Penerapan Metodologi Six Sigma untuk Perbaikan Kualitas Gulungan Benang Pada Mesin Winding Murata 7-2
Naufal Affandi dan Supardi Sigit Dosen Fakultas Teknik, Program Studi teknik Industri Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
Abstrak
Penerapan metode Six Sigma dengan metode Define, Measure, Analyze, Improve dan Control (DMAIC) dapat digunakan untuk mengembangkan peningkatan kualitas suatu produk. Penelitian dilakukan di PT. “X” sebuah perusahaan pembuatan benang pada mesin penggulung benang (winding) yang sedang memproses benang dengan bahan baku 100 % kapas. Penelitian dilakukan untuk menurunkan persentase cacat gulungan benang. Diagram sebab akibat dipakai untuk menganalisa factor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya persentase cacat gulungan benang. Tindakan perbaikan yang dilakukan dengan menggunakan percabaan factorial yang melibatkan kecepatan gulungan benang dan besarnya tegangan benang, kemudian data dianalisa dengan ANOVA dua arah dengan interaksi. Hasil percobaan menunjukakan bahwa semua factor berpengaruh secara significant. Kombinasi perlakuan kecapatan penggulungan benang sebsar 900 meter/menit dan tegangan benang sebesar 12 gram dapat menurunkan persentase cacat sebesar 2,587 %.
Kata Kunci : Perbaikan kualitas gulungan benang, metode Six sigma, mesin Winding.
17
Pendahuluan Industri pembuatan benang (pemintalan) pada saat ini mengalami persaingan yang cukup ketat, sehingga mengharuskan produsen mampu menjaga dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Kualitas suatu produk merupakan salah satu faktor utama konsumen dalam memilih dan menentukan produk yang digunakan. Sebuah pabrik pemintalan ingin meningkatkan kualitas serta mengurangi adanya cacat produk atau pengerjaan ulang dari produk yang dihasilkan, tetapi perusahaan dalam memproduksi benangnya masih dijumpai adanya cacat gulungan sehingga perlu penggulungan ulang (rewinding) yang mengakibatkan tertundanya pengiriman benang serta adanya penambahan biaya produksi. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diadakan suatu penelitian guna mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap cacat gulungan benang agar didapatkan setting yang optimal sehingga dapat mengurangi cacat gulungan benang. Program perbaikan dilaksanakan mengikuti metodologi Six sigma, yang diterapkan pada proses penggulungan benang di mesin winding muarata 7-2. Mesin winding berfungsi menggulung benang dari bentuk cop (berat per cop 75 gram) menjadi gulungan dalam bentuk cheese (berat per cheese 1890 gram) sehingga benang siap dipacking untuk dijual. Proses winding adalah proses terakhir dari tahapan pembuatan benang sebelum dikirim ke pelanggan. Studi awal yang dilakukan terhadap jumlah cacat gulungan benang sebelum diterapkan program Six sigma, menunjukkan tingkat kompetensi yang rendah. Menurut kriteria penilaian yang digunakan dalam Six Sigma, nilai sigma level dari proses tersebut adalah 2,740. Untuk standar 18
internasional nilai level tersebut masih rendah. Perusahaan kemudian menetapkan bahwa proses selanjutnya mengikuti prosedur metodologi Six Sigma, dengan sasaran peningkatan level kompetensi sampai pada nilai Sigma diatas tiga. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi faktor-faktot apa saja yang berpengaruh terhadap kualitas gulungan benang 2. Menentukan tindakan perbaikan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas gulungan benang 3. Mengetahui hasil penerapan tindakan perbaikan terhadap kinerja produksi benang cotton 100 % dimesin winding dari segi tingkat DPM dari level sigma pada pabrik pemintalan benang. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dilakukan agar ruang lingkup penelitian lebih terarah. Adapun pembatasan masalah yang dilakuakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pengamatan hanya dilakakukan pada produksi benang cotton 100 % pada mesin winding merk murata 7-2. 2. Tindakan perbaikan hanya dilakukan pada faktor-faktor yang dapat dikendalikan. 3. Penelitian hanya dilakakukan dengan menggunakan satu siklus metode DMAIC.
