Jurnal Ilmiah Kopertis Wilayah IV
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TEKNIK STAD DALAM MENCAPAI KETUNTASAN NILAI MATA KULIAH PERENCANAAN PEMBELAJARAN DI MICROTEACHING
Heti Suherti & Tetty Fatimah Tsuroya Universitas Siliwangi ABSTRAK - Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi pembelajaran dengan jumlah
mahasiswa yang cukup banyak, namun dihadapkan pada tempat dan waktu yang terbatas. Problematika ini menyebabkan nilai peserta didik tidak mencapai ketuntasan, sehinga diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk efektivitas perkuliahan. Penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan pencapaian ketuntasan nilai dalam pembuatan RPP dan praktek mengajar secara micro melalui penerapan model cooperative learning teknik student team achievement division (STAD) dalam mata kuliah perencaan pengajaran. Melalui diskusi kelompok dalam meningkatkan kemampuan kerjasama, kemampuan berpikir, bertanggung jawab, memotivasi dalam memecahkan masalah, berani mengemukakan pendapat dan rampil dalam praktek mengajar baik secara micro maupun praktek disekolah-sekolah. Tehnik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi, dengan metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Populasi 151 dan sampel 75 orang secara sistematis, yaitu diacak dengan jarak. Secara klasikal, nilai dalam menyelesaikan pembuatan RPP dikatakan tuntas jika 75% dari jumlah mahasiswa memperoleh nilai minimal ≥ 75 sesuai dengan ketuntasan minimal yang sudah ditentukan. Berdasarkan kriteria persentase ketuntasan klasikal mencapai 89,3%. Hal itu berarti, ada 8 (10,7%) yang tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal. Kriteria keberhasilan praktek mengajar secara micro nilai minimum ≥ 73 sesuai dengan ketuntasan dalam praktek dimana persentase ketuntasan klasikal sebesar 90,7% dan 7 (9,3%) tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal. Dengan kata lain, penerapan model cooperative learning teknik STAD bisa memenuhi kriteria ketuntasan dengan katagori baik. Kata Kunci: Model, Cooperative, Learning, Teknik, STAD ABSTRACT - Discovered a learning problem that require appropriate solution because it has
many participants, limited range, limited time, and extensive material. This research is Clasroom Action Research with purpose to know the success of value completeness achievement to make RPP and microteaching practice by The Application Cooperative Learning Model of Student Team Achievement Division (STAD) Engineering on the planning teaching subject, with group discussion to improve teamwork skill, thingking skill, responsible, motivated to solve problems, and can expression the opinions and skills on micro teaching practice or school practice. Collecting data techniques by observations, interviews, and documentations will use qualitative research descriptif method. The 151 – 75 people population systematically will encrypt by distance. Classically value, the values of completing make RPP will tell complete if 75% from all student get minimum value ≥ 75 suitable on completeness rule. Based on criteria of success from completeness classically presentage is 89,3%. That’s mean, there are 8 (10,7%) can not completeness minimal criteria. The success micro teaching practice of criteria has minimum value ≥ 73 suitable on completeness rule, if completeness classically presentage is 90,7%, there are 7 (9,3%) can not completeness
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
93
minimal criteria. Another word, the application of The Application Cooperative Learning Model of STAD Engineering can fulfill the great category clompleteness criteria. Keywords: Model, Cooperative, Learning, Engineering, STAD I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pengubahan dan tingkah laku seseorang atau kelompok belajar dalam usaha pendewasaan manusia melalui upaya pengajaran sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman yang diharapkan apat dimiliki peserta didik, melalui kerelevansian penggunaan suatu strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Penerapan strategi pembelajaran, dalam meningkatkan kualitas, kuantitas dan produktivitas, serta kemampuan berinovasi, respon yang efisien, reliabilitas dalam bertindak dapat ditentukan oleh faktor pembelajaran dalam menciptakan kehidupan cerdas, damai, terbuka, dan demokrasi dengan aspek-aspek yang akan menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang merata bagi seluruh pelaku yang terlibat, melalui model-model pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai peran yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar, maka tujuan pembelajaran akan dapat dicapai dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat, sesuai dengan standar keberhasilan yang terpatri dalam suatu tujuan. Model pembelajaran bisa membantu menemukan makna materi dari suatu ilmu dalam memecahkan suatu masalah/dilema dengan bantuan kelompok yang berguna untuk menggali pengetahuan, kemampuan, perasaan, dalam memperoleh motivasi, inspirasi, dan pemahaman sikap, hal tersebut perlu disadari bahwa banyak macam model pembelajaran yang bisa digunakan dalam menyampaikan materi. Kegiatan belajar mengajar menerapkan model dan teknik pembelajaran dengan langkahlangkah dalam bentuk pemafaham kontruktivisme, selain itu kegiatan penyampaikan materi melalui penerapan strategi sebagai pendukung untuk pencapaian tujuan kompetensi. Karakter peserta didik yang berbeda-beda, materi yang luas, tempat dan waktu yang terbatas, begitu juga tenaga pengajar terbatas pula, maka model pembelajaran akan membantu dan mendukung pencapaian tujuan, model-model yang bisa digunakan dalam memecahkan suatu masalah diantaranya model cooperative learning, project based learning, problem based learning, dan discovery learning, sesuai dengan kebutuhan dari materi dan situasi pembelajaran. Model pembelajaran tersebut di atas dilakukan dengan diskusi berkelompok, bekerjasama untuk memecahkan masalah yang dapat membantu meningkatkan motivasi, kemampuan kerjasama, kemampuan berpikir dan berani mengemukakan pendapat yang kemudian secara bersama menarik kesimpulan serta diasosiasikan sehingga membuat anggota kelompok tetap terjaga dalam berkreasi dan terus memberi perhatian lebih. Model pembelajaran cooperative learning, project based learning, problem based learning, dan discovery learning yang akan didukung oleh berbagai teknik pembelajaran, hal tersebut berguna untuk menumbuhkan berpikir kritis dalam proses pembelajaran secara kelompok untuk saling memberikan informasi dan berkomunikasi secara baik dan lancar dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Cara seperti ini akan lebih praktis, efektif dan efisien baik dari segi waktu, biaya, dan jangkauan pembelajaran. Dari model-model pembelajaran tersebut di atas, cocoperative learning teknik student team achievement division yang digunakan pada mata kuliah perencanaan pengajaran dengan materi teori pengelolaan kelas dan cara-cara pembuatan rencana pelaksanaan pengajaran (RPP), hal tersebut merupakan materi dasar baik untuk praktek di microteaching maupun
