e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 3 - Tahun 2016)
PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU KEDISIPLINAN PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI PAUD PRADNYA PARAMITA Putu Ayu Rima Chrismayanti1, I Made Tegeh2, Luh Ayu Tirtayani3 1,3
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini 2, Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan perilaku displin anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-kanak setelah penerapan metode bermain peran. Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Subjek dari penelitan ini adalah 16 orang anak usia 5-6 Tahun di PAUD Pradnya Paramita Penarungan semester I tahun pelajaran 2016/2017. Data penelitian tindakan kelas ini dikumpulkan melalui metode observasi menggunakan lembar observasi. Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I rata-rata persentase perilaku displin anak adalah 60,4 %, berada pada katagori rendah, sedangkan terjadi peningkatan pada siklus II menjadi 90,6 % dengan katagori tinggi, hal tersebut menandakan bahwa terdapat peningkatan rata-rata persentase perilaku disiplin anak usia 5-6 Tahun di PAUD Pradnya Paramita pada siklus I dan siklus II sebesar 30,2%. Jadi penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan perilaku displina anak usia 5-6 Tahun di PAUD Pradya Paramita Penarungan semester I tahun pelajaran 2016/2017. Kata-kata kunci: bermain peran, displin, anak usia dini Abstract This study aims to determine the increase of discipline behavior of children aged 5-6 years in kindergarten after the application of the method of playing the role of this study included a classroom action research (Classroom Action Research). The subject of this research are 16 children aged 5-6 years in early childhood Pradnya Paramita Penarungan first semester of academic year 2016/2017. This class action research data were collected through observation using the observation sheet. Analyzed using descriptive statistics and statistical analysis of quantitative descriptive. This research was conducted with 2 cycles.The results showed that in the first cycle the average percentage of disciplined behavior of children is 60.4%, are in the low category, while there was an increase in the second cycle to 90.6% with a high category, it indicates that an increase in the average percentage discipline the behavior of children aged 5-6 years in early child hood Pradnya Paramita in the first cycle and the second cycle of 30.2%. So the application of the method of playing the role of discipline can improve the behavior of children aged 5-6 years in early childhood Pradya Paramita Penarungan first semester of the school year 2016/2017. Keyword
: Roleplay, discipline, early childhood
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 3 - Tahun 2016) PENDAHULUAN
moral diartikan sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, yang susila.Dari pengertian tersebut dinyatakan bahwa moral adalah berkenaan dengan kesusilaan.Seorang individu dapat dikatakan baik secara moral apabila bertingkah laku sesuai dengan kaidahkaidah moral yang ada. Sebaliknya jika perilaku individu itu tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada, maka ia akan dikatakan jelek secara moral. Dalam pelaksanaan penanaman nilai moral pada anak usia dini banyak metode yang dapat digunakan oleh guru atau pendidik. Namun sebelum memilih dan menerapkan metode yang ada perlu diketahui bahwa guru atau pendidik harus memahami metode yang akan dipakai, karena ini akan berpengaruh terhadap optimal tidaknya keberhasilan penanaman nilai moral tersebut. Metode dalam penanaman nilai moral kepada anak usia dini sangatlah bervariasi, diantaranya bercerita, bernyanyi, bermain, bersajak dan karya wisata. Masing-masing metode mempunyai kelemahan dan kelebihan. Penggunaan salah satu metode penanaman nilai moral yang dipilih tentunya disesuaikan dengan kondisi sekolah atau kemampuan seorang guru dalam menerapkanya . Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, terlihat bahwa perkembangan moral khususnya dkedisplinan pada anak usia 5-6 tahun semester ganjil di PAUD Pradnya Paramita Penarungan, anak belum mampu datang ke sekolah tepat waktu, membuang sampah pada tempatnya, dan anak belum bisa merapikan mainan dan barang-barang pribadi miliknya setalah pembelajaran berakhir. Selain itu, karena di sekolah tersebut masih kurang metode yang di gunakan dalam megajar di dalam kelas, sehingga masih kurang baik dalam sarana dan prasarana lainnya.Untuk itu perlu diberikan stimulus yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan anak sehingga kemampuan bahasa terutama bicara anak bisa berkembang dengan optimal. Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan, dari 16 anakyang berusia 5-6 tahun semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017 di PAUD Pradnya Paramita Penarungan, 10 anak perilaku