19
Tinjauan Pustaka Mesin winding adalah mesin yang berfungsi untuk merubah bentuk dari bentuk cop hasil mesin ring spinning ke bentuk cheese. Selama proses winding benang akan mengalami tegangantegangan dan hal ini akan berpengaruh terhadap kekerasan gulungan. Pada mesin winding halhal yang berpengaruh terhadap kualitas gulungan benang adalah diantaranya kecepatan penggulungan, besarnya tegangan, kondisi cheese holder pada mesin yang kurang baik. Definisi Six Sigma Sigma (σ) merupakan abjad Yunani kuno yang menotasikan standar deviasi sebagai ukuran variasi atau jumlah persebaran rata-rata proses. Tingkat kualitas sigma biasanya digunakan untuk menggambarkan variasi dari suatu proses. Semakin tinggi tingkat sigma maka semakin kecil toleransi yang diberikan pada kecacatan dan semakin tinggi kemampuan proses, oleh karena itu semakin rendah variasi yang dihasilkan berarti berkurangnya frekuensi munculnya defect atau biaya-biaya proses, waktu siklus proses mengalami penurunan dan kepuasan customermeningkat (Gaspersz, 2002). Six Sigma berbeda dengan TQM dan program kualitas lainnya karena : 1. Six Sigma berfokus pada konsumen-konsumen terutama eksternal konsumen, selalu diperhatikan sebagai patokan arah peningkatan kualitas. 2. Six Sigma menghasilkan return of investment yang besar, sebagai contoh program six sigma ditetapkan pada GE. 3. Six Sigma merubah cara manajemen beroperasi. Six Sigma lebih dari sekedar proyek peningkatan kualitas dan juga merupakan cara pendekatan baru terhadap proses berfikir, merencanakan, dan memimpin untuk menghasilkan hasil yang baik.
20
Konsep Six Sigma jika diterapkan dalam bidang manufaktur terdapat enam aspek yang harus diperhatikan yaitu : (a) identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan; (b) mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas sebagai CTQ (critical to quality) individual; (c) menentukan apakah setiap CTQ tersebut dapat dikendalikan material, mesin, proses kerja dan lain-lain; (d) menentukan batas maksimal toleransi untuk setiap CTQ yang sesuai dengan keinginan pelanggan; (e) menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ; (f) mengubah desain produk dan atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target Six Sigma yang berarti memiliki indeks kemampuan proses, C pm minimum sama dengan dua (C pm ≥ 2) Metodologi Penelitian Penelitian ini disusun mengikuti langkah-langkah sistematis sehingga penelitian yang dilakukan lebih terarah untuk mencapai tujuan penelitian. Langkah-langkah tersebut adalah studi literatur, identifikasi masalah, perumusan dan pemecahan masalah dengan metodologi perbaikan Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC). Studi literatur dilakukan untuk mencari referensi mengenai cara-cara penyelesaian masalah. Sumber-sumber referensi yang digunakan berasal dari text book, jurnal-jurnal ilmiah yang terkait dengan topik penelitian. Studi pendahuluan dilakukan agar dapat mengenal lebih jauh terhadap kondisi yang ada pada pabrik pemintalan benang sehingga dapat mengetahui permasalahan yang ada. Selain itu studi pendahuluan ini berguna untuk mendapatkan informasi-informasi yangn akan digunakan pada tahap-tahap penelitian berikutnya. Identifikasi masalah dilakukan untuk mencari permasalahan yang ada pada mesin winding merk Murata 7-2 yang bisa menyebabkan cacat gulungan, sehingga dapat menentukan 21
