PENERAPAN E-FAKTUR SEBAGAI PERBAIKAN SISTEM ADMINISTRASI PPN (Persepsi Kantor Konsultan Pajak X ) Selfi Ayu Permata Sari Devi Pusposari, SE., M.Si., Ak Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang Email:
[email protected] ABSTRACT From July 1st 1984 until July 1st 2015, manual tax invoices was still used by some Tax Payer. However, in practice a lot of abuse in the form of tax invoice emergence of fictitious tax invoices, double tax invoices, as well as the disability tax invoice. Numbers of tax invoice abusement, high cost of compliance, and the burden of government oversight is the reason for applying e-Invoicing. On July 1st 2015, the use of electronic tax invoices using e-Invoicing applications was required by government in Java and Bali. This research has purpose to determine the e-Invoicing applications as the improvement of the administration of the VAT system from the standpoint of the Tax Consulting Firm X. The results of this research has show that the e-Invoicing has strengths and weaknesses in its application. The strengths of eInvoicing is that it can be more effective and efficient in manufacturing as well as transaction of tax invoice. While the weakness of e-Invoicing applications is a way of working is more complicated than the manual invoicing tax and previous VAT returns application. Additionally, from 7 causes correction periodic VAT return conducted by CTF client X, 5 of them can be reduced or prevented by the e-Invoicing application. Keywords: Tax Consulting Firm, Manual Tax Invoice, Application of e-Faktur, Periodic VAT Return.
PENERAPAN E-FAKTUR SEBAGAI PERBAIKAN SISTEM ADMINISTRASI PPN (Persepsi Kantor Konsultan Pajak X ) Selfi Ayu Permata Sari Devi Pusposari, SE., M.Si., Ak Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang Email:
[email protected] ABSTRAK 1 Juli 1984 hingga 1 Juli 2015, beberapa Pengusaha Kena Pajak masih menggunakan faktur pajak secara manual. Namun dalam penerapannya banyak penyalahgunaan faktur pajak berupa munculnya faktur pajak fiktif, nomor seri faktur pajak ganda, serta faktur pajak cacat. Banyaknya penyalahgunaan faktur pajak, tingginya biaya kepatuhan, serta beban pengawasan merupakan alasan pemerintah untuk menerapakan e-Faktur. Pada 1 Juli 2015, pemerintah mewajibkan penggunaan faktur pajak elektronik dengan menggunakan aplikasi e-Faktur untuk wilayah Jawa dan Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan e-Faktur sebagai perbaikan sistem administrasi PPN dari sudut pandang Kantor Konsultan Pajak X . Berdasarkan hasil penelitian, e-Faktur memiliki kelebihan dan kelemahan dalam penerapannya. Kelebihan dari e-Faktur yaitu dapat lebih efektif dan efisien dalam pembuatan serta transaksi faktur pajak. Sedangkan kelemahan dari aplikasi e-Faktur ini yaitu cara kerja yang lebih rumit dibandingkan dengan pembuatan faktur pajak manual serta aplikasi SPT PPN sebelumnya. Selain itu, dari 7 penyebab terjadinya pembetulan SPT Masa PPN yang dilakukan oleh klien KKP X, 5 diantaranya dapat dikurangi atau dicegah dengan aplikasi e-Faktur. Kata Kunci: Kantor Konsultan Pajak, Faktur Pajak Manual, Aplikasi e-Faktur, Pembetulan SPT PPN
PENDAHULUAN Pada tahun 1983, Indonesia mengalami perubahan sistem perpajakan dari Official Assesment System menjadi Self Assesment System. Self Assesment System merupakan sistem perpajakan di mana pemerintah (fiscus) memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya sendiri. Selanjutnya tugas dari pemerintah yaitu melakukan pembinaan, pelayanan, pengawasan, serta penegakan sanksi perpajakan. Pada dasarnya dengan Self Assesment System, banyak kemungkinan terjadi ketidakpatuhan WP, misalnya: akibat dari kelalaian WP, ketidaktahuan WP, hingga kesengajaan yang dapat dilakukan WP untuk menghindari kewajiban perpajakannya. Oleh sebab itu, penerapan Self Assesment System perlu didukung dengan penegakan hukum serta pengawasan terhadap kepatuhan WP. Berdasarkan Perpres No 162 Tahun 2014 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, penerimaan negara dalam bentuk pajak 39,5% nya berasal dari PPN dan PPnBM. Hal ini menunjukkan bahwa PPN merupakan salah satu pendapatan negara yang signifikan, sehingga penegakan hukum serta pengawasan yang dilakukan pemerintah untuk PPN cukup ketat. Salah satu bentuk pengawasan yang bisa dilakukan yaitu melalui faktur pajak. Faktur pajak merupakan bukti pemungutan PPN atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dari 1 Juli 1984 hingga 1 Juli 2015, di Jawa dan Bali, beberapa Pengusaha Kena Pajak (PKP) masih membuat faktur pajak secara manual atau dengan menggunakan aplikasi tertentu yang tidak ditentukan (tidak ada format paten) oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP) sehingga dalam penerapannya banyak muncul penyalahgunaan faktur pajak berupa beredarnya faktur pajak fiktif, nomor seri faktur pajak ganda, serta faktur pajak yang dianggap cacat. Faktur pajak yang diakui oleh DJP merupakan faktur pajak yang sudah mencantumkan kriteria atau informasi yang diatur dalam Peraturan DJP Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak beserta perubahannya. Faktur pajak yang sudah dibuat oleh PKP wajib dilaporkan melalui SPT masa PPN selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya. Salah satu hak perpajakan dari PKP yaitu dapat mengkreditkan faktur pajak masukan sehingga dalam perhitungan serta pengisian SPT PPN, PKP wajib mencantumkan daftar faktur pajak masukan dan faktur pajak keluaran. Selain itu berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM, tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan. Rumitnya perhitungan PPN tersebut mengakibatkan tidak semua orang dapat mengisi SPT PPN dengan benar ketika pelaporan. Kantor Konsultan Pajak (KKP) X merupakan salah satu kantor konsultan pajak yang berlokasi di Malang. Dalam kegiatan operasionalnya, salah satu jasa yang ditawarkan KKP X yaitu jasa pelaporan serta pembetulan SPT PPN. Setiap bulannya, tidak jarang KKP X mendapatkan tawaran jasa pembetulan SPT PPN. Bahkan
