perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA
TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu Biomedik
Oleh Yekti Nurhaeni S501008069
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2015 i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA
TESIS Oleh Yekti Nurhaeni S501008069
Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Nama
Tanda Tangan
Prof. Dr. Aris Sudiyanto dr. SpKJ(K) ...........….
Tanggal
5-3-2015
NIP 195001311976031001 Pembimbing II
Prof. Dr. M. Fanani, dr. SpKJ(K) NIP 195107111980031001
……....….
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 5 Maret 2015
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana UNS
Dr. Hari Wujoso, dr., SpF, MM NIP 196210221995031001 commit to user
ii
5-3-2015
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA
TESIS Oleh Yekti Nurhaeni S501008069 Telah dipertahankan di depan penguji dan dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal 20 Maret 2015 Tim Penguji : Jabatan Ketua
Nama
Tanda Tangan
Dr. Hari Wujoso, dr. SpF, MM
.….…..……
NIP 196210221995031001 Sekretaris
Prof. Dr. M. Syamsulhadi, dr. Sp.KJ (K)
........………..
NIP 194611021976091001 Anggota Penguji Prof. Dr. Aris Sudiyanto dr. SpKJ(K)
...................
NIP 195001311976031001 Prof. Dr. M. Fanani, dr. SpKJ(K)
....................
NIP 195107111980031001
Mengetahui : Direktur Program Pascasarjana
Prof. Dr. Ahmad Yunus, Ir., MS NIP 196107171986011001
Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga
Dr. Hari Wujoso, dr. SpF, MM commit to user NIP 196210221995031001 iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN PUBLIKASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa : 1. Tesis yang berjudul: “PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan yang disebutkan sumbernya, baik dalam karangan dan daftar pustaka. Apabila ternyata dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi, baik Tesis serta gelar magister saya dibatalkan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah harus menyertakan tim promotor sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini maka saya bersedia mendapat sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 20 Maret 2015
Yekti Nurhaeni
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penyusunan tesis ini dapat terwujud. Tesis ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam kurikulum Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada yang kami hormati: 1.
Prof. Dr. Ravik Karsidi, Drs., MS, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menggunakan fasilitas yang ada di lingkungan kampus.
2.
Prof. Dr. Ahmad Yunus, Ir., MS, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk kelancaran penyusunan tesis ini.
3.
Dr. Hari Wujoso, dr., Sp F., MM., selaku ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah membantu terlaksananya ujian sehingga berjalan lancar.
4.
Ari Natalia Probandi, dr., MPH., PhD., selaku Sekretaris Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5.
Prof. Dr. H. Aris Sudiyanto, dr. SpKJ(K), selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan dalam penyusunan tesis ini.
6.
Prof. Dr. H. Moh. Fanani, dr. SpKJ(K), selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan tesis ini. commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
7.
digilib.uns.ac.id
Prof. Dr. H. Muchamad Syamsulhadi, dr. SpKJ(K) selaku Guru Besar atas bimbingan dan saran penyusunan tesis ini.
8.
Dosen Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi ilmu dan pengetahuan kepada penulis
9.
Staf Sekretaris Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah membantu terlaksananya ujian sehingga dapat berjalan dengan lancar.
10. Seluruh Rekan Residen PPDS I Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret / RSUD Dr Moewardi Surakarta yang memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penyusun selama menjalani pendidikan.
Tesis ini banyak terdapat kekurangan, untuk itu penyusun mohon maaf dan sangat mengharapkan saran serta kritik dalam rangka perbaikan tesis ini.
Surakarta,
Maret 2015
Penyusun
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Yekti Nurhaeni, S501008069. 2015. “PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA. TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. H. Aris Sudiyanto, dr. SpKJ (K). Pembimbing II : Prof Dr. HM. Fanani, dr. SpKJ(K). Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Latar Belakang : Masalah emosi dan perilaku anak dan remaja memberikan dampak negatif terhadap perkembangan, menimbulkan hendaya dan menurunkan produktifitas serta kualitas hidup yang bermanifestasi perilaku internalisasi (menarik diri) atau eksternalisasi (menentang) atau kedua-duanya. Selain itu akan menambah beban keluarga, mengganggu relasi orang tua-anak dan mempersulit pengasuhan. Analisis Transaksional adalah psikoterapi yang menekankan pada hubungan interaksional diharapkan mampu memperbaiki masalah relasi orang tua-anak, sehingga masalah emosi dan perilaku anak dan remaja bisa diperbaiki. Tujuan : Mengetahui keefektifan Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berbentuk studi kasus bertujuan untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja pada keluarga dengan masalah relasi orang tua-anak dengan melakukan terapi Analisis Transaksional Dasar menggunakan pedoman Aplikasi Analisis Transaksional Dasar pada Masalah Relasi Orang Tua-Anak. Hasil : Analisis Transaksional Dasar dilakukan pada dua kasus anak dan remaja yang mengalami eksternalisasi dan internalisasi menunjukkan perbaikan pada taraf borderline berdasarkan penilaian Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) dan perbaikan gejala (symptomatic relief) yang merupakan tahap awal keberhasilan terapi. Kesimpulan : Analisis Transaksional Dasar dapat dipergunakan untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.
Kata kunci : Analisis Transaksional Dasar, masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Yekti Nurhaeni, S501008069. 2015. APPLICATION OF BASIC TRANSACTIONAL ANALYSIS TO IMPROVE EMOTIONAL AND BEHAVIORAL PROBLEMS IN CHILDREN AND ADOLESCENT. THESIS. Supervisor I: Prof. Dr H. Aris Sudiyanto, dr. SpKJ(K). Supervisor II: Prof. Dr. HM. Fanani, dr. SpKJ(K). Postgraduate Program, Sebelas Maret University of Surakarta.
ABSTRACT
Background : The emotion and behavior problem in children and adolescent show a negative impact on the development, causing impairment and decreased in productivity and quality of life that manifests as a internalizing behavior (withdraw) or externalizing (against) or both. Additionally, it will increase the family burden, disrupt parent-child relationships and compound the nurturing. Transactional Analysis is a psychotherapy that emphasizes the interactional relationships which is expected to fix parent-child relationship problem, so that the child and adolescent's emotional and behavioral problems can be fixed. Objective : To find out the effectivity of Basic Transactional Analysis therapy to improve emotional and behavioral problems in children and adolescent. Methods : This study is a qualitative and use the case studies that aim to improve emotional and behavioral problems of children and adolescent in families that have the parent-child relationship problem using Basic Transactional Analysis as the therapy based on “Basic Application of Transactional Analysis on Parent-Child Relationships problems” guidelines. Results : Application of Basic Transactional Analysis performed on two cases of children and adolescent with externalizing and internalizing have showed improvement at the borderline level based on Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) assessment and improvement on symptoms (symptomatic relief) which is the initial phase of a succes therapy. Conclusion : Application of Basic Transactional Analysis can be used to improve emotional and behavioral problems in children and adolescent.
Keywords : Basic Transactional Analysis, emotional and behavioral problems in children and adolescent.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................
ii
PERNYATAAN....................... ............................................................................
iv
KATA PENGANTAR..........................................................................................
v
ABSTRAK..................... ...................................................................................... . vii ABSTRACT................. ..........................................................................................
viii
DAFTAR ISI.............................. ..........................................................................
ix
DAFTAR GRAFIK.. ............................................................................................
xiii
DAFTAR SKEMA DAN TABEL .......................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN.......... ..............................................................................
xv
DAFTAR SINGKATAN .....................................................................................
xvi
BAB I
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Konteks Penelitian ........................................................................
1
B. Fokus Kajian Penelitian ................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ........................................................................
5
LANDASAN TEORI...........................................................................
6
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................
6
1. Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak dan Remaja..............
6
a. Pengertian ..........................................................................
6
b. Epidemiologi......................................................................
7
c. Faktor Risiko......................................................................
7
d. Faktor Protektif .................................................................. commit to user
10
BAB II
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Penilaian.............................................................................
11
f. Perjalanan Penyakit dan Prognosis ...................... .............
13
g. Penatalaksanaan .................................................................
14
2. Analisis Transaksional .............................................................
15
a. Analisis Struktural .............................................................
15
b. Analisis Transaksi ..............................................................
16
c. Analisis Permainan ............................................................
17
d. Analisis Skrip ............…………………………................
18
e. Hipotesis Keseimbangan....................................................
18
f. Analisis Transaksional dalam Memperbaiki Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak dan Remaja ......................
19
3. Masalah Relasi Orang Tua-Anak.............................................
23
a. Diagnosis Masalah Relasi ..................................................
23
b. Diagnosis Masalah Relasi Orang Tua-Anak......................
23
4. Aplikasi Analisis Transaksional Dasar (AATD) Pada Masalah Relasi Orang Tua-Anak.............................................
24
a. Pengertian.............................................................................
24
b. Proses Terapi........................................................................
25
c. Penilaian ...............................................................................
27
5. Teori Metode Penelitian Kualitatif ..........................................
27
a. Pengertian...........................................................................
27
b. Studi Kasus ........................................................................
29
c. Metode Pengumpulan Data................................................
30
d. Jumlah Sampel dan Proses Pengambilan Sampel .............. commit to user
31
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Keabsahan Data..................................................................
32
f. Triangulasi .........................................................................
32
g. Prosedur Analisis Data.......................................................
33
Kerangka teori 1.................................................................
35
Kerangka teori 2.................................................................
36
B. Kerangka Konsep…..........…………..............………… ................
37
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................
38
A. Desain Penelitian ...........................................................................
38
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .........................................................
38
C. Instrumen Penelitian ......................................................................
38
D. Populasi dan Sampel Penelitian .....................................................
39
E. Definisi Konsep ............................................................................
40
F. Cara Pengambilan Sampel (Subjek) dan Besar Sampel ................
40
G. Metode Pengumpulan Data............................................................
41
H. Analisis dan Penyajian Data ..........................................................
41
I. Pengujian Keabsahan Data.............................................................
41
J. Cara Kerja ......................................................................................
42
K. Etika Penelitian ..............................................................................
43
L. Kerangka Kerja ..............................................................................
44
BAB IV HASIL PENELITIAN........................................................ .................
45
A. Gambaran Umum...........................................................................
45
B. Gambaran Kasus I... .......................................................................
46
C. Gambaran Kasus II.........................................................................
58
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V
digilib.uns.ac.id
PEMBAHASAN............... ...................................................................
69
A. Pembahasan Kasus.........................................................................
69
B. Pelaksanaan Terapi Analisis Transaksional Dasar.........................
71
C. Keterbatasan Penelitian..................................................................
77
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................
78
A. Kesimpulan....... .............................................................................
78
B. Saran...............................................................................................
79
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
80
LAMPIRAN.......................... ...............................................................................
85
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1.
Perbandingan egogram pasien R.......................................................…...
Grafik 4.2.
Perbandingan egogram ibu pasien R ………............................................... 49
Grafik 4.3.
Perbandingan egogram ayah pasien R ...............................................….
51
Grafik 4.4.
Penilaian SDQ sebelum terapi pasien R.................................................…
52
Grafik 4.5.
Perbandingan SDQ sebelum dan sesudah terapi pasien R......................… 57
Grafik 4.6.
Perbandingan egogram pasien G ........................................................…
60
Grafik 4.7.
Perbandingan egogram ibu pasien G …......................................................
61
Grafik 4.8.
Perbandingan egogram ayah pasien G…….............................................…
62
Grafik 4.9.
Penilaian SDQ sebelum terapi pasien G.................................................…
64
Grafik 4.10.
Perbandingan SDQ sebelum dan sesudah terapi pasien G......................… 68
Grafik 5.1.
Gambaran egogram yang dianggap normal atau ideal................................. 76
commit to user
xiii
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SKEMA DAN TABEL
Skema 2.1.
Kerangka teori 1.......................... ……………………………………….
35
Skema 2.2.
Kerangka teori 2..................…………………………………..…………
36
Skema 2.3.
Kerangka konsep ..............………………………………………...…….
37
Skema 3.1.
Kerangka kerja penelitian ………………………………………….…… 44
Skema 4.1.
Matriks transaksi pasien R dengan ibunya................................................
Skema 4.2.
Matriks transaksi pasien R dengan ayahnya.............................................. 52
Skema 4.3.
Matriks transaksi pasien G dengan ibunya................................................
Skema 4.4.
Matriks transaksi pasien G dengan ayahnya.............................................. 63
Tabel 2.1.
Interpretasi SDQ........................................................................................
12
Tabel 4.1
Karakteristik subjek penelitian..............…………………………………
45
commit to user
xiv
50
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Data Peserta Penelitian………………………….........................
85
Lampiran 2
Penjelasan Tentang Penelitian………...……….....………....…..
86
Lampiran 3
Persetujuan Penelitian…………………….....………………….. 88
Lampiran 4
Daftar Tilik Implementasi Modul AT Dasar................................
89
Lampiran 5
Penilaian Ketrampilan Perilaku Interpesonal...............................
94
Lampiran 6
Skala Egogram UNS..................................................................... 96
Lampiran 7
Strength and Difficulties Questionaire…………….....…………
101
Lampiran 8
Ethical Clearance .......................................………….....………
102
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN KATA
AATD
: Aplikasi Analisis Transaksional Dasar
aCg24b
: Broadmann area 24b/dorsal-perigenual anterior cingulate cortex
a-ins
: anterior insula
amg
: amygdala
ANS
: autonomic nervous sistem
AT
: Analisis Transaksional
bstem
: brain stem
CBT
: Cognitive Behavior Therapy
cd-vst
: ventral caudate-ventral striatum
D
: Dewasa
DBS
: deep brain stimulation of Broadmann area 25
hc
: hippocampus
hth
: hypothalamus
IPT
: Interpersonal Psychotherapy
K
: Kanak
KB
: Kanak Bebas
KS
: Kanak Sesuai
mb-sn
: midbrain-subthalamic nuclei
mCg24c
: Broadmann area 24c/dorsal anterior cingulate cortex
MEDS
: antidepressant medications
mF9/10
: medial frontal cortex
O
: Orang tua
oF11
: orbitofrontal cortex
OK
: Orang tua Kritikal
OP
: Orang tua Pembina
Par40
: dorsal parietal
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pCg
: posterior cingulate gyrus
PF9/46
: dorsolateral prefrontal cortex
PM6
: premotor area
rCg24a
: Broadmann area 24a/perigenual-subgenual cingulate cortex
RSDM
: Rumah Sakit Dr. Moewardi
RSJD
: Rumah Sakit Jiwa Daerah
SDQ
: Strengths and Difficulties Questionnaire
sgCg25
: Broadmann area 25/subgenual cingulate cortex
SMA
: Sekolah Menengah Atas
SMP
: Sekolah Menengah Pertama
thal
: thalamus
WHO
:World Health Organization
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian Masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja merupakan masalah yang cukup
serius
karena
memberikan
dampak
negatif
terhadap
perkembangan,
menimbulkan hendaya dan menurunkan produktivitas serta kualitas hidup mereka. Anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku mempunyai kerentanan untuk mengalami hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, terutama dalam fungsi belajar dan sosialisasi (Wiguna dkk., 2010). Masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja mengakibatkan kesulitan dalam belajar karena tidak mampu berkonsentrasi terhadap pelajaran, kemampuan mengingat yang buruk, atau bertingkah yang tidak sesuai di dalam lingkungan sekolah, akan meningkatkan angka kenakalan dan kriminalitas di masa dewasa (Blanchard et al., 2006). Insidensi di dunia menurut World Health Organization (WHO) didapatkan 1 dari 5 anak yang berusia kurang dari 16 tahun mengalami masalah emosi dan perilaku. Anak yang berusia 4-15 tahun yang mengalami emosi dan perilaku sebanyak 104 permil anak. Angka kejadian tersebut makin tinggi pada kelompok usia di atas 15 tahun, yaitu 140 permil anak (Damayanti, 2011). Sedangkan prevalensi di seluruh dunia sebesar 20% menurut WHO dalam European Ministerial Conference (Deenadayalan et al., 2010). Satu setengah juta anak di Amerika Serikat dilaporkan orang tuanya memiliki masalah emosional, perkembangan dan perilaku yang persisten. Orang tua tersebut 41% mengeluhkan anaknya mengalami kesulitan belajar dan 36% khawatir akan mengalami gangguan depresi atau anxietas (Blanchard et al., 2006). Di Singapura didapatkan commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
12,5% anak usia 6-12 tahun memiliki masalah emosi dan perilaku (Woo BSC et al., 2007). Sedangkan di Indonesia, penelitian Hartanto F. Dan Selina H. (2011) prevalensi masalah emosi dan perilaku sebesar 9,1% pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Semarang tahun 2009. Penelitian di Semarang pada tahun berikutnya didapatkan prevalensi masalah emosi dan perilaku 10-14,3% (Diananta, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa masalah emosi dan perilaku anak dan remaja dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari tahun 2009-2011. Pada kunjungan poli tumbuh kembang anak RSJD Surakarta pada tahun 2013 didapatkan prevalensi masalah emosi dan perilaku pada anak sebesar 26%. Berbagai faktor biopsikososial sering dikaitkan dengan terjadinya masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja, seperti adanya penyakit fisik, pola asuh yang inadekuat, kekerasan dalam rumah tangga, hubungan dengan teman sebaya yang inadekuat, serta kemiskinan yang mempengaruhi proses perkembangan kognitif anak sehingga anak lebih memandang negatif lingkungan sekitar dan persepsi negatif terhadap dirinya yang memicu terjadinya internalisasi dalam dirinya. Stresor biopsikososial juga berkaitan dengan eksternalisasi anak berupa peningkatan emosi negatif, perilaku disruptif dan impulsif, serta menimbulkan cara-cara interaksi yang negatif sehingga berdampak pada hubungan dengan teman sebaya yang tidak optimal (Gimbel & Holland, 2003 cit. Wiguna dkk., 2010; Blanchard et al., 2006). Anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku seringkali mengalami perlakuan yang tidak sesuai dari lingkungannya yang dapat berupa stigma negatif. Guru merasa sulit mengajari mereka, melihat mereka sebagai anak-anak bodoh, sehingga jarang memberikan masukan yang positif. Teman sebaya menjauhi mereka, sehingga kesempatan untuk belajar bersosialisasi menjadi berkurang. Orangtua lebih banyak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
memberikan kritik negatif sehingga tidak jarang interaksi antara orangtua dan anak terganggu (Collet et al., 2001). Selain itu menurut Blanchard et al., (2006) anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku akan menambah beban keluarga, mengganggu relasi orang tua-anak dan mempersulit pengasuhan. Pola asuh orang tua sangat besar pengaruhnya bagi anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter, permisif dan neglectful parent akan menyebabkan relasi orang tua-anak buruk dan mendukung terjadinya masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja (Levy, 1972; Adams & Gullotta, 1983). Dinamika dan relasi antara anggota dalam keluarga juga memainkan peran yang cukup penting bagi anak. (Adams & Gullotta, 1983: Soetjiningsih, 2004). Relasi orang tua-anak yang buruk akan menyebabkan hubungan interpersonal terganggu dan komunikasi terganggu. Dalam istilah Analisis Transaksional (AT) akan terjadi disfungsi komunikasi, yang disebabkan adanya transaksi silang. Akibat transaksi silang akan terjadi kemarahan serta menimbulkan masalah emosi dan perilaku pada anak, sehingga memerlukan psikoterapi AT (Corey, 2009). Modalitas terapi untuk penangangan masalah emosi dan perilaku anak yang terbanyak dilakukan adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT) dan Interpersonal Psychotheraphy (IP) (Sadock et al., 2009). Penelitian RCT dengan CBT kelompok terbukti efektif menurunkan gejala internalisasi dan eksternalisasi masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja (Barret et al., 2013). Penelitian CBT dan IP selama ini belum ada yang menggunakan setting keluarga dalam menangani masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja. Modalitas lainnya yang dapat digunakan adalah Analisis Transaksional (AT) untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku pada anak yang terdapat masalah relasi orang tua-anak dikarenakan AT menggunakan istilah-istilah commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang diambil dari bahasa sehari-hari (Orang tua, Dewasa, Kanak) sehingga mudah dimengerti oleh klien. Selain itu AT merupakan teori praktis tentang kepribadian dan teknik berkomunikasi yang canggih sehingga individu akan bisa mengenal dirinya sendiri, lebih mudah mengenal orang lain dan memudahkan berkomunikasi dengan sesamanya (Hukom, 1990). Namun sejauh ini masih belum banyak yang melakukan studi psikoterapi AT pada anak dan orang tuanya dalam memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak baik di dalam maupun di luar negeri. Penelitian kualitatif Maharatih (2011) penggunaan AT fokus pada masalah relasi orang tua-anak menunjukkan hasil yang baik. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian lanjutan tentang “Penerapan Analisis Transaksional Dasar untuk Memperbaiki Masalah Emosi dan Perilaku Anak dan Remaja.”
B. Fokus Kajian Penelitian Bagaimana penerapan Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja?
C. Tujuan Penelitian Mengetahui keefektifan Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis a. Untuk memperdalam psikoterapi pada ilmu kedokteran jiwa, khususnya Analisis Transaksional. b. Dapat menjadi landasan penelitian selanjutnya tentang psikoterapi Analisis Transaksional, bahan untuk analisis kebutuhan layanan kesehatan khususnya pada masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.