variabel-variabel apa saja pada mesin winding yang dapat memecahkan masalah guna mengurangi cacat gulungan. Tahapan awal dari prgram Six Sigma dengan metode DMAIC adalah mendifinisikan keadaan kualitas yang terjadi di perusahaan (define). Tahap selanjutnya adalah mengukur kapabalitas suatu produk (measure), menganalisis hasil pengukuran yang terjadi pada kualitas (analuze), menerapkan tindakan perbaikan (improve), dan melakukan tindakan pengendalian (control). Kelima tahapan ini dilakukan secara berkesinambungan. Setelah pengumpulan dan pengolahan data, dilakukan analisis terhadap langkah-langkah yang dilakukan dan solusi yang dihasilkan dalam penelitian ini. Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah membuat kesimpulan dan saran berdasarkan hasil yang diperoleh selama penelitian. Hasil dan Pembahasan Usaha perbaikan kualitas dilakukan dengan penerapan metode DMAIC (define-MesaureAnalyze-Improve-Control) sebagai berikut : Tahap Define Yang menjadi obyek penelitian ini adalah benang cotton yang diproses pada mesin winding merupakan produk yang secara routine diproduksi pada perusahaan ini. Pada proses penggulungan benang ini banyak mengalami penggulungan ulang (rewinding) karena gulungannya banyak yang cacat. Berdasarkan data abnormal gulungan pada mesin winding selama tahun 2012 adalah sebagai berikut
22
Tabel 1. Data rekapitulasi abnormal gulungan benang tahun 2012 Jenis cacat Gulungan
Jumlah gulungan cacat (buah/hari)
Persentase cacat (%)
Gulungan Silang
23
45,09
Gulungan Gembos
15
29,41
Gulungan tidak ada ekor benang
9
17,65
Gulungan bertumpuk
4
7,84
Total
51
Dari tabel 1 terlihat bahwa jenis cacat gulungan yang dominan adalah adanya gulungan silang (45,09 %). Dimana dengan adanya gulungan silang ini benang tidak bisa langsung dijual karena nantinya akan mengganggu kelancaran proses pada pembuatan kain yaitu benang akan mudah putus. Untuk itu perlu adanya penggulungan ulang (rewinding) agar benang gulungannya menjadi bagus. Dengan adanya proses rewinding delivery akan terlambat dan akan menambah beban cost produksi. Untuk mengetahui keinginan pelanggan dari target perbaikan diperlukan adanya penggambaran model proses Suppliers-Input-Processes-Out put-Customer (SIPOC). PT. “X” selalu melakukan perbaikan-perbaikan terhadap jenis cacat yang terjadi sehingga karateristik mutu yang diinginkan oleh pelanggan bisa terpenuhi. Proses pembuatan benang dengan bahan baku cotton carded 100 % dapat dilihat pada diagram SIPOC dibawah ini
23
Supplier Dalam & Luar
Inputs
Process
Out put
Kapas 100 %
Customer
Benang
Pabrik Weaving
Negeri
dan Knitting
Blowing
Carding
Drawing Breaker
Drawing Finisher
Packing
Winding
Ring Spinning
Roving
Gambar 2. Diagram SIPOC Proses pembuatan benang Cotton carded 100 %
Tahap Measure Tahap measure merupakan langkah operational kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Hal-hal yang dilakukan pada tahap measure adalah ; 1. Menentukan karakteristik kualitas kunci (CTQ) yang berhubungan langsung dengan kebutuhan pelanggan
24
2. Mengukur kinerja saat ini pada tingkat proses untuk ditetapkan sebagai baseline pada awal proyek Six Sigma. Pada tahap measure ini pengukuran karateristik kualitas dilakukan pada tingkat proses. Pengukuran karateristik proses diperoleh dengan membandingkan hasil dari suatu proses dengan karateristik kualitas proses yang diinginkan oleh pelanggan (perhitungan DPM proses). Pada perhitungan DPM masing-masing proses mengunakan data historis, yaitu jumlah unit yang diproduksi dan jumlah cacat setiap harinya pada bulan Juni 2012. Berikut ini merupakan hasil perhitungan DPM dan level sigma masing-masing proses : Tabel 1. DPM dan Level Sigma Proses
DPM
Sigma
Winding
15112
3,67
Ring Spinning
10056
3,82
Roving
5710
4,03
Drawing Finisher
4207
4,15
Drawing Breaker
1099
4,56
Carding
701
4,69