beberapa klien melakukan pembetulan untuk satu tahun masa pajak, bahkan beberapa tahun pajak. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyaknya pembetulan SPT PPN yang dilakukan sebagian WP. Pembetulan SPT PPN merupakan salah satu contoh biaya kepatuhan yang dikeluarkan oleh WP. Atas pembetulan SPT PPN kurang bayar, denda yang dikenakan adalah sebesar 2% per bulannya. Setiap peraturan memiliki kelemahan masing-masing, untuk itu salah satu alasan tingginya biaya kepatuhan dan beban pengawasan membuat pemerintah berusaha untuk memperbaiki kelemahan dari peraturan yang lama dengan dikeluarkannya peraturan yang baru yaitu diterapkannya aplikasi e-Faktur yang diikuti dengan penggunaan Elektronik Nomor Faktur (E-NOFA). Pada tahun 2014, DJP mengeluarkan Peraturan Nomor PER- 16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Dalam peraturan tersebut memberitahukan mengenai tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak berbentuk elektronik. Selanjutnya, melalui Keputusan DJP Nomor KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, DJP menetapkan PKP (temasuk wajib pajak besar) yang diwajibkan untuk membuat faktur pajak berbentuk elektronik. Kedua peraturan tersebut berlaku efektif pada tanggal 1 Juli 2014. Untuk PKP yang telah diwajibkan membuat faktur pajak berbentuk elektronik namun tidak membuat faktur pajak berbentuk elektronik atau membuat faktur pajak berbentuk elektronik namun tidak mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud pada PER16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, PKP tersebut dianggap tidak membuat faktur pajak. (Pasal 11 ayat (4) PMK-151/PMK.03/2013) Berdasarkan KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, berikut ini adalah 3 tahap yang dilakukan Dirjen Pajak untuk menerapkan e-Faktur : 1. Tahap I : mulai tanggal 1 Juli 2014, Wajib Pajak tertentu (diatur dalam KEP136/PJ/2014) diwajibkan menggunakan e-Faktur dalam transaksinya. 2. Tahap II : mulai tanggal 1 Juli 2015, seluruh PKP di Jawa dan Bali diwajibkan untuk menggunakan e-Faktur dalam transaksinya. 3. Tahap III : mulai tanggal 1 Juli 2016, PKP di seluruh Indonesia wajib menggunakan e-Faktur, serta sejak tanggal dikukuhkannya bagi PKP baru. Sebagai persiapan penerapan e-Faktur tahap kedua, mulai tanggal 20 Mei s/d 30 Juni 2015 masing-masing Kantor Pelayanan Pajak menyelenggarakan sosialisasi mengenai administratif dan tata cara penggunaan aplikasi e-Faktur. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan penerapan e-Faktur yang efektif diterapkan pada tanggal 1 Juli 2015 di Jawa dan Bali. Dalam penelitian ini, dengan menggunakan aplikasi e-Faktur penulis mencoba untuk mencari kelemahan dan kelebihan aplikasi e-faktur dibandingkan dengan pembuatan faktur pajak secara manual serta aplikasi SPT PPN 1111. Selain itu, penulis mencoba menemukan apakah aplikasi tersebut dapat mengurangi kesalahan dalam pengisian SPT PPN yang dapat mengakibatkan pembetulan SPT PPN. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi objek pembahasan yakni, (a) Apakah kelebihan dan
kekurangan dari penerapan aplikasi e-Faktur? (b) Apakah penerapan e-Faktur dapat mengurangi tingkat pembetulan SPT PPN oleh Wajib Pajak? Adapun tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari penerapan aplikasi e-Faktur, serta untuk mengetahui apakah penerapan e-Faktur dapat mengurangi tingkat pembetulan SPT PPN oleh Wajib Pajak. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Barang Kena Pajak (BKP) BKP adalah barang yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud (Pandiangan 2002:287). Menurut Pandiangan (2002:290), penyerahan BKP adalah setiap kegiatan penyerahan BKP. Yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah: 1) Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian. 2) Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing. 3) Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang. 4) Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas BKP. 5) Persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan. 6) Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang. 7) Penyerahan BKP secara konsinyasi. Pengertian PKP Dalam (Mardiasmo, 2011:280), PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.dan perubahannya. Setiap WP sebagai pengusaha yang dikenai PPN berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Kewajiban dan Hak Perpajakan bagi Perusahaan yang PKP Dalam (Mardiasmo, 2010:281), PKP berkewajiban, antara lain untuk : 1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP. 2. Memungut PPN dan PPn BM. 3. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang, dan 4. Melaporkan perhitungan pajak.
Dalam (Muljono, 2010:5), PKP mempunyai hak, diantaranya: 1) Menerbitkan Faktur Pajak Faktur pajak hanya boleh diterbitkan oleh pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP karena faktur pajak yang dimiliki oleh pembeli merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh pembeli, sehingga pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP tidak mempunyai hak untuk membuat faktur pajak. 2) Mengkreditkan Pajak Masukan Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak mempunyai hak untuk mengkreditkan Pajak Masukan yang didapatkan dari penjual. 3) Meminta Kembali Kelebihan Pajak Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP dapat meminta kembali apabila terdapat kelebihan PPN atau PPn.BM yang telah dibayar atau telah dipungut pihak lain. Kewajiban membuat Faktur Pajak Dalam (Muljono, 2010:45), PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap: 1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang Dilakukan oleh Pengusaha atau ekspor BKP Berwujud oleh PKP dan/atau penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan; 2. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; 3. Ekspor BKP Tidak Berwujud ata ekspor BKP berwujud; 4. Ekspor JKP. Faktur Pajak Standar Dalam (Muljono, 2010:45), sebuah faktur pajak harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau penyerahan JKP, yang paling sedikit memuat: 1. Nama, alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan atau pembelian BKP atau JKP; 2. Jenis Barang atau Jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga; 3. PPN yang dipungut; 4. PPnBM yang dipungut; 5. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan FP; dan 6. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak. Adapun yang dimaksud dengan syarat material adalah bahwa barang yang diserahkan benar, baik secara nilai maupun jumlah. Demikian juga pengusaha yang melakukan dan yang menerima penyerahan BKP tersebut sesuai dengan keterangan yang tercantum pada faktur pajak. Aplikasi E-Faktur Aplikasi e-Faktur merupakan aplikasi yang disediakan oleh DJP sebagai perbaikan sistem administrasi perpajakan yang ada. Dalam penggunaannya aplikasi ini harus terkoneksi dengan jaringan internet. Sampai dengan 1 Juli 2015, KPP di
Jawa dan Bali senantiasa mengadakan sosialisasi e-Faktur. Setiap sosialisasi yang diadakan, bertujuan untuk memberitahukan tata cara pendaftaran e-Faktur, tujuan dan dasar hukum e-Faktur, serta sistem kerja e-Faktur. Dalam sosialisasi tersebut, setiap wakil dari WP akan diberikan CD yang berisi aplikasi e-Faktur dummy, materi sosialisasi e-Faktur, video tutorial e-Faktur, serta kumpulan pertanyaan mengenai eFaktur. Setiap peserta sosialisasi diwajibkan untuk membawa laptop untuk mempraktikan langsung aplikasi e-Faktur pada waktu sosialisasi. Pada waktu sosialisasi dilakukan, seluruh peserta wajib menggunakan aplikasi e-Faktur dummy dengan mengikuti instruktur sosialisasi. Untuk selanjutnya, aplikasi e-Faktur dummy tersebut dapat digunakan masing-masing peserta sebagai latihan setelah sosialisasi selesai dilaksanakan. Aplikasi tersebut dapat memudahkan setiap orang yang ingin belajar e-Faktur, tanpa harus takut jika data yang digunakan ter-upload di aplikasi DJP. Mengingat aplikasi e-Faktur tersebut tidak terkoneksi dengan internet dan tidak terhubung langsung dengan aplikasi DJP. