilakukan oleh siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Menurut Paul B. Diedrich (dalam Hamalik, 2001:172) jenis aktivitas dalam proses pembelajaran meliputi: Visual activities, Oral activities, Listening activities, Drawing activities, Writing activities, Motor activities, Mental activities, dan Emotional activities. METODE Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Ngasem Kediri dengan subjek siswa kelas VIII-H
tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 40 siswa.Sumber data yang diambil dari penelitian ini adalah siswa dan peneliti sebagai pengajar. Data yang akan diambil pada penelitian ini adalah (1) Data hasil observasi diperoleh dari aktivitas siswa dan aktivitas guru selama penerapan pembelajaranLearning Cycle 6E; (2) Data hasil catatan lapangan sebagai data pendukung untuk mencatat kejadian selama kegiatan pembelajaran berlangsung.Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas belajar siswa, lembar observasi aktivitas guru, catatan lapangan, lembar kegiatan siswa, lembar pemantapan, dan kuis. Rincian tahap penelitian ini meliputi tahap pra penelitian, tahap pelaksanaan, dan refleksi. Pertama tahap pra penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan di kelas VIII-H selama proses pembelajaran matematika dengan melakukan observasi di kelas tersebut dan melakukan wawancara dengan guru.Selanjutnya peneliti melakukan persiapan tindakan siklus I dengan menyusun instrumen dan perangkat pembelajaran.Kedua adalah tahap pelaksanaan.Pada tahap ini peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan persiapan yang dilakukan sebelumnya. Penelitian melaksanakan pembelajaran menggunakan model Learning Cycle 6E. Selama proses pembelajaran berlangsung observer melakukan pengamatan berdasarkan lembar observasi yang telah disiapkan sebelumnya untuk mendapatkan informasi tentang aktivitas belajar siswa serta proses pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan model Learning Cycle 6E. Tahap ketiga adalah refleksi.Pada tahap ini peneliti melakukan refleksi terhadap hasil dari tahap yang telah dilaksanakan. Refleksi dilakukan setelah pembelajaran dan akan dilakukan perbaikan pada siklus baru jika mengalami kegagalan pada siklus sebelumnya. Data yang didapat dari hasil observasi pada tahap pelaksanaan berupa hasil observasi aktivitas guru, aktivitas siswa dan catatan lapangan.Data aktivitas guru dan siswa dihitung dan dicari persentasenya kemudian dianalis secara deskriptif dan dikategorikan berdasarkan kriteria keberhasilan tindakan pada tabel 1 berikut. Tabel 1 Tabel Kriteria Keberhasilan Tindakan No. Prosentase keberhasilan (% ) 1 85 ≤ PK < 100 2 70 ≤ PK < 85 3 54 ≤ PK < 70 4 39 ≤ PK < 54 5 0 ≤ PK < 39 Sumber: Arikunto (2009:245) Keterangan : PK : Persentase Keberhasilan
Kriteria Keberhasilan A (Sangat Baik) B (Baik) C (Sedang) D (Kurang) E (Sangat Kurang)
HASIL Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari dua siklus.Setiap siklus terdiri dari dua pertemuan dengan menerapkan model pembelajaran Learning Cycle 6E.Penerapan model pembelajaran Learning Cycle 6E dilaksanakan dalam 6 fase yaitu fase elicit (identifikasi tujuan), engagement (undangan), exploration (ekplorasi), explanation (penjelasan), elaboration (penerapan konsep), danevaluation (evaluasi). Data aktivitas siswa diperoleh dari lembar observasi aktivitas siswa yang telah disediakan dan diisi oleh observer.Data aktivitas siswa meliputi 7 aspek yaitu visual activities, oral
activities, listening activities, motor activities, writing activities, mental activities, dan emotional activities.Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I dapat dilihat dalam tabel 2 berikut. Tabel 2 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Persentase Keberhasilan No Aspek yang dinilai Pertemuan I Pertemuan II 1 Visual activities 64,06% 68,13 2 oral activities 59,16% 63,75 3 listening activities 61,56% 67,81 4 motor activities 74,68% 80,31 5 writing activities 68,33% 69,58 6 mental activities 65,46% 68,98 7 emotional activities 68,75% 75,50 Rata-rata 66% 70,58