94
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
praktek di sekolah (PPL/PLP) bagi mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Ada pun pertimbangan menggunakan model cooperative learning teknik student team achievement division dalam mata kuliah perencanaan pembelajaran. Pertama dilihat dari segi materi pengelolaan kelas cukup banyak dengan waktu yang terbatas, sedangkan mahasiswa yang akan praktek harus tahu, sadar, mampu bertindak dan menguasai pengelolaan kelas, serta harus tahu “apa dan bagaimana” berada dalam kelas dengan berbagai masalah yang akan dihadapi. Kedua cara pembuatan rencana pelaksanaan pengajaran (RPP) bagi calon praktikan sebagai persiapan berada di kelas, “apa dan bagaimana” praktikan harus penyampaian materi dengan berbagai kondisi. Dari kedua materi mata kuliah perencanaan pembelajaran tersebut diperlukan bantuan model yang tepat dan teknik pembelajaran yang tepat pula. Model pembelajaran cocoperative learning teknik student team achievement division yaitu belajar melalui diskusi berkelompok yang penekanan pada kerja sama dan saling membantu sampai mengerti. Dalam menyampaikan dan menerima pengetahuan dengan cepat dan tepat dengan menggunakan dukungan tertentu, yaitu media, alat, sumber, pendekatan, metoda, dan taktik. Penggunaan model pembelajaran cooperative learning teknik student team achievement division untuk mengetahui tingkat ketuntasan nilai. Langkah pertama yang akan dilakukan dalam menyampaikan materi pada ketua kelompok yang terpilih dijadikan grup inti. Langkah kedua pada waktu dan tempat yang beda ketua kelompok tersebut akan menginforsikan/ menyampampaikan materi yang sudah diterimanya pada anggota. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap mahasiswa baik sebagai anggota maupun ketua kelompok harus saling membantu, bisa dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai materi dari bahan pelajaran. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang penelitian tersebut di atas, penerapan model cooperative learning dengan teknik STAD dalam mata kuliah perencanaan pengajaran pada suatu penelitian dengan mengindentifikasi masalah: 1. Seberapa besar ketuntasan nilai dalam pembuatan RPP dengan penerapan model cooperative learning teknik STAD ? 2. Seberapa besar ketuntasan nilai praktek mengajar micro dengan penerapan model cooperative learning teknik STAD ? C. Urgensi/Target Utama 1 Teratasinya pencapaian ketuntasan nilai. 2 Tercipta percaya diri dalam pembuatan RPP dan praktek mengajar micro/praktek di sekolah. 3 Terjamin keberlangsungan proses pembelajaran. 4 Meningkatkan kualitas proses pembelajaran dengan menjadikan acuan model pembelajaran. D. Urgensi/Target Inovasi 1. Mengembangkan langkah-langkah proses pembelajaran dari model Cooperative Learning Teknik Student Team Achievement Division 2. Penyesuaian metoda, pendekatan, dan taktik. 3. Menggunakan sumber, alat/ media yang menunjang. 4. Cara mengevaluasi dalam proses pembelajaran”. E. Dugaan Pengujian Model pembelajaran yang tidak bervariasai terutama tidak sesuai dengan materi biasanya peserta didik mengalami kejenuhan dan akhirnya mengeluh karena banyak mengalami Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
95
kesulitan, selain itu dapat menyita waktu proses pembelajaran, sehingga perlu dicarikan jalan keluar dengan memanfaatkan model pembelajaran yang tepat dengan materi, sesuaikan dengan waktu, dan jumlah mahasiswa yang memadai agar mahasiswa lebih termotivasi, kreatif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dalam dugaan pengujian yang akan dibuktikan : 1. Tercapai ketuntasan nilai dalam pembuatan RPP setelah penerapan model cooperative learning teknik STAD 2. Tercapainya ketuntasan nilai praktek mengajar micro setelah penerapan model cooperative learning teknik STAD F. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui: 1. Tercapaian ketuntasan nilai pembuatan RPP setelah penerapan model cooperative learning tehnik STAD 2. Tercapainya ketuntasan nilai keterampilan praktek mengajar secara micro setelah penerapan model cooperative learning tehnik STAD. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Model Model termasuk pembelajaran berbasis masalah (cooperative learning) merupakan model yang merangsang peserta untuk mau aktif dan kreatif dalam belajar, dengan kelebihan model pembelajaran bermakna, simultan dalam konteks yang relevan, dan berpikir kritis/inisiatif. Model temasuk dalam katagori menekankan hubungan individu dengan orang lain yang terlibat dalam proses belajar mengajar dan bekerja secara produktif dalam kelompok. Berdasarkan pendapat Uno B. Hamzah, (2011) “Model adalah bentuk pembelajaran yang tergambarkan dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas. Model sebagai bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model identik dengan strategi”. Berdasarkan pendapat di atas bahwa model sebagai gambaran/cara dalam suatu kegiatan pembalajaran yang bisa dipilih sesuai kebutuhan proses pembelajaran yang saling berkaitan sebagai strategi lancarnya proses pembelajaran. Selain itu lingkungan belajar harus kondusif serta nyaman, sehingga suasana belajar mengajar dapat menjadi salah satu aspek penunjang pencapaian tujuan pembelajaran. 2. Pembelajaran Manusia tanpa proses pembelajaran, akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan lingkungan yang selalu berubah. Seperti dikemukakan Syahrul sagala, (2011) “Pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik”. Menurut Saefudin A. (2014) “pembelajaran sebagai proses penambahan pengetahuan dan wawasan melalui rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya, sehingga terjadi perubahan yang sifatnya positif, dan pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru”. Pembelajaran dapat dimaknai, bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dalam penerimaan ilmu pengetahuan, dari yang tidak mengetahui menjadi mengetahui, menjadi trampil, bisa membentuk sikap, melakukan tindakan dan mengambil keputusan dengan penuh percaya diri melalui kegiatan terprogram.