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode penelitian deskriptif kualitatif (Arikunto, 1996:243) adalah penelitian yang mengukur dan menggambarkan suatu fenomena sosial berupa penerapan aplikasi e-Faktur dengan cara menghimpun fakta yang ada pada KKP X dan mendeskripsikannya dalam kata-kata tanpa melakukan pengujian hipotesis. Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian studi kasus (Subiyanto, 2000:143) adalah membandingkan penerapan aplikasi e-Faktur di KKP X yang diteliti dengan konsep atau teori Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan UndangUndang Perpajakan yang terkait. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, penelitian ini difokuskan pada penerapan aplikasi e-Faktur pada KKP X yang kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan teori PPN beserta Undang-Undang Perpajakan terkait yang menjadi landasan penelitian. Objek dan Waktu Penelitian Obyek penelitian adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan penerapan eFaktur. Lokasi penelitian adalah pada KKP X yang berlokasi di Malang. Penelitian dilakukan dengan mengambil data primer di KKP X. Jangka waktu penelitian dilakukan selama kurang lebih 2,5 bulan dari tanggal 15 Juni 2015 – 31 Agustus 2015. Pemilihan Informan Pada penelitian kualitatif ini, informasi diperoleh langsung dari informan untuk memperoleh data primer. Informan tersebut diwawancarai secara mendalam yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti dan dibahas dalam penelitian ini. Informan pada penelitian kualitatif ini dipilih dan ditentukan dengan pertimbanganpertimbangan tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti. Informan tersebut adalah staf yang bertugas melaksanakan jasa perhitungan, pelaporan, sekaligus pembetulan
SPT PPN. Terdapat 2 informan yang digunakan dalam penelitian ini, berikut ini profil kedua informan tersebut: Tabel 3.3. Profil Informan
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
KRITERIA Jabatan Lama Kerja Usia Pengalaman Kerja Pendidikan Terakhir Jurusan
INFORMAN 1 Staf perpajakan 2 tahun 29th Akuntan, bag. pemasaran S1
INFORMAN 2 Staf perpajakan 4 tahun 24th -
Akuntansi
Komputer Aplikasi Bisnis Administrasi Perkantoran dan Ekspor Impor
D1
Kedua informan tersebut dipilih dari 6 staf KKP X karena merupakan staf yang bertugas melaksanakan jasa perhitungan, pelaporan, hingga pembetulan SPT PPN. Dengan pengalaman kerja yang sudah lebih dari 1 tahun, kedua informan ini telah menguasai aplikasi SPT PPN 1111 dan aplikasi e-Faktur. Selain itu seiring diterapkannya aplikasi e-Faktur ini, kedua informan tersebut bertugas sebagai pemandu kliennya untuk belajar dan mengaplikasikan aplikasi e-Faktur sehingga informan tersebut cukup sesuai dengan tujuan penelitian ini. Dalam memandu kliennya, komunikasi yang dilakukan kedua informan tersebut dengan kliennya yaitu: berkomunikasi secara langsung, komunikasi via telepon, serta komunikasi melalui blackberry messager. Metode Analisis Data Metode analisis data merupakan pendiskripsian mengenai teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan. Berikut adalah langkah-langkah analisis data yang dilakukan penulis: 1.) Memperoleh informasi mengenai daftar klien KKP X dari SPT Tahunan 2014. 2.) Membandingkan SPT PPN dengan SPT PPN pembetulannya untuk mengetahui penyebab dilakukannya pembetulan SPT PPN klien. 3.) Melakukan wawancara dengan staf KKP X untuk mengetahui penyebab dilakukannya pembetulan SPT PPN oleh klien untuk SPT PPN tahun 2010-2014. 4.) Mengikuti sosialisasi di KPP mengenai persiapan serta tata cara penggunaan aplikasi e-Faktur dengan menggunakan aplikasi e-Faktur dummy untuk mempraktikannya. 5.) Melakukan wawancara untuk mengetahui perbedaan FP yang dulu dengan FP dari aplikasi e-Faktur, serta kendala yang dihadapi kedua informan dalam penerapan e-Faktur.
6.) Melakukan wawancara dengan 2 informan mengenai beberapa penyebab pembetulan yang dapat dan atau tidak dapat dicegah dengan diterapkannya aplikasi e-Faktur. 7.) Menganalisis perbedaan faktur pajak manual dengan faktur pajak yang dihasilkan dari aplikasi e-Faktur. 8.) Menganalisis kelemahan dan kelebihan aplikasi e-Faktur dibandingkan dengan aplikasi SPT PPN 1111 dengan menggunakan aplikasi e-Faktur. 9.) Menganalisis cara kerja aplikasi e-Faktur untuk mengurangi dan atau mencegah penyebab dilakukannya pembetulan SPT PPN. 10.) Menarik kesimpulan mengenai cara kerja aplikasi e-Faktur yang dapat mengurangi bahkan dapat mencegah sebab-sebab dilakukannya pembetulan SPT PPN. Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan data. Dalam penelitian ini, teknik pemeriksaan data yang digunakan yaitu triangulasi. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Dalam Moleong (2001:178), menurut Denzin (1978) membedakan empat macam triangulasi, antara lain: (1) triangulasi dengan sumber, (2) triangulasi dengan metode, (3) triangulasi dengan penyidik, serta (4) triangulasi dengan teori. Pada penelitian ini, dari keempat macam triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan triangulasi dengan metode atau teknik. Triangulasi dengan teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, serta dokumentasi untuk sumber data yang sama yaitu 2 informan yang merupakan staf dari KKP X. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kantor Konsultan Pajak (KKP) X KKP X didirikan pada tahun 2011 berdasarkan Izin DJP No. SI-2002/PJ/2011 yang telah Bersertifikat Konsultan Pajak Brevet B. KKP ini memberikan jasa pelayanan berupa Jasa Akuntansi maupun Jasa Perpajakan. KKP X merupakan salah satu KKP ternama di Kota Malang. KKP X beroperasi dari jam 07.30 WIB- 17.00 WIB. KKP ini banyak dicari pengusaha untuk menyelesaikan masalah perpajakan yang sedang dihadapi usahanya. Klien dari KKP ini tidak hanya berasal dari dalam kota Malang saja, melainkan banyak bertempat tinggal di luar kota seperti : Blitar, Surabaya, Bandung, dan lainlain. Jasa yang ditawarkan oleh KKP X dibedakan menjadi jasa akuntansi dan jasa perpajakan. Jasa perpajakan merupakan jasa utama yang ditawarkan oleh KKP. Jasa perpajakan inilah yang paling banyak dibutuhkan oleh para klien KKP dalam menghadapi masalah perpajakannya. Jasa pelaksanaan kewajiban pajak bulanan dan tahunan merupakan salah satu jasa perpajakan yang ditawarkan oleh KKP X,
