Penerapan model Almost Ideal Demand System ( AIDS ) pada pola konsumsi pangan rumah tangga nelayan di Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas
Kim Budiwinarto *) *) Fakultas Ekonomi Universitas Surakarta
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk : (1). mengetahui pola konsumsi pangan dan non pangan yang dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga nelayan, (2). menerapkan model AIDS untuk mengetahui pola konsumsi suatu komoditas kaitannya dengan jumlah tanggungan keluarga, harga komoditas itu sendiri, harga komoditas lain, dan pendapatan. Penelitian dilakukan terhadap 48 rumah tangga nelayan di Kelurahan Karang Pucung KecamatanTambak Kabupaten Banyumas. Pendugaan parameter menggunakan metode Generalized Least Square (GLS) melalui persamaan Seemingly Unrelated Regression (SUR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi konsumsi pangan sebesar 80,76 %. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga nelayan masih belum membaik. Proporsi konsumsi pangan yang dominan adalah komoditas ikan laut sebesar 10,47%. Sedangkan elastisitas harga sendiri mempunyai tanda negatip, mengindikasikan bahwa komoditas itu adalah kebutuhan pokok. Elastisitas pendapatan bertanda positip, mengindikasikan bahwa komoditas itu adalah barang normal. Pada umumnya, elastisitas harga silang bertanda negatip, mengindikasikan bahwa antar komoditas pangan saling melengkapi.
Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir ini, pemerintah berusaha untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat nelayan yang sebagian besar adalah rumah tangga miskin. Usaha pemerintah tersebut dilaksanakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan c. q. Direktorat Jendral Pesisir dan Pulau-pulau Kecil melalui kegiatan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ( PEMP ).
Peningkatan pendapatan masyarakat selalu akan berdampak terhadap tingkat konsumsi dan pola konsumsi masyarakat tersebut. Atau dengan kata lain, dengan adanya perubahan tingkat pendapatan akan berpengaruh terhadap jumlah masing-masing barang yang dibeli akan berubah. Barang-barang yang dibeli bisa berupa pangan dan non pangan. 27
Permasalahan pangan banyak sekali dikaji oleh peneliti, baik dari sisi pola konsumsinya maupun dari sisi barangnya itu sendiri. Pola konsumsi pangan telah dijadikan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga. Makin besar tingkat pendapatan rumah tangga rumah tangga cenderung proporsi pengeluaran (konsumsi) untuk pangan makin kecil dan proporsi pengeluaran untuk non pangan makin tinggi. Keadaan seperti ini, suatu rumah tangga dikatakan tingkat kemakmuran ( kesejahteraan ) ekonominya semakin membaik. Pernyataan tersebut juga dikenal sebagai Hukum Engel, dimana Engel menarik generalisasi empiris tentang teori perilaku konsumen berdasarkan penelitian terhadap 153 keluarga di Belgia pada tahun 1857 ( Nicholson, 1995 ). Oleh karena itu, studi pola konsumsi rumah tangga dapat menggunakan metode sistem permintaan pasar yang didasarkan pada teori perilaku konsumen ( Teklu, et. al., 1992 ).
Banyumas adalah salah satu kota yang memperoleh dana proyek PEMP pada tahun 2001 dan diperuntukkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan. Setelah masyarakat nelayan memperoleh dana tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana tingkat kesejahteraannya sekarang. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan pola konsumsi rumah tangga yang merupakan implikasi dari perubahan pendapatan rumah tangga.
Untuk melihat pola konsumsi rumah tangga dapat menggunakan pengeluaran rumah tangga tersebut untuk berbagai komoditas. Konsumsi ( pengeluaran ) suatu rumah tangga untuk komoditas yang satu akan saling berkaitan dengan komoditas yanglain. Untuk itu, dalam mengkaji pola konsumsi rumah tangga memerlukan suatu model yang dapat menggambarkan pola konsumsi rumah tangga secara lengkap. Untuk membuat model yang menggambarkan fenomena tersebut diperlukan beberapa fungsi permintaan yang dipandang sebagai suatu sistem. Dalam penelitian ini, digunakan model Almost Ideal Demand System ( AIDS ) yang dikembangkan oleh Deaton dan Muelbuer ( 1980 ).