96
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
Proses pembelajaran mengandung komponen-komponen dikatakan Ngalimun (2016) “tenaga pengajar, peserta didik, tujuan, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, metode, alat, sumber, evaluasi. Interaksi antara komponen utama melibatkan metode pembelajaran, media pembelajaran, dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi pembelajaran yang memungkinkan terciptanya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya”. Makna dari pendidikan, dimana pembelajaran bertujuan agar peserta didik dapat belajar sehingga memperoleh target yang ditentukan (aspek kognitif), mempengaruhi sikap (aspek afektif), serta keterampilan (asfek psikomotor). 3. Model Pembelajaran Model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur, seperti yang dikemukakan; Model pembelajaran menurut Trianto (2010) bahwa “model pembelajaran, mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas”. Menurut Ngalimun (2016) juga menyebutka bahwa “model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagi pedoman mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas”. Pendapat lain, menurut Joyce, Weil dan Calhoun dalam Isjoni, (2012) “Model pembelajaran yaitu suatu kerangka konseptual yang digunakan untuk membantu siswa mendapatkan informasi, ide, memiliki keterampilan sosial, mampu berpikir kritis, meningkatkan motivasi belajar untuk mencapai hasil yang lebih optimal”. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas bahwa model pembelajaran merupakan bingkai/bungkus/kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar termasuk didalamnya tujuan pengajaran, langkahlangkah, sintaksis dalam lingkungan berfungsi sebagai petunjuk pengelola kelas, kurikulum, materi dalam setting pembelajaran untuk mencapai tujuan. Model pembelajaran memberikan peran/tugas yang berbeda-beda, baik pada ruang fisik, maupun pada sistem pengelola kelas, di samping itu mempunyai tugas yang sama yaitu saling membantu, kerja sama untuk mencapai keberhasilan dalam kelompok sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam model pembelajaran terdapat ciri-ciri, seperti yang dikemukakan Kardi dan Nur dalam Trianto (2011) istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri khusus model pembelajaran adalah: 1) Rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. Model pembelajaran mempunyai teori berfikir yang masuk akal. Maksudnya para pencipta atau pengembang membuat teori dengan mempertimbangkan teorinya dengan kenyataan sebenarnya serta tidak secara fiktif dalam menciptakan dan mengembangankannya. 2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai). Model pembelajaran mempunyai tujuan yang jelas tentang apa yang akan dicapai, termasuk di dalamnya apa dan bagaimana siswa belajar dengan baik serta cara memecahkan suatu masalah pembelajaran. 3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil. Model pembelajaran mempunyai tingkah laku mengajar yang diperlukan sehingga apa yang menjadi cita-cita mengajar selama ini dapat berhasil dalam pelaksanaannya. 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
97
Jadi ciri-ciri model pembelajaran harus rasioanal dalam pemikiran untuk mencapai tujuan dengan mengarahkan tingkah laku mahasiswa dengan model pembelajaran yang digunakan. 4. Cara Memilih Model Pembelajaran Untuk memilih model pembelajaran, sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, dan juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu, setiap model pembelajaran juga mempunyai tahap-tahap (sintaks). Tenaga pengajar perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri kelas. Cara memilih model pembelajaran menurut Ngalimun (2016) “harus mempertimbangkan antara lain materi pelajaran, jam pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, lingkungan belajar, dan fasilitas penunjang yang tersedia”. Cara memilih model pembelajaran perlu diketahui terlebih dahulu tujuan dan fungsi dari model pembelajaran. Tujuan model pemebelajaran menurut Trianto, (2011) “tujuan model pembelajaran adalah dimana yang akan dicapai meliputi aspek kognitif (produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan lembar kegiatan mahasiswa”. Sedangkan Fungsi model pembelajaran menurut Ngalimun (2016) adalah “sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para pelaksanakan pembelajaran”. Memilih model pembelajaran, setelah diketahui tujuan dan fungsi model pembelajaran dan akan disesuaikan dengan konsep yang lebih cocok dan dapat dipadukan dengan teknik-teknik model pembelajaran yang lainnya untuk meningkatkan hasil maksimal. Proses belajar mengajar perlu ada pemahaman yang dipengaruhi oleh sifat materi yang akan dicapai dengan tujuan tertentu dilihat dari kemampuan peserta didik, banyaknya peserta didik, waktu, dan pasilitas dengan melakukan langkah-langkah yang telah ditetapkan dalam setiap model berbasis masalah. 5. Pengertian Model Cooperative Learning Pelaksanaan model pembelajaran cooperative learning melalui kelompok kecil yang saling kerja sama, saling mendukung, memotivasi untuk mencapai tujuan belajar. Pada mulanya peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok, dari setiap kelompok diambil ketua kelompoknya sebagai team akhli diberi tugas untuk berkomunikasi, berinteraksi dengan anggotanya dan bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara tenaga pengajar bertindak sebagai motivator dan fasilitator dalam membimbing aktivitas peserta didik dalam berdiskusi. Cooperative Learning Isjoni (2012) menjelaskan pula bahwa “cooperative learning adalah belajar bersama-sama, saling membantu antara satu dengan yang lainya dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya”. Model cooperative learning menurut Anita Lie ( 2012 ) 1) Sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas terstruktur. Bisa berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja”. 2) Selain itu juga menyebutkan bahwa “model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. 98
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
Ngalimun (2016) mengemukakan “cooperative learning adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada control dan fasilitas, dan meminta tanggungjawab hasil kelompok berupa laporan atau persentasi”. Pembelajaran kooperatif yang dikemukakan Komalasari K. (2014) “adalah suatu strategi pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang dengan struktur kelompoknya yang besifat heterogen”. Pendapat Saefudin Asis, (2014) mengemukan cooperative learning : 1) Salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, inspiratif, menantang, dan menyenangkan. Belajar kooperatif memberi kesempatan pada pembelajar untuk saling berinteraktif dengan kemampuan yang berbeda. 2) Belajar belum dikatakan tuntas atau selesai bila salah satu pembelajar dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran. Saling memandai satu sama lain.yang pandai semakin pandai dengan menjadi tutor bagi yang belum paham. 3) Mengembangkan kecakapan hidup di antaranya kecakapan berkomunikasi, bekerja sama, mengembangkan gagasan dan pendapat melalui diskusi. Berdasarkan pendapat para pakar di atas, bahwa model pembelajaran atau cooperative learning merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berfungsi sebagai pedoman peserta didik dan tenaga pengajar dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas, bukan hanya sekedar belajar dalam kelompok. Pembelajaran yang menekankan pada sintaks pembelajaran berupa fase-fase dengan berjalannya informasi, pengarahan, strategi dalam bentuk berkelompok, kerja kelompok, presentasi/praktek. Interaksi antara aspek internal dan eksternal yang disesuaikan dengan lingkungan untuk mendukung proses pembelajaran yang sukses bersama dalam kelompok untuk mengerjakan tugas yang terstruktur. 6. Tujuan cooperative learning Pada dasarnya model dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim, dalam isjoni (2012), yaitu : 1) Hasil belajar akademik. Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, cooperative learning dapat memberi keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu. Tujuan lain model cooperative learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas social, kemampuan dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. 3) Pengembangan keterampilan sosial. Tujuan ketiga cooperative learning adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilanketerampilan social penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
