PENERAPAN CHALLENGE BASED LEARNING (CBL) DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN METAKOGNISI TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PERSEGI KELAS VII SMP KRISTEN 2 SALATIGA
JURNAL
Disusun Oleh
MARIA GERRIN WINDRIANTI 202009076
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2013
i
ii
iii
PENERAPAN CHALLENGE BASED LEARNING (CBL) DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN METAKOGNISI TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PERSEGI KELAS VII SMP KRISTEN 2 SALATIGA
Maria Gerrin Windrianti, Pembimbing 1: Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc, Ph.D, Pembimbing 2: Tri Nova Hasti Yunianta, S.Pd, M.Pd Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro 52-60 Salatiga Jawa Tengah Indonesia
Abstract This study aims to determine the application of the results Challenge Based Learning (CBL) with metacognition skills approach to mathematics learning outcomes in the classroom with square material at Christian 2 Junior High School Salatiga. This study is a quasi-experimental study. The subjects in this study were grade 7thA and 7thC class of Junior Christian 2 Salatiga. The total number of subject is 46 students, who are divided in classes used application CBL with metacognition skills approach of 23 students and 23 students used conventional learning, with both classes have the same capabilities (homogeneous). The instrument used in this study is a test which has pretest and posttest. Results analyzed using mean difference test using the Mann-Whitney U. The test showed a significance value of 0.001 < 0.05, so Ho is rejected. It means that there are differences in mathematics achievement of students who use the application CBL with metacognition skills approach with students who use conventional learning. Average mathematics achievement 7thA class that uses the application of the CBL with metacognition skills approach at pretest score was 46.35 and 74.87, posttest score is with increasing N-gain of 0.51. While 7thC class that uses conventional learning on the pretest score was 46,04 and the posttest 52.83 values with an increase of 0.08. So it looks the result of applying the CBL with metacogniton skills approach is better and have increased significantly. Keywords: Challenge Based Learning, Metacognition Skills, Mathematics Learning Outcomes
A. PENDAHULUAN Pembelajaran matematika merupakan proses belajar-mengajar yang di dalamnya terdapat unsur mendidik siswa yang cukup kuat, karena dalam proses belajar mengajar itu banyak hal-hal dalam matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Suherman (2001) salah satu fungsi 1
matematika adalah sebagai pembentukan pola pikir dan pengembangan penalaran untuk mengatasi berbagai permasalahan, baik masalah dalam mata pelajaran ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penerapan pembelajaran guru di kelas dapat dibuat secara bervariasi menggunakan model-model pembelajaran yang ada. Berdasarkan hasil observasi awal, materi pembelajaran matematika di kelas hanya disampaikan oleh guru sebagai informasi saja dan bukan sebagai konsep yang harus dipelajari secara lebih dalam, pembelajaran bersifat konvensional, sehingga pembelajaran lebih bersifat teacher-centered, pembelajaran kurang melibatkan siswa secara aktif dan guru menjadi satu-satunya sumber di pembelajaran itu, pembelajaran tidak bervariasi karena guru hanya menggunakan pembelajaran konvensional dengan memberikan ceramah saja tanpa melibatkan siswa melakukan penemuan terhadap materi, hal ini dapat mengakibatkan hasil belajar matematika kurang memuaskan.. Menjadikan siswa aktif dalam pembelajaran diperlukan sebuah metode yang memberikan siswa sebuah tantangan untuk diselesaikan yaitu melalui bekerja. Pembelajaran sambil bekerja (learning by doing) salah satunya dapat diterapkan dengan pembelajaran berbasis tantangan atau challenge based learning (CBL). Pembelajaran berbasis tantangan merupakan sebuah pendekatan pembelajaran di mana pembelajaran dimulai dari fenomena yang ada disekitar kehidupan sehari-hari. Siswa ditantang untuk menyelesaikan permasalahan atau proyek yang diberikan. Pembelajaran demikian dapat membuat siswa untuk lebih memikirkan lebih dalam tentang apa yang dipelajarinya. Ketika pembelajaran guru menghadirkan sebuah ide atau gagasan besar yang akan menjadi topik selama pembelajaran berlangsung. Melalui ide besar itu akan muncul pertanyaan-pertanyaan juga tantangan yang harus diselesaikan siswa. Epstein (dalam Orme, 2010) mengatakan bahwa tantangan yang tepat dapat termasuk tugas untuk memilih dengan penuh kehati-hatian karena siswa belum mengetahui solusinya hingga mereka melakukan
proses
pengerjaan
tantangan
yang
sering
menghasilkan
peningkatan mental memproses yang menghasilkan keterampilan berpikir siswa.