Adapun penelitian ini bertujuan : ( 1 ). untuk mengetahui pola konsumsi pangan dan non pangan yang dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga; ( 2 ). menerapkan model AIDS untuk mengetahui pola konsumsi rumah tangga terhadap suatu komoditas kaitannya dengan jumlah tanggungan keluarga, harga komoditas itu sendiri, harga komoditas lain, dan pendapatan, yang dicerminkan dengan nilai elastisitas permintaan.
28
Tinjauan Pustaka
Menurut Thomas (1987), ada dua pendekatan untuk menduga persamaan permintaan. Pertama, pendugaan persamaan tunggal yang mengkosentrasikan pada permintaan pangan tertentu. Pendekatan kedua, pendugaan sistem lengkap secara simultan yang berisi persamaan permintaan untuk setiap kelompok pangan yang dibeli konsumen.
Kelompok pangan yang dikonsumsi rumah tangga bermacam-macam dan saling terkait satu sama lainnya. Sehingga salah satu model yang sesuai dengan fenomena tersebut adalah model Almost Ideal Demand System( AIDS ) yang dikembangkan oleh Deaton dan Meullbauer ( 1980 ). Bentuk akhir dari model ini adalah : wi = α i +
∑
γ i j ln (pj ) + βi ln (
j
Y ) P
dimana : i, j
= 1, 2, ... , G = komoditas
wi
= pangsa pengeluaran untuk komoditas ke-i = Yi / Y
pj
= harga agregat komoditas ke-j
Yi
= biaya pengeluaran komoditas ke-i
Y
= pendapatan nominal
α i , γ i j , βi = parameter model AIDS P
= Indeks Stone, yaitu : ln P =
∑
wi ln Pi
i
Pada analisis ekonometrik, biasanya koefisien yang diperoleh diterjemahkan dalam bentuk elastisitas. Besarnya elastisitas permintaan untuk pengeluaran, harga sendiri, dan harga silang adalah ( Setiawan, 1992 ) : 1. Elastisitas harga sendiri
:
eii =
-1 + ( γii / wii ) - βi
2. Elastisitas harga silang : ei j = ( γ i j / wi ) - ( βi wj / wi ) 3. Elastisitas pengeluaran : η
= 1 + ( βi / wi )
Model AIDS dari Deaton dan Meullbauer telah populer dan menjadi model pilihan untuk analisis permintaan (Buse, 1994). Daud ( 1986 ) telah menggunakan model AIDS untuk komoditas makanan di Indonesia dengan menggunakan data Susenas 1981. Setiawan ( 1992 ) telah menggunakan model AIDS untuk komoditas makanan dan non makanan yang 29
dikonsumsi masyarakat petani di Kecamatan Binong Kabupaten Subang Jawa Barat. Rahman et. al ( 1994 ) telah menggunakan model ini untuk mengkaji permintaan tanaman pangan di Indonesia. Juniman ( 1996 ) juga menggunakan model ini untuk analisis pola konsumsi rumah tangga di Jakarta Selatan. Budiwinarto ( 2002 ) menerapkan model AIDS ini untuk mengkaji pola konsumsi masyarakat kota Padang dengan menggunakan data Susenas 1996.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di Kabupaten Banyumas Padang terhadap rumah tangga nelayan di Kelurahan karang Pucung Kecamatan Tambak pada bulan Maret – April 2003. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari wawancara dengan responden (nelayan). Responden yang dipilih sebagai sampel didasarkan kepada pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) sebanyak 62 rumah tangga nelayan di kelurahan Karang Pucung Daftar pertanyaan dalam kuesioner meliputi jumlah anggota keluarga, pendapatan nominal per minggu, pengeluaran untuk konsumsi pangan per minggu, banyaknya dan harga makanan yang dikonsumsi rumah tangga. Sedangkan komoditas pangan yang disurvei adalah : 1. Komoditi daging, seperti sapi, kerbau, dan kambing 2. Komoditi ikan laut 3. Komoditi ayam broiler dan ayam kampung 4. Komoditi telur, seperti telur ayam ras, ayam kampung, dan itik 5. Komoditi makanan lainnya
Berdasarkan model AIDS di atas, dalam hal ini jumlah anggota rumah tangga (D) dimasukkan dalam model, maka modelnya adalah sbb : 1. Fungsi pangsa pengeluaran untuk komoditi ke-1 ( daging ) : w1 = α1 + φ1 D + γ11 ln p1 + γ12 ln p2 + γ13 ln p3 + γ14 ln p4 + γ15 ln p5 +
β1 ln
