PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW DALAM PEMBELAJARAN PKN DI SDN 1 ILOMATA KECAMATAN ATINGGOLA KABUPATEN GORONTALO UTARA Anita Abusamad¹, Elmia Umar², Nurhayati Tine² 1. Mahasiswa Jurusan PGSD FIP, Universitas Negeri Gorontalo 2. Dosen Jurusan PGSD FIP, Universitas Negeri Gorontalo
Abstrak Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan persekolahan merupakan salah satu program inti yang bertugas mengembangkan dan meningkatkan mutu martabat manusia dan kehidupan Indonesia menuju terwujudnya cita-cita nasional. Melalui pendidikan pancasila akan kita tanamkan dan lestarikan nilai moral dan norma pancasila pada diri dan kehidupan generasi penerus kita. Kenyataan di lapangan khususnya di SDN 1 Ilomata Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara dalam pembelajaran PKn menanamkan konsep nilai-nilai moral dan norma pancasila belum optimal. Hal ini terlihat, masih ada siswa-siswa yang memiliki partisipasi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dalam berteman baik di dalam maupun di luar sekolah. Maka peneliti melakukan penelitian dengan menerapkan model cooperati learning tipe jigsaw dalam pembelajaran PKn. Penelitian ini adalah alternatif yang sangat baik dipakai untuk menaikkan kematangan anak dalam bersosialisasi, cerdas secara cognitif, tapi juga cerdas dan matang mental dan kepribadian, dan trampil dalam memecahkan suatu masalah, serta tahu menempatkan diri secara situasional.
Kata kunci: Model Cooperatif Learnig, tipe jigsaw, Pembelajaran PKn
1. Pendahuluan Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan persekolahan merupakan salah satu program inti yang bertugas mengembangkan dan meningkatkan mutu martabat manusia dan kehidupan Indonesia menuju terwujudnya cita-cita nasional. Melalui pendidikan pancasila akan kita tanamkan dan lestarikan nilai moral dan norma pancasila pada diri dan kehidupan generasi penerus kita. Khususnya pendidikan nilai-nilai pancasila di
sekolah dasar, sebagai dasar untuk memahamkan mereka tentang landasan Idil negara Indonesia. Kenyataan di lapangan khususnya di SDN 1 Ilomata Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara dalam pembelajaran PKn dalam menanamkan materi nilainilai moral dan norma pancasila belum optimal hal ini terlihat, masih ada siswa-siswa yang memiliki partisipasi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dalam berteman baik di dalam maupun di luar sekolah.Perkembangan yang terjadi pada siswa di sekolah dasar dapat pula dilihat dalam perkembangan penghayatan keagamaan. Menurut Winataputra, dkk (1993 : 148) bahwa “belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku”. Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang terjadi melalui latihan atau pengalaman. Untuk dapat disebut belajar maka perubahan itu harus relatif menetap. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena menyangkut berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dan pengertian, pemecahan suatu masalah atau berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan atau sifat. Menurut Slavin dalam (Widowati, 2001:15) dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif di antara mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap mahasiswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada mahasiswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif mahasiswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal. Model pembelajaran kooperatif memungkinkan semua mahasiswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar. Jigsaw dikembangkan pertama kali oleh Elliot Aronson dan koleganya di Universitas Texas (Ibrahim dkk., 2000). Jigsaw tipe II dikembangkan oleh Slavin (Roy Killen,1996) dengan sedikit perbedaan. Dalam belajar kooperatif tipe jigsaw, secara umum siswa dikelompokkan oleh secara hiterogen dalam kemampuan. Siswa diberi materi yang baru atau pendalaman dari materi sebelumnya untuk dipelajari. LangkahLangkah Pembelajaran Dengan Jigsaw adalah Orientasi, pengelompokan, pembentukan dan pembinaan klompok experd, diskusi/pemaparan kelompok ahli, dan tes, serta pengakuan kelompok.
Berdasarkan kenyataan di lapangan dalam penerapan model kooperatif learning tipe jigsaw yang belum optimal maka peneliti berhasil mengumpulkan data melalui wawancara dari semua sumber dan informan, kemudian mengkaji dan menelaah semua data yang telah diperoleh melalui reduksi,penyajian dan penarikan kesimpulan sebagaimana yang dikemukakan oleh Spradley (sugiono 2005:102).
a). Temuan Umum Sebagaimana yang telah dikemukakan atas d fokus penelitian dan paparan data yang telah disajikan sebelumnya telah dihasilkan temuan-temuan diantaranya guru mengajarkan materi pada pembelajaran PKn selama ini telah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di SDN 1 Ilomata Kecamatan Atinggola. Tujuan dilaksanakan pembelajaran menggunakan model ini yaitu ntuk memeproleh sejumlah siswa dengan hasil belajar yang di atas rata-rata ketuntasan sekolah. Hal ini terjadi karena guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan penyajian kelas dan selama pembelajaran, guru memberikan kuis untuk mengevaluasi dan memberikan penghangatan suasana. Di samping itu, guru pengajar meberikan penghargaan bagi kelompok yang menyajikan hasil kerjanya dengan baik di depan kelas. Dengan adanya kuis yang dikerjakan secara mandiri dan kerja sama siswa dalam menjawab LKS, kemudian bagi mereka yang sangat baik pekerjaannya diberikan penghargaan maka hal ini membuat pembelajaran saat itu berlangsung menarik, aktif dan menyenangkan.
b). Temuan Khusus Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diyakini dapat menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh siswa SDN I Ilomata pada pembelajaran PKn, karena model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya.
