Pernapan Bootstrap Financing: ~e6uafz%njauun Teoritis
PENERAPAN BOOTSTRAP FINANCING: SEBUAH TINJAUAN TEORITIS'
Tommy C. Efrata Christian Herdinata Universitas Ciputra Surabaya
ABSTRACT Bootstrap financing methods commonly used as an alternative to access a capital, since the conventional access of capitalis limited for small and medium jrms in Indonesia.This study aims to explain the application of bootstrap financing for small and medium-sizedJirms in getting access to capital. Subjects used in this stua5, are 67 owners of small and medium Jirms in Surabaya. The method used is descriptive qualitative. The results of this stua5, indicate that for the method loanfi-om the owner, instrument usingpersonal credit card is the most frequent one. On the other hand, .for the method funding from family, borrowing @omfamily andpiends is the most common instrument. Keywords: bootstrapfinancing, small and mediumfirms, access on capital.
PENDAHULUAN
Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa parawirausahawan telah memanfaatkan beberapa pembiayaan alternatif atau yang dikenal sebagai metode bootstrap Jinancing (Bhide, 1992; Winborg dan Landstrom; Van Auken, 2005; Efrata, 2009). Metode ini menyediakan altematif pembiayaan bagi wirausahawan, khususnya untuk perusahaan kecil dan menengah.
'~cknowledgement : Penelitian ini dapat terwujud berkat pendanaan dari DP2M Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional melalui program Penelitian Hibah Bersaing (PHB) 2012
Pnrerrrpan Bootstlap Financing: S e M Imjauan Tipitis
Akses terhadap permodalan sering dianggap sebagai kunci sukses &lam mendirikan dan mengembangkan suatu usaha bisnis. Walau demikian bagi wirausahawan, utamanya pada perusahaan skala mikro akses terhadap permodalan merupakan salah satu permasalahan utama (Carter et al., 2003). PermasaSahan permodalan juga merupakan alas an utama bagiwirausahawan untuk menunda pengembangan usaha (Kaplan dan Schoar, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa penerapan bootstrap financing dapat dilakukan oleh pengusaha kecil dan menengah dalam mendapatkan akses modal.
TINJAUAN TEORITIS Penerapan Bootstrap Financing
Penggunaan metode bootstrap financing sering kali dipandang sebagu metode alternatif bagi perusahaan kecil dan menengah dalam ratlgka mendapatkan sumber-sumber modal yang berasal dari ekstemal perusahaan (van Auken, 2005). Penggunaan bootstrap financing ini sering digunakau pada saat perusahaan kesulitan untuk mendapatkan akses dari pihak ekstemd untuk mendapatkan suntikan modal. Dalam ha1 ini bisa dikatakan metode bootstrap fiance &pat dipakai untuk mengisi kekosongan pada saat metode pembiyaan tradisional tidak tersedia bagi pengusaha kecil dan menengah (Whborg dan Landstorm, 2000). Bagi wirausahawan kecil dan menengah, ada beberapa keuntungan penggunaan metode altematif ini dibandingkan dengan metode konvensional. Keuntungankeuntungan itu antara lain adalah (1) mudah didapatkan, (2) persyaratan yang sangat minimal, (3) tidak diperiukan rencana bisnis yang terlalu detail (4) tidak memerlukan jaminan pinjaman (van Auken, 2000). Selain itu metode ini lebih disukai oleh wirausahawan yang dihadapkan pada dilerna ego kepemilikan. Ini apabila sumber-sumber kepemilikan tersebut dikaitkan dengan dilusi k e p e m i h ketika mereka menggunakan modal ventura. Tentunya ini sangat dipahami, karena wirausahawan yang terlibat membidani perusahaan sejak awal menyebabkan adanya keterikatan secara psikologis. Mereka tentunya merasa enggan apabila mereka hams melepas s e w a n porsi kepemilikannya kepada pihak luar (Comwal et al., 2004).
Penerapan Bootstrap Financing: Sebuah Tznjauan ITkwitis
Metode
pembiayaan
alternatif
ini
sudah
sering
digunakan
oleh
wirausahawan dalam membiayai perusahaannya. Dari beberapa studi yang dilakukan di Swedia dan Arnerika Serikat menunjukkan bahwa sudah banyak perusahaan mikro dan kecil yang memanfaatkan metode bootstrap financing. Lebih dari itu, fakta empiris menunjukkan bahwa perusahaan yang sekarang tumbuh dan berkembang menjadi perusahaan besar telah dan masih menggunakan metode ini dalam mengatasi masalah kebutuhan permodalannya (van Auken, 2005). Walaupun penelitian dibidang ini masih sangat terbatas (Thorne, 1989), penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya di Swedia mengelompokan bootstrap finance ini menjadi 6 metode. Metode-metode ini meliputi (1) surnber-
sumber dari pemilik dan keluarga, (2) manajemen pihutang, (3) penggunaan fasilitas atau perlengkapan secara bersama-sama, (4) penundaan pembayaran, (5) minimalisasi persediaan, dan (6) pemanfaatan subsidi (Winborg dan Landstorm, 2000). Penggunaan metode ini masih dipilah-pilah lagi menjadi sub-sub bagian yang lebih detail dan menjadi suatu instrumen pembiayaan. Penelitian serupa dengan metode yang hampir sama untuk mengidentifikasi metode-metode bootstrap financing
juga
dilakukan di
Amerika
Serikat dan berhasil
mengidentifikasi bahwa pemanfaatan sumber-sumber yang berasal dari pemilik dan pengoptimalan manajemen kas atau aset merupakan instrumen utama yang paling sering digunakan (Neeley, 2003). Alasan perusahaan dalam memanfaatkan metode bootstrap $nancing ini tentunya cukup bervariasi. Secara umum (I) besarnya resiko yang ditanggung oleh perusahaan, (2) besamya pasar yang dilayani dan (3) waktu yang dipakai untuk mencari modal adalah faktor-faktor sangat berpengaruh untuk menentukan apakah perusahaan akan memanfaatkan metode non konvensional ini dalam memenuhi kebutuhan permodalannya (van Auken, 2005).
Akses Permodalan Pada Usaha Kecil dan Menengah Bank besar cenderung mengalokasikan kredit dalam proporsi besar kepada usaha menengah dan besar. Demikian pula bank kecil mengalokasikan kredit
dengan proporsi yang besar kepada UMKM. Alasan yang kuat masalah skala usaha terkait dengan biaya transaksi. Bagi bank besar berhadapan dengan skala ekonomis, yaitu makin kecil plafon kredit yang disalurkan makin tinggi persentase biaya transaksi atau semakin tidak efisien. Oleh karena itu, bank besar cenderung menyalurkan kredit dengan proporsi yang kecil. Disisi lain, bank kecil bersifat lokal sulit melakukan diversifikasi geografis sehingga peluang mencari dana murah kecil. Maka dari itu bank kecil menciptakan keunggulan dalam ha1 informasi nasabah dan lingkungan usaha sekitar. Keunggulan informasi ini dapat diraih karena bank kecil berdomisili d e b t dengan nasabah hingga mempermudah penghimpunan informasi secara lebih cepat dan lebih murah dibanding dengan bank besar (Feny dan Nessori, 2000). Sebenarnya sejak Oktober 2006 pemerintah meluncurkan skema pelayanan pembiayaan pertanian (SP3). Sasaranya semua bidang pertanian dari hulu, on fann, sampai hilir, kecuali tebu, tetapi program pembiayaan kredit h g a n jaminan pemerintah sebesar Rp. 255 miliar kepada lima bank itu tidak menyentuh kelompok petani kecil yang tidak memiliki met, karena pihak bank tidak berani mengarnbil risiko (sumber: Tempo 23/7/2008). Hasil penelitian badan Litbang Departemen Pertanian (2007) menyebutkan penerima SP3 terbatas hanya pada kelompok perorangan yang umumnya memiliki usaha menengah dan luas. Meski ratusan triliun uang rakyat ditalangkan untuk restrukturisasi perbankan, komitmen
kerakyatan perbankan di Indonesia jauh dari apa yang diharapkan. Maka SP3 sulit diharapkan dapat membantu petani miskin.
HASIL
Obyek penelitian ini adalah 67 pengusaha kecil dan men-
yang ada
di Surabaya, terdiri dari pria sebanyak 39 orang (57%) dan wanita sebanyak 28 orang (43%). Jenis atau bidang usaha dari pen@a
kecil dan menengah yang
menjadi objek penelitian mayoritas adalah perdagangan sebanyak 28 orang (42%). Selain itu, terdapat makanan dan minuman sebanyak 20 orang (30%), m a n u f b sebanyak 11 orang (16), serta jasa layanan sebanyak 8 orang (12%). Jasa layanan merupakan jenis atau bidang usaha yang paling sedikit dalam penelitian ini. Pada
Penerapan Bootstrap Fimnriq: ~e6uafiSnjauan 'Ikoritu
Tabel 1 di bawah ini ditunjukkan jumlah obyek penelitian yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dan pada Tabel 2 ditunjukkan jumlah obyek penelitian berdasarkan jenis atau bidang usaha.
-I--
--
1
\f'Lint~:~
- -
7
rr~n
.
,Iu~711;111 . -
-
! i 30
;T
h7
I I)O
Surnber: Hasil Olahan Data Primer
Tabel 2 Jenis Bidang Usaha
20
Makanan dan Minuman
- 2 -
-
4
/I
I-
I I
30
28
42
Manufaktur
11
16
Jasa Layanan
8
12
Jumlah
67
100
Perdagangan
-
-
I
I
Sumber: Hasil Olahan Data Primer
Bila ditinjau dari sudut usia pengusaha kecil dan menengah yang diambil sebagai obyek penelitian, maka jumlah yang terbanyak berada pada usia 21 tahun sampai dengan 35 tahun, yaitu berjumlah 3 1 orang (47%), kemudian yang berada
di antara usia lebih dari 35 tahun sampai dengan 45 tahun berjumlah 12 orang (18%), selanjutnya yang mempunyai usia lebih dari 45 tahun sampai dengan
55 tahun serta yang mempunyai usia di atas 55 tahun masing-masing sebanyak
11 orang (16%). Sedangkan jumlah yang lebih sedikit adalah pengusaha kecil dan menengah yang mempunyai usia kurang dari 21 tahun sebanyak 2 orang (3%).
Penmapan Bootstrap Financing: Se6uali ltrjluran lmMntir
Tabel 3 di bawah ini menunjukkan jumlah obyek penelitian yang diambil berdasarkan usia. Tabel 3 Umur Pengusaha
Sumber: Hasil Olahan Data Primer
Ditinjau dari sudut perputaran penjualan (omzet) menuujukkan bahwa jumlah penjualan dari pengusaha kecil dan menengah yang dijadilcan obyek penelitian berkisar antara Rp. 300 juta sampai dengan Rp. 50 milyar. Jumlah pengusaha kecil dan menengah yang menjadi obyek penelitian dan mempuuyai jumlah penjualan antara Rp. 300 juta sampai dengan Rp. 2,5 milyar bejumlah 46 orang pengusaha atau 69% dan yang mempunyai jumlah penjualan lebih dari
Rp. 2,5 milyar sampai dengan Rp. 50 milyar bejumlah 21 orang pengusaha atau 31%. Tabel 4 di bawah ini menunjukan jumlah obyek penelitian berdasarkan jumlah perputamn penjualan. Tabel 4 Perputaran Penjualan
Sumber: Hasil Olahan Data Primer
Penerapan Bootstrap Financing: Se6uah Gnjauan Teon'tis
Jika dikaitkan dengan nilai aset, maka jumlah nilai aset yang dimiliki oleh pengusaha kecil dan menengah yang menjadi obyek penelitian berada di antara Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 50 milyar. Jumlah pengusaha kecil dan menengah yang menjadi obyek penelitian dan memiliki nilai aset antara Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta berjumlah 5 1 orang pengusaha atau 76%. Sedangkan sisanya mempunyai nilai aset antara lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan Rp. 50 milyar berjumlah 16 orang pengusaha atau 24%. Tabel 5 menunjukan bahwa nilai aset yang dimiliki oleh pengusaha kecil dan menengah di Surabaya yang menjadi obyek penelitian tersebut.
Tabel 5 Nilai Aset
Surnber: Hmil Olahan Data Primer
Selanjutnya data yang didapat dari pengusaha kecil dan menengah yang menjadi obyek penelitian menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk mendapatkan modal berkisar antara 1 minggu ke atas. Jurnlah pengusaha kecil dan menengah yang menjadi obyek penelitian dan memerlukan waktu 1 sampai dengan 2 minggu, lebih dari 2 minggu sampai dengan 4 minggu, lebih dari 4 minggu sampai dengan 6 minggu, lebih dari 6 minggu sampai dengan 8 minggu dan lebih dari 8 minggu untuk mendapatkan modal masing-masing berjumlah 5 orang atau 8%, 20 orang atau 30%, 17 orang atau 25%, 14 orang atau 21%, dan 11 orang atau 16% . Tabel 6 di bawah ini menunjukkan jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan modal bagi pengusaha kecil dan menengah yang menjadi obyek penelitian.
Tabel 6 Waktu yang Dialokasikan nntuk MendPp.tkaa Modal
Sumber: H a i l Olahan Data Primer
PEMBAHASAN Kemampuan perusahaan dalam mendapatkan akses permodalan melalui penerapan bootstrap finance dapat dilakukan dengan menggunakan gaji, menjalankan usaha dirumah, atau menggunakan kartu kredit pribadi. Berdasarkan
data pada Tabel 7 menunjukan bahwa penggunaan kartu kredit pribadi sebagai instrumen bootstrapfinance paling banyak digunakan. Hal ini tejadi karena kartu kredit merniliki akses yang cepat, praktis, dan memiliki persyaratan yang minim. sehingga para pengusaha kecil dan menengah dapat m e m a d a a h y a . Disisi lain, para pengusaha paling sedikit menggunakan dana pinjaman dari pemilik dengan cara menjalankan usaha dirumah. Hal ini karena dalam menjalankan usaha kecil dan menengah faktor lokasi yang strategis juga menjadi modal utama sehingga menjalankan usaha dinunah relatif sulit untuk mendapatkan keuntungan. Selain itu, standar deviasi dari penggunaan gaji memiliki nilai yang paling tinggi, ha1 ini menunjukan bahwa para pengusaha kecil dan menengah tersebut cukup beragam didalam menggunakan uang gaji sebagai dana pinjaman dari pemilik
Penerapan Bootstrap Financing: Sebuati linjauan leoritis
yaitu dengan nilai yang relatif tinggi tetapi sebagian dengan nilai yang relatif rendah.
Tabel 7 Nilai Rata-Rata Kelompok Instrumen Dana Pinjaman Dari Pemilik
Sumber: Hasil Olahan Data Primer
Nilai rata-rata kelompok instrumen dana dari keluarga dan relasi lebih banyak yang meminjam dana dari keluarga dan relasi daripada mempekerjakan keluarga dan relasi seperti tampak pada Tabel 8. Hal ini menunjukan bahwa permodalan yang paling dibutuhkan adalah dalam bentuk dana daripada tenaga. Selain itu, standar deviasi yang tinggi yaitu ketika meminjam dana dari keluarga dan relasi daripada mempekerjakan keluarga atau relasi, artinya peminjaman dana yang dilakukan pengusaha terhadap kelaurga dan relasi memiliki nilai yang beragam yaitu dengan nilai yang relatif tinggi sampai dengan nilai yang relatif rendah. Tabel 8 Nilai Rata-Rata Kelompok Instrumen Dana dari Keluarga atau Relasi
Meminjam dari keluarga atau relasi Mempekerjakan keluarga atau relasi 67 --
I
Mean
Sumber: Hasil Olahan Data Primer
1
1
1.6269
1
1.9029851
KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini memberikan pemahaman baru bahwa akses permodalan yaag relatif sulit diperoleh pengusaha kecil dan menengah ciapat dilakukan dengan penerapan bootstrap finance sebagai altematif pilihan m e n d a p h modal. Berdasarkan 67 pengusaha kecil dan menengah di Surabaya yang menjadi sampel
dalam penelitian ini ditemukan bahwa penggunaan kartu kredit pribadi sebagai instnunen bootstrapPnance paling banyak digunakan. Hal ini terjadi karem kartu kredit memiliki akses yang cepat, praktis, dan memiliki persyaratan yang minim. sehingga para pengusaha kecil dan menengah dapat m e m a n f m h y a . Disisi lain, para pengusaha paling sedikit menggunakan dam pinjaman dari pemilik dengan cara menjalankan usaha dirumah. Hal inikarena dalam menjalankan usaha kecil dan menengah faktor lokasi yang strategis juga menjadi modal utama sehingga menjalankan usaha dirumah relatif sulit untuk mendapatkan keuntmgau. Selain itu, melalui penelitian ini ditemukan bahwa nilai rata-rata kelompok intrumen dana dari keluarga dan relasi lebih banyak yang meminjam daga dari keluarga dan relasi daripada mempekerjakan keluarga dan relasi. Hal ini menunjukan bahwa permodalan yang paling dibutuhkan adalah dalam bentuk dana daripada tenaga. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu dapat menggali lebih dalam implementasi bootstrap finance dengan jumlah sampel yang lebih banyak, selain itu dengan perbandingan gender yang relatif sama, serta dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengamhi penerapan bootstrap financepada usaha kecil dan menengah.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Alesina, A. dan Lotti, F., 2009, Do Women Pay More for Credit? Evidence fOM Italy, Harvard University, Working Paper. Bhide, A. 1992, Bootstrap Finance: The Art of Start-Ups, Havard Business Review, 70 (November-December), 109-117. Carter, N. et al., 2003, Woman Entrepreneur who Break Through Equity Financing: The Influence of Human, Social, and Financial Capital, Venture Capital, 5(1), 1-28.
Penerapan Bootstrap Financing: Se6uah Gnjawn Teoritir
Coleman, S & A. Robb, 2009, A Comparison of New Firm Financing by Gender: Evidencefiom KaufSman Firm Survey Data, Small Business Economics. Cornwall, Jeffrey R., 2004, Entrepreneurial Financial Management, An Applied Approach, Prentice Hall, New York. Gatewood, E., C. Brush, N. Carter, P. Grenee, dan M. Hart, 2004, Women Entrepreneurs, Growth and Implication for the Classroom, 2004 Coleman Foundation white paper for USASBE. Kaplan, S., A. Schoar, 2005, Private Equity Performance: Return, Persistence and Capital Flows, Journal of Finance, 60 (4), 1791- 1823. Lahm, Robert J., 2006, Bootstrapping: Methods Entrepreneurs Realty Use to Start a Business: Holistic View, Tenesse State University, Working Paper. Lahm, Robert J., 2007, Bootstraping Marketing: An Analisys of Constructs and Implications, ASBE Proceeding for Fall 2007 Conference, October 10-12. Lahm R.J. & Little H.T., 2005, Bootstraping Business Start-up as: Entrepreneurship Literature, Text Books, and Teaching versus Current Business Practice, Proceeding of the Academy of Entrepreneurship, Volume 11 No. 2. Llussa, F., 20 10, Determinant of Entrepreneurship: Are Woman Different?, Universidade Nova de Lisboa, Working Paper. Llussa, F., 2009, Financial Development, Gender and Entrepreneurship, Universidade Nova de Lisboa, Working Paper. Neeley, L., 2003, Entrepreneur and Bootstrap Finance, Northtern Illinois University,Working Paper. Neeley, L. & H. van Auken, 2010, The Relationship between Owner Characteristics and Use of Bootstrap Financing Method, Journal of Small Business and Entrepreneurship, 23(1), 399-412. Neeley, L. & H. van Auken, 2010, Differences between Female and male Entrepreneurs ' Use of Bootstrap Financing, Journal of Developmental Entrepreneurship, Vol. 15 No. 1 (2010) 19-34. Thome, J., 1989, Alternative Financing for Entrepreneurial Entrepreneurship: Theory and Practice, 13,7-9. Storey, D., 1994,Understanding the Small Firm, London, Routledge.
Ventures,
Van Auken., H., 2005, Dzflence in the Usage of Bootstrap Financing amaong Technology-Based versus Nontechnology-Based Firms, Journal or Small Business Management, Jan. 2005 No. 43.
Van Auken, H., 2004, The Use of Bootstrap Financing Among Small TechnologyBased Firm, Journal of Development Entrepreneurship, Vol 9 No. 2 August 2004. Van Auken, H., 2000, The Familiarity of Small Technology-Based Business Owners with Source of Capital: Impact on Location and Capitalization, Journal of Small Business and Strategy, 99,33-47. Van Auken, H., & Neeley L., 1996, New-Technology Based Firm, Pursuit of SBIR Fund, Journal of Entreprenerial and Small Business, 12, 14-25.
Peryaruh Notivasi, Kepaimpman, Lingfpngan Ke7ja Dun Kornpensaslasl Terfiadlzp Kompetenn' Dan Kings Guru l e t a p SLIA: Studi di Yayasan Yohanws S;aGTielKez~st&upan Sura6aya
PENGARUH MOTIVASI, KEPEMIMPINAN, LINGKUNGAN KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP KOMPETENSI DAN KINERJA GURU TETAP SLTA: STUD1 DI YAYASAN YOHANNES GABRIEL KEUSKUPAN SURABAYA
Yustinus Budi Hermanto Universitas Katolik Darma Cendika
ABSTRACT The objective of this research is ( I ) to analyze the contribution of indicator of each variable that is motivation, leadership, working environment, compensation, competency and teachers' peg5ormance; (2) to test the effect of these variables, motivation, leadership, working environment and compensation towards competency; (3) to test the effect of these variables, motivation, leadership, working environment and compensation towards performance; (4) the efSect of motivation, leadership, working environment and compensation towards performance through competency; and (5) to test the eflect of competency towards teachers 'performance. This research uses quantitative approach. The samples are taken by using purposive sampling method. The total numbers of the respondents in this research are 151 full timebermanent high school teachers at Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya and they are analyzed by using descriptive statistic. SEM or Structural Equation Modeling is used to test the proposed hypothesis. The research results showed that (1) all the indicators give significant contribution to each variable; (2) motivation and compensation variables have signljicant influence towards teachers' competency; (3) motivation and working environment variables have signzjicant influence towards teachers' performance but leadership has no sign$cant injuence towards competency and teachers' performance; (4) motivation and compensation variables have significant influence towards performance through competency while leadership and working environment variables do not have signzjkant influence towards performance through competency. In this case, competency is as intervening variable for motivation through performance and is as moderating variable for compensation through performance. (5) competency has significant influence towards performance. In other words, high motivation accompanied with compensation and high competency will drive teachers 'performance higher. Keywords: motivation, leadership, working competency and teachers ' performance.
environment, compensation,
PENDAHULUAN Pendidikan mempakan faktor utama &lam pembentukan pribadi manusia. Guru berperan &lam proses pendidikan sebagai pengajar dan pendidik (Djamarah, 2002: 73). Guru menjadi seorang pendidik karena adanya motivasi untuk mendidik. Motivasi guru &lam bekerja akan m e n i m b h kepuasan keja, karena kebutuhan-kebutuhan guru yang terpenuhi mendorong guru meningkatkan kinerja (Supriadi, 1998: 8). Optimalnya prestasi guru dalam belajar mengajar, bila terdapat integrasi visi dan misi yang sama dari semua komponen sekolah, baik itu kepemimpinan kepala sekolah, lingkungan sekolah, motivasi guru, karyaw8tl maupun an& didik seperti yang dikemukakan oleh Pidarta (1995) dalam Lamatenggo (2001: 98). Lingkungan sekolah adalah kualitas dari lingkungan yang terw menerus dialarni oleh guru dan siswa yang secara kolektif berpengaruh terhsdap tingkah laku (Hoy and Miskell, 1982). Kompensasi pendidkin bentrti penghargaan pada para guru yang telah memberi kontribusi dalam mewujudkan trjuau melalui kegiatan yang disebut mengajar atau bekerja (Rohmat, 2007: 4). Kompetensi profesional guru adalah ilmu yang harus dimiliki oleh setiap guru dalm menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keitmuan yang mendulcung mata pelajaran yang diampu. Kinerja guru adalah persepsi guru terhadap prestasi kerja guru yang berkaitan dengan kualitas kerja, tanggung jawab, kejyuran, kejasama dan prakarsa (Mangkunegara, 200 1:67). Depdiknas menjdaskan &lam Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). Alat penilaian kemampuan guru, mendup: (1) rencana pembelajaran (teaching plans and materials) atau disebut dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); (2) Prosedur Pembelajaran (clmmom procedure), dan (3) hubungan antar pribadi (inte~ersonalskill).Jadi kinerja guru adalah kuantitas dan mutu pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, maka kinerja merupakan ouput pelaksanaan tugas. Kinerja guru dapat diakur melalui: (1) kemampuan membuat rencana pelajaran; (2) kemampuan merencana pelajaran; (3) kemampuan melaksanakan evaluasi dan (4) kemmpuan menindaklanjuti hasil evaluasi (Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 Standar Nasional Pendidikan Pasal20).
Pe'engaruh Motivasi, ~ q e m i m p i m nLingkuqgan , Keja Dan ~ o m p e n s mT' N M PZ@nzpetensiDan Kine* Gum letup S L m : Studi di Yayasan 'YbhannesGabrielKeuskupan Surabaya
Selama periode tahun 2007-2008 jumlah guru yang mengundurkan diri dan menjadi PNS (pegawai negeri sipil) adalah 27 atau 5% dari jurnlah total guru
SMU dan SMK Katollk Yohanes Gabriel. Kinerja guru semakin melemah, lain adanya gejala-gejala guru sering absen mengajar, guru masuk kelas tidak tepat waktu atau terlambat masuk ke sekolah, guru mengajar tidak mempunyai persiapan mengajar atau persiapan mengajar yang kurang lengkap. Hal dapat hasil uji kompentesi Pedagogik 77.22% kuang, 18,75% sedang dan nilai baik hanya 0,69%. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti melihat perlunya dilakukan kajian Pengaruh Motivasi, Kepemimpinan, Lingkungan Kerja dan Kompensasi Terhadap Kompetensi dan Kinerja Guru Tetap SLTA: Studi di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya.
MATEIU DAN METODE PENELITIAN
Motivasi, kepemimpinan, linkungan kerja, kompensasi, kompetensi dan kinerja saling berhubungan dan mempunyai pengaruh sebab akibat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Gibson et al. (1985) menegaskan bahwa
variabel yang berpengaruh terhadap kinerja adalah kemampuan dan keterarnpilan (kompetensi);
kepemimpinan;
imbalan
(kompensasi);
desain
pekerjaan
(lingkungan kerja); motivasi (Srimulyo, 1999: 39). Penelitian Sutomo (2006) menjelaskan bahwa motivasi dan fungsi kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja dosen. Aritonang (2005) dalam penelitian menjelaskan bahwa kompensasi berpengaruh terhadap kinerja guru.
Sunarso dan Sunardi (2007) motivasi,
lingkungan kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap kinerja guru karena lingkungan kerja memberi kesan (image)para karyawan pada umumnya tentang Iunerja dan tingkat reputasi suatu lembaga. Penelitian Winanti dan Budiono (2009: 73) menjelaskan kompetensi berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan dosen. Sesuai dengan penelitian Rahrnawati (201 1) kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru SMA. Berdasarkan pendapat dan penelitian tersebut: motivasi, kepemimpinan kepala sekolah, lingkungan kerja dan kompensasi berpengaruh terhadap
~~
ma
Ling&ngan Dan -'Tiha& ' ~ ' n q GUN a letap sL;mstud?di Y i n Y0hatw.s ~ a 6 r i d Sura6aya K ~ ~ ~ ~ M o w -n,
kompetensi dan kinerja guru tetap SLTA di Yayasan Yoharmes Gabriel. Pengad beberapa variabel tersebut dikemukakan secara terinci pada Gambar 1. dan Gambar 2.