Pendidikan usia dini menjadi begitu populer saat ini di Indonesia, diantaranya karena pendidikan anak usia dini memiliki peran yang sangat besar dan penting dalam pengembangan sumber daya manusia dan pembentukan manusia seutuhnya, dengan kata lain pendidikan anak usia dini adalah akar dan pondasi dari pendidikan selanjutnya, untuk itu sangat penting memahami tentang berbagai aspek perkembangan yang dimiliki anak usia dini agar bisa diberikan stimulasi yang tepat sampai perkembangan anak bisa tercapai dengan optimal. Salah satunya yaitu dalam meningkatkan perkembangan moral pada anak usia dini. Pendidikan nilai dan moral sejak usia dini merupakan tanggungjawab bersama semua pihak. Salah satu lembaga pendidikan yang dapat melakukan hal itu adalah Taman Kanak-kanak (TK) yang merupakan salah satu lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang bersifat formal. Di samping masih banyak lembaga PAUD lain yang dapat digunakan sebagai tempat penanaman nilai moral seperti: Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitiapan Anak (TPA), pendidikan keluarga, dan pendidikan lingkungan. Anak TK adalah anak yang sedang dalam tahap perkembangan pra operasional kongkrit, sedangkan nilai-nilai moral merupakan konsep-konsep yang abstrak, sehingga dalam hal ini anak belum dapat dengan serta merta menerima apa yang diajarkan guru atau orang tua yang sifatnya abstrak secara cepat. Untuk itulah guru atau pendidik di TK harus pandai dalam memilih dan menentukan metode yang akan digunakan untuk menanamkan nilai moral kepada anak agar pesan moral yang ingin disampaikan guru dapat benarbenar sampai dan dipahami oleh anak untuk bekal kehidupannya di masa depan. Pemahaman yang dimiliki guru atau pendidik akan mempengaruhi keberhasilan penanaman nilai moral secara optimal. Adapun pengertian moral menurut K. Prent (Soenarjati, 1989: 25) berasal dari bahasa latin mores, dari suku kata mos yang artinya adat istiadat, kelakuan, watak, tabiat, akhlak. Dalam perkembangannya
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 3 - Tahun 2016) kedisplinanya belum berkembang Jika hal ini dibiarkan, maka perilaku kedisiplinan anak selanjutnya akan terhambat. Menanggulangi permasalahan tersebut, peneliti melakukan tindakan dengan menerapkan metode bermain peran untuk meningkatkan perilaku kedisplinan pada anak, karena dengan metode bermain peran anak dapat belajar dengan cara bermain, dimana bermain adalah cara yang mudah di terapkan kepada anak agar anak lebih bersemangat mengikuti pembelajran yang berlangsung, selain itu juga anak bisa berekpresi, dan dapat berimajinasi. Setelah diterapkannya metode bermain peran untuk meningkatkan perilaku kedisiplinan anak usia 5-6 tahun semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017 di PAUD Pradnya Paramita Penarungan ini, diharapkan kemampuan perilaku displinan anak akan lebih meningkat lagi sesuai dengan tahapan usia anak sehingga setiap aspek perkembangan anak bisa berkembang dengan optimal. Masing-masing metode mempunyai kelemahan dan kelebihan.Penggunaan salah satu metode penanaman nilai moral yang dipilih tentunya disesuaikan dengan kondisi sekolah atau kemampuan seorang guru dalam menerapkannya. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, terlihat bahwa perkembangan moral khususnya dkedisplinan pada anak usia 5-6 tahun semester ganjil di PAUD Pradnya Paramita Penarungan, anak belum mampu datang ke sekolah tepat waktu, membuang sampah pada tempatnya, dan anak belum bisa merapikan mainan dan barang-barang pribadi miliknya setalah pembelajaran berakhir. Selain itu, karena di sekolah tersebut masih kurang metode yang di gunakan dalam megajar di dalam kelas, sehingga masih kurang baik dalam sarana dan prasarana lainnya.Untuk itu perlu diberikan stimulus yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan anak sehingga kemampuan bahasa terutama bicara anak bisa berkembang dengan optimal. Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan, dari 16 anakyang berusia 5-6 tahun semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017 di PAUD Pradnya Paramita Penarungan, 10 anak perilaku kedisplinanya belum berkembang Jika hal