99
Pengetahuan yang diharapkan telah mampu dalam memecahkan masalah, dengan sikap bisa menangani berbagai problem, serta menyadari dalam mengambil keputusan dari alternatif pilihan-pilihan yang sesuai dengan situasi, dan yang terakhir bisa berbuat dan bertindak dalam mempraktekan atau presentasi. 7. Peran Model Cooperative Learning Model pembelajaran ini memungkinkan mahasiwa untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, kemampuan, kesadaran dan tindakan dalam keterampilan secara serius penuh tanggungjawab dalam proses belajar mengajar saling menghargai, kerja sama dan punya kesempatan yang sama dalam mencapai tujuan. Maka perlu disiapkan sikap, kemampuan, respek, semangat, rasional, perbanyak kompromi dan komunikasi yang perlu dilakukan para mahasiswa dalam menyelesaikan tugas, seperti yang dikemukan oleh Isjoni (2012) 1) Siswa terlibat di dalam tingkah laku mendefinisikan, menyaring, dan memperkuat sikapsikap, kemampuan, dan tingkah laku partisipasi sosial. 2) Respek pada orang lain, memperlakukan orang lain dengan penuh pertimbangan kemanusiaan, dan memberikan semangat penggunaan pemikiran rasional ketika bekerja sama untuk mencpai tujuan. 3) Berpartisipasi dalam tindakan kompromi, negoisasi, kerja sama, konsensus dan pentaatan aturan mayoritas ketika bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka dan membantu meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok belajar. 8. Prinsip-prinsip Model Cooperative Learning Untuk memilih model yang tepat, perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. Semua model bisa dikatakan baik jika memenuhi dari prinsip-prinsip menurut Hasan dalam Isjoni ( 2012 ): 1) Semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas belajar peserta, maka semakin baik. 2) Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan peserta belajar juga semakin baik. 3) Sesuai dengan cara belajar peserta yang dilakukan. 4) Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru/dosen. 5) Tidak ada satupun metoda yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis materi, dan proses belajar yang ada. 9. Langkah-langkah Model Cooperative Learning Langkah-langkah cooperative learning meliputi beberapa fase, diantaranya yang dikemukakan oleh Huda Miftahul (2015) yaitu berdasarkan fase-fase : 1) Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai dan motivasi peserta didik 2) Menyajikan Informasi 3) Mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok kooperatif 4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar 5) Evaluasi 6) Penguatan 10. Variasi Teknik, dalam Cooperative Learning Suatu sikap keterampilan yang dimiliki oleh mahasiswa dari hasil pembelajaran tidak menyeluruh kesemua mahasiswa, melainkan hanya sebagian dan dapat dilihat dari perubahan individu, akan tetapi tidak cukup perubahan sikap saja, akan tetapi diperlukan individu menyadari adanya perubahan sikap, tindakan, dan pengetahuan sebagai bekal untuk terjun dimasyarakat. Dalam pembelajaran ini diperlukan variasi-variasi teknik yang dapat digunakan diantaranya untuk model pembelajaran kooperatip yang dikemukakan Komalasari K (2014); 100
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
meliputi kepala bernomor, skrip kooperatif, studen teams achievement divisions (STAD)/tim kelompok siswa prestasi, berpikir berpasangan berbagi model jigsaw, melempar bola salju tim TGT, kooperatif terpadu membaca dan menulis, dan dua tinggal dua tamu. Variasi teknik dalam model yang dapat diterapkan menurut Isjoni (2012) diantaranya; 1) Student team achievement division (STAD); 2) Jigsaw; 3) Group investigation (GI); 4) Rotating trio exchange (RTE); dan 5) Group resume. 11. Teknik Studen team achievement division / STAD ) Langkah-langkah dan Sintaks Dalam model pembelajaran kooperatif, diberikan beberapa jenis teknik yang bisa digunakan, salah satunya teknik Student Teams Achievment Division (STAD) yang akan terapkan dalam penelitian ini. Pembelajaran kooperatif teknik STAD merupakan teknik yang dikembangkan untuk melibatkan peserta didik dalam menyampaikan materi yang tercakup dalam suatu pelajaran pada anggotanya. Seperti yang dikemukakan oleh Komalasari K. (2014) “Model pembelajaran yang mengelompokkan peserta didik secara hetorogen, kemudian peserta didik yang pandai menjelaskan pada anggota lain sampai mengerti”. Berdasarkan definisi tersebut di atas, menggambarkan tentang proses belajar mengajar dengan sejumlah peserta didik yang dibagi dalam beberapa kelompok kecil, didalamnya ada ketua sebagai team akhli dan anggota, dengan tingkat kemampuan yang berbeda, maka dituntut ada kerja sama dalam kelompok, dan team akhli atau anggota menjelaskan pada anggota lain sampai mengerti untuk mencapai tujuan pembelajaran, dengan melakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran serta didukung lingkungan yang kondusif, sumber lengkap, pendekatan, metoda, teknik dan taktik yang tepat. Jadi Metode Cooperative Learning teknik Studen team achievement division/STAD, digunakan dalam penelitian ini dengan mengelompokan peserta didik secara heterogen kemudian peserta didik yang terpilih sebagai ketua harus terampil sebagai team akhli menjelaskan pada anggota lain sampai mengerti. Langkah-langkah teknik Studen team achievement division (STAD) yang dikemukakan Komalasari K (2014) Membentuk kelompok yang beranggota 4 orang secara heterogen ( campuran menurut prestasi, jenis kelamin dll ). 1) Membentuk kelompok yang beranggota 4 orang secara heterogen 2) Guru menyajikan pelajaran 3) Guru memberi tugas pada kelompok untuk dikerjakan oleh angota-anggota kelompok. 4) Anggota yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. 5) Guru memberi kuis kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab tidak boleh saling membantu. 6) Memberi evaluasi 7) Kesimpulan Dari langkah-langkah tersebut bisa dikembangkan sesuai dengan kondisi jumlah mahasiswa, kelas, dan waktu. Jadi materi didiskusikan secara kolaboratif, lalu hasilnya disajikan presentasi/praktek individu 12. Keuntungan Model pembelajaran Kooperatif Teknik STAD Menurut Davidson dalam Nur Asma (2006:26), yaitu:
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
101
1) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah 2) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah. 3) Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi. 4) Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu dan kebutuhan belajarnya. 5) Para siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran mereka dan mereka labih aktif dalam diskusi 6) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai, menghormati pribadi temannya, dan menghargai pendapat orang lain. Dari keuntungan menggunakan teknik STAD, dapat memberikan kesempatam kepada mahasiswa yang aktif atau tidak aktif untuk memperlihatkan keterampilan, intensif, mengembangkan bakat kepemimpinan, aktif bergabung, ada rasa saling menghargai pendapat orang lain. 2. Pendukung Pembelajaran Cooperative Learning a. Metode Pembelajaran. 1) Metode Ceramah/Simposium. Suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian, atau pesan secara lisan. 2) Metode Diskusi Kelompok. Pembicaraan yang direncanakan dan telah mempersiapkan suatu topik pembicaraan yang dipimpin oleh seorang pemimpin diskusi yang ditunjuk. 3) Metode Curah Pendapat. Suatu bentuk pemecahan masalah yang terpikirkan oleh masing-masing peserta dan mengevaluasi atas pendapat-pendapat. 4) Metode Bermain Peran. Memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia tanpa diadakan latihan. 5) Metode Demonstrasi. Suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide, prosedur digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya. 6) Metoda Tugas, memberi tugas tertentu dan bias dilakukan di dalam kelas, halaman kelas, laboratorium, perpustakaan, di rumah atau di mana saja. 7) Metode Latihan,suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan tertentu untuk suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan. b. Media Pembelajaran 1) Booklet, media untuk menyampaikan pesan-pesan bentuk tulisan maupun gambar 2) Rubrik atau tulisan-tulisan pada media elektronik, internet, surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah RPP. 3) Poster/brosur adalah bentuk media cetak berisi pesan-pesan atau informasi RPP 4) Foto dan vedeo yang mengungkapkan informasi-informasi dalam power poin 5) Visual, media yang dapat dilihat hanya mengandalkan indra penglihatan terdiri atas gambar, sketsa, diagram, bagan, grafik, poster. c. Sumber Pembelajaran Mata Kuliah Perencanaan Pembelajaran Yang dimaksud sumber pembelajaran disini adalah sumber yang relevan dengan materi pembelajaran mata kuliah perencanaan pengajaran, sebagai sumber bahan diskusi. d. Sistem Penilaian 1) Evaluasi Belajar Evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian. Sedangkan evaluasi hasil belajar
102
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
merupakan keseluruhan kegiatan pengukuran yang meliputi pengumpulan data dan informasi, pengolahan data yang diperoleh, dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. 2) Penilaia cooperative learning Memberikan dua nilai kepada peserta didik, yaitu nilai pribadi dan nilai kelompok. Peserta didik saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk dinilai. Kemudian, setelah mengerjakan tugas sendiri-sendiri mereka menerima nilai pribadi. Nilai kelompok dapat diperoleh dengan cara setiap anggota menyumbangkan poin di atas nilai rata-rata mereka sendiri. Peserta didik yang mempunyai kemampuan lebih, yang cukup maupun yang kurang , mempunyai kesempatan yang sama. 3) Secara Individu a) Memadukan dengan tiga aspek pengetahuan (knowledge/kognitif), kecakapan (skil/psikomotor), sikap (attitude/afektif), yang mencakup seluruh kegiatan tugas-tugas, laporan, dan praktek. b) Penilaian kecakapan (skil) dari penguasaan alat bantu pembelajaran, merancang dan menguji dalam praktek mengajar secara micro. c) Penilaian terhadap sikap (attitude) dititik beratkan pada penguasaan skill, yaitu keaktifan, partisipasi dan kreativitas dalam diskusi kemampuan kerjasama dalam tim 4) Secara Kelompok. Pembelajaran dengan model Cooperative Learning dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian portofolio berupa rencana pelaksanaan pengajaran (RPP) cara evaluasi diri: a) Self-assessment, penilaian yang dilakukan oleh ketua anggota kepada peserta terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai. b) Peer-assessment, penilaian dimana pelajar berdiskusi untuk memberikan upaya hasil penyelesaian tugas oleh teman kelompoknya. III.METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan proses untuk menggambarkan dalam penerapan suatu model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) teknik student team achievement divisions (STAD) dalam mata kuliah perencanaan pengajaran. 1. Populasi dan Sampel Penelitian Fokus yang akan diteliti adalah aktifitas pembelajaran di microteaching mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Siliwangi Jalan Siliwangi No 24 Tasikmalaya, angkatan 2013, yang jumlah mahasiswa 151 orang. Penentuan subjek penelitian ini menggunakan teknik sampel sistematis, seperti yang dikemukakan oleh Bungin Burhan (2006) yaitu “pengambilan angka pertama diacak antara angka 2 samapai 5 agar tidak terjadi angka dengan jarak yang terlalu besar atau terlalu kecil, diambil secara lunak dengan kesepakatan-kesepakatan”. Penelitian tidak melakukan pengkondisian terhadap subjek dan objek yang diteliti dengan populasi dan sampel pada tabel berikut: Kelas A B C
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
Tabel 3. 1 Populasi dan Sampel Populasi Proposional sampling 42 21 38 18 36 18
103
D Jlh
35 151
18 75
Sumber: mahasiswa PE FKIP UNSIL
2. Instrumen Penelitian Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah, observasi, wawancara, dokumentasi dan hasil penilaian tugas dan praktek. Data dikumpulkan menggunakan alat pengumpulan data berupa beberapa instrumen penelitian. 3. Model / Desain yang Digunakan Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan subjek dan objek apa adanya, kemudian data yang diperoleh diolah dengan gaya pemaparan yang menggunakan bahasa verbal. Digunakan metode deskriptif kualitatif agar peneliti langsung masuk ke objek penelitian dan melakukan eksplorasi secara mendalam. Sugiyono (2010) menyatakan bahwa “analisis data merupakan suatu proses mencari dan menyusun secara sistematis, data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data dengan cara mengorganisasikan ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, kemudian memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, selanjutnya membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Ada tiga langkah yang dilakukan dalam menganalisis data kualitatif. Ketiga langkah yang dimaksud, yaitu reduksi data, penyajian data, lalu menyimpulan dan verifikasi data”. Selanjutnya, penyajian data berupa informasi, yang sudah disusun secara sistematis agar memudahkan peneliti untuk menarik suatu kesimpulan. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2010) “Bahwa dengan menyajikan data, akan memudahkan untuk memahami halhal yang terjadi serta melaksanakan kerja selanjutnya, yaitu menarik suatu kesimpulan”. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas adalah langkah terakhir dalam analisis data deskriptif kualitatif adalah pengambilan kesimpulan yang didasarkan pada hasil temuan yang ditemukan memberikan jawaban atas masalah yang diteliti. Untuk mendapatkan hasil simpulan yang meyakinkan, peneliti melakukan pengecekan kembali terhadap keseluruhan proses analisis data, dengan desain alat yang akan digunakan pada tahap berikutnya, yaitu: a. Analisis kualitatif ini dilakukan pada seluruh data yang diperoleh dari hasil wawancara, dokumen, observasi, serta data nilai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu mendeskripsikan subyek dan obyek apa adanya, bertujuan untuk mengkaji masalah yang terjadi saat sekarang dengan cara mengumpulkan dan mengolah data, menyusun dan mengklasifikasikan data, kemudian dianalisis. b. Reduksi data, data yang telah dikumpulkan akan direduksi diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian atau penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan lapangan. Dalam hal ini data yang telah dikumpulkan dipilah-pilah ditampilkan dalam penulisan data-data pokok. Reduksi data berlanjut terus sampai akhir yang dikehendaki dalam penelitian ini terlengkapi. Data yang diperoleh pada tahap pengumpulan melalui data lapangan segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Seperti yang dikemukakan Sugiyono, (2010). “Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, serta membuang data yang tidak perlu”. c. Penyajian data, sekumpulan informasi yang telah tersusun dari hasil reduksi data, yang kemudian disajikan dalam laporan yang sistematis dan mudah dipahami.