2
Keterampilan metakognisi menurut Ormrod (2008) merupakan kesadaran berpikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran terdahulu. Metakognisi dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan pengetahuan diri atau kesadaran diri, yaitu kemampuan seseorang mengenali potensi yang dimiliki, baik kelemahan maupun kelebihan serta bagaimana seseorang menentukan langkah yang tepat dalam menyelesaikan pesoalan. Proses pembelajaran matematika dapat dibuat dengan melatih metakognisi siswa dalam hal ini dengan menggunakan metode pembelajaran CBL. Keterampilan metakognisi dalam penyelesaian tantangan dapat dilihat ketika siswa diminta untuk mengemukakan ide-ide matematika, atau berdiskusi dalam kelompok. Ormrod (2008) menyatakan keterampilan metakognisi yaitu siswa harus memahami masalah, merencanakan strategi penyelesaian, membuat
keputusan apa
yang akan
dilakukan,
serta
melaksanakan keputusan tersebut. Siswa juga memonitoring dan mengecek kembali apa yang telah dikerjakannya. Proses menyadari adanya kesalahan, memonitor hasil pekerjaan serta mencari alternatif lain merupakan beberapa aspek-aspek metakognisi yang perlu dalam penyelesaian challenge tersebut. Metakognisi penting dalam proses penyelesaian challenge maupun dalam proses pembelajaran matematika. Oleh karena itu sebagai salah satu bagian dari proses pembelajaran, CBL dapat dikaitkan atau dilakukan dengan pendekatan keterampilan metakognisi siswa. Jadi ketika siswa berdiskusi memecahkan challenge yang diberikan dalam kelompok, siswa dapat mengetahui kemampuan matematikanya. Sehingga dapat meningkatkan makna dari materi yang dipelajarinya dan dapat dilihat bagaimana hasil belajar siswa ketika CBL diterapkan. Materi geometri tentang segiempat kelas VII SMP dirasa cocok untuk menerapkan
pembelajaran
CBL
dengan
pendekatan
metakognitif.
Pembelajaran oleh guru hanya tentang menghafal rumus mengenai konsep segiempat, memberi contoh dan latihan soal tanpa mengkonstruksi pengetahuan siswa tentang segiempat melalui lingkungan sekitar. Sehingga
3
siswa hanya menghafal tentang materi segiempat itu tanpa menggali lebih dan juga siswa merasa kesulitan dalam penguasaan konsep segiempat dikarenakan siswa tidak diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep keliling dan luas segiempat. Kesulitan penguasaan konsep persegi dapat terlihat dari hasil belajar siswa apakah hasil belajar matematika siswa baik atau mungkin masih kurang baik. Penelitian tentang penerapan CBL telah dilaksanakan oleh Annisa Susanto (2011) tentang penerapan challenge based learning terhadap penguasaan
matematika
dengan
hasil
penelitian
bahwa
penerapan
pembelajaran CBL dapat mempengaruhi hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Penjelasan mengenai kemampuan metakognitif dalam matematika juga telah disampaikan oleh Risnanosanti (2008) dan Suhendra (2010) bahwa dengan pendekatan keterampilan metakognisi kompetensi matematisnya lebih baik, dan Asep Sapa’at (2006) bahwa hasil belajar matematika siswa dengan pendekatan keterampilan metakognitif lebih baik. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga, oleh karena itu berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai “Penerapan Challenge Based Learning (CBL) dengan Pendekatan Keterampilan Metakognisi Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Materi Persegi Kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga”.