2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui keefektifan psikoterapi Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja. b. Dapat digunakan sebagai landasan penyusunan Standart Operasional Procedure (SOP) untuk penatalaksanaan masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Masalah Emosi dan Perilaku Anak dan Remaja 1.1. Pengertian Masalah emosi dan perilaku anak dan remaja merupakan reaksi dan peningkatan keadaan emosional yang bermakna, terjadi pada usia yang tidak lazim yang disertai suatu derajat gangguan fungsi yang menetap yang tidak lazim (Departemen Kesehatan RI, 1993). Masalah emosi dan perilaku anak dan remaja adalah ditandai dengan perilaku yang sering tidak sesuai dengan lingkungan dan sering menghambat proses belajar dan relasi. Anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku sering menunjukkan internalisasi (menarik diri) atau eksternalisasi (menentang) atau kedua-duanya (Coleman & Webber, 2002; Conway, 2005; Rogers, 2004 cit. Handy et al., 2005). Demikian pula menurut Davison et al. (2006) masalah emosi dan perilaku anak dan remaja dikelompokkan dalam gangguan eksternalisasi dan gangguan internalisasi. Gangguan eksternalisasi ditandai dengan perilaku yang lebih diarahkan ke luar diri, seperti agresivitas, ketidakpatuhan, overaktifitas dan impulsifitas, dan termasuk berbagai kategori DSM-IV-TR yaitu ADHD, gangguan tingkah laku dan gangguan sikap menentang. Sedangkan gangguan internalisasi ditandai dengan pengalaman dan perilaku yang lebih terfokus ke dalam diri seperti depresi, menarik diri dari pergaulan sosial dan kecemasan, termasuk gangguan anxietas dan mood di masa kanak. commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
1.2. Epidemiologi Prevalensi masalah emosi dan perilaku anak dan remaja sulit ditentukan dikarenakan luasnya tahap perkembangan dan keragaman perilaku anak dari bayi sampai remaja. Perilaku spesifik akan meningkat dan menurun berdasarkan usia. Sebagai contoh takut, khawatir, mimpi buruk, toilet problem, tantrum menurun saat usia sekolah sedangkan perilaku disruptif menurun saat usia pre sekolah dan meningkat saat menginjak remaja (Schroeder CS & Gordon BN, 2002). Namun demikian dalam sebuah review studi epidemiologi dari berbagai negeri oleh Bird (1996) didapatkan estimasi prevalensi masalah emosi dan perilaku anak sebesar 12,4% - 51,3%. Ketika yang dimasukkan adalah gangguan psikiatri berat pada anak akan menurun 5,9% - 19,4%. Prevalensi di Amerika Serikat berkisar 17,6% - 22% (Davison et al., 2006). Sedangkan dari berbagai latar belakang budaya di dunia didapatkan perilaku eksternalisasi secara konsisten lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dan perilaku internalisasi lebih sering terjadi pada anak perempuan, terutama pada masa remaja (Weisz et al., 1987 cit. Davison et al., 2006; Shoval et al., 2013). Sebuah studi deskriptif mengenai masalah emosi dan perilaku pada anak oleh Wiguna dkk., (2010) di RSCM Jakarta dari 161 subjek didapatkan 65,90% berusia kurang 12 tahun dan mempunyai pendidikan setara dengan sekolah dasar. Proporsi terbesar adalah masalah hubungan dengan teman sebaya 54,81% dan masalah emosional 42,2%. 1.3. Faktor Risiko Dapat bersifat individual, konstektual (pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai kerentanan psikososial dan resilience pada anak akan memicu terjadinya commit to user masalah emosi dan perilaku yang khas pada seorang anak (McGue & Iacono, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
Yang termasuk faktor risiko terdiri dari faktor biopsikososial, meliputi: 1) Faktor Biologis Faktor genetik. Berbagai masalah emosi dan perilaku mempunyai latar belakang genetik yang cukup nyata, seperti gangguan tingkah laku, ADHD, gangguan mood, dan gangguan psikologik lainnya. Sejumlah studi orang kembar berskala besar mengindikasikan adanya komponen genetik dalam ADHD dengan tingkat kesesuaian kembar monozigotik sebesar 70-80% (Levy dkk., 1997; Serman dkk., 1997; Tannock, 1998 cit. Davison et al., 2006). Ibu yang mengalami depresi memicu terjadinya internalisasi terutama pada anak perempuan ( Lewis & Darby, 2004; Watson et al., 2006 ). Keparahan dari masalah emosi dan perilaku pada anak berkorelasi dengan psikopatologi ibu (Alyanak et al., 2013). Faktor perinatal dan pranatal. Kelainan yang didapat waktu prenatal akibat ibu yang kecanduan obat terlarang, peminum alhohol, perokok berat. Berbagai studi pada hewan menunjukkan pemaparan kronis pada nikotin meningkatkan pelepasan dopamin dalam otak dan menyebabkan hiperaktifitas (Fungs & Lau 1989; Johns dkk., 1982 cit. Davison et al., 2006). Infeksi (ensefalitis dan meningitis), trauma otak, intoksikasi, genetik, penyakit metabolik dan penyakit idiopatik yang menyerang otak bisa menjadi penyebabnya (Soetjiningsih, 2010). Faktor hormon. Produksi hormon testosteron dan estrogen mempengaruhi fungsi otak, emosi, dorongan seksual dan perilaku remaja (Damayanti, 2011). Bila dirinya berbeda secara jasmani dengan teman sebayanya maka hal ini memicu terjadinya perasaan malu atau rendah diri (Erikson, 1972). Faktor makanan. Ada berbagai pendapat bahwa makanan dapat berpengaruh to user kadar gula di darah dapat terhadap perilaku anak, antara commit lain perubahan
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
mengakibatkan hiperaktifitas, kekurangan zat besi dapat berpengaruh pada daya konsentrasi. Keracunan logam berat, bahan tambahan pada makanan (food additives), alergi makanan dan minuman beralkohol dapat berpengaruh terhadap perilaku anak (Soetjiningsih dan Sugandi, 2010). 2) Faktor Psikologis Setiap tahap perkembangan anak akan terdapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya, terutama menjelang masa remaja. Pada awal masa remaja terjadi transformasi kognitif yang besar menuju cara berpikir yang abstrak, konseptual dan berorientasi ke masa depan (Phillips, 1969). Selain itu anak pada masa remaja dihadapkan pada 2 tugas utama, yaitu: (1) mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua; (2) membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi. Apabila remaja tidak bisa menyelesaikan krisis identitasnya dengan baik maka dia akan merasakan sense of role confusion atau identity diffusion, yaitu suatu istilah yang menunjukkan perasaan yang berhubungan dengan ketidakmampuan memperoleh peran dan menemukan diri (Soetjiningsih, 2004). Berbeda dengan orang yang mengembangkan pemahaman identitas, orang dengan difusi peran tidak memahami siapa dirinya sesungguhnya, tak tahu apakah pikirannya tentang dirinya sendiri sesuai dengan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya itu. Dan mereka juga tidak tahu bagaimana mereka bisa berkembang dengan cara ini atau ke mana arah perkembangan di masa depan sehingga akan merasa putus asa, hidup terlalu singkat, dan terlalu terlambat untuk memulai dari awal (Pervin et al., 2010). Kurangnya kemampuan keterampilan sosial seperti, menghadapi rasa takut, commit to user rendah diri, dan rasa tertekan. Ketidakharmonisan antara orang tua, perceraian
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
orang tua, orang tua dengan penyalahgunaan zat dan gangguan mental, anggota keluarga yang meninggal, trauma emosional. Pola asuh orang tua yang cenderung tidak empatik dan otoriter, disiplin keras dan tidak konsisten serta kurangnya pengawasan yang konsisten mendukung terjadinya masalah emosi dan perilaku anak dan remaja (Adams & Gullotta, 1983). Overindulgent mothers, dominasi yang posesif tidak mempersiapkan anak menuju latensi. Anak overindulgent relatif menjadi anak yang tidak disiplin, yang menggunakan bentuk infantil dengan mengotot/bersikeras dan agresif sampai terpenuhi keinginannya. Ketika masuk komunitas lebih luas, dia berharap mendapatkan dalam segala hal dengan caranya, apabila tidak terpenuhi, dia akan mencoba strategi bullying, berkelahi, temper tantrum dan menghalangi (Cameron, 1963; Levy, 1972). 3) Faktor Sosial Sekolah. Kesulitan transisi sekolah, kurikulum yang padat, bullying dan hazing. Prevalensi bullying dan
hazing diperkirakan sekitar 10-26%. Anak yang
mengalami bullying menjadi tidak percaya diri, takut datang ke sekolah, kesulitan berkonsentrai sehingga penurunan prestasi belajar. Bullying dan hazing yang terus menerus dapat memicu terjadinya depresi dan usaha bunuh diri (Perren et al., 2010; Satgas Remaja IDAI, 2010). Masyarakat. Diskriminasi, isolasi, kemiskinan, tingkat pengangguran tinggi, kurangnya akses ke pelayanan sosial, kehidupan di kota besar, fasilitas pendidikan yang rendah (Davison et al., 2006; Dulcan & Lake, 2012). 1.4. Faktor Protektif Faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak commit to user semua anak dan remaja yang mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perilaku atau emosi, atau mengalami gangguan jiwa tertentu. Rutter (1985) cit. Damayanti (2011) menjelaskan bahwa faktor
protektif
memodifikasi, merubah, atau menjadikan respons menghadapi berbagai
macam tantangan
merupakan
faktor
yang
seseorang menjadi lebih
kuat
yang datang dari lingkungannya. Faktor
protektif ini akan berinteraksi dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi atau tidaknya masalah emosi dan perilaku, atau gangguan mental di kemudian hari (Satgas Remaja IDAI, 2010; Wiguna, 2010; Damayanti, 2011). Yang termasuk faktor protektif, yaitu (Satgas Remaja IDAI, 2010; Adams & Gullotta, 1983) : 1) Faktor individu : Temperamen mudah, kemampuan sosial dan emosional yang baik, gaya hidup optimistik, pertumbuhan dan perkembangan yang baik. 2) Faktor Keluarga : Keharmonisan keluarga, dukungan keluarga, relasi orang tuaanak yang baik, pola asuh yang demokratis dan kooperatif. 3) Faktor Sekolah : Suasana sekolah yang kondusif atau positif sehingga menimbulkan rasa memiliki dan hubungan yang baik dengan pihak sekolah. 4) Faktor Sosial : Berpartisipasi dalam organisasi, keamanan ekonomi, kekuatan sosial budaya. 1.5. Penilaian Penilaian masalah emosi dan perilaku anak dan remaja dapat dinilai dengan menggunakan wawancara psikiatri dan alat ukur. Alat ukur yanga digunakan diantarannya Pediatric Symptom Checklist (PSC), Child Behavior Checklist (CBCL) dan Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ). commit to userSDQ merupakan kuesioner untuk
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
skrining perilaku anak dan remaja usia 3-17 tahun, yang praktis, ekonomis dan mudah digunakan oleh klinisi, orang tua, maupun guru. Kuesioner SDQ dapat diisi sendiri oleh anak dan remaja usia 11-17 tahun. Sedangkan untuk anak usia kurang dari 11 tahun, maka selain diisi sendiri oleh anak, kuesioner juga diisi oleh orang tua atau guru anak tersebut (Damayanti, 2011; Hartanto & Selina, 2011). Di dalam penilaian SDQ, terdapat 25 poin penilaian aspek psikologi yang dibagi menjadi 5 (lima) bagian, yaitu : gejala emosional, masalah perilaku, hiperaktivitas/inatensi, masalah hubungan antar sesama, dan perilaku sosial. Masing-masing bagian tersebut terdiri dari 5 (lima pertanyaan). Setiap pertanyaan mengandung 3 (tiga) jawaban, yaitu : tidak benar, agak benar, dan benar. Setelah kuesioner terisi, jawaban diberi skor sesuai kelompok bagiannya masing-masing sesuai dengan nilai yang telah ditentukan. Kemudian dapat diintepretasi : Normal, Borderline, atau Abnormal (Hartanto & Selina, 2011). Tabel 2.1. Interpretasi SDQ
Total diffficulties score
Normal
Borderline
Abnormal
0-15
16-19
20-40
-
Emotional symptoms scale
0-5
6
7-10
-
Conduct problems scale
0-3
4
5-10
-
Hyperactivity score
0-5
6
7-10
-
Peer problems score
0-3
4-5
6-10
6-10
5
0-4
Prosocial behaviour score
Pada SDQ bagian prosocial behaviour score merupakan skor kekuatan yang menunjukkan faktor protektif. Sedangkan masalah emosi dan perilaku remaja didapatkan dari total difficulties score. SDQ dapat digunakan untuk penilaian klinis dan evaluasi yang dilakukan sebelum dan sesudah commit intervensi to user sensitivitas 85% dan spesifitas
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
80% untuk mendeteksi gangguan psikiatri pada komunitas ( Brondo et al., 2011; Verhulst & Ende, 2006). 1.6. Perjalanan Penyakit dan Prognosis Masalah emosi dan perilaku yang tidak diselesaikan dengan baik, maka akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan anak dan remaja tersebut di kemudian hari, terutama terhadap pematangan karakternya dan memicu terjadinya gangguan emosi dan perilaku yang dapat berupa perilaku berisiko tinggi. Hal ini ditunjukkan dari 80% remaja berusia 11±15 tahun dikatakan pernah menunjukkan perilaku berisiko seperti berkelakuan buruk di sekolah, penyalahgunaan zat, serta perilaku antisosial (mencuri, berkelahi, atau membolos) dan 50% diantara mereka juga menunjukkan adanya perilaku berisiko tinggi lainnya seperti mengemudi dalam keadaan mabuk, melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi, dan perilaku kriminal yang bersifat minor (Satgas Remaja IDAI, 2010). SKRT 1995 menyebutkan
angka
prevalensi pemakaian alkohol dan obat-obatan oleh remaja tahun 1991-1995 meningkat sebanyak 2 kali lipat dari 11% menjadi 21% (Soelaryo dkk, 2010). Healy and Bronner (1926) cit. Robins L.N. (1972) studi kohort prospektif 23 kasus anak bermasalah sekolah dan bermasalah dengan jaksa dan polisi, setelah 10 tahun berjalan, bila dibandingkan dengan anak normal ternyata didapatkan menderita neurosis dan psikotik. Prognosis dari masalah emosi dan perilaku anak dan remaja sangat tergantung kemampuan anak dan keluarga (orang tua) untuk belajar mengatasi gangguan tersebut daripada tingkat keparahan gangguan. Resiliensi individu bisa jadi akan memperkuat simptom yang ada pada saat dewasa nanti. Kemampuan kompensasi dan peningkatan dukungan sosial akan memperbaiki prognosis (Dulcan & Lake, 2012). commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan masalah emosi dan perilaku anak dan remaja dengan memperkuat faktor protektif dan menurunkan faktor risiko pada seorang anak, maka akan tercapailah kematangan kepribadian dan kemandirian sosial yang ditandai oleh : Self awareness, yang ditandai dengan rasa keyakinan diri serta kesadaran akan kekurangan dan kelebihan diri dalam konteks hubungan interpersonal yang positif. Role
of
anticipation
and
role
of
experimentation,
yaitu
dorongan
untuk
mengantisipasi peran positif tertentu dalam lingkungannya, serta adanya keberanian untuk bereksperimen dengan perannya tersebut yang tentunya disertai kesadaran akan kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya. Apprenticeship, yaitu kemauan untuk belajar dari orang lain untuk meningkatkan kemampuan/ketrampilan dalam belajar dan berkarya. Oleh karena itu untuk mewujudkannya pada anak dengan masalah emosi dan perilaku diberikan psikoterapi dengan didukung psikofarmologi sesuai dengan psikopatologinya (Dulcan & Lake, 2010). Terdapat dua jenis modalitas terapi yang paling banyak diteliti untuk masalah emosi dan perilaku anak dan remaja adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT) dan Interpersonal Psychotherapy (IP). Psikoterapi efektif dalam mengobati depresi pada remaja baik berdiri sendiri maupun kombinasi dengan fluoxetine. CBT tidak lebih superior dibanding jenis psikoterapi yang lain. Juga diketahui bahwa efek terapi berkurang seiring waktu dan tak berpengaruh lagi setelah 1 tahun follow-up (Sadock et al., 2009). Penelitian cluster-randomized controlled trial di Inggris yang diikuti selama 6 bulan didapatkan penurunan signifikan gejala depresi, kecemasan dan conduct dengan diberikan terapi CBT kelompok pada anak usia 9-15 tahun dengan masalah internalisasi commit to user dan eksternalisasi (Barret et al., 2013). Selama ini penggunaan terapi Analisis
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
Transaksional sangat kurang, sebagian besar studi kasus digunakan sebagai penunjang. Hanya sejumlah kecil studi terkontrol tentang keefektifan terapi Analisis Transaksional seperti Smith, Glass and Miller pada tahun 1980. Metaanalisis dari 8 studi terapi AT terkontrol, melaporkan rata-rata effect size AT adalah 0,67 sedikit lebih kecil dari ratarata effect size psikoterapi jenis lain yaitu 0,85 (Corey, 2009).
2.
Analisis Transaksional Analisis Transaksional dipelopori oleh Erick Berne dan dikembangkan semenjak tahun 1950, menekankan pada hubungan interaksional yang digunakan untuk terapi individual dan kelompok. Transaksi merupakan proses pertukaran dalam suatu hubungan, yang dipertukarkan adalah pesan-pesan baik verbal maupun non verbal. Sedangkan yang dianalisis meliputi bagaimana bentuk, cara, dan isi dari komunikasi mereka. Bentuk, cara, dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak (Jones and Nelson, 2006). Dengan pemberian AT maka seseorang bisa mengenali dirinya sendiri dan dengan begitu mudah mengenal orang lain juga. AT telah terbukti memudahkan komunikasi dengan sesama, sehingga menjadi transaksi yang senada (Berne, 1961; Verhaar, 1989; Hukom, 1990; De Blot, 2009). Pendekatan AT terdiri dari (1) analisis struktural, (2) analisis transaksional, (3) analisis permainan, dan (4) analisis skrip (Jones and Nelson, 2006).
2.1. Analisis Struktural Ego states adalah suatu pola konsisten dari perasaan dan pengalaman yang secara langsung berhubungan dengan suatu pola perilaku konsisten yang sesuai. Setiap manusia memperlihatkan tiga macam tampilan anutan yaitu: Orang tua (O), Dewasa (D) to user dan Kanak (K). Penampilan anutan ataucommit ego state dapat dikenal secara fisik (gestur dan
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
postur) dan verbal (kata-kata dan kalimat serta nada suara). Penampilan Orang tua (O) ketika individu ber[erilaku seperti orang tua, dibagi menjadi: OK (Orang tua kritikal) dan OP (Orang tua pengasuh). Penampilan Dewasa (D) ketika individu bertigkah laku secara rasional, melakukan testing terhadap realita. Penampilan Kanak (K) ketika individu melakukan, berperasaan, bersikap seperti yang di lakukan pada waktu masih kecil, dibagi menjadi : Penampilan KB (Kanak bebas) dan Penampilan KS (Kanak sesuai) (Hukom, 1990). Tiap ego state dapat mempunyai ‘batas’ (boundery). Berne, mendefinisikan ego boundery sebagai suatu membran semipermiabel, melaluinya energi psikis dapat mengalir dari satu ego state ke ego state yang lain. Ego boundary itu harus semipermiabel, karena kalau tidak energi psikis akan terbendung di satu ego state saja dan tidak dapat bergerak bebas spontan bila situasi berubah (Kolegium Psikiatri Indonesia, 2008). 2.2. Analisis Transaksi Ada tiga tipe utama transaksi yaitu: komplementer, menyilang, dan ulterior. Transaksi komplementer ada kecenderungan untuk berkelanjutan, sehingga setiap tanggapan kemudian menjadi suatu rangsangan baru lagi dan seterusnya. Sebaliknya transaksi silang akan segera memutuskan komunikasi, transaksi silang paling umum menyebabkan kesulitan pergaulan, perkawinan, percintaan, persahabatan atau dalam pekerjaan. Transaksi ulterior adalah transaksi yang tersembunyi sebagian dan ada agenda psikologis maupun sosial yang mendasari. Transaksi ulterior sering merupakan suatu game/permainan (Harris, 1973). Dalam Analisis Transaksional sebuah belaian (stroke) dianggap sebagai unit fundamental dari interaksi sosial. Tukar menukar belaian merupakan suatu transaksi. Setiap transaksi adalah pertukaran stroke. Strokes/belaian commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat berupa: verbal atau non-verbal, positif atau negatif, bersyarat atau tidak bersyarat. Stroke positif bilamana penerima pesan mengalami perasaan menyenangkan. Stroke negatif bilamana penerima pesan mengalami perasaan menyakitkan (Honey, 2001). Adanya belaian atau strokes akan menyebabkan adanya posisi hidup seseorang. Belaian atau strokes positif (bersyarat atau tidak bersyarat) maka akan menimbulkan perasaan I’m Ok (ASAS = Aku Senang Aman Sentosa), dan lazimnya bila seseorang merasa SAS (Senang Aman Sentosa) maka orang tersebut ingin pula orang lain merasa SAS (posisi hidup l’m Ok, You’re Ok atau ASAS, ASAS). Terdapat 4 posisi hidup, adalah I’m Ok, You’re Ok atau ASAS, ASAS; I’m Ok, You’re not Ok atau ASAS, ATISAS; I’m not Ok, You’re Ok, ATISAS, ASAS; I’m not Ok, You’re not Ok, ATISAS, ATISAS. Tujuan terapi AT adalah untuk mencapai posisi hidup I’m Ok, You’re Ok atau ASAS, ASAS (Berne, 1961 ; Hukom, 1990). 2.3. Analisis Permainan (Games) Permainan adalah rangkaian transaksi yang bersinambungan yang berakhir dengan perasaan kurang enak dari paling tidak seorang pemain. Permainan itu berkembang dengan tujuan menopang keputusan asli, dan merupakan bagian dari suratan hidup/skrip seseorang. Jadi permainan itu merupakan bagian vital dari interaksi seseorang dengan orang lain. Dan ini perlu untuk disadari apabila orang itu ingin untuk mengurangi perilaku main permainan dan ingin hidup secara otentik. AT menolong orang memahami sifat transaksi mereka dengan orang lain sehingga mereka bisa memberi tanggapan terhadap orang lain dengan cara langsung, penuh dan akrab, sehingga melakukan permainan kemudian dikurangi (Corey, 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
2.4. Analisis Skrip Analisis skrip harus menjaga agar tidak berperilaku dengan cara yang menguatkan skrip pasien. Maksud analisis skrip adalah membantu pasien untuk keluar dari skripnya dan setelah itu bertingkah laku secara otonom. Analisis skrip bermaksud untuk membantu pasien meninggalkan keputusan-keputusan awal, yang sebelumnya telah dibuat di berbagai keadaan dan dengan aparatus neopsikis atau dewasa yang tidak lengkap, dengan membuat kembali keputusan-keputusan ulang untuk membuat perubahan (Jones & Nelson, 2011). Sebagai anak-anak mungkin kita menemukan atau salah menerima pesan-pesan yang diberikan orang tua kita, dan oleh karena itu dalam beberapa hal kita berikan kepada diri kita injunksi kita sendiri untuk menghindari bahaya atau untuk tetap bertahan hidup. Meskipun banyak dari injunksi ini yang mungkin cocok untuk situasi tertentu di masa kanak-kanak, sekarang di alam dewasa semuanya tidak cocok lagi. Bagian utama dari terapi AT terdiri dari meningkatkan kesadaran akan sifat-sifat spesifik dari injunksi-injunksi yang membawa ke kesulitan-kesulitan di masa sekarang (Corey, 2009). 2.5. Hipotesis Keseimbangan Energi profil penampilan pribadi adalah tetap, bila ada energi pada salah satu penampilan anutan bertambah, maka energi di penampilan anutan yang lain akan berkurang. Yang dirumuskan sebagai hipotesis keseimbangan atau “constancy hypothesis” sebagai berikut : (O+D+K) x a = T. Energi psikologik pada setiap orang terbagi pada setiap penampilan anutan O, D dan K. Dengan fungsionalnya terbagi menjadi OK, OP, D, KB dan KS. Sedangkan a=faktor non psikologis yang commitsuatu to userpenampilan anutan. Misalnya : mempengaruhi tersebarnya energi dalam
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
imbalance hormone, gizi, ruda paksa, deprivasi sensoris. T = Faktor yang konstan, tetap, merupakan jumlah energi yang tersedia pada setiap orang. Maka energi intrinsik dikalikan dengan pengaruh ekstrinsik yang terlepas dari perkembangan psikologis, jumlahnya 100% energi psikologis yang tersedia pada seseorang (Hukom, 1973). 2.6. Analisis Transaksional dalam Memperbaiki Masalah Emosi dan Perilaku Anak dan Remaja Anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku seringkali mengalami perlakukan yang tidak sesuai dari lingkungannya yang dapat berupa stigma negatif. Guru merasa sulit mengajari mereka, melihat mereka sebagai anak-anak bodoh, sehingga jarang memberikan masukan yang positif. Teman sebaya menjauhi mereka, sehingga kesempatan untuk belajar bersosialisasi menjadi berkurang. Orangtua lebih banyak memberikan kritik negatif sehingga interaksi antara orangtua dan anak terganggu (Collet et al., 2001). Dengan kritik negatif orang tua terhadap anak akan terjadi transaksi silang. Akibat transaksi silang juga akan terjadi kemarahan, orang akan berpaling dan menjauh sehingga relasi orang tua anak terganggu. Relasi orang tua-anak yang buruk akan menyebabkan hubungan interpersonal terganggu dan komunikasi terganggu sehingga memerlukan psikoterapi AT (Corey, 2009). Analisis Transaksional menyediakan suatu pendekatan terstruktur sehingga anak dapat melihat hubungan diantara apa yang mereka pelajari dalam keluarga mereka dengan perilaku mereka terhadap orang lain. Banyak anak usia muda mendapatkan bahwa pendekatan terstruktur ini bermanfaat sebab membantu mereka memahami bagaimana keluarga dan kebudayaan mereka mempengaruhi mereka. Tujuan utama AT pada anak adalah untuk memfasilitasi wawasan/insight sehingga mereka mampu commit to user mencapai kontrol yang lebih tinggi dalam hal pemikiran, perasaan dan tindakan. Karena
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
anak mengembangkan pemahaman diri/self understanding ini, mereka juga memperoleh kemampuan membuat perubahan dalam diri mereka sendiri dan dalam transaksi mereka dengan orang lain (Corey, 2009). Terapi Analisis Transaksional akan menguatkan kemampuan seseorang untuk mengumpulkan, mengorganisir dan mengevaluasi informasi agar Dewasa (D) dapat menilai lebih akurat. Bila Dewasa (D) menjadi eksekutif, seseorang akan belajar untuk semakin banyak menerima stimulus melalui Dewasa (D). Ia akan berhenti sejenak, mengobservasi, melihat dan mendengar, dan berpikir sebelum membuat keputusan dan bertindak. Ia akan menentukan apa-apa dari Orang tua (O) dan dari Kanak (K) yang tepat dan pantas untuk digunakan (Kolegium Psikiatri Indonesia, 2008). Program terapi AT menggunakan berbagai pendekatan sesuai masalah yang diproritaskan untuk ditangani lebih dahulu, yaitu : (1). Pendekatan kontraktual, artinya terdapat kontrak antara terapis dengan klien, yang menyatakan tujuan dan arah proses terapi; (2). Pendekatan terapi Gestalt, sering digunakan dalam setting kelompok, yang mendorong anggota kelompok secara spontan terlibat dalam interaksi satu sama lain. Fokus terapi ditujukan pada kesadaran here and now; (3). Metode didaktik menjadi prosedur dasar bagi AT, karena berhubungan dengan proses kognitif; (4). Analisis struktural, dapat membantu klien dalam menemukan perwakilan ego yang menjadi landasan tingkah lakunya; (5). Analisis transaksi, menjabarkan apa yang dilakukan dan dikatakan oleh seseorang kepada orang lain; (6). Teknik kursi kosong, teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan sikapnya. Tujuannya untuk mengakhiri konflik yang tidak selesai di masa lampau; (7). Permainan peran, biasanya dikombinasikan dengan teknik psikodrama; (8). Percontohan commit to user keluarga. Klien diminta membayangkan suatu adegan yang melibatkan sebanyak
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
mungkin orang yang berpengaruh di masa lampau termasuk dirinya (Corey, 2009; Stewart & Tilney, 2011). Psikoterapi AT menurut Harris (1973) bertujuan membuat setiap klien yang mendapatkan terapi menjadi ahli/mahir dalam menganalisa transaksi-transaksinya sendiri. Peran klien mempelajari dasar-dasar ego Orang Tua, Dewasa dan Anak, kemudian klien bisa menggunakan dan merasakan kembali cara-cara transaksinya yang lama dalam kelompok AT. Inti penyembuhan dari AT yaitu jika seorang klien bisa menjelaskan dengan kata-katanya sendiri mengapa dia melakukan apa yang dilakukannya dan bagaimana dia menghentikannya, maka dia sembuh dalam arti bahwa dia mengetahui apa penyembuhan itu dan dia bisa menggunakannya berulang-ulang kembali. Menurut Berne penyembuhan merupakan proses progresif yang berlangsung dalam empat tahap yaitu kontrol sosial, penyembuhan gejala, penyembuhan transferensi dan penyembuhan skrip. Atau dengan kata lain tercapainya perubahan diri menjadi otonomi yang mampu memecahkan masalah dengan menggunakan sumber daya dewasa seseorang dengan secara utuh untuk berpikir, merasakan dan berperilaku dalam merespon realitas di sini dan saat ini secara sadar, spontanitas dan kemampuan untuk menjalin kedekatan dengan orang lain tanpa manipulasi (Stewart & Tilney, 2011). Analisis Transaksional sebagai salah satu bentuk psikoterapi berhubungan dengan penurunan level kortisol, penurunan aktivasi sistem saraf simpatis, penurunan level epinefrin dan norepinefrin, penurunan aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron, penurunan level IL-6, TNF-α, dan memperbaiki fungsi imun. Psikoterapi juga mengaktivasi sistem saraf parasimpatis. Aktivasi sistem saraf parasimpatis ini berhubungan dengan suatu penurunan inflamasi. Aktivasi saraf parasimpatis ini dapat to user secara cepat dan spesifik menghambatcommit makrofag di dalam jaringan, dan menurunkan
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelepasan sitokin proinflamasi termasuk IL-1, IL-6 dan TNF-α sehingga meredakan proses inflamasi. Sistem saraf parasimpatis mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan aktivitas simpatis, menyebabkan tubuh menjadi mereda (wind down) dan seimbang kembali (rebalance). Aktivasi saraf parasimpatis mempunyai pengaruh yang menghambat aktivasi saraf simpatis (Marsland et al.. 2007). AT akan mempengaruhi kognitif dan psikomotor anak sehingga bisa memperbaiki emosi dan perilakunya melalui kortek frontal sedangkan psikofarmakologi pada regio subkortikal otak tengah. Proses kognitif, psikomotor dan sensorimotor berhubungan dengan korteks prefrontal dorsal, cinguli anterior dorsal, parietal, cinguli posterior dan hipokampus. Proses kognitif yang nyata distimulasi emosi berhubungan dengan korteks frontal medial, orbitofrontal dan cinguli anterior perigenual. Proses kognitif-emosi yang tersembunyi dihubungkan oleh regio subkortikal dan temporal medial, termasuk amigdala, ganglia basal ventral, nuklei dan struktur otak tengah. Proses homeostasis tubuh yang berhubungan dengan emosi berhubungan dengan kortek cinguli anterior subgenual, insula anterior dan hipothalamus. Nuklei batang otak dan monoaminergik juga berpengaruh dalam proses ini. Pada akhirnya berdasarkan koneksi dari berbagai regio dalam sirkuit dan kemampuan merespon yang sesuai, maka psikofarmakologi bisa merubah sampai korteks frontal, demikian pula sebaliknya, psikoterapi bisa merubah ke regio otak lebih dalam tidak hanya pada kortek frontal (Holtzheimer & Mayberg, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3.