Rata-rata Persentase Keberhasilan 66,10 61,46 64,69 77,50 68,96 67,22 72,13 68,29
Kriteria Keberhasilan C C C B C C B C
Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase aktivitas belajar siswa siklus I termasuk dalam kategori sedang. Aspek terendah yaitu oral activities dengan rata-rata persentase keberhasilan 61,46 dan aspek tertinggi yaitu motor activities dengan rata-rata persentase keberhasilan77,50. Rata-rata aktivitas belajar siswa pada sikus I sebesar 68,29 atau berada pada kriteria sedang. Secara klasikal, aktivitas belajar siswa kelas VIII-H SMP N 1 Ngasem selama penerapan model pembelajaran Learning Cycle 6E pada siklus I dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Tabel 3 Aktivitas Belajar Siswa Siklus I Secara Klasikal No Rentang Keberhasilan Frekuensi 1 85 PK 100 2 70 PK < 85 3 54 PK < 70 4 39 PK < 54 5 0 PK < 39 Keterangan : PK : Persentase Keberhasilan
4 18 12 6 0
Persentase (% ) 10% 45% 30% 15% 0%
Berdasarkan tabel 3 di atas, diketahui bahwa siswa yang berhasil atau pada tindakan siklus I sebanyak 22 siswa atau sebesar 55 %.Sedangkan siswa yang belum berhasil sebanyak 18 siswa atau sebesar 45%. Dengan demikian ketuntasan aktivitas belajar siswa kelas VIII-H belum mencapai kriteria keberhasilan tindakan diharapkan, yaitu 70% ketuntasan secara klasikal. Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II dapat dilihat dalam tabel 4 berikut.
Tabel 4 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Persentase Keberhasilan No Aspek yang dinilai Pertemuan I Pertemuan II 1 Visual activities 67,19 77,50 2 oral activities 65,62 70,41 3 listening activities 67,50 74,37 4 motor activities 80,31 86,56 5 writing activities 71,46 79,79 6 mental activities 70,00 76,87 7 emotional activities 72,25 78,37 Rata-rata 70,62 77,70
Rata-rata Persentase Keberhasilan 72,35 68,02 70,94 83,44 75,63 73,44 75,31 74,16
Kriteria Keberhasilan B C B B B B B B
Tabel tersebut menunjukkan bahwa persentase aktivitas belajar siswa siklus II termasuk dalam kategori “baik”. Aspek terendah yaitu oral activities dengan rata-rata persentase keberhasilan 68,02 dan aspek tertinggi yaitu motor activities dengan rata-rata persentase keberhasilan 83,44. Rata-rata persentase aktivitas belajar siswa pada sikus II sebesar 74,16 atau berada pada kriteria “baik”. Secara klasikal, aktivitas belajar siswa kelas VIII-H SMP N 1 Ngasem selama penerapan model pembelajaran Learning Cycle 6E pada siklus II dapat dilihat pada tabel 5 berikut. Tabel 5 Aktivitas Belajar Siswa Siklus II Secara Klasikal No Rentang Keberhasilan 1 85 PK 100 2 70 PK < 85 3 54 PK < 70 4 39 PK < 54 5 0 PK < 39 Keterangan : PK : Persentase Keberhasilan
Frekuensi 6 25 7 2 0
Persentase (% ) 15% 62,5% 17,5% 5% 0%
Berdasarkan tabel 5 di atas, diketahui bahwa siswa yang berhasil pada tindakan siklus II sebanyak 31 siswa atau sebesar 77,5 %. Sedangkan siswa yang belum berhasil sebanyak 9 siswa atau sebesar 22,5%. Dengan demikian ketuntasan aktivitas belajar siswa sudah mencapai kriteria keberhasilan tindakan diharapkan, yaitu minimal 70% ketuntasan secara klasikal. PEMBAHASAN Model pembelajaran Learning Cycle 6E dalam penelitian ini diterapkan pada materi lingkaran.Learning Cycle 6E dilaksanakan dalam 6 fase yaitu elicit (identifikasi tujuan), engagement (undangan), exploration (eksplorasi), explanation (eksplanasi), elaboration (penerapan konsep), dan evaluation (evaluasi). Pertama adalahfaseelicit. Di siklus 1 siswa kurang memperhatikan apa yang disampaikan guru karena guru langsung menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada siklus 2 guru terlebih dahulu memberikan permasalahan yang terkait sebelum menyampaikan tujuan, sehingga siswa memperhatikan dan merespon apa yang disampaikan guru. Misalnya pada saat materi hubungan sudut pusat dengan panjang busur lingkaran, guru menggambarkan dua juring dalam lingkaran yang ukuran salah satu sudutnya 3 kali dari sudut lainnya. Guru