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 2. Model Analisis SEM Pengaruh Motivasi, Kepemimpinan, Lingkungan Kerja, dan Koarpensasi terhadap Kompetensi dan Kinerja Guru Tetap SLTA :Studi di Yayasan Yohanes Gabriel Keuskupan Smbaya
PengamA Motivasi, Kepemimptnan, L i n g k u ~ a nXe7ja @an Kompensasi CrerfiedlzpXompetensi @an K i v a Guru Tetap S.GT.2: Studi di Yayasan Yohnnes Ga6riel~euskupanSura6aya
Keterangan
-:
hubungan regresi
: hubungan korelasi
MOT (Motivasi) X I : Pemenuhan kebutuhan fisiologis X3 . Pemenuhan kebutuhan akan rasa aman X3 : Pemenuhan kebutuhan sosial dan rasa memiliki & : Pemenuhan kebutuhan akan penghargaan X5 : Pemenuhan kebutuhan akan aktualisasi diri PIM (Kepemimpinan Kepala Sekolah) : X6 : pemimpin berlindak adil X7 : pernimpin memberi saranlsugesti X8 : pernimpin dukungan mencapai tujuan X9 . pemimpin menggerakan semangat X l o : pemimpin menciptakan rasa aman X I , : pemimpin menjaga integritas X I 2 : pemimpin menjadi sumber inspirasi X13 : pemimpin memberi pujian LKER (Lingkungan Keja) : XI9 : lingkungan fisik X20 : dukungan kondisi pekerjaan X2, : dukungan kolegial XZ2 : kualitas supervisi X2) : dukungan pimpinan KPS (KOMPENSASI): a X I 4 :gaji/honor = XIS : uangtunjangan X,, : dana kesehatan XI, : dana pensiun XIS : penghargaanl insentif prestasi KPT (Kompetensi) Y, : kompetensi pedagogik Y3 : komptensi kepribadian Y3 : kompetensi profesional Y4 : kompetensi sosial KIN (Kinerja) Y , : perencanaan pembelajaran Y6 : pelaksanaan pembelajaran Y, : evaluasi hasil pembelajaran Y , . perbaikan dan pengayaan di : unobserved exogenous variable untuk loadingfactor MOT, PIM, KPS, LKER ei : unobserved exogenous variable untuk loadingfactor KPT, KDJ : unobserved exogenous variable untuk latent endogenous variable zi Rancangan penelitian ini akan melakukan beberapa tahap, dimulai dari mendeskripsikan
variabel motivasi, h n g s i kepemimpinan
kepala sekolah,
lingkungan kerja dan kompensasi, kompetensi dan kinerja. Selanjutnya seberapa
Q e n g d 54fotiw.6 -n, Liqkngan m a Dan Y @ q m s i T&p l@qehmiDan m a Guru letup SLzB. Studid Yhyamn -Q p6nXT&w&tp Sur*
besar kontribusi faktor-faktor tersebut terhadap kinerja dan kompetensi guru SLTA. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan kombinasi rancangan sebagai berikut. Populasi penelitian ini adalah semua guru tetap SLTA (SMA dan SMK) di Yayasan Yohannes Gabriel sebanyak 151 orang guru. Dalam penelitian ini digunakan teknik purposive sampling, yaitu sampel yang diambil sesuai dengan maksud atau tujuan m t u . sampel penelitian ini tersebar di sebagian wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang terlihat pada peta di atas dan yang terbagi dalam 5 perwakilan sebagai berikut : (a) perwakilan I : Surabaya Barat dan Sidoarjo 14 orang guru; (b) perwakilan II : Surabaya Timur sebanyak 12 orang
III: Krian, Mojokerto, Kertosono, Kediri, Tulung Agung, Blitar, Ganun dan Wlingi sebanyak 80 orang guru; (d) perwakilan N:Ngawi dan guru; (c) perwakilan
Madiun sebanyak 19 orang guru; (e) perwakilan V : Bojonegoro, Cepu, Blora dan Rembang 26 orang guru. Data yang digunakan adalah data yang dapat menggambmkan kmditas yang dapat dihipotesiskan antar konstruk yang ada. Pengambilan data primer diperoleh dengan menggunakan sejumlah instrumen yang berupa kuesioner dan diolah untuk kepentingan penelitian. Alat pengum*
data yang digunakan
adalah daftar pertanyaan yang menggunakan instrumen penelitian untuk mengukur skala setiap item dengan menggunakan rentang skala Likert 5 pin, (untuk menjawab motivasi, kepemimpinan, lingkungan kerja, kompensasi, komptensi dan kinerja) dan diolah sebagai berikut: Measurement Model P c t o r loading) (1) Factor loading yang menjelaskan variabel motivasi:
(a) kebutuhan fisiologis (XI)= hlMOT + dl (b) kebutuhan akan rasa aman (X2)= h2MOT+ dz
(c) kebutuhan sosial dan m a merniliki (&)
= h3MOT
+ d3
(d) kebutuhan akan penghargaan (X4) = hQMOT+ d4 (e) kebutuhan akan aktualisasi diri (X5) = SMOT + ds (2) Factor loading untuk variabel kepemimpinan: (a) pemimpin bertindak adil dalam kebersamaan (X6) = MIM + 4 (b) pemimpin sebagai pemberi saran/ sugesti (&) = h,PIM
+4
PengamA M o t i v e Y(epemimpinan, Lirykungan K e j a Dan Kompensasr' T&p Kompetemi Dan K i q a Guru letup SLIA: Stud di Yayclsn Tohnnes Ga6rielKe11s~upanSurabaya
(c) pemimpin sebagai pemberi dukungan (Xs) = h8PM + d8
(d) pemimpin sebagai penggerak semangat (X9) = bPLM + d9 (e) pemimpin sebagai pencipta rasa aman (Xlo)= hloPLM+ dlo = hl ,PIM + dl 1
(f) pemimpin menjaga intergritas (XI (g) pemimpin sebagai sumber inspirasi
XI^) = h12PM+ dl2
(h) pemimpin sebagai pemberi penghargaan (XI3) = h13PIM+ dl3
(3) Factor loading Kompensasi : (a) gaji / honor (X14)= h l 4 W S+ dl4 (b) dana kesehatan (XI3)= h13KPS+ d13 (c) dana pensiun (XI3)= h13KPS+ d13
(d) penghargaanl insentif prestasi (XI3) = h13KPS+ d13 ( 4 ) Factor loading untuk variabel lingkungan kerja: (a) lingkungan fisik (Xlo)= hloLKER+ dl0 (b) dukungan kondisi pekerjaan (XI
= hl ILKER
+ dl I
(c) dukungan kolegial (X12) = h12LKER+ dl2 (d) teknik dan kualitas Supervisi (XI3) = h13LKER+ dl3 (e) dukungan pimpinan (XI4) = h14LKER+ d14
( 5 ) Factor loading untuk variabel Konpentensi : (a) kompensasi pedagogik (Y
= alKPT
+ el
(b) kompensasi Kepribadian (Y2) = a2KPT + el (c) kompenasi Profesional (Y3) = a 3 W T + e3 (d) kompensasi Sosial (Y4) = q K P T + e4
( 6 ) Factor loading untuk variabel kinerja : (a) merencanakan Program Pembelajaran = (Y5) = a5KIN + e5
(b) melaksanakan Program Pembelajaran= (Ys) = %KIN + e6 (c) mengevaluasi Program Pembelajaran= (Y7) = a7KTN + e7 (d) perbaikan dan Pengayaan Pembelajaran= (Ys) = a8KIN + eg
Structural Model (Regression Weight)
(I) Model yang menjelaskan pengaruh langsung motivasi, kepemimpinan, lingkungan kerja dan kompensasi terhadap kompetensi:
KF'T = rjlMOT + B2PM + IJ3LKER + IJ4KPS + Z,
Pengad Motivasi, +impinan, Liqlijungan wnqa Gwu letap S L a Shcdi di Y n-
ma
@an K p p n w s FIerlia&p -.@an
Yolidips Ga6?id-n
Swa6ay
(2) Model yang menjelaskan pengaruh langsung motivasi, kepemimpinan, lingkungan kerja dan kompensasi terhadap kompeten KIN = BIMOT+ &PIM
+ B3LKER+ B4KPS + ZI
(3) Model yang menjelaskan pengaruh tidak langsung, motivasi, kepemimpinan, kompensasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja melalui kompensasi: KIN = DlMOT + B2PIM
+ B3KPS + WLIK + 85KPT + z 2
(4) Model yang menjelaskan pengaruh kompetensi terhadap kinerja:
KIN
= BlKPT
+ z2
Uji Kesesuaian Model
(1) Chi Square Statistik
02)
Kriteria yang menunjukkan bahwa model inifit (sesuai) adalah dengan menerima hipotesis nihil (nonsignificant) artinya tidak ada perbedaan matrik kovarian populasi dan sampel.
(2) RMSEA (The Mean Square Error ofApproximation) Kriteria ukuran RMSEA yang diharapkan adalah I0,OS.
(3) CMINIDF Kriteria yang diharapkan adalah 5 2,O
(4) GFI (Goodness of Fit lndex) Kriteria ukuran GFI yang diharapkan adalah L 0,90 ( 5 ) AGFI (Adjusted Goodness of Fit lndex)
Kriteria yang diharapkan dalam indeks ini adalah 10,90 (6) TLI (Tucker Lewh Index) Kriteria yang diharapkan adalah 2 0,95. (7) CFI (Comparative Fit Index).
Kriteria yang diharapkan adalah 1 0,9
Peenguruti Motivasi, 2Cepemimpinan, Ling&ungan Keja Dan T(ornpensusi T e r M p Kornpetensi Dan K i q a Guru letap SLIA: Studi di Yayasan Yohnnes ~ a 6 r i e C ~ e u s ~ u Sura6aya pan
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
1
Tabel 1. Validitas. Reliabilitas dan ekstrak variant Sta,"g~;-f;ni Indikator Regression Weight i. MOTrVASl 0,678 I X2 / Rasa Aman 0,728 I lial dan rasa 0,788 mi&
-
1
/
I
I I 1 1
Validity
/ Keterangan 1 I I
Aktualisasi diri KEPEMIMPm - . - - -- .-AN -- . . X6 Bertindak adil 1 0,806 0.669 X7 Memberi Sugesti I 111 UiLIlaI n---' X8 Dukungr0,645 I Sarana Menggerakkan 0,816 Semangat . X10 .- Ciptakan Rasa Aman 0,850 Menjsa Intergritas 0,826 XI 1 X12 Sumber Inspirasi 0,706 X 13 I Memberi Pujian 0,729 LINGKUIVGANKERJA X14 ~in~kun'an "6' 2 -Kondisi Pekeriaan 0,557 "ik . 0,758 Dukungan Kolegial X 17 Kualitas Supervisi 0,785 I Dukungan P ~ m p ~ n a n 0,794 X18 -
1 1
-1
I
Valid
1 0.846
1
Valid Valid
I Reliabel
I
T Valid
0.9 15 Reliabel
1
1
Construct Reliability
1
Valid
Variance Extracted 0.560
1 Valid
I
Valid
-
-
:!l
KOMPEE. SASI -
-
validValid validp
I I
0.824 Reliabel
Valid Valid Valid Valid
-
' 0.794
1 tiah-
X19 I Gaj i X20 I Dana kesehatan 0,640 0,781 Dana Pens~un 0,718 X2 1 X22 I Insentif Prestasi 0,659 I Valid K O M -.P E T E N ~ Yl K. Pedagogik 0,882 I Valid Y2 K. Kepribadian 0,739 1-v3lid Y3 K. ~rdfesiona~ 0,758 Valid Y4 K. Sosial 0,627 ValidKINERJAY5 1 Merencana Program j 0,759 Valid Y6 .-Melaksanaan Program 0,907 Valid Y7 Evaluasi Program 0,647 Valid Y8 Perbaikan Program 0,623 Valid > 0,50; Rehabel> 0.70 dan Extrak variant > 0.50
0.499
0.470
Reliabel .-
-
-
--
-
-
7
0.845 7Reliabel
0.573
1 0.83 1 Reliabel
0.55 1
I
. .
ma
~anlliSMotkwsi,2 & l e m p w Linghngan Dan'T L .~ ' w j 5un1 a letnp SLm: Shrdidi YayasanYo~ a 6 d l & & p n Swa6uy
Dan
Berdasarkan Tabel 1. motivasi, kepemimpinan, lingkmgan kerja dan kompensasi, kinerja dan kompetensi diketahui bahwa semua indikator mempunyai nilai standardized regression weight lebih besar dari 0.50, dengan nilai comiruct
reliability lebih besar dari 0.70, masing-masing variabel eksogen dan variabel endogen sebesar (0.846; 0.915; 0.824; 0.794, 0.845; 0.83 1 ). Nilai variance
extracted dapat diterima karena di atas minimal 0,50. Dengan dernikian indikatorindikator yang membentuk variabel (motivasi, kepemimpinan, lingkungan kerja, kompensasi, kompetensi, kinerja) adalah valid, reliabel dm memiliki signifikansi yang telah terpenuhi. Selanjutnya Analisis SEM model penelitian sebagai kesesuaian model Goodness OfFt (Gambar 3.)
Gambar 3. Hasil Analisis SEM pada Model Penelitian Sumber :Data primer yang diolah, 2011
~engaruhMotivdsi, Kepemimpinan, Lingkungan KeVa Dan Kompensasi T'Map Kompetensi Dan Kineria Gum %tap SLTA: Studi di: Yayasan Yofiunnes Ga6rieLKeukupan Sumbaya
TabeI 2. r'cnyr!iian Goodness Of Fit Model Struktural Modifikasi Goodness Of Fit Index Cut-off Value Hasil Model -.
1
.-5 368.041
Chi-square (de325) =- Chi-square -. Probability
> 0.05
-
Crnin/DF
338.211 0.295 1.041 0.016 0.880 0.828 0.995 0.993
-.
-
5 2.00
RMSEA
50.6 GFI 2 0.90 AGFI 2 0.90 CFI 2 0.90 TLI 2 0.90 Sumber: Data primer yang diolah, 201 1 '
-
1 Keterangan -
--,
Baik Baik I Baik I Baik -Marginal .-
-
Baik Baik
I
Chi-square 338.221 lebih kecil dari tabel (368.041) adalah baik, p
=
0.295 lebih
besar 0.05 adalah baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara matrik kovarian sampel dengan matrik kovarian populasi yang diestimasikan diterima yang berarti model adalah fit. Tabel 3. I < c-y-~ s ~Weight i ~ t ~ dan St:i17t1,1nlr~c~I Rcc.rc\c;~ori Weight Structural Model I 1 Estimate S.E. I C.R. P Std.Reer.Wei~htI I - A
-
.
MOT
--
- --
<--<--<--<--<--<- <-<--<-<-<-<--
KPT
I
KIN KIN KIN X1 X2 X3 X4 X5 X6
I
- -
1
XI0 XI 1
X14
X17 X18 X19
I
I
<--<--
KPS PIM LLK KPT MOT KPS
- -
,
-
-
-
-
1
MOT
MOT
-
MOT
/ /
PIM
PIM
-
1 1
0.953 0.903
1 0,078-. -
i
0.076
12.254- 1 0,000 11.908 1 0.000
--
-
'
2 . - LIK
-
:
MOT MOT -
0,047 0,053 0,889 0,374 0,070 0,389 0,082 4,767 0,000 0,42 1 0,017 0,059 1 0,298 0,766 0,024 0,438 0,098 4.470 0,000 0,473 0,039 1 0,038 1 , 0 1 1 ' 0,309 0,06 1 0,120 0,043 2,812 0,005 0,174 0,610 ' -0,103 5,948 0,000 0,643 0.144 0.064 2.238 0,025. -. 0,165 0.1 12- 0.077 . 1.468 0,142 0,128 0,948 1 0,150 6,330 0,000 1 0,708 0 , 8 8 8 n 0,135 6,548 ' 0,000 1 0 , 7 1 2 p 0.889 0,103-. 8,620 0,000 0,806 1,000 0,743 0,902 0,141 6,383 0,000 0,67 1 0,916 0,082 11,210 0,000 0,802
1 I
-
--
0,851 0.829
'
0,542 0,570
0,079 0,082
'
6,840 6,936
'
0,000 0,000
0,579 0,557 0,77 1
0,800
--
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua indikator kebutuhan fisiologis. kebutuhan rasa aman,
kebutuhan sosial dan rasa memiliki, kebutuhan akan
penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri memberi kontribusi pada motivasi guru tetap SLTA Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya p adalah signifikan (0.00); standardized lebih dari 0,50 dan nilai CR > 2.00. kebutuhan sosial dan m a memiliki memberi kontribusi d o h (0.806). Semua indikator: pemirnpin bertindak adil, memeberi sugesti, memberi dukungan, menggerakan semangat, menciptakan rasa aman, menjaga integritas , sumber inspirasi dan memberi pujian, memberi kontribusi pada kepemimpinan kepala sekolah di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskqm Surabaya. p adalah signifikan (0.00); standardized lebih dari 0.50 dan nilai CR > 2.00. menciptakan rasa aman memberi kontribusi dominan (0.851). Semua indikator: lingkungan fisik, dukungan kondisi pekerjaau, dukungan kolegial, teknik dan kualitas supervisi dan dukungan pemimpin, memberi kontribusi signifikan pada lingkungan kej a guru tetap SLTA di Yayasan Yohanes Gabriel Keuskupan Surabaya. p adalah signifikan (0.00); stan*
lebih dari
0.50 dan nilai CR > 2.00. teknik dan kualitas supervisi memberi k o n t r i i i
dominan (0.793). Sernua indikator: gaji, dana kesehatan, dana pensiun dm insentif prestasi memberi kontribusi signifikan pada kompensasi guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya. p adalah signifikan (0.00); stanlebih dari 0.50 dan nilai CR > 2.00. gaji memberi kontribusi dominan (0.800).
Pengatuh Motivasi, 7(.epemimpinan,Lingkungan Keja Dan l(pmpensasi Clkrliadhp 'I(-ompetemiDan Kineja Guru Tetap SLIJ: Studi di Yayasan Yohnnes Ga6rieC'I(-euskupanSura6aya
Semua
indikator:
kompetensi
pedagogik,
kompetensi
kepribadian,
kompetensi profesional dan kompetensi sosial memberi kontribusi signifikan pada variabel kompetensi gum tetap Yayasan Yohannes Gabriel keuskupan Surabaya. p adalah signifikan (0.00); standardized lebih dari 0.50 dan nilai CR > 2.00. kompetensi pedagogik memberi kontribusi dominan (0.887). Semua indikator: merencanakan program pembelajaran, melaksakan proses pembelajaran, mengevaluasi hasil pembelajaran, dan perbaikan dan pengayaan pembelajaran memberi kontribusi signifikan pada variabel kinerja guru tetap Yayasan Yohannes Gabriel keuskupan Surabaya. p adalah signifikan (0.00); standardized lebih dari 0.50 dan nilai CR > 2.00.
melaksakan proses
pembelajaran memberi kontribusi dominan (0.835). Hasil penelitian pengaruh motivasi, kepemimpinan, lingkungan kerja dan kompensasi terhadap kompetensi guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel menunjukkan bahwa variabel motivasi dan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kompetensi dengan nilai probabilitas (p
=
0,000 dan 0,000) lebih kecil
dari pada 0,05; dan nilai CR 2 2.0 (yaitu: 4,767; 4,470). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel motivasi berpengaruh terhadap kompetensi dan variabel kompensasi berpengaruh dominan. Kepemimpinan dan lingkungan kerja tidak berpengaruh terhadap kompetensi karena nilai probabilitas (P
=
0,374 dan
0,766) lebih besar dari pada 0,05 dan nilai CR, yaitu: (0,889 dan 0,298 ) kurang dari 2.0. Alasan lain, data empiris penelitian deskriptif kepemimpinan menunjukkan bahwa: dukungan pemirnpin terhadap dana (Xg,l)clan sarana (X8.2); pemimpin membawa perubahan sikap perilaku
(X9.2)
adalah respon responden
masuk kategori cukup setuju. Data empiris lingkungan kerja menunjukkan bahwa: fasilitasj sarana-prasarana yang dilengkap pembelajaran
(X15.3);
(X15.2); jaminan
kelancaran proses
hubungan guru dengan supervisi (XI7.2) dan tugas serta
tanggungjawab diterima menyenangkan XI^.^) adalah respon responden masuk kategori cukup setuju. Hal ini menunjukkan bahwa item-item dari kepemimpinan dan lingkungan kerja masih lemah memberikan dorongan terhadap peningkatan kompetensi guru.
Sumber : Data primer yang diolah, 2011
Hasil penelitian pengaruh motivasi, kepemkphan, lingkungan kerja clan kompensasi terhadap kinerja guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel menunjukkan bahwa variabel motivasi dan lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja, karena probabilitas (p = 0,025 dan 0,005) lebih kecil
dari pada 0,05 dan nilai CR > 2.0 (yaitu: 2,238; 2,812). Variabel hgkmgan kerja berpengaruh dominan terhadap kinerja, (lihat tabel 53 ). Kepemimpinan dan
I
kompensasi tidak berjxmgaruh terhadap kinerja karena nilai probabilitas (P= 0,309; 0,142) lebih besar dari pada 0,05, dan nilai CR 1 2.0, Wtu: 1,017; 1,468). Alasan lain, berdasarkan data empiris hasil uji penelitian
desla'iptif bahwa
pemimpin memberi m a aman kepada guru khuisunya item pemhpin membebasakan rasa khawatir dalam tugas yang berat (Xloz), dan panimpin membawa pembahan sikap prilaku ~ ( x 9 . mast& ~ ) kategori cukup setuju. Data empiris uji deskriptif kompensasi menunjukkan: tun-
hari raya (X19.&dana
rawat hap (X21.2); isentif prestasi (X22.1) masuk kategori cukup setuju. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dan kompensasi belum memberikan harapan
kuat terhadap peningkatan kinerja guru.
Sumber :Data primer yang diolah, 201 1
Pengaruh motivasi, kepemimpinan, lingkungan kerja dan kompensasi terhadap kinerja melalui kompetensi guru tetap SLTA di Yayasan Y o b e s Gabriel menunjukkan bahwa motivasi dan kompensasi berpengamh s i g d h n terhadap kinerja melalui kompetensi adalah masing-masing memiliki nilai sebe%ar 0,271; 0,304.
Kompensasi berpengaruh dominan terhadap kinerja melalui
I
I I I
I I
I
~ e y a m Notivasi, h 1C"pemirnpmn, Liiyt+ungan Ke7ja Dan ~ o m p m mT' e r M p Ic.ompetenn' Dan K i m j a Gum Tetap SLTJ: S t d i dj: Yayasan Yohannes GabrieGKwt&upanSura6aya
kompetensi, nilai standardized Indirect eflect
0,3 04, (lihat Tabel 6.).
Kepemimpinan dan lingkungan kerja tidak signifikan terhadap kinerja melalui kompetensi adalah masing-masing mempunyai nilai 0,045 dan 0,015. Tabel 6. Standardizedlndirect Ej?.8~ r -
.-
~ 1 . ~ ~ 0 ~ ~
KTN
I ),Cb.3
5
-
I -
-
Sumber : Data primer yang dlolah,ll Untuk mengetahui apakah variabel kompetensi sebagai variabel intervening atau bukan, maka perlu dilakukan analisis pengaruh langsung (direct eflect), pengaruh tidak langsung (indirect eflect), dan pengaruh total (Total eflect). Dengan analisis ini, maka pengaruh variabel eksogen terhadap vanabel endogen dapat diidentifikasi. Tabel 7. Standardized Direct Effect rKPS
KPT KIN
I
0,473 0,128
LM
PIM
MOT
0,024 0,174
0,070 0,061
0,421 0,165
-
KPT
1
1
0,000 0,643
Sumber : Data primer yang diolah, 20 1 1 Tabel 7. menunjukkan bahwa pengaruh langsung motivasi, kepemimpinan, lingkungan kerja, kompensasi terhadap kompetensi masing-masing sebesar 0,42 1; 0,070; 0,024 dan 0,473. Pengaruh langsung motivasi, kepemimpnan, lingkungan kej a , kompensasi dan kompetensi terhadap kinerj a masing-masing sebesar 0,165; 0,06 1; 0,174; 0,128 dan 0,643; apabila dibandingkan dengan Standar Indirect Efflecect
(lihat tabel 54) menunjukkan bahwa pengaruh motivasi, kepemimpinan,
lingkungan kerja dan kompensasi terhadap kinerja melalui kompetensi masingmasing sebesar: 0,27 1; 0,045; 0,O 15 dan 0,304. Hasil analisis menujukkan bahwa nilai motivasi (0,271) dan kompensasi (0.304) menjadi lebih besar. Kompensasi secara langsung terhadap kinerja tidak signifkan, tetapi melalui kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kineja. Selanjutnya Standardized Total Efect dapat dilihat dalam Tabel 8. sebagai berikut:
Tabel 8. Standardized Total Effect I KPS LJK .473 .024 KPT KIN .432 .I89 Sumber : Data primer yang diolah, 201 1
I
I
PIM .070 .lo5
MOT .421 -435
KPT
.OOO .643
I
1
Berdasarkan hasil analisis pengaruh antar variabel dapat diketahui bahwa pengaruh secara total antar masing-masing variabel (motivasi, kepemixn-Ifman, lingkungan kerja dan kompensasi) lebih besar jika dibnchgkan den-
peegaruh
langsung dari masing-masing variabel tersebut terhadap kinerja.
Dam
demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi terbukti sebagai variabel intervening, yang memediasi pengaruh motivasi terhadap kioerja dan menjadi
variabel moderating, yang memediasi kompensasi terhadap kinerja. Pengaruh kompetensi berpengaruh terhadap kinerja guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya menunjukkan bahwa h a d pengujian Standardized Regression Weight 0,643; nilai CR = 5,948 2 2.0 dan p = 0,000 < 0,05 atau p adalah fix. Disimpulkan bahwa variabel k o q t e n s i berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru tetap SLTA di Yayasan Y o k e s Gabriel Keuskupan Surabaya.
PEMBAEIASAN 1) Hipotesis 1 Kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial dan rasa merniliki, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuban akan &uahasi diri memberi konstribusi signifikan pada motivasi guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya. Hasil penelitian membuktkm bahwa
hierarki kebutuhan menurut teori Maslow masih relevan bagi
gun^ tetap SLTA di
Yayasan Yohannes Gabriel, pada saat ini posisi kebutuhan sosial clan rasa memiliki memberi kontribusi dominan.
Sesuai pandangan W o w
(dalam
Wursanto, 2002: 303), orang cenderung memenuhi kebutuhan yang lebih rendah sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Tingkat kebutuhau yang paling rendah adalah kebutuhan fisiologis, yang dalam bahasa ke~ehariankebutuhan itu adalah pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian, dan perumhn. Kebutuhan yang paling tinggi adalah kebutuhan akan aktualisasi diri.
P q a r u t i Motivasi; Kepemimpinan, Ling&gan Kerja Dan ~ompensm'T e r M p K o m p e m . D a n ximrja Guru letap StTJ: Studi di Yayasan Yohannes
[email protected] Sura6aya
Guru tetap SLTA Yayasan Yohnnes Gabriel mengapresiasi dan memberi respon kebutuhan sosial dan rasa memiliki, karena guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya telah terpenuhi kebutuhan dasar yakni: telah mendapat pengahasilan tetap, jaminan pensiun dan mendapat tunjangan pendidikan, dan menjadi guru tetap adalah telah terpenuhi kebutuhan rasa aman SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya. Hasil penelitian ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutomo (2006: 264), membuktikan bahwa kebutuhan fisiologi, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan sosial dan rasa memiliki, kebutuhan akan pengharagaan dan kebutuhan aktualisasi diri memberi kontribusi signifikan terhadap kinerja dosen, juga kebutuhan sosial dan rasa memiliki memperoleh tanggapan lebih tinggi, karena sebagai dosen PNS Dpk Jawa Tengah telah terjamin kebutuhan dasar, yakni gaji, tunjangan dan jarninan pensiun serta dan kebutuhan rasa aman sebagai status pegawai negeri (PNS).
2) Hipotesis 2 Peran pemimpin yang bertindak adil, memberikan sugesti, mendukung mencapai tujuan, sebagai katalisator, menciptakan rasa aman, menjaga integritas, sumber inspirasi, dan memberi pujiadpenghargaan memberi kontribusi signifikan pada kepemimpinan kepala sekolah di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya. Menciptakan rasa aman
merupakan dimensi yang dominan dalam
kepemimpinan kepala sekolah di Yayasan Yohannes Gabriel keuskupan Surabaya. Rasa aman merupakan salah satu kebutuhan setiap orang baik secara individu maupun kelompok. Oleh sebab itu, seorang kepala sekolah sebagai pemimpin hams dapat menciptakan rasa aman di dalam lingkungan sekolah, sehingga para guru, staf, dan siswa dalam melaksanakan tugas merasa aman, bebas dari segala perasaan gelisah, kekhawatiran, serta memperoleh jaminan keamanan dari kepala sekolah (providing security). Sebagai Guru tetap memerlukan keamanan bukan hanya pada tingkat status kepegawaian atau sebagai tenaga pendidikan dengan surat keputusan (SK), yang telah diterima sebagai perjanjian kerja, yang memuat hak dan kewajiban sebagai tenaga pendidik. Namun
dalam melaksanakan
tugas sehari-hari masih
w.