ini dibiarkan, maka perilaku kedisiplinan anak selanjutnya akan terhambat. Menanggulangi permasalahan tersebut, peneliti melakukan tindakan dengan menerapkan metode bermain peran untuk meningkatkan perilaku kedisplinan pada anak, karena dengan metode bermain peran anak dapat belajar dengan cara bermain, dimana bermain adalah cara yang mudah di terapkan kepada anak agar anak lebih bersemangat mengikuti pembelajran yang berlansung, selain itu juga anak bisa berekpresi, dan dapat berimajinasi. Setelah diterapkannya metode bermain peran untuk meningkatkan perilaku kedisiplinan anak usia 5-6 tahun semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017 di PAUD Pradnya Paramita Penarungan ini, diharapkan kemampuan perilaku displinan anak akan lebih meningkat lagi sesuai dengan tahapan usia anak sehingga setiap aspek perkembangan anak bisa berkembang dengan optimal. Metode bermain peran ini di kategorikan sebagai metode belajar yang berumpama kepada metode perilaku yang diterapkan dalam kegiatan pengembangan. Metode bermain peran tergolong ke dalam metode simulasi yang merupkan suatu metode permainan yang memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda sekitar anak sehingga dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan dilaksanakan (Supriyanti dalam Gunarti, 2008: 10.9). Karakteristik adalah adanya kecenderungn memecahkan tugas belajar dalam sejumlah perilaku yang berurutan, konkret dan dapat diamati. Bermain peran juga dapat dikenal dengan sebutan bermain pura-pura, khayalan, fantasi dan make belive, atau simbolik. Menurut Piaget (dalam siska, 2011: 33) menyatakan bahwa bermain peran dapat menjadi bukti perilaku anak. Bermian peran dapat artinya mendramatisasikan secara tingkah laku di dalam hubungan sosial dan menekankan kenyataan anak diturut sertakan dalam memainkan peranan dalam mendramatisasikan masalah-masalah hubungan sosial (Dhieni 2011:7.31) Metode bermain peran adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang suatu topik atau situasi.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 3 - Tahun 2016) Siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh yang ia perankan, mereka saling berinteraksi dan melakukan peran terbuka. Metode ini dapat di gunakan dalam praktik dengan mengisi pembelajaran yang baru, mereka di berikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk memerankan sehingga menemukan masalah yang akan di hadapi dalam pelaksanaan sesungguhnya. Metode bermain peran mampu mendorong anak untuk mengasah kemampuan belajarnya secara mandiri (individu maupun kelompok) serta dapat membantu anak untuk menjadi lebih terbiasa melakukan kedisplinannya. Metode bermain peran juga dapat membuat anak menjadi lebih berpatisipasi dalam proses pembelajaran, serta memberikan umpan balik yang baik bagi anak. Menurut Dheini, dkk (2007: 7.33) menyatakan, bermain peran dalam proses pembelajaran ditunjukan sebagai usaha memecahkan masalah ( diri, sosial) melalui serangkaian tindakan pemeranan. Secara eksplisit bila ditinjau dari tujuan pendidikan, maka di harapkan anak dapat: mengeksplor asi perasaan-perasaan, memperoleh wawasan tetang sikap-sikap, nilai-nilai dan persepsinya,mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang di hadapi.Melalui bermain peran dapat melatih anak untuk berpikir kritis, peduli terhadap orang lain , belajar untuk mengerti orang lain, selalu bersabar dalam menunggu giliran, dan selalu bertanggung jawab dengan tugasnya. Oleh karena itu metode bermain peran ini sangat tepat diterapkan untuk membentuk karakter pada anak. Selain itu, menurut Thoifuri (dalam Fadhilah,2012:179), yaitu keuntungan menerapkan metode bermain peran untuk anak dapat menyenangkan anak bila yang diperankan sesuai dengan karakter dan terjadi interaksi peran anak dapat menimbulkan suasana keakraban, dan anak mampu menyesuaikan diri dengan tanggung jawab masing-masing. Menurut Yusriana (2012) mengartikan disiplin yakni perilaku seseorang yang belajar dari diri sendiri atau secara sukarela mengikuti seorang pemimipin. Dalam hal ini, anak merupakan murid yang belajar dari orang dewasa tentang hidup menuju kearah
kehidupan yang berguna dan bahagia dimasa mendatang.Sedangkan secara lebih rinci Tujuan disiplin menurut Hurlock (1980: 124) yaitu memberitahukan kepada anak perilaku yang baik dan buruk serta mendorongnya agar berperilaku sesuai dengan standar. Dari kedua penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan kedisplinan adalah untuk dapat member dukungan kepada anak dan mendorong anak untuk mengetahui perbuatan yang baik dan tidak baik. Menurut Yusriana (2012:56) Menyatakan, Kedisiplinan mensyaratkan adanya pengendalian terhadap tingkah laku dan penguasaan diri. Kedisiplinan sangat penting diterapkan sebagai prasyaratan bagi pembentukan dan perilaku. Dengan demikaina displin dapat diartikan yaitu melatih diri untuk, membentuk, meluruskan, atau menyempurnakan, sesuatu sebagai kemampuan mental atau karakter