termasuk di dalamnya berupa jasa perhitungan, penyetoran dan pelaporan PPN & PPnBM. Perbedaan Faktur Pajak Kertas dengan Faktur Pajak dari Aplikasi E-Faktur FP yang dibuat secara manual, dalam hal ini dapat disebut sebagai FP Kertas, sedangkan FP yang dibuat dari aplikasi e-Faktur disebut dengan FP Elektronik. Perbedaan antara FP Kertas dengan FP dari aplikasu e-Faktur diperoleh dengan membandingkan PER-16/PJ/2014 yang mengatur tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik serta Peraturan DJP Nomor PER24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014, berikut ini beberapa perbedaannya: 1.) Tanda Tangan PKP atau Pegawai yang Bersangkutan Tanda tangan FP yang dibuat secara manual, menggunakan tanda tangan basah dari PKP atau pegawai bersangkutan. Sedangkan untuk FP dari aplikasi e-Faktur, kode QR digunakan sebagai pengganti tanda tangan PKP. 2.) Format atau lay out Format FP dengan aplikasi e-Faktur ditentukan oleh aplikasi/sistem yang disediakan oleh DJP, dalam hal ini yaitu aplikasi e-Faktur, sedangkan format untuk FP kertas yaitu bebas, tidak ada format khusus yang wajib digunakan namun FP tetap harus dibuat sesuai dengan PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak. 3.) Bentuk dan Jumlah Lembar Berdasarkan PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, FP Manual yang digunakan diwajibkan dalam bentuk kertas (hardcopy) dengan jumlah lembar minimal 2. Sedangkan untuk FP dari aplikasi e-Faktur tidak wajib dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy). 4.) PKP yang Membuat Seluruh PKP di Indonesia wajib membuat FP dalam bentuk kertas. Namun setelah 1 Juli 2014, beberapa PKP yang ditetapkan oleh DJP diwajibkan untuk membuat FP dengan aplikasi e-Faktur. Dalam hal ini, tidak semua PKP yang berkewajiban membuat FP Elektronik tetapi hanya PKP yang ditunjuk oleh DJP berdasarkan KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. 5.) Permintaan NSFP Saat ini penerapan aplikasi e-Faktur difasilitasi dengan aplikasi e-Nofa yang dibuat oleh DJP untuk memudahkan PKP dalam melaksanakan aplikasi perpajakannya. Dengan e-Nofa, PKP tidak harus datang ke KPP untuk meminta NSFP karena hal itu dapat dilakukan secara online menggunakan Sertifikat
Elektronik. Berbeda dengan Faktur Pajak Kertas, PKP tidak diwajibkan memiliki sertifikat elektronik sehingga tidak ada akses untuk masuk ke dalam aplikasi eNofa yang ada. Sehingga PKP harus datang langsung ke KPP untuk meminta NSFP. 6.) Prosedur Pelaporan Faktur Pajak Pada aplikasi e-Faktur, baik FP keluaran ataupun FP masukan harus di-upload terlebih dahulu untuk mendapatkan kode QR dan pengesahan FP dari DJP. Dengan begitu FP tersebut dapat masuk ke dalam SPT PPN yang akan dibuat. Berbeda dengan FP Kertas, PKP tidak diwajibkan untuk meng-upload FP yang ada sebelum pelaporan SPT PPN. FP masukan dan FP keluaran hanya perlu dicantumkan pada daftar pajak keluaran dan pajak masukan pada saat membuat SPT PPN. 7.) Pelaporan SPT PPN Pelaporan FP Kertas menggunakan aplikasi SPT PPN 1111, sedangkan pada FP Elektronik pembuatan serta pelaporan FP dapat dilakukan dalam 1 aplikasi yang sama yaitu aplikasi e-Faktur. 8.) Mata Uang Faktur Pajak Untuk FP kertas, penggunaan mata uang selain rupiah diperbolehkan. Sedangkan untuk FP yang dibuat dengan menggunakan aplikasi e-Faktur, mata uang yang digunakan hanya mata uang rupiah. Untuk transaksi dengan mata uang selain rupiah harus dikonversikan terlebih dahulu ke dalam rupiah. Kelebihan Aplikasi E-Faktur Penerapan aplikasi e-Faktur tahap kedua yang akan efektif dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2015 membutuhkan banyak persiapan. Dari mulai pengadaan sosialisasi, pendaftaran sertifikat elektronik, hingga penginstalan aplikasi e-Faktur yang asli oleh PKP. Lalu sebenarnya apakah kelebihan yang dimiliki aplikasi eFaktur dibandingkan jika FP dibuat secara manual dan pengisian SPT dengan aplikasi e-SPT PPN 1111. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh serta observasi yang dilakukan, maka berikut ini kelebihan serta kelemahan yang ditemukan dari penerapan aplikasi e-Faktur pada dari sudut pandang KKP X: 1.) Dapat mencegah adanya Faktur Pajak fiktif “penerapan e-Faktur ini dapat mencegah adanya FP fiktif karena tidak semua orang bisa membuat FP seperti dulu. FP dari aplikasi e-Faktur saat ini menggunakan kode QR sebagai ganti tanda tangan Direktur selain itu untuk mendapatkan kode tersebut FP harus di-upload terlebih dahulu melalui aplikasi e-Faktur...”, pendapat informan 1. Adanya Faktur Pajak Fiktif tidak hanya merugikan Negara saja, tetapi juga pihak-pihak terkait di dalamnya. Tanda tangan basah yang digantikan dengan kode QR, mengakibatkan tidak setiap orang bisa membuat FP. Kode QR yang terdapat pada FP harus melalui pendaftaran sertifikat elektronik yang sah agar dapat menginstal aplikasi e-Faktur. Selain itu, pengawasan dapat dilakukan oleh DJP dengan mudah, karena setiap FP yang akan diberikan kepada lawan transaksi harus terlebih dulu di-upload, sehingga setiap FP masukan dan FP
keluaran akan terlapor secara otomatis ke dalam program DJP sebelum pelaporan SPT PPN. Dengan demikian dapat ditemukan dengan mudah, jika ada FP fiktif ataupun FP yang tidak dilapor oleh salah satu lawan transaksi. 2.) Lebih Efisien dalam hal transaksi Faktur Pajak “...dengan aplikasi e-Faktur ini, transaksi FP antara PKP penjual dan PKP pembelian dapat lebih efisien karena FP tersebut bisa langsung di-email berupa file PDF tanpa harus dicetak..”, pendapat informan 2. Penerapan e-Faktur tidak mewajibkan WP untuk mencetak FP, sehingga FP dapat diberikan kepada lawan transaksi dalam bentuk PDF. Dengan bentuk file pdf, pengiriman FP dapat dilakukan melalui email ataupun dengan media sosial lainnya sehingga hal tersebut dapat menghemat waktu dan biaya bagi PKP dalam setiap transaksinya. 3.) Meminimalisir Tingkat Kesalahan Nominal Faktur Pajak “...harga barang dalam aplikasi e-Faktur harus selalu di-update , hal ini akan meningkatkan kehati-hatian dalam membuat FP keluaran...”, pendapat informan 2. Dalam aplikasi e-Faktur, ketika terdapat perubahan harga barang, maka harga barang pada daftar harus selalu di-update karena harga tersebut akan berpengaruh terhadap total DPP FP. Dengan keharusan semacam ini, maka tingkat kehati-hatian pembuat FP akan semakin tinggi. Selain itu, perhitungan total DPP terhitung secara otomatis sehingga terjadinya kesalahan nominal FP dapat diminimalisir. 4.) Lebih Mudah ketika Meminta NSFP “...dengan sertifikat elektronik yang dimiliki masing-masing PKP, permintaan NSFP dapat dilakukan secara online melalui e-Nofa...”, pendapat informan 1. Aplikasi e-Faktur erat kaitannya dengan aplikasi e-Nofa dalam penerapannya. Untuk menggunakan aplikasi e-Faktur, setiap PKP wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh sertifikat elektronik. Dengan sertifikat elektronik tersebut, PKP dapat mengajukan permohonan dan memperoleh NSFP secara online dengan menggunakan program e-Nofa, sehingga tidak perlu datang langsung ke KPP untuk meminta NSFP. Dengan adanya aplikasi ini pengawasan terhadap PKP juga dapat terbantu. PKP tidak bisa lagi mendaftarkan alamat fiktif untuk tempat usahanya karena semuanya akan terdeteksi melalui e-Nofa. Penomoran faktur pajak pun lebih valid dan dapat ditelusuri dengan aplikasi e-Nofa ini. Kelemahan Aplikasi e-Faktur Aplikasi e-Faktur tidak hanya memiliki kelebihan dalam penerapannya. Terdapat beberapa faktor yang menjadi kelemahan dalam penerapannya, berikut ini merupakan kelemahan e-Faktur: 1.) Harus Tersedianya Koneksi Internet “...tidak semua tempat kerja klien tersedia sarana wifi sehingga beberapa klien harus membeli modem terlebih dahulu untuk menjalankan aplikasi e-Faktur.