Pengad N O W'@pmqinan, L@&ngan m a Dun lerliadp w t n m ' Dan m a GIUUletap S L m Studi di YayasanYohama ~ahid2@u&pnSura6ay
memerlukan jaminan keamanan dari kepala sekolah dalam linghugan sekolah, agar para guru menjalankan tugas terbebas m a khawatit dim gelisah. Sesuai pendapat Gasperz (1997: 203-204) bahwa kepemjmpinan selain ditentukan kemampun pemimpin (leader) dan komitmen yang dipimpin (pollower) tetapi yang perlu dilaksanakan juga dalam fimgsi kepemimpinan seorang kepala sekolah adalah memperhatikan dan mengotrol situasi: yaitu sepemngkat keadaan atau kondisi yang harus dikelola dan diciptakan secara kodusif, situasi hi antara lain:
rasa aman dan demokratis keadaan bawahan, kekuatan posisi, tugas dan kemampuan, serta ketergantungan eksternal (Kristianty, 2005: 110-1 11). Pemahaman Kepemimpinan (leadership) berbeda dengan pemimpin (leader). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok dengan maksud mencapai suatu tujuan yang diinginkan bersama. Sedangkan pemimpin adalah seorang atau sekelompok o m g seperti kepala, komandan, ketua dan sebagainya. Dari beberapa defurisi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses m e m p e n g d kegiatan seseorang atau kelompok dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan bersama. Artinya terjadi proses interaksi antara pemimpin, yang dipimpin, dan situasi. Sehingga secara sederhana proses kepernimpinan dapat dimmuskan melalui formula : L
=
F (1, f, s), yaitu ( L
=
leadership; F=Fumtion; 1 = leader ;f =
follower; dan s = situation), sebagaimana dinyatakan Hick dan Gullet (1975: 306307), bahwa kepemimpinan kepala sekolah adalah menciptakan rasa aman. Apalagi dewasa ini menjadi wacana yang sangat penting, aktd, dan men& untuk dibicarakan adalah masa perubahan ketidakpastian, akhibat dari era globalisasi dan kemajuan infomasi yang d d a n cepat, terdapat suatu kebutuhan yang jelas akan "pemimpin-pemimpin" puncak menciptakan rasa
aman bagi guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya, terbukti h g s i pemimpin menciptakan rasa aman memiliki kontribusi dominan. 3) Hipotesis 3 Lingkungan fisik, dukungan kondisi pekerjaan, dukungan kokgial, teknik dan kualitas supervisi, dan dukungan pimpinan member kontribusi pada lingkungan kerja guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel K.euskupan Surabaya. Hasil penelitian membuktikan bahwa: teknik dan kualitas -s
Pengaruh Motivasi, 'Yepemimp'nan,Lingt@wan K e j a Dan KompemasiI'erMap Kompetznsi Dan Kimja Guru Titap SLTA: Studi di Yayusan Yohnnes S;a6neCKew(upan Sura6aya
memberi kontribusi dominan. Sesuai penelitian Sutomo (2006: 269-270) membuktikan bahwa lingkungan fisik, kondisi pekerjaan, dukungan kolegial, teknik dan kualitas supervisi dan dukungan pimpinan memberi kontribusi signifikan terhadap lingkungan kerja. Teknik dan kualitas supervisi memberi kontribusi dominan dalam lingkungan kerja dosen PNS Dpk di Kopertis VI Jawa Tengah. Secara khusus teknik clan kualitas supervisi yang baik dari pengawas maupun atasan atau kepala sekolah adalah punya peran dalam meningkatkan kemampuan profesional guru (Depdiknas, 1986 dan 1995). Supervisi adalah memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada guru dan staf agar personil tersebut mampu meningkatkan kualitas kerja dalam melaksanakan tugas dan melaksanakan proses belajar mengajar. Supervisi juga merupakan salah satu (fungsi mendasad essential function) dalam keseluruhan program satuan pendidikan (Glickrnan et al, 2007). Hasil supervisi berfungsi sebagai sumber informasi bagi pengembangan profesionalitas guru. Dalam kaitan dengan hubungan antar individu, Wursanto (2002: 189) menekankan bahwa sungguh penting komunikasi diantara guru, dan komunikasi guru dengan pimpinan. Teknik dan kualitas supervisi merupakan salah satu manifestasi komunikasi menjadi sumber informasi bagi pengembangan profesionalitas. Komunikasi dalam supervisi (supewison) bertujuan untuk memberikan informasi timbal balik antar individu dan menciptakan komunikasi yang baik. Teknik dan kualitas supervisi tersebut diharapkan para guru Yayasan Yohannes Gabriel dalam rangka meningkatkan profesionalitas dan hubungan antar individu guru semakin baik sebagaimana kajian penelitian ini, terbukti teknik dan kualitas supervisi berkontribusi dominan pada lingkungan kerja. 4) Hipotesis 4 Gaji, dana kesehatan, dana pensiun, dan insentif prestasi memberi kontribusi signifikan pada kompensasi Guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Surabaya. Hasil penelitian membuktikan bahwa gaji memberi kontribusi dominan pada kompensasi guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya. Gaji merupakan bagian program kompensasi yang penting karena gaji menjadi ukuran penentuan dalam adrninistrasi kompensasi: dari gajil gaji pokok akan menentukan berbagai tunjangan dan lain-lainnya. Gaji bagi guru tetap
Yayasan Yohannes Gabriel akan memberi status yang lebih tinggi dibandingkan bagi guru yang tidak tetap. Gaji guru tetap dapat menciptakan loyahtas dan komitmen terhadap lembaga Yayasan di tempat para guru bekexja. Sesuai pendapat Henderson (1994: 16), bahwa nilai besar gaji yang d i m dapat merubah gaya hidup seseorang. Gaji adalah penting karena bagi guru bukan saja seberapa banyak uang yang diterima, tetapi dengan gaji yang diterirna menentukan berapa banyak barang atau jasa yang dapat dibeli dengan gaji serta menentukan seberapa besar pajak yang harus dibayar (Roesdi, 2008: 21). h g a n demikian gaji bagi para guru tetap di Yayasan Yohannes Gabriel menrpakan bagian yang penting atau dominan dalam variabel kompensasi. 5) Hipotesis 5 Kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi p h i a n a l
dan kompetensi sosial memberi kontribusi signi6ikan pada koqwtasi Guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel keuskupan Surabaya. Sesuai hasil penelitian Widodo (2005: 33) menerangkan kompetensi pedagog~k,kompetensi k e p n i a n , kompetensi profesional dan kompetensi sosial memiliki bobot kontribusi pada kompetensi guru sosiologi SMA. Keempat kompetensi (pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial) adalah penting bagi guru. Pandangan ini sesuai dengan Schulman yang dikutip oleh Arends (2007: 134-135) dikemukakan bahwa domain kompetensi guru terorganisir dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan kompetensi sosial berperan dalam m e l h a k a n fungsi utama guru. Dahama dan Bhatnagar (1991) kompetensi guru menciptakan situasi
pembelajaran untuk mempemudah belajar siswa. Pendapat Green (1971) bahwa kompetensi pedagogik akan berimplikasi pada tindakan strategis (the strategic acts) dalam pembelajaran dan kompetensi profesional berimplikasi pada tiadakan logis dalam pembelajaran. Keduanya menjadi kompetensi yang uGuna Hasil y i penelitian membuktikan bahwa, kompetensi pedagogik memiliki nilai d o h . Sesuai penelitian Januani (2010: 5), membuktikan, kompetensi pedagogik merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi semangat kerja guru di SMK Kabupaten Blora. Kompetensi Pedagogik merupakan bagian yang
talc terpisahkan dari empat kompetensi utarna yang harus dimiliki seorang guru,
yaitu kompetensi pedagogk, kepribadian, sosial, dan 'profesional. Keempat
Peqarufi Motivasi, Kepemimpzmtz, Liqt+u?mganKerja Dan Kolnpensasi T ~ h d a Kompetmi p Dan Kinerja Guru letup SLTA: Studi dl Yayasan Yohnnes qa6ripCKew~upanSura6aya
kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru saat melaksanakan profesi
guru. Kompetensi Pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola inti proses pembelajaran peserta didik. Selain itu kemampuan pedagogik juga ditunjukkan dalam membantu, membimbing dan memimpin peserta didik dalam pembelajaran. 6) Hipotesis 6
Merencanakan program pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, mengevaluasi hasil pembelajaran, dan perbaikan
serta pengayaan hasil
pembelajaran memberi kontribusi signifikan pada kinerja guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya. Sesuai dengan hasil penelitian Kentjana (2006: 153-154) bahwa indikator merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, melakukan analisis dan melaksanakan evaluasi, program perbaikan dan pengayaanl tindak lanjut perlu dikembangkan dan indikator yang perlu dipertahankan karena memberi kontribusi signifikan pada kinerja guru di SekolahTingkat Lanjutan Atas di Yayasan Pendidikan Taman Harapan Malang. Melaksanakan program pembelajaran memberi kontribusi dorninan dalam kinerja guru, karena pelaksanaan proses pembelaj aran merupakan serangkaian aktivitas inti yang terdiri dari persiapan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. Ketiga ha1 tersebut rnerupakan rangkaian utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Pelaksanaan porses pembelajaran, merupakan kejadian atau peristiwa interaksi antara pendidik dan peserta didik yang diharapkan menghasilkan perubahan pada peserta didik, dari belum mampu menjadi mampu, dari belum terdidik menjadi terdidik, dari belum kompeten menjadi kompeten. Inti dari proses belajar mengajar adalah efektivitasnya. Tingkat efektivitas pembelajaran
sangat
dipengaruhi oleh perilaku pendidik dan perilaku peserta didik. Perilaku pendidik yang efektif, antara lain dengan mengajar yang jelas, menggunakan variasi metode pembelajaran, menggunakan variasi medial alat peraga pendidikan, antusias, memberdayakan peserta didik, menggunakan konteks sebagai sarana pembelajaran (contextual-teaching and learning), menggunakan jenis pertanyaan yang membangkitkan, dan lain sebagainya. Sedangkan perilaku peserta didik, antara lain motivasi atau semangat belajar, keseriusan, perhatian, karajinan, kedisiplinan, keingintahuan, pencacatan, pertanyaan, senang melakukan latihan
soal, dan sikap yang positif. Pembelajaran semacam ini akan berjalan efektif melalui pendekatan konstmktivistik. Pelaksanaan Proses pembelajaran meNpakan interaksi antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan tertmtu. Kualitas pembelajaran tergantmg pada kinerja guru dalam melaksanakan proses pembelajaran itu sendiri. Sejauh pelaksanaan proses pembelajaran dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan perencanaan program pembelajaran maka akan menampakan hasil pembelajaran sungguh bermutu. Pelaksansan Proses pembelajaran yang berhasil baik apabila juga didukung oleh orang yang melaksanakan. Pertama,
Sejauh mana
kualifikasi kelayakan m a p j a r ,
permendiknas menentukan minimum berijazah D-IV/ S l dan memiliki kompetensi. Sebagai standar kompetensi yang perlu dimiiiki oleh guru dalam melaksanakan profesi, pemerintah mengeluarkan Permendhas Nomar 16 Tahun
2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dengau demiIrian melaksanakan pembelajaran adalah inti penyelenggaraan pendidikan yang ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber belajar dan penggunaan metode serta strategi pembelajaran. Semua tugas tersebut merupakan tugas dan tanggung-jawab guru yang sexma optimal dalm pelaksanaan menuntut kemampuan guru,maka para guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel merupakan indikator yang dominan dalam kinerja guru. 7) Hipotesis 7
Motivasi dan kompensasi berpengaruh signifhn t d a d a p kompetmsi,
sedangkan kepemimpinan dan lingkungan kerja tidak bexpengamh krhadap kompetensi. Seorang guru yang memiliki motivasi yang tinggi clan d i h g i kompensasi yang tinggi maka akan meningkatkan kompetensi guru yang tinggi bagi guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi b e r p e n g d signifikan terhadap km-i
dan
kompensasi berpengaruh dominan. Kepemimpinan dan lingkungan kaja tidak berpengaruh terhadap kompetensi gwu. Kepala sekolah sebagai pemimpin belum memberikan dukungan kuat dalam hal: dana dan sarana; perubahan sikap perilaku guru dan membebaskan rasa khawatir tugas guru yang berat. Hal ini kepala
sekolah tidak memiliki kompetensi manajerial dan suverpisi. Sesaui dengan hasil uji kompetensi yang dilakukan oleh Dyen PMPTK (Peningkatan Mutu Dan
Pe'engamh Notivasi, Kepemimpinan, Lingkungan Keja Dan Kompensusi lktliadhp l(pmpetemi Dun Kinqh gum Tetap SLTA: Srudi di 'Yayasan YoYoliannes GablieCKeus~upanSurabayu
Tenaga Kependidikan) Tahun 2007, menunjukkan bahwa 70% dari 250.000 kepala sekolah tidak kompeten, terutarna di bidang manajerial dan supervisi, sebagai kompetensi yang paling menentukan kualitas pendidikan (Depdiknas, 2008). Menurut Direktur Tenaga Kependidikan, Dharma (2008), dua kompetensi
itu merupakan kekuatan kepala sekolah untuk mengelola sekolah dengan baik. Sebagai pembanding, uji kompetensi terhadap 50 kepala sekolah dari sebuah Yayasan juga
menunjukkan hasil
yang
sama.
Berdasarkan
ketentuan
DEPDLKNAS, kepala sekolah hendaknya memiliki lima aspek kompetensi, yaitu kompetensi kepribadian, sosial, manajerial, supervisi, dan kewirausahaan. Fungsi kepemimpinan kepala sekolah (leadership functions), menurut Hick and Gullet
(1975: 306-307), adalah kepemimpinan yang bersifat hanya menunggu kesadaran guru ternyata tidak signifikan terhadap kornpetensi guru tetap di Yayasan Yohannes Gabriel saat ini. Lingkungan kerja tidak berpengaruh terhadap komptensi guru, karena beberapa faktor yang berkaitan kompetensi masih perlu ditingkatkan. Data empiris penelitian menunjukkan bahwa: jarninan yang lemah atas kelancaran dalam proses pebelajaran; relasi diantara guru dan supervisi masih perlu ditingkatkan dan tanggung jawab yang diterima guru perlu menjadi tugas menyenangkan. Peningkatan kompetensi tersebut, lingkugan kerja guru tetap di Yayasan Y ohannes Gabriel hams mampu menciptakan berbagai in-service training: menyelenggarakan penataran, pelatihan,
workshop dan penyesuaian
kualifikasi guru dengan pendidikan minimal berijazah D-IVI S 1. Maka kedua variabel kepemimpinan dan lingkungan kerja tersebut tidak berpengaruh terhadap kompetensi guru tetap di Yayasan Yohannes Gabreiel Keuskupan Surabaya. 8) Hipotesis 8 Motivasi dan lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja dan kepemimpinan dan kompensasi tidak signifikan terhadap kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi seorang guru dan disertai lingkungan kerja yang baik maka akan semakin meningkatkan kinerja guru yang baik pula. Lingkungan kerja yang baik berpengaruh terhadap kinerja guru tetap SLTA Yohannes Gabriel karena dalam lingkungan kerja guru tetap SLTA di Yayasan Yohanes Gabriel, terdapat teknik dan kualitas supervisi sangat membantu meningkatkan profesionalitas guru dan membangun relasi diantara
guru semakin baik di Yay-
Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya, Sesuai
dengan pendapat Wursanto, (2002: 287-288) menyatakan bahwa lingkungan kerja yang baik akan mendorong seseorang untuk menin-
produktivhs kerja,
kepemimpinan dan kompensasi tidak berpengamh terhadap kinerja karena kepemimpinan kepala sekolah di Yayasan Yohannes Gabriel mengalami kemunduran dalam kemampuan manajerial dan supervi-si untuk mmingkatkan belum banyak
kinerja guru, nampak dalam data empiris penelitian -pin
membawa perubahan sikap perilaku guru clan nampak dalam fenomena l m h i t r m permasalahan guru yang sering tidak masuk kerja misalnya: 64 lrari garu ijin dm 32 hari guru saki4 dengan prosentase 0,49% guru tidak hadir selama 6 bulan. Kompensasi tidak s i g n i h terhadap kinerja, dikarenakan pedoman sistem penggajian guru tetap sudah memiliki pedoman pengsajian yang disebut POPS (pedoman penggajian pegawai negeri sipil) secara jalas dan sudah dimsun
berdasarkan jenjang ijazah, jenjang kepangkatan dan jabatan yang diemban. Alasan lain, tunjangan hari raya; bantuan rawat inap; pemberian iasentif prestasi belum berjalan lancar maka belum memberi harapan kuat meningkathrm ldneja guru tetap di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya. 9) Hipotesis 9 Motivasi dan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kompetensi. Sedangkan kepemimpinan dan lingkungan kerja tidak bapengaruh terhadap kinerja melalui kompetensi. H a d pene-
menjelaakan bahwa
seorang guru yang memiliki motivasi tinggi, dibanmgi kompewasi dan kompetensi yang tinggi, maka semakin m e n i n g k a k kinerja guru te&qSLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya. Komptensi m e n w (intervening) atau perantara yang cepat bagi seorang guru p g memiliki motivasi
untuk meningkatkan kinerja guru yang tinnggi. Kom-i
juga nmjdi
(moderating) penengah yang yang kuat meningkat kompensasi guru daa lciuerja guru yang tinggi bagi guru tetap di Yayasan Y o h e s Gabriel Keuskupan Surabaya. 10) Hipotesis 10 Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kineija gum tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya. Hal ini berarti bahwa s e d r i n
Pengaruh ! M o t i v e Kepernimpimn, Ling(ungan Kerja Dan l(ompmm. TerMap mmpetensi man Kinerja Guru Tetap SLTA: Stdz di: Y a y s a n 'Ybhnnes S;abrie6Keeus(upan Sura6aya
tinggi kompetensi guru, maka semakin tinggi pula kinerja guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya. Guru dituntut memillki empat kompetensi agar kinerja guru sesuai Standart Nasional Pendidikan yang diundangkan oleh Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah RI Nomer 19 tahun 2005, pasal28 dinyatakan bahwa: pendidik hams memililu kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimum yang hams dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah (D-IV/ S1) atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi sosial. Kualifikasi dan kompetensi suatu standar yang hams dipenuhi karena kompetensi dan peranan guru merupakan identifikasi kinerja yang ideal seorang guru dalam melaksanakan peran dan tugas yang diemban. Sesuai penelitian Winanti dan Budiono (2009:73) bahwa hasil uji kompetensi berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan dosen adalah sangat h a t . Juga penelitaian Rahmawati (20 10: 164) kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru. Temuan ini relevan dengan penyataan yang dikemukakan Spencer dan Spencer (1993) bahwa kompetensi intelektual, emosional dan sosial sebagai bagian dari kepribadian pada seseorang dapat mempengaruhi keefektifan kinerja individu. Demikian juga dalam penelitian ini, kompetensi guru berpengaruh signifikan terhadap
kinerja Guru Yayasan Yohannes Gabriel
Keuskupan Surabaya.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial dan rasa
memiliki, kebutuhan &an penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri berkontribusi signifikan pada motivasi guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Swabaya. Kebutuhan sosial dan rasa memiliki memberi kontribusi terbesar dibandingkan dengan kebutuhan lainnya.
pengad M o w m n m r , Lingbngan @rja 0an l@npwdIkfkdkp -.Qkn Kinerja guru I'p S L m Studi di 'Yhya~anTbthtps 5;&-n S W
2) Pernimpin bertindak adil, memberikan sugesti, mend-
men+
~
tujuan,
sebagai katalisator, menciptakan rasa aman, menjaga integrihs, sumber inspirasi, dan memberi pujian berkontribusi s i g n i h pada kepemimpinan kepala sekolah SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Surabaya. Pemirnpin menciptakan rasa aman merupakan pilihan yang utama dari pada fungsi pemimpin lainnya
3) Lingkungan fisik, dukungan kondisi pekejaan, dukungan kolegial, tern dan kualitas s u p e ~ s i dan , dukungan pemimpin, berkontribusi s i g n i h pada lingkungan kerja guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Surabaya, dimana teknik dan kualitas supervisi m e m j h m p i l h utama, hat ini menunjukkan bahwa bilamana ingin meningkatkan prestasi kerja atau kinerja, maka prioritas yang dikembangkan adalah mningkatkan telolik dm kualitas supervisi. 4) Gaji, dana kesehatan, dana pensiun, dan pengharw immitf pesQsi
memberi kontribusi signifikan pada kompensasi guru tetap SLTA 6 Yayasan Yohanes
Gabriel
Surabaya.
Gaji
memberikan
kontribusi
danrinan
dibandingkan berbagai tunjangan dan insentif lainnya.
5) Kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial memberi kontribusi sigaifikan pada kompetensi gum tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Surabaya, dan k o m p e h pedogogik pilihan utama dari kompentesi lainnya.
6) Merencanakan program pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, mengevaluasi hasil pembelajaran, perbaikan dan pengayaau memberi kontribusi sign5kan pada kinerja guru tetap SLTA di Yayasan Yoharmes Gabriel Keuskupan Surabaya, dan melaksanakan proses pembelajaran rnemberi kontribusi dominan.
7) Motivasi dan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kolllpetensi. Motivasi guru yang tinggi dan kompensasi yang baik akan mmingkatkan kompetensi guru tetap SLTA di
Yayasan Y o h e s Gabriel Keuskupan
Surabaya. Kompensasi yang baik, khususnya adanya insentif preestasi, dana sertifikasi mendorong guru untuk meningkatkan kompetensi. Maka kompensasi juga memiliki peran penting &lam meningkatkm kompetensi. Kepemimpinan
PerqaruA Notivasi, Z(epemzmpinan, Lingkungan Z(etja Dan Kompman' G r M p Kompetmsz.Dan pan Kineja Guru Tetap SLTJI: S t d i & Yayasan Yohnnes ~ a 6 r i e C ~ u s ~ u Sura6aya
dan lingkungan kerja tidak berpengaruh terhadap kompetensi, karena pemimpin belum memberikan dukungan kuat untuk mencapai tujuan, yaitu: dukungan dana dan sarana; pemimpin belum banyak membawa perubahan perilaku guru, karena pemimpin tidak memiliki kompetensi manajerial dan supervisi; lingkungan kerja belum memberikan dukungan h a t atas kelancaran proses belajar mengajar dan relasi guru dengan supervisi masih perlu ditingkatkan secara intensif. 8) Motivasi dan lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
Motivasi yang tinggi dan lingkungan kerja yang baik bagi guru maka semakin meningkatkan kinerja guru tetap Keuskupan
Surabaya. Adapun
SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel kepemimpinan
dan kompensasi tidak
berpengaruh terhadap kinerja, karena peran pemimpin belum memberikan dukungan yang h a t : guru yang khawatir akan tugas yang berat; pemimpin belum banyak membawa perubahan perilaku guru. Kompensasi tidak berpengaruh terhadap kinerja, karena pedoman penggajian guru sudah diatw berdasarkan: ijazah, lama bekerja; golongan atau pangkat serta jabantan yang diemban. Pedoman penggajian belum memberi dorongan kuat yang mengacu prestasi kerja, misalnya: guru hadir tepat waktu dan tanpa absen; insentif prestasi, dana kesehatan dan tunjang hari raya yang tinggi. 9) Motivasi dan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui
kompetensi. Motivasi yang tinggi, dibarengi kompensasi dan kompetensi yang tinggi, maka akan mendorong kinerja semakin tinggi pula bagi guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya.
10) Semakin tinggi tingkat kompetensi seorang guru maka akan semakin optimal kinerja seorang guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya. Kompetensi mempunyai posisi strategis untuk meningkatkan kinerja seorang guru tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel Keuskupan Surabaya.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
ma
Pengad Notivasi, ?&pmhpmn,Lingkngan Dan 4 n q h Gum letup S L m S t d di Y a y n Y o h Ga6riollZps&an Sur@
Bagi Pengembangan Ilmu Pengatahuan. a) Hendahya mamjemen sumber daya manusia dalam mengembangkan kineja perlu memperhatikan beberapa ha1 penting yang berpengaruh relevan pada dunia pendidikan m a n sekarang ini: motivasi dan kompetensi s e s e ~ m g sekaligus memperhatikan lingkungan kerja serta kompensasi yang menarik. b) Bagi peneliti lain dapat melakukan agenda penelitian tentang penyebab belum maksimal kinerja guru di lembaga pendidikan, perlu meqideattifibsikan variabel-variabel yang lain, termasuk kepemimpinaa yang b e i p ~ ~ d signifkin. Atau variabel lain yang belum diungkap dalam penelitian ini, agar penelitian yang dilakukan lebih sempurna. Bagi Pengelola Yayasan Yohannes Gabriel a) Hendaknya pengelola Yayasan terus menerus meningkatkan motivasi gunt tetap SLTA di Yayasan Yohannes Gabriel. Karena semakin t i n e motivasi, khusunya kebutuhan sosial dan rasa memiliki, maka guru akan memiliki kinerja tinggi. Yayasan Yohannes Gabriel m e n d pendapat teori motivasi Maslow, bahwa Yayasan perlu memperhathn mulai dari fisiolgogis dan kebutuhan rasa aman, sebagai jaminan guru tetap Yayasan. Setelah kedua kebutuhan terpenuhi maka akan meningkat pada kebutdm yang lebih tinggi lagi sebagai bentuk pengabdian gum tetap di Yayasan Yohanes Gabriel Keuskupan Surabaya. b) Yayasan Yohannes Gabriel meningkakan terus menems sumber daya manusia di bidang kompetensi. Karena kompetesi guru yang tinggi akan berpa~gad~
dalam kinerja guru, karena kompetensi mendorong guru akan mel&an&au proses pengajaran aktif, interaktif, kreatif, efektif dan menyenmgkan (PAIKEM). Bagi Pemerintah a) Diknas pendidikan Jawa Timur perlu terus menerus membedcan pendampingan dan pembinam dalam aspek standar pendidikan Naiional, yakni: motivasi, kepemimpinan, kompetensi dan kinerja guru serta pemberian bantuan kompensasi bagi para guru melalui inpassing dengan ldw sertifikasi dapat meningkatkan kinerja guru.
Pengamh Notivasi, Qpernirnpinan, Lingkungan Xerja Da,n mmpensasi T u ; l p Kornpetensi Dan xinerja Guru %tap SLTA: Studii di'Yayasan Yohnnes Ga6rieCxew(upan Sura6aya
b) Kementenan Pendidikan Nasional tetap membatu pendanaan Sekolah SLTA agar pendidikan menengah mampu meningkatkan standar mutu mampu bersaing dan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, bagi sekolah menengah mampu menyiapkan tenaga-tenaga terampil yang dituntut dalam dunia kej a .
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Arends, Richard, L., 2007, Learning to Teach (Belajar untuk Mengajar), Edisi Terjemahan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Antonang K.T., 2005, Kompensasi Kerja, Disiplin Kerja Guru dan Kinerja Guru SMP Kristen BPK Penabur Jakarta, Jumal Pendidikan Penabur, No. 4, Tahun ke-IV. Dahama, OP. dan OP. Bhatnagar, 1991, Education and Communication for Development, Oxfort LBH Publishing Company, New Delhi. Djamarah S.B., 2002, Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta. Gaspersz, Vincent, 1997, Manajemen Kualitas: Penerapan Konsep-konsep Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total, PT. Gramedia, Jakarta. Gibson, James L., J.M. Ivancevich, dan J.H. Donelly Jr. L. James, 1985, Organizations, Behavior, Structure and Processes, 4th Edition, Richard D. Irwin Inc.. Glickrnan, C.D., S.P. Gordon dan J.M. Ross-Gordon, 2007, Supervision and Instnlctional Leadership A Devolpopment Approach, Seventh Edition, Pearson, Boston. Green, Thomas F.. 1971, The Activities of Theaching, McGraw-Hill Kogahusha, Tokyo. Henderson, Richard I., 1994, Compensation Management, Performance, bthEdition, Prentice Hall, USA.
Rewarding
Hick H.G. dan C.R. Gullet, 1975, Organization : Theory and Behavior, McGrawHill, Inc.. Hoy, Wayne K. and Miskell, 1982, Edzdcational Administration: Theory, Research and Practice, Random House, New York.
Januani, 2010, Dampak Kompetensi Pedagogik, Tirigkt P e n d i h . dan Pengalaman Kerja terhadap Semangat Kerja Guru SMK Kabupaten B h , Tesis, Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Kentjana, Rudy Chandra, 2006, Pengaruh Faktor-Faktor Kepuasan Kerja Dan Komitmen Kerja terhadap Kinerja Guru Sekolah Lunjutan di Yayman Pendidikan Taman Harapan Malang, Tesis, Universitas Merdeka, Mdmg.
I
Kristianty, Theresia, 2005, Peningkatan Mutu Pendidikan TerpAdu Cara Deming, Jurnal Pendidikan Penabur, Jakarta, No.M./Th.IV/ Juli 2005. Lamatenggo, 2001, Kinerja Guru: Korelasi antara Persepsi Guru ~ s r h a h p Gnru Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja dan SD di Gorontalo, Tesis, Universitas Jakarta, Jakarta. f
Mangkunegara, A.A.A.P., 2001, Manajemen Sum& PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Daya Manusia P e r u s b ,
Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang St& Pendidikan.
Nasional
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik clan Kompetensi Guru. Rahmawati, Mega Ayu, 2011, Pengaruh K~mpetensiProfe~ional Guru d m Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru Ekonomi S M di Kota Tegal, Tesis, Universitas Negeri Semarang, Semarang. Rahmawati, Eka, 2010, Pengaruh Kompetensi KepaEa Sekolah &an Linghngan Kerja terhadap Kinerja Guru Ahntansi SMK di Kabupatart Semarang, Tesis, Universitas Negeri Semarang, Semarang. Roesdi, Rosnelly, 2008, Pengaruh Gaji, Gaji Tambahan Dan Upah Tambahan Terhadq Motivasi Kerja (Studi Kasus pada PT.Perkebunan Nusmrtam VII (Persero) Bandar Lampuna), Jurnal Bisnis dan Mamjemen, Vd.5 No.1 September. Rohmat, 2007, Kompensasi Pendidikan, Jurnal Pemikiran Alternatif Pd-, STAIN Purwokerto. Spencer, Lyle and Singe M. Spencer, 1993, Competence At Work Mdds For Superior Pt?r$oniUm~e,John Wiley and Sons, Canada. Srimulyo Koko, 1999, Analisis Pengaruh f a c t o r - - o r terhadap kinerja perpustakaan di Kotamadya Surabaya, www.unairac.id. Sunarso dan Sunardi, 2007, Analisa Faktor Yang Mempengmhi Terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Kejururm, Jumal Manajemen Sumhrdaya Manusia, Vo1.2, No. 1, Desember 2007.
1
Pengatufi Motzvasi, 7Cepemirnpimn, Lingt&unganKerja Dan mrnpensrn. T i h h p rnpetensi Dan Kine+ guru letap SLTJ: Studi dj: Yayasan Yohnnes S;a6rieCxeust-&panSurabaya
Supriadi D, 1998, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Ditjen Dikti, Jakarta. Sutomo Y., 2006, Pengaruh Motivasi, Fungsi Kepemimpinan dun Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Serta Implikasinya Pada Karier Dosen Pegawai Negeri Szpil Dipekerjakan Di Kopertis VI Jawa Tengah, Disertasi, Universitas Merdeka, Malang. W idodo.T., 2005, Deskripsi Operasional Kompetensi Guru dengan Pengembangan Kualitas Guru Sosiologi S M , Jurnal Penelitian Pedagogik, Jilid 10, Nomor 1 , dengan Dana DIPA PNBP No.37IJ 27.1.2PL
Winanti, S. dan Budiono, 2009, Pengaruh Iklim Kerja, Kompensasi dun Kompetensi Terhadap Kinerja Pegawai Dan Dosen Pada STIE- S T M K Insan Pembangunan, Jurnal, JOCE IP, Vol. 3, Nomor 1, September 2009. Wursanto, Ig., 2002, Manajemen Personalia, Kanisius, Jakarta.