(Y / P) + ε 1 2. Fungsi pangsa pengeluaran untuk komoditi ke-2 ( ikan laut ) : w2 = α2 + φ2 D + γ21 ln p1 + γ22 ln p2 + γ23 ln p3 + γ24 ln p4 + γ25 ln p5 + (Y / P) + ε 2 30
β2 ln
3. Fungsi pangsa pengeluaran untuk komoditi ke-3 ( ayam ) : w3 = α3 + φ3 D + γ31 ln p1 + γ32 ln p2 + γ33 ln p3 + γ34 ln p4 + γ35 ln p5 +
β3 ln
(Y / P) + ε 3 4. Fungsi pangsa pengeluaran untuk komoditi ke-4 ( telur ) : w4 = α4 + φ4 D + γ41 ln p1 + γ42 ln p2 + γ43 ln p3 + γ44 ln p4 + γ45 ln p5 +
β4 ln
(Y / P) + ε 4 5. Fungsi pangsa pengeluaran untuk komoditi ke-5 ( makanan lainnya ) : w5 = α5 + φ5 D + γ51 ln p1 + γ52 ln p2 + γ53 ln p3 + γ54 ln p4 + γ55 ln p5 +
β5 ln
(Y / P) + ε 5
dimana : Y
= pendapatan nelayan per minggu baik pendapatan sebagai nelayan maupun pendapatan sampingan di luar mata pencaharian nelayan ( dalam rupiah )
D
= banyaknya anggota rumah tangga yang menjadi tanggungan kepala rumah tangga baik istri, anak dan saudara ( dalam orang )
P
= indeks harga Stone
p1
= harga agregat komoditi daging ( dalam rupiah )
p2
= harga agregat komoditi ikan laut ( dalam rupiah )
p3
= harga agregat komoditi ayam ( dalam rupiah )
p4
= harga agregat komoditi telur ( dalam rupiah )
p5
= harga agregat komoditi makanan lainnya ( dalam rupiah )
w1
= pangsa pengeluaran komoditi daging
w2
= pangsa pengeluaran komoditi ikan laut
w3
= pangsa pengeluaran komoditi ayam
w4
= pangsa pengeluaran komoditi telur
w5
= pangsa pengeluaran komoditi makanan lainnya
Apabila ditinjau dari struktur persamaan (fungsi) AIDS di atas, maka persamaan-persamaan tersebut merupakan persamaan Seemingly Unrelated Regression ( SUR ) dikemukakan oleh Zellner pada tahun 1962 (Setiawan, 1992, 1997, Pindyck dan Rubinfeld, 1991). Koefisien regresinya diduga dengan metode Generalized Least Square (GLS) dengan software SAS 6.12
31
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari 62 rumah tangga nelayan, ternyata terdapat 14 responden yang konsumsinya lebih besar dari pendapatannya, sehingga 14 responden tersebut tidak dimasukkan dalam analisis. Dari 48 responden rumah tangga nelayan tersebut diperoleh bahwa rata-rata pendapatan nelayan per minggu adalah Rp 302.703,- dengan simpangan baku sebesar Rp 80.243,-. Rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang menjadi tanggungan kepala rumah tangga adalah 5 – 6 orang. Pengeluaran rumah tangga untuk mengkonsumsi makanan, rata-ratanya adalah Rp 236.979,- per minggu dengan simpangan baku sebesar Rp 38.588,- per minggu. Sedangkan rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk mengkonsumsi non makanan adalah Rp 65.723,- per minggu dengan simpangan baku sebesar Rp 60.201,-. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pangsa ( share ) pengeluaran untuk makanan lebih dari 50 % yaitu rata-ratanya sebesar 80,76 % dengan kisaran 52,17 % dan 99,80 % ( Gambar 1 ). Ini berarti bahwa rata-rata masyarakat nelayan mempergunakan 80,76 % dari total pengeluaran konsumsinya untuk memenuhi kebutuhan pangan dan sisanya digunakan untuk kebutuhan selain pangan. Dengan kata lain, 80,76 % dari pendapatan yang diperoleh digunakan untuk mengkonsumsi makanan, sehingga pangan mendapat porsi lebih besar dari non pangan. Sebagai pembanding hasil penelitian terdahulu, yaitu Budiwinarto ( 2002 ) dengan menggunakan data SUSENAS 1996 menyimpulkan bahwa rata-rata proporsi konsumsi makanan adalah sebesar 62,21 % untuk rumah tangga di Kotamadya Padang. Sehingga terlihat bahwa rata-rata proporsi konsumsi makanan rumah tangga nelayan Koto Tangah lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga di Kota Padang. Oleh karena itu, hasil penelitian terhadap nelayan di Koto Tangah menunjukkan bahwa tingkat kemakmuran (kesejahteraan) ekonomi masyarakat nelayan dikatakan belum baik.