Selain itu, kecepatan internet juga berpengaruh terhadap kerja aplikasi e-Faktur tersebut sehingga banyak komplain dari klien mengenai lamanya proses approve ketika meng-upload FP...” pendapat dari informan 2. Aplikasi e-Faktur tidak dapat dijalankan tanpa adanya koneksi internet, mengingat aplikasi ini terkoneksi langsung dengan aplikasi DJP. Namun pada faktanya, tidak semua PKP memiliki koneksi internet di tempat operasionalnya. Untuk itu setiap PKP dituntut untuk menyediakan sarana internet. Hal ini sedikit memberatkan PKP dalam hal persiapan penerapan e-Faktur. 2.) Waktu yang dibutuhkan untuk membuat FP Keluaran Lebih Lama “...daftar harga per unit barang akan berpengaruh terhadap perhitungan DPP FP keluaran yang dibuat sehingga jika terjadi perubahan harga maka daftar harga per unit tersebut harus selalu diperbarui. Ini yang membuat petugas pembuat FP akan memiliki pekerjaan lebih..” pendapat informan 1. Selain menjadi kelebihan, hal ini juga dapat menjadi kelemahan pada penerapan e-Faktur. Daftar harga barang pada aplikasi e-Faktur harus selalu di-update karena ketika FP dibuat, harga barang akan otomatis muncul sesuai kode barang yang dipilih. Hal ini akan berpengaruh terhadap DPP FP keluaran yang dibuat. Jika setiap terjadi perubahan harga barang harus dilakukan update, maka dalam pembuatan FP keluaran akan membutuhkan waktu lebih lama daripada pembuatan FP secara manual. Selain itu, keharusan untuk selalu meng-update harga barang memberikan pekerjaan yang lebih untuk staf yang bertugas membuat FP keluaran. 3.) Waktu yang dibutuhkan untuk membuat meng-input FP masukan lebih lama “Kalo dulu kita bisa masukan FP masukan maupun FP keluaran secara bersamaan dengan menggunakan skema impor. Tapi untuk aplikasi e-Faktur ini belum diketahui format skema impor yang digunakan untuk mengimpor FP sehingga input FP harus dilakukan satu per satu secara manual...” pendapat informan 2. Hingga saat ini, belum ada contoh skema impor yang dapat memudahkan PKP untuk meng-input seluruh FP secara bersamaan. Selain itu, ketika sosialisasi eFaktur tidak diajarkan untuk membuat skema impor aplikasi e-Faktur sehingga untuk meng-input FP masukan harus dilakukan satu per satu. Hal ini menyebabkan waktu untuk meng-input FP masukan lebih lama dibandingkan jika menggunakan skema impor. 4.) Adanya FP yang Gagal Approve “...FP yang tanggalnya dibuat sebelum tanggal permintaan NSFP tidak dapat di-approve oleh DJP, sehingga untuk FP masukan harus diminta FP pengganti atas FP tersebut...” pendapat informan 2. Hal ini berkaitan dengan SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan NSFP Dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak yang resmi dikeluarkan pada 2 April 2015. Surat Edaran tersebut berisi mengenai penjelasan dalam pelaksanaan
Peraturan DJP Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan DJP Nomor PER-17/PJ/2014 dan Peraturan DJP Nomor PER16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Salah satu penjelasannya yaitu NSFP yang diberikan oleh DJP digunakan untuk membuat FP pada tanggal Surat Pemberian NSFP atau tanggal sesudahnya dalam tahun yang sama dengan Kode Tahun yang tertera pada NSFP tersebut. Untuk FP dengan tanggal FP sebelum tanggal Surat Pemberian NSFP harus diilakukan penggantian FP. FP tersebut tidak dapat masuk ketika di-input ke dalam aplikasi e-Faktur. Penyebab Dilakukannya Pembetulan SPT PPN oleh Klien KKP X SPT Pembetulan adalah SPT yang disampaikan kembali yang berisi perubahan data, perubahan data tersebut bisa berupa jumlah pajak yang disetor atau data lainnya yang berbeda dengan SPT sebelumnya. SPT pembetulan disampaikan dengan dilampiri SPT sebelumnya, jika pembetulan pertama maka dilampiri dengan SPT Normal. Pembetulan SPT PPN sering kali dilakukan oleh WP, termasuk beberapa klien di KKP X. Berdasarkan hasil observasi selama kurang lebih 2,5 bulan pada KKP X, dapat diketahui dari 42 klien KKP X 18 diantaranya merupakan PKP. Selanjutnya dari 18 PKP, 11 diantaranya pernah melakukan Pembetulan SPT PPN. Ini menunjukkan bahwa Pembetulan SPT PPN merupakan salah satu masalah yang timbul dalam Pelaporan SPT PPN. Lebih dari 50 % klien PKP yang pernah melakukan Pembetulan PPN. Berdasarkan hasil wawancara kepada staf KKP X, berikut ini adalah alasan terjadinya pembetulan SPT PPN: 1.) Adanya Kesalahan Identitas lawan transaksi dalam FP keluaran “Adanya kesalahan identitas dalam FP Keluaran, padahal ini informasi kita dapat dari mereka ...”, hasil wawancara dengan informan 2. Ketika membuat FP keluaran, KKP X membutuhkan data identitas lawan transaksi dari klien. Identitas lawan transaksi ini meliputi: NPWP, nama, dan alamat. Terkadang identitas klien yang sudah digunakan selama beberapa bulan, ternyata mendapat komplain dari lawan transaksi karena adanya kesalahan identitas sehingga seluruh SPT PPN yang berkaitan dengan identitas tersebut harus dilakukan pembetulan. Hal ini sering terjadi pada data NPWP ataupun Nama lawan transaksi. 2.) Adanya FP keluaran yang tidak dilaporkan “...alasannya ada FP Keluaran yang belum terlapor...”, hasil wawancara dengan informan 1. Tidak semua klien menggunakan jasa pembuatan FP dari KKP X. Mereka lebih banyak membuat FP sendiri dalam transaksinya, sehingga ketika akan dibuat SPT Masa PPN, staf KKP X harus meminta data berupa FP keluaran dan FP
