Penerapan Digital Library Sebagai Langkah Startegis Menstimulasi Budaya Membaca Di Masyarakat A.
Perkembangan Minat Baca di Indonesia
Pembinaan dan peningkatan mutu minat baca masyarakat merupakan paradigma yang perlu mendapat perhatian serius. Hal ini disebabkan oleh adanya keprihatinan bahwa bangsa Indonesia menduduki peringkat yang bisa dikategorikan sebagai zona degradasi dalam hal pengembangan minat baca bagi masyarakatnya. Salah satu indikator rendahnya minat baca masyarakat dapat dihitung dari jumlah buku yang diterbitkan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa jumlah penerbitan buku di Indonesia masih jauh dibawah penerbitan buku di negara-negara berkembang seperti Malaysia, India atau negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman. Berdasarkan sejumlah survei yang dilakukan oleh lembaga survei baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih rendah baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas minat untuk membaca dikalangan masyarakat. Adapun beberapa laporan hasil survei maupun hasil studi yang dilakukan adalah sebagai berikut : Laporan International Association for Evaluation of Educational pada tahun 1992 dalam sebuah studi kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar kelas IV pada 30 negara di dunia, menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke-29 setingkat di atas Venezuela. Peta di atas relevan dengan hasil studi dari Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan “Education in Indonesia from Crisis to Recovery” tahun 1998, hasil studi tersebut menunjukan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas VI sekolah dasar di Indonesia, hanya mampu meraih kedudukan paling akhir dengan nilai 51,7% setelah Filipina yang memperoleh 52,6% dan Thailand dengan nilai 65,1% serta Singapura dengan nilai 74,0% dan Hongkong yang memperoleh 75,5%. [1] Hasil survei UNESCO tahun 1992 menyebutkan, tingkat minat baca rakyat Indonesia menempati urutan 27 dari 32 negara. Hasil survei yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional tahun 1995 menyatakan, sebanyak 57 persen pembaca dinilai sekadar membaca, tanpa memahami dan menghayati apa yang dibacanya.
Statistik yang dikeluarkan UNICEF didalam beberapa dasawarsa terakhir masih saja menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang penduduknya dalam mengkonsumsi bacaan, baik berupa koran, majalah, maupun buku, tergolong relatif sedikit.(Wasil Abu Ali)[2] Berdasarkan laporan UNDP tahun 2003 dalam (Human Development Report) 2003 bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks – HDI)berdasarkan angka buta huruf menunjukan bahwa pembangunan manusia di Indonesia menempati urutan yang ke 112 dari 174 negara di dunia. Sedangkan Vietnam menempati urutan ke 109 padahal negara itu baru saja keluar dari konflik politik yang cukup besar, namun Vietnam lebih yakin bahwa dengan membangun manusianya sebagai prioritas terdepan akan mampu mengejar ketertinggalan yang selama ini mereka alami. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 menunjukan, bahwa masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama dalam mendapatkan informasi. Masyarakatlebih memilih menonton televisi (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca koran (23,5%). (sumber:www.bps.go.id). Melihat beberapa hasil survei maupun hasil studi di atas menunjukkan budaya membaca (reading culture) belum menjadi kebutuhan hidup dan belum menjadi budaya bangsa kita. Hal ini sangat disayangkan mengingat perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi yang disertai dengan modernisasi dan derasnya arus globalisasi semakin membawa manusia ke dalam dimensi kehidupan yang semakin canggih atau sering di kenal dengan era dunia tanpa batas. Jika hal ini tidak disikapi sejak dini maka bangsa Indonesia akan semakin tertinggal dari negara-negara lain dalam hal pengembangan dan peningkatan kualitas minat baca di kalangan masyarakatnya. Sebagai upaya antisipatif terhadap realita diatas adalah perlu adanya peningkatan terhadap mutu minat bacamasyarakat baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Hal ini disebabkan karena budaya membaca merupakan sebuah sarana untuk menguak cakrawala pengetahuan. Membaca sangatlah penting bagi mereka yang ingin cerdas. Perintah untuk membaca merupakan perintah yang dititahkan Tuhan semesta alam di dalam Al-qur’an. Hal ini mengindikasikan, betapa pentingnya aktivitas membaca bagi umat manusia, lebih-lebih bagi yang mengimani kitab suci Alqur’an sebagaimana yang di perintahkan melalui ayat-ayat Alqur’an yaitu Iqra’