32
1,2
1,0
,8
,6
,4
,2
0,0
-,2 N=
48
48
pangsa makanan
pangsa non makanan
Gambar 1. Boxplot Pangsa Pengeluaran Makanan dan Non Makanan
Sedangkan pangsa/proporsi (share) dari pengeluaran rumah tangga untuk suatu komoditas tertentu dapat digunakan untuk mengetahui pola konsumsi suatu masyarakat. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 2. sebagai berikut :
1,0
,8
,6
,4
,2
2
13 11 36 6
16
0,0
-,2 N=
48
48
pangsa daging pangsa laut
48
48
48
pangsa ayam
pangsa telur
pangsa lain
Gambar .2. Boxplot Pangsa Pengeluaran 5 Bahan Makanan yang Dikonsumsi Rumah Tangga Nelayan Dari Gambar 2. nampak bahwa kelompok yang dominan adalah makanan lainnya, karena kelompok makanan lainnya merupakan kelompok agregat makanan selain kelompok makanan yang diteliti. Tetapi dari 4 kelompok makanan selain kelompok makanan lainnya, kelompok makanan yang dominan adalah kelompok ikan laut yang secara rata-rata sebesar 10,47 %. Besarnya proporsi pengeluaran untuk ikan laut mudah dipahami karena ikan laut 33
yang ia peroleh selain dijual ( untuk mendapatkan penghasilan ) juga dikonsumsi sendiri. Pangsa pengeluaran makanan kelompok daging mendapatkan porsi kedua setelah kelompok ikan laut dari pendapatannya yaitu sebesar 4,17 % yang diikuti oleh pangsa pengeluaran makanan kelompok ayam sebesar 3,26 % dan kelompok telur sebesar 2,99 %.
Sedangkan hasil pendugaan koefisien regresi dari kelima persamaan pada model AIDS dengan software SAS 6.12. adalah sbb :
Tabel. 1. Hasil Pendugaan Koefisien-koefisien Regresi untuk Pangsa Komoditas Daging Model: W1 Dependent variable: W1 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable DF Estimate Error Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP 1 0.402237 0.273063 1.473 0.1486 D 1 0.002716 0.001480 1.836 0.0738 LNP1 1 0.007587 0.000718 10.569 0.0001 LNP2 1 -0.010876 0.011460 -0.949 0.3483 LNP3 1 0.000106 0.000723 0.146 0.8846 LNP4 1 -0.008156 0.002420 -3.370 0.0017 LNP5 1 -0.018856 0.018275 -1.032 0.3084 LNYP 1 -0.001323 0.002314 -0.572 0.5707
Tabel. 2. Hasil Pendugaan Koefisien-koefisen Regresi untuk Pangsa Komoditas Ikan Laut Model: W2 Dependent variable: W2 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable DF Estimate Error Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP 1 0.247518 0.109249 2.266 0.0290 D 1 -0.000936 0.000592 -1.581 0.1218 LNP1 1 -0.000960 0.000287 -3.343 0.0018 LNP2 1 0.088724 0.004585 19.351 0.0001 LNP3 1 -0.000616 0.000289 -2.130 0.0394 LNP4 1 -0.000351 0.000968 -0.363 0.7187 LNP5 1 -0.083061 0.007312 -11.360 0.0001 LNYP 1 -0.011758 0.000926 -12.701 0.0001
Tabel. 3. Hasil Pendugaan Koefisien-koefisen Regresi untuk Pangsa Komoditas Ayam
34