B. KAJIAN PUSTAKA Hasil Belajar Matematika Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2008). Sejalan dengan Sudjana, Arifin (Tonga, 2011) menyatakan hasil belajar merupakan indikator dari perubahan yang terjadi pada individu setelah mengalami proses belajar mengajar, dimana untuk mengungkapkannya menggunakan suatu alat penilaian yang disusun guru, seperti tes evaluasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa tersebut memahami dan mengerti pelajaran yang dimaksud. Howard Kingsley (Sudjana, 2005) hasil
4
belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu: keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita, yang masingmasing golongan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi pada siswa setelah menerima proses pembelajaran yang biasanya dapat dilihat melalui hasil pengukuran berupa tes dan diukur dengan nilai dari hasil tes tersebut. Slameto (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu intern dan ekstern. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (intern), yang meliputi faktor biologis antara lain kesehatan, gizi, pendengaran, dan penglihatan; faktor psikologis antara lain intelegensi, minat, dan motivasi serta perhatian ingatan berpikir; faktor kelelahan antara lain kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus, serta mengantuk, sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu akan hilang. Faktor yang ada pada luar individu disebut dengan faktor ekstern, yaitu meliputi; faktor keluarga yaitu lembaga pendidikan yang pertama dan terutama yang merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar; faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah; faktor masyarakat meliputi bentuk kehidupan masyarakat sekitar sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar. Challenge Based Learning (CBL) Challenge based Learning atau Pembelajaran Berbasis Tantangan merupakan model pembelajaran yang merupakan gabungan dari aspek pembelajaran yang sudah ada sebelumnya yaitu Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem based Learning, Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project based Learning, dan Pembelajaran Konstekstual atau Contextual
5
Teaching Learning. Pembelajaran ini difokuskan pada permasalahan yang ada di sekitar kita (Johnson, 2009). Pembelajaran ini memfokuskan pada penyelesaian challenge di bawah bimbingan guru. CBL merupakan pembelajaran kolaboratif dimana guru dan siswa bekerja sama untuk belajar tentang masalah yang akan diangkat menjadi sebuah challenge. Aktivitas berbasis proyek dan berbasis masalah adalah fokus dari pertanyaan pemandu atau permasalahan, dalam CBL pertanyaan atau permasalahan digantikan dengan sebuah challenge. Tantangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) mempunyai arti hal atau objek yang menggugah tekad untuk meningkatkan kemampuan mengatasi masalah atau rangsangan untuk bekerja lebih giat. Sehingga dalam CBL ini siswa dirangsang untuk mampu mengatasi dan menyelesaikan tantangan atau challenge yang diberikan oleh guru. CBL dapat membantu siswa membangun kesadaran terhadap pemikiran sendiri, perencanaan yang efektif, meningkatkan kesadaran dan penggunaan terhadap akal, memperbaiki keterampilan dalam mengevaluasi efektivitas tindakan, keterampilan untuk mengambil posisi disaat situasi membutuhkan hal tersebut, kecakapan dalam menggunakan tugasnya ketika jawaban atau solusi tidak semerta-merta jelas terlihat, meningkatkan keinginan untuk mendobrak keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya, caracara baru untuk meninjau situasi di luar batas dari standar konvensional. Selain itu, CBL juga mampu melatih keterampilan berpikir dan belajar (learning and thinking skills) yang di dalamnya terdapat critical thinking and problem solving skills, communication skills, creativity and innovation skills, collaboration skills, information and media literacy skills, contextual learning skills serta keterampilan kecakapan hidup (life skills)