PENGARUH MEKANISME CORPORATE WWRNANCE
TERHADAP MANAJEMEN LABA FaDA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAlTAR DI BURSA EFEK INDONESIA 20062006
NIA YUNIARSIH
Universitas Katolik Darma Ceadikn Surabaya
ABSTRACT The objective of this study is to examine the injluence of corporate governance mechanism, namely managerial ownership, institattional ownership, and size of independent commisioner to earnings management. This sfudy takes sample from 74 companies in the manufacturing sector at the I h n e s i a Stock Exchange, which were published infinancial reportfiom 2004-2006. Tbe method of analysis of this research used multi regression and si~gleregression. Xbe results of this study show that (I) managerial ownership hadsignijcant influence to earnings management, (2) institutional ownership had signijicant injluence t~ earnings management, (3) size of iruEependent commisioner had not signzjkant influence to earnings management, (4) simultaneously of managerial ownership, institutional ownership, and size of size of i e d e n t commisioner had signifcant influence to earnings management. Keywork: managerial ownership, institutional ownership, size of in&pedent commisioner, corporate governance mechanism, earnings management.
PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) baik yang go public atau tertutup merupakan wadah
untuk melakukan kegiatan usaha yang rnembatesi tanggung jawab pemilik modal sebesar jumlah saham yang dimiliki, sehingga bentuk usaha ini banyak diminati. Untuk permahaan yang go public pemegang saham tidak terbatas pada pihak
internal, masyamkat luas pun bisa membeli &am
pernsahaan tersebut s e w
perusahaan akan lebih bertanggung jawab dalam menyajikan laporan keuangaa
Laporan keuangan perusahaan go public harus diterbitkan melalui media massa yang digunakan sebagai sumber informasi penting bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders). Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut hams dapat memenuhi semua yang diharapkan oleh para penggunanya. Schipper dan Vincent (2003) dalam Boediono (2005: 172) menyatakan bahwa laporan keuangan menjadi alat utama bagi perusahaan untuk menyampaikan informasi mengenai pertanggung jawaban pihak manajemen. Dari beberapa informasi yang diperoleh dalam laporan keuangan, biasanya laba menjadi pusat perhatian pihak pemakai (Beattie et al., 1994 dalam Boediono, 2005: 173). Baik kreditor maupun investor menggunakan laba untuk mengevaluasi kineja manajemen, memperlurakan earnings power, dan untuk memprediksi laba masa yang akan datang (Siallagan dan Machfoedz, 2006: 2). Pemisahan fungsi dan kepemilikan memungkinkan terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) antara pihak internal dengan pihak ekstemal perusahaan. Kepentingan manajemen tidak selalu selaras dengan kepentingan pemegang saham, sehingga dapat menimbulkan adanya konflik keagenan (agency problem). Hal ini akan mengarah pada proses memaksimalkan kepentingan manajemen sendiri yang disebut dengan manajemen laba. Kondisi ini juga disebabkan oleh asimetri informasi yang terjadi antara manajemen dengan pihak yang tidak memiliki sumber dan akses yang memadai untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk memonitor tindakan manajemen (Richardson, 1998 dalam Hastuti, 2005: 238). Perilaku manipulasi oleh pihak manajemen dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang berfbngsi untuk menyelaraskan berbagai pihak yang berkepentingan yaitu mekanisme corporate governanace. Mekanisme corporate governance merupakan suatu mekanisme yang dapat meningkatkan efisiensi yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham, dan stakeholders lainnya. Ujiyantho dan Pramuka (2007: 4) menyatakan bahwa terdapat empat mekanisme corporate governance yaitu memperbesar kepemilikan saham pemsahaan oleh manajemen,
kepemilikan saham oleh investor institusional, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran dewan komisaris. Dalam penelitian ini, mekanisme yang digunakan antara lain: kepcmilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan praporsi dewan komisaris independen. Kepemilikan manajerial &pat
mengurangi dorongan untuk md-
manipulasi, sehingga laba yang dilaporkan merefleksikan keadaan ekonomi perusahaan yang bersangkutan (Jensen, 1993 &lam Midiastuty dan MacMedz, 2003: 178). Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk magtmmgi insentif para manajer yang mementingkan h y a sendiri melalui pengaw~san yang intensif daripada investor perseorangan (Bushe, 1998 dalam Sumnta dan Midiastuty, 2005: 7). Proporsi dewan komisaris independen dapat bathdak sebagai penengah apabila terjadi perselisihan antara piltak intemal m a n a . . selain itu juga sebagai pengawas yang dapat mempengiuuhi tindakau marrajemen dalam menyusun laporan keuangan (Ujiyantho dan Pramuka, 2007: 8). Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitiau adalah: (1) Apakah mekanisme corporate governance yang terdiri dari kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tabnm 2004-2006. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan i n f o m i bagi investor mengenai pengaruh mekanisme corporate governance yang terdiri dari kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba dalam mengambil keputusan bexkestasi.
TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN 1tlLPOTESJ.S Teori Agensi Teori agensi memandang bahwa manajemen peruMbaan s e w agen bagi
para pemegang saham akan bertindak dengan penuh kasadaran bagi kepenthgan sendiri bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhaclap pemegang saham (Daniri, 2005: 3). Hubungan keagenan menlpakan kontrak yang dilakukan oleh pemilik untuk menyewa orang lain (agen) agar mdakukan beberapa jasa
Pengamh Me@nimte Corporate S;ovemance Terhakp Mamjemn La6a Padh Perusahan Manufa&ur Tang Terd;l?ftar fiBursa Efe$Idnesia 2004-2006
guna kepentingan pemilik dengan cara mendelegasikan wewenang kepada agen (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Mardiyah, 2005: 4). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Anthony dan Govindarajan (2004: 269) bahwa teori agensi mengasumsikan semua pihak hanya bertindak sesuai dengan kepentingan mereka sendiri, agen yang disewa oleh pemilik memiliki keleluasaan dalam mengelola perusahaan sedangkan pemegang saham lebih mementingkan seberapa besar pengembalian atas modal yang ditanamkan.
Asimetri Informasi Teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam ha1 ini pemegang saham). Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan dengan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Akibatnya, pemegang saham tidak mempunyai cukup informasi mengenai kinerja manajemen dengan begitu memicu manajernen menyajikan informasi yang salah kepada para pemegang saham (moral hazard). Jensen dan Meckling (1976) dalam Rahmawati dan Qomariyah (2007: 74) menarnbahkan apabila agen dan pemegang saham adalah orang-orang yang berupaya untuk memaksimalkan utilitasnya sehingga terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak selalu bertindak terbaik untuk kepentingan pemegang saham. Pemegang saham dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tepat bagi para agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang. Masalah keagenan memicu adanya asimetri informasi yang disebabkan oleh ketidakselarasan hubungan antara agen dengan pemegang saham. Ada dua tipe asimetri informasi, yaitu (Rahmawati dan Qomariyah, 2007: 74): (a) Adverse selection Adverse selection yaitu satu pihak atau lebih yang akan melakukan atau telah melakukan suatu transaksi usaha memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain.
(b) Moral Hazard Moral hazard yaitu satu pihak atau lebih yang akan melakukan atau telah melakukan suatu transaksi usaha dapat mengatnati tindakan-tindakan agem sedangkan pihak yang lainnya tidak.
Manajemen Laba Manajemen laba merupakan perenmaan waktu pendapatan, beban, keuntungan dan kerugian untuk mengurangi gejolak laba (Kieso et al., 2007: 128). Menurut Setiawati dan Na'im (2000) dalam Rahmawati dan Qomariyah (2007: 70), manajemen laba merupakan campur tangan manajemen dalam proses
pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntuugkan diri sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengumngi Mbilitas laporan keuangan. Manajemen laba dapat menambah bias d a l m laporan keuangan dan mengganggu pemakai laporan keusmgan yang mempemyai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rehyasa. Beberapa motivasi terjadinya earnings management, antara lain (Scott, 2003: 377): (a) Bonus Purposes Manajer yang memiliki infonnasi atas laba bersih penwbaan akan bertindak
secara
opportunistic
untuk
melakukan
manajemen
laba
dengan
memaksimalkan laba saat ini.
(b)Political htbtivations Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karma adanya tekanan publik yang menyebabkan pemerintah mene&ph
peraauan yang
lebih ketat. (c) TaxationMotivations Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan untuk menghemat pajak pendapatan.
8engamh Mekanisme Corporate S;overnance le&d;zp M a n u j m La6a Parih P m a h a u n Bursa ~feklndonesia2004-2006 Nanufa&ur 'Y;tng T m h f i r n'
(d) Pergantian Chief Executive Officer (CEO) CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan
untuk meningkatkan bonus mereka. (e) lnitial Public Oflering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public
melakukan
manajemen laba dalam prospektus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
(f) Pentingnya memberi informasi kepada para investor lnformasi mengenai kinerja perusahaan hams disampaikan kepada para investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. Selanjutnya, pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara (Scott, 2003:
383): (a) Taking a bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi, terrnasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. (b) Income Minimization Pola ini dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga laba pada periode mendatang diperlurakan turun drastis dan dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. (c) Income Smoothing Pola ini dilakukan pemsahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
Corporate Governance
Sebelum membahas lebih jauh mengenai good corporate governance, perlu kiranya memahami terlebih dahulu definisi corporate governance. Berikut adalah beberapa definisi tentang corporate governance:
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (tanpa tahun: 1):
"Corporate Governance adalah seperangkat perahran yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pemgelola) p m d a a n , pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dm kewajiban mmka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan."
Corporate governance pada dasamya menyangkut madab siap (who) yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korpo~asidan mengapa (why) hams dilakukan pengendalian terhadap jakmnya korporasi. Yang dimalcsud dengan siapa adalah para pemegang saham, sedangkan mengapa adalah Larena adanya hubungan antara pemegang saham dengan M a g a i piBelr ymg berkepentingan terhadap perusahaan (Kaen, 2003 dalam Siallagan dan
Machfoedz, 2006: 4). Corporate Governance mengatur pola hubungan antara dewan kornisaris, direksi, pemegang saham, dan para stakeholders lainnya agar
terjadi keseimbangan atas pengambilan keputusan sehingga dapat membatasi pola pengelolaan pemdaan yang salah. Dengan adanya corporate governance yang baik, maka keputusan-keputusan perusahaan yang penting tidak lagi d i k e n a oleh pihak yang dominan, misalkan dewan direksi, tetapi ditetapkan setelah mendapatkan m a s h dan pertimbangan dari para staReholders lainuya.
Mekanisme Corporate Governance Mekanisme corporate governance rnerupakan mdranisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan berbagai kepentingau antara pihak m a n a . dengan pemegang saham sehingga dapat meminimumkan perilaku oleh pihak manajemen yang berasal dari konflik kepentingan (Ujiyantho dan Pnunuka, 2007:
2)-
Pengaruh Nekanpnimte Corporate Governance Ikrhad2p Muttajemn La6a Padk (Yerwahaan 2004-2006 Manufa&ur Tang Imdaftar 6% Bursa ~feeljI&sia
(I) Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah proporsi saham yang dimiliki oleh para manajemen dalam suatu perusahaan (Mehran, 1997 dalam Mardiyah, 2005: 5). (2) Kepemilikan Institusional
Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan dengan proporsi besar terhadap investasi yang dilakukan terrnasuk investasi saham, sehingga biasanya investor menyerahkan tanggung jawab pada divisi tertentu untuk mengelola investasi perusahaan tersebut.
(3) Dewan Komisaris Independen Dewan komisaris
ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola pemsahaan, menjamin terlaksananya akuntabilitas, serta merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan.
Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Manajemen Laba Manajemen yang memiliki kecenderungan untuk berlaku opportunistic berusaha untuk menyusun laporan keuangan untuk keuntungan dirinya sendiri, bukan untuk kepentingan pemilik. Persentase tertentu kepemilikan saharn oleh pihak manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba (Boediono,
2005: 175). Dari penjelasan tersebut, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: H la : Kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Manajemen Laba Terdapat dua pendapat mengenai investor institusional, pertama, investor institusional sebagai pemilik sementara (transient owners) yang hanya fokus pada laba saat ini. Hal ini mengakibatkan pihak manajemen perusahaan berusaha untuk memaksimalkan laba jangka pendek, misalnya dengan melakukan tindakan manajemen laba. Pendapat kedua, memandang bahwa investor institusional sebagai pihak yang berpengalaman sehingga dapat melakukan fungsi monitoring dengan efektif dan tidak mudah diperdaya dengan adanya tindakan manajemen
Pengad SMeRpnime Corporate 5 ; m wlerliadhp-Lak& @usaham Nanuflu4.w Ying l2rrihft.r DW Bursa BfeClndbncsin 2004-2006
laba (M~diastutydan Machfoedz, 2003: 179). Dari penjelasan tersebut, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
H lb : Kepemilikan institusional berpengad s i g n i m terfii#lap manajemen laba.
Pengaruh Proporsi Dewan Koslisaris Indepeden terhadap MamaJemee Laba Dewan komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris p g tidak memiliki keterkaitan atau hubungan dengan perusaham dan mempmyai tanggung jawab mengawasi kinerja perusahaan. Selain itu juga bertindak sebagai penengah apabila tejadi perselisihan antam para maaajer perusahaan dan memberikan nasehat kepada manajemen.. Tindakan pen@-
dan memonitor
perusahaan mempunyai kecenderungan untuk mempengarubi manajemen laba (Nasution dan Setiawan, 2007: 4). Dari penjelasan tersebut, maka @at
dibvat
hipotesis sebagai berikut: H lc : Proporsi dewan komisaris independen bap~garuhsigm6kan terhadap
manajemen laba.
Pengaruh KepemiUan Manajerial, Kepemilikaa IastiteSi~d,Pngorsi Dewan K o r n i d Independen, terhadap Maanjeplen-Laba Masalah keagenan yang terjadi di dalam pemshan menwtivasi pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba. Pihak -en mempunyai motivasi tertmtu cenderung menyusun
faPoran
yang
kettmgjm 4sesuai
dengan kepentingan dirinya sendiri bukan untuk pemegang saham. Untuk mengatasi permasalahan tersebut palu adanya mekanisme i n k a d
lain
stniktur kepemilikan dan pengendalian yang dilakukan oleh dew=
komisaris
Mam hal ini komposisi dewan komisaris independen
dan k~~
.dam
oleh pihak manajemen serta mekanisme ekstemal yaitu k e p m i l h n seham oleh pihak institusional, sehingga dapat mengatasi masalah kehhkselafasan antara pihak manajemen dengan pemegang sahm (Boediom, 2005: 175). Dari penjelasan tersebut, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
1
Pe'engaruh %et&animw Corporate Governance lerhadap SManajemn La6a Pa& P e r u s a h n ManufaQur Tang TerdaBar Di Bursa Efet&Indanesia2004-2006
H2 :
Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan proporsi dewan komisaris independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2004-2006. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut: a. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia secara berturut-turut selama periode penelitian tahun 2004-2006. b. Perusahaan yang mempunyai data mengenai kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan proporsi dewan komisaris independen secara berturut-turut mulai dari tahun 2004 sampai dengan 2006.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data kuantitatif berupa neraca per 3 1 Desember 2004-2006, laporan labalrugi untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2004-2006, laporan arus kas untuk tahun yang berakhir tanggal 3 1 Desember 2004-2006, serta data kualitatif berupa catatan atas laporan keuangan tahun 2004-2006. Sumber data dalam penelitian ini adalah Indonesian Capital Market Directory (ICMD), serta website BE1 (www.idx.co.id) berupa data
sekunder.
Definisi Operasional Variabel Definisi operasional masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut : a. Kepemilikan Manajerial (MGR), yaitu kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan dalam suatu perusahaan yang diukur dari persentase jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen perusahaan terhadap total jumlah saham yang beredar tiap tahun (Boediono, 2005: 179).
b. Kepemilikan Institusional (INST), yaitu kepermllcan saham oleh pihak institusional dalam suatu perusahaan yang diukur dari persentase jumlah
saham yang dimiliki oleh investor institusional terhadap total jumlah saham yang beredar tiap tahun (Midiastuty dan Machfoedz, 2003: 180). c. Proporsi dewan komisaris independen (KOMIND), yaitu komposisi dewan komisaris berasal dari luar perusahaan yang menrpakan anggota dari dewan komisaris perusahaan yang diukur dari persentase jumlah lcomimis independen terhadap total komisaris penwbaan tiap tahun (Snraata dan Midiastuty, 2005: 9) d. Manajemen laba diukur dengan Discretionary accruals
(DTAC) yang
dihitung dengan menggunakan model Jones yang tela4 dimodifikasi (Siallagan
dan Machfoedz, 2006: 10). DTAC dapat dihitung sebagai berikut: DTAC it
= [TAC it / TA it
- 1 ] - NDAC it
Keterangan: TAC it
= Total accrual perusahaan i pada periode t
DTAC it
= Discretionary accruals perusahaan i pads periode t
NDAC it
= Non
TA t - 1
= Total aset
A SAL t
= Perubahan penjualan bersih perusahaan i pada
REC t
= Perubahan piutang perusaha
PPE t
= Property, plant
a1 ,a2, a3
= Koefisien regresi OLS
1 1 ,12,13
= Fitted coeficient yang diperoleh dari hasil regresi OLS
e
= error
discretionary accruals pem&aaa i pada period6 t perusahaan i periode t-1 periode t
i dalam periode t
and equipment dalam periode t
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Menghltung total accruals dan non discretionary accruals untuk mendapatkan
discretionary accruals dengan menggunakan m u s Mod$ed Jones Model (Dechow, 1995 dalam Machfoedz dan Midiastuty, 2003: 180). Pengujian ini
Pengaruh Met&animw Corporate Governance Gtliadap Manajenzen La6a P h P m a h n Nanufa@ur Tang Tidaffar Di Bursa EfekIdomsia 2004-2006
dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan melakukan manajemen laba atau tidak. Jika terbukti melakukan manajemen laba, discretionary accruals menghasilkan nilai positif atau negatif sehingga perusahaan tersebut digunakan dalam penelitian ini (Pudjiastuty dan Mardiyah, 2006: 13).
b. Menghitung persentase kepemilikan manajerial, persentase kepemilikan institusional, dan proporsi dewan komisaris independen. c. Seluruh variabel independen dan dependen dimasukkan ke dalam model
analisis untuk diregresikan dengan bantuan program SPSS 12 menggunakan persamaan: DTAC=po + # ? I M G R + P ~ I N S T + P ~ K O M I N D + ~
d. Melakukan uji asumsi klasik. Menurut Ghozali (2006: 91), agar model regresi menghasilkan estimasi yang tidak bias maka harus memenuhi empat asumsi klasik,
antara
lain:
Normalitas,
Autokorelasi,
Heterokedastisitas,
Multikolinieritas.
HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN Statistik deskriptif pada Tabel 1.I menunjukkan discretionaty accruals (DTAC) memiliki nilai minimum -0,3852 1 dan nilai maksimum 0,8 1756. Nilai rata-rata DTAC adalah 0,0086595 dan bertanda positif yang artinya perusahaan yang menjadi sampel rata-rata melakukan manajemen laba dengan increasing
income. MGR memiliki nilai minimum 0,000010 dan nilai maksimum 0,728200 dengan standar deviasi sebesar 0,083555695. Nilai rata-rata MGR adalah 0,05289721 menunjukkan bahwa pihak manajemen perusahaan (komisaris dan direksi) yang menjadi sampel memiliki sebagian kecil saham perusahaan. INST memiliki nilai minimum 0,05490 dan nilai maksimum 0,99820 serta standar deviasi sebesar 0,18749306. Nilai rata-rata INST adalah 0,6579895 yang menunjukkan bahwa saham perusahaan yang menjadi sampel dimiliki oleh pihak institusional. KOMIND memiliki nilai minimum 0,20000 dan nilai maksimum 1,00000 serta standar deviasi sebesar 0,120 15 128. Nilai rata-rata KOMIND adalah 0,3877122 (37%) yang artinya perusahaan yang menjadi sampel rata-rata telah
~atuli5Uele(lnimeCmpomtc~~ncelnfiadhp~tri6cl~~ a604-2006 fklanufzturYang Tc~Ilhjbr Di Bursa
memenuhi persyaratan minimal komisaris indqpmden yaitu 30% d;ni selurah. anggota dewan komisaris perusahaan. Tabel 1.1 Tabel Statistik Deskriptif Minimum
N
Maximum
Sd. Devhtkn
Mean
0,15371231
0,0086595
DTAC
222
-0,38521
0,81756
MGR
222
0,000010
0,728200
0,05289721
lNST
222
0,05490
0,99820
0,6579895
0,18749308
KOMIND
222
0,20000
1,00000
0,3877122
0,12045128
Valid N (listwise)
222
-
-.0
Sumber: Neraca per 31 Desember 2004-2006, Laporan Laba Rugi dan Laparan A m Kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 20042006 (diolah). Uji Asumsi Klasik
(a) Uji Normalitas Nilai q m p . sig uji normalitas pada Tabel 1.2 menunjukkan sebesar 0,707 b m d data telah terdistribusi normal, ha1 ini ditunjukkan depgan nilai mynip. sig diatas
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardii Fiesidual Normal Parameters(a,b)
98
Mean Std. Deviation
Most Extreme D i n c e s
I
I
Tabel 1.2
N
I I
0,0000000 1.36063232
Absolute
0.071
Posi
0,070
Negative
-0,071
Kolmogorov-Smirnov Z
0,702
Asymp. Sig. (2-tailed)
0,707
a. Test distribution is Normal. b. Calculatedfrom data.
Sumber: Neraca per 31 Desember 2004-2006, Laporan Laba Rugi dan Laporan Arus Kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Deaember 20042006 (diolah).
Pengaruh M e k a n d Corporate (jovenrance Terhdap M a n a j m La6a PA Permahaan Bursa EfekIdonesia 2004-2006 Nanufaktur Yang Terdhftur
(b) Autokorelasi Tabel 1.3 menunjukkan nilai DW sebesar 2,063. Berdasarkan tabel untuk menentukan tidak ada autokorelasi positif atau negatif, maka du < d < 4-du. Nilai du sebesar 1,799 didapat dari tabel Durbin- Watson dengan signifikansi 5%, sehingga 1,799 < 2,063 < 2,201. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas dari autokorelasi.
Tabel 1.3 Uji Durbin-Watson
I
1 Model
R
I
I
I
Adjusted
R Square
R Square
0,092
0,063
Std. Error of
I
I
the Estimate
Durbin-Watson P
1
0,304
1,38217 -
2,063
1
a. Predictors: (Constant), InKOMIND, InlNST, lnMGR
b. Dependent Variable: InDTAC
Sumber: Neraca per 31 Desember 2004-2006, Laporan Laba Rugi dan Laporan Arus Kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2004-2006 (diolah).
(c) Heterokedastisitas Dapat dilihat dari tabel 1.4 bahwa nilai signifikansi MGR, INST dan KOMIND > tingkat kepercayaan (a)yaitu 5%. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengandung heterokedastisitas. Tabel 1.4 Uji Heterokedastisitas
I
I
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
I
Model
I'
(Constant)
II
Std. Error 0.640
I
--
Beta
0,362
1,767
.. ..
I
1
.-
I
a. Dependent Variable: absres
0.081
1
I
I
'Sumber: Neraca per 31 Desember 2004-2006, ~ a i o r a nLaba Rugi dan Laporan Arus Kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2004-2006 (diolah).
(d) Multikolirieritas Hasil pengujian pada Tabel 1.5 menunjukkan nilai Tdwmrce untuk variabel
I
MGR, INST dan KOMIND adalah sebesar 0,820, 8,846, dan 0,943. k i l periutungan tersebut m e n u n j h tidak ada satu varhbel independen yang memiliki nilai tolerance < 0,l. Tabel tersebut juga menyajikan nilai VIF llgbJr
I
variabel MGR, INST dan KOMIND adalah sebesar 1,220, 1,182, dan 1,062. MI perhitungan VIF juga menunjukkan ha1 yang sama yaitu tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF >lo. Jadi dapat disimpulkan bahwa tick& ada multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi.
I
Tabel 1.5 Uji Multikdinieritas
Model 1
Unstandardized
Standardi
Coefficients
Coeffkienb
B (constant)
lnMGR lnlNST InKOMlND
Std. Error
-4,422 -0,150 -0,835 -0,398
Beta
Tderance
WF
0,592 0.064 0,374 0,548
-0,264
-0,239 -0,074
0,820 1 . a 0,848 1,182 0.941 1,062
a. DependentVariable: In y
Sumber: Neraca per 31 Desember 2004-2006, Lapom Laba Rugi dan Laporan Arus Kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2004-2006 (diolah).
Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Tabel 1.6 menunjukkan nilai RZ adalah 0,092 yang menunjukkan hanya sebesar 9,2% variabel independen yaitu kepemilikan ~~lanajerial, kepemih institusional, dan proporsi dewan komisaris independen mempu menjelaskan variabel dependen yaitu manajemen laba yang diproksikan dengan DTAC. Sedangkan sisanya 90,8% dijelaskan oleh variabel kiin selain variabel yang digunakan. Hal ini rnengindikasikan masih banyak faktor yang mempmgarub manajemen laba. Berdasarkan hasil signifikansi uji-F pada tabel mentmjjllkkan angka probabilitas < 0,05 yaitu sebesar 0,027, maka disimpulkan variabel independen. (kepemilikan manajerial, kepemilikan Witusional, dim propopsi dewan komisaris independen) secara simultan berpengaruh terhadap variabel
I1
Pengaruh Met&anirmeCorporate @vemnce T e r h h p Manajemen Laba Paah Pemafiaan Manufa&ur Tang Tmdafir oi Bursa EfekIndmsia 2004-2006
dependen yaitu manajemen laba. Hasil signifikansi uji-t pada tabel menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial (MGR) berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba (a
=
0,021), kepemilikan institusional (INST) berpengaruh
terhadap manajemen laba (a = 0,028), dan proporsi dewan komisaris independen (KOMIND) tidak berpengaruh terhadap manajemen laba (a = 0,470). Tabel 1.6 Uji-F dan Uji-t Variabel (Constant)
B
Std. Error
-4,422
t
Sig.
0,592
-7,467
0,000
0,064
-2,344
0.021
0,374
-2,235
0,028
0,548
-0,726
0,470
R
0,304
F
3,186
R Square
0,092
Sig.
0,027
Adjusted R
Square
II I
0,063
~ t dError . of the Estimate
1,38217
I1 I
I
I
I
Sumber: Neraca per 3 1 Desember 2004-2006, Laporan Laba Rugi dan Laporan Arus Kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2004-2006 (diolah). Berdasarkan Tabel 1.6 diperoleh persamaan regresi berganda sebagai berikut:
DTAC = - 4,422 - 0,lSOMGR - 0,835 INST - 0,398 KOMIND Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial (MGR) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,021 sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba. Hubungan kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba adalah negatif dengan nilai koefisien sebesar -0,150. Jika dilihat dari pola hubungan kepemilikan manajerial dengan manajemen laba yang negatif, maka dapat diartikan bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan semakin rendah manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan rnanajerial mampu
menjadi
mekanisme
corporate
governance
yang
dapat
menjpangi
ketidakselarasan kepentingan antara manajemen sebagai agen dengan pemilik. Adanya keselarasan kepentingan dikarenakan oleh pihak manajemen mempunyai kepemilikan saham peruahaan, walau dengan proporsi yang sedikit membuat pihak manajemen berpikir dan memposisikan diri Sepem pemilik. H d penelitian ini bertentangan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suranta dan Mididastuty (2005) dan Wedari (2004) yang menemukan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Namun, hail penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siallagan dan Machcfoedz (2006) serta Ujiyantho dan Pramuka (2007). Selanjutnya, kepemilikan institusional (INST) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,028 sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilkin insti* berpengaruh secara v i a l terhadap manajemen laba. Hubungan kinstitusional terhadap manajemen laba adalah negatif dengan nilai koefisien sebesar -0,835. Jika dilihat dari pola hubungan kepemilikan institusional dengan manajemen laba yang negatif, maka dapat diartikan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional &lam suatu perusahaan semakin rendah manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa institusional sebagai pernilik dapat berperan sebagai salah satu mekanisme corporate governance. Iastitusional sebagai pihak yang mengontrol kinerja perusahaan tidak akan mudah menarik sahamnya apabila terjadi penurunan laba sekarang. Selain itu, pihak instihsional juga tidak memberikan insentif kepada manajemen yang melakukan manajemen laba dengan menaikkan atau m e n u n d m laba saat ini. Alasamya, institusional sebagai pihak yang berpengalaman lebih mementingkan tujuan jangka panjangnya sehingga dapat membatasi perilaku manajemen yang opportunistic. Hail @tiam
bi
sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suranta dan Mihstuty (2005) serta Midiastuty dan Maehfoedz (2003). Namun, hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ujiyantho dan Pramuka (2007) dan Wedari (2004) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusid berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Penguruti Nekanisme Corporate Governme Teerliadhp Nanajemen La6a Paria P e m a h n Hanufaktur Tang Terdaftar 0'Bursa EfekIndonesia 2004-2006
Proporsi
dewan komisaris
independen (KOMIND) memiliki
nilai
signifikansi sebesar 0,470 sehingga dapat disimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Kuatnya pengaruh pemegang saham mayoritas membuat kineja komisaris independen menjadi tidak independen dan tidak efektif dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan sebagai wujud tanggung jawabnya. Penempatan dewan komisaris independen dalam perusahaan hanya untuk memenuhi ketentuan regulasi saja namun tidak dimaksudkan untuk menegakan corporate governance dalam perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Boediono (2005).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
I. Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara simultan (bersama-sama) terhadap manajemen laba.
2. Secara parsial kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap rnanajemen laba, ha1 ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi ketidakselarasan kepentingan antara manajemen dengan pemilik atau pemegang saham. Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa institusional sebagai pemilik merupakan pihak berpengalaman yang lebih mementingkan tujuan jangka panjang, sehingga dapat membatasi perilaku manajemen yang opportunistic. Sedangkan proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Penempatan dewan komisaris independen dalam perusahaan hanya sekedar memenuhi ketentuan formal saja, sementara pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali masih mernegang peranan penting di dalam perusahaan.