2. Metode Penelitian Metode dalam
penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif
sedangkan prosedur pengumpulan data melalui observasi langsung, wawancara dan tes,
serta dokumentasi dengan tidak lain bertujuan untuk menggambarkan penerapan model kooperatif learning tipe jigsaw, tahap tahap penelitian ini antara lain: a. Tahap Orientasi Dilakukan untuk maksud memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas tentang masalah yang dikaji, kegiatan ini seperti mengadakan observasi dan mempelajari dokumen yang relevan. Pada tahap awal ini akan dikumpulkan data seluasluasnnya dan ditentukan hal yang paling menonjol untuk diteliti.
b. Tahap Eksplorasi terpusat Tahap eksplorasi yaitu pengumpulan data yang lebih terarah pada fokus penelitian. Dimana menganalisis informasi-informasi yang berhasil dikumpulkan pada tahap pertama, dan atas dasar analisis tersebut dibuat sketsa wawancara dan observasi yang lebih terstruktur.
c. Menetapkan instrument Dalam penelitian terhadap instrument utama yaitu peneliti dan timnya dengan kata lain manusia sebagai instrument (human instrument), karena manusia instrument memiliki keuangan seperti responsif dan tanggap terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnnya.
d. Tahap Pengecekkan data Mengecek
kembali
kredibilitas
informasi-informasi
yang
telah
berhasil
dikumpulkan dan pengecekkan diajukan kepada pemberi informasi dan dapat dihindari penafsiran yang keliru terhadap informasi yang diberikan untuk menganalisis data dilakukan untuk kepentingan penarikan kesimpulan sebagai hasil akhir penelitian.
e. Tahap pelaporan Merupakan tahapan pengelolaan dan penyusunan dan penyusunan hasil penelitian dalam bentuk laporan penelitian yang dilakukan sesuai sistematika atau prosedur penyusunan karya ilmiah.
3. Pembahasan Konsep utama dari belajar kooperative adalah sebagai berikut. Penghargaan kelompok,
yang
akan
diberikan
jika
kelompok
mencapai
kriteria
yang
ditentukan.Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw yang dilaksanakan di SDN I Ilomata telah memberikan hasil yang signifikan dalam peningkatan hasil pembelajaran siswa. Hasil observasi pada pembelajaran siswa menunjukkan bahwa siswa masih merasa asing dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Hal ini terlihat pada pertemuan pertama, siswa masih merasa asing dengan model pembelajaran ini dan masih kelihatan kaku dalam melakukan prosedur model pembelajaran ini, sehingga dalam keadaan ini suasana kelas ini terlihat gaduh. Untuk mengatasinya guru memberikan informasi yang lebih detail kepada siswa disaat mereka mulai kebingungan dalam kegiatan pembelajaran ini. Pemberian informasi ini dilakukan tidak hanya pertemuan pertama saja melainkan juga pada pertemuan berikutnya. Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam kelompok, persentase rata–rata aktivitas siswa yang memberikan perhatian penuh terhadap informasi yang diberikan hanya sekitar 77,8%. Dalam aspek ini terlihat bahwa masih ada siswa yang kurang memperhatikan penjelasan dari guru. Kemudian pada siklus II, rata – rata siswa yang memberikan perhatian penuh terhadap informasi yang diberikan sebesar 93,9%. Peningkatan ini terjadi karena selama proses belajar mengajar berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini guru mendorong dan memotivasi siswa baik dalam kelompok asal maupun kelompok ahli. Hal tersebut membuktikan bahwa proses belajar mengajar yang dikelola oleh guru telah menunjukkan ciri dari pembelajaran kooperative. Seperti yang dikemukakan oleh Ibrahim (2000), bahwa terdapat 7 langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diantaranya adalah menyampaikan tujuan, memotivasi siswa dan memberi apersepsi pada tahap ini, guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran, memotivasi siswa belajar dan memberi apersepsi. Hasil observasi terhadap aktivitas siswa yang mengerjakan materi LKS dalam kelompok sebesar 75,3%, ditemukan permasalahan siswa yaitu siswa yang hanya diam dan menunggu jawaban dari temannya ini disebabkan karena seringnya siswa