23 digilib.uns.ac.id
Masalah Relasi Orang Tua-Anak
3.1. Diagnosis Masalah Relasi Masalah relasi (Relational Problem) menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) termasuk dalam kategori Other Condition That May be A Focus of Clinical Attention yaitu gangguan yang diberi kode “V”. Masalah relasi merupakan fokus perhatian klinis yang dapat menyebabkan eksaserbasi atau mempersulit penanganan gangguan mental atau kondisi medis umum pada salah satu atau lebih anggota dalam unit relasi tersebut. Masalah relasi dapat sebagai akibat gangguan mental atau suatu kondisi medis umum atau independen terhadap kondisi lain yang ada atau dapat juga muncul tanpa adanya kondisi lain yang menyertai, bila masalah ini adalah fokus utama perhatian klinis, maka harus diletakkan pada Aksis I. Jika tidak menjadi fokus utama perhatian klinis maka diletakkan pada Aksis IV. 3.2. Diagnosis Masalah Relasi Orang Tua-Anak Menurut DSM-IV-TR kategori masalah relasi orang tua-anak digunakan bila fokus perhatian klinis adalah suatu pola interaksi antara orang tua dan anak (misalnya hendaya komunikasi, overprotection, inadequate discipline) yang berhubungan dengan hendaya bermakna secara klinis secara fungsi individu atau keluarga atau berkembangnya gejala-gejala yang bermakna secara klinis pada orang tua atau anak. Sedangkan menurut DSM V, Masalah relasi orang tua-anak dihubungkan dengan hendaya fungsi dalam perilaku, kognitif atau afektif. Contoh masalah perilaku adalah kontrol, supervisi dan keterlibatan orang tua yang tidak adekuat; parental overprotection; terjadinya kekerasan fisik; dan melarang tanpa memberikan solusi. Masalah kognitif yang menyebabkan pengaruh negatif bagi yang lain seperti kata-kata commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjatuhkan atau mengkambinghitamkan yang lain dan perasaan khawatir. Masalah afektif termasuk perasaan sedih, apatis atau marah kepada yang lain dalam relasi yang disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan anak dan budaya setempat. Sedangkan pengertian orang tua adalah seseorang sebagai caregiver utama bagi anak, bisa orang tua biologis, adopsi, pengasuh atau saudara lainnya (kakek-nenek) yang mengganti peran orang tua untuk anak (APA, 2013). Penilaian dilakukan pada anak maupun orang tua, mencakup hal-hal yang menimbulkan kesulitan atau gangguan pada proses interaksi orang tua anak. Masalah relasi orang tua-anak dinilai dari persepsi, sikap, afek dan perilaku Diagnosis ditegakkan tidak hanya pada perilaku yang diobservasi, tetapi juga melalui pengalaman subjektif orang tua terhadap anak yang sering terekspresi pada saat wawancara klinis. Dalam penjelasan kode V dari DSM-IV-TR dikatakan terdapat masalah relasi dalam keluarga apabila didapatkan : anak mengalami kesulitan terhadap aturan atau disiplin yang ditegakkan di rumah, orang tua khawatir masalah akademik anak, overprotection, membatasi kapasitas untuk tumbuh, orang tua curiga anak menggunakan obat/alkohol, orang tua memiliki konflik yang tidak terselesaikan (saling tidak menghargai), perceraian atau keluarga terpisah-pisah.
4.
Aplikasi Analisis Transaksional Dasar (AATD) Pada Masalah Relasi Orang TuaAnak
4.1. Pengertian AATD merupakan pedoman psikoterapi analisis transaksional yang mencakup analisis stuktural dan analisis fungsional dengan penggunaan kartu yang difokuskan commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada masalah relasi orang tua-anak yang disusun oleh Gst. Ayu Maharatih dkk (2013) dengan ISBN 978-979-498-837-4, dibagi dalam 6 sesi terapi. 4.2. Proses Terapi Sesi I. Dimulai membangun relasi dan kontrak terapi dengan klien. Terapis mengenalkan diri dan membina rapport dengan klien menggunakan perilaku attending, empati, refleksi, eksplorasi, menangkap pesan utama, bertanya untuk membuka percakapan, bertanya tertutup
dan memberikan dorongan minimal kepada klien.
Kontrak terapi agar klien mau terlibat aktif yang dilakukan 6 sesi, 120 menit, dilakukan perekaman suara dan gambar dengan video. Setelah kontrak terapi dilanjutkan mengenalkan analisis stuktural dengan menggunakan kartu-kartu analisis struktural penampilan anutan Orangtua, Dewasa dan Kanak. Sesi II. Sesi ini terapis memperdalam penguasaan analisis struktural pribadi klien dengan memimpin arah pembicaraan, fokus pada pokok pembicaraan, mengkonfrontasi inkonsistensi klien, memberi nasehat bila diminta, menyimpulkan sementara setiap periode dan pemberian informasi jika diminta klien. Analisis fungsional yang menerangkan egostate berdasarkan fungsinya dijelaskan pada sesi ini dengan penilaian secara fisik dan pertanyaan yang mengandung unsur afektif, kognitif dan perilaku (behavior). Klien dijelaskan tentang egostate Orangtua Kritikal, Orangtua Pengasuh, Dewasa, Kanak Bebas dan Kanak Sesuai. Selanjutnya menggambarkan fungsi-fungsi egostate dalam bentuk perbandingan (egogram). AT diperdalam dengan menggunakan teknik interpretasi dan mengarahkan agar klien mengerti dan berubah sesuai interpretasi terapis. Langkah berikutnya klien dijelaskan mengenai analisis transaksi yang dibagi menjadi transaksi senada, transaksi silang dan transaksi terselubung. Pada sesi II membahas life position, strokes, games dan analisis script. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sesi III. Masalah relasi orangtua-anak dan struktur keluarga, intervensi masalah relasi dengan AATD. Menjelaskan interaksi dalam keluarga dalam bentuk matriks transaksi, klien diminta menanggapi dan menggambarkan sendiri matriks transaksinya. Klien dijelaskan bahwa peristiwa, perkataan dan respon yang tidak menyenangkan yang dirasakannya dapat menyebabkan masalah relasi orangtua-anak. Selanjutnya klien dijelaskan struktur keluarga berdasarkan SFT. Sesi IV. Intervensi masalah relasi dan masalah relasi orang tua-anak dengan AATD terkait struktur keluarga, strokes dan life position. Pada sesi ini klien diarahkan untuk memahami penyebab masalah relasi dan masalah relasi orangtua-anak itu sendiri. Dijelaskan juga struktur keluarga dan menggambarkan matriks struktur keluarga berdasarkan SFT. Klien diminta mengoleksi dan mengenali strokes sehingga akan meningkatkan pemberian strokes positif, mengurangi strokes negatif, tetapi tidak boleh meniadakan strokes. Sesi V. Intervensi masalah relasi orangtua-anak dengan AATD melalui pendalaman strokes dan life position. Klien diminta melakukan role play berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam keluarga, kemudian dilakukan penilaian egostate, analisis transaksi dan strokes yang didapat atau diberikan. Klien dijelaskan tentang life position abnormal dengan memberikan feedback dari role play tersebut. Sesi VI. Umpan balik, penilaian keberhasilan terapi dan negosiasi kontrak berikutnya. Klien bersama terapis mengevaluasi keseluruhan sesi terapi mengenai jalannya terapi yang sudah dilakukan, kemampuan terapis, keadaan klien sekarang dan rencana program kedepan. Klien juga dijelaskan penilaian keberhasilan terapi. Menutup sesi terapi dan menyusun kontrak baru. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.3. Penilaian Penilaian keberhasilan terapi berdasarkan tahap-tahap symptomatic relief, social control, transference cure dan autonomy. Symptomatic relief terdapat perbaikan gejala atau mengalami kemajuan. Social control terdapat perbaikan meskipun masih terdapat hendaya, gejala masih dapat dikontrol ketika berinteraksi dengan orang lain. Transference cure bahwa klien dapat keluar dari script mereka selama mereka berada dekat terapis mereka secara harfiah ataupun secara mental. Autonomy dimana egostate dewasa klien mengambil alih peran terapis dengan mendapatkan kapasitas sikap yang positif, kesadaran, spontanitas dan keintiman.
5.
Teori Metode Penelitian Kualitatif
5.1. Pengertian Metode penelitian kualitatif adalah salah satu jenis metode penelitian yang melakukan pendekatan dengan memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik/utuh, kompleks, dinamis, dan penuh makna. Holistik karena setiap aspek dari objek itu mempunyai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitian dilakukan pada kondisi objek yang alamiah (natural setting) dan penulis sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif yang berusaha menjelaskan hubungan sebab akibat, prediksi, serta generalisasi hasil. Penelitian kualitatif berusaha mendapatkan pencerahan, pemahaman terhadap suatu fenomena dan ekstrapolasi pada situasi yang sama (Golafshani, 2003; 2005).
commit to user
Sugiyono,
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian kualitatif memiliki karakteristik adanya latar alamiah, langsung ke sumber data; manusia sebagai alat atau instrumen kunci; analisis data secara induktif, di mana pada saat penulis berusaha untuk memahami situasi yang sedang dipelajarinya, ia tidak membawa harapan atau dugaan tertentu yang sudah dimiliki sebelum penelitian berjalan; teori dari dasar (grounded theory); penelitian lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka; lebih mementingkan proses dari pada hasil; adanya batas yang ditentukan oleh focus; adanya kriteria khusus untuk keabsahan data; desain yang bersifat sementara (Denzin dan Lincoln, 1994; Sugiyono, 2005). Jenis-jenis penelitian kualitatif meliputi biografi, fenomenologi, grounded theory, etnografi dan studi kasus. Biografi adalah studi yang berdasarkan kepada kumpulan dokumen tentang kehidupan seseorang yang melukiskan momen penting yang terjadi dalam kehidupannya tersebut. Fenomenologi melihat dan memahami arti dari suatu pengalaman individual yang berkaitan dengan fenomena tertentu. Grounded theory dikhususkan untuk menemukan atau menghasilkan teori dari suatu fenomena yang berkaitan dengan situasi tertentu. Etnografi merupakan studi yang difokuskan pada penjelasan deskriptif dan interpretasi terhadap budaya dan sistem sosial
suatu
kelompok/masyarakat tertentu melalui pengamatan dan penghayatan langsung terhadap kelompok/masyarakat yang diteliti. Studi kasus: suatu model yang bersifat komprehensif, intens, terperinci, dan mendalam, serta lebih diarahkan untuk menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer (berbatas waktu) (Denzin dan Lincoln, 1994; Herdiansyah, 2010).
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.2. Studi Kasus Studi kasus merupakan suatu model yang menekankan pada eksplorasi dari suatu sistem yang berbatas (bounded system) pada satu kasus atau beberapa kasus secara mendetail, disertai dengan penggalian data secara mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks (Creswell, 1998 cit. Herdiansyah, 2010). Studi kasus berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan how (bagaimana) dan why (mengapa), dan pada tingkat tertententu juga menjawab what (apa/apakah), dalam kegiatan penelitian (Yin, 1996 cit. Bungin, 2012). Selain itu studi kasus dapat merupakan single-case studies (studi kasus tunggal), multi-case studies (studi multi kasus), dan comparative-case studies (studi kasus perbandingan) (Bungin, 2012). Studi kasus mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan desain penelitian lain, yaitu : bersifat luwes berkenaan dalam hal pengumpulan data yang digunakan dapat lebih menjangkau dimensi yang lebih spesifik dari topik yang diselidiki, dapat dilakukan secara lebih praktis pada banyak lingkungan sosial, studi kasus dapat digunakan sebagai penguji suatu teori, dapat dilakukan dengan dana sedikit jika dilakukan dengan metode pengumpulan data yang sederhana (Black & Champion, 1992 cit. Herdiansyah, 2010). Akan tetapi, di samping keunggulan yang ditawarkan, studi kasus juga mempunyai kelemahan-kelemahan sebagai berikut : studi kasus kurang memberikan dasar yang kuat untuk melakukan suatu generalisasi ilmiah, kedalaman studi yang dilakukan tanpa banyak disadari justru dapat mengorbankan tingkat keluasan yang seharusnya dilakukan, sehingga sulit digeneralisasikan pada keadaan yang berlaku umum dan studi kasus cenderung kurang mampu mengendalikan bias subjektivitas peneliti (Bungin, 2012). commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.3. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dengan Wawancara, Observasi, Studi dokumentasi dan Focus Group Discussion (FGD). Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara dilakukan untuk mengetahui apa yang ada di pikiran individu dan memperoleh pemahaman terhadap perspektif individu dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan dalam observasi. Pewawancara tidak membawa halhal atau asumsi tertentu yang sudah dimilikinya ke dalam pemikiran individu yang diwawancarai (Stainback, 1988 cit. Sugiyono 2005). Berdasarkan prosesnya, wawancara dibagi menjadi 3 macam yaitu stuctured interview, unstructured interview, dan semi structured/focused interview (Esterberg, 2002 cit. Sugiyono 2005; Herdiansyah, 2010). Observasi dilakukan sebagai metode penunjang pengumpulan data yang esensial dalam penelitian, terutama penelitian dengan metode pendekatan kualitatif. Metode observasi digunakan sebagai metode penunjang dengan dasar pemikiran bahwa melalui observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian, dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. Dengan berada dalam situasi lapangan yang nyata, kecenderungan untuk dipengaruhi berbagai konseptualisasi (yang ada sebelum penelitian dilaksanakan) tentang topik yang diamati akan berkurang. Dalam penelitian kualitatif, bentuk observasi yang dapat digunakan, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur (Sugiyono, 2005). commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Studi dokumentasi adalah metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Bentuk dokumen dapat berupa catatan harian, surat pribadi, autobiografi, dokumen pemerintah/swasta, rekam medik, dan lain-lain (Herdiansyah, 2010). Focus Group Discussion (FGD) adalah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok (Herdiansyah, 2010; Bungin, 2012). 5.4. Jumlah sampel dan proses pengambilan sampel Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif tidak didasarkan perhitungan statistik. Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimal, bukan untuk digeneralisasi. Penetapan jumlah tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah, baik dalam jumlah maupun karakteristik sampel, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian. Hal ini berhubungan dengan konsep saturasi, yaitu peneliti yang melakukan pengambilan sampel teoritis akan terus menambahkan unit-unit baru dalam penelitiannya dan akan berhenti pada titik di mana penambahan data dianggap tidak lagi memberikan informasi baru dalam analisis. Selain itu, jumlah sampel juga tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah atau peristiwa acak) melainkan pada kecocokan konteks. Pengambilan sampel yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu purposive sampling dan snowball sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sumber data, yang pada awalnya jumlah data sedikit belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari sumber data lain berdasarkan sumber data yang sudah ada sebelumnya (Sugiyono, 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
5.5. Keabsahan data Pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi credibility, transferability, dependability dan confirmability. Credibility (validitas internal) dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi, analisis kasus negatif, dan member check. Transferability (validitas eksternal) dilakukan dengan membuat laporan penelitian dalam uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya sehingga pembaca dapat mengerti dan memahami hasil penelitian. Dependability (reliabilitas) dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Confirmability (objektivitas) adalah menguji hasil penelitian, prosesnya mirip dengan uji dependability sehingga dapat dilakukan secara bersamaan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability (Faisal, 1998 cit. Sugiyono, 2005). 5.6. Triangulasi Definisi triangulasi adalah penggunaan dua atau lebih sumber untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu fenomena yang akan diteliti. Sumber yang dimaksud dapat berarti perspektif, metodologi, teknik pengumpulan data, dan lain sebagainya (Herdiansyah, 2010). Empat tipe triangulasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif meliputi theory triangulation, methodological triangulation, data triangulation dan observer triangulation. Theory triangulation adalah penggunaan multipel teori (lebih dari satu teori utama) atau beberapa perspektif untuk menginterpretasi sejumlah data. Methodological triangulation adalah penggunaan beberapa metode penelitian kualitatif. Data triangulation adalah penggunaan lebih dari satu metode pengumpulan data pada satu kasustotunggal, commit user Observer triangulation adalah
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penggunaan lebih dari satu observer pada satu kasus tunggal (Denzin, 1978 cit. Herdiansyah, 2010). 5.7. Prosedur Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Analisis data bersifat induktif, berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan kemudian dapat dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori (Sugiyono, 2005). Analisis data penelitian kualitatif dapat menggunakan tiga model analisis, yaitu : metode perbandingan tetap (constant comperative method) oleh Glasser dan Strauss; metode analisis data menurut Spradley; dan metode analisis menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2005; Bungin, 2012). Analisis data penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada metode perbandingan tetap (constant comperative method) oleh Glasser dan Strauss. Esensi metode analisis data ini adalah
teknik yang
digunakan untuk membandingkan
kejadian-kejadian yang terjadi di saat peneliti menganalisis kejadian tersebut dan dilakukan secara terus menerus sepanjang penelitian itu dilakukan. Tahap analisis yang digunakan : reduksi data, kategorisasi data dan sintesisasi. 1) Reduksi data mencakup identifikasi satuan (unit). Satuan merupakan bagian terkecil yang memiliki makna bila dikaitkan fokus penelitian AT Dasar. Satuan yang diidentifikasi dalam AT adalah komponen-komponen egostate yang dinilai dari ucapan dalam bentuk kalimat, nada bicara, gesture dan perilaku. Setelah commit ditentukan satuan kemudian dilakukan koding, to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yaitu memberikan kode pada setiap satuan agar dapat ditelusuri data/satuannya serta asal sumbernya. 2) Kategorisasi yaitu upaya memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan. Setiap kategori diberi nama yang disebut label, yaitu egostate Orangtua Kritikal (OK), egostate Orangtua Pembina (OP), egostate Dewasa (D), egostate Kanak Bebas (KB) dan egostate Kanak Sesuai (KS). 3) Sintesisasi yaitu mengaitkan satu kategori dengan kategori lainnya, dimulai dengan menilai stimulus dan respons yang dikeluarkan seseorang saat berinteraksi dengan orang lain, yaitu interaksi egostate seseorang dengan egostate orang lain, yang dalam AT disebut “transaksi”. Transaksi terdiri atas transaksi senada atau komplementer, transaksi silang dan transaksi terselubung.