Model: W3 Dependent variable: W3 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable DF Estimate Error Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP 1 0.491933 0.142076 3.462 0.0013 D 1 0.000512 0.000770 0.665 0.5100 LNP1 1 -0.000422 0.000373 -1.131 0.2649 LNP2 1 0.003066 0.005963 0.514 0.6100 LNP3 1 0.005868 0.000376 15.596 0.0001 LNP4 1 0.001952 0.001259 1.550 0.1290 LNP5 1 -0.044080 0.009509 -4.636 0.0001 LNYP 1 -0.002715 0.001204 -2.255 0.0297
Tabel. 4. Hasil Pendugaan Koefisien-koefisen Regresi untuk Pangsa Komoditas Telur
Model: W4 Dependent variable: W4 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable DF Estimate Error Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP 1 0.575735 0.122071 4.716 0.0001 D 1 0.000751 0.000662 1.135 0.2630 LNP1 1 0.000464 0.000321 1.445 0.1564 LNP2 1 -0.004985 0.005123 -0.973 0.3364 LNP3 1 -0.000621 0.000323 -1.920 0.0620 LNP4 1 0.008325 0.001082 7.695 0.0001 LNP5 1 -0.046418 0.008170 -5.682 0.0001 LNYP 1 -0.003602 0.001034 -3.482 0.0012
Tabel. 5.
Hasil Pendugaan Koefisien Regresi untuk Pangsa Komoditas Makanan Lainnya
Model: W5 Dependent variable: W5 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable DF Estimate Error Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP 1 -0.601399 0.283872 -2.119 0.0404 D 1 -0.002614 0.001538 -1.699 0.0971 LNP1 1 -0.004910 0.000746 -6.579 0.0001 LNP2 1 -0.063189 0.011914 -5.304 0.0001 LNP3 1 -0.003346 0.000752 -4.450 0.0001 LNP4 1 -0.000684 0.002516 -0.272 0.7872 LNP5 1 0.174623 0.018998 9.192 0.0001 LNYP 1 -0.058386 0.002406 -24.271 0.0001
35
Secara umum, dengan taraf signifikansi ( α ) sebesar 0,05, ternyata bahwa banyaknya tanggungan keluarga tidak berpengaruh terhadap konsumsi semua komoditas, artinya pola konsumsi rumah tangga nelayan tidak dipengaruhi oleh banyaknya tanggungan keluarga. Sedangkan semua variabel harga komoditas itu sendiri berpengaruh signifikan terhadap konsumsi makanan yang bersangkutan pada α = 0,05. Variabel harga komoditas yang satu sebagian besar berpengaruh terhadap permintaan komoditas lainnya. Pada umumnya, pendapatan masyarakat nelayan berpengaruh signifikan terhadap permintaan makanan, kecuali permintaan komoditas daging. Sedangkan besarnya nilai Koefisien Determinasi Sistem dari ke-5 persamaan ( WR2 ) sebesar 0,9989. Artinya 99,89 % dari keragaman total dari data dapat diterangkan oleh model.
Data pada penelitian ini merupakan data cross-section, menurut Kuntjoro (1982) bahwa anggaran ( pendapatan ) rumah tangga yang diperoleh menunjukkan perilaku konsumen, sehingga elastisitasnya dapat diidentifikasikan sebagai hubungan permintaan dan tidak mencerminkan keadaan penawaran. Pada Tabel 6 dapat dilihat hasil perhitungan elastisitas harga sendiri dan elastisitas pendapatan untuk semua persamaan pangsa pengeluaran. Tabel .6.