104
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
d. Menarik kesimpulan, merupakan tahap terakhir dalam analisa data yang dilakukan dengan melihat hasil reduksi data dan tetap mengacu pada rumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai. Selanjutnya, penyajian data berupa informasi, yang sudah disusun secara sistematis agar memudahkan peneliti untuk menarik suatu kesimpulan. 4. Rancangan Pembelajaran a. Penyajian Kelas, adalah menyajikan materi berdasarkan pembelajaran yang telah disusun. Setiap model cooperative learning teknik student team achievement divisions/STAD, selalu dimulai dengan penyajian kelas. Sebelum menyajikan materi, di memulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi untuk berkooperatif dan sebagainya. Penyajian materi pokok dalam penelitian ini, berikutnya disampaikan khusus pada ketua kelompok yang terpilih sebagai team akhli. b. Tahapan kegiatan belajar kelompok, bahan materi untuk setiap kelompok menggunakan modul dan hand out, ketua kelompok mengestafet materi pada anggotanya. c. Tahapan menguji kinerja individu dinilai dari pembuatan RPP dan praktek mengajar secara micro. Setiap mahasiswa berusaha untuk bertanggung jawab secara individu, melakukan yang terbaik sebagai kontribusinya kepada kelompok. d. Penskoran nilai individu. Tujuan memberikan skor peningkatan individu untuk memberikan kesempatan bagi setiap mahasiswa menunjukkan kinerja pencapaian nilai ketuntasan maksimal sebagai kontribusi pada kelompoknya. e. Tahapan mengukur kinerja. Setelah kegiatan penskoran, langkah selanjutnya mempresentasikan ketuntasan klasikal. Bagi yang belum mendapat nilai ketuntasan minimum dikasih arahan dan remedial. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Pnelitian Penelitian dilakukan di Jurusan Pendidikan Ekonomi (PE) Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Siliwangi (UNSIL) Jln. Siliwangi No 24 Kota Tasikmalaya. Lokasi perguruan tinggi sangat tenang dan kondusip untuk melakukan kegiatan belajar mengajar, fasilitas laboratorium komputer, ruang perpustakaan, dan ruang praktek microteaching. Fasilitas microteaching memiliki ruang yang kedap suara, infocus, kamera beserta perlengkapan lainnya. B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Model Sebelum Tindakan Prestasi belajar sebelum tindakan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan prestasi belajar yang dicari sebelum adanya tindakan dengan model cooperative learning teknik Student Team Achievement Division (STAD). Pelaksanaan proses pembelajaran dalam tahap sebelumnya dilakukan dengan metode yang digunakan oleh dosen dengan metode ceramah campuran atau konvensional. Hasil dari prestasi belajar dalam tahap ini tidak digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini dengan prestasi belajar yang sudah menggunakan model cooperative learning teknik STAD, akan tetapi hanya sebagai catatan. 2. Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik STAD Data penelitian diperoleh dari hasil penilaian lembaran tugas berupa pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan dipraktekan sebagai guru secara micro, lalu diberi nilai yang akan diolah, sedangkan data dokumentasi, data observasi dari hasil peninjauan pelaksanaan diskusi kelompok, sebagai data untuk mengatuhui proses pembelajaran model
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
105
pembelajaran cooperative learning teknik STAD. Pengambilan data penilaian tugas bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal terhadap penguasaan materi, begitu pula data nilai praktek mengajar secara micro diperuntukan untuk mengetahui kemampuan, memahami dan trampil dalam pembuatan RPP, yang akan diterapkan dalam praktek, mengenai “penguasaan kelas dan penerapan RPP dalam praktek secara micro”. Tugas dosen hanya sebagai observer dan memberikan penilaian kemampuan mahasiswa, pada lembar pengamatan yang telah disediakan peneliti. 3. Langkah-langkah Pelaksanaan Cooperative Learning Teknik STAD Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan tindakan penerapan model pembelajaran cooperative learning teknik STAD, pertama-tama penyampaian, kompetensi dasar, indikator yang akan dipelajari, dan menyampaikan tujuan/tema permasalahan sebagai gambaran materi yang akan diterima. Proses pembelajaran dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama untuk ketua-ketua kelompok yang telah dipilih sebagai team akhli yang digabung menjadi satu kelas dari empat kelas, untuk menerima materi lebih dahulu dari dosen, selanjutnya ketua diberi tugas dalam diskusi menginformasikan materi yang diterima kepada masing-masing anggota dengan rasa tanggung jawab dan menitik beratkan harus saling membantu atau kerjasama dalam team, untuk mencapai hasil yang maksimal dalam mendapatkan ketuntasan nilai. Bagian kedua setelah dilakukan diskusi dan menyelesaikan tugas-tugasnya semua peserta didik bertemu kembali dikelas untuk menunjukan hasil diskusi. Pelaksanaan tindakan kelas, berikutnya dosen sebagai fasilitator dan instruktur mengatur jalanya pembelajaran dengan materi pengelolaan kelas dan pembuatan RPP. Untuk lebih jelasnya diuraikan dalam langkah-langkah inovasi model cooperative learning teknik STAD sebagai berikut: 1) Dosen menyampaikan tujuan pembelajaran untuk dapat dipahami dan memberi gambaran materi dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dicapai. 2) Dosen membuat kelompok dengan ketua kelompok team akhli yang terpilih (berprestasi), dengan anggota kelompok 4-5 orang secara hetorogen. 3) Masing-masing ketua kelompok (team ahkli) digabung menjadi dua kelas. 4) Tahap berikutnya dosen menyajikan materi terlebih dahulu pada team ahkli atau dimaksud ketua kelompok yang telah ditentukan kelas nya baik pada kelas ke satu atau kelas ke dua. 5) Materi yang diberikan pada ketua kelompok dengan tujuan bahwa dengan jumlah sedikit peserta bisa focus dan mempunyai tanggung jawab pada anggotanya untuk bisa menyampaikan kembali materi yang diterimanya. 6) Tahap berikutnya, pada tempat, hari dan waktu yang berbeda, masing-masing kelompok yang dipimpin ketua team akhli mengadakan diskusi. 7) Ketua kelompok menyampaikan materi yang diterima dan memberi arahan proses penyelesaian tugas pada anggotanya. 8) Ketua dan anggota kelompok harus saling membantu/kerja sama dalam kelompok apabila masih ada yang belum mengerti diusahakan sampai semua anggota kelompok mengerti dan mampu menyelesaikan tugasnya. 9) Tugas dosen sebagai observer, dan fasilitator mengatur jalannya diskusi dengan keliling ke tempat diskusi, yang hari, dan jam yang berbeda, secara bergiliran sambil memberi nilai kekompakan. 10) Tahapan pengujian kinerja, setiap mahasiswa berusaha untuk bertanggung jawab secara individual, melakukan yang terbaik sebagai kontribusinya kepada kelompok. 11) Individu melalui kelompok menyerahkan hasil diskusi berupa RPP. 12) Dosen menilai dan mengoreksi RPP, apabila ada yang masih salah suruh diperbaiki.