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kerangka Teori 1 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Faktor Risiko Genetik, Penyakit fisik, Role confusion, Pola asuh, Kondisi Orang Tua, Bullying, Sosialekonomi kurang
Faktor Protektif Tumbuh-kembang baik, Pola asuh demokratis, Dukungan keluarga, Sekolah kondusif, Sosial-ekonomi baik
Faktor Risiko > Faktor Protektif
Anak dengan masalah emosi dan perilaku
Teman Sebaya Interaksi negatif
Ketidakseimbangan egostate orang tua-anak
Masyarakat Stigma negatif
Relasi orang tua-anak terganggu (transaksi silang - transaksi terselubung)
Skema 2.1. Kerangka teori masalah emosi dan perilaku anak yang mengalami masalah relasi orang tua-anak melalui pendekatan biopsikososial dan AT.
Keterangan kerangka teori 1 : Setiap anak yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan akan menghadapi berbagai faktor biopsikososial yang menjadi faktor risiko dan faktor protektif terjadinya masalah emosi dan perilaku pada anak. Ketika faktor risiko lebih besar dari faktor protektif akan menimbulkan masalah emosi dan perilaku pada anak, yang akan mengakibatkan interaksi negatif dengan sebaya dan stigma negatif di masyarakat serta ketidakseimbangan egostate orang tua-anak yang akan menyebabkan relasi orang tua anak terganggu (Blanchard et al., 2006; Dulcan & Lake, 2012; McGue & Iacono, 2005). commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kerangka Teori 2
AT melalui Cognition
PF9/46
PM6
aCg24b
Par40
mCg24c
mF9/10 oF11
hc pCg
cd-vst
thal
amg
mb-sn
rCg24a
Mood State
sgCg25
DBS
a-ins
hth
bstem
MEDS
ANS dan Aksis HPA : Epinefrin ↓ Norepinefrin ↓ Glukokortikoid ↓ Respon Imun : Sitokin proinflammasi ↓
Skema 2.2. Pendekatan AT melalui cognition dalam memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak berdasarkan psikoneuroimunologi. Keterangan kerangka teori 2 : Pendekatan AT melalui cognition akan mempengaruhi kognitif dan psikomotor anak sehingga bisa memperbaiki emosi dan perilakunya melalui korteks frontal. Proses kognitif-emosi yang nyata berhubungan dengan korteks frontal medial, orbitofrontal dan cinguli anterior perigenual. Proses kognitif-emosi yang tersembunyi berhubungan regio subkortikal dan temporal medial, termasuk amigdala, ganglia basal ventral, nuklei dan struktur otak tengah (Holtzheimer & Mayberg, 2008). AT sebagai salah satu bentuk psikoterapi berhubungan dengan penurunan level kortisol, epinefrin dan norepinefrin, aktivasi sistem saraf parasimpatis dan penurunan inflamasi sehingga masalah emosi dan perilaku membaik (Marsland et al.. 2007). commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Konsep
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Faktor Risiko Genetik, Penyakit fisik, Role confusion, Pola asuh, Kondisi Orang Tua, Bullying, Sosialekonomi kurang
Faktor Protektif Tumbuh-kembang baik, Pola asuh demokratis, Dukungan keluarga, Sekolah kondusif, Sosial-ekonomi baik
Faktor Risiko > Faktor Protektif
Anak dengan masalah emosi dan perilaku
Teman Sebaya Interaksi negatif
Masyarakat Stigma negatif
Ketidakseimbangan egostate orang tua-anak
Relasi orang tua-anak terganggu (transaksi silang - transaksi terselubung) Analisis Transaksional Dasar Relasi orang tua-anak membaik (transaksi senada)
Perbaikan masalah emosi dan perilaku
Skema 2.3. Kerangka konsep commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi kualitatif berbentuk suatu studi kasus tindakan yang bertujuan untuk mengetahui penerapan Analisis Transaksional dasar pada masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja dengan menggunakan pedoman AATD dari Maharatih dkk (2013). Alasan digunakannya pendekatan kualitatif adalah untuk melihat permasalahan secara mendalam dan holistik, dimana hal tersebut tidak dapat dilakukan dengan pendekatan kuantitatif.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Psikiatri RSUD dr. Moewardi dan Poli Tumbuh Kembang Anak RSJ Surakarta, Propinsi Jawa Tengah serta di rumah pasien. Waktu penelitian Februari 2015.
C. Instrumen Penelitian 1. Penulis sendiri. 2. Pedoman AATD. 3. Lembar data isian demografi. 4. Lembar SDQ. 5. Skala egogram UNS 6. Alat perekam. Seluruh kegiatan wawancara direkam dengan menggunakan alat perekam suara dan commit to user video yang dilakukan dengan seijin subjek penelitian. Tujuan menggunakan alat 38
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perekam adalah untuk memudahkan penulis dalam membuat transkrip dan analisis data, membantu penulis mengulang kembali hasil wawancara sehingga diperoleh data akurat, dan meminimalkan bias yang mungkin terjadi karena keterbatasan dan subjektivitas penulis.
D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi target : Anak dan remaja yang mengalami masalah emosi dan perilaku pada keluarga dengan masalah relasi orang tua-anak. 2. Populasi terjangkau : Anak dan remaja yang mengalami masalah emosi dan perilaku pada keluarga dengan masalah relasi orang tua-anak yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Psikiatri RSUD dr. Moewardi Surakarta dan Poli Tumbuh kembang Anak RSJD Surakarta. 3. Sampel yang dikehendaki : Anak dan remaja yang mengalami masalah emosi dan perilaku pada keluarga dengan masalah relasi orang tua-anak yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Psikiatri RSUD dr. Moewardi Surakarta dan Poli Tumbuh kembang Anak RSJD Surakarta pada periode Januari-Februari 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. a. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 1) Kriteria inklusi a) Pasien yang mengalami masalah emosi dan perilaku yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Psikiatri RSUD dr. Moewardi Surakarta dan Poli Tumbuh kembang Anak RSJD Surakarta. b) Faktor risiko masalah psikososial. c) Usia 10-18 tahun.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Bisa membaca dan menulis. e) Orang tua minimal tamat SLTP. f) Bersedia menjadi subjek penelitian dan menandatangani surat persetujuan penelitian (Informed Consent). 2) Kriteria Eksklusi Adanya gangguan jiwa berat/psikotik. E. Definisi Konsep 1. Analisis Transaksional Dasar : analisis transaksional dasar yang diberikan oleh penulis sebanyak 6 sesi dengan durasi 120 menit tiap sesi pertemuan, 3 kali seminggu menggunakan teknik pengajaran analisis struktural dan analisis transaksi menggunakan pedoman AATD oleh Maharatih dkk (2013). 2. Masalah emosi dan perilaku : masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja
yang bermanifestasi internalisasi atau eksternalisasi berdasarkan wawancara psikiatri dan diukur dengan kuesioner SDQ, yang berada dalam keluarga dengan masalah relasi orang tua-anak berdasarkan wawancara psikiatri.
F. Cara Pengambilan Sampel (Subjek) dan Besar Sampel Dalam studi ini, pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu pengambilan sumber data dilakukan dengan pertimbangan tertentu. Dengan melakukan pengambilan sampel secara purposif, maka penulis melakukan seleksi terhadap sejumlah kasus untuk dapat diteliti secara mendalam. Dalam proses penentuan sampel penelitian ini digunakan kasus tunggal, yaitu masalah emosi dan perilaku pada anak. Besar subjek ditetapkan 2
anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku,
berdasarkan internalisasi/eksternalisasi, laki-laki/perempuan, kasus baru/lama. commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G. Metode Pengumpulan Data Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara dan observasi partisipasi aktif. Sesi intervensi analisis transaksional dilakukan sebanyak 6 kali, 3 kali setiap minggu, masing-masing selama 120 menit. Penggunaan 120 menit diasumsikan penanganan pasien baru. Pemilihan sesi sebanyak 6 kali didasarkan pada penggunaan AATD sebelumnya pada pasien dengan masalah relasi orang tua-anak menyatakan sesi 6 kali memberikan perbaikan. Pemilihan waktu 3 kali setiap minggu karena dari penelitian menunjukkan semakin pendek jarak pemberian terapi, kemampuan mengingat kembali subjek terhadap materi sebelumnya masih semakin baik. Dan waktu yang dianggap optimal dan rasional adalah maksimal 3 x 24 jam.
H. Analisis dan Penyajian Data Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Analisis data dilakukan dengan mengacu pada metode perbandingan tetap (constant comperative method) oleh Glasser dan Strauss, secara umum proses analisis data mencakup reduksi data, kategorisasi data dan sintesisasi data. Analisis data dilakukan secara manual dikarenakan kategorisasi verbatim tidak terlalu banyak. Penyajian data dalam bentuk data display yang berupa grafik dan matriks.
I. Pengujian Keabsahan Data Pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi : 1. Uji credibility (validitas internal) dilakukan melalui a. Meningkatkan ketekunan dan kualitas keterlibatan penulis dalam kegiatan di lapangan
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Triangulasi sumber data melalui persepsi dari subjek dan penilaian dari keluarga subjek, penulis serta expert melalui rekaman video. c. Diskusi dengan psikiater/expert untuk mendapatkan saran dan kritik dalam proses penelitian. d. Menggunakan bahan referensi untuk meningkatkan nilai kepercayaan kebenaran data yang diperoleh dalam bentuk rekaman dan tulisan. 2. Uji transferability (validitas eksternal) dilakukan dengan membuat laporan penelitian dalam uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya sehingga pembaca dapat mengerti dan memahami hasil penelitian 3. Uji dependability (reliabilitas) dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian bersama dengan pembimbing dan expert/psikiater.
J. Cara Kerja 1. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin kepada Kepala Bagian Psikiatri FK UNS/RSDM dan komite etik FKUNS/RSDM agar dapat melakukan penelitian AATD pada masalah emosi dan perilaku anak di poliklinik psikiatri RSUD dr. Moewardi Surakarta (RSDM). 2. Terapis menentukan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan. Sampel diambil dari data agenda kunjungan harian poliklinik psikiatri RSDM dan poliklinik tumbuh kembang anak RSJD Surakarta. 3. Terapis melakukan pemeriksaan dan menjelaskan kepada subjek penelitian tentang maksud dan tujuan penelitian. Bila mereka menyetujuinya, kemudian diminta untuk commit to user menandatangani surat persetujuan penelitian yang telah disediakan.
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Subjek diminta untuk mengisi data yang memuat data pribadi (nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, agama, status pernikahan, jumlah anak, tinggal satu rumah dengan, sumber penghasilan, aktivitas sosial, sakit yang dialami). 5. Subjek yang telah menandatangani dan mengisi data demografi selanjutnya dilakukan intervensi berdasarkan modul yang ada dan prosesnya direkam. 6. Setelah selesai melakukan sesi intevensi, Terapis memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada subjek dan juga membuat transkrip serta mempelajarinya sebagai bahan lanjutan untuk sesi berikutnya. 7. Sesi intervensi dilakukan sebanyak 6 kali, 3 kali perminggu, masing-masing 120 menit. Pemilihan waktu adalah fleksibel tergantung pada kesepakatan antara terapis dan klien. 8. Selanjutnya subjek membuat dan menggambarkan egogramnya masing-masing, dan menggambarkan egogram masing-masing anggota keluarganya. Terapis juga menggambarkan egogram masing-masing klien.
K. Etika Penelitian Subjek penelitian ini merupakan manusia, sehingga didalam penelitian ini harus dijamin keamanannya baik secara fisik maupun psikologis sehingga akan diajukan uji kelaikan etik. Penelitian dilakukan setelah mendapat ijin dari Kepala bagian Psikiatri FK-UNS/RSUD dr. Moewardi Surakarta dan Komite Etik FK-UNS/RSUD dr. Moewardi Surakarta serta Direktur RSJD Surakarta. Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah dasar bioetika respect for autonomy (calon subjek penelitian diminta menandatangani izin penelitian commit to user setelah mereka mendapatkan
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penjelasan yang cukup), justice (tidak membedakan individu misalnya suku, agama dalam penentuan subjek penelitian), beneficence (memberikankan manfaat terhadap subjek penelitian) dan non-maleficence (tidak mendatangkan dampak negatif terhadap subjek yang timbul akibat penelitian ini).
L. Kerangka Kerja Permohonan ijin Kepala Bagian Psikiatri dan Komite Etik FKUNS/RSDM
Menentukan sampel berdasarkan kriteria inklusi-eksklusi
Menjelaskan Maksud dan Tujuan Penelitian
Informed concent
Pengisian data demografi
Intervensi Analisis Transaksional berdasarkan pedoman AATD, 6 sesi, 3 kali/minggu, masing-masing 120 menit. Proses intervensi direkam Penilaian penulis
Penilaian subjek
Analisis
Skema 3.1. Kerangka kerja penelitian
commit to user
Penilaian keluarga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Penelitian ini mempelajari dua kasus anak yang mengalami masalah emosi dan perilaku dengan keluarganya yang mengalami masalah relasi orang tua-anak yang dilakukan intervensi AT dengan menggunakan studi kualitatif. Karakteristik pasien dan keluarganya yang terlibat dalam penelitian ini mencakup: usia, jenis kelamin, pendidikan, jumlah sibling, urutan pasien dalam keluarga, dan pekerjaan orang tua ditampilkan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian dan keluarganya Karakteristik orang tua pasien No.
Karakteristik pasien
1. 1. Usia : 14 tahun
Ayah
Ibu
Usia : 47 tahun
Usia : 44 tahun
2. Jenis kelamin : Laki- 6. Jenis kelamin : Laki- 9. Jenis kelamin : laki
laki
Perempuan
3. Pendidikan : SMP
7. Pendidikan : SMP
4. Jumlah sibling : 2
8. Agama : Islam
5. Anak ke-1 2.
Usia : 17 tahun Jenis kelamin : Perempuan
10. Pendidikan : Sarjana Agama : Islam
Pekerjaan : Agen gas
Pekerjaan : PNS
Usia : 46 tahun
Usia : 40 tahun
11. Jenis kelamin : Laki- 13. Jenis kelamin : laki
Perempuan
Pendidikan : SMA
12. Pendidikan : SMA
14. Pendidikan : SMA
Jumlah sibling : 1
Agama : Islam
Agama : Islam
Anak ke-1
Pekerjaan : Sopir
Pekerjaan : Pedagang
commit to user
45
baju
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Gambaran Kasus I Pasien R, 14 tahun, laki-laki dikeluhkan sering berperilaku agresif. Pasien dibawa ke rumah sakit dengan perilaku eksternalisasi yang menonjol, sering marahmarah, berlaku agresif dengan merusak barang di rumah bila keinginannya tidak terpenuhi. Pasien juga sering membolos dari sekolah, melawan guru di sekolah, berbohong, dan mengancam anggota keluarga dengan menggunakan senjata tajam. Orang tua sudah kewalahan menangani pasien, sehingga akhirnya diperiksakan ke rumah sakit. Sejak kecil pasien biasa dituruti semua permintaannya oleh kedua orangtuanya, setiap menginginkan sesuatu pasti pasien akan menyampaikan kepada orang tua dan kakek-neneknya. Kakek nenek pasien selalu memberikan apa yang diinginkan pasien. Pasien merupakan cucu yang disayangi oleh kakek dan neneknya, apabila menginginkan sesuatu tidak segera diberikan oleh kedua orangtuanya pasien akan segera meminta kakek atau neneknya. Sewaktu kecil permintaan pasien masih barang-barang yang kecil dan harganya masih gampang dipenuhi oleh kedua orangtuanya, namun semakin hari semakin besar permintaan pasien pun semakin meningkat dan barang-barang yang diinginkannya pun semakin mahal dan sulit terjangkau oleh kemampuan ekonomi kedua orangtuanya. Ibu pasien sangat menyayangi anak-anaknya dan terkesan memanjakan anakanaknya, namun ibu pasien juga menginginkan anak-anaknya untuk menjadi anak yang berhasil. Setelah lulus SD, pasien dimasukkan ibunya di sekolah Islam yang disiplin dalam mendidik murid-muridnya. Pasien mulai merasa tidak nyaman bersekolah disitu, oleh karena peraturannya terlalu ketat dan selalu ada hukuman bila melanggar peraturan yang ada. Pasien sering ijin orangtuanya untuk sekolah namun tidak ke sekolah dan bermain dengan teman-teman dikampungnya, sehingga pasien mulai merokok. Pasien commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
mulai mengerti bongkar pasang aksesoris motor dan sering digunakan untuk kebutkebutan di jalan. Pasien minta dibelikan sepeda motor baru, namun aksesorisnya banyak yang diganti. Pasien sering minta uang ke ibunya untuk beli rokok. Pasien juga beberapa kali minta dibelikan handphone baru karena handphone yang lama sudah hilang. Bila diberikan tenggang waktu pasien akan marah dan mengancam akan memukul. Ayah pasien orangnya pendiam, jarang bersenda gurau dengan anak dan istrinya. Sehari-hari bekerja keras mengumpulkan uang dengan berdagang gas. Ayah banyak menurut dengan ibu mengenai urusan keluarga dan pendidikan anak-anak. Demikian pula untuk keputusan dalam keluarga, ibulah yang banyak berperan. Ayah pasien sering keluar masuk rumah sakit dikarenakan sakit lambung, namun setelah dua hari di rumah sakit minta pulang karena merasa sudah enak dan kuat bekerja lagi. Selama menikah dengan ibu pasien sudah duapuluhan kali ayah pasien masuk rumah sakit. Anak-anak cenderung takut pada ibunya dibandingkan ayah. Ibu sering marahmarah di rumah dan sering mengucapkan kata-kata kotor kepada anak dan suaminya ketika sedang marah. Bila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan ibu, ibu akan segera marah. Meskipun ibu sering marah, disisi lainnya ibu selalu menuruti apa yang diinginkan oleh anaknya, sehingga membuat pola asuh yang tidak konsisten. Pola asuh inilah yang membuat anak semakin memperkuat perilaku sakitnya. Dari sudut analisis transaksional berdasarkan observasi terhadap pasien, kesan gambaran egogram pasien adalah terdapat dominasi dari egostate Kanak yaitu Kanak Bebas (KB) diikuti Orangtua Kritikal (OK) sedangkan egostate lainnya terkucil, terutama egostate Dewasa (D). Penilaian ini didasarkan pada perilaku yang memberontak, ditunjukkan dengan sering marah-marah, agresif, mau menang sendiri, commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan mengamuk bila keinginannya tidak terpenuhi menunjukkan gambaran KB yang sangat menonjol. Apabila kurang mendapat apa yang diinginkannya maka ia akan protes, berupa tindakan yang serba mengganggu, marah-marah bila perlu sampai mengamuk. Egostate Orangtua Kritikal (OK) yang tinggi ditunjukkan dengan perilaku yang menyalahkan orang lain dan tidak peduli dengan kebutuhan orang lain, ini juga akibat rendahnya OP (Orangtua Pembina) pasien. Bila digambarkan egogram R adalah seperti grafik 4.1. di bawah ini. Grafik 4.1. Perbandingan egogram pasien (R) berdasarkan penilaian sendiri, penilaian ibu, penilaian ayah, observasi terapis dan skala. 45 40 35 30
OK
25
OP
20
D
15
KB
10
KS
5 0 Pasien R-self Pasien R-nilai Pasien R-nilai ibu ayah
Pasien Robservasi
Pasien R-skala
Terdapat kesesuaian penilaian terapis dengan penilaian pasien sendiri dalam hal adanya dominansi dari egostate Kanak Bebas (KB). Berdasarkan penilaian pasien, ibu, ayah dan observasi, didapatkan kesesuaian dalam hal penilaian OK yang tinggi. Sedangkan KS yang rendah terdapat kesesuaian antara penilaian pasien sendiri, skala dan terapis. Hal ini sesuai dengan pasien yang susah menyesuaikan di SMPnya yang memiliki kedisiplinan tinggi, pasien banyak membolos dan menentang gurunya. Dalam commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melakukan transaksi dengan keluarganya, kebanyakan transaksi R adalah transaksi silang. Perubahan perilaku pasien setelah menjalani pendidikan di SMP yang memiliki disiplin tinggi, padahal selama ini ketika di rumah orang tua pasien selalu memenuhi apa yang diinginkan oleh pasien. Ibu pasien sering memberikan stroke negatif ketika pasien sering membolos sekolah sehingga selalu terjadi transaksi silang dengan orang tuanya sehingga memicu R banyak mengeluarkan Kanak dengan perilaku agresif, marah kalau keinginannya tidak segera dipenuhi. Ini adalah akibat KB yang terlalu menonjol, didukung dengan OK yang tinggi pasien akan selalu menentang bila kedua orang tuanya tidak berperilaku seperti yan diinginkannya.OP yang rendah membuat pasien tidak memiliki rasa iba ketika berbuat salah atau memancing emosi kedua orang tuanya, didukung D yang rendah dan KS yang sangat rendah. Transaksi silang terutama terjadi saat berhubungan dengan ibu pasien (Ibu R, 44 tahun) yang punya gambaran egogram seperti grafik 4.2. Grafik 4.2. Perbandingan egogram ibu pasien (ibu R) berdasarkan penilaian sendiri, penilaian pasien, penilaian ayah pasien, observasi terapis dan skala. 35 30 25 OK
20
OP
15
D KB
10
KS
5 0 Ibu R-self
Ibu R-nilai pasien
Ibu R-nilai ayah
Ibu Robservasi commit to
Ibu R-skala
user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terdapat kesesuaian penilaian terapis dengan penilaian ibu pasien sendiri dalam hal adanya dominansi dari Orang Tua Kritikal (OK), demikian pula penilaian pasien dan ayahnya. Berdasarkan penilaian ibu pasien, skala dan observasi, didapatkan kesesuaian dalam hal penilaian KS yang tinggi. Sedangkan KB yang rendah terdapat kesesuaian antara penilaian ibu pasien sendiri, pasien, ayahnya, skala dan terapis. Hal ini sesuai dengan pasien yang susah merasakan kesenangan dalam hidup, jarang bercanda dalam keluarga. KS yang tinggi pada ibu terbukti dengan bisa bekerja dengan baik sebagai PNS, bisa menyesuaikan dengan atasan dan teman sekantor serta selalu menuruti permintaan anak-anaknya. Skema 4.1. Matriks transaksi pasien R dengan ibunya.