bismi rabbikal ladzii khalaq. Khalaqal insaana min ‘alaq. Iqra’ warabbukal akram. Al ladzii ‘allamal bil qalam. ‘Allamal insaana maalam ya’lam yang artinya (“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan pena (tulis baca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. al-’Alaq: 1-5). B. Manfaat Membaca Membaca memang besar manfaatnya, namun budaya baca di kalangan pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Indonesia belumlah mengakar. Oleh karena itu perlu adanya proses pembudayaan membaca. Menurut Yuniarto:2001 mengatakan bahwa, kegiatan pembudayaan membaca merupakan sebuah proses panjang dan bukannya sesuatu yang instant. Oleh sebab itu diperlukan proses dalam memperbaiki kualitas minat baca di kalangan masyarakat Indonesia Dengan membaca berarti kita menambah wawasan. Membaca bukan saja hanya dengan objek buku, tetapi banyak segi yang harus kita baca dalam arus hidup ini. Dinamika kelompok, fenomena-fenomena alam, nuansa politik dan bidang lainnya juga harus menjadi objek bacaan. Membaca bukan saja dalam pengertian yang umum, tetapi membaca alam secara seksama menjadi keharusan dalam menuju kahidupan yang lebih baik. Mari dengan membaca kita cerdaskan masyarakat bangsa ini dari kebodohan dan kemiskinan. Budaya membaca tidak hanya diperuntukkan bagi generasi muda saja, tetapi seluruh elemen masyarakat harus bahu-membahu mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas. Sebagai keteladanan yang dapat digunakan media inspirasi untuk menggugah semangat dalam meningkatkan minat baca dan budaya membaca adalah belajar dari keuletan dan ketekunan salah satu tokoh legendaris dunia yang namanya sampai saat ini masih dikenal yaitu Thomas Alva Edison. Sulit dibayangkan bahwa anak yang terlalu bodoh drop out dari sekolah dasar, dan sempat menjadi pedagang asongan itu kemudian mencantumkan namanya dalam deretan ilmuwan paling terkemuka di dunia. Tidak kurang dari tiga ribu penemuan yang dicatat atas namanya. Apa yang membuat Edison menjadi cerdas? Salah satu yang membuatnya cerdas dan berhasil melakukan berbagai penemuan, tiada lain adalah kegemarannya membaca buku. Luar biasa, manfaat dari membaca buku. Dengan membaca buku mampu mengubah kehidupan seseorang.
Disisi lain berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa dengan membaca buku seseorang akan terhindar dari penyakit demensia atau pikun. Demensia merupakan penyakit yang merusak jaringan otak. Seseorang yang terkena demensia dipastikan akan mengalami kepikunan atau dalam bahasa remajanya disebut tulalit. Dr. C. Edward Coffey, seorang peneliti dari Henry Ford Health System, telah membuktikannya. Menurut penelitian Coffey tentang pendidikan menunjukkan bahwa, salah satu pendidikan termurah adalah membaca buku. Membaca buku dapat menciptakan semacam lapisan penyangga yang melindungi otak. Hal ini dibuktikan dengan meneliti struktur otak 320 orang berusia 66 – 99 tahun yang tidak terkena demensia. Oleh sebab itu membaca buku selain menambah wawasan dan ilmu pengetahuan juga memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia yaitu mengurangi resiko terserang penyakit demensia atau pikun. Betapapun besarnya manfaat dari membaca buku, jika masyarakatnya kurang memiliki kesadaran tentang pentingnya membaca buku, maka terciptanya suatu peradaban yang lebih baik menjadi suatu keniscayaan. Berdasarkan hasil survei lembaga internasional yang bergerak dalam bidang pendidikan, United Nation Education Society and Cultural Organization (UNESCO), minat baca penduduk Indonesia jauh di bawah negara-negara Asia. Indonesia tampaknya harus banyak belajar dari negara-negara maju yang memiliki tradisi membaca cukup tinggi. Jepang, Amerika, Jerman, dan negara maju lainnya yang masyarakatnya punya tradisi membaca buku, begitu pesat peradabannya. Masyarakat negara tersebut sudah menjadikan buku sebagai sahabat yang menemani mereka kemana pun mereka pergi, ketika antre membeli karcis, menunggu kereta, di dalam bus, mereka manfaatkan waktu dengan kegiatan produktif yakni membaca buku. Di Indonesia kebiasaan seperti ini belum tampak. Menumbuhkan kebiasaan membaca harus dikembangkan sebagai media pembelajaran bagi masyarakat. Pepatah Inggris mengatakan “we first make our habits, then our habits make us”. Sebuah watak akan muncul, bila kita membentuk kebiasaan terlebih dahulu. Artinya, kegemaran membaca buku akan timbul, jika membiasakan diri membaca dalam setiap aktivitas sehari-hari. Membaca buku menjadi alternatif untuk bisa menjadi terpelajar layaknya orang yang mengikuti pendidikan formal. Banyak tokoh dan cendikiawan tak sempat mengenyam pendidikan formal sampai jenjang perguruan tinggi akan tetapi mereka menggantinya dengan membaca buku. Orang-orang yang berpengaruh di