Bmganrli Mekgnirnre Cmpmate ~ovmallce * I %myken Lcl6a (Ruiir (Psruurlfnn Manufdhn Y a w TnhjhucDiBursa B+(I* 2004-2006
Saran Bedasarkan hasil penelitian dan simpulan, maka diberikan beberapa saran bagi penelitian selanjutnya dan investor sebagai berikut: 1. Bagi peneliti selanjutnya
a. Penelitan ini menggunakan discretionmy accruals sebagai proksi manajemen laba. Model untuk menghitung discretionary accruals menggunakan model Jones yang telah dimodifikasi seperti yaag d
i
e
oleh peneliti terdahulu Suranta dan Midisatuty (2005). Sampai saat ini belum banyak penelitian yang menggunakan model yang lain dalam mengukur manajemen laba, sehingga diharapkan dalam penelitiaa selanjutnya digunakan model lain sebagai bahan pernbanding. b. Penelitian ini memfokuslcan pada in*
man&*
diharapkan bagi
penelitian selanjutnya yaitu mengembangkan fokus p e b t h u y a pada indsutri selain manufaktur misalkan, industri keumgan, in*
jasa, dan
industsi telekomunikasi sehingga diketahui pengarah mekrtnisme corporate governance terhadap manajemen labapada industri lain. c. Penelitian ini menggunakan periode 2004-2006, dihampkan bagi penelitian selanjutnya menggunakan periode yang berbeda sehingga dajmt digunakan sebagai sebagai bahan pembanding. 2. Bagi Investor Investor hams menyadari bahwa k e m u n w pertmahaan melakukan manajemen laba sangat besar, oleh karena itu investor hams berhati-hati dalam menganalisis sebelum mengambil keputusan berinvestasi. Selain itu, investor juga harus memperhatikan keefektifan mekanisme corporate governance yang ada
dalam perusahaan seperti kepemilikan maaajerid, kepemilikan
..
*
.
institusional, dan proporsi dewan komisaris independem guna m e m m m a b s ~ manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen.
Penguruti M e ~ a n h Corporate e @vemltce G r h a k p Nanujemm Laba P d a i l e m a h n Manufa&ur Tang Tirdaftar a'Bursa Efeklndonesia 2004-2006
DAFTAR KEPUSTAJGUN Boediono, Gideon SB, 2005, Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba Dengan Menggunakan Analisis Jalur, Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, September: 172-193. Daniri, Mas Achmad, 2005, Bab I Buku Good Corporate Governance, Pengertian dan Prinsip Dasar Good Corporate Governance, www . madani-ri .com, diakses tanggal 23 Februari 2008. Daniri, Mas Achmad, 2007, Menyongsong Tahun 2008 dengan Berbekal Good Governance, www. madani-ri.com, diakses tanggal 1 Maret 2008. Forum for Corporate Governance in Indonesia, (tanpa tahun), Peran Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata kelola Perusahaan) Jilid I], www. fcgi.or.id, diakses tanggal 13 April 2008. Hastuti, Theresia Dwi, 2005, Hubungan Antara Good Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan dengan Kinerja Keuangan, Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, September: 238-249. Kieso, Donald E, Jerry J. Weygandt, dan Teny D. Warfield, 2007, Intermediate Accounting, 12'~edition, John Willey and Sons, New York. Mardiyah, Aida Ainul, 2005, Pengaruh Struktur Kepemilikan Managerial, Earnings Management, dan Free Cash Flow Terhadap Utang dan Kinerja, Konferensi Nasional Akuntansi, Jakarta, September: 1-27. Midiastuty, Pranata Puspa dan Mas'ud Machfoedz, 2003, Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dun Indikasi Manajemen Laba, Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya, Oktober: 176-198. Pudjiastuty, Widanami, dan Aida Ainul Mardiyah, 2006, The Influence ofEarning Management on Earnings Qualiv, Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, Agustus: 1-27. Rahmawati, Y. Supamo dan Numl Qomariyah, 2007, Pengaruh Asimetri InJbrmasi Terhadap Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan Pu blik yang Terdafiar di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 10 No. 1 , Januari: 68-89. Scott, William R., 2003, Financial Accounting Theoly, 3" edition, Canada: Prentice Hall.
Siallagan, Homonangan, dan Mas'ud Machfoedz, 2006, Mekanisme Corporate Governance, Kualitm laba dun Nilai Perusahaan, Simposium Nasianal Akuntansi IX,Padang, Agustus: 1-23. Suranta, Eddy, dm Pranata Puspa Midiastuty, 2005, Pengmh Good Coprate Governance terhadap Praktek Manajemen Laba, Konferensi Nasional Akuntansi, Jakarta, September: 1-18. Ujiyantho, Muh. Arief, dan Bambang Agus Pramuka, 2007, Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dun Kinerja Kaumgan, Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar, Juli: 1-26. www.idx.co.id, Peraturan No. I-A Tentang Pencatatan Sahtlm dan Efek Bemifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat, 2004, diakses tanggal 24 Maret 2008.
@fonnulhsl Pajaknmrah :Penerapan Paja&P~arnfiahnMhi Prrnk.ri di ~ d o n e s i a
REFORMULASI PAJAK DAERAH: PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PROVINSI DX INDONESIA
Setiadi Alim Lim
Universitas Surabaya
ABSTRACT In Indonesia, taxes are diferentiated on central taxes and local taxes. Central taxes are levied by the central government, while local tares are levied by the provincial government named as provincial taxes and local taxes which are levied municipal/ regency government called municipal/regency taxes. Partial results of the central government's tax collections will be allocated through transfer method called General Allocation Fund and the Special Allocation Fund to the provincial government and the municipal/regency government. The model used still causes an imbalance in both vertical and horizontalJiscal substantial. In line with a growing decentralization issue reverberating around the world, so one way to reduce the fiscal imbalance is that local governments should be allowed to levy taxes which potential is quite signz$cant. In this regard, it is proposed that the VAT is not only levied by the central government, but also levied by the provincial government as an surtax, and this is the main income of the provincial government. While local taxes that are currently levied by the provincial government will be levied delegated to the municipal/regency government gradually. Keywords: central tax, local tax, user charge, own revenue, value added tax, subnational value added taxe.
PENDAHULUAN
Pada negara-negara sedang berkembang umumnya peranan pemungutan pajak lebih didominasi oleh pemerintah pusat. Beberapa negara mungkin sudah mendelegasikan pemungutan pajak tertentu kepada pemerintah daerah. Namun jenis, macam dan besarnya pajak yang pemungutannya didelegasikan kepada pemerintah daerah umumnya relatif kecil dan tidak signifikan. Pemungutan pajak dari sumber-sumber yang produktif tetap berada di tangan pemerintah pusat. Hasil
pungutan pajak dari pemerintah pusat sebagian a k a dialokasikan ke daerah untok pembiayaan daerah. Pemungutan pajak
yang
cenderung tmentralisir
terbentukuya perilaku kurang bertanggungiawab dari seb-
ini
membmng
pemerintah daerah
(Bud, 1999). Pemerintah daerah beranggapan bahwa h g s i untuk memmgut pajak adalah tugas dari pemerintah pusat, sedangkan daerah lebib banyak ke fungsi untuk rnenggumhn anggaran yang diperoleh dari pemerintah pusat. Pemerintah pusat sering kesulitan dalam menentukan metode yang tepat dan dapat diterima oleh semua pemerintah daerah untuk mengalolcasikan pendapatan dari pajak pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Bila dibagi secara merata ke seluruh pemerintah daenth, akan muncul keberatan dari sd>agiaa pemerintah daerah yang daerahnya mempunyai potensi besar bagi pendapatan p'gjalr yaag dipungut pemerintah pusat. Mereka keberatan mendapatkan alokasi pdap&m pajak yang sama, karena merasa daerahnya mempunyai potensi lebih besar dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Bila dialokasikan sesuai denw kontribusi masing-masing daerah terhadap pendaptm pajak pemerintah pusat
akan terjadi pemerintah daerab yang mempunyai potensi pdapatan pajak rendrrh akan mendapatkan kontribusi yang kecil. Apabila d a d yang mempunyai potensi pendapatan pajak rendah tersebut adalah daerab k&@gal yang seh-ya membutuhkan anggaran yang besar untuk memajukan daerabnya, m u n justru hanya mendapatkan alokasi anggaran yang kecil dari pemerintah pusat, maka daerah tersebut akan semakin tertinggal karena tidak mempunyai dam yaag cukup untuk membiayai pembangunan daerahnya. Perkembangan yang ada menunjukkan bahwa pengeluaran-pengdumn pemerintah daerah dari tahun ke tahun semakin meningkat, karena itu drtrm yagg dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran pemerintah d a d d a i waktu ke wgktu juga akan selalu semakin meningkat. Bila hanya m e n w k a n alokasi dana dari pemerintah pusat &lam jumlah yang sangat terbatas, maka penmintah daeaah
tidak akan mampu
untuk
membiayai
pengelm-pengeh
untuk
pengembangan daerah secara maksimal, karena sebagian dana alokasi dari pusat akan terpakai untuk pengeluaran rutin operasional pemerintah daerah.
Proses globalisasi telah menggelinding menjadi bola salju yang merasuki seluruh bidang kehidupan masyarakat dunia, tennasuk bidang yang berhubungan dengan politik. Model demokrasi yang sebelumnya hanya berkembang di dunia barat saat ini sudah menjadi model politik yang banyak diadaptasi oleh negaranegara berkembang. Salah satu konsekwensi dari model demokrasi adalah otonomi daerah. Model pemerintahan yang dahulu sangat sentralisasi, saat ini sudah bergeser menjadi era pemerintahan desentralisasi. Sebagian kewenangan dari pemerintah pusat sudah didelegasikan kepada pemerintah daerah. Mengenai sampai sejauh mana kewenangan tersebut dilimpahkan ke pemerintah daerah tergantung sampai sejauh mana proses otonomi daerah telah berjalan. Kewenangan yang
didelegasikan tersebut
termasuk pemungutan
pajak.
Pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak di luar jenis pajak yang sudah dipungut oleh pemerintah pusat. Mengenai jenis pajak mana yang akan dipungut oleh pemerintah pusat dan mana yang akan dipungut oleh pemerintah daerah beberapa ahli menyatakan, bahwa hanya pemerintah pusat yang akan membebankan pajak penghasilan badan
(Corporate Income Tax (CIT)) (Mclure, 1983), atau membebankan suatu pajak penghasilan orang pribadi yang progresif (Personal Income Tax (PIT)) (Musgrave, 1983), atau jenis pajak yang mendistribusikan sumber-sumber alam secara tidak merata (Mieszkowski, 1983). Sedangkan pemerintah regional seperti provinsi jika hanya ada satu jenis pajak, mungkin hanya membebankan pajak yang secara umum dapat diterima, yaitu suatu simple single stage (lebih diutamakan retail) sales tax yang dibebankan secara langsung final kepada konsumen (Musgrave, 1983). Secara implisit di dalam banyak diskusi mengenai ta.x assignment dinyatakan bahwa tujuan kebijakan pemerintah adalah tersusunnya
suatu hirarki yang ketat mengenai pemungutan pajak dengan pemerintah pusat mempunyai hak mendahului dibandingkan pemerintah daerah dalam pemungutan pajak (Bird, 1999).
Di Indonesia pajak yang dipungut dibedakan atas pajak pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat dan pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak yang dipungut pemerintah daerah dibedakan atas pajak daerah provinsi dan
pajak daerah kotahbupaten. Hasil pendapatan pajak dari pemerintah pusat sebagian akan dialokasikan kepada pemerintah daerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Beberapa jenis pajak daerah provinsi hasil penerimaannya juga dialokasikan kepada pemerintah kokd kabupaten. Jadi pendapatan pemerintah daerah terdiri dari pendapatan pajak yang dipungut pemerintah daerah serta dana yang diperoleh dari DAU dan DAK pemerintah pusat. Bagi pemerintah kota/kabupaten juga mendapatkan alokasi hasil penerimaan dari beberapa jenis pajak daerah provinsi. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa pendapatan pemerintah daerah dari tahun ke tahun selalu
tidak mencukupi dana yang dibutuhkan untuk pengeluaran pemerintah daemh, khususnya untuk pengeluaran atau belanja pengembanganlpembangunan. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa karena ketidakdmpan dam untuk pembiayaan pengeluaran daerah, pemerintah daerah sering memberlakukan berbagai jenis pajak daerah yang tidak mempunyai dasar yang jelas untuk pemajakannya dan kadang-kadang terkesan mengada-ada (karenanya sering dibatalkan oleh pemerintah pusat). Pajak-pajak yang ditetapkan ini cendenmg secara ekonomi tidak diingmkan (undesirable) dan seaua politik tidak &pat berkelanjutan (unsustainable). Berdasarkan uraian di atas, maka tulisan ini akan mencoba membahas dan mengusulkan suatu jenis pajak yang mempunyai potensi
besar sebagai pajak
daerah di Indonesia, yaitu Pajak Pertambahan NilailValue A d e d Tax (PPNNAT). PPN ini akan dipungut oleh pemerintah pusat (seperti yang telah ber& dan juga oleh pemerintah daerah secara bersamm dengan b-ya
saat ini)
tarif
ditentukan bersama oleh pemerintah pusat dan pemepintah daerah. PPN yang dipungut oleh pemerintah daerab biasa dikenal deslgan nama PPN subnasional (subnational Value Added Tax). Pemerintah daerah yang akan memmgut PPN adalah pemerintah provinsi, sedangkan pajak-pajak dae&
yang saat ini
merupakan pajak daerah provinsi secara bertahap akan dialihkm sebagai pajak daerah kotalkabupaten. Pemungutan PPN subnasional, di samping PPN nasional telah dipraktekkan di beberapa negara, antam Iain di Kanada dan telah berlangsung secara sukses.
Qfortnulhn Pajak@uerah :Penerapan Paja&Pertarn6ahn Wihi firn'w1'di'Indonesia
PAJAK DAERAH Pajak yang diberlakukan di seluruh dunia, umurnnya dibedakan atas pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (lower government). Pajak yang dipungut pemerintah pusat disebut sebagai pajak pemerintah pusatlpajak nasional (central governrnent/national tax), sedangkan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dinamakan sebagai pajak daerah (subnational/local fax). Sistem pemungutan pajak di kebanyakan negara berkembang yang pemerintahan regionalnya memegang peranan penting umumnya tidak cukup baik dalam
beberapa
aspek
(Bird,
1999). Masalah
utama
adalah
adanya
ketidakseimbangan fiskal vertikal (vertical fiscal imbalance) yang signifikan dari pendapatan dan pengeluaran antara pemerintah pusat, regional dan lokal. Breton et al. (1998) menyatakan walaupun tidak semua, pemerintah daerah umumnya menghadapi masalah: sedikit pendapatan (pendapatan asli daerah (PAD)lown revenues) dari pada pengeluaran yang menjadi tanggungjawabnya (atau dengan kata lain pemerintah daerah membutuhkan subsidi). Sedangkan pemerintah pusat mungkin mengalami ha1 sebaliknya, memiliki lebih banyak pendapatan dibandingkan tanggungjawab pengeluarannya, mengingat pemerintah pusat mempunyai otoritas dan hak mendahului dalam pemungutan pajak. Hal ini yang menyebabkan adanya ketidakseimbangan fiskal vertikal. Cara mengatasi ketidakseimbangan fiskal vertikal dilakukan melalui transfer (Bird, 1993). Transfer pendapatan pajak dapat dilakukan dari tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi ke tingkatan pemerintahan yang lebih rendah. Dari pemerintah pusat ke pemerintah regional dan atau lokal, dan dari pemerintah regional ke pemerintah lokal. Untuk melakukan transfer mengalokasikan pendapatan dari pajak ke tingkatan pemerintahan yang lebih rendah banyak rumusan yang dapat digunakan. Namun pada dasarnya apapun rumusan yang digunakan pasti ada kurang lebihnya. Ada pihak pemerintah daerah yang merasa diuntungkan dan ada pula yang merasa dirugikan. Bila ha1 ini tidak dikelola dengan baik dapat berakibat munculnya wacana politik yang mengarah kepada disintegrasi. Pemerintah daerah yang mempunyai sumber-sumber atau obyek-
obyek pemajakan yang potensial akan merasa dirugikan, karena -an
potemi
pendapatannya diambil oleh pemerintah pusat clan m t a h daerah l h y a melalui pemungutan pajak oleh pemerintah psat dan model trans* ke pemerintah daerah lahya. Menurut Litvack et al. (1998) efek dari desentralisasi di seluruh dunia membuat para ahli harus memerlukan ban*
waktu untuk mendesain s u t u
sistem transfer yang dapat menjembatani adanya gap pada *tan
dan
tanggungjawab dari pemerintah daerah. Efek bola salju desentralisasi yang lebih luas kepada pemerintah daerah seperti yang diungkapkrrn Litvack et al. (1998) di atas berakibat semakin sedikit transfer yang benrpa dana, dari pemerintah pusat kepada pemerintah daemh, tetapi lebih banyak pa& transfer pengalihan kewenangan pemungutan sebagian pajak dati pemerintah pusa& kepda pemerintah daerah. McLure (1999) menawarkan spa yang muogkin meqdcim
nunusan praktek yang berguna dalam pemungutan pajak daerah md&i suatu aturan sederhana, yaitw (1) bahwa pemerintah daerah butuh m e n g e n m pendapatan asli daerahnya agar dapat memfasilitasi secara efelaif pengelwmmya;
(2) agar dapat mengendaIikan pendapatan asli claemh, maka pemerintah daerah harus mempunyai kewenangan untuk m e m a kebijnkttn. khsusnya berkaitan dengan penetapan tarif pajak. Sebenarnya berapa besarnya jumlah penclaptan yang hams d h q u h a pemerintah daerah untuk membiayai pengel-ya
tergantung pada besamya
tanggungiawab pembiayaan yang harus ditaaggung oleh peamintah. daerah tersebut. Bila pemerintah daerah hanya punya tanggungjawab untut kebrsihan jalan dan pemungutan sarnpah, maka pendapatan dari suatu pejak umum yatlg bertarif rendah seperti pajak properti dengan tarif Seragam sudah odacnp mtuk membiayai pengeluaran tersebut (Bird, 1999). I(ltrena itu seberapa banyak kewenangan pemungutan pajak yang akan didelegasikaa oleh pemerbtoh pvsat kepada pemerintah daerah tergantung pada besamya pen%duaranyang dihkhkan pemerintah daerah untuk membiayai daerabnya. Menurut Bird (1999) pemungutan pajak daerah secara prinsip memuaskma h a . (1) akan menyediakan cukup pendapatan bagi daerah kaya yang secara esensjal me*
otonomi fiskal; (2) dapat dengan jelas membebankan tanggungjawab fiskal sesuai pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah. Beberapa jenis pungutan yang banyak dipraktekkan oleh pemerintah daerah di banyak negara untuk membiayai pengeluaran daerahnya antara lain: (1) retribusi (user charges). Dalam tataran konsep, pungutan ini dianggap lebih memenuhi unsur keadilan Cfairness) karena pihak yang melakukan pembayaran memperoleh imbalan balas jasa langsung. Namun dalam praktek sulit untuk diharapkan menjadi tulang punggung pendapatan daerah, karena sumber penerimaan dari retribusi ini umumnya sangat terbatas dan sulit untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi sumber pendapatan utama yang dapat diandalkan oleh daerah, kecuali jika retribusi diaplikasikan hanya sebagai salah satu sumber penerimaan tambahan saja yang tidak terlalu diharapkan. (2) pajak properti (property tax). Selama bertahun-tahun pemerintah daerah di banyak negara menganggap pajak properti sebagai sumber pajak umum yang layak untuk diaplikasikan. Namun pajak ini sulit dan membutuhkan biaya besar untuk mengadministrasikannya dengan baik. Kesulitan terutama pada penentuan nilai dasar pemajakan (Dasar Pengenaan PajaWDPP) yang selalu berubah-ubah karena perkembangan dan perubahan lingkungan. Di samping itu sama halnya dengan retribusi sulit untuk mengharapkan sumber pendapatan dari pajak properti ini sebagai pendapatan utama yang dapat diandalkan oleh daerah, karena sulit untuk ditingkatkan dengan cepat dan dengan nilai yang signifikan. Namun secara keselumhan pendapatan dari pajak properti ini tetap memainkan peranan yang penting sebagai salah satu sumber pendapatan pemerintah daerah di banyak negara. (3) cukai (excises). Salah satu pungutan yang banyak diterapkan pada tingkatan pemerintah regional adalah cukai. Pungutan ini banyak diaplikasikan dalam praktek karena relatif dapat diterima secara politik dan mudah diadministrasikan. Selain fungsi budgeter (untuk memenuhi kebutuhan anggaran dari pemerintah daerah), cukai ini juga banyak dimaksudkan untuk melaksanakan fungsi reguler (mengaturlmembatasi peredaran barang tertentu), misalnya pengenaan cukai terhadap tembakau yang dimaksudkan untuk membatasi konsumsi rokoWtembakau yang mempunyai dampak jelek terhadap kesehatan.
Meskipun pendapatan dari cukai ini tidak mung16n untuk memauhi s e l d kebutuhan pemerintah regional, namun di A I I N X & & ~ dan dan swh~ proporsi pendapatan pemerintah regional yang siguifhn bemsd dari cukai ini (Bird, 1999). (4) Pajak Penghasilan orang pribadi (Personal Income T d r r ) . Di antara sedikit negara yang pemerintah d a d y a mempunyai pen@yang besar dan mempunyai otonomi secara fiskal adalah n e g m - n e w Skandinavia (Swedia, Norwegia dan Denmark) yang sumber pendapatan utama pemerintah lokalnya adalah Pajak Penghasilan yang dibebankan dalam benuk pengenaan pajak tambalm pada Pajak Penghasilan nasional (Bird and Slack, 1991; Sodtmtrom, 1991; Mochida and Lotz, 1998). Has2 yang agak sedikit mirip dicapai oleh Kanada d a b bentuk pajak tambahan pmvinsi terBadap Pajak Penghasilan pusat - sistem yang kelihatannp mungkin segera dubah (Bid, 1993). Sayangnya pada beberapa negara di Amerika Latin, Pajak P e l a n nasional tidak memberikan hasil yang memuadcan same saat ini (Shome, 1999), sehingga bila d i k q k a n pajak tambahan lagi pada Pajak Penghorsilan msional kemungkinan besar &an gagal. (5) pajak upah (Paymll Tm).Pajak upah saat ini merupakan sumber penting dari pembiayaan negara bagian di Australia dan beberapa negara lain seperti Meksiko clan Afkki Sefatan.@ird, 1992). Masalah sering terjadi jika akan dikenakan terhadap tenaga kerja yang setiap hari pulang pergi dari satu juridiksi daerah ke juridiksi daerah lainnya atau .tenaga kerja
migran terkait pemerintah daerah mana yang berhak melakokan pammgntan pajak upah. (6) pajak penjualan (Sales Tux). Pajak yang-dwggap rnempakan sumber pembiayaan pemerintah regional yang tepat baik dari segi ~Lommi maupun administratif adalah pajak penjualan. Pajak ini m c q u q a i ban* kelebihan dibandingkan dengan pajak atau pungutan yang telah d i s i d b h sebelumnya terutama dari sudut prospek untuk dikmbangkan kbih h j u t dan diperluas. Selain pungutan dan pajak-pajak pemerintah &mab yang tdah ~b~ di atas, masih ada beberapa lagi yang tergolong sebagai pajak bisnis, baik pada tingkat regional maupun lohal, antara lain: Pajak Penghasilan badan (corporate income tux), pajak modal (capital tax), nonresiddal property tax, oktroi, paten
R $ o r m u h Pajali-Daerah :Penerapan Paja&Pmam6ahn Nlhi ProvtOVtmi di: Indonesia
serta berbagai bentuk pajak industri clan perdagangan yang ditemukan di banyak negara (Bird, 1999). Di samping itu untuk menggali sumber-sumber potensial pendapatan pajak dalam pembiayaan pemerintah daerah, beberapa negara juga mencoba menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) subnasional (subnational
VA7) yang telah diterapkan antara lain di Kanada, Brasil, Argentina dan India. SUBNA TIONAL VALUE ADDED TAX
Value Added Tar (VAT) yang di Indonesia dikenal dengan narna Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak "fenomenal" yang paling populer saat ini di seluruh dunia. Keen and Smith (2007) menyatakan VAT telah dianggap sebagai suatu jalan yang paling efektif dalam memperoleh penghasilan dari pajak. Cnossen (1990) menyatakan jika hanya dilihat dari aspek kemampuan untuk menghasilkan pendapatan pajak, VAT munglun adalah jenis pajak terbaik yang pernah ditemukan. VAT adalah suatu bentuk pajak baru yang dikembangkan dari pajak penjualan dan telah menyapu dunia dalam dekade-dekade terakhir menggantikan pajak penjualan (Bird, 1999). Lhbviksson (2012) menyatakan VAT mungkin merupakan pajak yang terpenting di Uni Eropa. Lebih dari 150 negara di seluruh dunia mengadopsi VAT. VAT secara efektif telah menghasilkan 18,7 % dari penghasilan pajak di negaranegara OECD pada tahun 2008, dan 21% dari penghasilan pajak di negara-negara Uni Eropa pada tahun 2009 atau sekitar 784 bilyun euro. Penghasilan pajak dari
VAT rata-rata 7,4 % dari GDP negara-negara Uni Eropa pada tahun 2009 dan ratarata 6,5 % dari GDP negara-negara OECD. Kebanyakan anaIis perpajakan berpendapat bahwa VAT hanya berjalan baik bila difungsikan sebagai pajak pemerintah pusat saja (Bird, 1999). Secara umum diasumsikan bahwa VAT dapat dibebankan secara efektif hanya pada tingkatan pemerintah pusat (Norregaard, 1997: 65-66). VAT memang lama diberlakukan hanya sebagai pajak pemerintah pusat di mana-mana (Bird, 1999). Tidak layak untuk menerapkan VAT pada pemerintahan daerah (McLure, 1993). Beberapa pendapat di atas menunjukkan ketidaksetujuan apabila VAT diterapkan pada tingkatan pemerintah
daerah. Alasan-alasan
mengapa subnational
VAT
independen tidak disetujui karena tidak layak atau tidak diinginkim bervariasi (Bird, 1993). Beberapa analis memberikan alasan tingginya administrative and
compliance cost. Yang lain menekankan kern-
kerugian pads
pengendalian makroekonomi dan keengganan pemerintsh pusat untuk berbagi pemungutan VAT dengan pemerintah d a d . Beberapa lainnya memberikan alasan kesulitan yang akan muncul dalam perdagangan lintas juridiksi d a d . Secara lebih luas, argumen berkenaan dengan pembebanan subnational VAT adalah jika dibebankan dengan basis origin akan mengalami distorsi, sedangkan bila dibebankan dengan basis destination tidak dapat bekerja sebagaimana yang
dhrapkan (Bird, 1999). Sebagian analis memang menentang penerapan subnational VAT, tetapi
di sisi lain a& juga sejumlah analis yang menyakhn sikap men&kwg pemberlakuan subnational VAT, terutama
~~ dengau
kemdmmgan
perkembangan dunia yang telah menernpatkan isu-isu demokmi, htlk asasi manusia, desentralisasi, transparami dan akuntabilitas sebagai good government
governance. Breton (1996) menyatakan dukun&annya deagan mengatakau bahwa nampaknya ke depan kecenderungan dunia ke arah desentralisasi beberapa fungsi pengeluaran pemerintah yang penting. Hal ini beratti bahwa ada keinginan juga untuk melakukan desentralisasi beberapa pendapatan yang penting. Musgrave (1983) menyatakan dukungannya dengan mengatakan suatu pjak penjualan secara prinsip adalah suatu sumber pendapatan yang secraa logis sangat sempurna untuk pemerintah regional. Bud (1999) menyatab bahwa di banyak negara, pajak penjualan dengan berbagai macam bentuk sudah mempakm sumber pendapatan utama untuk pembiayaan intermediate govenunent. Yang dimaksud pajak penjualan di atas adalah bentuk lama dari VAT. Banyak negara umumnya hanya menerapkan VAT pada tingkat peuwrintah pusat. Seperh yang terjadi di Jerman, pemerintah pusat memungut VAT yang hasilnya nanti sebagian dibagikan kepada pemerintah daerah dengan menggunakan suatu rumusan tertentu. Ada segi positif dan negatif menggmakan pendekatan ini. Segi positifnya pendekatan ini dirasa sangat menguntungkan terutama dari segi penghematan administrative and compliance cost. Sedangkan
@ & ~ o m uPajakDaerali h : Penerapan Paja~Pertam6atianMhi @mWI~IW di: Indonesia
segi negatifnya, karena pelaksanaan pemungutan VAT dilakukan oleh pemerintah pusat, maka akan muncul perilaku dari sebagian pemerintah daerah yang tidak perduli dengan masalah pemungutan VAT. Mereka merasa bahwa masalah pemungutan VAT adalah tugas pemerintah pusat dan merasa tidak punya kewajiban sama sekali terhadap masalah pemungutan VAT tersebut. Apakah pemungutan VAT berhasil memenuhi harapan atau tidak, pemerintah daerah merasa tidak bertanggungjawab, baik secara nyata maupun secara moral. Pemerintah
daerah
hanya
merasa
mempunyai
tanggungjawab
terhadap
pengeluaran, membelanjakan penerimaan alokasi dana hasil pemungutan VAT dari pemerintah pusat. Di samping itu sering timbul ketidakpuasaan dari sebagian pemerintah daerah mengenai rumusan yang digunakan untuk alokasi pendapatan pajak dari hasil pemungutan VAT, khususnya bagi pemerintah daerah yang merasa daerahnya mempunyai potensi pendapatan pajak lebih dibandingkan daerah lainnya. Sebaliknya bila kewenangan pemungutan VAT juga diberikan kepada pemerintah daerah dalam bentuk subnational VAT, maka akan memacu pemerintah daerah untuk ikut berusaha meningkatkan pendapatannya dari penerimaan VAT. Hal ini akan memicu terciptanya suatu kondisi yang kompetitif di antara sesama pemerintah daerah untuk berkompetisi (horizontal competition) memperoleh pendapatan subnasional VAT yang besar atau antara pemerintah daerah yang memungut subnational VAT dengan pemerintah pusat yang berkewajiban memungut national VAT (vertical competition). Walaupun belum banyak negara yang mengimplementasikan subnational
VAT, namun beberapa negara yang telah mempraktekkan sistem ini seperti Brasil, India, Argentina dan Kanada menunjukkan bahwa masalah-masalah yang diramalkan akan terjadi oleh para analis yang menentang penerapannya ternyata semua dapat diatasi dengan baik. Masalah besarnya biaya dengan penerapan subnational VAT dapat dikurangi dengan harmonisasi dasar pengenaannya dan batasan tertentu tarif. Di antara beberapa negara yang telah menerapkan subnational VAT ini implementasi di Kanada kelihatannya yang paling berhasil dan dapat dipakai sebagai model untuk penerapannya di negara-negara lain. Isu
desentralisasi yang dari waktu ke waktu terus meqjadi isu sentral yang berkembang ke banyak negara di dunia diyakini di masa akan &tang a k a menjadi kata kunci &lam kesuksesan penerapan tata kelda penyeleanegara yang baik. Oleh sebab itu subnational VAT juga diyakini akan menjadi suatu alternatif pilihan yang cukup menjanjikan dalam proses desenkdisasi fiskal yang mengiringi isu desentralisasi global di masa yang akan &tang.