Transaksi yang sering terjadi antara pasien R dengan ibunya adalah transaksi silang, pasien memiliki egostate KB dan OK yang tinggi, sedangkan ibunya memiliki OK yang tinggi. Dengan pembiasaan dari kecil selalu dipenuhi keinginannya, saat ini ketika semakin besar, keinginan pasien juga semakin meningkat harganya, padahal kondisi ekonomi keluarga masih seperti yang dulu. Inilah yang menyebabkan ibu pasien commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sering mengeluarkan OK meskipun egostate KS ibu juga lumayan tinggi, sehingga memperprah kondisi pasien. Grafik 4.3. Perbandingan egogram ayah pasien (Ayah R) berdasarkan penilaian sendiri, penilaian pasien, penilaian ibu pasien, observasi terapis dan skala. 35 30 25
OK
20
OP
15
D
10
KB
5
KS
0 Ayah R-self Ayah R-nilai Ayah R-nilai pasien ibu
Ayah R- Ayah R-skala observasi
Terdapat kesesuaian penilaian terapis dengan penilaian pasien dan skala dalam hal adanya dominansi dari Kanak Sesuai (KS), demikian pula dengan Orang Tua Pengasuh (OP) yang tinggi. Berdasarkan penilaian ayah pasien sendiri, pasien, skala dan observasi, didapatkan kesesuaian dalam hal penilaian KB yang rendah dan D yang cukup tinggi. Sedangkan OK yang rendah terdapat kesesuaian antara penilaian skala dan terapis. Hal ini sesuai dengan pasien yang susah merasakan kesenangan dalam hidup, jarang bercanda dalam keluarga. KS yang tinggi terbukti dengan bisa menyesuaikan dengan istri yang memiliki OK tinggi, banyak menurut dengan istri mengenai urusan keluarga dan pendidikan anak-anak.
commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Skema 4.2. Matriks transaksi pasien R dengan ayahnya.
Ayah pasien R dengan egostate OP yang tinggi selalu berusaha memberikan strokes positif kepada pasien R dengan harapan pasien semakin membaik dan anaknya bisa menjadi orang yang berguna. Namun pasien R dengan egostate Kanak yang tinggi dan Dewasa yang rendah sering menanggapi sebaliknya, bahkan sering terjadi transaksi silang dengan ayahnya seperti skema 4.2. di atas. Grafik 4.4. Perbandingan penilaian SDQ pasien (R) berdasarkan penilaian sendiri, penilaian ibu, penilaian ayah pasien dan observasi terapis. 9 8 7 6
Emosi
5 4
Conduct
3
Hiperaktif
2
Peer
1 0 Pasien R-self
Pasien R-nilai ibu
Pasien R-nilai Pasien Rcommit to observasi user ayah
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
Penilaian masalah emosi dan perilaku pada pasien R dengan menggunakan SDQ sebelum terapi dari penilaian pasien sendiri, ibu, ayah dan observasi didapatkan adanya masalah emosi dan perilaku pada pasien R. Terdapat kesesuaian penilaian masalah emosi abnormal pada semua penilaian. Masalah conduct abnormal terdapat kesesuaian penilaian pasien sendiri, ayah dan obsevasi, sedangkan ibu menilai borderline. Masalah hiperaktif abnormal pada penilaian ibu, borderline pada penilaian ayah, normal pada penilaian pasien dan observasi. Masalah hubungan dengan teman sebaya abnormal pada penilaian pasien sendiri dan observasi, borderline pada penilaian ibu dan normal pada penilaian ayah. Proses terapi Analisis Transaksional Dasar selama enam sesi dengan menggunakan pedoman AATD pada pasien R yang sedang mengalami masalah emosi, conduct dan hubungan dengan teman sebaya dilakukan di poli tumbuh kembang anakdan remaja RSJD Surakarta. Selama proses terapi pasien dan kedua orang tuanya bisa hadir semua dan bisa mengikuti semua sesi terapi. Sesi I. Dimulai membangun relasi dan kontrak terapi dengan klien. Terapis mengenalkan diri dan membina rapport dengan klien menggunakan perilaku attending, empati, refleksi, eksplorasi, menangkap pesan utama, bertanya untuk membuka percakapan, bertanya tertutup dan memberikan dorongan minimal kepada klien berjalan dengan baik. Kontrak terapi agar klien mau terlibat aktif yang dilakukan 6 sesi, 120 menit, dilakukan perekaman suara dan gambar dengan video. Setelah kontrak terapi dilanjutkan mengenalkan analisis stuktural dengan menggunakan kartu-kartu analisis struktural penampilan anutan Orangtua, Dewasa dan Kanak. Sesi II. Sesi ini terapis memperdalam penguasaan analisis struktural pribadi klien dengan memimpin arah pembicaraan, fokus pada pokok pembicaraan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
mengkonfrontasi inkonsistensi klien, memberi nasehat bila diminta, menyimpulkan sementara setiap periode dan pemberian informasi jika diminta klien. Analisis fungsional yang menerangkan egostate berdasarkan fungsinya dijelaskan pada sesi ini dengan penilaian secara fisik dan pertanyaan yang mengandung unsur afektif, kognitif dan perilaku (behavior). Klien dijelaskan tentang egostate Orangtua Kritikal, Orangtua Pengasuh, Dewasa, Kanak Bebas dan Kanak Sesuai. Selanjutnya menggambarkan fungsi-fungsi egostate dalam bentuk perbandingan (egogram). AT diperdalam dengan menggunakan teknik interpretasi dan mengarahkan agar klien mengerti dan berubah sesuai interpretasi terapis. Langkah berikutnya klien dijelaskan mengenai analisis transaksi yang dibagi menjadi transaksi senada, transaksi silang dan transaksi terselubung. Pada sesi II membahas life position, strokes, games dan analisis script. Pada sesi II ini memerlukan waktu yang lebih panjang untuk memberikan penjelasan terutama pada ayah pasien dengan pendidikan terakhirnya SMP. Sesi III. Masalah relasi orangtua-anak dan struktur keluarga, intervensi masalah relasi dengan AATD. Menjelaskan interaksi dalam keluarga dalam bentuk matriks transaksi, klien diminta menanggapi dan menggambarkan sendiri matriks transaksinya. Klien dijelaskan bahwa peristiwa, perkataan dan respon yang tidak menyenangkan yang dirasakannya dapat menyebabkan masalah relasi orangtua-anak. Selanjutnya klien dijelaskan struktur keluarga berdasarkan SFT. Pada sesi III ini bisa berjalan lancar dimana orang tua pasien sangat antusias mengikuti sesi ini dengan banyak bertanya dan menyampaikan masalah keluarganya. Sesi IV. Intervensi masalah relasi dan masalah relasi orang tua-anak dengan AATD terkait struktur keluarga, strokes dan life position. Pada sesi ini klien diarahkan untuk memahami penyebab masalah relasi dan masalah relasi orangtua-anak itu sendiri. commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dijelaskan juga struktur keluarga dan menggambarkan matriks struktur keluarga berdasarkan SFT. Klien diminta mengoleksi dan mengenali strokes sehingga akan meningkatkan pemberian strokes positif, mengurangi strokes negatif, tetapi tidak boleh meniadakan strokes. Pada sesi ini juga bisa berjalan dengan lancar dan bisa mengetahui kekurangan dalam keluarga selama ini. Sesi V. Intervensi masalah relasi orangtua-anak dengan AATD melalui pendalaman strokes dan life position. Klien diminta melakukan role play berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam keluarga, kemudian dilakukan penilaian egostate, analisis transaksi dan strokes yang didapat atau diberikan. Klien dijelaskan tentang life position abnormal dengan memberikan feedback dari role play tersebut. Pada sesi ini role play bisa berjalan dengan baik, terdapat komunikasi interaktif antara pasien, orang tua dan terapis. Sesi VI.
Umpan balik, penilaian keberhasilan terapi dan negosiasi kontrak
berikutnya. Klien bersama terapis mengevaluasi keseluruhan sesi terapi mengenai jalannya terapi yang sudah dilakukan, kemampuan terapis, keadaan klien sekarang dan rencana program kedepan. Klien juga dijelaskan penilaian keberhasilan terapi. Menutup sesi terapi dan menyusun kontrak baru. Pada sesi terakhir ini, pasien dan orang tua mengucapkan terimakasih kepada terapis, sudah memahami analisis transaksional yang diajarkan, serta akan berusaha mengaplikasikannya dalam kehidupannya sehari-sehari seperti apa yang disampaikan sebagai berikut : Pasien : “Terimakasih Bu, saya akan masuk sekolah lagi dan akan berusaha menggunakan Dewasa saya.” commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ibu : “Saya sangat mengucapkan banyak terimakasih sekali.....dengan adanya psikoterapi ini kita bisa mengoreksi diri. Mengoreksi diri.......ooo....yang dulu begini...begini kurang tepat, jadi suatu pembelajaran....kami bisa belajar. Saya itu kepingin ada wadah dari psikiatri untuk anak-anak bermasalah, semacam ada pembinaan asrama untuk anak-anak tersebut.” Ayah : “Dengan adanya psikoterapi ini mudah-mudahan kami bisa mendidik anak-anak lebih baik lagi. Psikoterapi seperti ini sangat berharga untuk keluarga kami, seperti ini jarang ada.......Kami ucapkan berterimakasih sekali pada Bu Dokter, mudah-mudahan kami bisa menerapkannya.......pada masa-masa mendatang kami bisa mendidik anak lebih baik lagi.” Proses terapi pada pasien R bisa berjalan lancar dan tepat waktu selama 2 minggu sesuai rencana awal penelitian. Setelah dilakukan terapi AT Dasar selama 6 sesi didapatkan penurunan total difficulties score SDQ pasien R berdasarkan pada semua penilaian sesuai yang terlihat pada grafik 4.5.
commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Grafik 4.5. Perbandingan penilaian total difficulties score dari SDQ pasien R sebelum dan sesudah terapi berdasarkan penilaian sendiri, penilaian ibu, penilaian ayah pasien dan observasi terapis. 30 25 20 15
Pre AATD Post AATD
10 5 0 Pasien R-self
Pasien R-nilai ibu
Pasien R-nilai ayah
Pasien Robservasi
Meskipun sudah terjadi penurunan skor SDQ namun masih dalam penilaian borderline, masih perlu dilakukan terapi AT lanjutan untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku pada pasien secara komprehensif. Sedangkan penilaian keberhasilan terapi berdasarkan pedoman AATD yang digunakan baru pada tahap awal symptomatic relief, yaitu terdapat perbaikan pada gejala yang membaik atau mengalami kemajuan. Kontrak terapi AT lanjutan sangat diperlukan untuk mencapai egogram normal dan life position I’m OK You’re OK serta mencapai tahapan keberhasilan terapi pencapaian otonomi pasien.
commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C.
Gambaran Kasus II
Pasien G, 17 tahun, perempuan dikeluhkan tidak mau sekolah. Pasien dibawa ke rumah sakit dengan perilaku internalisasi yang menonjol, sering sedih, malas merawat diri, malas belajar, mudah emosi bila ada yang tidak sesuai dengan hatinya, membatasi pergaulan dengan temannya dan merasa rendah diri karena ekonomi keluarganya yang kurang. Pasien merasa pendidikan di SMAnya terlalu ketat dan pelajarannya terlalu banyak. Jam pelajaran penuh dari pagi sampai sore, belum ditambah tugas dan pekerjaan rumah yang banyak serta dilarang berhubungan dekat dengan lawan jenis. Apalagi saat ini pasien kelas tiga, banyak pelajaran tambahan dan banyak ujian. Sejak kecil pasien sering mendapat perlakuan kasar dari kedua orangtuanya. Pasien sering dimarahi, dibentak dan dipukul kedua orang tuanya. Saat SMP pasien pernah diinjak kakinya oleh ayahnya sehingga betisnya bengkak. Pasien selalu menuruti apa yang diinginkan kedua orang tuanya. Pasien mulai Taman Kanak-Kanak sudah diikutkan les melukis dan menari. Ibu pasien menginginkan pasien orang yang sukses, memiliki berbagai macam keahlian menari, melukis selain pandai sekolahnya. Bahkan saat ini pun setelah pulang sekolah pasien haru mengikuti bimbingan belajar sampai jam delapan malam hampir setiap hari. Ibu pasien mendidik anaknya dengan keras, bila tidak mengikuti keinginannya akan dibentak dan dipukul. Ibu pasien siap bekerja apapun untuk membiayai keberhasilan anakanaknya. Sementara ayah pasien bekerja sebagai sopir baru satu tahun terakhir, sebelumnya tidak pernah bekerja. Setiap malam ayah pasien menyanyi di Sriwedari tanpa penghasilan yang cukup sebelum bekerja. Ayah pasien tidak mau bekerja yang seadanya karena ayah pasien masih keturunan dari Keraton Solo. Ibu yang bekerja keras memenuhi kebutuhan keluarga, gali lubang tutup lubang dan bertempat tinggal tidak menetap, pindah dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan yang lain. commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ayah pasien menghabiskan waktu dengan memenuhi kegemarannya menyanyi setiap malam, dini hari baru pulang ke rumah. Setiap keputusan dalam rumah ibu pasien yang banyak berperan, demikian pula dalam mendidik anak, ibunya yang banyak berperan. Ibu pasien yang menentukan sekolah dan tempat les kedua anaknya. Ibu selalu memilihkan sekolah yang terbaik untuk anaknya, meskipun kondisi ekonomi keluarga kurang mendukung. Pola asuh yang cenderung otoriter inilah yang membuat anak merasa tertekan didukung kondisi sekolah dankondisi ekonomi keluarga semakin memperkuat perilaku sakitnya.
Dari sudut analisis transaksional berdasarkan observasi terhadap pasien, kesan gambaran egogram pasien adalah terdapat dominasi dari egostate Kanak diikuti OK sedangkan egostate Dewasa terkucil. Penilaian ini didasarkan pada perilaku pasien yang selama ini selalu mengikuti apa yang diperintahkan kedua orang tuanya, akhirnya memberontak dengan tidak mau sekolah, mudah marah bila keinginannya tidak terpenuhi. Pada pasien gambaran KB yang sangat menonjol menunjukkan sifat-sifat insecure dan minta diutamakan (demanding). Sebutan yang cocok untuk pasien adalah “ si perajuk” yang selalu mengharapkan apa yang diperlukannya harus segera dipenuhi. Apabila kurang mendapat apa yang diinginkannya maka ia akan protes dan marah. Egostate OK yang tinggi ditunjukkan dengan perilaku yang menyalahkan orang lain dan tidak peduli dengan kebutuhan orang lain, ini juga akibat rendahnya OP (Orangtua Pembina) pasien. Bila digambarkan egogram G adalah seperti grafik 4.6.
commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Grafik 4.6. Perbandingan egogram pasien (G) berdasarkan penilaian sendiri, penilaian ibu, penilaian ayah pasien, observasi terapis dan skala.
45 40 35 30
OK
25
OP
20
D
15
KB
10
KS
5 0 Pasien G-self Pasien G-nilai Pasien G-nilai Pasien Gibu ayah observasi
Pasien Gskala
Terdapat kesesuaian penilaian terapis dengan penilaian pasien sendiri dalam hal adanya dominansi dari egostate Kanak Sesuai (KS) diikuti Kanak Bebas (KB). Berdasarkan penilaian pasien, ayah dan observasi, didapatkan kesesuaian dalam hal penilaian OK yang tinggi. Sedangkan OP yang rendah terdapat kesesuaian antara penilaian pasien sendiri, skala dan terapis. Egostate D paling rendah berdasarkan penilaian pasien sendiri, ibu, ayah dan observasi. Hal ini sesuai dengan pasien yang selama ini selalu menuruti apa yang menjadi keinginan kedua orangtuanya yang mendidik pasien dengan keras dan otoriter, ketika memasuki SMA yang memiliki kedisiplinan tinggi, pasien semakin tertekan dan menyalahkan ibunya yang telah memasukkannya di sekolah tersebut. Dalam melakukan transaksi dengan keluarganya, kebanyakan transaksi G adalah transaksi silang. Perubahan perilaku pasien setelah menjalani pendidikan di SMA yang memiliki disiplin tinggi, padahal selama ini pasien merupakan anak yang penurut. Ibu pasien user belajar dan prestasi akademiknya sering memberikan stroke negatif ketikacommit pasientomalas
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menurun sehingga sering terjadi transaksi silang dengan orang tuanya yang memicu G banyak mengeluarkan Kanaknya dengan menangis dan mudah marah. Ini adalah akibat KB dan KS yang menonjol, didukung dengan D yang rendah. Transaksi silang terutama terjadi saat berhubungan dengan ibu pasien (Ibu G, 40 tahun) yang punya gambaran egogram seperti grafik 4.7. Grafik 4.7. Perbandingan egogram ibu pasien (Ibu G) berdasarkan penilaian sendiri, penilaian pasien, penilaian ayah pasien, observasi terapis dan skala.
35 30 25
OK
20
OP
15
D
10
KB KS
5 0 Ibu G-self
Ibu G-nilai pasien
Ibu G-nilai ayah
Ibu Gobservasi
Ibu G-skala
Terdapat kesesuaian penilaian terapis dengan penilaian ayah pasien dalam hal adanya dominansi dari Orang Tua Kritikal (OK), demikian pula penilaian pasien dan ibu pasien menunjukkan OK yang tinggi. Berdasarkan semua penilaian didapatkan kesesuaian dalam hal penilaian OP dan D yang tinggi serta egostate KB yang rendah. Sedangkan KS yang rendah terdapat kesesuaian antara penilaian ibu pasien sendiri, pasien, ayahnya dan observasi. Hal ini sesuai dengan kondisi ibu pasien yang susah merasakan kesenangan dalam hidup, jarang bercanda dalam keluarga. Ibu pasien selalu mengharapkan yang terbaik untuk anak-anaknya, keras terhadap anak-anaknya, yang commit to user sejak kecil sudah diikutkan berbagai kursus selain sekolah formalnya sesuai dengan OK
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang tinggi, namun didukung OP dan D yang tinggi ibu pasien berusaha selalu memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Dengan OK yang tinggi, dalam melakukan transaksi dengan keluarganya, kebanyakan transaksi Ibu G adalah transaksi silang seperti pada skema 4.3. di bawah ini. Skema 4.3. Matriks transaksi pasien G dengan ibunya.
Grafik 4.8. Perbandingan egogram ayah pasien (Ayah G) berdasarkan penilaian sendiri, penilaian pasien, penilaian ibu pasien, observasi terapis dan skala. 40 35 30 OK
25
OP
20
D
15
KB
10
KS
5 0 Ayah G-self Ayah G-nilai Ayah G-nilai pasien ibu
Ayah Gobservasi
Ayah G-skala
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
Terdapat kesesuaian penilaian terapis dengan penilaian pasien dalam hal adanya dominansi Kanak Bebas (KB) pada ayah pasien. OK yang tinggi didapatkan kesesuaian penilaian pasien, ibu dan observasi. Demikian pula dengan Orang Tua Pengasuh (OP) dan Dewasa (D) yang rendah didapatkan kesesuaian pada penilaian pasien, ibu dan observasi. Sedangkan KS yang rendah terdapat kesesuaian antara penilaian ayah pasien sendiri, pasien, ibunya dan terapis. Hal ini sesuai dengan ayah pasien yang senang melaksanakan kegemarannya setiap malam, kurang bertanggung jawab dalam menafkahi keluarga. Apalagi didukung D, KS dan OP yang rendah, sehingga transaksi yang banyak digunakan dalam keluarga adalah transaksi silang. Skema 4.4. Matriks transaksi pasien G dengan ayahnya.
Sejak kecil ayah pasien sering memperlakukan G dengan kasar, apabila ada yang tidak sesuai dengan kehendak ayahnya. Meskipun ayah pasien sering menggunakan OK, pasien akan berusaha menyesuaikan sehingga ayah pasien tidak semakin marah dikarenakan KS pasien G yang tinggi seperti skema 4.4 di atas. Transaksi seperti inilah yang sering terjadi berulang sehingga pasien semakin merasa tertekan dan menguatkan commit to user perilaku sakit pasien. Sampai saat ini pun ketika ayah berusaha mengeluarkan OPnya
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pasien menghindar untuk berinteraksi lebih dekat dengan ayahnya sehingga terjadi transaksi silang seperti skema 4.4. di atas. Grafik 4.9. Perbandingan penilaian SDQ pasien (G) berdasarkan penilaian sendiri, penilaian ibu, penilaian ayah pasien dan observasi terapis. 10 9 8 7 6
Emosi
5
Conduct
4
Hiperaktif
3
Peer
2 1 0 Pasien G-self
Pasien G-nilai Pasien G-nilai ibu ayah
Pasien Gobservasi
Penilaian masalah emosi dan perilaku pada pasien G dengan menggunakan SDQ sebelum terapi dari penilaian pasien sendiri, ibu, ayah dan observasi didapatkan adanya masalah emosi dan perilaku pada pasien G. Terdapat kesesuaian penilaian masalah emosi abnormal pada penilaian pasien sendiri, ayah dan observasi, sedangkan ibu menilai normal. Masalah conduct abnormal terdapat kesesuaian penilaian pasien sendiri dan ibu, sedangkan penilaian ayah dan observasi borderline. Masalah hiperaktif abnormal pada penilaian ibu, sedangkan pada penilaian pasien, ayah dan obsevasi normal. Masalah hubungan dengan teman sebaya borderline pada penilaian ibu, sedangkan pada penilaian pasien, ayah dan obsevasi normal. Proses terapi Analisis Transaksional Dasar selama enam sesi dengan menggunakan pedoman AATD pada pasien G yang sedang mengalami masalah emosi yang menonjol dilakukan di rumah pasien. Selama proses terapi pasien dan kedua orang commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tuanya bisa hadir semua dan bisa mengikuti semua sesi terapi. Sesi I. Dimulai membangun relasi dan kontrak terapi dengan klien. Terapis mengenalkan diri dan membina rapport dengan klien menggunakan perilaku attending, empati, refleksi, eksplorasi, menangkap pesan utama, bertanya untuk membuka percakapan, bertanya tertutup
dan memberikan dorongan minimal kepada klien berjalan dengan baik.