yaitu leadership,
adaptability, personal productivity, personal responsibility, people skills, self direction dan social responsibility (Johnson, 2009). Tugas guru dalam CBL adalah memandu siswa, memandu apa yang sudah diketahui siswa dan menghantarkan kepada sebuah tantangan yang harus diselesaikan Siswa dapat membangun pertanyaan, menginvestigasi, dan mencari solusi yang tepat dari topik yang dibangun bersama guru. Kerangka kerja CBL adalah; The Big Idea
6
(ide atau gagasan utama) merupakan sebuah konsep luas yang dapat dieksplor dalam banyak cara yang menarik, ide ini yang akan menjadi fokus utama pembelajaran hingga selesai, Essential Questions (pertanyaan penting, pertanyaan-pertanyaan
disusun
untuk
membantu
dalam
mengungkap
kebenaran-kebenaran yang, The Challenge (tantangan), suatu tantangan yang dapat menggambarkan ide atau gagasan utama dengan siswa membuat jawaban yang lebih spesifik atau menemukan solusi dalam tindakan yang nyata, Guiding Questions (pertanyaan pemandu), pertanyaan ini mewakili pengetahuan yang diperlukan oleh siswa untuk menemukan dengan benar tantangannya, Guiding Activities (aktivitas pemandu), pelajaran, simulasi, game, dan tipe aktivitas lainnya yang membantu siswa menjawab pertanyaan pemandu dan membangun pondasi bagi mereka membangun solusi yang inovatif, berwawasan dan realistik, Guiding Resources (sumber pemandu), dapat difokuskan pada penggunan buku, internet, video, ahli (experts) yang dapat mendukung aktivitas dan membantu siswa dalam membangun solusi, Solutions (solusi), tiap solusi harus realistik, dapat dilakukan, dapat diartikulasikan secara jelas. Solusi merupakan jawaban akhir dari challenge yang telah dilakukan, Assesment (penilaian), solusi dinilai dari hubungannya dengan tantangan, kesesuaian terhadap konten, kemurnian komunikasi, dapat diaplikasikan, dan kemanjuran ide-ide dan hal umum lainnya, dan Publishing (publikasi), banyak kesempatan untuk mendokumentasikan pengalaman yaitu dengan cara mempresentasikan kepada rekan yang lain atau dapat mempublikasikan hasil mereka secara online. Keterampilan Metakognisi Konsep metakognisi pertama kali diperkenalkan oleh John Flavell pada tahun 1976 (Schwartz & Perfect, 2002) yang didasarkan pada konsep metamemori. Istilah metakognisi yang dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan metacognition berasal dari dua kata yang dirangkai yaitu meta dan kognisi (cognition). Istilah meta berasal dari bahasa Yunani μετά yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan after, beyond, with, adjacent. Keterampilan metakognisi menurut Ormrod (2008) merupakan kesadaran berpikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses
7
berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran terdahulu. Mengembangkan keterampilan metakognisi dalam matematika yaitu dengan siswa
memprediksi,
merencanakan,
memonitor,
dan
mengevaluasi
pembelajaran yang diberikan.
C. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dengan menggunakan jenis penelitian eksperimen semu (Quasi Eksperimental Research). Subyek penelitian ini siswa SMP Kristen 2 Salatiga yaitu siswa kelas VIIA sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIC sebagai kelas kontrol yang masing-masing kelas berjumlah 23 siswa, sehingga total subyek penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah 46 siswa. Penarikan sampel ini berdasarkan pada teknik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen pretest dan posttest untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa Analisis dilakukan dengan komputer melalui paket program Statistical Package for Special Sciences 16 (SPSS). Sedangkan untuk menguji kelayakan instrumen menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Kisi-kisi kerangka kerja instrumen dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Blue Print Butir Soal Instrumen KD Indikator No. Soal Mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, Mengidentifikasi sifat2, 3, 4, 7, 8 trapesium, jajargenjang, belah sifat persegi ketupat dan layang-layang. Menghitung kelilling dan luas Mencari keliling persegi 10, 11, 12, bangun segitiga dan segiempat dan permasalahannya 13, 14, 15, serta menggunakannya dalam 16, 17, 18, pemecahan masalah. Mencari luas persegi dan 19, 20 permasalahannya. Total