mengerjakan tugas secara individu. Oleh karena itu, untuk perbaikan pada siklus selanjutnya maka guru akan memberikan penilaian kepada siswa yang mampu menyelesaikan LKS dengan benar untuk setiap kelompok selain itu guru juga harus terus membimbing siswa dalam kelompok sehingga siswa dapat mengerjakan LKS dengan terarah dan benar hal ini terlihat persentase aktivitas siswa yang mengerjakan LKS dalam kelompok mengalami peningkatan yaitu 92,8%. Menurut Ismail (2002), bahwa dalam pembelajaran kooperatif, selama proses belajar mengajar berlangsung, guru melatih dan memberikan bimbingan kepada kelompok belajar untuk menemukan penyelesaian suatu masalah. Persentase aktivitas siswa yang berdiskusi aktif dalam kelompoknya pada siklus I hanya sekitar 70,9%, kurangnya kerjasama siswa dikarenakan pada saat kerja kelompok didominasi oleh sebagian kecil siswa dan beberapa siswa tidak merasa bertanggung jawab kepada kelompoknya. Hal ini disebabkan karena masih ada siswa yang malu untuk berdiskusi karena merasa memiliki kemampuan yang kurang dibanding dengan teman sekelompoknya, sebagian siswa masih merasa tidak nyaman dengan anggota kelompok barunya yang semula selalu bekerja sama dengan teman sebangkunya, harus menyesuaikan diri dengan kelompok barunya. Hal ini terlihat dari suasana kelas yang gaduh saat kerjasama menyelesaikan soal. Suasana ini mulai kelihatan agak sedikit berkurang pada pertemuan selanjutnya terlihat semakin aktifnya siswa dalam menyelesaikan LKS dan sebagian besar siswa sudah mampu bekerja sama dalam kelompok. Guru melatih keterampilan kooperatif siswa dan juga memberikan informasi kepada siswa, pentingnya kerjasama atau berdiskusi dalam kelompok untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik secara individual, sehingga persentase aktivitas siswa dalam bekerjasama menyelesaikan soal dalam kelompok belajar pada mencapai 92,8%. Hal ini berarti siswa semakin aktif dan menyadari pentingnya kerjasama dalam kelompok untuk memberikan nilai terbaik untuk kelompoknya ketika proses pembelajaran tipe Jigsaw ini berlagsung. Persentase siswa yang mengajukan pertanyaan/ menanggapi pertanyaan diperoleh 48,6%. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian terhadap informasi yang diberikan sehingga tidak memahami pelajaran yang diajarkan serta kurangnya kerjasama antara siswa sehingga tidak terjadi pertukaran pikiran/pendapat serta ada 2– orang siswa dalam setiap kelompok yang tidak mengajukan ataupun menanggapi suatu pertanyaan karena merasa sukar untuk mengeluarkan pendapatnya serta merasa malu dan takut untuk
menyampaikan
pendapat
maupun
menjawab
pertanyaan.
Pemberian
penghargaan/penguatan yang dilakukan oleh guru adalah untuk memacu semangat siswa dalam belajar sehingga siswa lebih termotivasi untuk menyampaikan pendapat atau menjawab pertanyaan dengan berani dan terbukti pada siklus II persentase aktivitas siswa mencapai 80,6%. Dengan demikian secara umum ditemukan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sangat membantu guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran PKn. Guru merasa terbantu dalam mengatasi berbagai problem yang dihadapi di kelas.
4. Simpulan dan Saran Dari kajian yang penulis lakukan terhadap penerapan Pembelajaran cooperative tipe Jigsaw dapat disimpulkan hal-hal berikut: Penerapan metode ini butuh kegigihan, insiatif, kreatifitas tersendiri bagi pendidik. Kerena butuh persiapan yang cukup mendalam baik persiapan Silabu RPP dan perangkat lainnya, maupun pengorganisasian kelas dan peserta didik. Untuk rombongan belajar yang besar butuh persiapan yang matang, dan jika memungkinkan lakukan peer teaching atau mengajar berpasangan dengan guru lain yang sejenis. Kelompok asal (based Group) dan kelompok ahli (Expert group) diharapkan tidak lebih dari 5 orang. Penggunaan Metode Jigsaw Tim Ahli ini cocok dengan konsep dengan konsep transformasi karena sub-konsep ini dapat dipecahpecah serta sub-konsep yang satu dan yang lain tidak bertautan (yang satu bukan menjadi prasyarat yang lain). Dari kajian yang penulis lakukan, saran yang dapat diberikan adalah: Metode ini sangat baik dipakai untuk menaikkan kematangan anak dalam bersosialisasi, cerdas secara cognitif, tapi juga cerdas dan matang mental dan kepribadian, dan trampil dalam problemsolving, tahu menempatkan diri secara situasional, maka model pembelajaran ini cukup mampu menjawab permasalah ini.
Referensi Egan. Kieran. 2009. Pengajaran Imajinatif. Indeks. Jakarta
Hall, dkk. 2009. Mengajar Dengan Senang. Indeks. Jakarta
Http://id.wikipedia.org/wiki/Magnet
Wahyudin, Indra. 1990. Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar Di Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta.
Winataputra, dkk. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Depdikbud: Jakarta.
Widowati, Budijastuti, Pembelajaran Kooperatif, Universitas Negeri Surabaya 2001