Kontrak terapi agar klien mau terlibat aktif yang dilakukan 6 sesi, 120 menit, dilakukan perekaman suara dan gambar dengan video. Setelah kontrak terapi dilanjutkan mengenalkan analisis stuktural dengan menggunakan kartu-kartu analisis struktural penampilan anutan Orangtua, Dewasa dan Kanak. Sesi II. Sesi ini terapis memperdalam penguasaan analisis struktural pribadi klien dengan memimpin arah pembicaraan, fokus pada pokok pembicaraan, mengkonfrontasi inkonsistensi klien, memberi nasehat bila diminta, menyimpulkan sementara setiap periode dan pemberian informasi jika diminta klien. Analisis fungsional yang menerangkan egostate berdasarkan fungsinya dijelaskan pada sesi ini dengan penilaian secara fisik dan pertanyaan yang mengandung unsur afektif, kognitif dan perilaku (behavior). Klien dijelaskan tentang egostate Orangtua Kritikal, Orangtua Pengasuh, Dewasa, Kanak Bebas dan Kanak Sesuai. Selanjutnya menggambarkan fungsi-fungsi egostate dalam bentuk perbandingan (egogram). AT diperdalam dengan menggunakan teknik interpretasi dan mengarahkan agar klien mengerti dan berubah sesuai interpretasi terapis. Langkah berikutnya klien dijelaskan mengenai analisis transaksi yang dibagi menjadi transaksi senada, transaksi silang dan transaksi terselubung. Pada sesi II membahas life position, strokes, games dan analisis script. Pada sesi II ini bisa berjalan lancar, materi dapat mudah dipahami dan tidak memerlukan banyak pengulangan.
commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sesi III. Masalah relasi orangtua-anak dan struktur keluarga, intervensi masalah relasi dengan AATD. Menjelaskan interaksi dalam keluarga dalam bentuk matriks transaksi, klien diminta menanggapi dan menggambarkan sendiri matriks transaksinya. Klien dijelaskan bahwa peristiwa, perkataan dan respon yang tidak menyenangkan yang dirasakannya dapat menyebabkan masalah relasi orangtua-anak. Selanjutnya klien dijelaskan struktur keluarga berdasarkan SFT. Pada sesi III ini bisa berjalan lancar dimana orang tua pasien berusaha aktif mengikuti sesi ini dengan banyak bertanya dan menyampaikan masalah keluarganya. Sesi IV. Intervensi masalah relasi dan masalah relasi orang tua-anak dengan AATD terkait struktur keluarga, strokes dan life position. Pada sesi ini klien diarahkan untuk memahami penyebab masalah relasi dan masalah relasi orangtua-anak itu sendiri. Dijelaskan juga struktur keluarga dan menggambarkan matriks struktur keluarga berdasarkan SFT. Klien diminta mengoleksi dan mengenali strokes sehingga akan meningkatkan pemberian strokes positif, mengurangi strokes negatif, tetapi tidak boleh meniadakan strokes. Pada sesi ini juga bisa berjalan dengan lancar dan bisa mengetahui kekurangan dalam keluarga selama ini. Sesi V. Intervensi masalah relasi orangtua-anak dengan AATD melalui pendalaman strokes dan life position. Klien diminta melakukan role play berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam keluarga, kemudian dilakukan penilaian egostate, analisis transaksi dan strokes yang didapat atau diberikan. Klien dijelaskan tentang life position abnormal dengan memberikan feedback dari role play tersebut. Pada sesi ini role play bisa berjalan dengan baik, terdapat komunikasi interaktif antara pasien, orang tua dan terapis. commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sesi VI. Umpan balik, penilaian keberhasilan terapi dan negosiasi kontrak berikutnya. Klien bersama terapis mengevaluasi keseluruhan sesi terapi mengenai jalannya terapi yang sudah dilakukan, kemampuan terapis, keadaan klien sekarang dan rencana program kedepan. Klien juga dijelaskan penilaian keberhasilan terapi. Menutup sesi terapi dan menyusun kontrak baru. Pada sesi terakhir ini, pasien kurang antusias dibandingkan dengan sesi-sesi sebelumnya. Pasien dan orang tua mengucapkan terimakasih kepada terapis, sudah memahami analisis transaksional yang diajarkan, serta akan berusaha mengaplikasikannya dalam kehidupannya sehari-sehari seperti apa yang disampaikan sebagai berikut : Pasien : “Terimakasih Bu.” (tidak mau memberi komentar lebih banyak lagi, lebih banyak diam, tidak seperti sesi-sesi terapi sebelumnya yang antusias). Ibu : “Setelah Bu Dokter banyak menerangkan kita bisa lebih mengerti apa itu tentang kedewasaan. Kita lebih tahu posisi kita bisa lebih Dewasa, Orang tua atau Kanak. Terima kasih pada Bu Dokter sudah memberikan pelajaran banyak yang tidak pernah saya terima selama ini. InsyaAllah bisa menjalankan apa yang harus dijalankan dan insyaAllah bisa merubah keluarga kami” Ayah : “InsyaAllah akan merubah sifat-sifat saya terhadap anak-anak saya dan terhadap istri saya, yang jelek akan ditinggalkan.” Proses terapi pada pasien G kurang berjalan lancar dengan waktu terapi selama 4 minggu, mundur dari rencana awal penelitian selama 2 minggu. Setelah dilakukan terapi AT Dasar selama 6 sesi didapatkan penurunan total difficulties score SDQ pasien G berdasarkan pada semua penilaian sesuai yang terlihat pada grafik 4.10. commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Grafik 4.10. Perbandingan penilaian total difficulties score dari SDQ pasien (G) sebelum dan sesudah terapi berdasarkan penilaian sendiri, penilaian ibu, penilaian ayah pasien dan observasi terapis. 25 20 15 Pre AATD
10
Post AATD
5 0 Pasien G-self Pasien G-nilai Pasien G-nilai ibu ayah
Pasien Gobservasi
Setelah dilakukan terapi AATD selama 6 sesi didapatkan penurunan skor SDQ pasien G berdasarkan pada semua penilaian. Meskipun sudah terjadi penurunan skor SDQ namun masih dalam penilaian Borderline, masih perlu dilakukan terapi AT lanjutan untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku pada pasien secara komprehensif. Sedangkan penilaian keberhasilan terapi berdasarkan pedoman AATD yang digunakan baru pada tahap awal symptomatic relief, yaitu terdapat perbaikan pada gejala yang membaik atau mengalami kemajuan. Kontrak terapi AT lanjutan sangat diperlukan untuk mencapai egogram normal dan life position I’m OK You’re OK serta mencapai tahapan keberhasilan terapi pencapaian otonomi pasien.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
A. Pembahasan Kasus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja. Penelitian ini dilakukan pada dua keluarga yang anaknya mengalami masalah emosi dan perilaku serta terdapat masalah relasi orang tua-anak. Kasus I merupakan pasien anak laki-laki yang mengalami masalah emosi dan perilaku dengan eksternalisasi yang menonjol, sedangkan pada kasus II pasien anak perempuan yang mengalami masalah emosi dan perilaku dengan internalisasi yang menonjol sesuai dengan yang dituliskan Weisz et al. (1987) cit. Davison et al. (2006) dan Shoval et al. (2013) bahwa perilaku eksternalisasi secara konsisten lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dan perilaku internalisasi lebih sering terjadi pada anak perempuan dari berbagai latar belakang budaya di dunia. Kasus I dengan eksternalisasi didapatkan seorang anak laki-laki sering marahmarah, berperilaku agresif sering membolos dari sekolah, melawan guru, berbohong, dan mengancam anggota keluarga dengan menggunakan senjata tajam. Sejak kecil biasa dipenuhi semua keinginannya sehingga sampai saat ini berperilaku agresif bila keinginannya tidak segera dipenuhi. Apalagi pasien bersekolah di SMP yang memiliki disiplin tinggi, lingkungan sosial yang kurang baik semakin meningkatkan perilaku agresif pasien. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh dan lingkungan sosial merupakan faktor risiko yang besar peranannya (Adams & Gullota, 1983; Dulcan & Lake, 2012). Pasien memiliki egostate KB dan OK yang tinggi sehingga sering terjadi transaksi commit to user
69
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
silang dengan orang tuanya terutama dengan ibunya yang memiliki egostate OK yang tinggi. Kasus II dengan internalisasi didapatkan seorang anak perempuan dengan perilaku tidak mau sekolah, sering sedih, malas merawat diri, malas belajar, mudah emosi bila ada yang tidak sesuai dengan hatinya, membatasi pergaulan dengan temannya dan merasa rendah diri. Pasien sejak kecil sering diperlakukan kasar oleh kedua orang tuanya. Pola asuh yang cenderung tidak empatik dan otoriter membuat anak tertekan, didukung sekolah dengan disiplin yang tinggi dan ekonomi keluarga yang kurang (Adams & Gullota,
1983; Davison et al., 2006). Egostate ibu dan ayah pasien OK tinggi bertransaksi dengan egostate pasien yang tinggi Kanaknya menyebabkan berulang kali terjadinya transaksi silang. Penilaian masalah emosi dan perilaku pada kedua pasien dengan menggunakan SDQ didapatkan total difficulties score abnormal (Hartanto & Selina, 2011). Pada kasus I terutama pada masalah emosional dan conduct, sedangkan kasus II terutama pada masalah emosional. Setelah dilakukan proses terapi selama enam sesi dengan menggunakan pedoman AATD didapatkan penurunan total difficulties score dari SDQ berdasarkan pada semua penilaian. Meskipun sudah terjadi penurunan skor SDQ namun masih dalam penilaian borderline, masih perlu dilakukan terapi AT lanjutan untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku pada pasien secara komprehensif. Sedangkan penilaian keberhasilan terapi berdasarkan pedoman AATD yang digunakan baru pada tahap awal symptomatic relief, yaitu terdapat perbaikan pada gejala yang membaik atau mengalami kemajuan. Kontrak terapi AT lanjutan sangat diperlukan untuk mencapai egogram normal dan life position I’m OK You’re OK serta mencapai tahapan keberhasilan terapi pencapaian otonomi pasien (Stewart & Tilney, 2011). commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Pelaksanaan Terapi Analisis Transaksional Dasar Dalam pelaksanaan terapi AT Dasar ini akan dibahas waktu terapi, teknik, dosis, setting terapi, proses terapi dan penilaian egogram : 1. Waktu Terapi Waktu pelaksanaan terapi AT Dasar dilakukan sesuai kesepakatan antara terapis dan pasien serta keluarga. Dalam pelaksanaanya, penggunaan terapi AT Dasar pada keluarga dengan masalah relasi orangtua-anak dengan anak yang mengalami masalah emosi dan perilaku dilakukan dalam 6 sesi masing-masing 2 jam. Pada awalnya pelaksanaan terapi yang ditawarkan kepada klien adalah seminggu 3 kali, sehingga diperhitungkan menghabiskan waktu sekitar 2 minggu. Tetapi pada pelaksanaannya ada yang mundur sampai 4 minggu dikarenakan kesibukan pasien, sekolah dan kegiatan belajar tambahan di luar jam sekolah. Demikian pula menyesuaikan dengan jadwal orang tua bekerja. Kedua keluarga bisa mengikuti seluruh sesi terapi sebanyak 6 sesi psikoterapi AT Dasar. 2. Teknik Terapi Teknik terapi AT menurut Stewart & Tilney (2011) dapat menggunakan beragam teknik, dikatakan juga AT merupakan terapi yang bersifat eklektik, tidak terpaku pada satu modalitas seperti dalam modul yang digunakan dalam penelitian ini (Maharatih dkk., 2013). Penelitian ini menggunakan teknik terapi dengan metode pengajaran kepada klien tentang materi AT dengan menggunakan presentasi powerpoint. Hasilnya cukup efektif dilakukan pada klien terutama klien dengan kognitif yang tinggi. Mereka dengan cepat menguasai teori yang diberikan berupa tanya-jawab materi. Demikian pula teknik belajar dengan bermain kartu yang mengandung unsur analisis commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
struktural dan fungsional, serta analisis transaksi. Teknik bermain kartu ini efektif, lebih menyenangkan, meningkatkan keakraban di antara anggota keluarga dan juga terapis. Teknik role play dalam terapi sangat efektif, meskipun pada awalnya agak malu namun pada akhirnya bisa antusias dalam pelaksanaannya. Teknik bisa untuk mengetahui
sejauh
mana
pemahaman
dari
pasien
dan
keluarga,
serta
mengaplikasikannya dalam kehidupannya. Demikian pula untuk teknik pemberian PR (pekerjaan rumah) bisa untuk mengetahui antusiasme dari pasien dan keluarga dalam mengikuti perjalanan terapi. Penggunaan istilah AT dalam bahasa Indonesia lebih memudahkan dalam penerapannya daripada menggunakan istilah egostate, critical parent, nurturing parent, Adult, natural child, dan adaptive child, karena pada dasarnya penggunaan bahasa yang mudah adalah landasan terjadinya komunikasi yang lancar, suatu transaksi yang komplementer. 3. Dosis Terapi Pemilihan waktu 3 kali setiap minggu sedangkan pada pedoman AATD 2 kali seminggu, karena dari penelitian menunjukkan bahwa semakin pendek jarak pemberian terapi, retensi memori terhadap materi sebelumnya masih baik. Waktu yang dianggap masih optimal dan rasional adalah maksimal 3 x 24 jam. Secara umum waktu yang diberikan untuk sesi terapi yaitu 6 sesi masing-masing 2 jam adalah mencukupi untuk penyampaian materi dan untuk pemahaman materi yang diberikan. Bahkan pada keluarga dengan kognitif yang tinggi, pemberian materi AT Dasar dengan fokus analisis struktural dan analisis transaksi yang diberikan dalam 2 sesi sudah tercapai penguasaan materinya. Akan tetapi pelaksanaannya belum mampu diterapkan sepenuhnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
73 digilib.uns.ac.id
4. Setting Terapi Penelitian kualitatif pada dasarnya dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Pada penelitian ini selain dilakukan di RS juga dilakukan di rumah klien. Berdasarkan hasil evaluasi didapatkan sebagai berikut: a) Pada setting klinis pencapaian pembelajaran tentang pengetahuan AT lebih tepat penyelesainnya selama 2 minggu. Kemungkinannya adalah karena yang diterapi di setting klinis kesan lebih formal sehingga lebih serius dalam menjalani terapi. Kemungkinan lain adalah terkait dengan adanya “kebutuhan” untuk mendapatkan terapi itu sendiri. Bila mereka merasa sangat butuh, maka apapun akan dikorbankan demi tercapainya perbaikan yang diinginkan, sehingga pencapaian hasil menjadi lebih cepat dan lebih baik. Meskipun demikian hasil evaluasi penguasaan materi AT kurang baik dibandingkan setting alami, kemungkinan dikarenakan kognitifnya lebih rendah. Kemungkinan lain kondisi keparahan pasien lebih berat. b) Pada setting klinis penerapan tugas PR, simulasi, bermain peran ataupun percontohan keluarga sangat sulit terwujud. Hal ini kemungkinan karena berkaitan dengan kultur dan budaya, yaitu adanya budaya atau rasa malu dalam keluarga untuk menunjukkan perasaan marah, pertengkaran, ataupun pertentangan yang terjadi akibat transaksi silang di antara mereka. c) Pada setting alami atau rumah, pencapaian pembelajaran tentang pengetahuan AT lebih lambat penyelesainnya, yang seharusnya dilakukan 2 minggu dilakukan dalam 4 minggu. Hal ini terjadi karena terganggu karena ada tamu, anak rewel, ada acara mendadak dan sebagainya. Pada setting alami terapis mendapatkan hasil observasi secara langsung dan tidak dibuat-buat tentang transaksi-transaksi yang terjadi di commit to user antara keluarga pasien. Meskipun demikian hasil evaluasi penguasaan materi AT
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih baik daripada setting klinis, kemungkinan dikarenakan kognitifnya lebih tinggi dan pendidikan formalnya lebih tinggi. Kemungkinan lain kondisi keparahan pasien lebih ringan. d) Setting terapi pada penelitian ini adalah setting keluarga pada seluruh sesi terapi, tidak menggunakan sesi terapi individu dalam pedoman AATD ini. Dengan setting keluarga akan melihat secara langsung cara berinteraksi antara anggota keluarga sehingga transaksi yang dilakukannyapun akan lebih mudah dievaluasi serta efisiensi waktu. Namun dengan setting keluarga seperti ini tanpa ada sesi terapi individu akan sulit mengungkapkan sebenarnya apa yang terjadi, karena ada rasa sungkan atau perasaan takut kalau menyinggung yang lain. 4. Proses Terapi Proses terapi yang berlangsung pada masing-masing subjek berbeda-beda tergantung kondisi subjek. Berdasarkan hasil evaluasi didapatkan hasil sebagai berikut : a. Kasus I, anak laki-laki dengan masalah emosi dan perilaku eksternalisasi, sudah berulangkali berobat ke psikiater dengan pola asuh orang tua yang tidak konsisten, pendidikan pasien dan ayahnya SMP sedangkan ibunya sarjana. Pasien kurang begitu antusias ketika menjalani terapi dibandingkan orangtuanya. Perlu pendekatan lebih intensif dan penjelasan lebih rinci tentang materi AT supaya bisa dikuasai dengan baik. b. Kasus II, anak perempuan dengan masalah emosi dan perilaku internalisasi, baru pertama kali berobat ke psikiater, pendidikan pasien dan orangtuanya SMA dengan pola asuh cenderung otoriter. Pasien antusias ketika menjalani terapi dibandingkan orangtuanya, sehingga perlu pendekatan yang lebih mendalam kepada orang tua commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
pasien untuk menjalankan terapi ini yang berlangsung hampir 4 minggu. Meskipun demikian materi AT dapat dikuasai dengan baik dan lebih cepat daripada kasus I. Proses terapi ini telah dilakukan perekaman video dan telah dilakukan evaluasi oleh expert dengan hasil penilaian keterampilan perilaku secara keseluruhan sudah terlaksana dengan baik, terutama untuk membuat klien merasa nyaman, mampu membina hubungan baik dengan klien, mampu memberikan informasi cukup baik, mampu
menggunakan pertanyaan terbuka dan tertutup yang sesuai, mengajukan
pertanyaan satu-persatu, banyak mengajukan pertanyaan yang mendalam, mengajukan pertanyaan disertai gerakan yang wajar. Mampu mendengar aktif, mampu memberikan dorongan agar klien berpartisipasi dalam terapi dengan cara menunjukkan minat dan penuh perhatian serta kreatif mengajak klien bermain peran (role play), mampu menunjukkan non-verbal behavior yang baik, yaitu: wajah ramah, tersenyum, suara ramah, vokalnya jelas, kecepatan bicara cukup, intonasi baik, dan posisi tubuh yang baik. Selain itu mampu mengelola waktu dengan baik sehingga dapat memenuhi semua komponen kompetensi yang diharapkan dalam penelitian ini. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan dalam menyelesaikan sesi-sesi terapi dengan baik dan hasilnya dapat dilihat melalui penilaian terhadap ketrampilan komunikasi interpersonal ataupun ketrampilan dalam implementasi AATD. 6. Penilaian Egogram Tujuan terapi adalah tercapainya egogram yang ideal. Penilaian egogram yang baik adalah seperti “Bell shape” yang mana egostate D yang tertinggi diapit oleh egostate KB dan OP dan yang rendah adalah egostate OK dan KS. Egogram lainnya yang diharapkan adalah egogram puncak datar (flat-top). Ini merupakan suatu egogram commitini to jarang user bermasalah dengan orang lain. yang mendekati ideal. Orang dengan egogram
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Grafik 5.1. Gambaran egogram yang dianggap ideal atau normal 35 30
OK
25 20
OP
15
D
10
KB
5
KS
0 Bell Shaped
Flat Top
Pada penelitian ini sebelum dilakukan pembuatan egogram, diberikan materi tentang egostate dan dilakukan evaluasi penguasaan materi dengan kartu egostate. Dari 20 kartu egostate yang diberikan pada masing-masing anggota keluarga didapatkan hasil 80% - 100% dijawab dengan betul. Meskipun demikian pada penilaian egogram sendiri ada sebagian yang belum sesuai dengan kenyataan yang diobservasi terutama dalam menilai orang lain. Kemungkinan karena merasa dirinya sudah cukup baik dibandingkan orang lain, tidak mau disalahkan, malu mengakui kekurangan dirinya atau takut menyinggung perasaan yang lain. Penilaian egogram menggunakan skala egogram dibandingkan observasi yang dilakukan terapis menunjukkan banyak ketidaksesuaian dalam penentuan Egostate Dewasa. Sebagian besar menunjukkan egostate D yang tinggi dengan menggunakan skala egogram, oleh karena itu perlu dievaluasi kembali skala egogram tersebut untuk meningkatkan nilai reliabilitas internal, yang saat ini baru mencapai tingkat cukup tinggi dengan Cronbach alpha 0.78014 (Bagus, 2009).
commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini meliputi : Pemberian terapi AT dilakukan sebanyak enam sesi terapi dan semua sesi dalam setting keluarga sehingga tahapan keberhasilan terapi pencapaian otonomi pasien belum tercapai. Menurut Steenbarger, et al., 2004, rata-rata jumlah sesi psikoterapi: kurang dari 10 sesi pada terapi perilaku, 10-20 sesi atau lebih pada terapi dengan restrukturisasi kognitif, 2-3 sesi pada terapi berfokus solusi. Jumlah sesi psikoterapi singkat tergantung dari: lamanya menyampaikan permasalahan, sejarah interpersonal, beratnya masalah, level pemahaman dan dukungan sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa psikoterapi Analisis Transaksional Dasar bisa diterapkan pada anak yang mengalami masalah emosi dan perilaku dan keluarga yang mengalami masalah relasi orang tua-anak. Pedoman terapi ini diaplikasikan pada 2 keluarga yang anaknya telah melakukan pemeriksaan di Poliklinik Psikiatri RSUD dr. Moewardi dan Poliklinik Tumbuh Kembang RSJD Surakarta. 2. Psikoterapi AT Dasar pada penelitian ini diterapkan pada dua pasien yang mengalami masalah emosi dan perilaku, pasien pertama laki-laki dengan masalah eksternalisasi yang menonjol, sedangkan pasien kedua perempuan dengan masalah internalisasi yang menonjol. 3. Waktu dan tempat pelaksanaan sesi terapi bersifat fleksibel, tergantung kesepakatan dengan subjek. Pelaksanaan 6 sesi terapi yang pada awalnya direncanakan selama 2 minggu menjadi 2-4 minggu karena kondisi pasien dan keluarga. Tempat pelaksanaan pada subjek I di Poliklinik Tumbuh Kembang RSJD Surakarta dan subjek II di rumah pasien. 4. Psikoterapi AT Dasar ini dapat digunakan pada setting klinis (poliklinik) maupun setting alami (rumah). Pada evaluasi proses terapi setting klinis lebih baik daripada setting alami (rumah subjek). Proses terapi juga berbeda tergantung dengan tingkat pendidikan, sosial-ekonomi dan situasi kondisi yang dihadapi pasien dan keluarganya.
commit to user
78
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Setelah intervensi AT Dasar didapatkan perbaikan masalah emosi dan perilaku pada anak namun masih pada taraf borderline dengan parameter SDQ, sedangkan penilaian keberhasilan terapi berdasarkan pedoman AATD yang digunakan baru pada tahap awal symptomatic relief, yaitu terdapat perbaikan pada gejala yang membaik atau mengalami kemajuan.
B. Saran 1. Disarankan pemberian psikoterapi AT lanjutan setelah selesai sesi terapi dengan menggunakan modul terapi AATD. Tujuannya adalah untuk perbaikan secara komprehensif terhadap pasien. Kontrak terapi AT lanjutan sangat diperlukan untuk mencapai egogram normal dan life position I’m OK You’re OK serta pencapaian otonomi pasien. 2. Sangat disarankan perlunya ditambahkan sesi dengan setting individu diantara sesi terapi dengan setting keluarga untuk mengurangi bias yang bersumber dari subjek dan pencapaian keberhasilan terapi. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada masalah emosi dan perilaku pada anak dengan jumlah subjek lebih banyak dan variasi dalam diagnosis maupun terapi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Adams GR. & Gullotta T. 1983. Family Relations in Adolescent Life Experiences. Wadsworth, Inc., Belmont, California. 231-263. Alyanak B, Kılıncaslan A, Harmancı HS, Demirkaya SK, Yurtbay T, and Vehid HE. 2013. Parental adjustment, parenting attitudes and emotional and behavioral problems in children with selective mutism. Journal of Anxiety Disorders, 201301-01, Volume 27, Issue 1, Pages 9-15. Copyright © © 2012 Elsevier Ltd. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorders Fifth Edition. Washington, DC: American Psychiatric Publishing. Barrett M, Topper L, Al-Khudhairy N, Pihl RO, Castellanos RN, Mackie CJ, Conrod PJ, 2013. Two-year impact of personality-targeted, teacher-delivered interventions on youth internalizing and externalizing problems: a clusterrandomized trial. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. Sep;52(9):911-20. Berne E. 1961. Transactional Analysis in Psycotherapy. Grove Press, Inc. New York. Blanchard LT, Gurka MJ, Blackman JA. 2006. Emotional, developmental, and behavioral health of American children and their families : A report from the 2003 national survey of children’s health. Pediatrics. 117:1202-12. Brondo PH, Mathiassen B, Martinussen M, Heiervang E, Eriksen M, Moe TF, Saether G, Kvernmo S. 2011. The Strength and Difficulties Questionaire as a Screening Instrument for Norwegian Child and Adolescent Mental Health Services, Application of UK Scoring Algorithms. Child Adolesc Psychiatry Mental Health, 5:32,doi:10.1186/1753-2000-5-32. Bungin B. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta.