Masalah kesulitan transaksi antar juridiksi daerah berbeda dapat diatasi dengan menggmakan Compensating Value Added
Tax (CVAT) yang
diperkenalkan oleh Varsano (1995) dan berorkntasi pada destination basis atau mengoperasikan Viable Intergrated Value Added Tax (VIVAT) yang dipelopori oleh Keen and Smith (1996)dan beorientasi pada origuaal basis. PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI INDONESIA Dilihat dari pihak yang melakukan pemungutan, pajak di h d t ~ ~ & dibedakan menjadi pajak pusat (national/ce&ral gownment tax) dm p&jak daerah (local/subnational tm). Pajak d
d dibagi la@ menjadi pjak pvinsi
(regional/povince tax) clan pajak kotaikabupaten ( ~ ~ Z / r e g e ntmc). c y Pajak pusat dipungut oleh pemerintah pusat dan m u p i SW ini j&
pajak yang
dipungut oleh pemerintah pusat adalah: Pajak Pengbash (Zncome Tar), yang terdiri dari Pajak Peaghasilan orang pribadi (Personal Income Tux) dan Pajak Penghasilan badan (Corpomte Income Tax);Pajak PertantbehanNilai Barang dan Jasa (Value Added Tax on Goodp- and Services) dan Pajak P e n j h atas J3armg Mewah (Sales Tax on Luxury Goods);Bea Metemi (StompDuty).
Sedangkan untuk pajak daerah seperti diuraikan dalam Undaug-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Rettibusi Daerah terdiri dari Pajak Daerah Provinsi dan Pajak Daerah IbbqWmKota. Pajak Daerah Provinsi terdiri dari: ( 1 ) Pajak Kendataan Bemotor, (2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; (3) Pajak Bahan Bakar Kenthan h o t o r ; (4) Pajak Air Permukmq dan ( 5 ) Pajak Rokok. Sdangkan Pajak Daerah KabupatenKota terdiri dari: ( 1 ) Pajak Hotel; (2) Pa&&
Restoran; (3) Pajak
Hiburan; (4) Pajak Reklame; (5) Pajak Penerangan Jalan, (6) Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan; (7) Pajak Parkir; (8) Pajak Air Tanah; (9) Pajak Sarang Burung Walet; ( 10) Pajak Bumi dan bangunan Perdesaan dan Perkotaan; (1 I ) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan. Di samping pajak daerah, pemerintah daerah dalam ha1 ini pemerintah kotalkabupaten juga diperkenankan untuk memungut retribusi daerah. Retribusi daerah digolongkan menjadi Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu. Retribusi Jasa Umum terdiri dari: (1) Retribusi Pelayanan Kesehatan; (2) Retribusi Pelayanan PersampahanIKebersihan; (3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil; (4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; (5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; (6) Retribusi Pelayanan Pasar; (7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; (8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; (9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; (10) Retribusi Penyediaan dan atau Penyedotan Kakus; (1 1) Retribusi Pengolahan Limbah Cair; (12) Retribusi Pelayanan TeralTera Ulang; (1 3) Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan (14) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. Retribusi Jasa Usaha terdiri dari: (1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; (2) Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan; (3) Retribusi Tempat Pelelangan; (4) Retribusi Terminal; (5) Retribusi Tempat Khusus Parkir; (6) Retribusi Tempat PenginapanlPesanggrahanNilla; (7) Retribusi Rumah Potong Hewan; (8) Retribusi Pelayanan Kepelabuhan; (9) Retribusi Ternpat Rekreasi dan Olahraga; (10) Retribusi Penyeberangan di Air; (1 1) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. Sedangkan Retribusi Perizinan Tertentu terdiri dari: (1) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; (2) Retribusi k i n Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; (3) Retribusi Izin Gangguan; (4) Retribusi Izin Trayek; dan (5) Retribusi Izin Usaha Perikanan. Pembiayaan daerah berasal dari dana pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah serta dana alokasi pendapatan pajak pusat dari pemerintah pusat yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam ha1 ini dana yang dialokasikan oleh pemerintah pusat dibedakan atas Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum (DAU)
adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kota/kabupaten setiap tahun sebagai
dana pembangunan. DAU dimaksudkan agar kemampuan keuangan antar daerah menjadi lebih merata untuk mendanai kebatuhan daerah dalam ran& pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Khusus (DAK)&ah
alokasi h a dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi mupun pemerintah kotakabupaten tertentu dengan tujuan untuk mendanai keghitan khusus yang merupakan urusan pemerintah daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dimaksudkan sebagai Dana Perimbangan, di =ping
Dam
Alokasi Umum (DAU). DAU dan DAK merupakan komponen pembelmjaan pada Anggafan Pendapatan dan Belanja Negara (APEEN), namun laenjadi salah satu komponen pendapatan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja I)llersB (APBD). Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa pemerintah daersh seriag memberlakukan berbagai jenis pajak, retribusi dan pungutan daerah yang menyimpang daripada yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat. Masingmasing daerah berkreasi sendiri menciptakan berbagai pungutan, baik yang berupa pajak, retribusi atau jenis pungutan lairmya dalam ran*
untuk
meningkatan pendapatan asli daerah guna menmkupi kebutukm Manja daerah, khususnya belanja untuk membiayai pembangman dam&. Pemerintah pusat melalui Undang-Undaug Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah menegaskan bahwa tidak ada pmgttbm lain selain pajak d a d dan retribusi d a d yang diatur dengan U n d a n g - U h g ini. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI SUBNASIONALillI INDONE8IA Dari uraian di atas nampak bahwa pendapatan daerah ma& sangat jauh dikatakan cukup untuk membiayai daerahnya, khunmya agar daedmya bisa cepat berkembang. Pola transfer pendapatan dari pajak pusat ke daerah masih menunjukkan adanya ketidakseimbangan, karena sebagian besar pendapatan tersebut digunakan untuk belanja pemerintah pusat, h g k a n yang mengum ke pemerintah daerah masih sangat minim (vertical imbalance). Hal ini
menyebabkan pembangunan di pusat berkembang sangat pesat, namun pembangunan di daerah berjalan sangat lambat, karena minimnya dana yang dimiliki oleh daerah. Boadway and Hobson (1993) menyatakan pajak subnasional perlu dibuat agar argumentasi 'tfiscal gap" untuk transfer pendapatan tidak akan muncul.
Di bagian sebelumnya telah disebutkan beberapa jenis pajak atau pungutan yang dapat diberlakukan sebagai pajak atau pungutan daerah antara lain: retribusi, pajak properti, cukai, Pajak Penghasilan orang pribadi (personal income tax), pajak upah, pajak penjualan, dan pajak yang berkaitan dengan bisnis seperti: Pajak Penghasilan badan (corporate income tax), pajak modal (capital tax), nonresidentialproperty tax, oktroi, paten. Dari beberapa jenis pajak dan pungutan tersebut semuanya pernah diterapkan oleh pemerintah daerah di banyak negara. Untuk retribusi, pajak properti, cukai, nonresidential property tax, oktroi dan paten kendala utamanya adalah pendapatan yang bisa dihasilkan dari jenis pajak dan pungutan ini relatif sangat terbatas dan potensinya sulit untuk dikembangkan lebih lanjut. Sedangkan untuk Pajak Penghasilan orang pribadi personal income tax), pajak upah, Pajak Penghasilan badan (corporate income tax), pajak modal (capital tax) biasanya termasuk jenis pajak yang telah dipungut oleh pemerintah pusat. Karena itu bila ingin diberlakukan pula sebagai pajak daerah, maka daerah akan memungutnya sebagai pajak tambahan (surtax) dengan basis pajak yang sama. Hal ini seperti yang dikatakan Bird (1999) bahwa pada beberapa negara maju untuk memelihara keseimbangan fiskal, pemerintah regional (dalam beberapa kasus juga pemerintah lokal) diizinkan untuk memungut pajak tambahan (surtax) pada Pajak Penghasilan nasional (misalkan membebankan pajak tambahan pada Pajak Penghasilan orang pribadi yang dipungut pusat). Namun untuk negaranegara berkembang ha1 ini masih sangat sulit dilakukan, karena untuk mengamankan target penerimaan Pajak Penghasilan orang pribadi setiap tahunnya yang tidak dibebani pajak tambahan saja pemerintah pusat sudah sangat kesulitan. Hal ini karena perekonomian di negara berkembang belum semapan di negara maju, sehingga potensi pemungutan pajak langsung seperti Pajak Penghasilan
masih belum sebaik di negara maju. Oleh sebab itu tidak munglun bila Pajak Penghasilan dikenai beban pajak tarnbahan lagi d e n p basis yang sama. Jenis pajak lain yang juga banyak diberlakukan sebagai pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pusat dan daerah secara bersamaan adalah pajalr penjualan (sales tax), pajak penjualan eceran (retail sales tax) atau pa.& pertambahan nilai (PPN). Pengalaman yang ada me~lnjuMEanbahwa bebempa negara berkembang seperti Brasil, India, Kanada dan Argentina sukses memberlakukan pemungutan pajak oleh pusat dan daerah melalui paj& p
j
h
atau pajak pertambahan nilai. Perkembangan beberapa tahun terakhir memang sudah menunjuldcan sinyal positif dalam ran&
desentralisasi fiskal di Indonesia, di mana 2 jenis pajak yang
sebelurnnya merupakan pajak pusat, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB)telah didehgasikau pemungutannya dan hasil pendapatannya oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan dijadikan sebagai pajak daerah. Ini adalah suab langkah terobosan maju yang pertama kali dilakukan sejak reformasi perpajakan
30 tahun lalu. Narnun potensi penerimaan dari kedua jenis pajak ini tidak terlalu
signif'ikan dibandingkanjenis pajak pusat lainnya seperti Psjak Penghasih, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Karena itu dalam ran&
desentralisasi fiskal yang lebih luas guna mengurangi
adanya ketidakseimbangan vertikal (imbalance vertical) antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah perlu dipikirkan lagi pelimpah sebagian pajak pusat kepada pemerintah daerah.
Berdasarkan pengalaman dari beberapa segara seperti Brasil, India, Argentina dan Kanada yang pada dasarnya mempunyai beberapa km&&&tik tidak berbeda jauh dengan Indonesia, maka perlu Indonesia mrncoba mengembangkan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak hanya sebagai PPN nasional tetapi juga sebagai PPN subnasional. PPN nasianal akan dipungut oleh pemerintah pusat, sedangkan PPN subnasionai alum &pungut oleh pemerintah daerah, dalam ha1 ini yang diusukan memuttgut &ah
pemerintah
provinsi dan selanjutnya bisa disebut sebagai PPN ProW. PPN P r o W ini
Kefoormu~PajakDmrah :Penerapan PajakPe'ertam6ahn Nihi Provinn' di: Indonesia
mengingat potensinya yang besar dan masih dapat dikembangkan lebih lanjut, maka pendapatan dari PPN Provinsi diharapkan sudah mampu untuk membiayai seluruh kegiatan dari pemerintah provinsi, sedangkan pajak daerah yang sekarang diterapkan sebagai pajak provinsi dapat dialihkan secara bertahap sebagai pajak daerah kotalkabupaten. Dengan demikian diharapkan pendapatan dari pajak daerah masing-masing pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kotaikabupaten akan berkembang dan apabila daerah dirasa sudah cukup mandiri, maka pelan-pelan alokasi bagi hasil melalui DAU akan dikurangi bahkan dihapuskan suatu saat, sedangkan DAK diharapkan dapat dipertahankan terutama untuk pembiayaan hal-ha1 yang bersifat khusus dan strategis bagi kepentingan daerah.
KESIMPULAN Pada negara-negara berkembang tugas pemungutan pajak umurnnya didominasi oleh pemerintah pusat. Hasil pemungutan pajak oleh pemerintah pusat sebagian besar akan digunakan oleh pemerintah pusat, sedangkan sisanya akan dialokasikan kepada pemerintah daerah melalui metode transfer dengan menggunakan
rumusan
tertentu.
Masalah
yang timbul
adalah
adanya
ketidakseimbangan pembagian hasil pemungutan pajak antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical imbalance) dan ketidakseimbangan pembagian hasil pemungutan pajak antara satu pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya (horizontal imbalance). Isu desentralisasi yang melanda dunia pada akhir-akhir ini membawa konsekwensi pendelegasian sebagian besar tugas-tugas pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, termasuk tugas pemungutan pajak. Pemerintah daerah diberikan otonomi yang lebih luas untuk mencari sumber pendapatan untuk pembiayaan daerahnya.
PPN yang diklaim oleh banyak orang sebagai suatu jenis pajak tidak langsung terbaik yang pemah ditemukan sepanjang sejarah, menurut beberapa ahli hanya dapat dipungut oleh pemerintah pusat. Namun beberapa ahli lainnya
beranggapan bahwa PPN juga bisa dipungut & s a m ~ oleh ~ pemsintah p
d
sebagai PPN nasional dan oleh pemerintah daerah sebagai PPN subnasional. Di Indonesia pemungutan pajak yang sangat potensial seperti Wak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjdan atas Barang Mewah yang termasuk pajak pusat masih ditangani oleh pemerintah pusat, daerah diberi kewenangan untuk memungut pajak dan mtdmsi daefah yang terdiri
dari pajak provinsi serta pajak dan retribusi kotahbupaten. Sebgim h i 1 pemungutan pajak pusat oleh pemerintah pusat akan dialokasikan ke daerah '
melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DM).
Masalah ketidakseimbangan fiskal v e r t h l clan horisontal masih wadi pada model fiskal yang diterapkan di Indonesia, walaupun sudah ada DAU dan DAK. Dalam rangka memberikau otonomi yang lebih luas kepada daerah, maka perlu diformulasikan kembali mengenai pemungutan pajak pusat, pajak provinsi dan pajak kotakabupaten. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diusubn tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat tetapi juga oleh pemerintah d&aah dalam hal ini pemerintah provinsi sebagai pajak tambahan (surtax). Pajak Pertambahan Nilai ini dinamakan sebagai Pajak Pertambahan Nilai Provinsi yang mengacu pada model PPN subnasional yang sudah diteqkm secara sukses pada beberapa negara seperti: Brasil, India, Argentina dm Kanada. Sedangkan pajak daerah yang saat ini dipungut sebagai pajak provinsi secara bertahap akan dialihkan sebagai pajak kotaflrabupaten. Namun harus disadari bahwa masalah keputusan inrplementasi suatn jenis pajak tidak hanya ditentukan dari analisis ekonomi, tetapi juga berhubungan langsung dengan masalah politik. Walaupun kajian secara ekonomi m~nyatdcan bahwa irnplementasi suatu jenis pajak adalah faible, k t q i jika sec~trapolitis dianggap tidak menguntungkan bagi para pengambil keputusan politik, maka tentu saja usulan penerapan pajak taebut tidak akan berhasil.
Bird, Richard M., 1992, T m Policy and Economic Development, Jolm Hopkins University Press, Baltimore.
. 1993, Threading The Fiscal Labyrinth:
Some Issues in Fiscal
Decentralization, National Tax Journal, Vol. 46.
. 1999, Rethinking Subnational Taxes: A New Look at Tax Assignment, IMF Working Paper WPl991165, Fiscal Affairs Department, International Monetary Fund, Washington. Bird, Richard M. and Pierre-Pascal Gendron, 1998, Dual VATS and Cross-Border Trade: Two Problems, One Solution?, International Tax and Public Finance, Vol. 5, page 429-442. Bird, Richard M. and Jack M. Mintz, 1999, Tax Assignment in Canada: A Modest Proposal, Institute of Intergovernmental Realtions, Queen's University, Canada. Bird, Richard M. and Pierre-Pascal Gendron, 2000, CVAT, VIVAT, and Dual VAT: Vertical Sharing and Interstate Trade, International Tax and Public Finance, Vol. 7, page 753-761. Breton, Albert, 1996, Competitive Governments: An Economic Theory of Politics and Public Finance, Cambridge University Press, New York. Breton, Albert, Alberto Cassone and Angela Fraschini, 1998, Decentralization and Subsidiarity: Toward a Theoretical Reconciliation, Journal of International Economic Law, Vol. 19, page 21-51, University of Pennsylvania, Philadelphia. Broadway, Robin W. and Paul A. Hobson, 1993, lnterngovernmental Finance in Canada, Canadian Tax Foundation, Toronto. Cnossen, Sijbren, 1990, Taxing Value Added: The OECD Experience", International VAT Monitor 5 (May), page 2-16. Ebrill, Liam, Michael Keen, Jean-Paul Bodin and Victoria Summers, 2001, The Modern VAT, International Monetary Fund, Washington DC. Keen, Michael and Stephen Smith, 1996, The Future of Value Added Tax in The European Union, Economic Policy, Vol. 23, page 375-4 1 1. Keen, Michael and Stephen Smith, 2000, Viva VIVAT, International Tax and Public Finance, Vol. 6, page 741-75 1. Keen, Michael and Stephen Smith, 2007, VAT Fraud and Evasion: What Do We Know, and What Can be Done?, IMF Working Paper, Fiscal Affairs Department, International Monetary Fund, Washington, DC 2043 1.
Litvack, Jennie, Junaid Ahmad and Richard Bird, Decentralization, World Bank.Washingtoa
1998, Rethinking
Lui)viksson, Luavik, 2012, VAT Frau& in European Union: The Reversa Charge Mechanism, Joint and Several Liability and The Knowledge Test, School of Economics and Management, Lund University. McLure, Charles E., Jr., 1983, Assignment of C o p r a t e Taxes in a F&d System, Centre for Research on Federal Financial Relations, Australian National University, Canberra.
, 1993, The Brazilian
Tm Assignment P r o b b ~ :6ndr, Means and Constraints, Fundacao Institute de Pesquisas E c o m e , Sao
Paulo.
, 1999, The Tax Assignment Problem: Conceptual and Administrated Considerations in Achieving Subnational Fiscal Autotwmy, Chiang Mai (Thailand). ,2000, Implementing Subnational ValueAdded Tmces on Internal Trade: The Compensating VAT (CVAT), Intertdcd Tax and Public Finance, Vol. 7, Issue 6, page 723-740. Mieszkowski, Peter, 1983, Energy Policy, Tawtion of Natural Resources and Fiscal Federalism, Centre for Research on Federal Financial Relations, Australian National University, Canberra.
Mochida, Nobuki and Jorgen J. Lotz, 1998, Fiscal F&aIism in Practice, m e Nordic Countries and Japan, Centre for Memational Reseacrh on The Japanese Economy, University of Tokyo. Musgrave, Richard A., 1983, Kho Should Tmc, Khere and Whot, Centre for Research on Federal Financial Relations, Australian National University, Canberra. Norregard, John, 1997, Tax Assignment, Intemi?tid Monetary Eund, Washington. Poddar, Satya and Eric Hutton, 2001, Zero Rating of Inter-State Mes Under a Sub-National VAT: A New Approach, Mimeo, E ~ l sand t Young,Toronto. Shome, Parbsamthi, 1999, Taxation in Latin America - Structural T r d and Impact of Administration, Working Paper 99/19, In-nal Monetary Fund, Washington.
Soderstrom, Lars, 199 1, Fiscal Federalism: The Nordic Countries ' Style, The HagueKoenigstein: Foundation Journal Public Finance. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Varsano, Ricardo, 1995, A Tributacao do Comercio Interestadual: ICMS versus ICMS Partilhao, Institute de Pesquisa Economica Aplicada, Setembro, Brasilia.
PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAEAAN TERHADAP INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSUM? (ICD) PADA PERUSAHAAN NON KEUANGAN YANG TERDAFIrAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Agung Sri Wardani Politeknik UbPya
ABSTRACT The purpose of this paper is to examine the level of intellectual ca@tal disclosure in annual report prepared by listed firms on IDX. 13rk rescmch examines influence between intellectual capital dis~losu~e as a dpendmt variable and $m's characteristic (indusw type, leverage, ownership concentration, external auditor type, listing age, inde-t commissioner, audit committee size a n d h ' s size) as independent variables. This research used 105 annual reports 2010 of lndonesian listedfim. Sample was selected using purposive sampling method. The result shows that the average level of intellectual capital disclosure is only 35,86%. Multiple regression analysis is used to test the hypothesis. Statistical analysis demonstrates that audit comrmrmnee size rmd* 's size are signifcance to the level of intellectual capital disclosure.
Keywords: intellectual capital disclosure,$rnt 's characteristics
Informasi tentang intellectual capital pada dasamya pen*
untuk
stakeholder dalam pengambilan keputwan. Namun d d m infcnmasi tersebut
belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan oleh stakeholder dalam pgambilan keputusan dikarenakan model akuntansi saat ini belum dapat menjelaskan
perubahan dari intangible investments sehingg bedampak pada
hilmgnya
relevansi nilai informasi pada perusahan (Lev dan Zarowin, 1999). Canibaao et d.
Pengaruh Kara@aistikPemafiaan lerhdap 1~te~hctuaiCapitaC~clbmre ( 1 0 )P& Perusahuizn Non Keuangan Tang Ierhft.rdi Bursa Efe~Indonesia
(2000) juga menjelaskan bahwa informasi akuntansi yang ada saat ini hams dikembangkan sehingga dapat mencerrninkan nilai perusahaan dan dapat meningkatkan kegunaan informasi akuntansi perusahaan. Pendekatan yang pantas digunakan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan adalah dengan mendorong peningkatan pengungkapan informasi intellectual capital disclosure (ICD). Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa pengungkapan yang lebih besar mengurangi ketidakpastian yang dihadapi investor dengan mengurangi biaya modal suatu perusahaan. Manajer seharus bersedia
mengungkapkan
informasi
intellectual
capital
dalam
rangka
meningkatkan nilai perusahaan dengan menyediakan informasi yang lebih baik untuk penilaian terhadap posisi finansial perusahaan dan membantu mengurangi volatilitas return saham. Penelitian mengenai pengungkapan intellectual capital di Indonesia menjadi penting karena saat ini sudah banyak perusahaan yang menjual sahamnya melalui pasar modal. Pasar modal Indonesia pada dekade terakhir mengalami fluktuasi yang signifikan di tengah gejolak perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Berdasarkan Indonesian Capital Market Master Plan 2005
-
2009 (2005: 14)
diketahui bahwa Bursa Indonesia selama 10 tahun terakhir mengalami peningkatan rata-rata indeks tahunan sebesar 12,76%. Perkembangan lain juga terlihat pada nilai kapitalisasi pasar yang meningkat sebesar 34,01% dan nilai perdagangan yang meningkat 87,80% dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan pasar modal tersebut sangat bergantung kepada peran dan kualitas para pelaku yang berkecimpung di dalamnya. Para pelaku pasar modal hams diupayakan untuk menghindari budaya "box ticking "dimana pelaku pasar modal hanya berupaya memenuhi ketentuan peraturan secara tertulis di atas kertas. Semua pihak harus menjamin bahwa apa yang telah dinyatakan secara tertulis merupakan fakta sesungguhnya yang terjadi di lapangan. Pasar modal Indonesia hams memiliki transparansi yang dapat menciptakan kesempatan investasi yang efisien bagi investor (Indonesian Capital Market Master Plan 2005-2009,2005: 57-58).
Emiten atau perusahaan publik harus mau mengm&pkan informasi selua~ luasnya pada publik, yang pada akhimya juga melakukan pengungkapan terkait dengan intellectual capital, karena informasi intellectual capital informasi penting terkait dengan nilai perusahan dalam jangka panjang
(company's long value) yang selama ini merupakan hidden value dalam model akuntansi tradisional (Suhardjanto dan Wardhani, 2010). Dengan adanya transparansi tersebut diharapkan dapat menciptakan pasar modal Indonesia yang transparan dan efisien sehingga menarik bagi investor. B e r m latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalahpada jmelitian ini adalah apakah jenis industri, leverage, konsentrasi kepemilikan, auditor ekskmal,
umur listing pem&aan,
komisaris independen, komite audit dan ukurau
perusahaan memiliki pengaruh terhadap intellectual capital disclosurre pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2010?
KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN IHHHZSIS LANDASAN TEORI Intellectual CapW Bontis (2001) mendefinisikan intellectual capital sama dengan human
capital ditambah dengan structural capital. Sedan-
Sveiby (1998) m e m b
intellectual capital menjadi 3 komponen, yang terdiri dari : 1. Human capital mengacu pada keterampiladkompetensi, pelatihan dan pendidikan, pengalaman dan nilai karakteristik organisasi serta tenaga keja;
2. External capital terdiri dari hubungan dengan pe1mgy.u dan pemasok, brand names, merek dagang (trademarks) dan reputasi;
3. Internal capital mengacu pada pengetahuan yang tertanam dalam shuktur organisasi, proses dalam perusahaan, termasuk paten, penefitian dan pengembangan. Berdasarkan definisi tersebut diatas @at kita simpulkan pada dasarnya
intellectual capital terbagi menjadi 2 komponen utarna, yaitu pertama dari segi faktor human capital atau sumber daya manusia yang terdapat &lam penwhaan
Pengamh K a r a ~ t e r i s t i ~ P e m a hTmliadap n InteClkctuafCaptaCDiscIbsure (Im) 8& ~ e r u s a h n Won 7@uanganTang 'TPudaftardi Bursa Efe&Indonesia
dan kedua berasal dari struktur capital perusahaan, dimana di dalam struktur capital tersebut terbagi lagi menjadi 2 komponen utama, yaitu faktor internal
capital dan faktor eksternal capital. Faktor internal merupakan faktor pendukung human capital yang terdapat di dalam perusahaan, sedangkan faktor ekternal merupakan elemen yang dimiliki oleh perusahaan terkait dengan kualitas dan hubungan baik dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok dan pelanggan. Ketiga faktor tersebut saling terkait dan mendukung satu sama lain.
Pengungkapan Informasi Intellectual Capital Dorongan yang kuat bagi perusahaan untuk mengungkapkan intellectual
capital adalah untuk membuat yang tak terlihat menjadi terlihat Cooper dan Sherer (1984) dalam Guthrie et al. (2007: 30). Ini mengandaikan bahwa jika
intellectual capital tidak dilaporkan, maka terdapat risiko bahwa perusahaan tidak menerima perhatian yang cukup dari stakeholder lainnya, dimana ha1 tersebut berpotensi menurunkan nilai perusahaan (Guthrie dan Petty, 2000 dalam Petty et al., 2009). Bukti lain menunjukkan bahwa pasar modal merespon positif terhadap perusahaan yang melaporkan intellectual capital perusahaannya, karena ha1 tersebut dapat mengurangi volatilitas harga saham, penurunan biaya modal (cost of capita() dan meningkatkan nilai intrinsik perusahaan. Hal itulah yang menjadi
kunci motivasi perusahaan melakukan pengungkapan intellectual capital (GarciaAyuso, 2003 dalam Petty et al., 2009). Manfaat ICD ditunjukkan juga oleh Guthrie et al. (2007: 32)
yang
mengatakan bahwa pelaporan intellectual capital memiliki efek keseluruhan, yaitu meningkatkan citra dan reputasi perusahaan diantara kelompok kepentingan eksternal. Temuan ini konsisten dengan teori legitimasi, yang memiliki potensi
untuk menjelaskan pengungkapan sukarela dari intellectual capital. Review Penelitian Terdahulu Tentang ICD Penelitian Pengaruh Jenis Industri terhadap ICD Whiting dan Woodcock (2011) menyebutkan bahwa industri berbasis teknologi atau pengetahuan akan terlibat lebih dalam mengungkapkan intellectual
capital daripada industri yang mengaudallcan pada aset fisik
.-
Bozzollan et al. (2003) menjelaskan bahwa permintam untuk mengungkapan
intellectual capital lebih besar bagi perusahaan yang beroperasi di industri dimana variabilitas masa depan lebih tinggi dan kemampuan untuk memperkmhn hasil lebih sulit. Kondisi ini terjadi pada industri yang memiliki teknologi tinggi, oleh karena itu perusahaan dengan teknologi tinggi terlihat lebih banyak berinvestasi dalam intellectual capital (seperti sumber daya manusia, pengetahuan, merek, loyalitas pelanggan dan sebagainya. Manajer dalam industri seperti tersebut harus lebih banyak untuk mengungkapkan tambahan infonnasi kepada stakeholder.