meminta siswa membuat perbandingan besar kedua sudut dan mengamati gambar. Kemudian guru menanyakan apakah panjang busur dari kedua juring juga akan memiliki perbandingan yang sama seperti pada sudutnya. Dengan demikian siswa akan mulai memberikan respon kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Penyampaian tujuan tersebut merupakan petunjuk praktis tentang sejauh mana interaksi harus dibawa untuk mencapai tujuan akhir (Sardiman,2007: 57). Kedua adalahfaseengagement,guru membangkitkan minat siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang sudah pernah dipelajari dan berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.Awalnya tidak banyak siswa yang antusias menjawab.Kemudian guru memberi dorongandengan memberikan pertanyaan pancingan yang mengarahkan pada jawaban dan meminta siswa untuk mencoba menjawab dan tidak takut dalam menyampaikan gagasannya. Hal ini sesuai dengan prinsip di dalam teori konstruktivisme yang diungkapkan Iskandar (2004) yaitu siswa tidak datang ke kelas dengan pengetahuan nihil, oleh sebab itu pengetahuan tersebut perlu diakses oleh pengajar, dan siswa diberi kesempatan untuk menunjukkan pengetahuan yang dimiliki.Pada pertemuan selanjutnya siswa mulai terbiasa dan semangat menjawab walaupun belum tentu jawaban mereka benar.Selanjutnya siswa diberi motivasi dengan diberikan contoh permasalahan pada kehidupan sehari- hari agar mereka lebih semangat mengikuti kegiatan pembelajaran. Ketiga adalah fase exploration, siswa dikelompokkan untuk melakukan kegiatan dan menggunakan suatu media berdasarkan petunjuk dalam LKS yang diberikan oleh guru.Fase exploration ini memfasilitasisiswa dalam mengkonstruksi pengetahuan sehingga siswa dapat memahami sendiri konsep yang dipelajari. Adanya kegiatan menyebabkan siswa terlibat langsung dalam proses belajar. Dimyati dan Mudjiono (2002) menyatakan bahwa dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Pada siklus 1 tidak semua siswa membawa alat dan bahan yang harus dibawa.Hal ini membuat kerja kelompok menjadi kurang maksimal sehingga diskusi berjalan lebih lama dari waktu yang sudah dialokasikan.Sehingga pada siklus 2 guru menegaskan agar semua siswa membawa alat dan bahan untuk pertemuan selanjutnya.Pada siklus 1 setiap kelompok terdiri dari 5 siswa, namun ternyata ada siswa yang kurang aktif terlibat diskusi.Sehingga pada siklus 2 kelompok siswa diacak lagi dan setiap kelompok terdiri dari 4 siswa, dan ternyata hampir semua siswa dapat bekerjasama dengan baik dalam kelompok yang baru. Hal ini berarti tujuan pengajaran pada kelompok kecil yang diungkapkan Dimyati dan Mudjiono (2002) telah berhasil, yaitu lebih memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional dan mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota merasa diri sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab. Keempat adalah fase explanation, siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas sehingga terjadi diskusi kelas. Diskusi ini bertujuan untuk mematangkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Sesuai dengan pendapat Hudojo (2003) yang menyatakan bahwa dengan berdiskusi kelas, siswa dapat saling mengetahui hasil kelompok lain yang