Elastisitas Harga Sendiri dan Pendapatan untuk Semua Persamaan Pangsa Pengeluaran Elastisitas Harga Sendiri ( ei Elastisitas Pendapatan ( η i Komoditas ) )
Daging
- 0,8167
0,9683
Ikan laut
- 0,1405
0,8877
Ayam
- 0,8173
0,9167
Telur
- 0,7180
0,8795
Lainnya
- 0,6500
0,9025
Nilai elastisitas harga sendiri yang diperoleh mempunyai nilai negatif yang berkisar antara 0,1405 sampai dengan – 0,8173. Artinya bahwa semakin tinggi harga suatu komoditas, maka semakin kecil jumlah komoditas tersebut dikonsumsi. Permintaan ke-5 komoditas tersebut semuanya bersifat inelastis, artinya bila terjadi perubahan harga yang relatif besar, maka banyaknya komoditas yang dikonsumsi hampir tidak berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas-komoditas tersebut merupakan kebutuhan pokok.
Nilai elastisitas harga sendiri yang terendah adalah komoditas ikan laut sebesar – 0,1405. Ini berarti bila terjadi kenaikan harga ikan laut, maka konsumsi ikan laut hanya berpengaruh 36
sangat kecil. Jika terjadi kenaikan harga ikan laut sebesar 10 % maka pangsa konsumsi ikan laut turun sebesar 1,405 %. Rendahnya nilai elastistas pada komoditas ikan laut ini menunjukkan bahwa ikan laut merupakan konsumsi utama masyarakat nelayan dan tingkat konsumsinya paling tinggi diantara komoditas lainnya. Hal ini dapat terjadi karena nelayan mudah memperoleh ikan laut dan tidak terlalu dipengaruhi harga ikan laut.
Nilai elastisitas harga sendiri yang tertinggi adalah komoditas ayam sebesar – 0,8173. Ini berarti konsumsi ayam paling responsif dibandingkan komoditas lainnya bila terjadi perubahan harga. Jika terjadi kenaikan harga ayam, maka masyarakat nelayan cukup berpengaruh dalam jumlah sedikit untuk mengkonsumsinya.
Sedangkan semua elastisitas pendapatan yang diperoleh mempunyai nilai positip yang berkisar antara 0,8795 sampai dengan 0,9683. Artinya komoditas-komoditas tersebut konsumsinya akan meningkat jika terjadi peningkatan pendapatan rumah tangga. Sehingga komoditas-komoditas tersebut merupakan barang normal. Nilai elastistas pendapatan yang terendah adalah komoditas telur, sedangkan yang tertinggi adalah komoditas daging. Ini berarti komoditas daging lebih superior bila dibandingkan dengan komoditas telur. Dengan kata lain, jika terjadi kenaikan pendapatan rumah tangga, maka proporsi pengeluaran komoditas daging lebih besar dibandingkan komoditas telur.
Sedangkan dilihat hasil perhitungan elastisitas harga silang untuk semua persamaan pangsa pengeluaran dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai elastisitasnya ada bertanda positip dan negatip. Nilai elastisitas bertanda negatip artinya hubungan kedua komoditas bersifat komplementer atau saling melengkapi. Nilai elastisitas bertanda positip artinya hubungan kedua komoditas bersifat substitusi atau saling menggantikan. Tabel 7. Elastisitas Harga Harga Silang Harga Daging Ikan Laut Ayam
Harga Daging
Ikan Laut
Ayam
Telur
Lainnya
-
- 0,2575
0,0036
- 0,1946
- 0,4332
-
0,0307
0,000005
- 0,7264
-
- 0,0624
- 1,3023
-
- 1,4803
Telur Lainnya
37
Pada umumnya, hubungan kedua komoditas adalah bersifat komplementer kecuali hubungan komoditas daging dan ayam, ikan laut dan ayam, serta akan laut dan telur yang bersifat substitusi. Walaupun ada komoditas yang bersifat substitusi, tetapi nilainya sangat kecil sekali bahkan mendekati nilai 0, artinya jika terjadi perubahan harga suatu komoditas tidak berpengaruh terhadap konsumsi komoditas lain. Sedangkan hubungan antara komoditas ayam & makanan lainnya dan telur & makanan lainnya bersifat komplementer dan elastis. Nilai elastisitas silang antara telur dan makanan lainnya adalah merupakan nilai elastisitas silang yang paling tinggi.