Penelitian Pengaruh Leverage terbadap ICD Penelitiau sebelumnya telah memberi hasil beragam pa& hubungan antam leverage dan tingkat pengungkapan intellechd capital. Tecui keagenan digunakan untuk menjelaskan pengaruh leverage pada sejauhmana pmgui~gkapan sukarela oleh perusahaan. Menurut Oliveira et al. (2006) terdolpat hubungm antma tingkat pengungkapan intellectual capital dan levemge, begitu juga pada penelitian White et al. (2007) menyebutkan bahwa terdapat pen&
yang
signifikan antara leverage dengan pengungkapan intellectual capital. Narnun, pada penelitian Whiting dan Woodcook (201 1) menunjukhn tidak ada hubungan antara leverage perushm dengan pengunghpan intellectual capitul pada
perusahaan di New Zealand. White et al. (2010) mi-t
pengaruh masing
masing negara yang diteliti memberikan efek terhadap pengungkapan infellectual
capital pada leverage perusahaan. Penelitian Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan terhadap ICD Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa "sepmation of ownerskip
and control" atas perusahaan dapat menciptakan conflict of interest antara principal dan agent. Conjlict of interest dapat meningkat ketika mtinajemen berusaha untuk meningkatkan kekayaan mereka sendiri. Namun &ct
ofinterest
tersebut dapat diminimalkan dengan memberikan insentif yang tepat bagi manajemen untuk membuat p i l i i yang akan memaksknalkan kwj-
lxua
Pengaruh Kara&eristikPerusafiaan I k r M a p IntefictuaGCapitaC~cIbsure(Im)P d a Pmahaun Non Keuangan Tang T m h f i r di Bursa ~feklndonesia
principal, cara yang dilakukan manajer dengan melakukan pengungkapan seluas luasnya, sedangkan menurut Cerbioni dan Parbonetti (2007) bahwa agency theoy dan information asymmety digunakan untuk menjelaskan bagaimana konsentrasi kepemilikan perusahaan berpengaruh negatif terhadap pengungkapan ICD. Sikap terhadap upaya manajerial, risiko dan horisan waktu dapat berbeda antara pemegang saham dan manajer, sehingga terjadi konflik keagenan, untuk mengendalikan biaya agensi yang terjadi karena konflik kepentingan antara prinsipal dan agen, pemegang saham memantau manajer dengan mewajibkan pengungkapan yang lebih besar.
Penelitian Pengaruh Auditor Eksternal terhadap ICD Kualitas audit yang dilakukan oleh auditor mempunyai pengaruh terhadap pengungkapan informasi di dalam laporan keuangan. Kualitas audit ini erat kaitannya dengan reputasi auditor KAP. KAP yang besar memiliki insentif yang lebih besar untuk mengeluarkan laporan auditor independen yang akurat karena KAP tersebut memiliki reputasi yang lebih baik (Barako, 2007). Oliveira et al.
(2006) menyatakan bahwa hubungan antara jenis perusahaan audit dan pengungkapan intellectual capital dapat terjadi karena perusahaan audit yang besar memiliki reputasi untuk melestarikan dan mendorong klien mereka untuk menyediakan
pengungkapan
intellecual
capital,
daripada
membatasi
pengungkapan perilaku.
Penelitian Pengaruh Umur Listing Perusahaan terhadap ICD Whiting dan Woodcock (2011) mengatakan bahwa risk aversion adalah argumen yang mendasari umw listing perusahaan. Penelitian yang dilakukan Bukh et al. (2005) menunjukkan bahwa perusahaan yang telah mapan atau lebih tua kurang beresiko, oleh karena itu perusahaan yang lebih tua akan membenkan penggungkapan kurang dari perusahaan yang lebih muda yang beresiko. Perusahaan yang lebih muda lebih berisiko tinggi, sehingga perusahaan tersebut akan lebih cenderung untuk mengungkapkan informasi dalam upaya untuk menurunkan profil resiko perusahaannya.Perusahaan yang memililu umur listing
lebih muda berupaya untuk mendapatkan tarnbahan modal, dan meninfonnasi perusahan termasuk pengungkapan intellectual capital leb& banyak dibandingkan dengan perusahaan yang lebih lama listing di bursa efek (Barnes dan Walker, 2006 dalam Li et al., 2008), sedangkan menwt Haniffa dan Cooke
(2002) dengan semakin banyak informasi yang dhgkapkan diharapkan
aLan
semakin tinggi tingkat . b e p e r c a m investor. Perusattaan yang lebih muda memilki keinginan yang lebih besar untuk mengurangi skqtisme dm meningkatkan kepercayaan investor, yang m a g a g g a p p e m d a a n yang lebih muda lebih berisiko.
Penelitian Pengaruh Proporsi Komisaris Independen ICD
White et al. (2007) menyatakan bahwa baik pertmahaan benacuran besar maupun be-
kecil menunjukkan bahwa pengungkapan intelle&wd capital
didorong oleh komisaris independen. Tricker (1984) d a b Elanif% dan Cooke
(2005) menyatakan bahwa proporsi komisaris independen adalah sebagai mekanisme kontrol, yang tidak hanya untuk memastikan perusabaan bertindak untuk kepentingan pemegang saharn, tetapi juga untuk stakeholder Iainnya d q m memberikan informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan Lineja pemsahn. Li et al. (2008) dalam penelitian menyatakan bahwa pengun-
&arela yang
dilakukan perusahaan mempertimbangkan kompOsi dewan sebagai faktor penentu dari pengungkapan sukarela, beberapa menemukan bahwproporsi; dari dewan komisaris berhubungkan secara positif dengan kemqman dewan untuk mempengaruhi keputusan pengungkapan sukarela.
Penelitian Pengaruh Ukuran Komite Audit tcrhrdap ICD Cotter dan Silvester (2003) dalam Li, et al. (2008) menjehkun Dewan Pengawasan (Board Monitoring) adalah suatu fimgsi p g bukan' hanya dari struktur dan komposisi dari dewan komisaris, tetapi juga dari subkomite dewan komisaris di mana banyak proses clan keputusan penting dilakukan dm diawasi. Pengawasan ini dilakdcan oleh kornite yang dkbut k-te
audit. Ho dan Wong
(2001) dalam Gaa et al. (2008) berpandangsm W w a kaznite audit harus dqmt
Pengaruh Kara&dstikPe~l~~aftaan l i h ~ & pIntellkctuaCCaptaC~cIbmre(I@) N o n xeuangan Tang lerhftardt Bursa Efek-Indonesia
Padk P m h n
meningkatkan pengendalian internal dan bertindak sebagai sarana untuk mengatasi biaya agen. Hasil penelitian tersebut, menemukan bahwa semalun luas ukuran komite audit akan meningkatkan juga pengungkapan (disclosure) perusahaan. Smith (2003) dalam laporannya di Inggris mengidentifikasi peran komite audit dengan memastikan bahwa kepentingan pemegang saham benar benar dilindungi dalam hubungannya dengan pelaporan keuangan dan pengendalian internal. Menurut Li et al. (2008) komite audit diharapkan juga memiliki dampak yang signifikan terhadap pengungkapan nilai inforrnasi yang relevan terkait dengan elemen yang membentuk Intellectual Capital perusahaan.
Penelitian Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap ICD Menurut Branco et al. (2010) perusahaan besar perlu lebih banyak melakukan pengungkapkan karena perusahaan besar lebih sensitif terhadap biaya politik, selain itu perusahan besar memiliki sumber daya dan pimpinan yang berpengalamadunggul yang dapat mengurangi biaya untuk menyiapkan informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan, sedangkan perusahaan kecil umumnya berada pada situasi persaingan yang ketat dengan perusahaan lain. Penelitian White et al. (2007) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan intellectual capital. Hasil penelitian yang sama juga terdapat pada penelitian Branco et al. (2010) yang meneliti adanya pengaruh ukuran perusahaan pada pengungkapan intellectual capital di perusahaan yang terdaftar di Euronext pada tahun 2008. Ukuran perusahaan dalam berbagai penelitian terbukti merupakan faktor yang signifikan dalam menjelaskan tingkat pengungkapan informasi di sejumlah negara.
Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konseptual dalam penelitian ini Intellectual Capital Disclosure diperlakukan sebagai variable dependen sedangkan jenis industri, tingkat leverage perusahaan, pengaruh auditor ektemal, umur listing perusahaan, komisaris independen, ukuran komite audit dan ukuran perusahaan diperlakukan sebagai variabel independen. Berikut gambaran rerangka konseptual dalam penelitian ini:
Gambar 1: Rerangka Hipetais Penelitian Hipotesis penelitian statistik berdasarkan gambar keranglca koiwptuaI peneiitian diatas terdiri dari : H1 : Jenis Industri (Xl) secara signifikan berpen-
I
positif terhadq ICD 01).
H2 : Leverage (X2) secara signifikan berpengaruh positif terhadap ICD (Y).
H3 : Konsentmsi Kepemilikan (X3) secara signifikan beipengaruh negatif
terhadap ICD
01).
H4 : Auditor Ekstemal (X4) secara signifikan berpengamh positif terhadap ICD
Cy). H5 : Umur Listing Perusaham (X5) secara signifikan berpengaruh negatif terhadap pengungkapan terhadap ICD (Y). H6 : Proporsi Komisaris Independen (X6) secara signifikan beqm@
positif
terhadap ICD 01). H7 : Ukuran Kornite Audit (X7) secara signifikan berpengaruh positif terhedap
ICDO. H8 : Ukuran Penwhaan (X8) secara s i g n i f h berpengamh positif k&&p
ED
01).
H9 : Jenis Industri (Xl), Leverage @2), Konsentmsi Kepemilikan @3), Auditor Eksternal @4), Umur Listing Perusahaan @5), Proporsi Komisaris Independen @6), Ukuran Komite Audit (X7), Ukuran Perusahaan (X8) berpengaruh secara sitnuitan terhadap Intellectual Capital Disclosure 01).
Pengaruh i'(arat&~risti&Pemakn T u M a p IntefictualCaptal~cIbsure(Im) P~Q Pmaliaan ~I Non Keuangan Tang Tb-daftar di: Bursa Efe&Idomsia
METODE PENELITIAN Populasi, Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mempublikasikan annual report,dimana perusahaan juga mengungkapkan informasi (disclosure) tanggung jawab sosial atau menyampaikan sustainability report untuk tahun 2010. Pada periode tersebut terdapat 400 perusahaan, setelah dilakukan pemilihan sampel dengan metode purpose sampling, maka sampel yang layak digunakan (memenuhi krteria) dalam penelitian ini adalah 105 perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel didasarkan pada pertimbangan bahwa perusahaan yang melaporkan sustanability report memberikan informasi lebih banyak, sehingga dapat mengurangi terjadinya asimetri informasi.
Variable Penelitian dan Definisi Operasional Variable Dependen Variable dependen dalam penelitian ini adalah ICD yang diukur menggunakan angka index (ICD Index). ICD Index untuk masing-masing perusahaan pada penelitian ini dihitung berdasarkan pada
formula penghitungan
indeks
pengungkapan yang digunakan Bukh et al. (2005), dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: ICDIj = Indeks pengungkapan IC nj = Jumlah item untuk j tahun perusahaan (76 item) Xu
=
1 jika item ith diungkapkan, 0 jika item ith tidak diungkapkan, jadi, OIICDlj
<1.
ICD
Index
dihitung
dengan
cara menjumlahkan
inforrnasi yang
berhubungan dengan pengungkapan item item intellectual capital dalam annual report. Pengungkapan intellectual capital yang terdapat pada annual report, dilakukan dengan cara memberi point sesuai jumlah frekuensi item indeks yang
QenganrlE ~ r a & m t & ~l enh h p ~ n t e l k t d G q n (d ~ ~ ) @kmdkut W Ni m g a n Yang ler&ftardi Bursa E$&Ik&nesi~
-
ditemukan dalam annual report. Poin 1 diberikan jika item intellectual capital ditemukan dalam annual report masing masing p w a h i . dan ~ 0 jika item tidak ditemukan dalam laporan tahman masing masing perrtsahaan. Variable Independen Jenis Industri (JEP)
Jenis industri dalam penelitian adalah pembagian jenis industri bedasarkan klasifikasi The Global Industry Classification Standard (GICS), yang membagi
menjadi 2 klasifikasi : high-IC intensive dim low-IC intensive industries. Pengukuran jenis industri ini sesuai dengan penelitian yang
~~ Whiting
dan Woodcook (201 1). Berilrut adalah tabel klasifikasijenis idustri : Tabel 1: Jenis Industri
Tingkat Leverage (LEV)
Tingkat leverage dalam penelitian ini adalah rneaguh hhunga8.1'antara total aktiva dengan modal ekuitas yang di-
untuk mendanai aktiva
perusaham yang terdaftar di BE1 pada tahun 2010. 'I;ingkaf leverage~.dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan Debt To E q u q R&
PER)
perwahaan yang dijadikan sampel pada tahun 2010 yang dhdm Qengan membagi total kewajiban pa& tahun 2010 dengan ekuitas pemegtmg saham pada tahun 2010. Adapun rumus leverage dapat dihitmg: Lev-=
Total tiutamg Perusdam pada Wmn t Total Ekuft%c P e m d a a npada Tdmm t
Perqaruh Kara&enitikPemahaan T e r M p Inte~ctuaCCapitaC~cIbsure (Im)P& P m a h n Won Keuangan Tang 55erhft.r di Bursa Efe~IdoneSia
Konsentrasi Kepemilikan (KONPEM)
Konsentrasi kepemilikan pada penelitian ini adalah ukuran dari hak suara distribusi terbesar baik kepada pemilik atau manajer yang dimiliki pada akhir periode 2010. Pada penelitian ini untuk mengukur konsentrasi kepemilikan didasarkan pada konsentrasi kepemilikan saham terbesar di perusahaan dengan komposisi pemegang saham tercatat yang memiliki > 5% saham per 3 1 Desember 2010 sesuai Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor : Kep-305lBEJl072004 tentang Pencatatan Saham.
Pengaruh Auditor Eksternal (AUK)
Audit ektemal dalam penelitian adalah perusahaan yang menggunakan jasa
KAP Big Four sebagai perusahaan audit untuk mengaudit annual report perusahaan pada tahun 2010, ha1 tersebut mengacu pada penelitian yang dilakukan Whiting dan Woodcock (201 1). Pada penelitian ini audit ektemal diukur dengan memberikan nilai 1 jika perusahaan diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan KAP Big-Four, dan 0 jika tidak beralifiasi dengan KAP Big four. KAP Big-Four yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) Price Waterhouse Coopers, dengan partnernya di Indonesia KAP Tanudiredja, Wibisana & Rekan (2) Ernst & Young, dengan partnemya di Indonesia KAP Purwantono,
Suherman & Surja. (3) Delloitte and Touche Tohmatsu, dengan partnernya di Indonesia KAP Osman Bing Satrio & Rekan (4) Klynveld Peat Manvick Goerdeler (KPMG) International, dengan partnemya di Indonesia KAP Siddharta dan Widjaja.
Umur Listing Perusahaan (AGE) Pada penelitian ini umur listing adalah pencantuman suatu efek dalam daftar efek yang tercatat di Bursa sehingga dapat diperdagangkan di Bursa. Umur listing perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan Log of length of listing, yaitu lama periode waktu mulai mencatatkan di pasar modal sampai dengan saat berakhirnya periode laporan tahunan 20 10 Pengukuran tersebut sesuai dengan penelitian dari
Li et al. (2008). Penentuan usia listing dijelaskan dalam rumus :
AGE = Ln (Tanggal m
y
a periode laporan tahunan (2010 - tanggal pertam
kali terdaftar di bursa). Keterangan: AGE = Usia listing. Komisaris Independen (KOMIN)
Komisaris independen dalam penelitian ini adalah sekelompok orang yang dipilih atau ditunjuk untuk mengawasi kegiatan suatu perusahaan atau organbsi,
yang tercatat dalam tata kelola perusahaan pada periode 2010. Komisaris independen dalam penelitian ini diukur berdaswkan "Proportion of independent non-executive directors on board @rowfor board campsition. %)"
.Pengukuran
tesebut sesuai dengan penelitian yang dilalolkan Li et al. (2008); Variabel ini diukur dengan cara menghitung jumlah komisaris independen diigi jumlah dewan komisaris, yang terdapat pada perusahaan yang ter-
di BE1 gada tahun
20 10. Penentuan komisaris Independen dijelaskan dalam minus : Rumus: INED (%) = Komisaris independen + Jumlah total komisaris
Keterangan: INED (%)
= Proporsi komisaris i n d e p n h
Ukuran Komite Audit (KOMDIT) Komite Audit dalam penelitian ini didasadam adalah suatu komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu meleksanakan tagas dan fungsinya. Jadi disini komite audit memiliki fungsi membautu dewan komisaris, dimana dalam banyak proses clan keputusan penting hrws dipa&m ctan b b i l . Ukuran komite audit dalam penelitian ini diukur dengan menghitmg total jundah anggota komite audit pada perusahaan yang terdaftar di BE1 pada tahtp1,2010. Pengukuran tersebut mengacu pada penelitian Gan et al. (2.008). "Total m m k r of audit committee members in year. .."
Ukuran Perusah-
(SIZE)
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini adalah besarnya kehyaan perusaham yang ditunjukkan dengan nilai total aktiva
dalam ncraca a k k
Pengamh ~ara&enstz~Pe'enua/iaan TerMap Inte&ctua6CaPtaC~cIbsure (Im) Pudh Perusaliaan Xon Keuangan Tang T'daftar di Bursa Efe(Jdonesia
perusahaan yang terdaftar di BE1 pada tahun 2010. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan total aset perusahaan pada akhir tahun fiskal2010. Pengukuran ini sesuai dengan penelitian Bruggen et al. (2009) "Total
amount of assets at the end offiscal year".
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Data Penelitian Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan non keuangan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pada periode
2010, dimana perusahaan telah mempublikasikan annual report, mengungkapkan informasi (disclosure) tanggung jawab sosial atau sustainability report untuk tahun 2010. Setelah dilakukan pemilihan sampei maka sampel yang layak digunakan sebanyak 105. Adapun rincian sampel dalam penelitian ini meliputi aneka industriotomotif & komponen 4, industri barang konsumsi-fmasi 8, jasa advertising, printing & media 7, jasa komputer dan perangkatnya 2, telekomunikasi 4, konstruksi, properti & real estate 19, agriculture 8, hotel dan pariwisata 2, industri barang konsumsi 5 , industri.dasar kimia 14, infiastruktrur, utilitas dan transportasi 5, perdagangan barang produksi 4, perdagangan, jasa dan investasi-restoran 1, pertambangan 16, perusahaan energi 3, perusahaan infrastruktur pengelola jalan to1 3.
Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik sampel dalam penelitian dengan melihat jumlah sampel (N), rata rata sampel (mean), nilai maksimum, nilai minimum serta standar deviasi analisis statistik deskriptif perusahaan :
(0).Berikut
ini adalah tabel
pengad l ( ~ l & ~ @ m i d a alniiadhp n ~ n t e h c t d C a p a t (rm) d ~
Ti-wan
Tkng ln&ft.. di Bur?;a E m -
<
Berdasarkan pada tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlsh sampel (N) yang digunakan d a b penelitian ini sebanyak 105 perusaham. ICD p g dilakukan perusahaan sampel mimimum adalah sebesar 14% dan pengarlgkapan maksimum sebesar 72%. Sedangkan rata rata (mean) ICD diketahui &mar 35,86%. Kondisi tersebut menunjukkan bahm ICD dari perusahaan yang menjadi
sampel masih rendah. Nilai standar deviasi sebesar 0,12429 yang mlatif lebih rendah dari nilai rata rata (mean), menunjukkan bahwa .&pangan data yang
terjadi relatif tidak besar, ha1 tersebut berarti bahwa ICD yang diungkapkan masing masing perusahaan sampel memililu rata rata besaran pengtmgkapan yang hampir sama. Simpangan data yang tidak besar tersebut menunjukkm bahwa data variabel ICD dikatakan cukup baik. Perbedaan tingkat pengungkapan pada perusahaan dengan jeais high-ZC intensive dan low-ZC intensive industries dalam penelitian ini dapat dilibat pada
tabel dibawah ini:
.
Pengaruh Kara~teristikPemahnInhadkp Inte&ctuaCCapitaC%cIbmre (Im)Padh P a u s a h n Won Keuungan Tang Terhftar di Bursa E f e ~ l d o m s i a
Tabel 2: Perbedaan Tingkat Pengungkapan Intellectual Capital High-tech
Low-tech
N=44
N=6 1
Item Pengungkapan
Perbedaan Tingkat ICD (%)
ICD
%
ICD
%
Employess
380
30,84
556
32,55
1,71
Customers
163
26-46
207
24.24
2,22
Information Technology
98
37.12
110
30.05
7,07
Processes
155
39,14
215
39,16
0.02
19,44
88
16,03
3.41
59.24
502
54.86
4.38
-
P
Research & Development
77
Strategic Statement
391
1
1
-
-
-
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa perbedaan tingkat ICD berdasarkan pembagian high-IC intensive industries dan low-IC intensive industries
pada
perusahaan
sampel
menunjukkan
tingkat
perbedaan
pengungkapan yang sangat kecil. Pada high-IC intensive industries dengan perusahaan sampel (N) sebanyak 44 pengungkapan intellectual capital terbesar dilakukan pada Strategic Statement, yaitu sebesar59,24% sedangkan pada Low-IC intensive industries dengan perusahaan sampel (N) sebanyak 61 sebesar 54,86%.
Hasil Pengujian Model Regresi Berdasarkan uji statistik koefisien determinasi (R Square) R2 sebesar 0,343 ha1 tersebut menjelaskan variabel independen: jenis industri (JEP), Leverage (LEV), konsentrasi kepemilikan (KOMPEM), auditor eksternal (AUK), umur
listing (AGE), proporsi komisaris independen (KOMIN), komite audit (KOMDIT) dan ukuran perusahaan (SIZE) dapat menjelaskan variabel intellectual capital disclosure (ICD) sebesar 34,4% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Sedangkan nilai F hitung diketahui sebesar 6,258 dengan tingkat signifikansi 0,000. Tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari tingkat kepercayaan sebesar 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model regresi dapat dipakai untuk memprediksi selur-h variabel independen (JEP, LEV, KONPEM, AUK, AGE, KOMIN, KOMDIT, SIZE) secara simultan (bersama-sama) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (ICD) sebesar 0,000.
Qqa&
1
@
r
H
w
n ~ k r f u d1l ~n t e h C t 2 d (I@)& ~ ~ ~ EfikI*
f h r i w n g a n Yang ler&firdi
< .
Hasil Pengujian Hipotesh Dari hasil pengujian statistilt regresi linear bagmda dengan menggunakm soJtware SPSS 19 dapat dilihat pengaruh antara variable ICD dengan variable-
variabel independen &lam tabel di bawah ini:
KOMDIT
,072
,015
,418
4,673
,000
SIZE
,001
,001
,190
2,086
,040
Berdasarkan tabel diatas &pat ditarik suatu persamaan regresi, yaitu:
Y = 0,066 + 0,021 XI-0,004 X2 + 0,024 X3 + 0,843 X4 + 0,WO X5 + 0,010 X6
+ 0,072 X7 + 0,001 X8 + E B e r d k a n pada pengujian empiris diatas dapat disimpulkan dari delapan variabel independen yaitu jenis industri, leverage, konsentrasi kepmdikan, pengaruh auditor ekternal, umur listing perusahaau, komisaris hdepmden, komite audit dan ukuran perusaham hanya terdapat dua variabel ni-
yang
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen ICD yaitu pngimh komite audit dengan tingkat s i g n i f h 0,OO dan ukuran perusahaam dengm tingkat signifikan 0,040. Jenis industri tidak signifrkan berpengaruh positif terhadslp ICD. Hal tersebut menjelaskan bahwa jenis industri pada penelitian ini terbukti tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat ICD. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan o2eh Bozzollan et al. (2003), Bruggen et al. (2009), Whiting dan Woodcock (2011) yang menyebutkan bahwa industri berbasis teknologi atau pengetahuan (High-IC intensive industries) akan terlibat
Pe'engarufi l(ara&eristi&Pem-ahn Terliad;zpIntelhctualCa@&C%chsure ( I o Parih Pmaliaan Non ~euanganY a y lerdaftar di: Bursa 'Efek~ndonesiu
lebih dalam mengungkapkan intellectual capital daripada industri yang mengandalkan pada aset fisik perusahaan, seperti pegungkapan mengenai sumber daya manusia, pengetahuan, merek, loyalitas pelanggan program, dan sebagainya. Bozzolan et al. (2003) juga menjelaskan bahwa manajer pada High-IC intensive industries seharusnya lebih banyak untuk mengungkapkan tambahan informasi kepada stakeholder. Ketidakkonsistenan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ada kemungkinan dipengaruhi oleh data perusahaan sampel, dimana perusahaan dengan karakteristik Low-IC intensive industries lebih banyak dibandingkan dengan High-IC intensive industries, pada penelitian ini perusahaan sampel terbesar terdapat pada perusahaan tambang dan energy besar 19 perusahaan, perusahaan manufaktur, baik dalam industri dasar kimia maupun industri barang konsumsi sebesar 19 perusahaan , perusahaan infiastuktur dan pengelola jalan to1 sebanyak 6, dimana perusahaan tersebut lebih banyak mengandalkan dan mengungkapkan mengenai aset fisik perusahaan dibandingkan dengan pengungkapan intellectual capital perusahaan. Pertimbangan lain adalah bahwa Bagi perusahaan dengan Low-IC intensive industries manfaat lebih banyak diperoleh bila mengungkapan lebih informasi mengenai asetlfisik perusahaan untuk lebih meyakinkan investor bagi perusahaan mereka dibandingkan mengungkapkan informasi mengenai intellectual capital perusahaan. Leverage pada penelitian ini menunjukkan tidak signifikan terhadap ICD dengan arah yang negatif. Hasil analisi ini menjelaskan bahwa semakin tinggi leverage maka ICD semakin kecil, sehingga hipotesa pengaruh leverage (X2) secara signifikan berpengaruh positif terhadap ICD ditolak. Hasil penelitian ini konsisten dengen penelitian yang dilakukan oleh penelitian Whiting dan Woodcook (2011) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara leverage perusahaan dengan ICD pada perusahaan di New Zealand. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan White et al. (2007) yang menjelaskan semakin besar perusahaan, semakin tinggi tingkat leverage, semakin tinggi pula tuntutan pada perusahaan untuk mengungkapkan informasi yang lebih luas dibanding perusahaan yang tingkat leverage-nya lebih rendah. Konsentrasi kepemilikan pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak signifikan terhadap ICD dengan hasil positif. Hasil analisi pada penelitian ini menjelaskan bahwa semakin terkonsentrasi kepemilikan maka ICD semakin besar
namun tidak signifikan terhadap ICD, sehingga hi-
pengad konsentrasi
kepemiWran (X3) secara signifikan berpengaruh negatif te-p
ICD ditolak.
Berdasarkan data perusaham sampel menunjukkan bahwa 61% pefilsabaan lebih terkonsentrasi. Hal tersebut menjelaskan bahwa meskipun perusahaan telab go public, perusahaan masih dimiliki secara m a y o r i t a s / d s h oleh keluergapemlhi
penwhaan, baldan beberapa perusahaan juga terlibat dalam w e r i a l perusahaan. Hal tersebut tentu saja dapat memundkan masalah agensi antara pemegang saham mayoritas, yang juga sebagai manajer perwbm, dengan pemegang saham minoritas. Hasil penelitian ini konsisten dengen penelitian yang dilakukan oleh Whiting dan Woodcook (2011), Li et al. (2008) dan White et al. (2007) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara konsentrasi kepemilikan perusahaan dengan ICD. Namun berbeda d e n p penelitian yang dihkukm Cerbioni dan Parbonetti (2007), Singh dan Mitchell (2008), yang meajehkm bahwa kepemilikan perusahan yang lebih besar penyebaran kepemdbmya akan lebih mengungkapkan informasi lebih banyak untuk mengurangi biaya agency
dan informasi asimetri. KAP yang besar biasanya lebih mempunyai pengar&
terhrtdap
pengungkapan laporan kewgan, karena KAP tersebut lebih 'bersifat independen
dan berusaha untuk lebih menjaga kualitas serta reputasi atau nama baik KAP mereka Pada penelitian ini KAP menunjukkan tidak signifkin terhadap ICD dengan hasil positif, sehingga hipotesa pen& signi-
aditor ekstemal (X4) secara
berpengaruh positif terhadap ICD ditolak. Hasil penel*
ini tidak
konsisten dengan penelitian yang dilakukan Barako (2007). Bedasadm data perusahaan sampel menunjukkan bahwa, sebanyak 61%perusaham di fndoQesia banyak yang mengunakan KAP Big Four sebagai KAP pezusahaan mereka. Namun demikian hasil tersebut belum mengidkasikan bahwa d q m
menggunakan KAP Big Four dapat memberikan pengar& terhadap ICD di Indonesia. Ada kemungkian ketidakkonsistenan tersebut dapat disebabkan oleh kondisi dimana penggunaan KAP hanya sebagai syarat BAPEPAM, bahwa laporan keuangan telah diaudit sleh KAP.
Umur listing perusahaan pada penelitian ini tidak signifikan terhadap ICD dengan hasil arah positif. Hasil analisi pada penelitian ini menjelaskan bahwa semakin tua umur listing perusahaan maka ICD semakin besar namun tidak signifikan, sehingga hipotesa pengaruh umur listing perusahaan (X5) secara signifikan berpengaruh negatif terhadap ICD ditolak. Hasil penelitian ini konsiten dengan penelitian yang dilakukan oleh Whiting dan Woodcock (2011) yang menjelaskan bahwa umur listing perusahaan tidak signifikan berpengaruh terhadap ICD. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Bukh et al. (2005), Barnes dan Walker (2006) dalam Li et al. (2008), yang menjelaskan bahwa bahwa perusahaan yang telah mapan atau lebih tua kurang beresiko, oleh karena itu perusahaan yang lebih tua akan memberikan pengungkapan kurang dari perusahaan yang lebih muda yang beresiko. Umur listing dalam penelitian ini tidak dapat dijadikan patokan terhadap ICD, karena berdasarkan data tabulasi dapat diketahui adanya variasi ICD yang dilakukan perusahaan. Terdapat perusahaan yang umur listing-nya lebih muda melakukan pengungkapan lebih luas seperti Elnusa Tbk yang baru listing 2 tahun mengungkapkan sebesar 53,8%, namun ada juga perusahaan yang umur listing-nya lebih tua melakukan pengungkapan lebih luas seperti Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk yang sudah listing telah
15 tahun melakukan pengungkapan sebesar 70,5%.