106
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
13) Tahap berikutnya, praktek mengajar micro (tampil depan kelas sebagai guru) secara individu, satu kelompok dalam satu kali pertemuan 14) Dosen mengamati dan memberi penilaian 15) Dosen memberi komentar, dan memberi penguatan. 16) Penskoran nilai Individu, tujuan memberikan skor nilai untuk memberikan kesempatan bagi setiap mahasiswa menunjukkan gambaran kinerja pencapaian tujuan dan hasil kerja secara maksimal yang telah dilakukan individu dalam kelompoknya 17) Tahapan mengukur kinerja kelompok, setelah kegiatan penskoran individu selesai, langkah selanjutnya adalah pemberian penghargaan kepada kelompok. 4. Pengolahan Data Penelitian Berdasarkan rancangan penelitian yang dikembangkan dari hasil data yang terkumpul, untuk mengetahui bagaimana penerapan model cooperative learning teknik STAD di jurusan pendidikan ekonomi dalam mata kuliah perencanaan pengajaran dilihat dari nilai ketuntasan hasil belajar. Dalam penelitian menggunakan analisis kualitatif, yang digunakan untuk menentukan dasar ramalan dari suatu distribusi data yang terdiri dari variable-variabel. 1) Hasil Ketuntasan Nilai Pengetahuan Pembuatan RPP. Menggunakan dan menerapkan model cooperative learning teknik STAD dalam mata kuliah perencanaan pengajaran dengan hasil nilai belajar pembuatan RPP yang sesuai dengan ketentuan yang diterapkan pada RPP , penilaian dimulai dari identitas, KI, KD, indicator, alokasi waktu, materi, metoda, model, pendekatan, teknik, dalam langkah-langkah pembelajaran, serta didukung alat, sumber, media evaluasi, dan penilaian yaitu ketentuan yang sudah ditetapkan. Sesuai dengan pedoman konversi skala bebas, rentangan skor 85-94 dinyatakan dalam kategori baik sekali. Berdasarkan hasil belajar mahasiswa dengan menerapkan model cooperative learning teknik STAD berada dalam kategori baik, yaitu sebesar 83,6 skor rata-rata individu, dikatakan tuntas jika 75% dari jumlah mahasiswa memperoleh nilai minimal 75 dan persentase ketuntasan klasikal menunjukkan angka yang mendekati sempurna yaitu mencapai angka 89,3%, hal itu berarti, hanya ada 8 (10,7%) atau sebagian kecil mahasiswa yang tidak mampu mencapai kriteria ketuntasan minimal 75 setelah penerapan model cooperative learning teknik STAD dari hasil penelitian dapat dikatakan berhasil. Jadi lebih jelasnya hasil analisis penelitian, bahwa sebagian besar mahasiswa telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal melalui model cooperative learning teknik STAD. 2) Hasil Ketuntasan Nilai Keterampilan Praktek Mengajar Micro. Proses pembelajaran setelah membuat RPP, mahasiswa diwajibkan menerapkan RPP yang telah dibuat untuk ditampilkan dalam proses belajar mengajar praktek mengajar secara micro. Sesuai dengan pedoman konversi skala bebas, rentangan skor 85-94 dinyatakan dalam kategori baik sekali. Maka berdasarkan hasil praktek dengan menerapkan model cooperative learning teknik STAD dalam kategori baik, dengan skor sebesar 80. Ketuntasan nilai keterampilan untuk praktikum di micro konversi skala bebas, bahwa nilai keterampilan praktek yaitu nilai 73, nilai pembelajaran untuk praktek mengajar micro secara klasikal dikatakan tuntas jika 75% dari jumlah mahasiswa yang memperoleh nilai minimal 73. Jadi kriteria keberhasilan tersebut dapat dilihat dari persentase ketuntasan klasikal mahasiswa, bahwa semua mahasiswa telah mencapai nilai ≥ 73. Dalam persentase ketuntasan klasikal nilai mahasiswa telah menunjukkan angka 90,7%. Hal itu berarti, ada 7 mahasiswa atau 9,3% yang tidak mampu mencapai kriteria ketuntasan minimal 73. Analisis Hasil Penelitian Dari hasil pengolahan data yang diteliti tersebut di atas dapat diketahui bahwa penerapan model cooperative learning teknik STAD, baik dari pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) mahasiswa dapat mencapai ketuntasan minimal. Peningkatan Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
107
prestasi belajar secara kognitif dan psikomotor mencapai ketuntasan didapat dari hasil pengolahan data nilai. Hal tersebut menunjukan adanya kerjasama antar anggota dalam kelompok terbangun adanya jiwa saling membantu, adanya bertanggug jawab atas kontribusi didalam kelompok untuk mencapai ketuntasan. Mengikuti pembelajaran model cooperative learning teknik STAD dengan demikian mahasiswa nampak keaktifan dan kerjasama antar anggota dalam kelompok, menunjukkan kognitif dan psikomotor pada mahasiswa. Peningkatan kemampuan kognitif dan psikomotor mahasiswa, dapat dilihat dari skor nilai rata-rata kelas dengan ketuntasan klasikal telah memenuhi kriteria ketuntasan dengan hasil baik. a. Penerapan MCL Teknik STAD Dalam Mata Kuliah Perencanaan Pengajaran Dalam penerapan model cooperative learning tehnik STAD, sesuai dengan hasil penelitian tersebut bahwa mata kuliah perencanaan pengajaran telah menerapkan dan melakukan model pembelajaran kooperatif dengan pengembangan langkah dari 7 menjadi 17 langkah sesuai dengan kebutuhan kondisi pembelajaran, dengan tidak merubah langkah inti, dari mulai pembuka sampai kegiatan akhir sudah dilakukan dengan baik. Penerapan model cooperative learning dilakukan dengan menggunakan teknik STAD sangat cocok diterapkan pada mata kuliah perencanaan pengajaran, sebab materi yang akan disampaikan merupakan sebuah pengetahuan, keterampilan, kecermatan. Selain itu materi tersebut sangat sulit diajarkan langsung tanpa ada bantuan dari peserta didik, maka dari itu sangat tepat menggunakan tehnik STAD, mengingat keterbatasan ruang kelas yang tersedia, waktu yang terbatas dengan jumlah mahasiswa yang banyak. Menggunakan model cooperative learning teknik STAD dalam kegiatan pembelajaran berjalan lebih efektif bahkan efisien, mahasiswa lebih bersemangat dalam belajar karena tidak merasa bosan dan mahasiswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran menggunakan teknik STAD mahasiswa diberikan kesempatan yang sama untuk belajar dan mengembangkan kreativitas berpikir. Setiap anggota bertanggungjawab atas materi pelajaran yang diberikan, disamping itu antara mahasiswa jadi saling membantu dalam mencari solusi masalah secara bersama. b. Dampak MCL Teknik STAD pada Hasil Ketuntasan Belajar Perencanaan Pengajaran Adapun hasil prestasi belajar dari materi pembuatan RPP dan praktek mengajar micro dapat dilihat dari nilai ahkir. Dengan menggunakan model cooperative learning teknik STAD hasil belajar mahasiswa mencapai ketuntasan dengan katagori tergolong baik, nilai tindakan terkait hasil belajar dapat dianalisis dampaknya. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa dalam menerapkan model cooperative learning teknik STAD pada mata kuliah perencanaan pengajaran sesuai dengan satuan acara perkuliahan dengan melalui 17 langkah pengembangan pembelajaran, baik pada tahap kegiatan di kelas, maupun kegiatan diskusi. Hal itu, sudah bisa dilihat hasilnya dengan katagori baik walaupun masih ada yang belum sesuai Karena adanya pengaruh factor luar. Dengan menerapkan model cooperative learning teknik STAD dalam mata kuliah perencanaan pengajaran berdampak pada mahasiswa menjadi antusias mengikuti diskusi dan mampu menghasilkan RPP yang baik sesuai dengan seharusnya, dan sangat dirasakan bermanfaat nya bagi mahasiswa yang akan praktek di micro atau di sekolah. Berdasarkan langkah-langkah yang dilakukan dalam menerapkan model cooperative learning teknik STAD dalam mata kuliah perencanaan pengajaran mahasiswa termemotivasi dalam mencapai nilai ketuntasan klasikal, maka dampaknya dapat dilihat: 1) Teratasinya pencapaian ketuntasan nilai pengetahuan pembuatan RPP.