PT Raja Grafindo Persada.
Collet BR, Gimpel GA, Greenson JN, Gunderson TL, 2001. Assesment of Discipline Styles among Parents of Preschool through School-age Children. J. Psychopathol and Behavior Asses, 23; 163-170. Cameron N., 1963. Personality development ; latency, adolescence and adulthood in Personality Development and Psychopathology, Yale University, Boston. Corey G. 2009. Teori dan Praktek Konseling Psikoterapi, cetakan keempat, Refika Aditama. Bandung. Damayanti M. 2011. Masalah Mental Emosional pada Remaja : Deteksi dan Intervensi. Sari Pediatri. Volume 13 ( Suppl 1) Juni 2011: Jakarta; hal.45-51. commit to user
80
perpustakaan.uns.ac.id
81 digilib.uns.ac.id
Davison GC, Neale JM, Kring AM. 2006. Psikologi Abnormal. Terjemahan dari Abnormal Psychology-Ninth Edition. PT Raja Grafindo persada. Jakarta. De Blot P. 2009. Mengenal diri sebagai orang Indonesia. Menganalisis Orang Berbudaya Indonesia dengan Analisis Transaksional. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Deenadayalan Y, Perraton L, Machotka Z, Kumar S. 2010. Day Therapy Programs for Adolescents with Mental Health Problems : A Systemic Review. The Internet Journal Of Allied Health Sciences And Practises. 8;1-14. Denzin NK dan Lincoln YS. 1994. Handbook of qualitative research. Sage Publication. Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta; hal. 22-23. Diananta GS., 2012. Perbedaan Masalah Mental Dan Emosional Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Agama. Studi Kasus SMP Negeri 21 Semarang dan SMP Islam Al Azhar 14 Semarang. Dulcan MK & Lake M. 2012. Concise Guide to Child and Adolescent Psychiatry. 4th ed. Washington, DC. American Psychiatric Publishing, Inc. Erol N, Simsek Z, Oner O, Munir K. 2005. Behavioral and emotional problems among Turkish children at ages 2 to 3 years. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry; 44:80-5. Erikson EH. 1972. Eight Ages of Man. pp. 120-2, dalam Saul IH and John FM (edt). Childhood Psychopatology. International Universities Press, Inc. New York. Golafshani N. 2003. Understanding Reliability and Validity in Qualitative Research. The Qualitative Report. Volume 8 no 4: 597-607. Goodman R, Scott S. 1999. Comparing the Strengths and Difficulties Questionnaire and the Child Behavior Checklist : Is small beautiful? Journal of Abnormal Child Psychology, 27, 17-24. Handy A, Beamish W, & Bryer F. 2005. A Formative Study on Teacher Practice for Students with Emotional-Behaviour Problems. Griffith University, School of Cognition, Language, and Special Education (diunduh 18 Juli 2013). Didapat dari http://www98.griffith.edu.au/dspace/bitstream/handle/10072/2537/29482.pdf?se quence=1. Harris TA. 1973. I’m OK-You’re OK. Harper and Row, Publishers, Inc. New York. Harris, A B. and Harris, T A. 1986. Tetap OK, (Terjemahan dari: Staying OK, 1985), Erlangga, Jakarta. commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hartanto F, Selina H. 2011. Prevalensi Masalah Mental Emosional pada Remaja di Kota Semarang dengan Menggunakan Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan (SD ). Paediatrica Indonesiana; Volume 51 ( Suppl 4 ) Juli; Jakarta. Herdiansyah H. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit Salemba Humanika. Jakarta. Holtzheimer PE & Meyberg HS. 2008. Neuropsychiatric Aspects of Mood Disorders in Neuropsychiatry and Behavioral Neurosciences. Fifth Edition. American Psychiaric Publishing, Inc. Washington DC. Honey, P. 2001. Improve Your People Skills, second edition, Chartered Institude of Personnel and Development. Hukom, A J. 1990. Analisis Transaksional, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Jones and Nelson, R. 2011. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, Edisi ke 4, (Terjemahan dari: Theory and Practice of Counseling and Therapy, 2006, fourth edition), Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Kaplan and Sadock. 2007. Mood Disorder. dalam Kaplan & Sadock. Synopsis of Psychiatry. Tenth edition. Williams & Wilkins. USA. Kolegium Psikiatri Indonesia. 2008. Modul Transaksional Analisis. Jakarta. Maharatih GA, Irawati I, Sudiyanto A, Prasetyo, J. 2013. Aplikasi Analisis Transaksional Dasar Pada Masalah Relasi Orang tua Anak. UNS Press, Surakarta. Maharatih GA. 2011. Intervensi analisis transaksional dasar pada masalah relasi orangtua-anak. Tesis (belum publikasi). Marsland, A L., Sarah P. and Sheldon C., 2007. Positive Affect and Immune Function. In: Ader, Robert (Ed), Psychoneuroimmunology, Volume 1, 4th edition, London, Elsevier Academic Press. McGue M, Iacono WG. 2005. The Association of Early adolescent Problem Behavior with Adult Psychopathology. Am J Psychiatry;162:6:1118-1124. Levy DM. 1973. Maternal Overprotection pp. 290-5, dalam Saul IH and John FM (edt). Childhood Psychopatology. International Universities Press, Inc. New York. Lewis FM, Darby EL. 2004. Adolescent adjustment and maternal breast cancer: a test of the ‘Faucet Hypothesis'. J Psychosoc Oncol. 21 (4):83–106. Perren S, Dooley J, Shaw T, Cross D. 2010. Bullying in School and Cyberspace : Associations with Depressive Symptoms in Swiss and Australian Adolescents. Child and Adolescent Psychiatry and Mental Health. 4:28. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
Pervin LA. Cervone D. and John OP. 2010. Psikologi Kepribadian, Teori dan Penelitian, Edisi 9, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Terjemahan dari: Pervin, L. A.; Cervone, D and John, O P., 2004, Personality, Theory and Research, 9nd Edition, McGraw Hill Company. Phillips JL. 1969. The Origins of Intellect Piaget’s Theory. W. H. Freeman and Company. San Francisco. Robins LN. 1972. Antisocial behaviour disturbances of childhood : Prevalence, Prognosis and Prospects; in The Child In His Family : Children At Psychiatric Risk. John Wiley & Sons, Inc. Canada, USA. Sadock, B. J.; Sadock, V. A. and Ruiz, P. 2009. Kaplan and Sadock, Comprehensive textbook of psychiatry, ninth edition, volume 3, Lippincott Williams and Wilkins. Satgas Remaja IDAI. Masalah Mental Emosional Remaja dalam Bunga Rampai Kesehatan Remaja. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta, 2010; hal.62-75. Schroeder CS & Gordon BN. 2002. Assesment and Treatment of Children Problems : A Clinician’s Guide. 2nd ed. The Guilford Press. New York. Shoval G, Kleinfeld IM, Farbstein I, Kanaaneh R, Valevski A, Apter A, Weizman A, and Zalsman G. 2013. Gender differences in emotional and behavioral disorders and service use among adolescent smokers: A nationwide Israeli study. European Psychiatry. 2013-09-01, Volume 28, Issue 7, Pages 397-403. Copyright © © 2012 Elsevier Masson SAS. Soelaryo T., Tanuwidjaya S., Sukartini R. 2010. Epidemiologi masalah remaja dalam Tumbuh kembang Anak. Sagung Seto. Jakarta. Soetjiningsih dan Sugandi, 2010. Gizi untuk Tumbuh Kembang Anak dalam Tumbuh Kembang Anak. Sagung Seto. Jakarta. Soetjiningsih, 2010. Perkembangan Anak dan Permasalahannya dalam Tumbuh kembang Anak. Sagung Seto. Jakarta. Stewart I & Tilney T. 2011. Analisis Transaksional dalam Stephen P. (Edt.) Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan dari Introduction to Counselling and Psychotherapy. Pustaka Pellajar. Yogyakarta. Steenbarger, B N., Greenberg,RP., Dewan, MJ., 2004. An Introduction to the Art and Science of the Brief Psychotherapies. American Psychiatric Press, Inc. Sugiyono. 2005. Memahami penelitian kualitatif. CV Alfabeta. Bandung. Value Options. Provider Handbook. V-codes/Relational Problems. Copyright 2006. commit to(cited user 2012 Feb 12th) Available from www.valueoption.com
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Verhaar
JWM. 1989. Identitas Manusia, Cetakan pertama. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Verhulst FC, Ende J. 2006. Assessment Scales in Child and Adolescence Psychiatry. Informa UK Ltd, London, p. 36. Watson M, James-Roberts J, Ashley S, Tilney C, Brougham B, Edwards L, Baldus C, and Romer G. 2006. Factors associated with emotional and behavioural problems among school age children of breast cancer patients. Br J Cancer. Jan 16; 94(1): 43–50. Wiguna T, Manengkei P, Pamela C, Rheza A, Hapsari W. 2010. Masalah emosi dan perilaku pada anak di poliklinik jiwa anak RSUPN dr. Ciptomangunkusumo (RSCM), Jakarta. Sari Pediatri; 12(4): 270-7. Woo BSC, Ng TP, Fung DSS, Chan YH, Lee YP, Koh JBK. 2007. Emotional and behavioral problems in Singaporean children based on parent, teacher, and child reports. Singopre Med J.; 48 : 1100-6.
commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lampiran 1 DATA PESERTA PENELITIAN No Penelitian: Isilah jawaban anda pada titik-titik yang disediakan dan lingkarilah jawaban yang anda pilih. Data sosiodemografi 1. Nama : ..................................................................... 2. Usia
: ............. tahun
3. Jenis Kelamin 4. Pendidikan :
: a. Pria
b. Wanita
a SD atau sederajat b. SMP atau sederajat c. SMA atau sederajat
5. Suku bangsa: a. Jawa
b. Sunda
c. lain-lain (………….......…)
6. Status perkawinan orang tua: a. Menikah b. Cerai c. Cerai mati d. Tidak tahu 7. Penghasilan orang tua: a. < 1 juta
b. 1 juta s/d 3 juta c. > 3 juta d. .................
8. Usia orang tua : ................ Tahun. 9. Pendidikan orang tua : ........................... 10. Jumlah saudara : ........................... orang 11. Yang tinggal serumah selain orang tua dan saudara kandung : .............................................................................................................................. 12. Sakit yang pernah dialami: .............................................................................
commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lampiran 2 LEMBAR INFORMASI UNTUK SUBJEK PENELITIAN
Judul Penelitian: Penerapan Analisis Transaksional Dasar untuk Memperbaiki Masalah Emosi dan Perilaku Anak dan Remaja. Pendahuluan Masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja merupakan masalah yang cukup serius karena memberikan dampak negatif terhadap perkembangan, menimbulkan hendaya dan menurunkan produktivitas serta kualitas hidup mereka. Anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku mempunyai kerentanan untuk mengalami hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, terutama dalam fungsi belajar dan sosialisasi. Dinamika dan relasi antara anggota dalam keluarga juga memainkan peran yang cukup penting bagi anak. Relasi orang tua-anak yang buruk akan menyebabkan hubungan interpersonal
terganggu
dan
komunikasi
terganggu.
Dalam
istilah
Analisis
Transaksional (AT) akan terjadi disfungsi komunikasi, yang disebabkan adanya transaksi silang. Akibat transaksi silang akan terjadi kemarahan serta menimbulkan masalah emosi dan perilaku pada anak, sehingga memerlukan psikoterapi AT. Dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagai alat acuan penelitian eksperimental lanjutan. Sebelum Saudara memutuskan akan ikut serta atau tidak, Saudara perlu memahami dan mendapatkan informasi tentang latar belakang dilakukannya penelitian ini. Mohon dibaca dengan cermat informasi berikut ini. Bila ada yang ingin/Saudara tanyakan, atau ada informasi yang tidak jelas dan /Saudara memerlukan informasi tambahan, Saudara dapat menghubungi peneliti sebagaimana tercantum dalam lembar informasi ini. Tujuan penelitian Mampu melakukan penerapan Analisis Transaksional (AT) dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja di Surakarta. Mengapa anda dipilih? Saudara diminta untuk ikut serta dalam penelitian ini karena Saudara termasuk anak yang sedang mengalami masalah emosi dan perilaku pada periode Juli-Desember 2014. commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagaimana proses penelitiannya? Apabila Saudara berminat berpartisipasi dalam penelitian ini, Saudara akan menjalani beberapa prosedur berikut ini: 1. Mendapatkan informasi penelitian secara lisan dan tertulis melalui lembar informasi untuk subjek penelitian. 2. Menandatangani persetujuan sebagai subjek penelitian setelah penjelasan. 3. Pengisian formulir data tentang identitas berupa nama, jenis kelamin, umur, status pernikahan, alamat rumah, dan nomor telepon yang dapat dihubungi. 4. Pengisian lembar kuesioner SDQ. 5. Pengajaran analisis transaksional selama 6 sesi, tiap sesi 120 menit. 6. Pengisian SDQ kembali setelah selesai pengajaran analisis transaksional. Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela sehingga Saudara dapat mengundurkan diri dari penelitian ini kapan saja. Saudara memutuskan untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini maka Saudara akan diminta menandatangani formulir surat persetujuan yang menyatakan bahwa Saudara telah mendapat penjelasan tentang penelitian ini dan secara sukarela bersedia untuk berpartisipasi. Jika ada sesuatu yang belum jelas, peneliti akan menjawab semua pertanyaan yang diajukan Saudara tentang penelitian ini. Untuk itu Saudara dapat menghubungi: dr. Yekti Nurhaeni di Bagian Psikiatri FK-UNS/RSDM atau telepon 081330277567.
Surakarta,.................................................... Peneliti
dr. Yekti Nurhaeni
commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lampiran 3
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Judul Penelitian: Penerapan Analisis Transaksional Dasar untuk Memperbaiki Masalah Emosi dan Perilaku Anak dan Remaja.
Nama Partisipan : _____________________ Jenis kelamin : _____________________ Tanggal lahir (usia) : _____________________
1. Saya menegaskan bahwa saya telah membaca lembar informasi dan telah mendapat penjelasan mengenai penelitian diatas, dan saya telah mendapat kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. 2. Saya memahami bahwa tidak ada efek samping atau komplikasi yang timbul dalam penelitian ini. 3. Saya memahami bahwa partisipasi saya dalam penelitian ini bersifat sukarela dan saya bebas mengundurkan diri setiap waktu. 4. Saya setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini.
Surakarta,____________________ Partisipan
( ______________________ )
commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lampiran 4 DAFTAR TILIK IMPLEMENTASI MODUL APLIKASI ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR No
Komponen Kompetensi
Pelaksanaan Ya Tidak Membangun Relasi Dan Kontrak Terapi, Tinjauan Sekilas Tentang Analisis Transaksional Dasar Pada Masalah Relasi Orang Tua -Anak, Pengenalan Analisis Struktural 1. Mengenalkan diri dan membina rapport dengan klien 1) Mengenalkan diri sendiri 2) Menanyakan nama klien/ nama kesenangannya 3) Menjelaskan tujuan wawancara 4) Melakukan perilaku attending: menunjukkan kewajaran dalam gerakan kepala, ekspresi wajah, posisi tubuh, gerakan tangan, mendengarkan dengan penuh perhatian 5) Berempati, melakukan refleksi, melakukan eksplorasi, parafrasing, bertanya untuk membuka percakapan, melakukan pertanyaan terbuka dan tertutup, melakukan dorongan minimal 2. Membuat kontrak terapi AATD pada masalah relasi orang tua-anak 6) Negosiasi kontrak dengan cara menjelaskan AT dan kegunaannya 7) Menjelaskan teknik-teknik yang digunakan dalam AT 8) Memberikan lembar kontrak terapi AATD 9) Memberi kesempatan klien untuk membacanya 10) Membuat kesepakatan kontrak terapi mencakup: kontrak waktu, kontrak tugas dan kontrak kerjasama 11) Melakukan penanda-tanganan kontrak dengan klien 3. Memberikan tinjauan sekilas tentang AATD 12) Menjelaskan fokus terapi 13) Menjelaskan analisis dan struktur kepribadian berdasarkan AT 14) Mengajak mempelajari struktur kepribadian berdasarkan AT, membagikan power point tentang AATD dan menjelaskan satu persatu 15) Menjelaskan mengenai transaksi 16) Menjelaskan peran manusia sebagai makhluk sosial 17) Menjelaskan perubahan manusia saat berinteraksi dengan lingkungan 18) Menjelaskan posisi I’m OK dan I’m not OK 19) Mengarahkan untuk berfokus mencapai posisi I’m OK You’re OK 20) Menjelaskan AT untuk lebih mengenali diri sendiri dan orang lain 4. Mengenalkan analisis struktural dan melatih analisis struktural menggunakan kartukartu analisis struktural (egostate) 21) Menjelaskan penampilan anutan (egostate) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22)
90 digilib.uns.ac.id
Menjelaskan parent egostate/penampilan anutan orang tua secara umum, ciri-ciri parent egostate, verbal parent egostate 23) Menjelaskan adult egostate/penampilan anutan dewasa secara umum, ciri-ciri, dan verbal adult egostate 24) Menjelaskan child egostate/penampilan anutan kanak secara umum ciri-ciri, verbal child egostate 25) Memperdalam pemahaman klien tentang egostate dengan menggunakan kartu egostate 26) Menanyakan apakah klien sudah dapat memahami dan menyilakannya menanyakan hal-hal yang belum dipahami oleh klien 27) Menilai pengetahuan klien tentang egostate menggunakan lembar penilaian pengetahuan analisis transaksional (AT) berdasarkan jawaban yang diberikan klien tentang kartu egostate Pendalaman Analisis Struktural, Analisis Fungsional, Analisis Transaksi, Life Position, Games, Script, Strokes 5. Mengajak klien memperdalam pemahamannya mengenai analisis struktural dengan menggunakan kartu dan lembar penilaian 28) Menjelaskan struktur kepribadian yang dapat mengakibatkan konflik batin mencakup “pencemaran” dan “penyisihan” 29) Menggunakan teknik pendekatan leading (memimpin), fokus, konfrontasi , memberikan nasihat (jika klien meminta), summarizing (menyimpulkan sementara), memberikan informasi tambahan (jika klien meminta) 6. Mengenalkan dan memperdalam analisis fungsional 30) Mengajak membuka photocopy power point dan menjelaskan skema pembagian struktural dan fungsional AT 31) Menjelaskan lebih lanjut penampilan fisik & verbal critical parent 32) Menjelaskan lebih lanjut penampilan fisik & verbal nurturing parent 33) Menjelaskan lebih lanjut tentang penampilan fisik & verbal adult 34) Menjelaskan lebih lanjut tentang penampilan fisik & verbal free child 35) Menjelaskan lebih lanjut penampilan fisik & verbal adapted child 7. Egogram (Profil Penampilan Pribadi = PPP) 36) Menjelaskan egogram dan cara pembuatannya 37) Mengajak menggunakan lembar yang telah disediakan untuk menggambarkan egogram dari anggota keluarga 38) Terapis juga menilai egogram masing-masing anggota keluarga dari analisis mimik, nada bicara, dan kalimat 39) Menjelaskan mengenai “pengucilan” egostate 40) Menjelaskan penilaian egogram normal 8. Pengenalan dan pendalaman analisis transaksi 41) Menjelaskan transaksi yang terjadi saat manusia berinteraksi 42) Menjelaskan mengenai transaksi dan penggolongannya dengan menggunakan power point commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
91 digilib.uns.ac.id
43) Menjelaskan mengenai transaksi senada (komplementer) 44) Menjelaskan mengenai transaksi silang 45) Menjelaskan mengenai transaksi terselubung 46) Memperdalam pemahaman menggunakan kartu dan lembar penilaian 9. Life position 47) Menjelaskan mengenai life position secara umum 48) Menjelaskan 4 (empat) pola dasar posisi psikologis: I’m OK, you are OK; I’m OK, you are not OK; I’m not OK, you are OK; I’m not OK, you are not OK 49) Menanyakan pada klien tentang posisi hidup saat ini, posisi hidup yang diinginkan, serta cara untuk mencapainya 50) Meyakinkan klien untuk dapat mencapai posisi yang diinginkan dan menjabarkan beberapa hal yang bisa dilakukan 10. Pengenalan strokes/belaian 51) Menjelaskan mengenai strokes/belaian secara umum 52) Menjelaskan macam-macam/pembagian strokes 53) Menjelaskan bentuk-bentuk strokes yang sehat 11. Pengenalan games 54) Menjelaskan definisi games dalam AT secara umum 55) Menjelaskan pentingnya mengetahui games yang dimainkan dalam membantu menangani masalah klien 56) Mengidentifikasi games yang sering dimainkan oleh klien 57) Menyampaikan penjelasan mengenai games yang ternyata sering dimainkan oleh klien 12. Pengenalan analisis script/skenario/naskah kehidupan 58) Menjelaskan definisi script dalam AT secara umum 59) Menjelaskan bagaimana terbentuknya suatu script pada seseorang 60) Menyampaikan pentingnya script dalam penentuan pola hidup Masalah Relasi Orang Tua – Anak Dan Struktur Keluarga, Intervensi Masalah Relasi Dengan AATD pada Masalah Relasi Orangtua-Anak 13. Menyimpulkan dan menggambarkan matriks transaksi 61) Meminta klien untuk menyiapkan PR yang telah dibawa 62) Membahas peristiwa yang menyenangkan atau menyedihkan (PR), menjelaskannya dalam matriks transaksi pada seluruh keluarga 63) Membahas perkataan orang lain yang menyenangkan atau tidak menyenangkan (PR), respon klien saat menghadapinya, dan menjelaskannya dalam matriks transaksi 64) Menunjukkan dan menjelaskan matrik s transaksi yang telah digambarkan dan meminta tanggapan dari klien 65) Meminta klien untuk menggambarkan matriks transaksinya sendiri kepada anggota keluarga yang lain 14. Masalah relasi dan masalah relasi orang tua – anak commit to orang user tua - anak 66) Menjelaskan penyebab masalah relasi
perpustakaan.uns.ac.id
67)
92 digilib.uns.ac.id
Menjelaskan hal yang perlu dilakukan secara umum untuk memperbaiki masalah tersebut 15. Memahami struktur keluarga berdasarkan SFT 68) Menjelaskan mengenai keluarga sebagai organisasi yang mempunyai struktur, tugas, dan wewenang tertentu 69) Menjelaskan struktur keluarga yang mungkin dapat menyebabkan masalah relasi dalam keluarga Intervensi Masalah Relasi Dan Masalah Relasi Orang Tua – Anak Dengan Aplikasi Analisis Transaksional Dasar (AATD) Terkait Struktur Keluarga, Strokes, Dan Life Position 16. Memahami masalah relasi dan masalah relasi orang tua – anak 70) Menjelaskan hal-hal yang merupakan tanda adanya masalah relasi dalam keluarga 71) Menjelaskan faktor risiko terjadinya masalah relasi dalam keluarga 17. Menjelaskan struktur keluarga dan menggambarkan matriks struktur keluarga berdasarkan structural family therapy (SFT) 72) Menjelaskan mengenai struktur keluarga 73) Menganalisis struktur keluarga dari klien 74) Memahami simbol-simbol sederhana dalam struktur keluarga 75) Menggambarkan struktur keluarga dari klien 18. Mengoleksi & mengenali strokes 76) Mengoleksi & mengenali perkataan & peristiwa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dari masing-masing klien dan respon mereka 77) Menjelaskan bahwa setiap orang membutuhkan strokes 78) Menjelaskan tujuan terapi untuk meningkatkan pemberian strokes positif dan mengurangi strokes negatif, bukan meniadakan strokes 79) Mendalami cara memberikan dan menerima strokes serta mengarahkan life position ke arah I’m OK – you’re OK Intervensi Masalah Relasi Dan Masalah Relasi Orang Tua – Anak dengan AATD Melalui Pendalaman Strokes Dan Life Position 19 Role play memberikan dan menerima strokes 80) Meminta klien untuk menyiapkan PR yang telah dibawa, membahas perkataan & peristiwa yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan serta akibat yang muncul terkait dengan strokes 81) Menilai strokes yang muncul dari setiap traksaksi 82) Menilai respon klien mengenai transaksi yang tidak menyenangkan 83) Meminta klien melakukan role play berdasar peristiwa yang terjadi dalam keluarga 84) Melakukan penilaian mengenai egostate yang muncul, analisis transaksi, dan strokes 20. Mengenalkan life position abnormal 85) Memberi penilaian mengenai life position dari role play yang sudah dimainkan dimulai dari peristiwa yang menyedihkan 86) Memberikan umpan balik mengenai lifeuser position abnormal yang ada commit to
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Umpan Balik, Penilaian Keberhasilan Terapi, Negosiasi Kontrak Baru 87) Menjelaskan bahwa ini adalah sesi terakhir dari kontrak pertama dan meminta tanggapan klien terhadap terapi yang sudah dilakukan 88) Meminta masukan klien mengenai terapis dalam memberikan terapi 89) Meminta klien menggambarkan keadaannya/perbaikan saat ini 21 Penilaian keberhasilan terapi 90) Menjelaskan tahap pencapaian keberhasilan terapi, yaitu: Symptomatic relief, Social control, Transference cure dan Autonomy 91) Menjelaskan tahap keberhasilan yang sudah dicapai hingga saat ini 92) Menjelaskan contoh-contoh perbaikan yang ada secara spesifik 93) Menjelaskan keberhasilan terapi dari perasaan klien dan life position 94) Menjelaskan perlunya kontrak terapi lanjutan untuk mencapi tahap perbaikan selanjutnya Menutup sesi terapi dan menyusun kontrak baru 95) Menyarankan dan menawarkan untuk membuat kontrak terapi lanjutan dengan fokus berbeda 96) Menjelaskan fokus terapi dan harapan pada kontrak terapi lanjutan 97) Menutup pembicaraan, mengucap salam untuk mengakhiri pertemuan Total Nilai
commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lampiran 5
Penilaian keterampilan perilaku interpersonal No
Perilaku
Membuat pasien merasa nyaman Menyambut dengan ramah, mengucapkan salam 1. Menyilakan duduk 2. Mengenalkan diri 3. Menciptakan hubungan (rapporting) 4. Menyilakan pasien berbicara secara bebas 5. Menjelaskan wewenang dan tanggung jawab 6.