Berdasarkan data dapat diketahui bahwa perusahaan yang listing lebih dari 10 tahun sebanyak 57,58% mengungkapan lebih dari 40%. Komisaris Independen dalam penelitian ini menunjukkan tidak signifikan berpengaruh positif terhadap ICD. Hasil analisi ini menjelaskan bahwa hipotesa Proporsi Komisaris Independen (X4) secara signifikan berpengaruh positif terhadap ICD ditolak. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengen penelitian yang dilakukan oleh White et al. (2007), Cerbioni dan Parbonetti (2007), Li et al. (2008) dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan mempertimbangkan komposisi dewan independen sebagai faktor penentu dari ICD, jadi proporsi dewan komisaris berpengaruh signifikan untuk mempengaruhi keputusan ICD. Ketidakkonsistenan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dikarenakan peran dari komisaris independen yang relatif
pasif pada perusaham sunpel, babkan anggota komisaris independea sama sekd tidak menjalankan peran pengawasannya terhadap dewen direksi. Hal &ut &pat dilihat pada beberapa kasus komisaris independen p g tidak k l i k i kemampuan. Berdasarkan proses tabulasi dapat diketahui k~misaris yang terdapat dibeberapa perusahan berasal dari pejabat publik
tokob
masyarakat yang behun tentu memiliki keahlian dalam kontek manajemen. Bahkan pada beberapa perusahaan terdapat anggob komisaris indepeden yang temyata juga menjabat sebagai komisaris dan direksi dipemdan lain. Terdapat juga pejabat yang masih aktif yang diangkat p a u d a m sebagai kodsaris independen dengan tujuan untuk mendapatkan kemudahm akses ke instansi pemerintah. Berdasarkan kondisi tersebut diduga peran komisaris kkpeaden
daIam penelitian ini sangat diragukan, karena menjadi bersifat tidak incEepeadeo mementingkan kepentingan pemegang saham mayoritas ataupuu hubungamya dengan Dewan Direksi.
Ukuran komite audit pada penelitian ini menunjukkan signiberpengaruh positif terhadap terhadap ICD. Semakin besar ukuran komite audit maka perusahaan akan semakin luas untuk melakukan ICD. Hasil penelitiaa ini mendukung penelitian yang diiakukan Ho dm Wong (2001) &am
Gan et d.
(2008), Li et al. (2008) yang menemukan bahwa semakin luas ulnn;tn komite audit akan meningkatkan juga pengungkapan (&closure) perusahaan. Komite audit mempunyai peran penting untuk memelihara lnedibilitas proses penyusunan laporan keuangan. Perusahaan akan menjadi lebih baik dengan adanya kontrol
yang efektif dari komite audit. Komite audit meningkxtlcau Mbilitas pelaporan keuangan rnelalui (1) pengawasan atas proses pelaporan tennasuk sistern pengendalian internal dan penggunaan prinsip akuntansi berterima umum (2) mengawasi proses audit secara keseluruhan. Jadi dengan adanya komite audit
Inaka (1) b e r h g n y a pen-
ahltansi yang
tepat, (2) -gnya pengungkapan akuntansi yang tidak tepat dan (3) behmqnya tindakan kecurangan manajemen dan tindakan ilegal (Smith, 2003). Menurut Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-29M2004, komite audit barus memiliki syarat :
(1) Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetah-
dm pengalaman
Pengamh Z(ara&eristikPemahaan Ikrhdap I n t e ~ c t u a ~ C u p t a ~ ~ c I b(Im) m r ePa& Penuahaun Won Z(euangan Tang Terdaftur di Bursa EfekIdonesia
yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya setay mampu berkomunikas dengan baik (2) Komite audit memiliki latar belakng pendidikan akuntansi atau keuangan (3) Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan Ukuran
perusahaan
dalam
penelitian
ini
menunjukkan
signifikan
berpengaruh positif terhadap terhadap ICD. Semakin besar total aset perusahaan semakin banyak perusahaan untuk melakukan ICD. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Bozzolan et al. (2003), Ga'rcia-Meca et al. (2005), Petty dan Cuganesan (2005) dalam Branco et al. (2010), White et al. (2007), Bruggen et a1.(2009) dan Branco et al. (2010) yang menjelaskan bahwa perusahaan besar lebih banyak melakukan pengungkapkan karena perusahaan besar lebih sensitif terhadap biaya politik, selain itu perusahan besar memiliki sumber daya dan pimpinan yang berpengalamanlunggul yang dapat mengurangi biaya untuk menyiapkan inforrnasi yang dibutuhkan oleh pemsahaan, sedangkan perusahaan kecil umurnnya berada pada situasi persaingan yang ketat dengan perusahaan lain. Penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian Hackstone dan Milne (1996) dalam Bozzolan (2003) yang menjelaskan bahwa perusahaan besar melakukan kegiatan lebih banyak, dan biasanya memiliki unit bisnis yang berbeda yang memiliki perbedaan penciptaan nilai potensial yang berbeda dalam jangka panjang, oleh karena itu pengungkapan yang lebih banyak perlu dilakukan untuk memberikan gambaran yang lengkap mengenai perusahaan kepada stakeholder.
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLEMENTASI
Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian dan pcmbahasan sebagaimana telah disajikan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Sampel yang digunakan sebanyak 105, dengan populasi merupakan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa dari delapan variabel independen hanya dua variabel independen yang berpengaruh signifikan
positif terlladap ICD, yaitu variabel komite audit dan
uhnan penraabaan.
Variabel jenis industri, leverage, p e n g a d auditor ekstemal, k
d
kepemilikan, komisaris independen, umur listing
tidak signifikan terhadap ICD. 2. Tingkat ICD dalam penelitian ini mta rat. hanya sebesar 35,86%,
menunjukkan bahwa ICD di Indonesia mih rendah, itu d p belum adanya kesadaran dari perusahaan di Indonesia terhadap p t i n e y a ICD untuk meningkatkan nilai perusahaan di masa yang akan dabng. Dimungkhkan juga karena adanya pertimbangan mahdnya biaya yang harus dikeluarkan untuk rnehkukan pengungkapan yang lengkap, karena ICD mas& bersifkt sukarela, perusahan sampel beranggapan bahwa pengungkap~ini be1m perlu untuk diungkapkan dalam laporan tahuau perushm sampeL
.
Keterbatasan dan Implementasi Penelitian ini terdapat keterbatasan yang mungkm dapat menganggu hasil analisis. Beberapa saran berikut dapat digunakan untuk menambah referensi pads penelitian selanjutnya, yaitu perlunya menambah tahun pengamatan sehingga &pat melihat bagaimana pola ICD apakah mengalami kenaikan atau penurunan. Variabel konsentrasi kepemilikan pada penelitian ini belum ada pemisahan antara kepemilikan institusional dengan kepermllran manajerial sehingga penelitian selanjutnya dapat memisahkan kepemilikan tersebut. Variabel konsentrasi kepemilikan php e n e l h ini mengunakan proksi kepemilikan d a m terbesar yang tenlapat d-i
ada
baiknya pada penelitian selanjutnya dapat mengkombhasikan dengan proksi kepemilikan 3 kepemilikan saham terbesar untuk dapat melihat apakrrh perbedaan proksi tersebut men*
pengungkapan yang t e d d a terhadap ICD. Penggunaan
proksi lain atau kombinasi kedua proksi dhrapkan dapat lebih menyempwdum hasil penelitian ini. Variabel komite audit pada penelitian ini me~ggvdzmproksi jumlah/ukuran
komite,
ada
baiknya
pada
penelitian
selmjutnya dapat
mengkombinasikan dengan proksi totaVjumlah komisaris independen dakim total komite audit untuk melihat apakah terdapat hasil ICD sama atau berbeda. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa ICD mas& sedikit, hal tersebut menunjukkan bahwa annual report pada pe?usahaan di Indonesia mas&
Pengamh Karat$ e r i s t i k P e m a h n Grliadhp ~ n t e & c t u a C ~ a p i t a S ~ c h m( Ir eO ) P& P e m s a h n Won Xeeuangan Tang Tirdaftar di Bursa Efe~lndonesia
Master Plan Pasar Modal lndonesia (Indonesian Capital Market Master Plan) 2005 - 2009, BAPEPAM Departemen Keuangan Republik Indonesia Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank 2010 BAPEPAM Kementerian Keuangan Republik Indonesia
-
2014,
Oliveira, L., Lu'cia Lima Rodrigues and Russell Craig, 2006, Firm-Spec@ Determinants of Intangibles Reporting: Evidence @om The Portuguese Stock Market, Journal of Human Resource Costing & Accounting, Vol. 10 No. 1, page 11-33. Petty, Richard M., Suresh Cuganesan., Nigel Finch and Guy Ford, 2009, Intellectual Capital and Valuation: Challenges in the Voluntary Disclosure of Value Drivers, Journal of Finance and Accountancy Intellectual Capital, page 1-7, www. ssm.com. Purnomosidhi, B., 2006, Praktik Pengungkapan Modal Intelektual pada Perusahaan Publlik di BEJ, Jumal Riset Akuntansi Indonesia, 9 (I), page 1-20. Suhardjanto, Djoko dan Mari Wardhani, 2010, Praktik Intellectual Capital Disclosure Perusahaan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, JAAI, Volume 14 No. 1, Juni, 2010: page 71-85. Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep- 134lBV2006, tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan Publik Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep- 1 11lPMl1997, tentang Perubahan Peraturan No.m.C.7, tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pemyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum oleh Perusahaan Menengah atau Kecil Surat Keputusan Direksi Pt Bursa Efek Jakarta (BEJ) No:Kep-305/BEJ/07/2004, tentang Peraturan Nornor I-A Tentang Pencatatan Saharn dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham Yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat Surat Berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) No.Kep-29/PM/2004: No. IX.I.5, tentang Pembentukan dan Pedoman Kerja Komite Audit Sveiby, Karl Erik, 1998, Measuring Intangables & Intellectual Capital - An Emerging First Standard, http:l/www.sveib~.com/articles/Intangible methods.hm.
Scott, William R., 2009, Financial Accounting Theov, 5th Ed., Person Prentice Hall. Smith, Sir Robert, 2003, Audit Committees Combined Code Guidance (A Report And Proposed Guidance). Financial Reporting Council Holborn Hall 100 Gray's Inn Road London WClX 8AL.www.~.org.uk/publicatio11~. White, Gregory., Alina Lee and Greg Tower, 2007, Drivers of Vduntary Intellectual Capital Disclosure in Listed Bwtechnology Companies, Journal of Intellectual Capital, Vol. 8 No. 3,2007, page 517-537. White, G., Lee, A., Yunhgsih, Y., Nielsen, C., and Bukh, P.N., 2010, The Nrrtue and Extent Of Voluntary Intellectual Capircll Diselostlres by Australian and UK Biotechnology Companies, Joumrtl of Intellectual Capital, Vol. 11 No. 4, page 519-36. Whiting, Rosalind H., and James Woodcock, 2011, Finn C h a r m u and Intellectud Capital Dkc10sure by Australian ~ ~ i eJ s m, d Human Resource Costing & Accounting, Vol. 15 Iss: 2, page 102- 126.
Peenganih ~ a r a & e r i s t i ~ P e m a hTerhdap n InteakctualCaptal&cIbmre (Im)Pad2 Perusahn Won Keuangan Tang I'mcihftard? Bursa E f e k I n d o n e ~
belum dapat mengungkapkan inforrnasi sesungguhnya yang terdapat diperusahaan, untuk itu BAF'EPAM perlu menerbitkan regulasi yang dapat mendorong perusahaan di Indonesia untuk lebih meningkatkan ICD, karena berdasarkan penelitian Bozzollan et al. (2003) dapat diketahui bahwa intellectual capital merupakan salah satu tipe informasi yang paling banyak dipertimbangkan oleh investor. Manager perlu untuk meningkatkan kualitas pengungkapan dan transparansi untuk lebih menarik minat para investor.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Barako, Dulacha G., 2007, Determinants of Voluntary Disclosures in Kenyan Companies Annual Reports, African Journal of Business Management, V O ~1(5), . pp. 1 13-128. Branco, Manuel Castelo., Catarina Delgado., Manuel Sa.' and Cristina Sousa, 20 10, An Analysis of Intellectual Capital Disclosure by Portuguese Companies, EuroMed Journal of Business, Vol. 5 No. 3, pp. 258-278. Bontis, Nick, 2001, Assessing Knowledge Assets: A Review of The Models Used to Measure Intellectual Capital, International Journal of Management Reviews, http://www.business.queensu.cakbe Bozzolan, Saverio., Francesco Favotto and Federica Ricceri, 2003, Italian Annual Intellectual Capital Disclosure an Empirical Analysis, Journal of Intellectual Capital, Vol. 4 No. 4, pp. 543-558. Bukh, P. N., 2003, Commentay: The Relevance of Intellectual Capital Disclosure: A Paradox?, Accounting, Auditing & Accountability Journal, 16 (I), pp. 49-56 Bukh, Per Nikolaj., Christian Nielsen., Peter Gormsen and Jan Mouritsen, 2005, Disclosure of Information on Intellectual Capital in Danish IPO Prospectuses, Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 18 No. 6,2005. pp.713-732. Buku Panduan lndeks Harga Saham Bursa Efek Indonesia, 20 10. Bni'ggen, Alexander., Philip Vergauwen and Mai Dao, 2009, Determinants of Intellectual Capital Disclosure: Evidence from Australia, Management Decision,Vol. 47 No. 2, pp. 233-245.
KAJIAN TEORITIS PERANAN INTERNAL AUDITOR Jeanne Asteria W. Martinus Sony Ersetiawan Universitas Katolik Darma Cendika
ABSTRACT Internal auditor as internal exarrzination which evaluating all the operation of the organization especial& about system internal control, also accompanied external uuditor to explain more detailed about all theflow and procedure system internal control and give the reason and benefit about implementation of internal control. Internal auditor has to assure that all the evidence about external or internal transaction are real and objective. If internal auditor find inconsistency about the policy of the firm, so internal auditor has to explain and guide to the right things and also follow up all the audit findings to achieve the goal of the Jirm. Internal auditor gives all the annually report to all the directors to make a best decision. Keywords: internal auditor, objective auditfinding
PENDAHULUAN Pada umumnya kinerja perusahaan tidak mudah mencapai tingkat yang optimal, ha1 ini disebabkan oleh salah satu faktor yaitu kurangnya peranan internal auditor, khususnya dalam menguji dan mengevaluasi kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian internal, ha1 ini dapat mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Pimpinan perusahaan berperan dalam menetapkan tujuan dan strategi pelaksanaan pencapaian tujuan tersebut, dalam ha1 ini pimpinan perusahaan tidak dapat bekerja sendiri, melainkan membutuhkan pendarnpingan dan advice/nasihat/saran yang berguna dari internal auditor. Adapun jasa dari internal auditor, yaitu jasa utama dalam bidang audit, jasa lainnya memberikan saran yang berkaitan dengan temuan-temuan dan tindak lanjut perbaikan, juga internal auditor perlu menjaga hubungan baik dengan ekstemal auditor (Akuntan Publik) demi kelancaran pelaksanaan audit.
Kesemuanya ini bertujuan untuk membantu para pimpinan dalam merencanakan dan melaksanakan sistem pengendalian serta dapat mengidentifiki berbagai
resiko yang timbul, mencegah terjadinya penykpangan dan pa& akhimya memberikan konsultasi atas pemecahan masalah &ternal demi kelangsungm hidup perusahaan. Agar dapat memberikan jasa yang optimal, maka internal auditor harus mematuhi standard profesi yang telah ditetapkan dan melakukannya secara profesional dalam ha1 menjaga sikap independent, obyektif dan integritas tinggi. Kelangsungan hidup perusahaan sangatlah tergantung pada falrtor bejalannya sistem pengendalian agar efisien, efektif dan ekonomis, untuk menkesemuanya itu maka perlu jasa internal auditor. Menyimak uraian diatas, maka penulis tertarik mengangkat top& tentang peranan internal auditor, yang seringkali dilugakan oleh jajamn perusahaan.
TINJAUAN PUSTAKA Audit Internal Pengertian Audit Internal Audit internal berfimgsi mengukur dan mengevaluasi penempan sistem pengendalian dengan tujuan 'membantu semua nmnajemen dalam mengelola secara efektif pertanggungjawabannya dengan cara menyediakan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentar yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang telah dianalisis. Menurut Mulyadi (2002: 29) auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (pmmhm negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah k&j&m
dan prosedur yang ditetapkan oleh mamjemen pun& telah dipatuhi, menenlukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi
dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menen-
keandalan
informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. Audit internal juga merupakan bagian dalam perusahaan yang memiliki penerapan pengendalian internal yang memeriksa dan mengevaluasi kecukupan
serta efektivitas pengendalian lainnya. Menurut IIA (Institute of Internal Auditors) audit internal merupakan aktivitas pemberian kekayaan serta konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi. Auditing Internal memantau organisasi mencapai tujuamya dengan memperkenalkan pendekatan yang sistematis dan berdisiplin untuk mengevaluasi
serta meningkatkan efektivitas proses
manajemen risiko,
pengendalian, dan pengelolaan. Dari definisi tersebut dapat dilihat beberapa lingkup tugas auditor internal dalam perusahaan yang bertujuan untuk menilai efisiensi dan efektivitas kegiatan usaha dan juga pengendalian internal yang telah dijalankan. Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi bertujuan untuk mengetahui apakah pembukuan dan laporan keuangan tersebut telah menunjukkan gambaran aktivitas yang sewajarnya dan untuk mengetahui apakah setiap bagian atau unit benar-benar telah melaksanakan kebijakan rencana dan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak. Dalam pelaksanaan audit internal dilaksanakan secara independen dan objektif yang artinya tidak dapat dipengaruhi oleh pihak manapun dan tidak dapat dilibatkan pelaksanaan kegiatan yang diaudit. Hasil audit yang diperoleh dari pelaksanaan audit internal secara independen dan objektif tersebut akan dapat diandalkan oleh para pengguna informasi. Menurut Sawyer (2005: 10) definisi audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah:
I. Informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan 2. Risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan diminimmalisasi
3. Peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti
4. Kritena operasi yang memuaskan telah dipenuhi 5. Sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis
6. Tujuan organisasi telah dicapai secara efektif
Semua hal ini dilalrukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalanlcm tanggung jawabnya secara efektif. Berdasarkan berbagai dehisi yang telah dikem* diatas dapatlah diartikan bahwa audit internal adalah suatu fungsi penilaian yang bebas dalam suatu organisasi guna menelusuri atau mempelajari dan menilai kegiatan-kegiatan penwhaan untuk memberi saran-saran perbaikan konstruktif kepada seluruh manajemen. Kegiatan penilaian yang bersifat i n bukanlah dalam arti absolut yaitu berarti bebas dari semua keteqanhqp, namun maksudnya ialah bahwa auditor internal bebas dari pengaruh atau kekuasaan pihak yang diperhanya sehingga diharapkan akan dapat memberdm penilaian yang objektif dimana keandalannya tidak perlu diragukan lagi.
Berdasarkan uraian diatas, ditekankan bahwa peranan dan tujuan auditor internal tidak hanya bersifat internal, namun sudah lebih dim*
yang mana
saat ini auditor internal modern lebih menekankan pada adanya saatu value & atau nilai tambah pada semua ha1 yang berkaitan dengan risiko, tata kelola
(governance) dan pengendalian. Nilai tambah disini maksuduya bk& lapaan hail pemeriksaan auditor internal tersebut tidak selesai begitu saja atau hanya bersifat mandatory, namun akan dikembangkan a g g a k ~ ~ l l m g ~kCS&b&UI~ yang terjadi tidak akan terulang.
Tujuan Audit Internal Tujuan pelaksanaan audit internal adalah untuk membantu anggota organisasi untuk melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk mencapai tujuan ini, staf audit internal diharapkan dapat memenuhinya analisis, penilaian, rekomendasi, konsultasi dan i n f o m i tentang kegiatm yang dianalisis. Agar dapat mencapai tujuan tersebut maka auditor internal
hwls
melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Menganalisis dan menilai kebaikan, memadai tidaknya penerapan dari sistem
pengendalian internal dan pengendalian
operasional lainnya, serta
mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya p g tidak terlalu mahal
.
2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen 3. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan
dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan
4. Memastikan bahwa pengolahan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya 5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen
6. Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Fungsi pengawasan internal bertugas membantu jajaran pimpinan dalam memastikan pencapaian tujuan demi kelangsungan hidup usaha dengan upaya:
1 . Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan 2. Memberikan saran dalam upaya memperbaiki efektivitas prosess pengendalian risiko
3. Melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perusahaan, pelaksanaan GCG dan perundang-undangan
4. Memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh audit ekstemal Ruang Lingkup Audit Internal
Ruang lingkup audit internal meliputi pemeriksaan dan evaluasi yang memadai tentang efektivitas sistem pengendalian internal organisasi dan kualitas kinerja dalam melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan. Ruang lingkup audit internal meliputi tugas-tugasnya sebagai berikut: a. Menelusuri reliabilitas dan integritas informasi keuangan dan operasi serta perangkat yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengklasifikasi serta melaporkan informasi semacam itu. b. Menelusuri sistem yang ditetapkan untuk memastikan ketaatan terhadap kebijakan, perencanaan, prosedur, hukum dan peraturan yang dapat memiliki
pengaruh signifikan terhadap operasi dan laporan serta menentdm apaliah organisasi telah mematuhinya. c. Menelusuri perangkat perlindungan aktiva dan secant tepat memverifikasi keberadaan aktiva tersebut. d. Menilai keekonomisan dan efisiensi sumber daya yang dipergunakan. e. Menelusuri informasi atau program unttlk m e m a s k apakah hasilnya konsisten dengan tujuan dan sasaran yang blah ditetqkan, serta q a b h operasi atau program itu telah dilaksanakan s
d dengzm yang d b n u d a n
Adapun ruang lingkup fungsi audit internal yang tenlapat datam Standar Profesi Audit Internal yang dikeluarkan o l d KonsOrSjum Organisasi .Profesi Audit Internal (2004: 20). Akuntan Intern Akuntan intern adalah akuntan yang bekerja dalm-
@erusabaaa
negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah meaentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajernen teras telah dipatuhi, menentukan baik tidaknya penjagaan terhdq kekayaan organimi,
menentukan efisiensi dm efektivitas prosedur kegiatan eqmhsi serta menentukan dapat dipexcap tidaknya informasi yang dihilkan deh bbagian dalam organisasi. Umumnya pemakai jasa akuntan intern adalah Dewan KO-
atau
Direktur Utama perusahaan yang tercerrnin dalam Gamber 1 di halaman b&t ini. Standar Profesi Auditor
Dalam menerapkan standar profesi, hal-ha1 berikut ini Baruslah dapat diperhah. a. Dewan direksi akan dianggap bertanggung jawab atas k m a n dm keefektivan sistem pengendaiian internal organisasinya serta lrualitas pel-ya.
Menyajikan laporan pertanggungjawaban realisasi anggaran yang dapat dipercaya Manaier Produksi Pemasaran Humas Personala Akuntansi
11
Menyajikan laporan pertanggungjawaban realisasi anggaran
Laporan Keuangan
'--r-'-
Melaksanakan pemeriksaan Akuntan
Satuan Pengawas Intern
I
Gambar 1 Diagram Menunjukkan Perananan Akuntan Intern dalam Perusahaan b. Para anggota manajemen mengandalkan pemeriksaan internal (internal auditing) sebagai alat penyaji hasil analisis yang objektif, penilaian-penilaian, rekomendasi-rekomendasi, saran, dan informasi dalam pengendalian serta
pelaksanaan organisasi. c. Para auditor ekstemal (external auditor/auditor) akan mempergunakan hasil audit internal untuk melengkapi pekerjaannya bila para auditor internal telah menyediakan bukti yang tepat dan mencukupi yang telah diperoleh secara mandiri bebas dalam pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan secara profesional. Dipandang dari berbagai hal, kegunaan standar profesi adalah untuk: 1. Memberikan pengertian tentang peran dan tanggung jawab audit internal
kepada seluruh tingkatan manajemen, dewan direksi, badan-badan publik, auditor eksternal dan organisasi-organisasi profesi yang berkaitan
2. Menetapkan dasar pedoman dan pengukuran atau @aim
pel-
auditor internal
3. Memajukan praktek audit internal Standar profesi membedakan antara behagai macam tanggung jaw& organisasi yang meliputi dewan, unit audit internal, pimpinan audit internal, psa pemeriksa internal (internal auditor) dan pemeriksa ekstemal (extemal auditor/ auditor). Nonna umum berikut, masing-masing diikuti dengin nonna WnrsUs, dilengkapi dengan pedoman yang menjelaskan arti yang tepat dari suatu yang dipergunakan untuk memenuhi norma tersebut. Standar profesi meliputi: 1. Independensi atau kemandirian unit audit internal yang membuatnya terpisah
dari berbagai kegiatan yang diperiksa dan objektivitas para pemeriksa intrmoi (internal auditor) 2. Keahlian dan penggunaan kemahiran profesional SeGara cennat dm &sama
para auditor internal
3. Lingkup pekerjaan audit internal
4. Pelaksanaan tugas audit internal 5. Manajemen unit audit internal
Standar profesi dan pedoman-pedoman pelengkqmya menggtlnalran istilah yang telah diberi arti secara khusus seperti berikut ini :
1. Istilah "Dewan" mencakup dewan direksi, audit komite, at&u dewan yang sejenis, kepada siapa auditor internal (internaladitor) memberikan laporan, dewan pengatur atau pengelola (trustee) dari fllatu organisasi nonprofit, dm berbagai badan yang bertugas mengatur suatu organisasi. 2. Istilah "Manajemen" mencakup semua orang atau pcjabat dalam organisasi
yang memiliki tanggung jawab untuk menetapkan dan atau mepvujudLan berbagai tujuan.
3. Istilah "Manajemen
Senior" menunjukkan individu-individu (Presiden
Direktur, D i r e k , atau Pimpinan) dalam msnajemen kepada siapa pimpinan unit audit internal bertanggung jawab.
4. Istilah "Bagian Pemeriksaan Internal" yang sebagian besar dalam tulisan ini disebut "Bagian Audit Internal", mencakup berbagai unit atau aktivitas dalarn organisasi yang melaksanakan fungsi-fungsi pemeriksaan internal (internal
auditing).
5. Isitilah "Pimpinan Audit Internal" dan "Pimpinan atau Kepala" menunjukkan posisi puncak dalam suatu bagian audit internal.
6. Istilah "Pihak yang diperiksdAuditeew mencakup suatu unit atau kegiatan dalam organisasi yang diperiksa.
7. Istilah "Pemeriksaan" Eksternal (external auditor/auditor) menunjukkan para profesional dibidang pemeriksaan yang melakukan pemeriksaan independen tahunan terhadap pernyataan dari penyajian laporan keuangan perusahaan atau organisasi.
KESIMPULAN
I. Audit internal dibutuhkan keberadaannya atau alasan diadakan audit dalam organisasi adalah bahwa audit ditujukan untuk memperbaiki kinerja. Suatu fungsi dapat membentuk sebuah perusahaan, devisi, departemen, seksi, unit bisnis, fungsi bisnis, proses bisnis, layanan informasi, sistem atau proyek. Jika tindakan audit dapat berhasil maka dapat meningkatkan kinerja unit, maka berarti dapat menunjang ke arah perbaikan kinerja organisasi secara keseluruhan.
2. Kegiatan audit internal dalam waktu menguji dan menilai efektivitas dan kecukupan sistem pengendalian internal yang ada dalam organisasi. Tanpa fungsi audit internal, dewan direksi dan atau pimpinan unit tidak memiliki sumber informasi internal yang bebas mengenai kinerja organisasi. Mengingat pengertian audit internal adalah: "Internal auditing is an independent appraisal
function established within an organization to examine and evaluate its activities as a service
to the organization"
3. Adapun konsep kemitraan dalam pelaksanaan internal dapat memberikan berbagai jenis
layanan kepada
organisasi
yaitu
dengan
mengevaluasi aktivitas dalam bidang-bidang sebagai berikut:
membantu
-
Pencegahan dm pendeteksian kecurangan
-
Pemeriksaan ketaatan
I
Pemeriksaan operasional Pemeriksaan manajemen
1
Pemeriksaan kontrak
i
Pemeriksaan sistem informasi Pengembangan kualitas internal Hubungan dengan entitas di luar perusabm
4. Lemahnya pengendalian dan kurangnya monitoring dapat menyebabkm
berbagai kesulitan dalam organisasi tersebut atau perusahan dm inilah tantangan bagi internal auditor untuk berperan dalam perusahaan.
i 1 I
.
5. Auditor intend perlu ditingkatkan kemampuanaya Sampai b w s e r i ~ (cert13edinternal auditor/ CL4)
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal, 2004, StlJndar Promi Audit Internal. Mulyadi, 2002, Auditing. Buku 1, Edisi 6, Salemba Empat, Jakarta. Sawyer, Lawrence B., Mortimer A. Dittenhofer and James H. Scheiner, 2005, Sawyer's Internal Auditing, Buku 1, Edisi Terjemahan, Salemba Empat, fhrta. Tugiman, Hiro, 2000a, Standar Profesional Audit Internal, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. f
,2000b, Pandangan Baru Internal Auditing, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.