masukan terlebih dahulu kepada klien. Dalam hal ini, terkadang FP keluaran yang diberikan hanya sebagian atau belum lengkap, sehingga ada FP keluaran yang belum dilaporkan. Jika ada FP keluaran yang belum dilaporkan di masa pajak yang bersangkutan, maka harus dilakukan pembetulan atas SPT PPN di masa tersebut. Mengingat FP keluaran yang dibuat di masa tertentu harus dilaporkan di masa itu juga. 3.) Adanya Omzet tambahan yang belum Dilaporkan “...Adanya omzet tambahan yang belum dilapor, biasanya omzet penjualan retail jadi yang penjualannya tanpa FP....”, hasil wawancara dengan informan 2. Beberapa klien dari KKP X melakukan pembetulan karena adanya omzet yang belum dilaporkan. Omzet yang dimaksud disini adalah omzet yang tidak dipungut PPN, atau omzet yang PPN-nya digungung, sehingga ketika pengisian SPT PPN tidak ada data valid berupa FP keluaran melainkan perhitungan total yang dibuat oleh klien dari penjualan retail atau eceran tanpa FP. 4.) Adanya Kesalahan Nominal Faktur Pajak “...alasannya karena mereka salah lapor nominal FP Keluaran jadi harus dilakukan pembetulan...”, hasil wawancara dengan informan 2. Ada beberapa alasan terjadinya kesalahan nominal FP dalam SPT PPN, antara lain: adanya potongan harga yang belum dimasukkan dalam FP, adanya kesepakatan harga baru yang dibuat antara penjual dan pembeli, dan adanya kesalahan dalam membuat skema impor. Jika pembetulan SPT PPN terjadi karena kesalahan nominal FP, maka hal ini dapat berpengaruh terhadap total PPN yang harus disetor. 5.) Keterlambatan Klien dalam Memberikan data Faktur Pajak “...Klien telat kirim FP, sehingga SPT PPN-nya dibuat nihil terlebih dahulu daripada telat lapor. Lalu dilakukan pembetulan nanti...”, hasil wawancara dengan informan 2. Ketika KKP X meminta data berupa FP, terkadang ada beberapa klien yang terlambat memberikan data tersebut. Oleh karena itu, agar pelaporan SPT PPN tidak terlambat maka SPT PPN sengaja dibuat nihil terlebih dahulu. Untuk selanjutnya pasti akan dilakukan Pembetulan SPT PPN. Hal ini dilakukan oleh KKP X untuk menghindari denda keterlambatan yaitu sebesar Rp 500.000,00. Namun hal ini jarang terjadi dalam KKP X, pelaporan SPT PPN Nihil ini lebih sering dilakukan oleh beberapa klien yang membuat dan melaporkan SPT PPNnya sendiri. 6.) Adanya Kesalahan Pengisian SPT PPN oleh Klien “...(1) Ada FP yang belum dilapor, (2) Adanya omzet tambahan yang belum dilapor, biasanya omzet penjualan retail jadi yang penjualannya tanpa FP, (3) Adanya kesalahan pengisian SPT PPN oleh klien. Alasan k-2 dan ke-3 tersebut berpengaruh terhadap kurang bayar atau lebih bayar dalam SPT PPN, karena mereka salah perhitungan dari januari 2014 maka pembetulan yang dilakukan
juga harus 1 tahun masa pajak karena saling berkaitan hingga desember 2014...”, hasil wawancara dengan informan 2. Tidak semua klien mengetahui dengan benar pengisian SPT PPN. Ada beberapa klien yang salah ketika memasukan nominal lebih bayar masa sebelumnya ke dalam SPT PPN masa tertentu. Hal ini akan berpengaruh besar terhadap total PPN yang harus disetor ataupun hasil lebih bayar pada masa tersebut. Untuk itu, klien tersebut menggunakan jasa KKP X untuk melakukan pembetulan SPT PPN. Tidak hanya beberapa bulan saja, pembetulan yang dilakukan bisa jadi langsung 1 tahun masa pajak karena SPT PPN satu sama lain berkaitan jika terjadi lebih bayar di masa-masa tertentu. Hal ini terjadi akibat kesalahan klien dalam mengisi SPT PPN. 7.) Terjadi Pembetulan Nomor Seri Faktur Pajak “...Ada Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) ganda jadi harus pembetulan ...”, hasil wawancara dengan informan 1. Pembetulan SPT PPN yang terjadi akibat adanya pembetulan NSFP bisa terjadi dari pihak penjual ataupun dari pihak pembeli. Pembetulan NSFP yang terjadi misalnya: adanya NSFP yang ganda, atau ada NSFP yang belum terpakai. Mengingat NSFP yang digunakan dalam FP keluaran selalu runtun sesuai tanggal transaksi, jika hal ini terjadi maka harus dilakukan pembetulan pada masa SPT PPN yang berkaitan dengan lawan transaksi tersebut. Bisa jadi klien harus melakukan pembetulan SPT PPN dalam 1 masa tahun pajak, jika setiap bulannya klien melakukan transaksi dengan lawan transaksi yang melakukan pembetulan NSFP tersebut. Penerapan e-Faktur untuk Mengurangi Tingkat Pembetulan SPT PPN Penerapan e-Faktur yang dilakukan oleh DJP ini dilatarbelakangi karena maraknya penyalahgunaan FP serta tingginya biaya kepatuhan dan beban pengawasan administrasi perpajakan. Lalu jika dikaitkan dengan masalah yang ada di KKP X yaitu banyaknya pembetulan SPT PPN yang terjadi, kasus ini merupakan salah satu biaya kepatuhan yang harus dikeluarkan oleh WP dalam administrasi perpajakannya karena untuk SPT PPN pembetulan kurang bayar dikenai denda 2% dari kurang bayar yang timbul dari adanya pembetulan SPT PPN. Contoh pembetulan SPT PPN yang dilakukan oleh klien KKP X dengan alasan pembetulan yang berbeda-beda, lalu apakah penerapan e-Faktur dapat mengatasi masalah yang ada tersebut. Untuk itu, analisis diilakukan dengan mengkaitkan antara penyebab terjadinya pembetulan SPT PPN klien KKP X dengan cara kerja e-Faktur. Berikut ini merupakan 5 alasan klien KKP X melakukan Pembetulan beserta solusi yang diberikan melalui aplikasi eFaktur: 1.) Adanya Kesalahan Identitas lawan transaksi dalam FP keluaran “Dalam aplikasi e-Faktur ini, kita harus mengisi detail identitas klien dengan lengkap, sebelum membuat FP keluaran. Identitas tersebut antara lain: NPWP, nama, alamat lengkap, jika salah satu keterangan alamat tidak diisi maka harus diisi dengan tanda “-“. Jika tidak diisi, identitas tersebut dianggap tidak