moral. Yusriana ( 2012: 64), yaitu: Konsep Diri, yaitu untuk menumbuhkan konsep diri siswa sehingga dapat berperilau displin, guru disarankan untuk bersikap simpatik, menerima, hangat, dan terbuka. Keterampilan berkomunikasi, yaitu guru terampil berkomunikasi yang efektif sehingga mampu menerima perasaan dan dorongan kepatuhan siswa. Konsekuensikonsekuensi logis dan alami, yaitu guru disarankan dapat menunjukkan secara tepat perilaku yang salah, sehingga membantu siswa dalam mengatasinya, dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah. Klaifikasi nilai, yaitu guru membantu siswa dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nialainya sendiri. Analisis transaksional, yaitu guru disarankan untuk belajar sebagai orang dewasa terutama ketika berhadapan dengan siswa nya yang memilki masalah. Terapi realitas, sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Terakhir, disiplin yang terintegrasi yaitu metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan, modifikasi perilaku, perilaku salah disebabkan oleh lingkungan.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 3 - Tahun 2016) Yusriana (2012: 67) menyatakan bahwa ada beberapa aspek pengaruh penerapan kedisiplinan yaitu:Pengaruh pada perilaku, yaitu anak yang mengalami displin yang keras, otoriter, biasanya akan sangat patuh dengan orang-orang dewasa, namun sangat agresif terhdap teman sebayannya. Pengaruh pada sikap, yaitu Baik anak yang di besarkan dengan cara disiplin otoriter maupun dengan cara yang lemah, sama-sama memiliki kecenderungan untuk membenci orang yang berkuasa. Pengaruh pada kepribadian, semakin banyak anak diberi hukuman fisik, semakin anak menjadi keas kepala dan negativistik. Kedisiplinan memiliki pengaruh bagi anak selama penerapan dengan ini kita akan mampu memilah mana pengaruh yang positif dan negative. Singgih (2004: 82) Menyatakan bahwa ada beberapa cara menanamkan displin yaitu:Cara Otoriter, yaitu pada cara ini orang tua menentukan aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak. Anak harus patuh dan tunduk, dan tidak ada pilihan lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapatnya sendiri. Cara Bebas, yaitu orang tua membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tatacara yang member batasan-batasan dari tingkah lakunya. Cara Demokratis, yaitu cara ini memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan yang tidak mutlk dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak yaitu anak dan orang tua. Berdasarkan pemaparan diatas ada tiga cara menanamkan displin pada anak yaitu dengan cara otoriter, bebas dan demokratis. Berdasarkan ketiga cara tersebut displin bisa di laksanakan sesuai dengan karakter anak. Menurut Bekti Ari(dalam Kusumawati( 2012:10) ada tiga aspek yang terdapat dalam perilaku disiplin yaitu : Taat artinya selalu patuh pada peraturan yang berlaku. Ketaatan di dalam perilaku disiplin diperlukan supaya setiap waktu yang ada agar dapat dimanfaatkan dengan perilaku yang mencerminkan kegiatan-kegiatan disiplin, Tertib berarti mengerjakan kegiatan dengan kesadaran secara sistematis yaitu di dalam kegiatan yang dilakukan
sebaiknya anak dibekali atau diberikan nasehat tentang tujuan yang dilakukan sehingga dengan begitu akan tercapai hasil yang efektif dan efisien. Tanggung jawab adalah kegiatan yang dikerjakan dengan penuh rasa memiliki dan menjaga agar setiap kegiatan yang dikerjakan betul-betul dapat dipercaya kebenarannya. Berdasarkan pedoman pendidikan karakter pada pendidikan anak usia dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2012 (dalam Mufidah, 2013:42) menyebutkan bahwa terdapat 7 indikator disiplin diantaranya : datang tepat waktu, patuh terhadap intruksi guru, patuh terhadap aturan main, tertib menunggu giliran, merapikan mainan dan barang-barang pada tempatnya, mampu menyelesaikan tugas yang diberikan tepat waktu Menurut Permendikbud RI Nomor 146 tahun 2014 ada tiga karakteristik yang mencerminkan perilaku anak pada usia 5-6 tahun yaitu : memiliki perilaku yang mencerminkan sikap taat terhadap aturan sehari-hari untuk melatih kedisiplinan, memiliki perilaku yang mencerminkan sikap sabar (mau menunggu giliran, mau mendengar ketika orang lain berbicara) untuk melatih kedisipinan, memiliki perilaku yang mencerminkan sikap tanggung jawab. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ada tiga aspek penting dalam perilaku disiplin anak yaitu taat, tertib dan tanggung jawab. Dimana karakteristik anak yang sesuai dengan ketiga aspek perilaku disiplin adalah anak mencerminkan sikap taat akan aturan dalam kehidupan sehari-hari yaitu anak selalu datang tepat waktu, mentaati aturan yang telah disepakati. Langakah Strategi dalam Meningkatkan Kedisplinan Anak Di Sekolah Dalam Hubungan Metode Bermain Peran Yusriana ( 2012: 64), yaitu: konsep diri, yaitu untuk menumbuhkan konsep diri siswa sehingga dapat berperilaku displin, guru disarankan untuk bersikap simpatik, menerima, hangat, dan terbuka, dalam menerapkan kegiatan bermain guru diharapkan sabar dalam mendidik anak. agar anak tetap merasa aman dan nyaman selama kegiatan berlangsung. keterampilan