mungkin hasilnya sama namun cara penyelesaiannya berbeda. Pada siklus 1 masih banyak kelompok yang ragu untuk maju sehingga guru cenderung untuk menunjuk kelompok untuk presentasi. Namun pada siklus 2 siswa sudah mulai berani dan percaya diri maju ke depan kelas untuk presensi. Hal ini karena guru juga memberikan dorongan berupa ajakan untuk berani maju dan memberikan semangat kepada siswa untuk aktif dan percaya diri dalam presentasi.Sesuai dengan pendapat Isjoni (2010) bahwa peran guru adalah sebagai motivator, dalam hal ini adalah membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, disamping sebagai motivator guru berperan sebagai pemberi semangat kepada siswa untuk aktif berpartisipasi. Kelima adalah fase elaboration.Siswa diberi lembar pemantapan berupa soal-soal mengenai materi yang baru dipelajari.Lembar pemantapan dikerjakan secara individu, agar siswa mampu menerapkan idenya sendiri dan tidak bergantung dari teman.Pada siklus 1 masih cukup banyak siswa yang bekerjasama dan menggantungkan jawaban dari temannya, sehingga guru menegaskan untuk berusaha dikerjakan dahulu secara mandiri, dan memberikan bantuan seperlunya kepada siswa yang terlihat mengalami kesulitan.Di siklus 2 sebagian besar siswa tampak berusaha mengerjakan secara mandiri.Jumlah soal yang diberikan pada siklus 2 ada 3 soal, sehingga sebagian besar siswa dapat menyelesaikan semua soal sesuai waktu yang diberikan. Keenam adalah fase evaluation, siswa mengerjakan kuis yang harus dikerjakan secara individu. Pada pertemuan awal siswa belum mengerti tujuan adanya kuis dan beberapa siswa tampak bekerjasama, namun setelah guru memberi pengertiandan perigatan bahwa tujuan kuis adalah untuk mengatahui tingkat pemahaman setiap siswa sehingga harus dikerjakan secara individu.Pada pertemuan selanjutnya siswa tampak mengerjakannya secara individu. Data tentang aktivitas belajar siswa kelas VIII-H SMP Negeri 1 Ngasem pada materi Lingkaran diperoleh dari pengamatan observer selama kegiatan pembelajaran berlangsung.Aktivitas siswa dapat diketahui apakah sudah meningkat atau belum dengan melihat data tersebut.Adapun ringkasan hasil aktivitas belajar siswa adalah sebagai berikut. Tabel 6 Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Aspek yang dinilai Visual activities oral activities listening activities motor activities writing activities mental activities emotional activities Rata-rata persentase keberhasilan aspek aktivitas belajar siswa Persentase keberhasilan aktivitas belajar siswa secara klasikal
Persentase Keberhasilan Siklus I Siklus II 66,10 72,35 61,46 68,02 64,69 70,94 77,50 83,44 68,96 75,63 67,22 73,44 72,13 75,31 68,29%
74,16%
55%
77,5%
Tabel 6 menunjukkan bahwa aspek terendah pada siklus I adalah oral activities, begitu juga pada siklus II.Pada siklus I siswa belum terbiasa dan malu untuk mengungkapkan idenya dan memberi tanggapan terhadap penjelasan yang
diungkapkan teman maupun guru. Pada sik lus II siswa masih tampak malu dan takut jika pendapatnya salah sehingga menerima begitu saja apa yang disampaikan teman atau guru. Sedangkan aspek tertinggi pada siklus I dan siklus II adalah motor activities.Hal ini menunjukkan bahwa siswa cukup terampil dan dapat menggunakan media dengan baik pada tahap exploration untuk mengkonstruksi pengetahuan.Siswa dapat menggunakan media dengan baik karena adanya kerjasama kelompok dan petunjuk yang jelas pada LKS sehingga siswa dapat melakukan kegiatan dengan baik. Berdasarkan tabel 6 juga dapat diketahui bahwa aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 55% atau sebanyak 22 siswa dari 40 siswa.Hal ini berarti aktivitas siswa belum mencapai kriteria keberhasilan dan masuk dalam kategori “sedang”. Sedangkan rata-rata persentase keberhasilan aspek aktivitas belajar siswa yaitu 68,29% dan masuk kategori “sedang”. Pada siklus II aktivitas belajar siswa meningkat sebesar 22,5% menjadi 77,5%. Secara keseluruhan, semua aspek aktivitas meningkat pada siklus II. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : (1) Siswa sudah beradaptasi dengan model pembelajaran Learning Cycle 6E, (2) Siswa yang awalnya pasif menjadi lebih aktif karena guru memberikan dorongan dan motivasi berupa ajakan kepada siswa agar lebih giat belajar serta meyakinkan siswa untuk tidak malu dan takut salah, (3) Siswa sudah terbiasa belajar bekerjasama dan aktif berdiskusi, (4) Siswa juga lebih mudah memahami materi dengan adanya kegiatan untuk membangun konsep sendiri, (5) Peningkatan aktivitas siswa juga disebabkan oleh keterlibatan siswa cukup besar dalam proses pembelajaran Learning Cycle, hal ini karena siswa dituntut melakukan interaksi antar siswa dalam kelompok maupun dengan siswa lain. KESIMPULAN Berdasarkan pelaksanaan penelitian di kelas VIII-H SMP Negeri 1 Ngasem yang telah dideskripsikan pada paparan data dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan tentang keterlaksanaan Learning Cycle 6E.Langkahlangkah pembelajaran matematika melalui penerapan model pembelajaran Learning Cycle 6E yang dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa, dijelaskan dalam beberapa fase. Fase awal adalah elicit(identifikasi tujuan), guru terlebih dahulu memberikan permasalahan yang terkait sebelum menyampaikan tujuan, sehingga siswa memperhatikan dan merespon apa yang disampaikan guruserta siswa dapat memahami kompetensi dasar yang harus dicapai. Fase kedua engagement (undangan), guru membangkitkan minat siswa dengan memberikan pertanyaanpertanyaan tentang materi sebelumnya dan berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Guru memberi dorongan kepada siswa untuk tidak takut salah dan mencoba menjawab pertanyaan yang diberikan sehingga siswa mulai terlibat aktif dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru. Fase ketiga exploration (eksplorasi), guru mengelompokkan siswa secara heterogen dengan jumlah anggota 4 siswa setiap kelompok dan berbeda dari kelompok sebelumnya pada siklus 1.Fase keempat adalah explanation (penjelasan). Guru memberi semangat siswa agar berani maju dan menjelaskan hasil eksplorasinya de ngan mendampingi siswa yang presentasi selama diskusi kelas dan memotivasi siswa untuk berani dan tidak malu mengungkapkan idenya. Fase kelima elaboration (penerapan
konsep), siswa diberi lembar pemantapan.Jumlah soal pada lembar pemantapan ada 3 soal dengan alokasi waktu 15 menit sehingga sebagian besar siswa dapat mengerjakan soal lebih baik dari sebelumnya.Fase terakhir adalah evaluation (evaluasi)dengan mengerjakan kuis. Guru memberikan informasi di awal bahwa akanada kuisyang harus dikerjakan secara individu. Penerapan model pembelajaran Learning Cycle 6E jugadapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas VIII-H SMP Negeri 1 Ngasem.Siklus I menunjukkan siswa yang aktif secara klasikal sebesar 55%.Sedangkan pada siklus II persentase siswa yang aktif sebesar 77,5%. SARAN Pada kegiatan pembelajaran tidak semua anggota kelompok aktif terlibat dalam kegiatan diskusi, sehingga jumlah anggota dalam kelompok harus diperhatikan agar semua anggota dapat terlibat aktif.Dalam penelitian ini jumlah anggota setiap kelompok adalah 4 anggota. Terdapat beberapa siswa yang bekerjasama dalam mengerjakan kuis pada tahap evaluasi karena belum terlalu paham terhadap materi.Sehingga perlu diinformasikankepada siswa di awal pelajaran, bahwa ada tahap evaluasi yaitu pengerjaan kuis secara individu agar semua siswa benar-benar mengikuti materi dengan baik dari awal pelajaran. Oral activities dalam penelitian ini masih belum mencapai kategori baik, diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat lebih kreatif dalam melakukan tindakan agar aktivitas tersebut dapat meningkat lebih baik lagi. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Dimyati & Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hudoyo, Herman. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Kerjasama JICA dengan FMIPA Universitas Negeri Malang. Isjoni. 2010. Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta. Iskandar, S.M. 2004. Strategi Pembelajaran Konstruktivistik dalam Kimia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang. Sardiman.2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.