lengkap. Selain itu, identitas yang sudah tersimpan akan secara otomatis masuk ke dalam daftar lawan transaksi sehingga untuk selanjutnya tidak perlu mengisi identitas lawan transaksi yang bersangkutan”, pendapat informan 1. NPWP merupakan salah satu identitas yang harus dilengkapi dalam membuat FP keluaran. Kesalahan NPWP seringkali terjadi dalam pembuatan Faktur Pajak. Dalam aplikasi e-Faktur, jika NPWP yang diisikan salah, maka terdapat peringatan bahwa NPWP tidak valid. Jika dalam pembuatan FP keluaran sebelumnya menggunakan aplikasi Microsoft Office Exel NPWP tidak dapat diketahui kebenarannya dan dapat diisikan apasaja, maka dengan aplikasi eFaktur kesalahan NPWP lawan transaksi bisa dideteksi langsung. Dengan begitu, kemungkinan terjadinya Pembetulan SPT PPN akibat kesalahan identitas lawan transaksi dapat dikurangi dengan diterapkannya e-Faktur. 2.) Adanya FP keluaran yang tidak dilaporkan Dalam Aplikasi e-Faktur, setiap FP keluaran yang dibuat harus di-upload terlebih dahulu untuk mendapatkan kode QR sebagai pengganti tanda tangan basah dan dianggap faktur sah oleh DJP. “Kalau FP yang dibuat secara manual harus ada tanda tangan direktur atau pengurus, sedangkan kalo di e-Faktur ini tanda tangannya harus pakai barcode. Cara dapat barcode itu tadi kita harus meng-upload faktur pajak tersebut terlebih dahulu sebelum dicetak. Selanjutnya ketika posting FP, FP Keluaran yang sudah di-upload tersebut secara otomatis akan masuk ke dalam SPT PPN masa yang bersangkutan. Jadi tidak akan ada FP Keluaran yang tidak terlapor”, pendapat informan 2. Hal ini menunjukan bahwa setiap FP yang akan diberikan kepada lawan transaksi akan di-upload terlebih dahulu, sehingga kesalahan berupa FP keluaran yang tidak dilapor dapat dikurangi. Mengingat setiap FP keluaran yang sudah diupload akan secara otomastis masuk ke dalam SPT PPN masa faktur pajak tersebut ketika dilakukan posting faktur. 3.) Adanya Kesalahan Nominal FP “Ketika membuat FP Keluaran detail transaksi dalam aplikasi e-Faktur diisi secara rinci, mulai dari: harga per unit, kode barang, nama barang, jumlah unit yang dijual. Perhitungan DPP PPN pun terkalkulasi secara otomatis di sini. Jadi kemungkinan kesalahan nominal FP kecil sekali dengan adanya aplikasi eFaktur” pendapat informan 2. Dalam aplikasi e-Faktur, ketika pembuatan FP keluaran detail transaksi seperti: harga satuan barang, kode barang, dan jumlah barang yang diperdagangkan harus diisi terlebih dahulu. Selain itu harga barang per unit harus selalu di-update jika terjadi perubahan harga barang. Selanjutnya total DPP PPN akan terhitung secara otomatis dari aplikasi tersebut. Dengan adanya daftar harga barang serta perhitungan secara otomatis, maka kesalahan nominal FP akan semakin kecil terjadi.
4.) Keterlambatan Klien dalam Memberikan data FP “Dalam aplikasi e-Faktur, aplikasi pembuatan FP dan pembuatan SPT PPN merupakan satu kesatuan dalam aplikasi e-Faktur. Untuk FP Masukan kita memang menunggu data dari klien, tetapi FP Masukan tersebut dapat dikreditkan maksimal 3 bulan. Untuk FP Keluaran kita tidak harus menunggu data dari klien untuk membuat SPT PPN sehingga penyebab kelima ini dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur”, pendapat informan 1. Pembetulan SPT PPN yang disebabkan karena keterlambatan klien dalam memberikan data FP akan dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur. Dalam Aplikasi e-Faktur, setiap FP keluaran yang dibuat harus di-upload terlebih dahulu untuk mendapatkan kode QR sebagai pengganti tanda tangan basah dan dianggap faktur sah oleh DJP. Hal ini menunjukkan bahwa setiap FP yang akan diberikan kepada lawan transaksi akan di-upload terlebih dahulu, sehingga FP yang sudah di-upload akan secara otomastis masuk ke dalam SPT PPN ketika dilakukan posting faktur pajak masa tersebut tanpa meminta lagi data FP dari klien. 5.) Terjadi Pembetulan NSFP dari Lawan Transaksi “Dalam aplikasi e-Faktur, setiap NSFP yang sudah digunakan tidak dapat digunakan lagi secara otomatis. Selain itu, kita harus memasukkan terlebih dahulu NSFP yang diperoleh dari DJP sehingga selain NSFP tersebut aplikasi eFaktur akan menolaknya. Begitu juga ketika meng-input FP Masukkan. Jadi untuk penyebab yang ketujuh dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur ini”, pendapat informan 1. Jika nomor seri FP keluaran diisi dengan nomor yang sudah digunakan, muncul pemberitahuan dari aplikasi bahwa nomor seri tersebut sudah digunakan. Sehingga NSFP yang sama tidak dapat digunakan. Hal ini memberikan kemungkinan tidak akan terjadi NSFP ganda yang akan digunakan pada FP keluaran yang dibuat oleh lawan transaksi sebagai FP masukan klien. Kemungkinan terjadinya pembetulan NSFP dapat dikurangi. Namun hal ini juga tergantung dari kehati-hatian penggunaan jatah NSFP lawan transaksi untuk membuat FP keluarannya. Berdasarkan analisis di atas, dari 7 penyebab dilakukannya pembetulan SPT PPN oleh klien KKP X, 5 diantaranya dapat dikurangi atau bahkan dicegah dengan aplikasi e-Faktur. 5 penyebab terjadinya pembetulan SPT PPN tersebut, antara lain: adanya kesalahan identitas lawan transaksi dalam FP keluaran, adanya FP keluaran yang tidak dilaporkan, adanya kesalahan nominal faktur pajak, keterlambatan klien dalam memberikan data faktur pajak, dan terjadinya pembetulan NSFP dari lawan transaksi. Selain itu, berikut ini 2 penyebab terjadinya pembetulan SPT PPN yang tidak dapat diatasi dengan aplikasi e-Faktur, yaitu: 1.) Adanya Omzet Tambahan yang Belum Dilaporkan Pembetulan SPT PPN yang terjadi karena adanya omzet tambahan yang belum dilapor tidak dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur karena dalam hal ini tidak ada dokumen yang dapat digunakan sebagai perhitungan otomatis dari omzet tersebut seperti faktur pajak.