Indonesia pada masa lalu, ternyata di dalam kehidupannya tidak bisa dilepaskan dari peran buku. Adam Malik, misalnya, salah seorang yang perkembangan intelektualnya dibesarkan oleh buku-buku yang dipinjamnya dari perpustakaan keliling, tanpa harus mengikuti pendidikan formal. Jadi, tidak ada alasan tidak bisa menjadi orang terpelajar karena tidak bisa mengikuti pendidikan formal. Tentu akan lebih baik jika dapat menempuh pendidikan formal yang cukup tinggi dan dibarengi dengan kegemaran membaca buku. Kesempatan untuk dapat mengenyam pendidikan formal sampai jenjang perguruan tinggi jika dibarengi dengan kegemaran membaca buku tentu akan menghasilkan out put yang berkualitas. Kelak out put tersebut dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia. Kemudian tokoh melayu yang bernama Hamka merupakan sosok seorang cendekiawan yang mempunyai kepiawaian dalam berfikir dalam menggali nilai-nilai keislaman. Yang mana Hamka adalah orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan. Pembelajaran yang dia lakukan sifatnya otodidak akan tetapi pemikirannya mampu diterima kalangan masyarakat itu semua dia peroleh dari kegemarannya dalam membaca buku. Sayangnya, kini kita dihadapkan pada kenyataan yang sangat memprihatinkan. Mahasiswa, yang secara formal merupakan golongan terpelajar, justru dihinggapi penyakit malas membaca. Minat baca buku di kalangan mahasiswa, harus diakui masih rendah. Mereka masih mengandalkan peran dosen dalam menerima ilmu. Minim sekali mahasiswa yang memiliki keinginan kuat untuk memperdalam ilmunya dengan mencari dan membaca langsung buku-buku sumbernya. Budayawan Emha Ainun Nadjib dalam bukunya “Negeri yang Malam” (Tinta, 2002) buah tangan Agus Ahmad Safei mengatakan, kutu-kutu lebih rajin membaca buku dibanding mahasiswa, juga dosen-dosennya. Perpustakaan bekerja amat santai, bahkan ada hari ketika perpustakaan nganggur sama sekali. Mahasiswa hanya menjadi konsumen komoditas eceran di pasar ilmu. Waktu ke pasar, mereka cukup membawa kantung telinga, otaknya disimpan di dalam almari besi. Ungkapan ini sangat kontras dengan realita yang dihadapi olehgenerasi muda Indonesia. Oleh sebab itu perlu adanya perbaikan untuk menumbuhkan kembali semangat minat baca sekaligus budaya membaca dikalangan masyarakat Indonesia. Dengan mengembangkan budaya membaca bagi masyarakat Indonesia diharapkan mampu mencetak generasi-generasi penerus bangsa yang akan membawa perubahan bagi segenap aspek kehidupan masyarakat. Dengan membaca akan membuka cakrawala dunia. membaca merupakan gudang ilmu pengetahuan jika hal yang diperoleh dari membaca diamalkan didalam kehidupan bermasyarakat niscaya allah SWT akan
menghitungnya sebagai amal ibadah yang terus mengalir. Disisi lain bahwa kegemaran membaca memberikan efek positif bagi kesehatan yaitu mencegah terserangnya penyakit demensia atau kepikunan dini. Oleh karena itu budaya membaca(reading culture) seyogyanya dapat dijadikan gaya hidup (life style) dan merupakan kebutuhan bagi kalangan muda dan masyarakat Indonesia. Terciptanya budaya membaca yang kuat dikalangan masyarakat Indonesia akan mampu membentuk dan membangun generasi muda Indonesia yang cerdas dan berkualitas. C. Penerapan Digital Library Sebagai Langkah Strategis Menstimulasi Budaya Membaca Di Masyarakat Melihat realitas tersebut sungguh memprihatinkan kondisi masyarakat Indonesia berkaitan dengan budaya membaca di kalangan masyarakatnya. Dengan demikian sudah menjadi tanggung jawab bahwa perpustakaan sebagai sumber ilmu memiliki peran strategis dalam mewujudkan masyarakat yang gemar dan berbudaya membaca. Keberadaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya umat manusia. Tinggi rendahnya peradaban dan budaya suatu bangsa dapat dilihat dari kondisi perpustakaan yang dimiliki. Maka dari itu sebagai bentuk amanah dari UUD 1945 kewajiban negara yang hendak mencerdaskan kehidupan bangsa maka selain sistem pendidikan yang ditata dengan baik juga meliputi sistem tata kelola perpustakaan perlu mendapatkan perhatian guna merangsang minat baca masyarakat untuk menggali dan memahami bidang keilmuan sesuai dengan kebutuhannya. Definisi perpustakaan berdasarkan UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan adalah“institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka”. Ketentuan pasal 2 UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan menjelaskan bahwa“Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan”. Ketentuan Pasal 3, “Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa”. Sedangkan ketentuan pasal 4, “Perpustakaan
bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian bisa di ambil intisari bahwa hadirnya perpustakaan merupakan wujud komitmen negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangu generasi yang berkualitas melalui budaya membaca Perpustakaan sebagai sistem pengelolaan rekaman gagasan, pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan umat manusia, mempunyai fungsi utama melestarikan hasil budaya umat manusia tersebut, khususnya yang berbentuk dokumen karya cetak dan karya rekam lainnya, serta menyampaikan gagasan, pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan umat manusia itu kepada generasigenerasi selanjutnya. Sasaran dari pelaksanaan fungsi ini adalah terbentuknya masyarakat yang mempunyai budaya membaca dan belajar sepanjang hayat. Di sisi lain, perpustakaan berfungsi untuk mendukung Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Perpustakaan merupakan pusat sumber informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, dan kebudayaan. Selain itu, perpustakaan sebagai bagian dari masyarakat dunia ikut serta membangun masyarakat informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dituangkan dalam DeklarasiWorld Summit of Information Society-WSIS, 12 Desember 2003. Deklarasi WSIS bertujuan membangun masyarakat informasi yang inklusif, berpusat pada manusia dan berorientasi secara khusus pada pembangunan. Setiap orang dapat mencipta, mengakses, menggunakan, dan berbagi informasi serta pengetahuan hingga memungkinkan setiap individu, komunitas, dan masyarakat luas menggunakan seluruh potensi mereka untuk pembangunan berkelanjutan yang bertujuan pada peningkatan mutu hidup. Seiring dengan perkembangan zaman diikuti pula dengan perkembangan tekonologi yang sangat pesat. Salah satu bentuk perkembangan teknologi tersebut dalam bentuk teknologi Informasi (TI). Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer
yang lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global. Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi ini adalah mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Kemudian untuk profesi seperti sains, teknologi, perdagangan, berita bisnis, dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama antara pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok yang lainnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar pikiran. Perkembangan Teknologi Informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Dan sekarang ini sedang semarak dengan berbagai huruf yang dimulai dengan awalan e seperti e-commerce, e-government, e-education, elibrary, e-journal, e-medicine, e-laboratory, e-biodiversitiy, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika. Sehingga secara globah untuk memudahkan pemahaman akan teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari pengirim ke penerima sehingga: lebih cepat, lebih luas sebarannya, lebih lama penyimpanannya. Dengan demikian sebagai acuan dalam membangun iklim kondusif bagi perkembangan dan pembangunan dunia perpustakaan maka harus mengacu pada standar yang disebutkan dalam ketentuan pasal 11Undang-Undang tentang Perpustakaan. Adapun standart perpustakaan tersebut terdiri atas: a. standar koleksi perpustakaan; b. standar sarana dan prasarana; c. standar pelayanan perpustakaan; d. standar tenaga perpustakaan; e. standar penyelenggaraan; dan f. standar pengelolaan. Maka dari itu penerapan teknologi informasi dalam bentuk digital library akan memudahkan dalam menciptakan iklim yang kondusif sebagai modal utama membangun masyarakat yang gemar membaca. Berpangkal dari kegemaran membaca maka akan menimbulkan sebuah budaya membaca sehingga aktivitas membaca merupakan bagian dari pola hidup masyarakat Indonesia. Dengan
demikian adanya tata kelola perpustakaan yang berbasis pada penerapan digital library merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Sehingga Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkecimpung di perpustakaan yaitu para pustakawan juga dituntut untuk memberikan fasilitas pelayanan yang optimal kepada masayarakat dalam mengakses kebutuhankebutuhan masayarakat yang berkaitan dengan khazanah kekayaan intelektual yang dituangkan dalam bentuk karya buku maupun koleksi yang terspat di perpustakaan. D. Penutup Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa minat baca masyarakat di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Dalam konteks inilah perpustakaan memiliki peran strategis untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam rangka untuk mendorong dan menstimulai masyarakat agar tumbuh minat membaca dan tercipta budaya membaca. Salah satu langkah konkrit untuk mewujudkan hal tersebut adalah melalui konsep digital library sebagai sebuah acuan untuk mencapai standar operasional perpustakaan sebagaimana termuat di dalam UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan
[1]Purwono, 2007, Mermbaca, Membangun Generasi Cerdas, diakses darihttp://www.penulislepas.com, diakses pada tanggal 25 November 2008 [2] Wasil, Abu Ali, Mempelajari tak Sekedar Membaca, diakses dari http://www.nu.or.id, diakses pada tanggal 25 November 2008 Penulis oleh Lina Khoerunnisa Sumber : http://www.pemustaka.com/penerapan-digital-library-sebagai-langkahstartegis-menstimulasi-budaya-membaca-di-masyarakat.html
Smber : http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=346