108
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
2) Berkurangnya keraguan praktek micro secara nyata terhadap pembelajaran, sehingga tercipta percaya diri. 3) Terjaminnya keberlangsungan proses pembelajaran di microteaching sehingga mendukung proses pembelajaran yang berkelanjutan. 4) Dapat meningkatkan strategi dan kualitas pembelajaran dengan menjadikan acuan model pembelajaran. 5) Membuat pengembangan langkah-langkah proses pembelajaran dari model Cooperative Learning Teknik Student Team Achievement Division. 6) Penyesuaian metoda, pendekatan, dan taktik yang sesuai, serta memilih sumber, alat/ media yang bisa membantu, dan cara mengevaluasi yang disesuaikan dengan kebutuhan. 7) Sebagian besar mencapai ketuntasan, Karena semangat belajar yang meningkat, dan dapat menghasilkan percaya diri dalam persiapan menghadapi praktek di sekolah dengan mapan. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan masalah yang diajukan, maka hasil penelitian penerapan model cooperative learning teknik STAD, dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Penerapan model cooperative learning teknik STAD mata kuliah perencanaan pengajaran pada Jurusan Pendidikan Ekonomi FKIP UNSIL dalam 17 langkah pembelajaran yang telah dikembangkan, baik pada kegiatan awal/pendahuluan, inti, maupun kegiatan akhir/penutup. Tahap-tahap pembelajaran ini dilaksanakan secara fleksibel, b. Hasil pembelajaran mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi FKIP UNSIL Tasikmalaya dengan menerapkan model cooperative learning teknik STAD mata kuliah perencanaan pengajaran tergolong baik, yaitu dengan skor 83,6. Skor tersebut diperoleh berdasarkan hasil penilaian mahasiswa terhadap pembuatan RPP, secara klasikal pembelajaran dikatakan tuntas jika 75% dari jumlah mahasiswa memperoleh nilai minimal 75 sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan kriteria persentase ketuntasan klasikal, bahwa semua mahasiswa telah mencapai nilai ≥ 75, dari hasil penelitian telah menunjukkan angka 89,3%. Hal itu berarti, ada 8 (10,7%) yang tidak tuntas c. Hasil praktek mengajar secara micro, mahasiswa menjadi percaya diri. Berdasarkan kriteria rentangan skor 85-94 dinyakan dalam dalam katagori baik sekali dengan skor nilai 80. Disamping itu dikatakan berhasil jika 75% dari mahasiswa yang mendapat nilai 73 ketuntasan minimal praktek (laboratorium) yaitu nilai sebesar ≥ 73 dapat dikatakan berhasil/tuntas. Maka persentrasi ketuntasan klasikal menunjukan angka yang mendekati sempurna yaitu mencapai angka 90,7%, hanya sebagian kecil yaitu 9,3% atau 7 0rang mahasiswa yang tidak mendapat ketuntasan. 2. Saran 1. Mahasiswa harus lebih berani dalam menyampaikan ide dan gagasan dalam setiap sesi kegiatan pembelajaran. Mahasiswa diharapkan mampu berkontribusi aktif dalam kegiatan pembelajaran, meningkatkan motivasi dan pemahaman atas materi yang diajarkan untuk meningkatkan nilai ketuntasan hasil belajar. 2. Model yang tepat, akan menghasilakan proses pembelajaran yang lebih baik. 3. Kepada peneliti lain, bahwa perlu dilakukan uji empiris mata kuliah lain agar wawasan hasil penelitian ini semakin luas dan dapat dipercaya atau dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017
109
DAFTAR PUSTAKA Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Departemen Agama Islam RI. Anita, Lie. 2012. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruangruang Kelas. Jakarta: Grasindo Gramedia Widiasarana. Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful B. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Huda, Miftahul. 2015. Cooperative Learning, Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Isjoni. 2008. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta. Isjoni. 2012. Cooperative Learning, (Pengembangan Kemampuan Belajar Berkelompok). Bandung: Alfabet. Joyce, Weil & Calhoun. 2000. Models of Teaching. Boston: Alyn and Bacon. Komalasari, Kokom. 2014. Pembelajaran Kontekstual, Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama. Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ngalimun, Dkk. 2016. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Ninda, Beny Asfuri. 2013. Motivasi Belajar: “Pengaruh Model Pembelajran Contextual Teaching And Learning (CTL) Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (Stad) Terhadap Hasil Belajar IPA, Colomadu. Saefuddin, Asis. 2014. Pembelajaran Efektif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sagala, Syahrul. 2011. Social Learning Theory, Upper Saddle River. NJ: Prentice Hall. Slavin, Robert E. 2015. Cooperative Learning, Teori, Riset, dan Praktek. Bandung: Nusa Media. Slavin, Robert E. 2010. Cooperative learning, Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media. Sugiono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kulitatif, dan R & D. Bandung: Alfabet. Trianto. 2011. Model- Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Uno, B. Hamzah. 2011. “Model Pembelajara, Pencipta Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Usulu, Siska. 2013. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Mata Pelajaran IPS. Gorontalo: SMK Negeri.
110
Tekno Efisiensi Vol.2 No. 1 April 2017