Menurut pendapat informan 1 dalam wawancara, “Informasi mengenai omzet retail ini sepenuhnya diperoleh dari klien, sehingga penyebab ketiga ini tidak dapat dicegah atau tidak dapat dikaitkan dengan aplikasi e-Faktur”. Hal ini bergantung pada kehati-hatian klien dalam menghitung omzet yang tidak direkam dalam FP keluaran. Omzet tambahan yang dimaksud dalam hal ini yaitu penjualan retail atau eceran yang dilakukan oleh klien. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencatatan rutin dan sistematis dari setiap penjualan eceran yang dilakukan klien dengan begitu ketika pelaporan SPT PPN harus dilakukan, omzet dari penjualan retail sudah diketahui angkanya secara tepat. 2.) Adanya Kesalahan Pengisian SPT PPN oleh Klien “Untuk penyebab keenam ini sepenuhnya kesalahan klien, jadi kemungkinan besar tidak dapat dicegah dengan aplikasi ini. Tinggal bagaimana kita sebagai konsultan pajaknya yang bisa memantau pengisian SPT PPN oleh klien kita”, pendapat dari hasil wawancara dengan informan 1. Adanya kesalahan Pengisian SPT PPN oleh klien KKP X merupakan hal yang tidak dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur. Hal ini bergantung pada KKP X dalam memberikan arahan mengenai cara pengisian SPT PPN yang benar kepada kliennya. Untuk itu, KKP X perlu memantau kliennya dalam melaporkan SPT PPN setiap bulannya. Dengan demikian tidak akan terjadi kesalahan pengisian SPT PPN yang berpengaruh terhadap perhitungan PPN kurang atau lebih bayar. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan aplikasi e-Faktur dapat mengurangi tingkat pembetulan SPT PPN oleh wajib pajak khususnya klien KKP X. Namun, perlu diingat bahwa setiap aplikasi dijalankan oleh manusia. Sebagus mungkin suatu sistem dibuat, tetapi itu semua bergantung pada manusia yang menjalankan aplikasi tersebut. Di sini Faktor “human error” tidak masuk dalam pertimbangan penelitian. Sehingga data yang di-input oleh manusia dalam hal ini dianggap tidak ada kesalahan. Analisis Triangulasi untuk Menguji Keabsahan Data Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu triangulasi dengan metode. Untuk pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian, digunakan beberapa teknik pengumpulan data dengan satu sumber data. Dalam hal ini sumber data yang dimaksud yaitu kedua informan yang merupakan staf KKP X, serta beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain: wawancara, dokumentasi, dan observasi. Berikut ini beberapa informasi yang diperoleh beserta teknik pengumpulan datanya: 1. Untuk mengetahui perbedaan FP kertas dengan FP hasil aplikasi e-Faktur, peneliti membandingkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 dengan PER-16/PJ/2014 yang mengatur tentang tata cara pembuatan FP elektronik. Selain itu, peneliti menggunakan catatan pribadi yang diperoleh ketika mengikuti sosialisasi e-Faktur. 2. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan aplikasi e-Faktur, peneliti menggunakan teknik wawancara dengan 2 informan yang merupakan staf KKP X serta melakukan observasi langsung selama 2 bulan di KKP X untuk menemukan kelebihan serta kelemahan aplikasi e-Faktur. 3. Untuk mengetahui penyebab pembetulan SPT PPN yang dilakukan klien KKP X, teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dokumentasi dengan membandingkan SPT PPN normal dengan SPT PPN pembetulannya. Selain itu, teknik wawancara dilakukan dengan kedua staf KKP X untuk mengetahui penyebab dilakukannya pembetulan SPT PPN. 4. Untuk mengetahui penyebab pembetulan SPT PPN yang dapat atau tidak dapat dikurangi dengan diterapkannya aplikasi e-Faktur, peneliti menggunakan teknik wawancara dengan kedua staf KKP X serta melakukan observasi langsung di KKP X selama 2,5 bulan dari tanggal 15 Juni 2015 – 31 Agustus 2015, untuk menemukan penyebab pembetulan SPT PPN yang dapat atau tidak dapat dikurangi dengan diterapkannya aplikasi e-Faktur. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Berikut ini kelebihan dan kelemahan e-Faktur dibandingkan dengan pembuatan faktur pajak secara manual dan aplikasi SPT PPN 1111. a. Kelebihan dari aplikasi e-Faktur, meliputi: (1) dapat mencegah adanya FP fiktif dengan adanya kode QR yang merupakan bukti pengesahan FP dari DJP dan sebagai pengganti tandatangan basah, (2) lebih efisien dalam hal transaksi FP karena FP tidak wajib dicetak, sehingga transaksi FP dapat berupa file PDF, (3) meminimalisir tingkat kesalahan nominal FP dengan keharusan untuk selalu meng-update ketika terjadi perubahan harga barang per unit, dan (4) lebih mudah ketika meminta NSFP karena dapat dilakukan secara online. b. Penerapan aplikasi e-Faktur tidak hanya memiliki kelebihan, namun juga terdapat beberapa kelemahan, antara lain: (1) harus tersedianya koneksi internet karena tidak semua klien KKP X memilki sarana internet di tempat mereka beroperasi, (2) waktu yang dibutuhkan untuk membuat FP keluaran lebih lama dengan harus meng-update terlebih dahulu data harga barang per unit sebelum membuat FP keluaran, dan (3) waktu yang dibutuhkan untuk meng-input FP masukan lebih lama karena hingga saat ini belum diketahui format skema impor yang dapat digunakan untuk meng-input pajak masukan secara bersamaan. 2. Penerapan e-Faktur dapat mengurangi tingkat pembetulan SPT PPN jika dilihat dari cara kerja sistem e-Faktur. Dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa dari 7 alasan dilakukannya pembetulan SPT PPN oleh klien KKP X, 5 diantaranya,
yaitu : (1) adanya kesalahan identitas lawan transaksi dalam FP keluaran, (2) adanya FP keluaran yang tidak dilaporkan, (3) adanya kesalahan nominal FP, (4) keterlambatan klien dalam memberikan data FP, (5) terjadi pembetulan NSFP dari lawan transaksi, dapat dikurangi bahkan dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur. 3. Penerapan e-Faktur dapat memperbaiki sistem administrasi PPN. Keterbatasan Pada bagian ini akan diungkapkan kelemahan-kelemahan yang disadari oleh penelilti selama melakukan penelitian. Hal tersebut dirasa penting bagi penelitian selanjutnya yang mengacu pada penelitian ini. Beberapa keterbatasan pada penelitian ini yaitu: penelitian yang dilakukan kali ini hanya bisa melihat penerapan aplikasi eFaktur dari sudut pandang KKP X dan dengan keterbatasan waktu penelitian, karena penelitian ini dilakukan tanggal 15 Juni – 31 Agustus 2015 yaitu 2 bulan setelah aplikasi e-Faktur efektif diterapkan pada 1 Juli 2015. Saran Aplikasi e-Faktur efektif diterapkan mulai tanggal 1 Juli 2015 sehingga waktu penelitan yang dilakukan oleh peneliti selanjutnya bisa lebih panjang. Dengan waktu penelitian yang lebih lama tersebut, peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan Wajib Pajak sebagai responden dalam penelitiannya dan dengan metode penelitian berupa wawancara dan quisioner.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 1996. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Djoko Muljono. 2010. Panduan Brevet Pajak. Yogyakarta : Andi. Ely, Suhayati dan Siti Kurnia Rahayu. 2010. Perpajakan Teori dan Teknis Perhitungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Ibnu Subiyanto, 2000, Metodologi Penelitian, edisi 3, Yogyakarta, Penerbit UPP AMP YKPN. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta : ANDI. Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Nasution. 2003. Metode Research. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Pandiangan, Liberty. 2002. Pemahaman Praktis Undang-Undang Perpajakan Indonesia. Jakarta: Erlangga. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013 tentang perubahan atas Peraturan DJP PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak dipersamakan dengan Faktur Pajak. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian SPT Masa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian SPT Masa PPN bagi PKP yang Menggunakan Pedoman Perhitungan Pengkreditan Pajak Masukan Sekaran, Uma. 2009. Research method for business-metodologi penelitian untuk bisnis buku 1 edisi 4. Jakarta : Universitas Indonesia Esa Tunggal. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak Dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak Ulber, Silalahi. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama.
Undang - Undang Nomor UU 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang - Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UndangUndang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Untung Sukardji. 2011. Pajak Pertambahan Nilai Edisi Revisi 2011. Jakarta: Rajawali Pers