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 3 - Tahun 2016) berkomunikasi, yaitu guru terampil berkomunikasi yang efektif sehingga mampu menerima perasaan dan dorongan kepatuhan siswa, dalam menerapkan bermain peran guru harus mampu berkomunikasi dengan baik pada anak sehingga anak mampu memahami apa yang guru sampaikan serta mau mematuhi guru. konsekuensi-konsekuensi logis dan alami, yaitu guru disarankan dapat menunjukkan secara tepat perilaku yang salah, sehingga membantu siswa dalam mengatasinya, dan memanfaatkan akibatakibat logis dan alami dari perilaku yang salah. Guru mampu memberitahu pada anak mana perbuatan baik dan buruk serta mana yang boleh dilakukan atau tidak agar anak memahami kesalahannya dan tidak mengulangi lagi, begitu juga dengan bermain peran. klaifikasi nilai, yaitu guru membantu siswa dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nialainya sendiri. Penerapan kegiatan bermain peran guru harus membantu anak selama kegiatan bermain itu berlangsung, analisis transaksional, yaitu guru disarankan untuk belajar sebagai orang dewasa terutama ketika berhadapan dengan siswa nya yang memilki masalah. Guru diharapkan mampu menjadi contoh bagi anak dan mampu memecahkan masalahyang diharapi anak selain diterapkannya kegiatan bermain peran, terapi realitas, sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan, di sekolah harus mampu memperbaiki kesalahan yang ada selama penerapan kegiatan bermain peran. terakhir, disiplin yang terintegrasi yaitu metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan, modifikasi perilaku, perilaku salah disebabkan oleh lingkungan. Guru mampu menerapkan peraturan-peraturan untuk anak serta memperbaiki perilaku-perilaku yang salah pada anak selama kegiatan bermain peran.
refleksi. Penelitian dilaksanakan pada semester I tahun ajaran 2016/2017. Penentuan waktu penelitian disesuaikan dengan kalender pendidikan di PAUD Pradnya Paramita. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di PAUD Pradnya Paramita Penarungan Singaraja, dalam kemampuan menyimak. Model penelitian yang peneliti gunakan dalam melakukan penelitian ini adalah model PTK (Penelitian Tindakan Kelas) atau Classroom Action Research (CAR). Menurut Agung (20012) bahwa “penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang bersifat aplikasi (terapan), terbatas dan hasilnya untuk memperbaiki dan menyempurnakan program pembelajaran yang sedang berjalan”. Suyanto (dalam Muslich, 2012) mengatakan bahwa ”penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan menggunakan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki pembelajarran di kelas”. Menurut Sanjaya (2009) bahwa “PTK dapat diartikan sebagai proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata”. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ini dilaksanakan di PAUD Pradnya Paramita Penarungan pada anak usia 5-6 tahun. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, dimana siklus I terdiri dari 8 kali pertemuan dan pada siklus II terdiri 6 kali pertemuan. Penelitian siklus I dilaksanakan dari tanggal 22 September sampai tanggal 30 September 2016. Selanjutnya penelitian siklus II dilaksanakan dari tanggal 3 Oktober sampai tanggal 8 Oktober 2016. Data yang dikumpulkan adalah mengenai perilaku kedisiplinan dengan metode bermain peran pada anak usia 5-6 tahun. Data hasil penerapan metode bermain peran untuk meningkatkan perilaku kedisiplinan anak disajikandalambentuktabel distribusi frekuensi, menghitung mean (M), median (Me), modus (Mo), grafik polygon dan membandingkan rata-rata atau mean
METODE Penelitian ini dirancang melalui dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu tahap pertama rencana tindakan, tahap kedua pelaksanaan, tahap ketiga evaluasi/observasi, dan terakhir adalah