Jumlah 5
11
16
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil belajar matematika dalam penelitian ini dapat dilihat melalui hasil pretest dan posttest, hasil pretest menunjukkan bahwa kedua kelas yaitu kelas VIIA menggunakan penerapan CBL dengan pendekatan keterampilan
8
metakognisi dan VIIC menggunakan pembelajaran konvensional. Uji pra syarat yang digunakan dalam perhitungan hasil belajar adalah uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil belajar telah memenuhi uji normalitas, uji homogenitas yaitu mempunyai distribusi normal dan homogen, sehingga kedua kelas tersebut mempunyai kemampuan awal yang sama yaitu ditunjukkan dengan nilai rata-rata hasil pretest yang hampir sama yaitu 46,35 untuk kelas VIIA dan 46,04 untuk kelas VIIC. Hasil posttest juga menunjukkan bahwa kedua kelas mempunyai distribusi normal dan homogen, namun dalam hasil posttest tersebut kedua kelas memiliki perbedaan rata-rata yang cukup signifikan, yaitu kelas yang menggunakan penerapan CBL dengan pendekatan keterampilan metakognisi mempunyai rata-rata 74.87 dan kelas dengan pembelajaran konvensional mempunyai rata-rata 52,83. Tabel 2. Hasil Uji Beda Rata-Rata Nilai Posttest Mann-Whitney U
108.000
Wilcoxon W
384.000
Z
-3.460
Asymp. Sig. (2-tailed)
.001
a. Grouping Variable: Kode
Berdasarkan Tabel 2, Sig. = 0,001 < 0,05 , maka dari hipotesis yang ada H0 ditolak sehingga H1 diterima, hal ini berarti terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang menggunakan penerapan CBL dengan pendekatan keterampilan metakognitif dengan metode belajar konvensional. Hasil belajar matematika dari nilai pretest dan posttest juga memperlihatkan bahwa hasil belajar kelas yang menggunakan penerapan CBL dengan pendekatan keterampilan metakognisi mempunyai rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar matematika yang tidak diberi perlakuan CBL atau siswa yang diberikan pengajaran konvensional. Pengukuran hasil belajar pretest dan posttest kedua kelas mengalami peningkatan hasil belajar, kelas VIIA rata-rata kemampuan awalnya adalah 46,35 naik menjadi 74,87 sehingga terdapat peningkatan sebesar 0,51 sedangkan kelas VIIC rata-rata kemampuan awalnya adalah 46,04 naik menjadi 52,83 sehingga terdapat peningkatan sebesar 0.08.
9
Hasil
pengamatan
pada
penerapan
CBL
dengan
pendekatan
keterampilan metakognisi di kelas VIIA, siswa lebih aktif menyelesaikan tantangan yang diberikan dengan mengerjakannya secara berkelompok. Siswa saling berdiskusi bersama agar dapat menyelesaikan tantangan dengan cepat dan tepat, dalam kegiatan berdiskusi ini siswa terbagi dalam kelompok yang heterogen sehingga antar siswa dalam kelompok dapat saling membantu menyelesaikan tantangan. Penerapan CBL sendiri terdiri dari tiga bagian penting yaitu tantangan yang diberikan berupa suatu masalah (sifat, keliling dan luas persegi) dianggap sebagai challenge yang merupakan bagian dari problem based learning , kemudian challenge berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari siswa yang merupakan bagian dari contextual teaching learning,
dan
pengerjaan
challenge
secara
berkelompok
dengan