Kesimpulan
1.
Rata-rata pendapatan per minggu masyarakat nelayan adalah sebesar Rp 302.703,-. Dari pendapatan yang diperoleh tersebut, digunakan untuk mengkonsumsi makanan sebesar 80,76 % dan non makanan sebesar 19,24 %. Sehingga pola konsumsi rumah tangga nelayan jika dilihat dari rata-rata proporsi konsumsi makanan lebih besar dari proporsi konsumsi non makanan. Sedangkan proporsi konsumsi makanan yang dominan adalah konsumsi ikan laut yaitu sebesar 10,47 %. Pola konsumsi seperti ini dapat dijadikan sebagai salah satu indikator bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan masih belum membaik.
2.
Banyaknya tanggungan keluarga tidak mempengaruhi pengeluaran untuk setiap komoditas ( pola konsumsi pangan )
3.
Semua nilai elastisitas harga sendiri mempunyai tanda negatip. Ini berarti bahwa komoditas yang dikonsumsi masyarakat nelayan merupakan barang-barang kebutuhan pokok. Sedangkan elastisitas pendapatan bernilai positip, hal ini menunjukkan bahwa komoditas yang dikonsumsi rumah tangga nelayan merupakan barang normal. Jika dilihat dari nilai elastisitas silang pada umumnya bertanda negatip, hal ini menunjukkan bahwa hubungan keterkaitan antara dua komoditas bersifat saling melengkapi ( komplementer ).
4.
Model AIDS yang dibuat cukup tepat. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi sistem ( WR2 ) yaitu 0,9989.
Saran Untuk dapat memperoleh gambaran pola konsumsi yang lengkap perlu diteliti lebih lanjut mengenai komoditas yang dikonsumsi rumah tangga nelayan lebih mendetail. 38
DAFTAR PUSTAKA
Buse, A. 1994. Evaluating the Linearized Almost Ideal Demand System. Amer. J. Agr. Econ 76, pp 781 - 793. Budiwinarto, K. 2002. Analisis Permintaan Pangan Rumah Tangga di Kotamadya Padang : Penerapan Model Linear Aproximation Almost Ideal Demand System (LA/AIDS). Makalah pada Seminar Bulanan Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta Departemen Kelautan dan Perikanan. 2001. Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ( PEMP ). Daud, L. A. 1986. Kajian Sistem Permintaan Makanan Penting di Indonesia Suatu Penerapan Model Almost Ideal Demand System ( AIDS ) dengan Data Susenas 1981. Tesis S2. Program Pascasarjana IPB, Bogor. Tidak Dipublikasikan. Deaton, M. and J. Muellbauer. 1980. An Almost Ideal Demand System. American Economic Rewiew 70 : pp 312-326. Greene, W. H. 1991. Econometric Analysis. Maxwell Macmillan Publishing Company, Inc, Singapore. Juniman. 1996. Penerapan Model Almost Ideal Demand System untuk Analisis Pola Konsumsi Rumah Tangga di Jakarta Selatan. Skripsi. Jurusan Statistika FMIPA IPB, Bogor. Tidak Dipublikasikan Kuntjoro, S. U. 1982. Elastisitas Pendapatan dari Permintaan Beras Penduduk Indonesia, Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 1 No. 2 Nicholson, W. 1995. Teori Mikroekonomi. Ed. ke-2. Terjemahan: Daniel Wirajaya. Binarupa Aksara, Jakarta. Pindyck, R. S. and D. L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic Forecasts. 3rd ed. McGraw-Hill, Inc., New York. Rachman, H. dan Erwidodo. 1994. Kajian Sistem Permintaan Tanaman Pangan di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 13. No 2.: 72 - 89. Setiawan. 1992. Kajian Tentang Seemingly Unrelated Regression ( SUR ) dan Penerapannya pada Model Almost Ideal Demand System ( AIDS ). Tesis S2. Program Pascasarjana IPB, Bogor. Tidak Dipublikasikan. ________. 1997. Metode Weighted Seemingly Unrelated Regression. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian. ITS, Surabaya. Thomas, R. L.. 1987. Applied Demand Analysis. Longman Inc., New York.
39