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 3 - Tahun 2016) dengan model PAP skala lima. Penelitian ini menggunakan enam indikator. Pada masing-masing indikator yang muncul dalam pembelajaran akan diberi bintang yakni 4 (berkembang sangat baik), 3 (berkembang sesuai harapan), 2 (mulai berkembang), 1 (belum berkembang). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada siklus I didapatkan data dari masingmasing anak.Data yang diperoleh disajikan ke dalam bentuk tabel berikut.Data di atas dapat dianalisis dan disajikan sebagai berikut.Tabel distribusi fekuensi untuk menyajikan data diatas ke dalam tabel distribusi, ditempuh dengan langkahlangkah berikut. Berdasarkan data diatas dapat diperoleh tabel distribusi frekuensi skor perilaku kedisiplinan yaitu sebagai berikut. Dari nilai M% = 60,4 % yang dikonvensasikan ke dalam PAP skala lima berada pada tingkat penguasaan 55-64 % yang berarti bahwa perilaku kedisiplinan pada anak usia 5-6 tahun pada siklus I berada pada kriteria rendah. Berdasarkan hasil pengamatan dan temuan peneliti selama pelaksanaan tindakan siklus I dari 8 kali pertemuan yang dilaksanakan dalam penerapan metode bermain peran pada anak, diperoleh peningkatan yang signifikan yang terjadi terhadap perilaku disiplin anak di PAUD Pradnya Paramita Penarungan, Singaraja. Hasil presetase rata-rata menunjukkan nilai 60,4%, dimana angka ini tergolong rendah pada PAP skala lima. Dimana dari observasi yang dilakukan terlihat dihari pertama hingga kelima anak masih meyesuaikan diri karena anak masih belum memahami cara memainkan peran sebagai seorang tokoh diluar dari kegiatan ini memang merupakan kegiatan yang baru bagi anak. Namun hari keenam dan seterusnya anak sudah mulai sedikit memahami dan mulaimampu memerankan tokoh yang didapatkannya meski masih membutuhkan batuan dari guru. Kelebihan dari metode bermain peran ini adalah merangsang kretaivitas dan daya ingat anak dalam memerankan tokoh yang didapatkan. Yang terpenting adalah dengan bermain peran akan merangsang perilaku disiplin anakseperti mendengarkan instruksi dari guru dan memahami peraturan bermain agar berkembang optimal. Adapun
kelemahan dari metode bermain peran ini adalah, sangat sulit diterapkan bagi anak pemula yang belum memahami cara bermain peran sehingga membutuhkan kesabaran dari guru untuk tetap membimbing anak. Pelaksanaan pada siklus II dilaksanakan selama enam kali pertemuan. Data hasil penerapan metode bermain peran untuk meningkatkan perilaku kedisiplinan anak disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, menghitung mean (M), median (Me), modus (Mo), grafik polygon dan membandingkan rata-rata atau mean dengan model PAP skala lima. Dari hasil observasi yang dilaksanakan pada saat penerapan metode bermain peran untuk meningkatkan perilaku kedisiplinan anak menggunakan enam indikator. Pada masing-masing indikator yang muncul dalam pembelajaran akan diberi bintang yakni 4 (berkembang sangat baik), 3 (berkembang sesuai harapan), 2 (mulai berkembang), 1 (belum berkembang). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada siklus II didapatkan data dari masing-masing anak selama enam hari. Data diatas dapat dianalisis dan disajikan sebagai berikut. Tabel distribusi frekuensi untuk menyajikan data diatas ke dalam tabel distribusi, ditempuh dengan langkah-langkah berikut. Berdasarkan data diatas dapat diperoleh tabel distribusi frekuensi skor perilaku kedisiplinan yaitu sebagai berikut. Rata-rata (Mean) data yang telah dihitung dalam tabel distribusi frekuensi, nilai rata-rata atau mean dihitung dengan rumus berikut. Dari nilai M% = 90,6 % yang dikonvensasikan ke dalam PAP skala lima berada pada tingkat penguasaan 90-100 % yang berarti bahwa perilaku kedisiplinan pada anak usia 5-6 tahun pada siklus II berada pada kriteria sangat tinggi. Dari hasil penelitian dan pengamatan peneliti selama pemberian tindakan pada siklus II banyak hal yang membuat metode beramain peran ini berhasil untuk meningkatkan perilaku disiplin anak, salah satunya adalah antusias anak dalam mengikuti pembelajaran yang diberikan oleh guru serta anak merasa begitu senang dan bersemangat mengikuti pembelajaran. Hasil pertemuan pertama terlihat anak belum terlalu mampu melakukan kegiatan bermain peran dengan baik, anak masih
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 3 - Tahun 2016) belum fokus dan tidak mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru. Pada pertemuan kedua, hasilnya sudah meningkat, anak sudah mulai mampu melakukan kegiatan bermain peran meski masih membutuhkan bantuan dari guru namun setidaknya anak sudah berusaha. Pertemuan ketiga, pertemuan ketiga, keempat hingga keenam peningkatan yang terjadi pada anak semakin sigifikan terbukti hingga mencapai 90% . angka itu meujukkan bahwa kemajuan yang dialami anak sangatlah pesat. Anak begitu antusias dalam mengikuti setiap kegiatan pembelajaran yang diberikan oleh guru mulai dari kegiatan awal hingga kegiatan akhir. Perkembangan yang anak alami pada perilaku disiplinnya semakin besar, anak terlihat beitu disiplin setelah diterapkannya metode bermain peran ini.