mempraktekkan langsung merupakan bagian dari project based learning. Ketiga bagian itulah yang membentuk suatu pembelajaran CBL. Penyelesaian challenge merupakan aktifitas dimana keterampilan metakognisi dapat berkembang, ketika mengerjakan challenge siswa memprediksi jawaban dari challenge, merencanakan apa yang harus dilakukan, kemudian mengecek jawaban dari challenge, dan membuat kesimpulan dari hasil jawaban challenge tersebut., sehingga dalam penerapan CBL dengan pendekatan keterampilan metakognisi siswa aktif baik secara individu maupun kelompok, siswa dapat memahami konsep matematika yaitu dengan menemukan sendiri rumus atau jawaban dari challenge yang diberikan, siswa dapat mengukur bagaimana kemampuan yang dimilikinya ketika bekerja dalam kelompok, siswa saling berinteraksi satu sama lain ketika bekerja dalam kelompok, dan siswa saling berdiskusi untuk menemukan solusi akhir dari challenge yang diberikan. Kelas yang tidak diberi perlakuan CBL dengan pendekatan keterampilan
metakognisi
yaitu
dengan
menggunakan
pembelajaran
konvensional di kelas VIIC siswa cenderung pasif, hanya berbicara ketika guru bertanya, dan dalam pembelajaran hanya terdiri dari penjelasan materi oleh guru kemudian latihan soal dan terakhir mengerjakan soal, siswa jarang bertanya kepada guru tentang hal-hal lain, sehingga keterampilan metakognisi
10
siswa kurang diasah karena tidak ada tantangan atau masalah yang harus diselesaikan siswa sehingga siswa tidak melaui tahap memprediksi, merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi permasalahan, siswa hanya aktif secara individu namun tidak aktif secara berkelompok sehingga tidak ada interaksi antar siswa di kelas, dan tidak ada penemuan rumus oleh siswa karena semua materi langsung diberikan oleh guru. Akhir dari pembelajaran terlihat jelas perbedaan rata-rata hasil belajar kedua kelas tersebut bahwa kelas VIIA yaitu menggunakan penerapan CBL dengan pendekatan keterampilan metakognisi mempunyai rata-rata yang lebih tinggi dari kelas VIIC yang menggunakan pembelajaran konvensional.
E. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan penerapan CBL dengan pendekatan keterampilan metakognisi dengan pembelajaran konvensional.
F. DAFTAR PUSTAKA Arends, R. I. 2008. Learning To Teach (Belajar Untuk Mengajar). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Johnson, L, dkk. 2009. Challenge-Based Learning: An Approach for Our Time. Austin, Texas . The New Media Consortium Johnson, L & Adams, S. 2011. Challenge Based Learning: The Report from the Implementation Project. Austin, Texas: The New Media Consortium. Kipnis, M. & Hofstein, A. 2007. “The Inquiry Laboratory as a Source for Development of Metacognitive Skills”. International Journal of Science and Mathematics Education. Livingston, J.A. 1997. Metacogniton : An Overview State Univ. Of New York at Buffalo. Sumber : http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/cep564 /Metacog.htm. Diakses Tanggal 10 Januari 2013.
11
Orme, G. 2010. Creativity in the Learning Commons: Supporting the Development of Student Creativity Throught the School Library Program. DEPARTMENT OF ELEMNENTARY EDUCATION.UNIVERSITY OF ALBERTA Omrod, J. E. 2008. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jakarta: Erlangga Purwanto. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Risnanosanti. 2008. Melatih Kemampuan Metakognitif Siswa dalam Pembelajaran Matematika. Sumber: http://eprints.uny.ac.id/6915/1/P10%20 Pendidikan%20%28Risnanosanti%29.pdf . Diunduh Tanggal 10 Januari 2013. Sapa’at, A. 2006. Pendekatan Keterampilan Metakognitif untuk Mengembangkan Kompetensi Matematika Siswa. Sumber: http://isjd.pdii.lipi.go .id/index.php/Search.html?act=tampil&id=50591&idc=32. Diunduh Tanggal 15 Januari 2013. Schwartz & Perfect. 2002. Applied Metacognition. Sumber: http://catdir.loc.gov /catdir/samples/cam033/2002024499.pdf. Diunduh Tanggal 20 Januari 2013. Suhendra. 2010. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Keterampilan Metakognitif Untuk Mengembangkan Kompetensi Matematis Siswa. http://repository.upi.edu/operator/upload/art_lppm_2010_ Sumber: suhendra_pembelajaran-matematika_metakognitif.pdf. Diunduh Tanggal 15 Januari 2013. Suherman, E., dkk. 2001. Strategi pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI. Taccasu Project. 2008. Metacognition. Sumber: http://www.careers.hku.hk /taccasu/ref/metacogn.htm. Diakses Tanggal 20 Januari 2013.
12