Mengajukan pertanyaan Banyak menggunakan pertanyaan terbuka 7. Menggunakan pertanyaan tertutup yang sesuai 8. Mengajukan pertanyaan satu-persatu 9. 10. Banyak mengajukan pertanyaan yang mendalam 11. Mengajukan pertanyaan disertai gerakan wajar Mendengar aktif 12. Melakukan refleksi isi 13. Melakukan refleksi perasaan 14. Melakukan refleksi pengalaman 15. Menunjukkan empati 16. Merangkum (menyimpulkan sementara)
Memberikan informasi 17. Memberikan informasi yang benar 18. Memberikan informasi dengan bahasa sederhana 19. Memberikan informasi yang lengkap 20. Memberikan informasi yang jujur 21. Memberikan informasi bila diminta/dibutuhkan Menanggapi 22. Memberikan pujian ketika klien mengemukakan pendapat yang baik 23. Melakukan evaluasi 24. Melakukan asumsi 25. Memotong pembicaraan 26. Tidak mencela (secara fisik, atau pendapat klien) 27. Sabar menunggu klien berbicara 28. Menenteramkan klien 29. Menjawab pertanyaan pasien dengan tepat Mendorong partisipasi klien 30. Menunjukkan minat dan penuh perhatian 31. Kadang diam (memberikan kesempatan klien berpendapat 32. Sabar menanti jawaban, tidak memotong ucapan 33. Mengucapkan kata-kata: oh...ya..., lalu...., hm..., terus, apalagi... pada commit to user saat yang tepat
Pelaksanaan Ya Tidak
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
34.
Mengangguk untuk menunjukkan pengertian Non-verbal behavior 35. Wajah : ramah, senyum 36. Suara:vokal jelas, kecepatan cukup, intonasi baik 37. Posisi tubuh yang baik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
Lampiran 6 KUESIONER SKALA EGOGRAM UNS Jawablah dengan tanda (X) pernyataan-pernyataan di bawah ini apabila sesuai/cocok setuju dengan anda di + , dan bila tidak sesuai/cocok/setuju di - pada lembar jawab yang disediakan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.
Walaupun berkepanjangan saya berusaha mendengarkan orang lain ketika berbicara. Mendengarkan ketika orang lain memberikan alasan tentang kesalahannya adalah membosankan. Seringkali saya mencari fakta lebih dari satu sumber. Memahami tugas secara detail sangat diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan. Walaupun sulit saya tetap berusaha mencari pemecahan masalah yang ada. Seringkali saya harus tetap bekerja meskipun dalam kondisi lelah. Orang lain sering membuat saya marah bila pekerjaannya tidak beres. Perasaan saya sangat berpengaruh terhadap hasil pekerjaan yang dicapai. Anak muda sekarang kurang patuh pada peraturan. Kebanyakan seniman hanya pengkhayal tanpa masa depan. Saya akan menerangkan kepada orang yang akan melaksanakan pekerjaan agar tidak salah. Menurutku, saya orang yang penyayang. Orang-orang baik denganku, karena saya menyayangi mereka. Saya percaya bahwa saya dapat menjadi pemberi saran yang baik. Saya tidak terpengaruh bila ada kritik dan teguran atas tindakanku. Sangat mudah bagi saya untuk membuat ide-ide baru. Saya mudah bosan pada hal-hal yang sifatnya biasa-biasa saja. Saya cenderung cepat dan spontan dalam mengambil keputusan. Di lingkungan saya terkenal sebagai si pembuat sensasi . Dalam pesta saya adalah ratu / raja-nya. Ekspresi wajah saya tidak menggambarkan perasaan saya yang sebenarnya . Saya sulit tertawa lepas atau terbahak-bahak. Saya sering menjumpai kesulitan untuk memastikan kesalahan saya. Saya khawatir orang lain menduga buruk terhadap saya. Saya suka membagi persoalan dengan kawan saya. Logika penalaran akal sehat sering kujadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Apapun alasannya kita tetap mengutamakan pikiran daripada perasaan dalam hidup. Hal yang realistik lebih berguna daripada idealistik. Dalam kehidupanku, akal sehat lebih diprioritaskan daripada fantasi / angan-angan. Saya cenderung mempercayai orang dekat walaupun tidak didukung data yang akurat. Anak-anak seharusnya dibatasi dengan aturan-aturan yang ketat. Kritik itu penting, bahkan yang disertai dengan hukuman sekalipun. Kebanyakan orang di sekitar saya lebih patut dikritik dari pada dipuji. Menurut saya perempuan merokok adalah sangat tidak sesuai dengan aturan kesusilaan. commit to user Saya akan marah bila seseorang menyelundup nonton tanpa karcis.
perpustakaan.uns.ac.id
36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74.
97 digilib.uns.ac.id
Saya tidak perlu membetulkan suatu pendapat yang keliru. Walaupun tidak kenal saya senang menolong orang yang bermasalah. Saya harus membetulkan orang-orang yang mengemukakan pendapat yang bodoh. Bila ada suatu yang salah, lebih baik dibiarkan daripada mencela dan mengkritiknya. Anak-anak tidak perlu diatur dengan ketat, karena mereka perlu kebebasan. Teman-teman mengatakan bahwa tanpa kehadiran saya maka pesta mereka menjadi tidak menarik dan membosankan. Saya mudah putus pacaran dan segera dapat gantinya lagi. Saya tidak menyesali perbuatan yang telah saya lakukan. Saya mudah secara terbuka menyatakan perasaan suka terhadap seseorang yang saya sukai. Saya merasa trampil berkendara sehingga tidak masalah bagi saya menyalip kendaraan-kendaraan lain dengan kecepatan tinggi. Saya senang masalah pribadi saya disampaikan kepada orang lain, agar mereka dapat membantu. Saya bersedia mengambil tanggungjawab atas kesalahan orang lain. Saya cenderung tidak percaya diri melakukan pekerjaan tanpa bantuan orang lain. Saya membutuhkan kritik dan pendapat orang lain atas tindakan saya. Saya ingin agar setiap pekerjaan tulisan saya teliti, rapi dan tersusun dengan baik agar orang lain senang. Saya tidak dapat mempercayai orang yang belum kukenal walaupun disertai bukti otentik. Segala sesuatu hendaknya perlu dipertimbangkan dan direncanakan sebelumnya. Perencanaan sering tidak diperlukan karena akan menghambat jalannya kegiatan. Membuat perkiraan secara cermat akan memudahkan kegiatan. Membuat rencana adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Saya adalah tokoh pendidik yang bersikap sangat keras terhadap anak-anakku. Saya sangat marah bila seseorang menentang pendapatku. Saya harus bersikap kasar terhadap orang-orang yang tidak sopan. Saya merasa perlu menegur, bila seseorang mencoba mendahuluiku sewaktu antri. Saya lebih mengetahui sesuatu daripada orang lain. Saya tidak akan memberi saran bila tidak diminta. Orang yang sering mengkritik dan mencela orang biasanya untuk menutupi kekurangannya. Bila seseorang melanggar aturan, tentunya dilakukan karena sesuatu yang mendesak. Kritik membangun itu penting, karena dengan itu kita banyak mendapat masukan. Saya kasihan melihat seseorang yang dibentak karena ketahuan bersalah. Saya mudah sedih dan menangis bila ada hal yang menyusahkan saya. Hal tersulit adalah bila membuat sesuatu tanpa ada contohnya . Susah bagi saya mengumpat orang yang telah menyusahkan saya. Tabu bagi saya menunjukkan amarah pada orang lain. Si “Gaptek” (gagap teknologi) adalah julukan saya. Agar teman- teman saya senang, saya menceritakan lelucon yang menarik. Saya suka mengerjakan pekerjaan rumah walaupun saya sedang tidak enak badan. Kadang- kadang saya berkeringat dingin ketika sedang berbicara di depan umum. userpertemuan. Saya selalu datang lebih awal waktucommit dalam to setiap
perpustakaan.uns.ac.id
75. 76. 77. 78.
98 digilib.uns.ac.id
Saya berusaha melakukan segala sesuatu dengan lancar dan tertib. Dalam mengambil keputusan perlu fakta dan data yang akurat. Seringkali keputusan harus segera diambil dengan cepat meski fakta terbatas. Dalam bertindak saya sangat memperhitungkan risiko untung rugi yang akan saya terima. 79. Saya senang cepat memutuskan walaupun data pendukungnya belum ada. 80. Mengambil keputusan yang cepat lebih baik daripada mencari data dan fakta. 81. Kadang-kadang saya penuh semangat mengkritik seseorang yang ketahuan bersalah. 82. Saya tidak menyenangi kanak-kanak yang bandel. 83. Saya tidak setuju memberi uang kepada pengemis, karena mereka pemalas. 84. Yang muda harus mematuhi kata-kata orang yang lebih tua. 85. Saya tidak pernah bersikap kasar terhadap orang yang berbuat seenaknya. 86. Saya suka menolong teman- teman bila mereka mengalami kesulitan walaupun terkadang saya kena dampaknya. 87. Saya merasa bertanggung jawab terhadap perkembangan dunia ini. 88. Memberitahu kesalahan orang lain adalah perbuatan yang bodoh. 89. Orang cenderung tidak menyukai kalau dikoreksi kesalahannya. 90. Kelemahan kita tidak perlu diketahui orang karena akan dilecehkan. 91. Saya cenderung menyukai keteraturan dan kemapanan. 92. Saya selalu tunduk pada peraturan yang sedang berlaku. 93. Saya tidak pernah memulai pertengkaran dengan orang lain. 94. Saya jarang ingin tahu tentang sesuatu hal yang baru. 95. Saya mudah jatuh kasihan pada orang lain. 96. Saya biasanya berminat menulis sesuatu yang sifatnya menyadur tulisan orang lain. 97. Saya akan terus melakukan suatu pekerjaan yang telah dijanjikan walaupun pekerjaan itu berat. 98. Saya seringkali ragu-ragu dalam mengemukakan pendapat. 99. Sulit bagi saya mengungkapkan perasaan suka/cinta pada seseorang. 100. Membuat orang lain senang adalah sangat penting buat saya. 101. Dalam menerima tugas harus jelas siapa, apa, bilamana, di mana dan bagaimana pekejaan itu. 102. Pekerjaan secepatnya dikerjakan, hasil dipikirkan kemudian. 103. Apa yang saya pertimbangkan seringkali berbeda dengan fakta yang ada. 104. Untuk pemecahan permasalahan lebih lanjut, saya mencari data yang lebih terinci. 105. Sesulit apapun pertanyaannya saya berusaha untuk menjawab dengan benar. 106. Berusaha untuk mengerti permasalahan dari berbagai sudut pandang sangatlah penting. 107. Dengan mengetahui situasi lebih terinci membuat kita jadi peragu. 108. Saya optimis dengan perkataan dan perbuatan yang saya lakukan. 109. Pernyataan orang di sekitar saya cenderung tidak berkualitas. 110. Pantang bagi saya untuk mengkritisi seseorang di muka umum. 111. Menunjukkan yang benar lebih baik dari pada menunjukkan kesalahan. 112. Walaupun sangat menggangu, saya dapat mentoleransi kelemahan atau kebodohan seseorang. 113. Sesuatu yang memalukan bila kelemahan kita diketahui orang. 114. Manusia yang lambat daya tangkapnya tidak perlu dibimbing. user 115. Saya selalu tertawa mendengarkancommit lelucontoporno.
perpustakaan.uns.ac.id
99 digilib.uns.ac.id
116. Saya senang terlibat dalam beberapa permainan karena permainan itu mengurangi ketegangan. 117. Saya menyenangi kanak-kanak yang lincah, bebas bersorak dan berlarian. 118. Saya menolak ikut serta dalam beberapa permainan karena saya merasa permainan itu membuang waktu. 119. Orang harus berbohong untuk menghindarkan kesulitan. 120. Ketika kecil, saya tidak pernah membolos. 121. Orang yang melakukan kesalahan tidak ada gunanya dibimbing. 122. Bukan masalah bagi saya bila diberi tugas tanpa petunjuk pelaksanaan. 123. Saya suka dengan kegiatan hura- hura. 124. Terlambat adalah hal biasa bagi saya. 125. Saya suka menerobos lampu merah bila keadaan sepi. 126. Seringkali saya ragu dengan keputusan yang sudah diambil. 127. Bila orang lain mampu melakukan sesuatu tentunya saya juga mampu. 128. Saya senang memecahkan permasalahan sendiri daripada dibantu orang lain. 129. Saya cenderung menyukai oang yang mampu mengkritisi kesalahan orang lain. 130. Koreksi terhadap pekerjaan sering menghambat hasil akhir tugas. 131. Kelemahan kita perlu diketahui orang lain agar diperbaiki. 132. Tidak perlu malu menceritakan kelemahan kita pada orang lain. 133. Banyak kelemahan yang tidak bisa diperbaiki. 134. Kita menunjukkan kesalahan berulang kali tidak perlu dibimbing. 135. Perempuan yang merokok adalah perempuan yang mengekspresikan hak kebebasannya. 136. Sangat mengasyikkan bila dapat menonton tanpa karcis. 137. Setiap orang pasti akan berbohong untuk menghindari tanggung jawab. 138. Saya suka menceritakan cerita-cerita yang menarik dan lelucon-lelucon dalam pesta agar orang lain terhibur. 139. Saya suka bertamasya dengan teman-teman. 140. Bila memungkinkan, saya akan menerobos antrian. 141. Adakalanya peraturan boleh dilanggar. 142. Kita boleh mendebat orang tua bila merasa benar. 143. Bila lingkungan tidak tertib, saya akan ikut tidak tertib. 144. Saya tidak suka kegiatan yang terjadwal. 145. Tidak perlu sebal melihat orang yang melakukan kesalahan. 146. Saya kasihan melihat orang yang melakukan kesalahan. 147. Saya cenderung tidak mengkritik orang lain secara langsung. 148. Saya tidak perlu membagikan pengetahuan yang saya miliki kepada orang lain. 149. Kita tidak perlu memberikan bimbingan bila tidak diminta. 150. Saya lebih baik melihat pekerjaan orang lain waktu ujian daripada mendapat nilai buruk. 151. Situasi yang asing sering membuatku tegang. 152. Dalam banyak hal sering tidak nyaman. 153. Saya senang mencoba hal yang baru. 154. Saya menyukai situasi yang serba tertib. 155. Rencana kerja / agenda tidak penting bagi saya. 156. Sebaiknya orang- orang mengerti keinginanku. 157. Saya tidak perduli mengenai penilaian orang terhadap saya. commit to user yang ada. 158. Saya cenderung serius menghadapi permasalahan
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
159. 160. 161. 162. 163. 164. 165. 166. 167. 168. 169. 170. 171. 172. 173. 174. 175. 176. 177. 178. 179. 180. 181. 182. 183. 184. 185. 186. 187. 188. 189. 190. 191. 192. 193. 194. 195. 196. 197. 198. 199. 200.
Saya merasa senang bila melanggar tidak ketahuan. Kesalahan bukan patokan kemampuan seseorang. Kritik terhadap kesalahan berarti merendahkan martabat orang tersebut. Pantangan bagi saya meengatakan ”Kesalahan anda banyak sekali”. Marah atas kebodohan orang lain adalah pekerjaan yang sia-sia. Membimbing orang lain bukan urusan saya. Anak “Manis“ selalu lebih baik dari pada anak “nakal“. Saya enggan menikmati hidup yang serba menarik ini. Hidup ini adalah panggung sandiwara, penuh aksi yang menyenangkan. Saya sering sulit beradaptasi terhadap sesuatu yang baru. Kesalahan yang sudah terjadi tidak perlu diperbaiki oleh karena akan baik sendiri. Anda sering mengerjakan sesuatu sampai saat terakhir atau tuntas. Biarkan sesuatau berjalan apa adanya. Pernah saya berpura-pura sakit untuk menghindari tugas yang berat. Bila mendapatkan tugas akan saya kejakan sekuat tenaga. Saya tidak senang dipuji. Orang tidak harus ditegur agar tahu kesalahannya. Orang harus tahu yang benar agar tahu kesalahannya. Saya cenderung dapat menerima kesalahan orang lain. Tidak baik mencela oleh karena sertiap orang mempunyai alasan atas tindakannya. Kebiasaan mengkritik orang lain perlu dihilangkan. Mengkritik adalah tindakan yang tidak terpuji. Akan lebih baik berdusta daripada membuka rahasia yang dipercayakan kepadaku. Lebih baik tinggal di rumah diwaktu hujan daripada pergi ke tempat pekerjaan. Kalau bisa sebaiknya kita menghindari tanggung jawab. Dengan diskusi kita dapat memecahkan masalah bersama. Saya dapat mengerti pendapat orang yang menentangku. Perbuatan bodoh adalah tanggungjawab pribadi masing-masing. Sebenarnya masing-masing orang tahu akan kelemahannya sendiri. Saya takut melakukan koreksi atas kesalahan orang lain. Orang yang melakukan kesalahan sebaiknya dibimbing bukan ditegur. Beberapakali melakukan kesalahan yang sama bisa ditoleransi. Melakukan kesalahan yang sama berulangkali perlu banyak belajar. Generasi muda sekarang sangat disiplin dan taat pada peraturan. Seorang pembela dapat membebaskan terdakwa karena bukti dan informasi yang akurat. Banyak orang berhasil karena keberuntungan. Saya cenderung tidak berani melakukan koreksi terhadap orang lain. Saya cenderung tidak menyukai sifat orang yang sering mengkritik orang lain. Saya cenderung sulit untuk menghukum seseorang. Mengkritik seseorang membuatku sering merasa bersalah. Saya mudah menutup mata terhadap kesalahan orang lain. Kita harus selalu siap membimbing orang yang melakukan kesalahan. commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lampiran 7
Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan pada Anak (Stregth and Difficulties Questionaire ) Petunjuk : Berilah tanda rumput ( ) pada kolom tidak benar, agak benar, atau benar. Jawablah sesuai dengan yang telah terjadi pada dirimu selama enam bulan terakhir. Pertanyaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Saya berusaha bersikap baik kepada orang lain. Saya peduli dengan perasaan mereka Saya gelisah, saya tidak dapat diam untuk waktu yang lama Saya sering sakit kepala, sakit perut, atau macam-macam sakit lainnya Kalau saya memiliki, CD, mainan, atau makanan, saya biasanya berbagi dengan orang lain Saya menjadi sangat marah dan sering tidak dapat mengendalikan kemarahan saya Saya lebih suka sendirian daripada dengan orang-orang yang seumur dengan saya Saya biasanya melakukan apa yang diperintahkan oleh orang lain Saya banyak merasa cemas atau khawatir terhadap apapun Saya selalu siap menolong jika ada orang yang terluka, kecewa atau merasa sakit Bila sedang cemas atau gelisah, badan saya sering bergerak ± gerak tanpa saya sadari Saya mempunyai satu orang teman atau lebih Saya sering bertengkar dengan orang lain. Saya dapat memaksa orang lain melakukan apa yang saya inginkan Saya sering merasa tidak bahagia, sedih, atau menangis Orang lain seumur saya pada umumnya menyukai saya Perhatian saya mudah teralihkan, saya sulit memusatkan perhatian pada apapun Saya merasa gugup dalam situasi baru, saya mudah kehilangan rasa percaya diri Saya bersikap baik terhadap anak ± anak yang lebih muda daripada saya Saya sering dituduh berbohong atau berbuat curang Saya sering diganggu atau dipermainkan oleh anak-anak remaja lain Saya sering menawarkan diri untuk membantu orang lain ( orang tua, guru, anak-anak ) Saya melakukan sesuatu saya berpikir dahulu tentang akibatnya Saya mengambil barang yang bukan milik saya dari rumah, sekolah, dari mana saja Saya lebih mudah berteman dengan orang dewasa daripada dengan orang-orang yang seumur saya Banyak yang saya takuti, saya mudah menjadi takut Saya menyelesaikan pekerjaan yang sedang saya lakukan. Saya mempunyai perhatian yang baik terhadap apapun
commit to user
Tidak benar 0
Agak benar 1
Benar
0 0
1 1
2 2
0
1
2
0
1
2
0
1
2
2 0 0
1 1 1
0 2 2
0
1
2
2 0
1 1
0 2
0 2 0
1 1 1
2 0 2
0
1
2
0
1
2
0 0 0
1 1 1
2 2 2
2 0
1 1
0 2
0
1
2
0 2
1 1
2 0
2
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user