stimulus yang banyak agar anak mampu melakukan kegiatan yang diberikan secara optimal. Perilaku disiplin anak, juga berpengaruh terhadap penyesuaian sosial anak. Rata-rata anak dengan perilaku disiplin yang baik,, akan mudah untuk memperoleh teman dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pada siklus II, hasil yang diperoleh anak mencapai 90,6% dengan kategori sangat tinggi. Perilaku disiplin anak pada siklus II, mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini disebabkan, media yang digunakan pada siklus I sama dengan media yang digunakan pada siklus II, hanya saja terdapat perbedaan pada cara penyampaian guru. Pada siklus II guru lebih tegas dan bersemangat begitu juga anakanak dibandingkan pada siklus I dimana anak tidak fokus dan kurang aktif. Kelebihan dari metode bermain peran adalah anak bebas mengekslorasi semua kemampuan yang dimilikinya dalam memainkan peran. Anak juga akan mampu berimajinasi selain itu yang terpeting adalah mendidik anak untuk selalu memiliki perilaku disiplin yang tinggi. Dengan memiliki perilaku disiplin, maka anak akan menghargai apapun yang ada di sekitarnya, baik orang lain, waktu maupun dirinya sendiri. Kekurangan dari metode bermain peran ini adalah, anak tidak akan mampu melakukan kegiatan bermain peran dengan baik jika tidak dilatih dengan baik dan sering. Intinya bermain peran perlu latihan da juga stimulasi dari guru agar anak mampu bereksplorasi . seperti yang dikatakan oleh Piaget (dalam Siska, 2011: 33) menyatakan bahwa bermain peran dapat menjadi bukti perilaku anak. Bermian peran dapat artinya mendramatisasikan secara tingkah laku di dalam hubungan sosial dan menekankan kenyataan anak diturut sertakan dalam memainkan peranan dalam mendramatisasikan masalahmasalah hubungan social. Hal lain juga dikemukakan oleh Dheini, dkk (2007: 7.33) menyatakan, bermain peran dalam proses pembelajaran ditunjukan sebagai usaha memecahkan masalah (diri, sosial) melalui serangkaian tindakan pemeranan. Secara eksplisit bila ditinjau dari tujuan pendidikan, maka di harapkan anak dapat: mengeksplorasi perasaan-perasaan,
Pembahasan Penerapan metode bermain peran untuk meningkatkan perilaku disiplin anak di kelompok B, mulai dari siklus I hingga siklus II memperoleh hasil dengan kategori tinggi. Pada siklus I diperoleh hasil rata-rata tingkatan perilaku disiplin anak = 60,4% dan pada siklus II = 90,6% dengan peningkatan sebesar 30,2%. Berdasarkan hasil pengamatan dan temuan selama pelaksanaan proses pembelajaran, terjadi peningkatan kemampuan anak dari siklus I sebesar 60,4%. Sedangkan, pada siklus II terjadi peningkatan yang signifikan yaitu 90,2%. Perilaku disilin pada anak usia 5-6 tahun, setelah diterapkan metode bermain peran, terjadi peningkatan perilaku disiplin anak, terutama perilaku patuh terhadap instruksi guru. Anak yang sebelum penelitian masih malu-malu dan tidak fokus dalam melakukan kegiatan bermain peran, setelah guru menstimulasi dengan mendekati serta memberikan contoh pada anak cara bermain peran, anak menjadi lebih aktif dalam melakukan kegiatan yang diberikan oleh guru dengan baik Pada siklus I, perilaku disiplin anak dengan hasil 60,4% dalam kategori redah, dipengaruhi oleh cara guru dalam memberikan contoh kurang optimal serta anak yang kurang fokus. Oleh sebab anak harus diberikan
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 3 - Tahun 2016) memperoleh wawasan tentang sikap-sikap, nilai-nilai dan persepsinya, mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang di hadapi. Dalam hal ini metode bermain peran sangatlah efektif diterapkan untuk meningkatkan perilaku disiplin anak, perilaku disiplin anak, dapat dipengaruhi juga oleh kemampuan anak dalam moral dan agama. Stimulasi yang tepat pada kemampuan moral agama akan memudahkan anak untuk memiliki perilaku disiplin yang tinggi. Seperti yang dikatakan oleh Yusriana (2012) mengartikan disiplin yakni perilaku seseorang yang belajar dari diri sendiri atau secara sukarela mengikuti seorang pemimipin. Dalam hal ini, anak merupakan murid yang belajar dari orang dewasa tentang hidup menuju kearah kehidupan yang berguna dan bahagia dimasa mendatang. Sedangkan secara lebih rinci Menurut Lubis (dalam Yanti, 2008). Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Secara etimologi, kata disiplin berasal dari bahasa Latin, yaitu disciplina dan discipulus yang berarti perintah dan murid. Dengan demikian, metode bermain peran sangat mendukung anak dalam melatih sikap disiplin, dalam bermain peran anak diajarkan untuk selalu mematuhi guru, disiplin terhadap waktu, mau merapikan mainan/media yang digunakan serta mau menunggu giliran saat bermain peran. Berdasarkan hasil perilaku disiplin anak mulai dari pertemuan pertama, hingga pertemuan kedelapan pada siklus I diperoleh hasil yang meningkat pada siklus II. Sehingga metode bermain peran untuk meningkatkan perilaku disiplin pada anak usia 5-6 tahun semester I Tahun pelajaran 2016/2017 di PAUD Pradnya Paramita Penarungan, Singaraja dikatakan berhasil karena mampu meningkatkan perilaku disiplin pada anak yang pada siklus I mencapai nilai rata-rata 60,2%, menjadi 90,6% pada siklus II dengan peningkatan sebesar 30,2% . Dengan demikian, metode bermain peran cocok diterapkan untuk meningkatkan perilaku disiplin anak. namun, kegiatan bermain peran yang terus menerus diberikan kepada anak akan menimbulkan kejenuhan, apabila cara guru menyajikan dan memberikan arahan maupun menentukan tema tidak bervariasi.
Oleh sebab itu, untuk menerapkan kegiatan bermain peran di kelas, sebaiknya memvariasikan tokoh sesuai dengan tema yang dijalankan pada hari itu, sehingga akan meminimalisir tingkat kejenuhan pada anak. PENUTUP Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dalam perilaku disiplin anak usia 5-6 tahun di PAUD Pradnya Paramita Penarungan, Singaraja, setelah diterapkan kegiatan bermain peran sebesar 30,2%. Hal ini terlihat dari peningkatan presentase hasil belajar pada kegiatan bermain peran yang pada siklus I sebesar 60,4 %, menjadi 90,6 % pada siklus II, dengan kategori sangat tinggi. Jadi, dengan menerapkan metode bermain peran terlihat ada peningkatan perilaku kedisplinan sebesar 30,2%. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan perilaku disiplin anak dengan metode bermain pera di TK ialah sebagai berikut, untuk Kepala TK Mampu mmberikan informasi mengenai metode bermain peran dengan bervariatif yang dapat digunakan untuk menunjang proses pembelajaran di kelas khusunya dalam perilaku disiplin anak, untuk guru dalam menerapkan metode bermain peran, disarankan untuk memvariasikan tokoh yang akandimainkan oleh anak, serta diperhatikan juga cara penyajian cerita yang mampu menarik minat anak, untuk peneliti lain disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut sebagai penyempurnaan dari metode bermain peran, dengan menanggulangi kendalakendala yang muncul selama penelitian ini. DAFTAR RUJUKAN Agung, A. A. Gede. 2012. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha. Dhieni.
Nurbiana, dkk. 2005. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 3 - Tahun 2016) Fadlillah, Muhammad. 2012. Desain Pembelajaran PAUD. Jakarta: ArRuzz Media.
Group Alam Matahari-ku Ngemplak Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012.
Gunarti, Winda, dkk.2008. Perkembangan Prilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Media Grafika. Schaefer, Charles. 1996.Bagaimana membimbing, mendidik dan mendisiplinkan anak secara efektif. Jakarta: Restu Agung.
Gunarsa, Singgih D.2004, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hurlock,
B. Elizabeth. “Perkembangan Anak”. Erlangga
(1978). Jakarta:
Siska, Yuliana. 2011. Penerapan Metode Bermain Peran (role Playing) dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. No. 2.Universitas Pendidikan Indonesia. Jurnal Penelitian (online) Tersedia Pada http://repository.upi.edu/8705/ diakses pada tanggal 27 Juli 2016
Koyan, I. W. 2012. Statistika Pendidikan (Teknik Analisis Data Kuantitatif). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press. Puji, Peny Astuti. 2011. Efektifitas Metode Bermain Peran (Role Play) Untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Pada Anak
Soenarjati dan Cholisin. 1994. Dasar dan konsep pendidikan pancasila. Yogyakarta: Laboratorium PMP dan KN.
Purwanti, Endah. 2011. Upaya Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial Melalui Metode Bermain Peraan Pada Anak Play
Yusriana, Ajeng. 2012. Kiat-Kiat Menjadi Guru PAUD yang di sukai anakanak. Yogyakarta: DIVA Press