Tahap Analyze Pada tahap measure proses winding mempunyai nilai DPM yang paling tinggi dan level sigma yang paling rendah dibandingkan dengan proses – proses lainnya. Oleh
25
karena itu usaha perbaikan difokuskan pada proses winding. Seperti terlihat pada tabel 1. Bahwa proses winding yang jenis cacatnya paling tinggi adalah adanya gulungan benang yang silang. Untuk melakukan perbaikan, maka sebelumnya perlu diketahui terkebih dahulu penyebab dari cacat tersebut sehingga usaha perbaikan yang dilakukan dapat lebih terarah, efektif dan efisien. Pendifinisian penyebab adan akar penyebab masalah dapat dilakukan dengan menggunakan fish bone diagram. Tahap Improve Pada tahap ini dilakukan perncangan eksperimen untuk memperbaiki kualitas gulungan benang yang dihasilkan. Perancangan eksperimen dengan menggunakan percabaan factorial L1 x L2 = 3 x 3 yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 kali ulangan, dimana L1 =
Kecepatan penggulungan terdiri dari 3 level (900 m//menit, 1000 m/menit, 1100 m/menit)
L2 =
Faktor tegangan benang terdiri dari 3 level (10 gram, 12 gram, 14 gram) Data hasil percobaan kemudian dianalisa dengan ANOVA
Kedua factor tersebut kemudian dikombinasikan langsung dalam percobaan di mesin winding untuk mencari factor-faktor dan kombinasi factor yang menghasilkan jumlah cacat gulungan yang paling renadah. Selanjutnya dilakukan perhitungan ANOVA (analysis of variance) yang hasilnya sebagai berikut : Tabel 2. Tabel Anova dua arah dengan interaksi 26
Sumber Varian
Jumlah Kuadrat (JK)
Derajat bebas (db)
Kuadrat Rerata
Faktor A
0,438
2
0,2190
25,765
3,55
Significant
Faktor B
0,079
2
0,0395
4,647
3,55
Significant
Interaksi AB
0,035
4
0,0087
3,024
2,93
Significant
Error
0,153
18
0,0085
Total
Fhitung
F Tabel
Kesimpulan
26
Kemudian dilakukan perhitungan persen kontribusi untuk mengetahui besarnya kontribusi factor atau interaksi antar factor yang significant seperti pada tabel 3. Tabel 3. Perhitungan Persen Kontribusi Sumber
SS
Dof
MS
F-Ratio
SS’
p (%)
A
0,080807
2
0,040404
71,770
0,079681
25,30
B
0,102430
2
0,051215
90,974
0,101304
32,17
AB
0,056719
2
0,028359
50,375
0,055593
17,65
Dari hasil percobaan didapatkan didapatkan kombinasi perlakuan yang terbaik yaitu kecepatan penggulungan 900 meter/ menit dan tegangan benang sebesar 12 gram yang hasilnya sebagai berikut : Tabel 4. Rata-rata persentase cacat sebelum dan sesudah perbaikan Item
Sebelum Perbaikan
Sesudah Perbaikan
Penurunan
Rata-rata persentase cacat
4,633
2,046
2,587
Variansi
1,102
0,284
0,818
27
Tahap Control Pada tahap pengendalian dilakukan pengukuran apakah data hasil penelitian sudah stabil secara statistik Pengendalian proses dapat dilakukan dengan membuat peta control. Karena data yang dikontrol adalah merupakan persentase cacat, maka peta control yang digunakan adalah peta control P. Kesimpulan. Dari hasil percobaan dengan menggunakan metode six Sigma, didapatkan kesimpulan bahwa proses penggulungan benang dengan kecepatan penggulungan 900 meter/menit dan tegangan benang sebesar 12 gram menghasilakn jumlah cacat gulungan yang paling rendah yaitu dapat menurunkan persentase cacat sebesar 2,587 %. DAFTAR PUSTAKA Sugiarto N. & Shigeru Watanabe, 1993. Teknologi Tekstil : Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta Chowdhury, Subir, (2001). The Power of Six Sigma, Prentice Hall, Singapore Ingle, sarah and Willo Roe, 2001, Six sigma Black Belt Implentation. The TQM Magazine vol.13-14. Moerdoko Wibowo, 1974. Evaluasi Tekstil Bagian Fisika : ITT Bandung. Urdhwareshe, Hemant, 2002, The six sigma Approach. Quality & Produktivity Journal, September.
28